Tinjauan Hukum Administrasi Negara Terhadap Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan Kelurahan Dan Perkotaan

BAB II
KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM
PENYELENGGARAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN KELURAHAN
DAN PERKOTAAN BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KOTA
MEDAN NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN
BANGUNAN KELURAHAN DAN PERKOTAAN

D. Pengertian Pemerintah Daerah
Pemerintahan adalah segala urusan yang dilakukan oleh negara dalam
menyelenggarakan kesejahteraan masyarakat dan kepentingan negara.19 Dengan
kata lain, pemerintahan adalah bestuurvoering atau pelaksanaan tugas pemerintah.
Sedangkan Pemerintahan daerah diatur dalam Undang-Undang No. 32 Tahun
2004

tentang Pemerintahan Daerah yang merupakan perubahan dari pada

Undang-Undang No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan
penyempurnaan dari undang-undang nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok
Pemerintahan di daerah yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan dan
penyelenggaraan otonomi daerah.
Pengertian Pemerintah daerah diatur dalam Bab I Pasal 1 (2) UndangUndang No.32 Tahun 2004 dan dirubah dengan Undang-Undang No. 12 Tahun

2008 Tentang Pemerintahan Daerah yang berbunyi Pemerintahan Daerah adalah
penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD
menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluasluasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia

                                                            
19

Ridwan. HR. Hukum Administrasi Negara, Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2007, hal 28

16
Universitas Sumatera Utara

17

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945).20
Dalam Hukum Administrasi Negara, pemerintah daerah diberikan
kekuasaan istimewa dalam menyelenggarakan bestuurszorgs/public service.
Pandangan tersebut ada keterkaitan dengan maksud pembentukan pemerintahan
daerah yang oleh undang-undang dimaksudkan untuk mempercepat terwujudnya

kesejahteraan masyarakat. Sehingga pembentukan pemerintahan daerah lebih
menekankan pada kewajiban daripada hak, yaitu kewajiban untuk ikut
melancarkan jalannya pembangunan sebagai sarana untuk mencapai kesejahteraan
rakyat yang harus diterima dan dijalankan dengan penuh tanggung jawab.
Mengenai tujuan dari pembentukan pemerintah daerah dapat dilihat dari aspek
pembagian tugas dan fungsi serta wewenang antara pemerintah pusat (untuk
selanjutnya disebut pemerintah) dan pemerintah daerah.
Pemerintah daerah merupakan unsur utama dalam penyelenggaraan
pemerintahan di daerah, dan berdasarkan inti dari Pasal 18 UUD 1945,
pemerintahan daerah adalah merupakan sub sistem pemerintahan negara dalam
kerangka negara kesatuan Republik Indonesia21. Dengan demikian tujuan yang
diemban oleh Pemerintah Daerah adalah sama dengan tujuan yang diemban oleh
Pemerintah, yaitu mewujudkan cita-cita nasional sebagaimana dirumuskan dalam
Pembukaan UUD 1945. Dalam penyelenggaraan pemerintahanyang terlihat dari
aspek-aspek manajemennya, terdapat pembagian tugas, fungsi dan wewenang
antara pemerintah dengan pemerintah daerah
                                                            
20
21


 

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 1 ayat (2)
Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia, Pasal 18

 
Universitas Sumatera Utara

18

Pemerintah Daerah dibentuk untuk mencegah menumpuknya kekuasaan
pada Pemerintah yang dapat menumbuhkan kediktatoran. Di lain pihak adanya
pemerintah daerah juga sebagai upaya mencapai sistem penyelenggaraan
pemerintahan yang efektif dan efisien, serta mewujudkan sistem pemerintahan
demokratis, yakni pemerintahan yang mengikutsertakan rakyat berpartisifasi aktif
dalam

pelaksanaan

pemerintahan


dan

pembangunan.

Dengan

demikian

Pemerintah Daerah dalam kerangka negara kesatuan merupakan bagian dari
Pemerintah yang memperoleh kewenangan melalui peraturan perundang–
undangan yang berlaku. Tanpa dasar wewenang tersebut aparat pemerintah di
daerah tidak dapat melakukan tindakan hukum
Jika dicermati dari konsep otonomi daerah, wewenang yang ada pada
Pemerintah Daerah untuk mengurus dan mengatur rumah tangga sendiri adalah
merupakan wewenang delegasi, dalam hal ini Philipus M. Hadjon menyatakan
otonomi daerah pada dasarnya adalah wewenang delegasi. Secara teoritis dalam
penyerahan wewenang oleh Pemerintah kepada Pemerintah Daerah dikenal
sebagai sistem rumah tangga daerah. Sistem rumah tangga daerah adalah tatanan
yang bersangkutan dengan cara-cara membagi wewenang, tugas dan tanggung

