Perlindungan Hukum Terhadap Pasien Peserta JKN BPJS Kesehatan Dalam Pelaksanaan Kesehatan Di Puskesmas Sidodadi Kabupaten Asahan Provinsi Sumatera Utara

BAB II
TINJAUAN YURIDIS PERLINDUNGAN HUKUM PASIEN

A. Pengertian Pasien dalam Pelayanan Kesehatan
Pasien adalah seseorang yang menerima perawatan medis.
Kata pasien dari bahasa Indonesia analog dengan kata patient dari
bahasa Inggris. Patient diturunkan dari bahasa Latin yaitu patiens
yang memiliki kesamaan artidengan kata kerja pati yang artinya
"menderita" orang sakit (yang dirawat dokter),penderita (sakit). ‡‡
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pasien adalah
orang sakit (yang dirawat dokter), penderita (sakit). §§

Dalam

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004
tentang Praktik Kedokteran menyebutkan bahwa :

‡‡
§§

http://id.wikipedia.org/wiki/Pasien.Diakses tanggal 16 April 2016,

http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php, diakses tanggal 16

April 2016

Universitas Sumatera Utara

“Pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya
untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara
langsung maupun tidak langsung kepada dokter atau dokter gigi”. ***
Dalam Pasal 1 angka 10 Undang-Undang No.29 Tahun
2004 Tentang Praktik Kedokteran, Pasien adalah setiap orang yang
melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh
pelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara langsung maupun
tidak langsung kepada dokter atau dokter gigi.

Dari beberapa pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pasien
yaitu:
1. Setiap Orang;
2. Menerima/memperoleh pelayanan kesehatan;
3. Secara langsung maupun tidak langsung; dan

4. Dari tenaga kesehatan.

Istilah konsumen berasal dari kata consumer (InggrisAmerika), atau consument / konsument (Belanda). Kata konsument
dalam bahasa Belanda tersebut oleh para ahli hukum pada
umumnya sudah disepakati untuk mengartikannya sebagai pemakai
terakhir dari benda dan jasa (uiteindelijk gebruiker van goederenen
***

Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29
Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.

Universitas Sumatera Utara

dienstent) yang diserahkan kepada mereka oleh pengusaha
(ondernemer). †††
Secara harafiah arti kata consumer adalah (lawan dari
produsen) setiap orang yang menggunakan barang. Tujuan
penggunaan barang atau jasa ini nanti menentukan termasuk
konsumen kelompok mana pengguna tersebut. ‡‡‡ Begitu pula
Kamus Bahasa Inggris-Indonesia memberi arti consumer sebagai

pemakai atau konsumen. §§§
Menurut Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Perlindungan
Konsumen, dijelaskan bahwa Konsumen adalah setiap orang
pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat,
baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, ataupun
makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Berdasarkan
pengertian tersebut, maka yang dimaksud konsumen adalah
konsumen akhir.
Manusia sebagai makhluk sosial (zoon politicon) pasti
membutuhkan orang

lain

dalam

memenuhi

kebutuhannya,

termasuk orang yang sedang sakit. Orang yang sedang sakit

(pasien) yang tidak dapat menyembuhkan penyakit yang yang
dideritanya, tidak ada pilihan lain selain meminta pertolongan dari

†††

Hermien Hadiati Koeswadji, Hukum dan Masalah Medik,
(Surabaya: Airlangga University Press, 1984), hal. 31
‡‡‡
A.Z. Nasutuion, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu
Pengantar, (Jakarta: Diadit Media, 2001), hal. 3.
§§§
John M. Echols & Hasan Sadily, Kamus Inggris-Indonesia,
(Jakarta: Gramedia, 1986), hal. 124.

Universitas Sumatera Utara

orang yang dapat menyembuhkan penyakitnya, yaitu tenaga
kesehatan.

Tenaga


Kesehatan

adalah

setiap

orang

yang

mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki
pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang
kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan
untuk melakukan upaya kesehatan. **** Dalam hal ini tenaga
kesehatan dapat ditemui oleh pasien di tempat-tempat yang
memberikan

layanan


kesehatan

seperti

Puskesmas,

Balai

Kesehatan, tempat Praktek Dokter dan Rumah Sakit.
Pasien tentu akan berhubungan dengan pihak ketiga, baik itu
dokter maupun tempat pelayanan kesehatan dalam memperoleh
pelayanan kesehatan. Harus diakui bahwa hubungan pasien dengan
tenaga kesehatan pada umumnya, khususnya hubungan dokter
dengan pasien adalah hubungan yang unik yang meliputi hubungan
medik, hubungan hukum, hubungan non hukum, hubungan
ekonomi dan hubungan sosial. Hubungan-hubungan tersebutlah
yang

mengakibatkan


adanya

perbedaan

pandangan

dalam

mengartikan pasien. Hal tersebut dikarenakan ada hubungan timbal
balik antara pelaku usaha dan konsumen yaitu pelaku usaha
memberikan jasa dan konsumen memperoleh jasa dan membayar
imbalan atas jasa tersebut.

****

Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Universitas Sumatera Utara


Menurut M. Sofyan Lubis, bahwa hubungan antara pelaku
usaha dan konsumen khusus di bidang ekonomi harus dibedakan
dengan hubungan antara dokter dengan pasien di bidang kesehatan
(hubungan pelayanan kesehatan). Sehingga kaidah-kaidah hukum
yang ada dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen tidak
dapat begitu saja diberlakukan dalam hubungan dokter dengan
pasien. M. Sofyan Lubis dalam bukunya “Konsumen dan Pasien
dalam Hukum Indonesia” menyebutkan bahwa :
“Pasien secara yuridis tidak dapat diidentikkan dengan konsumen, hal ini
karena hubungan yang terjadi di antara mereka bukan merupakan
hubungan jual-beli yang diatur dalam KUHPerdata dan KUHD, melainkan
hubungan antara dokter dengan pasien hanya merupakan bentuk perikatan
medik, yaitu perjanjian “usaha” (inspanning verbintenis) tepatnya
perjanjian usaha kesembuhan (teraupetik), bukan perikatan medik “hasil”
(resultaat verbintenis), disamping itu profesi dokter dalam etika
kedokteran masih berpegang pada prinsip “pengabdian dan kemanusiaan”,
sehingga sulit disamakan antara pasien dengan konsumen pada
umumnya”. ††††

Undang-Undang


dalam

bidang

kesehatan

tidak

menggunakan istilah konsumen dalam menyebutkan pengguna jasa
rumah sakit (pasien). Tetapi untuk dapat mengetahui kedudukan
pasien

sebagai

konsumen

atau

tidak,


maka

kita

dapat

membandingkan pengertian pasien dan konsumen.
Adapun unsur-unsur pengertian konsumen yang kemudian
dibandingkan dengan unsur-unsur dalam pengertian pasien yaitu:

††††

M. Sofyan Lubis, Op.Cit, hlm. 38.

Universitas Sumatera Utara

1. Setiap Orang
Subjek yang disebut sebagai konsumen berarti setiap orang
yang berstatus sebagai pemakai barang dan/atau jasa. Istilah

