Tinjauan Hukum Administrasi Negara Terhadap Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan Kelurahan Dan Perkotaan
8
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pajak pada mulanya merupakan suatu upeti (pemberian secara cumacuma) namun sifatnya merupakan suatu kewajiban yang dapat dipaksakan yang
harus dilaksanakan oleh rakyat (masyarakat) kepada seorang raja atau penguasa.
Rakyat ketika itu memberikan upetinya kepada raja atau penguasa berbentuk
natura, berupa padi, ternak atau hasil tanamannya lain seperti pisang, kelapa.
Pemberian yang dilakukan rakyat saat itu digunakan untuk keperluan atau
kepentingan raja atau penguasa setempat. Sedangkan imbalan atau prestasi yang
dikembalikan kepada rakyat tidak ada oleh karena memang sifatnya hanya untuk
kepentingan sepihak dan seolah-olah ada tekanan secara psikologis karena
kedudukan raja yang lebih tinggi status sosialnya dibandingkan rakyat.
Hampir dalam setiap proyek pembangunan yang dilaksanakan oleh
pemerintah selalu didengung-dengungkan bahwa proyek yang dibangun dibiayai
dari dana pajak yang telah dikumpulkan dari masyarakat. Untuk itu, diharapkan
masyarakat juga menjaga proyek yang ada untuk dapat dipakai bagi kepentingan
bersama. berkaitan dengan itu sudah selayaknya apabila setiap individu dalam
masyarakat dapat memahami dan mengerti akan arti dan pentingnya peran pajak
dalam kehidupan.
Pajak Bumi dan Bangunan (selanjutnya disebut PBB) merupakan pajak
yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1985 berdasarkan UU No. 12 Tahun
Universitas Sumatera Utara
9
1985. Kemudian UU ini diubah dengan UU No. 12 Tahun 1994 dan mulai berlaku
terhitung 1 Januari 1995. Pajak Bumi dan Bangunan adalah penerimaan pajak
pusat yang sebagian besar hasilnya diserahkan kepada Daerah, karena PBB
termasuk jenis pajak yang penerimaannya dibagi-bagikan kepada daerah sebagai
bagi hasil dana perimbangan (revenue sharing).
Imbangan pembagian penerimaan PBB diatur dalam Pasal 18 UU No. 12
Tahun 1994 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan serta melalui PP. nomor 16
Tahun 2000 tanggal 10 Maret 2000 dan Keputusan Menteri Keuangan Republik
Indonesia nomor 82/KMK.0412000 tanggal 21 Maret 2000 tentang Pembagian
Hasil Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan antara PemerintahPusat dan Daerah,
yaitu untuk Pemerintah Pusat sebesar 10 % (dikembalikan lagi ke daerah) dan
untuk Daerah sebesar 90%. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD), penerimaan PBB tersebut dimasukkan dalam kelompok penerimaan
Bagi Hasil Pajak1
Mengingat
pentingnya
peran
Pajak
Bumi
dan
Bangunan
bagi
kelangsungan dan kelancaran pembangunan, maka diperlukan penanganan dan
pengelolaan yang lebih intensif. Penanganan dan pengelolaan tersebut diharapkan
mampu menuju tertib administrasi serta mampu meningkatkan partisipasi
masyarakat dalam pembiayaan pembangunan melalui pembayaran pajak.
Penanganan dan pengelolaan pajak dapat diwujudkan salah satunya dalam
pemungutan PBB diharapkan pelaksanaan pemungutan PBB sesuai dengan aturan
undang-undang PBB yang berlaku saat ini yaitu Undang-Undang Nomor 12
1
Eprints.undip.ac.id/17594/1/Hernanda_Bagus_Priandana.pdf, diakses tanggal 18 April
2014
Universitas Sumatera Utara
10
Tahun 1994 sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 12 Tahun
1994 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
Otonomi daerah pada awalnya dianggap sebagai suatu jawaban atas
masalah yang ditimbulkan dari kecenderungan sentralisasi perencanaan dan
pengelolaan sumberdaya pembangunan yang terbukti selama ini ternyata tidak
mendorong adanya pengembangan potensi sumberdaya manusia dari sisi prakarsa,
sumberdaya ekonomi setempat dan partisipasi masyarakat. Salah satu soal yang
selalu muncul ialah soal ketergantungan pemerintah daerah pada bantuan dari
pemerintah pusat. Meskipun telah diambil berbagai upaya selama bertahun-tahun
yang lalu untuk menyerahkan wewenang memungut pajak kepada Pemerintah
Daerah, sumberdaya Pemerintah Daerah tetap saja pada umumnya pada tingkat
yang rendah.2
Kompleksitas persoalan otonomi daerah di Indonesia juga terkait dengan
hubungan keuangan pusat dan daerah. Walau terdapat kepentingan yang sama
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk mengembangkan kontrol
atas keuangan, namun kedua pihak juga memiliki kelemahan yang sangat
mengganggu mekanisme pengelolaan keuangan pusat dan daerah. Pada tingkatan
daerah, terdapat persoalan akuntabilitas dan responsibilitas pengelolaan keuangan
serta belum terbentuknya sistem yang sempurna untuk memastikan setiap sen
uang rakyat dikelola secara bertanggung jawab oleh pemerintah daerah. Otonomi
daerah dan desentralisasi malah sering disebut sebagai desentralisasi korupsi
akibat berpindahnya fokus penyelewengan kekuasaan dari pusat ke daerah.