jawab mengatur, mengurus urusan pemerintahan antara pusat dan daerah.22
Dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan untuk mengurus dan
mengatur urusan rumah tangga sendiri pada umumnya didasarkan atas tiga asas
yaitu, asas desentralisasi, asas dekonsentrasi dan asas tugas pembantuan H.
Muchsin dan Fadillah Putra menyatakan, sesungguhnya desentralisasi adalah
                                                            
22

Philipus Hadjon M. dkk., Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Cetakan IX,
Yogyakarta: Gajahmada University Press, 2005,.hal 79

 

 
Universitas Sumatera Utara

19

produk pemikiran yang didasari oleh keinginan untuk meminimalisasi fungsi,
peran dan kekuasaan negara.23

Desentralisasi memiliki dua dimensi, yakni dimensi vertikal dan dimensi
horizontal. Pada dimensi vertikal, desentralisasi menghendaki adanya pemberian
wewenang yang lebih pada organisasi (yang dimaksudkan disini adalah organisasi
pemerintah) yang pada level lebih rendah, dan pada saat yang sama
meminimalisasi wewenang pada organisasi pada level yang lebih tinggi.
Sedangkan pada dimensi horizontal, desentralisasi menghendaki adanya
pemberian wewenang lebih pada organisasi selain organisasi pemerintah dalam
menangani permasalahan-permasalahan publik, dan pada saat yang sama
mengurangi wewenang dari organisasi pemerintah dalam hal menangani
persoalan-persoalan publik.
Pada pihak lain menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004,
desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah
kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam
sistem NKRI.
Sedangkan dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan
oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada
instansi vertikal di wilayah tertentu. Dan tugas pembantuan adalah penugasan dari
Pemerintah kepada daerah dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada
kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa
untuk melaksanakan tugas tertentu.

                                                            
23

Muchsin, dan Putra Fadillah, Hukum dan Kebijakan Publik, Malang: Averroes Press,
2002, hal 28

 

 
Universitas Sumatera Utara

20

Ditinjau dari segi pemberian wewenang, asas desentralisasi adalah asas
yang akan memberikan wewenang kepada pemerintah daerah untuk menangani
urusan-urusan tertentu sebagai urusan rumah tangganya sendiri. Salah satu hal
penting dalam manajemen, pemerintah atau bukan pemerintah, adalah seberapa
luas desentralisasi diterapkan pada struktur organisasi, atau sebaliknya.
Berdasarkan


defenisi

diatas

bisa

diinterpretasikan

bahwa

sistem

sentralisasi itu adalah seluruh decition (keputusan/Kebijakan) dikeluarkan oleh
pusat, daerah tinggal menunggu instruksi dari pusat untuk melaksanakan
kebijakan-kebijakan yang telah digariskan menurut undang - undang. Sentralisasi
banyak digunakan pemerintah sebelum otonomi daerah. kelemahan system
sentralisasi adalah dimana sebuah kebijakan dan keputusan pemerintah daerah
dihasilkan oleh orang-orang yang berada di pemerintah pusat sehingga waktu
untuk memutuskan suatu hal menjadi lebih lama.
Dalam kaitan ini, perlu juga dijelaskan hubungan antara desentralisasi

dengan sentralisasi. Adapun hubungan antara desentralisasi dengan sentralisasi
dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Sentralisasi dan desentralisasi merupakan pasangan yang tidak dapat
dipisahkan, saling berkaitan dan saling mempengaruhi.
2. Sentralisasi dan desentralisasi merupakan dua ujung dari sepotong garis.
Dimana titik yang bergeser leluasa pada garis yang ditarik antara kedua ujung
menunjukkan kadar sentralisasi atau desentralisasi. Bagaimana juga
ekstrimnya sentralisasi pada suatu organisasi, titik kadar tidak akan berada
tepat pada salah satu garis.

 

 
Universitas Sumatera Utara

21

3. Tidak ada sentralisasi tanpa desentralisasi. Bagaimanapun di dalam
sentralisasi akan selalu dapat desentralisasi. Demikian pula sebaliknya.
4. Makin luas sentralisasinya, makin sempit desentralisasi, dan makin luas

desentralisasi makin menyempit sentralisasi.
Dapat dikatakan antara sentralisasi dengan desentralisasi terdapat
hubungan yang sangat erat dan tak terpisahkan, karena kalau digambarkan dalam
sebuah garis dimana sentralisasi dan desentralisasi menempati masing-masing
ujung garis yang sama. Bila salah satu pendulum digeser, maka akan berpengaruh
pada kuat dan lemahnya diantara kedua titik.