“orang” sebetulnya menimbulkan keraguan, apakah hanya orang
individual yang lazim disebut natuurlijke persoon atau termasuk
juga badan hukum (rechtspersoon).
Pasien adalah setiap orang dan bukan merupakan badan
usaha, karena pengobatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan
adalah untuk kesehatan bagi diri pribadi orang tersebut bukan
untuk orang banyak. Kesehatan adalah sesuatu hal yang tidak bisa
untuk diwakilkan kepada orang lain maupun badan usaha
manapun.
2. Pemakai
Kata “Pemakai” sesuai dengan Penjelasan Pasal 1 angka (2)
Undang-Undang Perlindungan Konsumen adalah menekankan
bahwa konsumen adalah konsumen akhir (ultimate consumer).
Istilah “pemakai” dalam hal ini tepat digunakan dalam rumusan
ketentuan tersebut, sekaligus menunjukkan, barang dan/atau jasa
yang dipakai tidak serta merta hasil dari transaksi jual beli.
Artinya, sebagai konsumen tidak selalu harus memberikan
prestasinya dengan cara membayar uang untuk memperoleh barang
dan/atau jasa itu. Dengan kata lain, dasar hubungan hukum antara

Universitas Sumatera Utara

konsumen dan pelaku usaha tidak perlu harus kontraktual (the
privity of contract).‡‡‡‡
Konsumen memang tidak sekedar pembeli (buyer atau
koper) tetapi semua orang (perorangan atau badan usaha) yang
mengonsumsi jasa dan/atau barang. Jadi, yang paling penting
terjadinya suatu transaksi konsumen (consumer transaction)
berupa peralihan barang dan/atau jasa, termasuk peralihan
kenikmatan dalam menggunakannya. §§§§ Dan bila kita melihat
dalam hal pelayanan kesehatan maka peralihan jasa terjadi antara
dokter kepada pasien. Pasien merupakan pemakai atau pengguna
jasa pelayanan kesehatan di rumah sakit maupun di tempat praktik
dokter. Dan setelah pasien mendapatkan jasa dari tenaga kesehatan,
maka kemudian akan terjadi transaksi ekonomi baik secara
langsung maupun tidak langsung berupa pembayaran atas jasa
yang telah diperoleh.
3. Barang dan/atau Jasa
Berkaitan dengan istilah barang dan/atau jasa, sebagai
pengganti terminologi tersebut digunakan kata produk. Saat ini
“produk” sudah berkonotasi barang atau jasa. Undang-Undang
Perlindungan Konsumen mengartikan barang sebagai “setiap
benda, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak
maupun tidak bergerak, baik dapat dihabiskan maupun tidak dapat
‡‡‡‡

A.Z. Nasution, Op.Cit, hal. 5.
Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen,
(Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal. 28.
§§§§

Universitas Sumatera Utara

dihabiskan,

yang

dapat

untuk

diperdagangkan,

dipakai,

dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen”. UndangUndang Perlindungan Konsumen tidak menjelaskan perbedaan
istilah-istilah “dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan”. *****
Undang-Undang Perlindungan Konsumen memberikan
pengertian jasa diartikan sebagai “setiap layanan yang berbentuk
pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk
dimanfaatkan oleh konsumen. Pengertian “disediakan bagi
masyarakat”, menunjukkan, jasa itu harus ditawarkan kepada
masyarakat. Artinya, harus lebih dari satu orang. Jika demikian
halnya, layanan yang bersifat khusus (tertutup) dan individual,
tidak tercakup dalam pengertian tersebut.†††††
Pelayanan kesehatan merupakan salah satu bentuk jasa
sesuai

dengan

Konsumen

pengertian

tersebut,

hal

ini

Undang-Undang
karena

Perlindungan

pelayanan

kesehatan

menyediakan prestasi berupa pemberian pengobatan kepada pasien
yang disediakan untuk masyarakat luas tanpa terkecuali. Secara
umum,

jasa

pelayanan

kesehatan

mempunyai

beberapa

karakteristik yang khas yang membedakannya dengan barang,
yaitu: ‡‡‡‡‡

*****

Ibid, hal 29.
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan
Konsumen (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 14.
‡‡‡‡‡
A.A. Gde Muninjaya, Manajemen Kesehatan, (Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC, 2004), hal. 237-238.
†††††

Universitas Sumatera Utara

a. Intangibility, jasa pelayanan kesehatan mempunyai sifat tidak
berbentuk, tidak dapat diraba, dicium, atau dirasakan. Tidak dapat
dinilai (dinikmati) sebelum pelayanan kesehatan diterima (dibeli). Jasa
juga tidak mudah dipahami secara rohani. Jika pasien akan
menggunakan (membeli) jasa pelayanan kesehatan, ia hanya dapat
memanfaatkannya saja, tetapi tidak dapat memilikinya.
b. Inseparability, produk barang harus diproduk dulu sebelum dijual,
tetapi untuk jasa pelayanan kesehatan, produk jasa harus diproduksi
secara bersamaan pada saat pasien meminta pelayanan kesehatan.
Dalam hal ini, jasa diproduksi bersamaan pada saat pasien meminta
pelayanan kesehatan.
c. Variability, jasa juga banyak variasinya (nonstandardized output).
Bentuk, mutu, dan jenisnya sangat tergantung dari siapa, kapan, dan di
mana jasa tersebut diproduksi. Oleh karena itu, mutu jasa pelayanan
kesehatan yang people based dan high contact personnel sangat
ditentukan oleh kualitas komponen manusia sebagai faktor produksi,
standar

prosedur

selama

proses

produksinya,

dan

sistem

pengawasannya.
d. Perishability, jasa merupakan sesuatu yang tidak dapat disimpan dan
tidak tahan lama. Tempat tidur Rumah Sakit yang kosong, atau waktu
tunggu dokter yang tidak dimanfaatkan oleh pasien akan hilang begitu
saja karena jasa tidak dapat disimpan. Selain itu, di bidang pelayanan
kesehatan, penawaran dan permintaan jasa sangat sulit diprediksi,

Universitas Sumatera Utara

karena tergantung dari ada tidaknya orang sakit. Tidak etis jika Rumah
Sakit atau dokter praktik mengharapkan agar selalu ada orang yang
jatuh sakit.
4. Yang Tersedia dalam Masyarakat
Barang dan/atau jasa yang ditawarkan kepada masyarakat
sudah harus tersedia di pasarkan (lihat juga bunyi Pasal 9 ayat (1)
huruf e Undang-Undang Perlindungan Konsumen). Dalam
perdagangan yang makin kompleks dewasa ini, syarat itu tidak
mutlak lagi dituntut oleh masyarakat konsumen. Misalnya,
perusahaan pengembang (developer) perumahan sudah biasa
mengadakan transaksi terlebih dulu sebelum bangunannya jadi.
Bahkan, untuk jenis-jenis transaksi konsumen tertentu, seperti
futures trading, keberadaan barang yang diperjualbelikan bukan
sesuatu yang diutamakan. §§§§§
Jasa pelayanan kesehatan tentunya merupakan hal yang
tersedia di masyarakat, bahkan disediakan oleh pemerintah.
Ketersediaan pelayanan kesehatan merupakan salah satu hal yang
harus

diperhatikan

oleh

pemerintah,

karena

mewujudkan

masyarakat yang sehat adalah merupakan salah satu program
pemerintah. Dalam satu daerah pasti tersedia puskesmas, rumah
sakit, bahkan tempat praktik dokter. Jadi jasa pelayanan kesehatan
merupakan sesuatu hal yang tersedia di dalam masyarakat.
§§§§§

Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: PT
Grasindo, 2006), hal. 8.