2
Nick Devas, Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia (Keuangan Pemerintah
Daerah di Indonesia : Sebuah Tinjauan Umum), Jakarta: UI Press, 1989, hal 14
Universitas Sumatera Utara
11
Sedang pada tingkatan pemerintah pusat, orang telah sama-sama maklum tentang
rivalitas yang sangat tinggi antar departemen dalam pengelolaan keuangan untuk
daerah.3
Dari perkembangan antara pro dan kontra atas kedua UU tersebut,
berkembang pemikiran untuk menjadikan PBB sebagai pajak daerah. Di
Indonesia, salah satu kebijakan pajak dari pemerintah pusat yang mempunyai
pengaruh cukup signifikan terhadap APBD yaitu PBB. Oleh karena itu dalam
merumuskan kebijakan PBB, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah senantiasa
melakukannya dengan penuh kehati-hatian karena PBB terkait dengan berbagai
aspek lainnya yang sangat sensitif baik secara ekonomi maupun secara politik.
PBB jika dirancang baik-baik dapat menjadi sumber penerimaan yang besar, stabil
dan elastis. Kadar elastisitas tergantung pada sampai seberapa jauh tanah
bersangkutan dapat ditaksir dengan teratur dan dapat dinilai menurut harga pasar
yang berlaku. PBB dapat juga memperkuat peranan pemerintah daerah, karena
membuka peluang dasar pajak yang lebih luas bagi penerimaan pemerintah
sendiri. PBB yang efektif akan menciptakan sumber penerimaan yang kuat bagi
pemerintah daerah dan memperkecil kebutuhan akan bantuan dari Pemerintah
Pusat.4
Walaupun kontribusi PBB tidaklah terlalu besar dalam struktur
penerimaan negara, tetapi sangat berarti dan tidak mungkin dihilangkan. Seperti
diungkapkan oleh Santoso Brotodihardjo, bahwa betapapun kecilnya jumlah uang
3
Abdul Gaffar, Karim, dkk, Kompleksitas Persoalan Otonomi Daerah, Cetakan I,
Jakarta: Pustaka Pelajar. 2003, hal 58
4
Roy Kelly, Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia (Keuangan Pemerintah Daerah
di Indonesia), UI Press, Jakarta. 1989, hal 120
Universitas Sumatera Utara
12
yang akan dapat masuk kedalam kas negara, uang itu selalu akan dapat
dipergunakan sebagai sumbangan untuk menutupi biaya-biaya pemerintahannya.5
Pajak Bumi dan Bangunan termasuk jenis pajak yang sulit dalam
pengadministrasiannya dan mempunyai efisiensi pemungutan yang rendah karena
jumlah obyek pajaknya yang cukup banyak. Akan tetapi bukan kebetulan apabila
wacana untuk menjadikan PBB sebagai pajak daerah muncul ke permukaan
sebagai bagian dari desentralisasi fiskal bersamaan dengan berlakunya UU No. 12
Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 32 Tahun 2004 Tentang
Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah.
Otonomi seluas-luasnya dalam arti bahwa, daerah diberikan kewenangan
untuk mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di luar yang menjadi
urusan Pemerintah yang ditetapkan dalam undang-undang. Prinsip otonomi nyata
dimaksudkan bahwa dalam menangani urusan pemerintahan dilaksanakan
berdasarkan tugas, wewenang dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan
berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan
kekhasan daerah. Sedangkan otonomi yang bertanggung jawab dimaksudkan,
dalam penyelenggaraan otonomi harus sejalan dengan tujuan dan maksud pemberi
otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan
nasional.
Berdasarkan uraian di atas penulis untuk meneliti dan memilih judul
skripsi tentang Tinjauan Hukum Administrasi Negara Terhadap Peraturan
5
Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Edisi Keempat, Bandung: Refika
Aditama, 2003, hal 220
Universitas Sumatera Utara
13
Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pajak Bumi Dan
Bangunan Kelurahan dan Perkotaan.
B. Perumusan Masalah
Adapun yang menjadi permasalahan dalam skripsi ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimanakah kewenangan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan
pajak bumi dan bangunan Kelurahan dan perkotaan berdasarkan Peraturan
Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pajak Bumi dan
Bangunan Kelurahan dan Perkotaan?
2. Bagaimanakah Kewajiban Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan
Kelurahan dan Perkotaan?
3. Bagaimanakah hukum administrasi negara terhadap Peraturan Daerah
Kota Medan Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan
Kelurahan dan Perkotaan ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk
mengetahui
kewenangan
pemerintah
daerah
dalam
penyelenggaraan pajak bumi dan bangunan Kelurahan dan perkotaan
berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2011
Tentang Pajak Bumi Dan Bangunan Kelurahan dan Perkotaan.
Universitas Sumatera Utara
14
b. Untuk mengetahui Kewajiban Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan
Kelurahan dan Perkotaan.
c. Untuk mengetahui hukum administrasi negara terhadap Peraturan
Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pajak Bumi dan
Bangunan Kelurahan Dan Perkotaan
2. Manfaat Penelitian
a. Secara teoritis :
Diharapkan memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu hukum
khususnya di bidang Hukum Administrasi Negara mengenai Tinjauan
Hukum Administrasi Negara Terhadap Peraturan Daerah Kota Medan
Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pajak Bumi Dan Bangunan Kelurahan
dan Perkotaan.
b. Secara Praktis :
Diharapkan dapat memberikan informasi mengenai Tinjauan Hukum
Administrasi Negara Terhadap Peraturan Daerah Kota Medan Nomor
3 Tahun 2011 Tentang Pajak Bumi Dan Bangunan Kelurahan dan
Perkotaan pada umumnya dan mahasiswa pada khususnya.