E. Kewenangan Pemerintah Daerah dalam Perpajakan
Pada hakekatnya tidak terdapat perbedaan yang asasi antara Pajak Negara
dan pajak daerah mengenai prinsip umum hukumnya. Pajak daerah adalah pajak
yang dipungut oleh daerah berdasarkan peraturan pajak yang ditetapkan oleh
daerah untuk kepentingan pembiayaan rumah tangganya sebagai badan hukum
publik.24
Undang-undang yang mengatur mengenai pemerintah desa yaitu Pasal 200
s.d. 216 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah
diubah terakhir dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas
UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Pengaturan mengenai Peraturan Desa (Perdes) diatur dalam Pasal 55 s.d.
Pasal 62 PP No. 72 Tahun 2005 tentang Desa. Perdes merupakan peraturan yang
                                                            

24

Eko Lasmana, Sistem Perpajakan di Indonesia, Jakarta: Prima Campus Grafika, 1994

hal 42

 

 
Universitas Sumatera Utara

22

ditetapkan oleh Kepala Desa bersama Badan Permusyawaratan Desa Pasal 55 ayat
(1) PP 72 tahun 2005. Perdes merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan kondisi sosial
budaya masyarakat desa setempat serta dilarang bertentangan dengan kepentingan
umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi Pasal 55 ayat( 3)
dan (4) PP 72 tahun2005.
Walaupun Perdes ditetapkan oleh Kepala Desa bersama BPD, tetapi materi
muatan Perdes hanya dapat memuat penjabaran lebih lanjut dari peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi. Untuk melaksanakan Perdes, Kepala Desa
dapat menetapkan Peraturan Kepala Desa dan/atau Keputusan Kepala Desa Pasal
59 ayat (1) PP 72 tahun 2005.
Pembuatan suatu Perdes berkaitan dengan urusan yang menjadi
kewenangan desa antara lain Pasal 206 UU No.12 tahun2008:
a. Urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul desa;
b. Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang
diserahkan pengaturannya kepada desa;
c. Tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau
pemerintah kabupaten/kota;
d. Urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundangan-undangan
diserahkan kepada desa.25
Mengenai pajak yang dibayarkan oleh pabrik, publik tidak menjelaskan
lebih lanjut. Pajak yang dikenakan kepada pabrik dapat berupa pajak penghasilan
                                                            
25

 

Undang-Undang No.32 Tahun 2004, Op.cit, Pasal 206

 
Universitas Sumatera Utara

23

atau pajak bumi dan bangunan. Berdasarkan Pasal 22 UU No. 36 Tahun 2008
tentang Perubahan Keempat Atas UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan beserta penjelasannya, dapat diketahui bahwa kewenangan untuk
mengatur pemungutan pajak penghasilan ada pada Menteri Keuangan, sehingga
pemerintah desa tidak berwenang mengatur tata cara pemungutan pajak
penghasilan melalui Perdes. Oleh karena itu, kami asumsikan yang dimaksud
dengan pajak dari pabrik adalah PBB, khususnya PBB Kelurahan.
Menurut Pasal 1 angka (37) UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah. Pengertian PBB Kelurahan “…adalah pajak atas bumi
dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang
pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha
perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.”26
Selanjutnya, yang disebut sebagai pemungutan pajak PBB Kelurahan
adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data objek dan subjek
pajak atau retribusi, penentuan besarnya pajak atau retribusi yang terutang sampai
kegiatan penagihan pajak atau retribusi kepada Wajib Pajak atau Wajib Retribusi
serta pengawasan penyetorannya Pasal 1 angka (49) UU 28 tahun 2009.
Pajak Bumi dan Bangunan Kelurahan termasuk kategori pajak daerah
Kabupaten/Kota Pasal 2 ayat (2) huruf j UU 28 tahun 2009. Pabrik merupakan
bangunan yang termasuk objek PBB Kelurahan Pasal 77 ayat (2) huruf a UU 28
tahun 2009. Pendataan pabrik sebagai objek pajak dilakukan melalui Surat
Pembertahuan Objek Pajak (SPOP) yang ditandatangani dan disampaikan kepada
                                                            