Universitas Sumatera Utara

5. Bagi Kepentingan Diri Sendiri, Keluarga, Orang Lain, Makhluk Hidup
Lain.
Transaksi konsumen ditujukan untuk kepentingan diri
sendiri, keluarga, orang lain, dan makhluk hidup lain. Unsur yang
diletakkan dalam definisi itu mencoba untuk memperluas
pengertian kepentingan. Kepentingan ini tidak sekedar ditujukan
untuk diri sendiri dan keluarga, tetapi juga barang dan/atau jasa itu
diperuntukkan bagi orang lain (di luar diri sendiri dan
keluarganya), bahkan untuk makhluk hidup lain, seperti hewan dan
tumbuhan. Dari sisi teori kepentingan, setiap tindakan manusia
adalah bagian dari kepentingannya. ******
Unsur kepentingan ini bukanlah merupakan unsur pokok,
karena pada dasarnya tindakan memakai suatu barang dan/atau jasa
(terlepas ditujukan untuk siapa dan makhluk hidup lain), juga tidak
terlepas dari kepentingan pribadi. Seseorang yang membeli
makanan untuk kucing peliharaannya, misalnya, berkaitan dengan
kepentingan pribadi orang itu untuk memiliki kucing yang sehat.
Begitu juga dalam hal jasa pelayanan kesehatan, kepentingan
kesehatan dapat berguna untuk dirinya, keluarganya, orang lain
atau makhluk hidup lain. Karena kesehatan merupakan hak dasar
alamiah manusia dan mahluk hidup lain.
6. Barang dan/atau Jasa itu tidak untuk Diperdagangkan

******

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Op.Cit, hlm 6.

Universitas Sumatera Utara

Pengertian konsumen dalam Undang-undang Perlindungan
Konsumen ini dipertegas, yakni hanya konsumen akhir (end
consumer) dan sekaligus membedakan dengan konsumen antara
(derived/intermediate consumer). Dalam kedudukan sebagai
intermediate consumer, yang bersangkutan tidak dapat menuntut
pelaku usaha berdasarkan undang-undang ini. ††††††
Peraturan perundang-undangan negara lain, memberikan
berbagai perbandingan. Umumnya dibedakan antara konsumen
antara dan konsumen akhir. Dalam merumuskannya, ada yang
secara

tegas

mendefinisikannya

dalam

ketentuan

umum

perundang-undangan tertentu, ada pula yang termuat dalam pasal
tertentu

bersama-sama

dengan

pengaturan

sesuatu

bentuk

kesehatan,

pasien

hubungan hukum. ‡‡‡‡‡‡
Umumnya

dalam

hal

pelayanan

merupakan konsumen akhir. Hal ini karena berdasarkan sifat dari
jasa pelayanan kesehatan salah satunya adalah tidak berbentuk,
tidak dapat diraba, dicium, disentuh, atau dirasakan. Karena
pelayanan tidaklah berbentuk, maka pelayanan tersebut tidak
mungkin dapat diperdagangkan kembali. Pelayanan kesehatan
adalah pelayanan yang baru dapat dirasakan apabila pasien
mendapat pelayanan kesehatan baik secara langsung maupun tidak
dari tenaga kesehatan.
††††††
‡‡‡‡‡‡

Ibid, hlm 7.
Shidarta, Op.Cit, hlm 9-10.

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan penjelasan dari unsur-unsur konsumen dan
dengan dikaitkan dengan pasien, maka menurut penulis pasien juga
dapat dikategorikan sebagai konsumen, yaitu konsumen jasa
pelayanan kesehatan (medis), karena unsur-unsur pengertian
konsumen telah terpenuhi dalam pengertian pasien. Dan ketentuan
di atas menjelaskan bahwa apabila dikaitkan dengan jasa pelayanan
medis, dapat diartikan sebagai layanan atau prestasi kesehatan
yang dilakukan oleh dokter dan disediakan bagi masyarakat untuk
dimanfaatkan pasien sebagai konsumen. Dengan kata lain bahwa
pengertian pasien sebagai konsumen jasa pelayanan medis adalah
"Setiap orang pemakai jasa layanan atau prestasi kesehatan yang
dilakukan oleh dokter dan disediakan bagi masyarakat."§§§§§§

B. Hak dan Kewajiban Pasien dalam Pelayanan Kesehatan
1. Hak Pasien dalam Pelayanan Kesehatan
Secara umum hak adalah tuntutan seseorang terhadap
sesuatu yang merupakan kebutuhan pribadinya, sesuai dengan
keadilan, moralitas dan legalitas. *******
Sudikno Martokusumo dalm bukunya Mengenal Hukum
Suatu Pengantarmenyatakan bahwa dalam pengertian hukum, hak
adalah

kepentingan

hukum

yangdilindungi

oleh

hukum.

§§§§§§

Tesis ; Kajian Yuridis Perlindungan Hukum Bagi Pasien dalam
Perjanjian Teraupetik (Transaksi Medis) oleh Ardian Silva Kurnia, 2010,
Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara, hal. 106
*******
Sofyan Lubis., Mengenal Hak Konsumen dan Pasien, Pustaka
Yustisia,Yogyakarta, 2009, hal. 38

Universitas Sumatera Utara

Kepentingan sendiri berarti tuntutan yang diharapkanuntuk
dipenuhi. Sehingga dapat dikatakan bahwa hak adalah suatu
tuntutan yangpemenuhannya dilindungi oleh hukum. †††††††
Janus Sidabalok dalam bukunya Hukum Perlindungan
Konsumen diIndonesia menyebutkan bahwa ada 3 (tiga) macam
hak berdasarkan sumberpemenuhannya, yakni :
a. Hak manusia karena kodratnya, yakni hak yang kita peroleh begitu kita
lahir, seperti hak untuk hidup dan hak untuk bernafas. Hak ini tidak
boleh diganggu gugat oleh negara dan bahkan negara wajib menjamin
pemenuhannya.
b. Hak yang lahir dari hukum, yaitu hak yang diberikan oleh Negara
kepada warga negaranya. Hak ini juga disebut sebagai hak hukum.
c. Hak yang lahir dari hubungan kontraktual. Hak ini didasarkan pada
perjanjian/kontrak antara orang yang satu dengan orang yang
lain. ‡‡‡‡‡‡‡

Hak pasien sebenarnya merupakan hak yang asasi yang
bersumber dari hak dasar individual dalam bidang kesehatan, the
right

of

self

determination.

Meskipun

sebenarnya

sama

†††††††

SudiknoMartokusumo.,Op. Cit., hal. 24
Janus Sidabalok.,Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia,
Pertanggungjawaban menurut Hukum Perdata, Raja Grafindo Persada,Jakarta,
2006, hal. 18.
‡‡‡‡‡‡‡

Universitas Sumatera Utara

fundamentalnya, hak atas pelayanan kesehatan seringdianggap
lebih mendasar. §§§§§§§
Sementara

hak

pasien

selalu

dihubungkan

dengan

pemeliharaan kesehatan maka hak utama dari pasien tentunya
adalah hak untuk mendapatkan pemeliharaan kesehatan (the right
to health core). Hak untuk mendapatkan pemeliharaan kesehatan
yang memenuhi kriteria tertentu, yaitu agar pasien mendapatkan
upaya kesehatan, sarana kesehatan, dan bantuan dari tenaga
kesehatan yang memenuhi standar pelayanan kesehatan yang
optimal. ********
Dalam pandangan hukum, pasien adalah subjek hukum
mandiri

yangdianggap

dapat

mengambil

keputusan

untuk

kepantingan dirinya. Oleh karena ituadalah suatu hal yang keliru
apabila

menganggap

pasien

selalu

tidak

dapatmengambil

keputusan karena sakit. Dalam pergaulan hidup normal seharihari,biasanya pengungkapan keinginan atau kehendak dianggap
sebagi titik tolakuntuk mengambil keputusan. Dengan demikian
walaupun seorang pasien sedangsakit, kedudukan hukumnya tetap
sama seperti orang sehat. Jadi, secara hukumpasien juga berhak
mengambil keputusan terhadap pelayanan kesehatan yangakan
dilakukan terhadapnya, karena hal ini berhubungan erat dengan
hak asasinya sebagai manusia. Kecuali apabila dapat dibuktikan
§§§§§§§