D. Keaslian Penelitian
Tinjauan Hukum Administrasi Negara Terhadap Peraturan Daerah Kota
Medan Nomor 3 tahun 2011 Tentang Pajak Bumi Dan Bangunan Kelurahan dan
Perkotaan yang diangkat menjadi judul dari skripsi ini merupakan karya ilmiah
Universitas Sumatera Utara
15
yang sejauh ini belum pernah ditulis di lingkungan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara.
E. Tinjauan Kepustakaan
1. Pengertian pajak
Pajak dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007. Dijelaskan bahwa pajak adalah
kontribusi wajib pajak kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan
yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat6
Menurut Sinninghe Damste, menyatakan jika kita mempersoalkan pajak,
maka harus ada utang kepada badan umum tanpa ada jasa timbal balik dari badan
itu7
Untuk mengetahui apa arti pajak, menurut Santoso Brotodihardjo, dalam
bukunya Pengantar Ilmu Hukum Pajak” menyatakan beberapa pendapat pakar
tentang definisi pajak yang beberapa diantaranya dalam kutipan berikut:8
N.J. Feldmann menyatakan bahwa pajak adalah prestasi yang dipaksakan
sepihak oleh dan tertuang kepada penguasa (menurut norma-norma yang
ditetapkannya secara umum), tanpa adanya kontra prestasi, dan semata-mata
digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum.
6
Mardiasmo, Perpajakan Edisi Revisi 2008. Yogyakarta: Andy Offset. 2008, hal 21
Anshari SN Tunggul, Pengantar Hukum Pajak. Jawa Timur: Bayumedia Publising,
2006, hal 7
8
Brotodihardjo, R. Santoso, Op.cit., hal 4
7
Universitas Sumatera Utara
16
M.J.H. Smeets menyatakan pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang
tertuang melalui norma-norma umum, dan yang dapat dipaksakannya, tanpa
adanya kontra prestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual;
maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah.
Dari beberapa pengertian pajak di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
pajak adalah iuran wajib masyarakat kepada negara yang dapat dipaksakan tanpa
mendapatkan kontraprestasi secara langsung, dan apabila ada dari masyarakat
yang tidak melunasinya maka dikenakan sanksi oleh negara.9
2. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Pajak Negara yang dikenakan
terhadap bumi dan atau bangunan berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun
1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994. Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak
yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh
keadaan objek yaitu bumi atau tanah dan atau bangunan. Keadaan subyek (siapa
yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya pajak.10
Rochmat Soemitro memberikan pengertian dari pajak bumi dan bangunan
sebagai berikut : ” Pajak bumi dan bangunan adalah pajak yang dikenakan atas
harta tidak bergerak, maka yang dipentingkan adalah obyeknya dan oleh karena
itu keadaan status orang atau badan yang dijadikan subyek tidak penting dan tidak
mempengaruhi besarnya pajak”11
9
Rochmat Soemitro. Pajak Bumi dan Bangunan. Bandung: Eresco, 1989 hal 5
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan Pasal 14
11
Rochmat Soemitro., Op.cit., hal 5
10
Universitas Sumatera Utara
17
Menurut Erly Suandy yang dimaksud pajak bumi dan bangunan adalah
pajak yang bersifat kebendaan dan besarnya pajak terutang ditentukan oleh
keadaan objek atau bumi, tanah dan atau bangunan. Keadaan subjek (siapa yang
membayar) tidak ikut menentukan besar pajak12.
Suharno, yang dimaksud Pajak Bumi dan Bangunan adalah penerimaan
pajak pusat yang sebagian besar hasilnya diserahkan kepada daerah. Dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), penerimaan Pajak Bumi dan
Bangunan tersebut dimasukkan dalam kelompok penerimaan bagi hasil pajak13.
3. Pengertian Peraturan Daerah
Peraturan Daerah (selanjutnya disebut Perda) berdasarkan ketentuan
Undang-undang tentang Pemerintah Daerah adalah “peraturan perundangundangan yang dibentuk bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan
Kepala Daerah baik di Propinsi maupun di Kabupaten /Kota”. Dalam ketentuan
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Perda
dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah Propinsi / Kabupaten /
Kota dan tugas pembantuan serta merupakan penjabaran lebih lanjut dari
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas
masing-masing daerah.
Sesuai ketentuan Pasal 14 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,14 materi muatan Perda adalah
12
Early Suandy. Hukum Pajak. Yogyakarta:Salemba Empat,2002, hal 64
Suharno. Potret Perjalanan Pajak Bumi dan Bangunan. Jakarta: Perpustakaan
Nasional, 2003, hal 32
14
Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
Pasal 14
13
Universitas Sumatera Utara
18
seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas
pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut
Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. 15
F. Metode Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini, digunakan metode pengumpulan data dan
bahan-bahan yang berkaitan dengan materi skripsi ini. Dengan maksud agar
tulisan ini dapat dipertanggungjawabkan nilai ilmiahnya, maka diusahakan
memperoleh dan mengumpulkan data-data dengan mempergunakan metode
sebagai berikut:
1. Jenis penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah hukum
normatif yang bersifat deskriptif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian
hukum yang mengelola dan mempergunakan data sekunder. 16 .”
