Prosedur Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2011 Ditinjau Dari Perspektif Hukum Administrasi Negara

24

BAB II
PENGATURAN TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DI KOTA
MEDAN BERDASARKAN PERATURAN DAERAH

A. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan
Pajak merupakan alat bagi pemerintah di dalam mencapai tujuan untuk
mendapatkan penerimaan baik yang bersifat langsung dan tidak langsung dari
masyarakat guna membiayai pengeluaran rutin serta pembangunan sosial dan
ekonomi masyarakat. Pajak secara bebas dapat dikatakan sebagai suatu kewajiban
warga negara berupa pengabdian serta peran aktif warga negara dan anggota
masyarakat

untuk

membiayai

berbagai

keperluan


negara

yang

berupa

pembangunan nasional yang pelaksanaannya diatur dalam undang-undang dan
peraturan-peraturan untuk tujuan kesejahteraan bangsa dan Negara.
Pajak sebagai kontribusi wajib kepada Daerah yang terutangoleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan UndangUndang, dengan
tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 13
Kalau dilihat kembali ke masa lalu sampai pada asal mula PBB, maka di
zaman kolonial, sudah dipungut bermacam-macam pajak dari tanah yang dimiliki
atau digarap oleh rakyat Indonesia seperti “Contingenten” dan “Verplichte
Leverantieen” yang lebih dikenal dengan Tanam Paksa. Kemudian oleh Gubernur
Jenderal Raffles, pajak atas tanah disebut “Landrent” yang artinya adalah “sewa
tanah”. Tapi diganti oleh Pemerintah Belanda dengan nama Landrente.


13

Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

16

Universitas Sumatera Utara

25

Saat itu Indonesia merdeka Landrente ini tetap diberlakukan oleh
Pemerintah Indonesia tetapi diganti nama dengan Pajak Bumi. Kemudian diubah
dengan nama Pajak Hasil Bumi. Yang dikenal pajak tidak lagi nilai tanah
melainkan hasil yang keluar dari tanah, sehingga timbul frustrasi, karena hasil
yang keluar dari tanah merupakan objek dari Pajak Penghasilan (Pajak Peralihan
atau Overgangsbelasting). Akibat dari frustrasi maka Pajak Hasil Bumi ini
dihapuskan mulai tahun 1952 karena hasil yang keluar dari tanah dan bangunan
telah dikenakan Pajhak Peralihan, Ketetapan Kecil (Kleine Aanslag). Hal ini
berlangsung sampai tahun 1959. Rupanya Pemerintah menginsafi kekeliruannya
sehingga sejak tahun 1959 dipungut lagi Pajak Hasil Bumi atas Nilai Tanah

(bukan lagi atas hasil yang keluar dari tanah dan bangunan).
Dengan pemberian Otonomi dan Desentralisasi kepada Pemerintah
Daerah, Pajak Hasil Bumi yang namanya kemudian diubah menjadi Iuran
Pembangunan Daerah (selanjutnya disebut IPEDA), hasilnya diserahkan pada
Pemerintah Daerah walaupun pajak tersebut masih merupakan pajak pusat. Hasil
IPEDA tersebut digunakan untuk membiayai Pembangunan Daerah. Tetapi yang
disayangkan bahwa dasar hukum IPEDA sangat lemah atau dapat di katakan tidak
ada dasar hukumnya. Memang maksud IPEDA adalah untuk menggantikan
Verponding. Inlands Verponding dan Pajak Hasil Bumi pada waktu itu merupakan
pajak atas harta tak gerak.Tetapi belum pernah ada undang-undang yang
menghapuskan Verponding dan Pajak Hasil Bumi. Selanjutnya masing-masing
daerah dapat mengubah peraturan IPEDA. Maka Pajak Bumi dan Bangunan yang
baru merupakan suatu jalan keluar yang sangat berharga yang memberikan dasar

Universitas Sumatera Utara

26

hukum yang kuat, dan memberikan keseragaman sehingga pungutan itu tidak
dilakukan secara simpang siur di masing-masing daerah. 14