Danny Wiradharma.,Penuntun Kuliah Hukum Kedokteran, Bina
Rupa Aksara, Jakarta Barat, 1996, hal. 56
********
Sofyan Lubis.,Loc. Cit. hal. 38

Universitas Sumatera Utara

bahwa keadaan mentalnya tidak mendukung untuk mengambil
keputusan yang diperlukan. ††††††††
Berdasarkan dimensi kualitas layanan kesehatan maka
harapan pasien sebagai konsumen pelayanan medis meliputi :
a. Pemberian pelayanan yang dijanjikan dengan segera dan memuaskan
b. Membantu dan memberikan pelayanan dengan tanggap tanpa
membedakan unsur SARA
c. Jaminan keamanan, keselamatan dan kenyamanan
d. Komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan primer ‡‡‡‡‡‡‡‡

Selain harapan tersebut terdapat beberapa hak yang dimiliki
oleh pasien, antara lain :
a. Hak atas informasi, adalah hak untuk mendapatkan informasi dari
dokter tentang hal-hal yang berhubungan dengan kesehatannya, dalam
hal terjadi hubungan dokter-pasien. Idealnya isi minimal informasi
yang harus disampaikan, yaitu :
1) Diagnosis (analisis penyakit menurut pengetahuan kedokteran)
2) Risiko dari tindakan medis
3) Alternatif terapi, termasuk keuntungan dan kerugian dari setiap
alternatif terapi terapi
4) Prognosis (upaya penyembuhan)
5) Cara kerja dokter dalm proses tindakan medis
††††††††
‡‡‡‡‡‡‡‡

Bahder Johan Nasution.,Op. Cit., hal. 31-32
Titik Triwulan Tutik., Op. Cit. hal. 27

Universitas Sumatera Utara

6) Keuntungan dan kerugian tiap alternatif terapi secara luas
7) Semua resiko mungkin terjadi
8) Kemungkinan rasa sakit
b. Hak dan persetujuan
Dihubungkan dengan tindakan medis maka hak untuk menentukan diri
sendiri diformulasikan dengan apa yang dikenal sebagai persetujuan
atas dasar informasi (informed consent). Hak ini adalah hak asasi
pasien untuk menerima atau menolak tindakan medis yang ditawarkan
oleh dokter setelah dokter memberi informasi, seperti dalam pasasl 2
(1) Permenkes No. 585/1989 yang berbunyi “semua tindakan medis
yang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapatkan persetujuan”
c. Hak atas rahasia kedokteran
Keterangan yang diperoleh dokter dalam melaksanakan profesinya dikenal
dengan nama rahasia kedokteran. Dokter berkewajiban untuk
merahasiakan keterangan tentang pasien dan penyakit pasien.
Kewajiban dokter ini menjadi hak pasien. Hak atas rahasia kedokteran
adalah hak individu dari pasien. Hak individu akan dikesampingkan
jika masyarakat menuntut.
d. Hak atas pendapat kedua
Kenyataan menjadi bukti kadang-kadang terjadi perbedaan pendapat antar
dokter pertama dan dokter kedua. Bisa saja seorang pasien diam-diam
pergi sendiri ke dokter kedua tahap sepengetahuan dokter pertama.
Yang dimaksud dengan pendapat kedua adalah adanya kerja sama

Universitas Sumatera Utara

antara dokter pertama dan kedua. Dokter pertama akan memberikan
seluruh hasil kerjanya kepada dokter kedua. Kerja sama ini bukan atas
inisiatif pasien. Dengan dilembagakannya hak atas pendapat kedua ini
sebagai hak pasien maka keuntungan yang didapat pasien sangat besar.
Pertama, pasien tidak perlu mengulangi pemeriksaan rutin lagi. Kedua,
dokter pertama dapat berkomunikasi dengan dokter kedua sehingga
dengan keterbukaan dari para pakar yang setingkat kemampuannya
dapat menghasilkan yang lebih baik.
e. Hak untuk melihat rekam medik
Membuat rekam medik menjadi kewajiaban dari dokter/rumah sakit sejak
diundangkannya Peraturan Menteri Kesehatan Tentang Rekam Medik
Nomor 749 a Tahun 1989. Pengertian rekam medik dalam Permenkes
Nomor 749 a Tahun 1989 disebutkan adalah berkas yang berisi cacatan
dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan,
tindakan, dan pelayanan lain kepada pasien pada sarana pelayanan
kesehatan. Dalam pasal 2 ditetapkan bahwa setiap sarana pelayanan
kesehatan yang melakukan pelayanan rawat jalan ataupun rawat inap
wajib membuat rekam medik.

Menurut Fred Ameln bahwa di dalam beberapa literatur
hukum kesehatan

Universitas Sumatera Utara

disebutkan beberapa hak pasien, yaitu : §§§§§§§§
a. Hak atas informasi
b. Hak memberikan persetujuan
c. Hak memilih dokter
Setiap pasien memang berhak untuk memilih dokter yang ia percaya akan
mampu untuk membantu menyembuhkan penyakit yang dideritanya.
Faktor kepercayaan ini sangatlah penting dalam hubungan dokter dan
pasien. Meskipun pada dasarnya setiap pasien berhak memilih pasien,
tetapi dalam keadaan-keadaan tertentu maka hak memilih dokter ini
tidak berlaku. Jadi dapat dikatakan bahwa hak memilih dokter ini
bersifat relatif. Hak memilih dokter ini tidak berlaku apabila pasien
merupakan seorang karyawan pada suatu perusahaan tertentu di mana
perusahaan itu telah memilih seorang atau beberapa orang dokter
sebagai dokter perusahaan. Tugas dokter ini melayani pengobatan
terhadap karyawan-karyawan dari perusahaan tersebut yang sakit.
Sehingga biaya pengobatan ditanggung perusahaan. Dalam keadaan
posisi demikian apabila ia ingin menggunakan hak nya, pasien itu
dapat mendatangi dokter lain yang ia pilih selain dokter yang telah
ditunjuk oleh perusahaan.
d. Hak memilih rumah sakit
Hal ini cukup penting karena apabila sesorang dirawat suatu rumah sakit
yang ia sendiri tidak menyukai rumah sakit tersebut karena hal-hal
§§§§§§§§

Alfred A Ameln, Kapita Selekta Hukum Kedokteran dalam
Husein Kerbala,Segi-segi Etis dan Yuridis Informed Consent, Pustaka Sinar
Harapan, Jakarta, 1993, hal. 42-45.