2. Spesifikasi penelitian
Spesifikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah spesifikasi
penelitian preskriptif. Ilmu hukum mempunyai sifat sebagai ilmu yang preskriptif,
artinya sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu hukum mempelajari tujuan
hukum, konsep-konsep hukum, dan norma-norma hukum.
Sejalan dengan pendapatnya Peter Mahmud Marzuki bahwa: “Ilmu hukum
mempunyai karakteristik sebagai ilmu yang bersifat preskriptif dan terapan.
Sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu hukum mempelajari tujuan hukum,
15
Ibid., Pasal 7 ayat (1)
Soerjono Soekanto dan Srimamudji, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta Ind-Hillco,
2001, hal. 13.
16
Universitas Sumatera Utara
19
nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum, dan normanorma hukum. Sebagai ilmu terapan ilmu hukum menetapkan standar prosedur,
ketentuan-ketentuan, rambu-rambu dalam melaksanakan aturan hukum.” 17
3. Sumber Data
Sumber data diperoleh dari : data primer, yaitu bahan-bahan hukum yang
mengikat. Penelitian ini, bahan hukum yang digunakan oleh peneliti adalah
penjelasan terhadap sumber bahan hukum dalam pendekatan yuridis normatif
terdapat bahan hukum yang dikaji meliputi:
a. Data primer, yaitu bahan-bahan hukum yang bersifat mengikat, terdiri
dari:
1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
2) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
3) Undang-Undang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.
4) Peraturan Pemerintah
5) Peraturan Presiden
6) Peraturan Daerah Provinsi
7) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
b. Data sekunder, yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan penjelasan
terhadap bahan hukum primer, terdiri dari:
1) Pustaka di bidang ilmu hukum,
2) Hasil penelitian di bidang hukum,
17
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Surabaya: Kencana Perdana Media Group,
2007, hal 22.
Universitas Sumatera Utara
20
3) Artikel-artikel ilmiah, baik dari koran maupun internet
c. Data tersier
Bahan yang memberikan petunjuk, maupun penjelasan terhadap bahan
hukum primer dan sekunder seperti kamus hukum18
4. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan cara:
Penelitian
Kepustakaan (Library Research). Dalam hal ini mencari dan mengumpulkan serta
mempelajari data dengan melakukan penelitian atas sumber-sumber atau bahanbahan tertulis berupa buku-buku karangan pasa sarjana dan ahli hukum yang
bersifat teoretis ilmiah yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas dalam
penulisan skripsi ini.
5. Analisis data
Analisis data yang digunakan adalah metode analisa deskriptif dengan
teknik induksi, hal ini dilakukan terhadap data yang sifatnya data sekunder yang
diperoleh melalui kajian kepustakaan. Teknik induksi digunakan untuk
menganalisis data primer maupun data sekunder yang berbentuk dokumen
perjanjian. Data yang telah diperoleh kemudian dikumpulkan yang selanjutnya
diolah dan dianalisis dengan menggunakan teknik editing yaitu memeriksa data
yang telah diperoleh untuk menjamin apakah dapat dipertanggung jawabkan.
18
Amiruddin dan H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta,
RajaGrafindo Persada, 2004, hal 31
Universitas Sumatera Utara
21
G. Sistematika Penulisan
Pembahasan secara sistematis sangat diperlukan dalam penulisan karya
tulis ilmiah. Untuk memudahkan skripsi ini maka diperlukan adanya sistematika
penulisan yang teratur yang terbagi dalam bab per bab yang saling berhubungan
satu sama lain. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut
BAB I
PENDAHULUAN
Pada bab ini dikemukakan mengenai Latar Belakang, Perumusan
Masalah,
Tujuan
Penelitian,
Manfaat
Penelitian,
Tinjauan
Kepustakaan dan Metode Penelitian serta Sistematika Penulisan
BAB II
KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM
PENYELENGGARAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
KELURAHAN DAN PERKOTAAN
Pada bab ini dikemukakan mengenai Pengertian Pemerintah Daerah
dan Kewenangan Pemerintah Daerah dalam Perpajakan serta Subyek
Pajak dan Obyek Pajak Bumi dan Bangunan
BAB III
KEWAJIBAN PEMBAYARAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
KELURAHAN DAN PERKOTAAN
Pada bab ini dikemukakan mengenai Asas – Asas dan Syarat – Syarat
Pemungutan Pajak dan Kewajiban Pembayaran Pajak Bumi dan
Bangunan Kelurahan dan Perkotaan serta Dasar Hukum Pajak Bumi
dan Bangunan Kelurahan dan Perkotaan
BAB IV
TINJAUAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA TERHADAP
PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 3 TAHUN 2011
TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN KELURAHAN
DAN PERKOTAAN
Universitas Sumatera Utara
22
Pada bab ini dikemukakan mengenai Pelaksanaan Peraturan
Perundang-undangan dengan khususnya Peraturan Daerah serta
Sanksi Terhadap Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2011
Tentang Pajak Bumi dan Bangunan Kelurahan dan Perkotaan terhadap
wajib Pajak Bumi dan Bangunan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini akan membahas kesimpulan merupakan intisari dari
pembahasan terhadap permasalahan yang diajukan dalam skripsi ini,
sedangkan saran yang ada diharapkan dapat menambah pengetahuan
bagi para pembacanya dan dapat berguna bagi pihak-pihak yang
terlibat dalam Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2011
tentang pajak bumi dan bangunan Kelurahan dan perkotaan
Universitas Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pajak pada mulanya merupakan suatu upeti (pemberian secara cumacuma) namun sifatnya merupakan suatu kewajiban yang dapat dipaksakan yang
harus dilaksanakan oleh rakyat (masyarakat) kepada seorang raja atau penguasa.