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Pajak negara yang dikenakan
terhadap Bumi dan Bangunan berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun
1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994. PBB adalah pajak yang bersifat
kebendaan dalam arti besarnya pajak terhutang ditentukan oleh keadaan objek
yaitu bumi/tanah dan atau bangunan. Keadaan subjek (siapa yang membayar)
tidak ikut menentukan besarnya pajak.
Pajak Bumi dan Bangunan merupakan kelanjutan dan penggantian nama
dari Ipeda (Iuran Pembangunan Daerah) yang ditetapkan berdasarkan Undangundang Nomor 12 Tahun1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan yang diubah
dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas Undangundang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan. Pajak Bumi
dan bangunan ini dikenakan terhadap bumi dan atau bangunan itu sendiri. Bumi
adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya Permukaan bumi
(tanah dan perairan) serta laut wilayah Indonesia, Contoh : sawah, ladang, kebun,
tanah. pekarangan, tambang,dan lain lain. Sedangkan bangunan adalah konstruksi
teknik yang ditanam atau diletakkan secara tetap pada tanah dan atau perairan.
15

Sebagai contoh : rumah tempat tinggal, bangunan tempat usaha, gedung

bertingkat, pusat perbelanjaan, emplasemen, pagar mewah, dermaga, taman


14

Rachmat Soemitro. Pajak Ditinjau Dari Segi Hukum.Eresko.Bandung, 2006, hal 1
Mokamat, Analisis Faktor yang Mempengaruhi Efektifitas Penarikan Pajak Bumi dan
Bangunan Di Kabupaten Grobogan, Tesis, Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro
Semarang, 2009, hal 42.
15

Universitas Sumatera Utara

27

mewah, fasilitas lain yang memberi manfaat, jalan tol, kolam renang, anjungan
minyak lepas pantai, dan lain – lain. Tanah yang mempunyai arti ekonomis, politis
dan sosial menyebabkan orang berkecenderungan untuk memilikinya, sedangkan
bangunan mempunyai arti khusus yang unik terutama lokasinya yang tetap,
pemanfaatannya jangka panjang yang mempunyai aspek kenyamanan dan strata
sosial serta aksesnya pada fasilitas umum yang disediakan, untuk meningkatkan
kesejahteraan dan kepuasan individu melalui kebebasan dalam berkonsumsi dan

menabung, salah satu bentuknya adalah memperoleh kepuasan yang maksimal
melalui kepemilikan atau pemanfaatan tanah dan/atau bangunan.
Ada beberapa macam pengertian atau definisi mengenai pajak bumi
bangunan yang diungkapkan oleh beberapa ahli, tetapi pada intinya berbagai
definisi tersebut mempunyai inti dan maksud yang sama. Di antara para ahli
mendefinisikan pajak bumi dan bangunan seperti berikut :
Bumi adalah seluruh permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada
dibawahnya. Secara umum pengertian bumi adalah sama dengan tanah, termasuk
pekarangan, sawah, empang, perairan pedalaman, serta laut di wilayah
Indonesia. 16
Menurut Soemitro Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak yang
dikenakan atas harta tidak bergerak , oleh sebab itu yang dipentingkan adalah
objeknya dan oleh karena itu keadaan atau status orang atau badaan yang
dijadikan subjek tidak penting dan tidak mempengaruhi besarnya pajak , maka
disebut juga pajak objektif . 17
16
17

Mardiasmo. Perpajakan . Edisi revisi. Andi, Yokyakarta, 2011,hal 311.
Rachmat Soemitro, Op.Cit, hal 1


Universitas Sumatera Utara

28

Soemarso mendefinisikan pajak bumi dan bangunan sebagai berikut: Pajak
Bumi dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas harta tidak bergerak, oleh
sebab itu yang dipentingkan adalah objeknya dan oleh karena itu keadaan atau
status orang atau badan yang dijadikan subjek tidak penting dan tidak
mempengaruhi besarnya pajak, maka disebut juga pajak objektif. 18
Menurut Agus dalam Darwin Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah
Pajak negara yang dikenakan terhadap Bumi dan/atau Bangunan berdasarkan
Undang–undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi Dan Bangunan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994. 19
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa Pajak Bumi dan
Bangunan adalah adalah salah satu pajak pusat yang merupakan sumber
penerimaan Negara yang sebagian besar hasilnya diserahkn kepada Pemerintah
Daerah untuk kepentingan masyarakat daerah tempat objek pajak.
Berdasarkan UU No. 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi
daerah yang baru, bahwa Selama ini PBB merupakan pajak pusat, namun hampir

seluruh penerimaannya diserahkan kepada daerah. Untuk meningkatkan
akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah, khusus PBB sektor perdesaan dan
perkotaan dialihkan menjadi pajak daerah. Sedangkan PBB sektor perkebunan,
perhutanan, dan pertambangan masih merupakan pajak pusat. Dengan
dijadikannya PBB Perdesaan dan Perkotaan menjadi pajak daerah, maka