26

Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pasal
1 angka (37)

 

 
Universitas Sumatera Utara

24

Kepala Daerah (dalam hal ini Bupati/Walikota). Berdasarkan SPOP, Kepala
Daerah kemudian menerbitkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)
berdasarkan Pasal 83 jo. Pasal 84 ayat (1) UU 28 tahun 2009.
Berdasarkan penjelasan sebelumnya, dapat diketahui bahwa pemungutan
PBB Kelurahan merupakan kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota. Walaupun
tidak memungut PBB Kelurahan, Desa akan memperoleh bagi hasil pajak daerah
dan retribusi daerah kabupaten/kota sebagai salah satu sumber pendapatan (Pasal
212 ayat (3) huruf b UU 32 tahun 2004). Besarnya bagi hasil pajak daerah
Kabupaten/Kota paling sedikit 10% dan diberikan langsung kepada Desa (Pasal
68 ayat (1) huruf b PP 72 tahun 2005 serta penjelasannya).
Pengalihan kewenangan untuk memungut PBB Kelurahan dari Pemerintah
Pusat kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota baru akan dilakukan 1 Januari
2014 berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Bersama Menkeu Dan Mendagri No.
213/PMK.07/2010, 58 Tahun 2010.
Apabila nanti pengalihan kewenangan memungut PBB Kelurahan telah
beralih ke Pemerintah Daerah, maka Pemerintah Kabupaten/Kota tersebut akan
mengatur dalam Perda masing-masing Pasal 3 ayat (1) huruf a Peraturan Bersama.
Oleh karena itu, Perdes hanya dapat mengatur tata cara pemungutan PBB
Kelurahan jika Perda Kabupaten/Kota telah melimpahkan kewenangan tersebut
kepada Pemerintah Desa.

 

 
Universitas Sumatera Utara

25

F. Subyek Pajak dan Obyek Pajak Bumi dan Bangunan
Dalam Pasal 2 Perda Kota Medan Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pajak
Bumi dan Bangunan Kelurahan dan Perkotaan disebutkan bahwa :
1. Dengan nama Pajak Bumi dan Bangunan Kelurahan dan Perkotaan dipungut
pajak atas Bumi dan/atau Bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau
dimanfaat oleh orang pribadi atau Badan.
2. Objek Pajak Bumi dan Bangunan Kelurahan dan Perkotaan adalah Bumi
dan/atau Bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang
pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha
perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.
3. Termasuk dalam pengertian bangunan adalah :
a. Jalan lingkungan yang terletak dalam satu kompleks bangunan seperti
hotel, pabrik dan emplasemennya, yang merupakan satu kesatuan dengan
kompleks bangunan tersebut;
b. Jalan tol;
c. Kolam renang;
d. Pagar mewah;
e. Tempat olah raga;
f. Galangan kapal, dermaga;
g. Taman mewah;
h. Tempat penampungan/kilang minyak,air dan gas, pipa minyak; dan
i. Menara.

 

 
Universitas Sumatera Utara

26

4. Objek Pajak yang tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan Kelurahan dan
Perkotaan adalah objek pajak yang :
a. Digunakan oleh Pemerintah dan Daerah untuk penyelenggaraan
pemerintahan;
b. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang
ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak
dimaksud untuk memperoleh keuntungan;
c. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis
dengan itu;
d. Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional
dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak;
e. Digunakan oleh perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas
perlakuan timbale balik; dan
f.

Digunakan oleh badan atau perwakilan lembaga internasional yang
ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan.

5. Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak disesuaikan sebesar
Rp.15.000.000,00 (lima belas juta rupiah) untuk setiap Wajib Pajak.27
Dalam Pasal 3 Perda Kota Medan Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pajak
Bumi dan Bangunan Kelurahan dan Perkotaan disebutkan bahwa :28
1. Subjek Pajak Bumi dan Bangunan Kelurahan dan Perkotaan adalah orang
pribadi atau Badan yang secara nyata mempuyai suatu hak atas Bumi dan/atau
                                                            
27
Perda Kota Medan Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan
Perdesaan dan Perkotaan Pasal 2
28

 