Rakyat ketika itu memberikan upetinya kepada raja atau penguasa berbentuk
natura, berupa padi, ternak atau hasil tanamannya lain seperti pisang, kelapa.
Pemberian yang dilakukan rakyat saat itu digunakan untuk keperluan atau
kepentingan raja atau penguasa setempat. Sedangkan imbalan atau prestasi yang
dikembalikan kepada rakyat tidak ada oleh karena memang sifatnya hanya untuk
kepentingan sepihak dan seolah-olah ada tekanan secara psikologis karena
kedudukan raja yang lebih tinggi status sosialnya dibandingkan rakyat.
Hampir dalam setiap proyek pembangunan yang dilaksanakan oleh
pemerintah selalu didengung-dengungkan bahwa proyek yang dibangun dibiayai
dari dana pajak yang telah dikumpulkan dari masyarakat. Untuk itu, diharapkan
masyarakat juga menjaga proyek yang ada untuk dapat dipakai bagi kepentingan
bersama. berkaitan dengan itu sudah selayaknya apabila setiap individu dalam
masyarakat dapat memahami dan mengerti akan arti dan pentingnya peran pajak
dalam kehidupan.
Pajak Bumi dan Bangunan (selanjutnya disebut PBB) merupakan pajak
yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1985 berdasarkan UU No. 12 Tahun
Universitas Sumatera Utara
9
1985. Kemudian UU ini diubah dengan UU No. 12 Tahun 1994 dan mulai berlaku
terhitung 1 Januari 1995. Pajak Bumi dan Bangunan adalah penerimaan pajak
pusat yang sebagian besar hasilnya diserahkan kepada Daerah, karena PBB
termasuk jenis pajak yang penerimaannya dibagi-bagikan kepada daerah sebagai
bagi hasil dana perimbangan (revenue sharing).
Imbangan pembagian penerimaan PBB diatur dalam Pasal 18 UU No. 12
Tahun 1994 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan serta melalui PP. nomor 16
Tahun 2000 tanggal 10 Maret 2000 dan Keputusan Menteri Keuangan Republik
Indonesia nomor 82/KMK.0412000 tanggal 21 Maret 2000 tentang Pembagian
Hasil Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan antara PemerintahPusat dan Daerah,
yaitu untuk Pemerintah Pusat sebesar 10 % (dikembalikan lagi ke daerah) dan
untuk Daerah sebesar 90%. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD), penerimaan PBB tersebut dimasukkan dalam kelompok penerimaan
Bagi Hasil Pajak1
Mengingat
pentingnya
peran
Pajak
Bumi
dan
Bangunan
bagi
kelangsungan dan kelancaran pembangunan, maka diperlukan penanganan dan
pengelolaan yang lebih intensif. Penanganan dan pengelolaan tersebut diharapkan
mampu menuju tertib administrasi serta mampu meningkatkan partisipasi
masyarakat dalam pembiayaan pembangunan melalui pembayaran pajak.
Penanganan dan pengelolaan pajak dapat diwujudkan salah satunya dalam
pemungutan PBB diharapkan pelaksanaan pemungutan PBB sesuai dengan aturan
undang-undang PBB yang berlaku saat ini yaitu Undang-Undang Nomor 12
1
Eprints.undip.ac.id/17594/1/Hernanda_Bagus_Priandana.pdf, diakses tanggal 18 April
2014
Universitas Sumatera Utara
10
Tahun 1994 sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 12 Tahun
1994 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
Otonomi daerah pada awalnya dianggap sebagai suatu jawaban atas
masalah yang ditimbulkan dari kecenderungan sentralisasi perencanaan dan
pengelolaan sumberdaya pembangunan yang terbukti selama ini ternyata tidak
mendorong adanya pengembangan potensi sumberdaya manusia dari sisi prakarsa,
sumberdaya ekonomi setempat dan partisipasi masyarakat. Salah satu soal yang
selalu muncul ialah soal ketergantungan pemerintah daerah pada bantuan dari
pemerintah pusat. Meskipun telah diambil berbagai upaya selama bertahun-tahun
yang lalu untuk menyerahkan wewenang memungut pajak kepada Pemerintah
Daerah, sumberdaya Pemerintah Daerah tetap saja pada umumnya pada tingkat
yang rendah.2
Kompleksitas persoalan otonomi daerah di Indonesia juga terkait dengan
hubungan keuangan pusat dan daerah. Walau terdapat kepentingan yang sama
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk mengembangkan kontrol
atas keuangan, namun kedua pihak juga memiliki kelemahan yang sangat
mengganggu mekanisme pengelolaan keuangan pusat dan daerah. Pada tingkatan
daerah, terdapat persoalan akuntabilitas dan responsibilitas pengelolaan keuangan
serta belum terbentuknya sistem yang sempurna untuk memastikan setiap sen
uang rakyat dikelola secara bertanggung jawab oleh pemerintah daerah. Otonomi
daerah dan desentralisasi malah sering disebut sebagai desentralisasi korupsi
akibat berpindahnya fokus penyelewengan kekuasaan dari pusat ke daerah.