18

Soemarso, Dalam Perpajakan Pendekantan Komphrehensip, Salemba Empat, Jakarta,
2007, hal 42
19
Darwin, Pajak Bumi dan Bangunan Dalam Tataran Praktis, Mitra Wacana Media,
Jakarta, 2009, hal 6.

Universitas Sumatera Utara

29

penerimaan jenis pajak ini akan diperhitungkan sebagai pendapatan asli daerah
(PAD).

Retribusi Daerah menurut Undang-Undang No.28 tahun 2009, Terdapat
penambahan empat jenis retribusi daerah, yaitu Retribusi Tera/Tera Ulang,
Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi, Retribusi Pelayanan Pendidikan,
dan Retribusi Izin Usaha Perikanan. Dengan penambahan ini, secara keseluruhan
terdapat 30 jenis retribusi yang dapat dipungut oleh daerah yang dikelompokkan
ke dalam tiga golongan retribusi, yaitu retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha,
dan retribusi perizinan tertentu.
a. Retribusi tera ulang
Pengenaan Retribusi Tera/Tera Ulang dimaksudkan untuk membiayai fungsi
pengendalian

terhadap

penggunaan

alat

ukur,

takar,


timbang,

dan

perlengkapannya oleh masyarakat. Dengan pengendalian tersebut, alat ukur,
takar, dan timbang akan berfungsi dengan baik, sehingga penggunaannya tidak
merugikan masyarakat. 20
b. Retribusi pengendalian menara telekomunikasi
Pengenaan Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi ditujukan untuk
meningkatkan pelayanan dan pengendalian daerah terhadap pembangunan dan
pemeliharaan menara telekomunikasi. Dengan pengendalian ini, keberadaan
menara telekomunikasi akan memenuhi aspek tata ruang, keamanan dan
keselamatan, keindahan dan sekaligus memberikankepastian. Untuk menjamin
agar pungutan daerah tidak berlebihan, tarif retribusi pengendalian menara

20

Ibid.


Universitas Sumatera Utara

30

telekomunikasi dirumuskan sedemikian rupa sehingga tidak melampaui 2%
dari Nilai Jual Objek Pajak PBB menara telekomunikasi.
c. Retribusi Pelayanan Pendidikan Pengenaan retribusi pelayanan pendidikan
dimaksudkan agar pelayanan pendidikan, di luar pendidikan dasar dan
menengah, seperti pendidikan dan pelatihan untuk keahlian khusus yang
diselenggarakan oleh pemerintah daerah dapat dikenakan pungutan dan
hasilnya digunakan untuk membiayai kesinambungan dan peningkatan
kualitas pendidikan dan pelatihan dimaksud.
d.

Retribusi Izin Usaha Perikanan Pengenaan Retribusi Izin Usaha Perikanan
tidak akan memberikan beban tambahan bagi masyarakat, karena selama ini
jenis retribusi tersebut telah dipungut oleh sejumlah daerah sesuai dengan
kewenangannya. Sebagaimana halnya dengan jenis retribusi lainnya,
pemungutan Retribusi Izin Usaha Perikanan dimaksudkan agar pelayanan dan
pengendalian kegiatan di bidang perikanan dapat terlaksana secara terus
menerus dengan kualitas yang lebih baik. 21
Adapun yang menjadi tujuan pajak bumi dan bangunan adalah:

1. Menyederhanakan

peraturan

perundang-undangan

22

sehingga

mudah

dimengerti.
2. Memberi dasar hukum yang kuat pada pemungutan pajak atas harta tidak
bergerak dan membersihkan pajak atas harta tidak bergerak di semua daerah
dan menghilangkan kesimpangsiuran.