Ibid., Pasal 3

 
Universitas Sumatera Utara

27

memperoleh manfaat atas Bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau
memperoleh manfaat atas Bangunan.
2. Wajib Pajak Bumi dan Bangunan Kelurahan dan Perkotaan adalah orang
pribadi atau Badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas Bumi
dan/atau memperoleh manfaat atas Bumi, dan/atau memiliki, menguasai,
dan/atau memperoleh manfaat atas Bangunan.
3. Dalam hal Objek Pajak belum jelas diketahui Wajib Pajaknya, Kepala Daerah
dapat menetapkan Subjek Pajak sebagai Wajib Pajak.
4. Subjek Pajak yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat
memberikan keterangan secara tertulis kepada Kepala Daerah bahwa ia bukan
Wajib Pajak terhadap Objek Pajak dimaksud.
5. Bila keterangan yang diajukan oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) disetujui , maka Kepada Kepala Daerah membatalkan penetapan
sebagai Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam jangka waktu
1 (satu ) bulan sejak diterima surat keterangan dimaksud.
6. Bila keterangan yang diajukan itu tidak disetujui, maka Kepala Daerah
mengeluarkan keputusan penolakan dengan disertai alasan-alasannya.
7. Apabila setelah jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya
keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) Kepala Daerah tidak
memberikan keputusan, maka keterangan yang diajukan itu dianggap disetujui
dan Kepala Daerah segera membatalkan penetapan sebagai Wajib Pajak29.

                                                            
29

 

Ibid

 
Universitas Sumatera Utara

28

Kewenangan Kota Medan dalam penegelolaan Pajak Bumi dan Bangunan
Kelurahan dan Perkotaan adalah sejak ditetapkannya Peraturan Daerah Kota
Medan Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pajak Bumi Dan Bangunan Kelurahan Dan
Perkotaan, sehingga sejak tanggal berlakunya segala hal yang terkait dengan pajak
bumi dan bangunan menjadi urusan Pemerintah Daerah Kota Medan
Undang-undang menegaskan bahwa terhadap objek PBB seperti di bawah
ini tidak dikenakan PBB, yaitu:
1. Tanah atau bangunan yang digunakan, semata-mata untuk melayani
kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan
kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk tidak memperoleh
keuntungan. Hal ini dapat diketahui antara lain dari anggaran dasar dan
anggaran rumah tangga dari yayasan/badan yang bergerak dalam bidang
tersebut.
2. Tanah atau bangunan yang digunakan untuk kuburan umum, peninggalan
purbakala atau yang sejenis dengan itu seperti museum.
3. Tanah atau bangunan oleh perwakilan diplomatic atau konsulat
berdasarkan asas perlakuan timbal-balik. Artinya bila tanah yang / gedung
perwakilan RI di Negara tertentu dikenakan PBB, hal yang sama
diberlakukan terhadap tanah/gedung Negara tersebut yang ada di
Indonesia.

 

 
Universitas Sumatera Utara

29

4. Tanah yang merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, taman nasional,
tanah pengembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah Negara yang
belum dibebani suatu hak.30
Sekalipun objek yang digunakan oleh perwakilan diplomatik, kondusif dan
yang digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang
ditentukan oleh Menteri Keuangan tidak terkena pajak, hal ini bukan berarti
pembahasan atas subjeknya melainkan karena pembebasan objeknya semata,
hanya saja karena objek PBB yang digunakan oleh wakil-wakil tersebut yang
dibebaskan dari pengenaan pajaknya, seolah-olah subjeknya juga itu dibebaskan
dari PBB.

                                                            
30

Wirawan B. Ilyas dan Richard Buton, Hukum Pajak, Jakarta: Salemba Empat:1999, hal

90

 

 
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Tinjauan Hukum Administrasi Negara Terhadap Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan Kelurahan Dan Perkotaan

1 10 88

Prosedur Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2011 Ditinjau Dari Perspektif Hukum Administrasi Negara

0 9 87

Tinjauan Hukum Administrasi Negara Terhadap Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan Kelurahan Dan Perkotaan

0 0 7

Tinjauan Hukum Administrasi Negara Terhadap Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan Kelurahan Dan Perkotaan

0 0 1

Tinjauan Hukum Administrasi Negara Terhadap Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan Kelurahan Dan Perkotaan

0 0 15

Tinjauan Hukum Administrasi Negara Terhadap Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan Kelurahan Dan Perkotaan

0 0 4

Prosedur Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2011 Ditinjau Dari Perspektif Hukum Administrasi Negara

0 0 8

Prosedur Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2011 Ditinjau Dari Perspektif Hukum Administrasi Negara

0 0 1

Prosedur Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2011 Ditinjau Dari Perspektif Hukum Administrasi Negara

0 1 15

Prosedur Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2011 Ditinjau Dari Perspektif Hukum Administrasi Negara

0 2 21