2
Nick Devas, Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia (Keuangan Pemerintah
Daerah di Indonesia : Sebuah Tinjauan Umum), Jakarta: UI Press, 1989, hal 14
Universitas Sumatera Utara
11
Sedang pada tingkatan pemerintah pusat, orang telah sama-sama maklum tentang
rivalitas yang sangat tinggi antar departemen dalam pengelolaan keuangan untuk
daerah.3
Dari perkembangan antara pro dan kontra atas kedua UU tersebut,
berkembang pemikiran untuk menjadikan PBB sebagai pajak daerah. Di
Indonesia, salah satu kebijakan pajak dari pemerintah pusat yang mempunyai
pengaruh cukup signifikan terhadap APBD yaitu PBB. Oleh karena itu dalam
merumuskan kebijakan PBB, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah senantiasa
melakukannya dengan penuh kehati-hatian karena PBB terkait dengan berbagai
aspek lainnya yang sangat sensitif baik secara ekonomi maupun secara politik.
PBB jika dirancang baik-baik dapat menjadi sumber penerimaan yang besar, stabil
dan elastis. Kadar elastisitas tergantung pada sampai seberapa jauh tanah
bersangkutan dapat ditaksir dengan teratur dan dapat dinilai menurut harga pasar
yang berlaku. PBB dapat juga memperkuat peranan pemerintah daerah, karena
membuka peluang dasar pajak yang lebih luas bagi penerimaan pemerintah
sendiri. PBB yang efektif akan menciptakan sumber penerimaan yang kuat bagi
pemerintah daerah dan memperkecil kebutuhan akan bantuan dari Pemerintah
Pusat.4
Walaupun kontribusi PBB tidaklah terlalu besar dalam struktur
penerimaan negara, tetapi sangat berarti dan tidak mungkin dihilangkan. Seperti
diungkapkan oleh Santoso Brotodihardjo, bahwa betapapun kecilnya jumlah uang
3
Abdul Gaffar, Karim, dkk, Kompleksitas Persoalan Otonomi Daerah, Cetakan I,
Jakarta: Pustaka Pelajar. 2003, hal 58
4
Roy Kelly, Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia (Keuangan Pemerintah Daerah
di Indonesia), UI Press, Jakarta. 1989, hal 120
Universitas Sumatera Utara
12
yang akan dapat masuk kedalam kas negara, uang itu selalu akan dapat
dipergunakan sebagai sumbangan untuk menutupi biaya-biaya pemerintahannya.5
Pajak Bumi dan Bangunan termasuk jenis pajak yang sulit dalam
pengadministrasiannya dan mempunyai efisiensi pemungutan yang rendah karena
jumlah obyek pajaknya yang cukup banyak. Akan tetapi bukan kebetulan apabila
wacana untuk menjadikan PBB sebagai pajak daerah muncul ke permukaan
sebagai bagian dari desentralisasi fiskal bersamaan dengan berlakunya UU No. 12
Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 32 Tahun 2004 Tentang
Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah.
Otonomi seluas-luasnya dalam arti bahwa, daerah diberikan kewenangan
untuk mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di luar yang menjadi
urusan Pemerintah yang ditetapkan dalam undang-undang. Prinsip otonomi nyata
dimaksudkan bahwa dalam menangani urusan pemerintahan dilaksanakan
berdasarkan tugas, wewenang dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan
berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan
kekhasan daerah. Sedangkan otonomi yang bertanggung jawab dimaksudkan,
dalam penyelenggaraan otonomi harus sejalan dengan tujuan dan maksud pemberi
otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan
nasional.
Berdasarkan uraian di atas penulis untuk meneliti dan memilih judul
skripsi tentang Tinjauan Hukum Administrasi Negara Terhadap Peraturan
5
Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Edisi Keempat, Bandung: Refika
Aditama, 2003, hal 220
Universitas Sumatera Utara
13
Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pajak Bumi Dan
Bangunan Kelurahan dan Perkotaan.
B. Perumusan Masalah
Adapun yang menjadi permasalahan dalam skripsi ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimanakah kewenangan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan
pajak bumi dan bangunan Kelurahan dan perkotaan berdasarkan Peraturan
Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pajak Bumi dan
Bangunan Kelurahan dan Perkotaan?
2. Bagaimanakah Kewajiban Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan
Kelurahan dan Perkotaan?
3. Bagaimanakah hukum administrasi negara terhadap Peraturan Daerah
Kota Medan Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan
Kelurahan dan Perkotaan ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk
mengetahui
kewenangan
pemerintah
daerah
dalam
penyelenggaraan pajak bumi dan bangunan Kelurahan dan perkotaan
berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2011
Tentang Pajak Bumi Dan Bangunan Kelurahan dan Perkotaan.
Universitas Sumatera Utara
14
b. Untuk mengetahui Kewajiban Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan
Kelurahan dan Perkotaan.
c. Untuk mengetahui hukum administrasi negara terhadap Peraturan
Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pajak Bumi dan
Bangunan Kelurahan Dan Perkotaan
2. Manfaat Penelitian
a. Secara teoritis :
Diharapkan memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu hukum
khususnya di bidang Hukum Administrasi Negara mengenai Tinjauan
Hukum Administrasi Negara Terhadap Peraturan Daerah Kota Medan
Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pajak Bumi Dan Bangunan Kelurahan
dan Perkotaan.
b. Secara Praktis :
Diharapkan dapat memberikan informasi mengenai Tinjauan Hukum
Administrasi Negara Terhadap Peraturan Daerah Kota Medan Nomor
3 Tahun 2011 Tentang Pajak Bumi Dan Bangunan Kelurahan dan
Perkotaan pada umumnya dan mahasiswa pada khususnya.