Universitas Sumatera Utara

tertentu, misalnya segi kebersihan yang kurang baik, suasana yang
tidak menyenangkan maka tujuan pengobatan tidak akan tercapai.
Kecocokan akan rumah sakit juga akan banyak membantu proses
penyembuhan pasien karena pasien merah betah dan cocok sehingga
semua peraturan rumah sakit maupun dokter akan ia laksanakan
dengan suka rela. Separti hal nya dengan hak memilih dokter, maka
hak memilih rumah sakit pun kadang-kadang tidak dapat digunakan.
Misalnya suatu perusahaan telah menjalin kontrak dengan suatu rumah
sakit yang akan merawat semua karyawannya apabila sakit dan
memerlukan perawatan. Dalam keadaan yang demikan apabila ada
seorang karyawan perusahaan tersebut sakit maka hanya di rumah
sakit itulah ia harus dirawat dengan biaya dari perusahaan. Dan apabila
ia ingin rumah sakit lain maka biaya perawatan dan pengobatan berasal
dari uang sendiri.
e. Hak atas rahasia kedokteran
Yang dimaksud dengan rahasia kedokteran adalah segala rahasia yang
oleh pasien secara disadari atau tidak disadari disampaikan kepada
dokter lain, segala sesuatu yang oleh dokter telah diketahuinya
sewaktu mengobati dan merawat pasien. Pengecualian dari hak atas
rahasia kedokteran ini adalah :
1) Diatur oleh undang-undang, misalnya Undang-undang tentang
penyakit menular : dokter harus melapor kepada Kanwil Kesehatan
tentang adanya penyakit menular itu.

Universitas Sumatera Utara

2) Pasien merupakan bahaya untuk umum atau orang lain, misalnya
pasien yang menderita nightblindness.
3) Diperoleh suatu hak sosial, misalnya perusahaan memberikan uang
kepada orang yang tidak dapat bekerja karena penyakit tertentu.
Hal ini didasarkan oleh keterang tentang penyakit yang berasal dari
dokter.

Ketiga pengecualian ini bersifat relatif, sedangkan pengeculian yang
bersifat absolut adalah:
1) Adanya izin dari pasien, artinya dengan adanya izin dari pasien
maka dokter dapat menyampaikan perihal rahasia kepada pihak
lain yang sesuai dengan izin pasien tiu. Izin ini dapat diberikan
secara lisan maupun tulisan.
2) Pasien melakukan suatu tindakan tertentu sehingga dapat
disimpulkan bahwa pasien itu telah memberi izin. Misalnya pasien
masuk ke ruangan dokter bersama temannya sehingga ada kesan
pasien telah mengizinkan dokter untuk melanggar rahasia
kedokteran karena temannya itu mendengar semua keluhannya.
3) Untuk kepentingan umum atau kepentingan yang lebih tinggi.

f. Hak menolak pengobatan
Berdasarkan hak untuk menentukan diri sendiri, maka seorang pasien
mempunyai hak untuk menentukan pakah ia akan menerima

Universitas Sumatera Utara

pengobatan atau menolak pengobatan yang akan menyembuhkan
penyakitnya.
g. Hak menolak suatu tindakan medis tertentu
Dalam hal ini pasien telah bersedia menerima pengobatan dari dokter
namun ia menolak untuk suatu tindakan medis tertentu. Misalnya ia
menolak untuk dioperasi, atau ia menolak untuk ditransfusi darah dari
golongan tertentu.
h. Hak untuk menghentikan pengobatan
Pada umumnya orang menghentikan pengobatan yang sedang dijalani
karena sebab psikologis dan ekonomis. Alasan psikologis dimaksud
adalah bahwa pasien tidak percaya lagi akan manfaat dari pengobatan
tertentu bagi penyembuhan penyakitnya. Jadi pasien telah mengambil
kesimpulan bahwa diobati atau tidak diobati maka hasilnya sama saja,
oleh karena itu menolak pengobatan adalah lebih baik. Sedangkan
alasan

ekonomis

dimaksud

bahwa

pasien

sebenarnya

ingin

mendapatkan pengobatan atas dirinya, tapi karena ketiadaan keuangan
yang

mencukupi untuk

membiayai pengobatan itu

maka ia

menghentikan pengobatan tersebut. Dalam prkatek sehari-hari, apabila
pasien itu sedang menjalani opname di suatu rumah sakit haruslah
mengisi suatu formulir tertentu yang menyatakan bahwa penghentian
pengobatan itu atas dasar kemauan pasien sendiri dan bukan karena
dipaksa oleh keluar oleh pihak rumah sakit.
i.

Hak atas second opinion

Universitas Sumatera Utara

Apabila pasien ingin mendapatkan perbandingan terhadap keterangan
dokter yang mengobatinya atau sekedar mendapatkan penjelasan dari
dokter lain, maka ia dapat menghubungi dokter lain itu dengan
sepengetahuan dokter yang mengobatinya untuk mendapat second
opinion.
j.

Hak melihat rekam medis (inzige rekam medis)

Rekam medis atau rekam kesehatan yang merupakan terjemahan dari
medical record adalah suatu lembaran yang berisi atau memuat
keterangan mengenai riwayat penyakit, laporan pemerikasaan fisik,
cacatan pengamatan terhadap penyakit dan lain-lain dari seorang
pasien. Pasien mempunyai hak untuk mengetahui tentang dirinya dan
penyakitnya melalui rekam medis. Pada dasarnya lembaran rekam
medis itu adalah milik rumah sakit sedangkan isinya merupakan milik
pasien, sehingga pasien dapat memberikan kuasa pada orang lain yang
ia kuasakan dengan surat kuasa khusus untuk melihat rekam medis nya
apabila ia memerlukannya.

Dalam Pedoman Hak dan Kewajiban Pasien, Dokter Dan
Rumah

Sakit

menurut

Surat

Edaran

Dirjen

yanmed

No.YM.02.04.3.5.2504 tahun 1997, dijabarkan tentang hak dan
kewajiban pasien. Hak pasien adalah hak-hak pribadi yang dimiliki
manusia sebagai person, yaitu :

Universitas Sumatera Utara

a. Pasien berhak memperoleh informasi mengenai tata tertib dan
peraturan yang berlaku di rumah sakit.
b. Pasien berhak atas pelayanan yang manusiawi, adil dan jujur.
c. Pasien berhak memperoleh pelayanan medis yang bermutu sesuai
dengan standar profesi kedokteran/kedokteran gigi dan tanpa
diskriminasi.
d. Pasien berhak memperoleh asuhan keperawatan sesuai dengan standar
profesi keperawatan.
e. Pasien berhak memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan
keinginannya dan sesuai dengan peraturan yang berlaku di rumah
sakit.
f. Pasien berhak dirawat oleh dokter yang secara bebas menentukan
pendapat klinis dan pendapat etiknya tanpa campur tangan dari pihak
luar.
g. Pasien berhak meminta konsultasi kepada dokter lain yang terdaftar
dirumah sakit tersebut (second opinion) terhadap penyakit yang
dideritanya, sepengetahuan dokter yang merawat.
h. Pasien berhak atas “privacy” dan kerahasiaan penyakit yang diderita
termasuk data-data medisnya.
i.

Pasien berhak mendapat informasi yang meliputi :
1) penyakit yang diterima
2) tindakan medis apa yang akan dilakukan

Universitas Sumatera Utara

3) kemungkinan tersulit sebagai akibat tindakan tersebut dan tindakan
untuk mengatasinya
4) alternatif terapi lainnya
5) prognosisnya
6) perkiraan biaya pengobatan
j.

Pasien berhak menyetujui/memberi izin atas tindakan yang akan
dilakukan oleh dokter sehubungan dengan penyakit yang dideritanya.

k. Pasien berhak menolak tindakan yang hendak dilakukan terhadap
dirinya dan mengakhiri pengobatan serta perawatan atas tanggung
jawab sendiri sesudah memperoleh informasi yang jelas tentang
penyakitnya.
l.