D. Keaslian Penelitian
Tinjauan Hukum Administrasi Negara Terhadap Peraturan Daerah Kota
Medan Nomor 3 tahun 2011 Tentang Pajak Bumi Dan Bangunan Kelurahan dan
Perkotaan yang diangkat menjadi judul dari skripsi ini merupakan karya ilmiah
Universitas Sumatera Utara
15
yang sejauh ini belum pernah ditulis di lingkungan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara.
E. Tinjauan Kepustakaan
1. Pengertian pajak
Pajak dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007. Dijelaskan bahwa pajak adalah
kontribusi wajib pajak kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan
yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat6
Menurut Sinninghe Damste, menyatakan jika kita mempersoalkan pajak,
maka harus ada utang kepada badan umum tanpa ada jasa timbal balik dari badan
itu7
Untuk mengetahui apa arti pajak, menurut Santoso Brotodihardjo, dalam
bukunya Pengantar Ilmu Hukum Pajak” menyatakan beberapa pendapat pakar
tentang definisi pajak yang beberapa diantaranya dalam kutipan berikut:8
N.J. Feldmann menyatakan bahwa pajak adalah prestasi yang dipaksakan
sepihak oleh dan tertuang kepada penguasa (menurut norma-norma yang
ditetapkannya secara umum), tanpa adanya kontra prestasi, dan semata-mata
digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum.
6
Mardiasmo, Perpajakan Edisi Revisi 2008. Yogyakarta: Andy Offset. 2008, hal 21
Anshari SN Tunggul, Pengantar Hukum Pajak. Jawa Timur: Bayumedia Publising,
2006, hal 7
8
Brotodihardjo, R. Santoso, Op.cit., hal 4
7
Universitas Sumatera Utara
16
M.J.H. Smeets menyatakan pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang
tertuang melalui norma-norma umum, dan yang dapat dipaksakannya, tanpa
adanya kontra prestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual;
maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah.
Dari beberapa pengertian pajak di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
pajak adalah iuran wajib masyarakat kepada negara yang dapat dipaksakan tanpa
mendapatkan kontraprestasi secara langsung, dan apabila ada dari masyarakat
yang tidak melunasinya maka dikenakan sanksi oleh negara.9
2. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Pajak Negara yang dikenakan
terhadap bumi dan atau bangunan berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun
1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994. Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak
yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh
keadaan objek yaitu bumi atau tanah dan atau bangunan. Keadaan subyek (siapa
yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya pajak.10
Rochmat Soemitro memberikan pengertian dari pajak bumi dan bangunan
sebagai berikut : ” Pajak bumi dan bangunan adalah pajak yang dikenakan atas
harta tidak bergerak, maka yang dipentingkan adalah obyeknya dan oleh karena
itu keadaan status orang atau badan yang dijadikan subyek tidak penting dan tidak
mempengaruhi besarnya pajak”11
9
Rochmat Soemitro. Pajak Bumi dan Bangunan. Bandung: Eresco, 1989 hal 5
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan Pasal 14
11
Rochmat Soemitro., Op.cit., hal 5
10
Universitas Sumatera Utara
17
Menurut Erly Suandy yang dimaksud pajak bumi dan bangunan adalah
pajak yang bersifat kebendaan dan besarnya pajak terutang ditentukan oleh
keadaan objek atau bumi, tanah dan atau bangunan. Keadaan subjek (siapa yang
membayar) tidak ikut menentukan besar pajak12.
Suharno, yang dimaksud Pajak Bumi dan Bangunan adalah penerimaan
pajak pusat yang sebagian besar hasilnya diserahkan kepada daerah. Dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), penerimaan Pajak Bumi dan
Bangunan tersebut dimasukkan dalam kelompok penerimaan bagi hasil pajak13.
3. Pengertian Peraturan Daerah
Peraturan Daerah (selanjutnya disebut Perda) berdasarkan ketentuan
Undang-undang tentang Pemerintah Daerah adalah “peraturan perundangundangan yang dibentuk bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan
Kepala Daerah baik di Propinsi maupun di Kabupaten /Kota”. Dalam ketentuan
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Perda
dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah Propinsi / Kabupaten /
Kota dan tugas pembantuan serta merupakan penjabaran lebih lanjut dari
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas
masing-masing daerah.
Sesuai ketentuan Pasal 14 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,14 materi muatan Perda adalah
12
Early Suandy. Hukum Pajak. Yogyakarta:Salemba Empat,2002, hal 64
Suharno. Potret Perjalanan Pajak Bumi dan Bangunan. Jakarta: Perpustakaan
Nasional, 2003, hal 32
14
Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
Pasal 14
13
Universitas Sumatera Utara
18
seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas
pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut
Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. 15
F. Metode Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini, digunakan metode pengumpulan data dan
bahan-bahan yang berkaitan dengan materi skripsi ini. Dengan maksud agar
tulisan ini dapat dipertanggungjawabkan nilai ilmiahnya, maka diusahakan
memperoleh dan mengumpulkan data-data dengan mempergunakan metode
sebagai berikut:
1. Jenis penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah hukum
normatif yang bersifat deskriptif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian
hukum yang mengelola dan mempergunakan data sekunder. 16 .”
2. Spesifikasi penelitian
Spesifikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah spesifikasi
penelitian preskriptif. Ilmu hukum mempunyai sifat sebagai ilmu yang preskriptif,
artinya sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu hukum mempelajari tujuan
hukum, konsep-konsep hukum, dan norma-norma hukum.
Sejalan dengan pendapatnya Peter Mahmud Marzuki bahwa: “Ilmu hukum
mempunyai karakteristik sebagai ilmu yang bersifat preskriptif dan terapan.
Sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu hukum mempelajari tujuan hukum,
15
Ibid., Pasal 7 ayat (1)
Soerjono Soekanto dan Srimamudji, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta Ind-Hillco,
2001, hal. 13.
16
Universitas Sumatera Utara
19
nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum, dan normanorma hukum. Sebagai ilmu terapan ilmu hukum menetapkan standar prosedur,
ketentuan-ketentuan, rambu-rambu dalam melaksanakan aturan hukum.” 17
3. Sumber Data
Sumber data diperoleh dari : data primer, yaitu bahan-bahan hukum yang
mengikat. Penelitian ini, bahan hukum yang digunakan oleh peneliti adalah
penjelasan terhadap sumber bahan hukum dalam pendekatan yuridis normatif
terdapat bahan hukum yang dikaji meliputi:
a. Data primer, yaitu bahan-bahan hukum yang bersifat mengikat, terdiri
dari:
1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
2) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
3) Undang-Undang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.
4) Peraturan Pemerintah
5) Peraturan Presiden
6) Peraturan Daerah Provinsi
7) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
b. Data sekunder, yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan penjelasan
terhadap bahan hukum primer, terdiri dari:
1) Pustaka di bidang ilmu hukum,
2) Hasil penelitian di bidang hukum,
17
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Surabaya: Kencana Perdana Media Group,
2007, hal 22.
Universitas Sumatera Utara
20
3) Artikel-artikel ilmiah, baik dari koran maupun internet
c. Data tersier
Bahan yang memberikan petunjuk, maupun penjelasan terhadap bahan
hukum primer dan sekunder seperti kamus hukum18
4. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan cara:
Penelitian
Kepustakaan (Library Research). Dalam hal ini mencari dan mengumpulkan serta
mempelajari data dengan melakukan penelitian atas sumber-sumber atau bahanbahan tertulis berupa buku-buku karangan pasa sarjana dan ahli hukum yang
bersifat teoretis ilmiah yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas dalam
penulisan skripsi ini.
5. Analisis data
Analisis data yang digunakan adalah metode analisa deskriptif dengan
teknik induksi, hal ini dilakukan terhadap data yang sifatnya data sekunder yang
diperoleh melalui kajian kepustakaan. Teknik induksi digunakan untuk
menganalisis data primer maupun data sekunder yang berbentuk dokumen
perjanjian. Data yang telah diperoleh kemudian dikumpulkan yang selanjutnya
diolah dan dianalisis dengan menggunakan teknik editing yaitu memeriksa data
yang telah diperoleh untuk menjamin apakah dapat dipertanggung jawabkan.
18
Amiruddin dan H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta,
RajaGrafindo Persada, 2004, hal 31
Universitas Sumatera Utara
21
G. Sistematika Penulisan
Pembahasan secara sistematis sangat diperlukan dalam penulisan karya
tulis ilmiah. Untuk memudahkan skripsi ini maka diperlukan adanya sistematika
penulisan yang teratur yang terbagi dalam bab per bab yang saling berhubungan
satu sama lain. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut
BAB I
PENDAHULUAN
Pada bab ini dikemukakan mengenai Latar Belakang, Perumusan
Masalah,
Tujuan
Penelitian,
Manfaat
Penelitian,
Tinjauan
Kepustakaan dan Metode Penelitian serta Sistematika Penulisan
BAB II
KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM
PENYELENGGARAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
KELURAHAN DAN PERKOTAAN
Pada bab ini dikemukakan mengenai Pengertian Pemerintah Daerah
dan Kewenangan Pemerintah Daerah dalam Perpajakan serta Subyek
Pajak dan Obyek Pajak Bumi dan Bangunan
BAB III
KEWAJIBAN PEMBAYARAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
KELURAHAN DAN PERKOTAAN
Pada bab ini dikemukakan mengenai Asas – Asas dan Syarat – Syarat
Pemungutan Pajak dan Kewajiban Pembayaran Pajak Bumi dan
Bangunan Kelurahan dan Perkotaan serta Dasar Hukum Pajak Bumi
dan Bangunan Kelurahan dan Perkotaan
BAB IV
TINJAUAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA TERHADAP
PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 3 TAHUN 2011
TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN KELURAHAN
DAN PERKOTAAN
Universitas Sumatera Utara
22
Pada bab ini dikemukakan mengenai Pelaksanaan Peraturan
Perundang-undangan dengan khususnya Peraturan Daerah serta
Sanksi Terhadap Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2011
Tentang Pajak Bumi dan Bangunan Kelurahan dan Perkotaan terhadap
wajib Pajak Bumi dan Bangunan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini akan membahas kesimpulan merupakan intisari dari
pembahasan terhadap permasalahan yang diajukan dalam skripsi ini,
sedangkan saran yang ada diharapkan dapat menambah pengetahuan
bagi para pembacanya dan dapat berguna bagi pihak-pihak yang
terlibat dalam Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2011
tentang pajak bumi dan bangunan Kelurahan dan perkotaan
Universitas Sumatera Utara