Pasien berhak didampingi keluarganya dalam keadaan kritis.

m. Pasien berhak menjalankan ibadah sesuai agama/kepercayaan yang
dianutnya selama hal itu tidak mengganggu pasien lainnya.
n. Pasien berhak atas keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam
perawatan di Rumah Sakit.
o. Pasien berhak mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan
Rumah Sakit terhadap dirinya.
p. Pasien berhak menerima atau menolak bimbingan moril maupun
spiritual. *********

*********

itono Soeparto.,Op. Cit.,hlm45-46

Universitas Sumatera Utara

Pasien sebagai konsumen kesehatan memiliki perlindungan
diri dari kemungkinan upaya pelayanan kesehatan yang tidak
bertanggung jawab seperti penelantaran. Pasien juga berhak atas
keselamatan, keamanan dan kenyamanan terhadap pelayanan jasa
kesehatan yang diterimanya. Dengan hak tersebut maka konsumen
akan terlindungi dari praktik profesi yang mengancam keselamatan
atau kesehatan. †††††††††
Hak pasien lainnya sebagai konsumen adalah hak untuk
didengar dan mendapatkan ganti rugi apabila pelayanan yang
didapatkan tidak sebagaimana mestinya. Masyarakat sebagai
konsumen dapat menyampaikan keluhannya kepada pihak rumah
sakit

sebagai

upaya

perbaikan

rumah

sakit

dan

pelayanannya. ‡‡‡‡‡‡‡‡‡

2. Kewajiban Pasien dalam Pelayanan Kesehatan
Berbarengan dengan hak tersebut pasien juga mempunyai
kewajiban, baik
kewajiban secara moral maupun secara yuridis. Secara moral pasien
berkewajiban
†††††††††
‡‡‡‡‡‡‡‡‡

Titik Triwulan Tutik,. Op. Cit., hal. 30
Ibid., hal. 31

Universitas Sumatera Utara

memelihara kesehatannya dan menjalankan aturan-aturan perawatan
sesuai dengan nasihat dokter yang merawatnya. Beberapa
kewajiban pasien yang harus dipenuhinya dalam pelayanan
kesehatan adalah sebagi berikut :
a. Kewajiban memberikan informasi.
b. Kewajiban melaksanakan nasihat dokter atau tenaga kesehatan.
c. Kewajiban untuk berterus terang apabila timbul masalah dalam
hubungannya dengan dokter atau tenaga kesehatan.
d. Kewajiban memberikan imbalan jasa.
e. Kewajiban memberikan ganti-rugi, apabila tindakannya merugikan
dokter atau tenaga kesehatan. §§§§§§§§§

Kewajiban pasien menurut Surat Edaran Dirjen yanmed
No.YM.02.04.3.5.2504 tahun 1997 adalah sebagai berikut :
a. Pasien dan keluarganya berkewajiban untuk menaati segala peraturan
dan tatatertib rumah sakit.
b. Pasien berkewajiban untuk mematuhi segala intruksi dokter dan
perawat dalam pengobatannya.
c. Pasien berkewajiban memberikan informasi dengan jujur dan
selengkapnya tentang penyakit yang diderita kepada dokter yang
merawat.

§§§§§§§§§

Bahder Johan Nasution., Op. Cit hal. 34

Universitas Sumatera Utara

d. Pasien dan/atau penanggungnya

berkewajiban untuk

melunasi

semuaimbalan atas jasa pelayanan rumah sakit/dokter.
e. Pasien dan atau penanggungnya berkewajiban memenuhi hal-hal yang
telah disepakati/perjanjian yang telah dibuat.**********

Menurut Alfred yang menjadi kewajiban pasien adalah :
a. Memberikan informasi sekengkapnya perihal penyakitnya kepada
dokter.
b. Mematuhi nasehat dokter.
c. Menghormati privasi dokter yang mengobatinya (menyimpan rahasia
dari dokter yang mengobatinya).
d. Memberi imbalan jasa ††††††††††

Selain itu menurut Alfred A Ameln dalam bukunya Kapita
Selekta Hukum Kedokteran lebih luas dijelaskan yang menjadi
kewajiban pasien antara lain :
a. Pasien wajib memberi keterangan informasi sebanyak mungkin
tentang penyakitnya. Kewajiban ini dapat dikaitkan dengan “itikad
baik” pasien. Pasien mempunyai kewajiban untuk menyampaikan
informasi tentang tindakan-tindakan apa saja yang telah ia lakukan
dalam menangani penyakitnya itu. Informasi pasien merupakan salah

**********

Pitono Soeparto.,Op. Cit.,hal. 46
Fred Ameln, (Hukum Kesehatan suatu Pengantar) dalam
Veronica Komalawati, Hukum dan Etika dalam Praktek Dokter, Pustaka Sinar
Harapan, Jakarta,1989, hal. 96-97.
††††††††††

Universitas Sumatera Utara

satu sumber yang dapat digunakan oleh dokter untuk menegakkan
diagnosa terhadap penyakit pasien dan diagnosa ini pula yang wajib
disampaikan oleh dokter kepada pasien beserta terapi terbaik yang
akan diterapkan.
b. Pasien wajib menaati petunjuk dan instruksi dokter. Dalam upaya
menerapkan terapi pada penyakit pasien maka selain dokter, pasien
tersebut telah menunjukkan pula keinginannnya untuk segera sembuh.
Petunjuk dari dokter kepada pasien dapat berupa perintah atau berupa
larangan.
c. Pasien wajib menaati peraturan rumah sakit (hal ini berlaku juga
terhadap keluarga pasien dan rumah sakit). Dalam rangka memberi
sarana perawatan untuk kesembuhan pasien maka rumah sakit member
aturan/peraturan. Dan peraturan tata tertib yang dibuat itu harus
dipahami dan ditaati oleh pasien dan keluarga pasien. Aturan tentang
jadwal besuk bagi pasien yang sedang diopname tidak lain untuk
menunjang

upaya

penyembuhan

pasien,

karena

pasien

itu

membutuhkan istirahat yang cukup.
d. Pasien wajib meberikan imbalan jasa kepada dokter. Hal ini dapat
dikaitkan dengan fungsi sosial seorang dokter dalam masyarakat
sehingga di sini dapat diharapkan suatu imbalan jasa yang tidak selalu
sesuai dengan jasa yang telah diberikan oleh dokter, tetapi tentu pula
dokter memperhatikan status sosial ekonami pasien, terutama pasien
dengan status ekonomi yang rendah.

Universitas Sumatera Utara

e. Pasien atau keluarganya wajib melunasi biaya rumah sakit. Saat pasien
dirawat di rumah sakit maka rumah sakit mengeluarkan sejumlah biaya
yang jumlahnya tidak sedikit. Pengeluaran tersebut harus segera
ditutupi dengan biaya yang dibebankan kepada pasien yang
bersangkutan atau yang menanggungnya. Hal ini merupakan hal yang
wajar karena rumah sakit pun harus mempersiapkan pengeluaran lain
untuk

berikutnya

di

samping

untuk

membayar

gaji

para

karyawannya. ‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

Menurut Bahder Johan Nasution yang menjadi kewajiban
pasien adalah :
a. Kewajiban memberikan informasi.
b. Kewajiban melaksanakan nasihat dokter atau tenaga kesehatan
c. Kewajiban untuk berterus terang apabila timbul masalah dalam
hubungannya dengan dokter atau tenaga kesehatan.
d. Kewajiban memberikan imbalan jasa.
e. Kewajiban memberikan ganti-rugi apabila tindakannya merugikan
dokter atau tenaga kesehatan. §§§§§§§§§§
Dalam Pasal 52 dan Pasal 53 Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, yang
menjadi hak dan kewajiban pasien adalah:

‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

Alfred A Ameln, Kapita Selekta Hukum Kedokteran dalam
Husein Kerbala,Segi-segi Etis dan Yuridis Informed Consent., Op. Cit., hal. 4647.
§§§§§§§§§§
Bahder., Op. Cit., hal. 34.

Universitas Sumatera Utara

Pasien dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai hak :
a. Mendapat

penjelasan

secara

lengkaptentang

tindakan

medis

sebagimana yang dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3);
b. Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain;
c. Mendapat pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;
d. Menolak tindakan medis; dan
e. Mendapat isi rekam medis.
Pasien dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai
kewajiban :
a. Memberi informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah
kesehatannya;
b. Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi;
c. Mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan; dan
d. Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.

Berdasarkan ketentuan tentang hak dan kewajiban pasien
seperti diuraikan di atas dapat disimpulkan bahwa pengaturan hak
dan kewajiban Pasien dalam ruang lingkup pelayanan kesehatan
mencerminkan kompleksitas hubungan hukum yang terjalin dalam
pelaksanaan pelayanan kesehatan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
Oleh karena itu mengingat Fasiltas Pelayanan Keshatan seperti
Puskesmas merupakan badan hukum yang tugasnya melakukan
pelayanan publik maka disamping kewajiban terhadap pasien,

Universitas Sumatera Utara

Fasilitas Pelayanan Kesehatan seperti Puskesmas juga mempunyai
yang terkait dengan kedudukan hukumnya sebagai badan hukum.
Fasilitas Pelayanan Kesehatan seperti halnya Puskesmas memiliki
ciri khusus berbeda dengan badan usaha lainnya.

C. Pengaturan Perlindungan Hukum Pasien dalam Berbagai Peraturan
PerUndang-Undangan
Hukum pada umumnya diartikan sebagai keseluruhan
kumpulan peraturan-peraturan tertulis atau kaidah-kaidah dalam
suatu masyarakat sebagai susunan sosial, keseluruhan peraturan
tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama, yang
dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Menurut
Van Apeldoorn, tujuan hukum ialah mengatur tata tertib
masyarakat secara damai dan adil. perdamaian di antara manusia
dipertahankan oleh hukum dengan melindungi kepentingankepentingan manusia yang tertentu, kehormatan, kemerdekaan,
jiwa, harta, dan sebagainya terhadap yang merugikannya. ***********
Pengaturan perlindungan hukum pasien dalam berbagai
peraturan dibuat oleh Pemerintah (pembuat kebijakan) dalam
rangka melindungi kepentingan antara berbagai pihak dalam
pelayanan kesehatan. Secara leksikal, perlindungan diartikan
sebagai tempat berlindung, hal atau perbuatan, melindungi.
***********

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar,
(Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 1985), hal. 40

Universitas Sumatera Utara

Perlindungan diartikan sebagai perbuatan memberi jaminan atau
keamanan,ketentraman,

kesejahteraan

dan

kedamaian

dari

pelindung kepada yang dilindungi atas segala bahaya atau resiko
yang mengancamnya. †††††††††††
Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang
diberikan terhadap subjek hukum dalam bentuk perangkat hukum
baik yang bersifat preventif maupun yang bersifat represif, baik
yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Perlindungan hukum
merupakan gambaran fungsi hukum yaitu konsep dimana hukum
dapat memberikan keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatn dan
kedamaian. Perlindungan hukum bagi pasien menyangkut berbagai
hal yaitu masalah hubungan hukum pasien dengan tenaga
kesehatan, hak dan kewajiban para pihak dan pertanggungjawaban
dan aspek penegakan hukumnya.
Pengaturan mengenai perlindungan hukum pasien ini
tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan yaitu:
1. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)
KUHPerdata memuat berbagai kaidah berkaitan dengan
hubungan-hubungan hukum dan masalah-masalah pelaku usaha
penyedia barang dan/atau jasa dan konsumen pengguna barang
atau jasa tersebut. Hubungan antara pasien dengan dokter maupun
rumah sakit

adalah apa yang

dikenal sebagai perikatan

†††††††††††

http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php, diakses tanggal

30 Maret 2016

Universitas Sumatera Utara

(verbintenis). Dasar dari perikatan yang berbentuk antara dokter
pasien biasanya adalah perjanjian, tetapi dapat saja terbentuk
perikatan berdasarkan Undang-Undang. ‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡
Perikatan antara rumah sakit/dokter dan pasien dapat
diartikan sebagai perikatan usaha (inspanning verbintenis) atau
perikatan hasil (resultaats verbintenis). Disebutkan perikatan usaha
(inspanning verbinbentis) karena didasarkan atas kewajiban
berusaha, misalnya dokter harus dengan segala daya usahanya
untuk

menyembuhkan

pasien.

Dokter

wajib

memberikan

perawatan dengan penuh kehati-hatian dan penuh perhatian sesuai
dengan standar profesinya (met zoorg en inspanning). Sedangkan
perikatan hasil (resultaats verbintenis) adalah merupakan perikatan
dimana seorang dokter berkewajiban menghasilkan suatu hasil
yang diharapkan, misalnya seorang dokter gigi yang menambal
gigi

yang

berlubang,

pembuatan

gigi

palsu,

dan

lain

sebagainya. §§§§§§§§§§§
Perjanjian yang dikenal dalam bidang pelayanan kesehatan
yaitu perjanjian (transaksi) teraupetik. Transaksi teraupetik adalah
perjanjian antara dokter dengan pasien, berupa hubungan hukum
yang melahirkan hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak. Objek

‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

Wila Chandrawila Supriadi, Hukum Kedokteran, (Bandung:
Mandar Maju, 2001), hal.29.
§§§§§§§§§§§
Tesis ; Pertanggungjawaban Rumah Sakit dalam Kontrak
Teraupetik (Studi Kasus Antara Rumah Sakit dan Pasien di R.S.U. Dr.
Pirngadi, R.S.U. Haji dan R.S.U. Sundari) oleh Sunarto Adi Wibowo, 2005,
Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara, hal. 38-39.

Universitas Sumatera Utara

dari perjanjian ini adalah berupa upaya atau terapi untuk
penyembuhan pasien. ************ Sebagaimana umumnya suatu
perikatan, dalam transaksi teraupetik juga terdapat para pihak yang
mengikatkan diri dalam suatu perikatan atau perjanjian, yakni
dokter sebagai pihak yang melaksanakan atau memberikan
pelayanan medis dan pasien sebagai pihak yang menerima
pelayanan medis.
Menurut Subekti, suatu perjanjian adalah suatu peristiwa
bahwa seseorang berjanji kepada orang lain atau antara dua orang
itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Untuk sahnya
suatu perjanjian harus memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam
Pasal 1320 KUHPerdata yang unsur-unsurnya sebagai berikut:
a. adanya kesepakatan dari mereka yang saling mengikatkan dirinya
(toesteming van degenen die zich verbinder);
b. adanya kecakapan untuk membuat suatu perikatan (de bekwaamheid
om eene verbintenis aan te gaan);
c. mengenai sesuatu hal tertentu (een bepaald onderwerp);
d. suatu sebab yang diperbolehkan (een geoorloofdeoorzaak).

Berdasarkan

perjanjian

teraupetik,

dasar

untuk

pertanggungjawaban medis adalah wanprestasi (Pasal 1234
KUHPerdata) dan onrechtmatige daad (perbuatan melawanhukum)
************

Bahder
Johan
Nasution,
Hukum
Kesehatan
Pertanggungjawaban Dokter, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), hal.11

Universitas Sumatera Utara

yang terdapat dalam Pasal 1365 KUHPerdata. Terdapat perbedaan
antara pengertian wanprestasi dengan perbuatan melanggar hukum
(onrechmatige daad). Wanprestasi (ingkar janji) adalah suatu
keadaan dimana debitur dalam hal ini rumah sakit dan/atau tenaga
medis tidak melakukan kewajibannya bukan karena keadaan
memaksa (overmacht). Prof. Subekti menyatakan bahwa seseorang
itu dikatakan wanprestasi apabila ia:
a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan.
b. Melaksanakan apa yang diperjanjiaknnya, tetapi tidak sebagaimana
dijanjikan.
c. Melakukan apa yang dijanjikan tapi terlambat.
d. Melakukan

sesuatu

yang

menurut

perjanjian

tidak

boleh

dilakukannya. ††††††††††††

Perbuatan melawan hukum, hingga saat ini belum ada
pengertian yang positif. Menurut Yurisprudensi yang dianut di
Belanda sejak perkara Lindenbaum Cohen Arrest Hoge Raad 31
Januari tahun 1919, bahwa berbuat atau tidak berbuat merupakan
suatu perbuatan melawan hukum, jika memenuhi beberapa
persyaratan:
a. bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku;
b. melanggar hak orang lain;
††††††††††††

Subekti, Hukum Perjanjian, (Bandung: PT. Intermasa,

1990), hal. 45

Universitas Sumatera Utara

c. melanggar kaidah tata susila;
d. bertentangan dengan asas kepatutan, ketelitian serta sikap kehati-hatian
yang seharusnya dimiliki seseorang dalam pergaulan dengan sesama
warga masyarakat atau terhadap harta benda orang lain.

Dokter yang melakukan penyimpangan berupa ingkar janji
atau cedera janji atas perjanian teraupetik, maka dokter tersebut
memliki tanggung jawab secara perdata seperti diatur dalam Pasal
1239 KUHPerdata, yaitu:
“Tiap perikatan untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu,
wajib diselesaikan dengan memberikan pergantian biaya, kerugian,
dan bunga, bila debitur tidak memenuhi janjinya.” ‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

Seorang pasien atau keluarganya yang menganggap bahwa
dokter tidak melakukan kewajiban-kewajiban kontraktualnya dapat
menggugat dengan alas an wanprestasi dan menuntut agar meraka
memenuhi syarat-syarat tersebut. Pasien juga dapat menuntut
kompensasi secara materiil dan immaterial atas kerugian yang
dideritanya. Namun jika perbuatan atau tindakan dokter yang
bersangkutan

berakibat

merugikan

pasien

dan

merupakan

perbuatan yang melawan hukum seperti yang diatur dalam Pasal
1370 dan 1371 KUHPerdata, maka dokter tersebut bertanggung
jawab untuk mengganti kerugian kepada pasien walaupun tidak

‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

Solahuddin, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
(Jakarta: Visimedia, 2007), hal. 316.

Universitas Sumatera Utara

adanya hubungan kontraktual. Pasal 1370 dan Pasal 1371
berbunyi:
Pasal 1370
Dalam hal pembunuhan (menyebabkan matinya orang lain) dengan sengaja
atau kurang hati-hati seseorang, maka suami dan isteri yang ditinggalkan,
anak atau orang tua korban yang biasanya mendapat nafkah dari pekerjaan
korban, mempunyai hak untuk menuntut suatu ganti rugi, yang harus
dinilai menurut kedudukannya dan kekayaan kedua belah pihak serta
menurut keadaan.
Pasal 1371
Penyebab luka atau cacatnya suatu anggota badan dengan sengaja atau kurang
hati-hati, memberikan hak kepada korban, selain penggantian biaya-biaya
penyembuhan, juga menuntut penggantian kerugian yang disebabkan oleh
luka atau cacat tersebut.

Tuntutan kerugian selain diajukan kepada dokter sebagai
individu, juga dapat dilakukan pasien kepada rumah sakit atau
tempat pelayanan kesehatan lain. Rumah sakit dapat dituntut akibat
tindakan dari dokter maupun tenaga kesehatan lain yang terdapat di
rumah sakit tersebut yang menyebabkan kerugian bagi orang lain.
Hal ini berdasarkan Pasal 1367 KUHPerdata yang berbunyi:
“Seseorang tidak hanya bertanggungjawab atas kerugian yang disebabkan
perbuatannya sendiri, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan
perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya, atau disebabkan
barang-barang yang berada di bawah penguasannya”. §§§§§§§§§§§§

Mengenai

pertanggungjawabanRumah

Sakit

terhadap

perbuatan dokter ataupuntenaga kesehatan lainnya, Fred Almen
melihat dari hubungan kontrak pekerjaan antara rumah sakit
§§§§§§§§§§§§

Ibid, hal. 340

Universitas Sumatera Utara

dengan dokter tersebut. Dokter bila dilihat dari hubungan kontrak
pekerjaan dengan rumah sakit dibagi menjadi dokter inn (dokt

Dokumen yang terkait

Implementasi Program Bpjs-Kesehatan dalam pelayanan kesehatan di pusat kesehatan masyarakat(Puskesmas) Studi pada Puskesmas Kentara kec.Laeparira Kab.Dairi,Sumatera Utara

3 39 121

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN PESERTA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN) ATAS PELAYANAN KESEHATAN DI RUMAH SAKIT TERKAIT DENGAN PEMULANGAN PASIEN YANG MASIH MEMBUTUHKAN PERAWATAN DIHUBUNGKAN DENGAN.

0 1 1

Implementasi Program Bpjs-Kesehatan dalam pelayanan kesehatan di pusat kesehatan masyarakat(Puskesmas) Studi pada Puskesmas Kentara kec.Laeparira Kab.Dairi,Sumatera Utara

0 0 8

Perlindungan Hukum Terhadap Pasien Peserta JKN BPJS Kesehatan Dalam Pelaksanaan Kesehatan Di Puskesmas Sidodadi Kabupaten Asahan Provinsi Sumatera Utara

0 0 9

Perlindungan Hukum Terhadap Pasien Peserta JKN BPJS Kesehatan Dalam Pelaksanaan Kesehatan Di Puskesmas Sidodadi Kabupaten Asahan Provinsi Sumatera Utara

0 0 1

Perlindungan Hukum Terhadap Pasien Peserta JKN BPJS Kesehatan Dalam Pelaksanaan Kesehatan Di Puskesmas Sidodadi Kabupaten Asahan Provinsi Sumatera Utara

0 0 14

Perlindungan Hukum Terhadap Pasien Peserta JKN BPJS Kesehatan Dalam Pelaksanaan Kesehatan Di Puskesmas Sidodadi Kabupaten Asahan Provinsi Sumatera Utara Chapter III V

0 1 80

Perlindungan Hukum Terhadap Pasien Peserta JKN BPJS Kesehatan Dalam Pelaksanaan Kesehatan Di Puskesmas Sidodadi Kabupaten Asahan Provinsi Sumatera Utara

0 0 5

APA ITU JKN DAN BPJS KESEHATAN

0 0 4

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN SEBAGAI PESERTA BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL (BPJS) KESEHATAN DALAM PELAYANAN KESEHATAN DI RSUD. DR. H. BOB BAZAR, SKM

0 3 14