21

Abdul Rahman, Intensifikasi Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan di Kecamatan
Soreang Kota Parepare, Skripsi Universitas Hasanuddin Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Jurusan Ilmu Administrasi Program Sarjana, 2011, hal 41-42
22
Ibid

Universitas Sumatera Utara

31

3. Memberikan kepastian hukum pada masyarakat, sehingga rakyat tahu sejauh
mana hak dan kewajibannya.
4. Menghilangkan pajak ganda yang terjadi sebagai akibat dari berbagai undangundang pajak yang sifatnya sama.
5. Memberikan penghasilan kepada daerah yang sangat diperlukan unuk
menegakkan otonomi daerah dan untuk pembangunan daerah.

B. Subjek dan Objek Pajak Bumi dan Bangunan
Menurut Pasal 7 ayat 1 Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 Tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, menjelaskan mengenai Pajak Bumi dan
Bangunan Sektor Perkotaan dan Perdesaan sebagai berikut: Objek Pajak Bumi
dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah Bumi dan/atau Bangunan yang
dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali
kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan
pertambangan.
Subjek pajak adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu
hak atas bumi dan/atau memperoleh manfaat atas bumi dan/atau memiliki,
menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan, antara lain pemilik,
penghuni, pengontrak, penggarap, pemakai dan penyewa. 23
Subjek pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak bumi dan
bangunan (PBB) menjadi wajib pajak PBB. Apabilah suatu objek pajak belum
jelas diketahui wajib pajaknya misalnya suatu objek pajak yang masih dalam

23

Prabowo, Y. Akuntansi Perpajakan Terapan. Grasindo, Jakarta, 2004, hal 168.

Universitas Sumatera Utara

32

sengketa pemilikan di pengadilan, maka orang atau badan yang memanfaatkan
objek pajak tersebut ditetapkan sebagai wajib pajak, selain itu misalnya subjek
pajak yang lama berada di luar wilayah letak objek pajak, sedang untuk merawat
25 objek pajak tersebut dikuasakan kepada orang atau badan, maka orang atau
badan yang dikuasakan itu dapat ditunjuk sebagai wajib pajak. Penunjukan
sebagai wajib pajak oleh Dirjen Pajak bukan berarti bukti pemilikan hak.
Apabilah ada kejadian-kejadian yang tidak terduga maka Direktorat Jenderal
Pajak dapat menetapkan subjek pajak sebagai wajib pajak.
Subjek pajak yang ditetapkan tersebut dapat memberikan keterangan
secara tertulis kepada Direktorat Jederal Pajak bahwa ia bukan wajib pajak
terhadap objek pajak tersebut. Apabilah keterangan yang diajukan oleh wajib
pajak disetujui, maka Direktorat Jenderal Pajak membatalkan penetapan sebagai
wajib pajak dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak diterimanya surat keterangan
tersebut. Tetapi apabilah tidak disetujui, maka Direktorat Jenderal Pajak
mengeluarkan surat keputusan penolakan dengan disertai alasan-alasannya.
Apabilah 1 (satu) bulan sejak diterimanya surat keterangan tertulis itu dan tidak
ditanggapi oleh Dirjen Pajak maka keterangan yang diajukan itu dianggap
disetujui dan wajib pajak gugur dengan sendirinya serta berhak mendapatkan
keputusan pencabutan penetapan sebagai wajib pajak.
Subjek Pajak Bumi dan Bangunan adalah orang/badan hukum yang
secaranyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau memperoleh manfaat atas
bumi, dan atau memiliki menguasai dan atau memperoleh manfaat atas

Universitas Sumatera Utara

33

bangunan. 24Subjek Pajak Bumi dan Bangunan adalah orang atau badan yang
mempunyai kewajiban untuk melunasi PBB sesuai dengan ketentuan UU PBB.
Subjek PBB baru akan melunasi utang PBB apabila Subjek PBB tersebut secara
nyata

mempunyai

suatu

hak

atas

bumi

dan

bangunan

dan

atau

memperolehmanfaat atas bumi dan bangunan. 25
Subjek Pajak Bumi dan Bangunan adalah orang pribadiatau badan yang
secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas
bumi, dan/atau memiliki, menguasai dan/atau memperoleh manfaat atas
bangunan, yang meliputi antara lain pemilik, penghuni, pengontrak, pemakai dan
penyewa. Subjek Pajak Bumi dan Bangunan adalah orang pribadi atau badan yang
secara nyata mempunyai hakatas bumidan atau memperoleh manfaat atas bumi,
dan atau memiliki, menguasai dan atau memperoleh manfaat atas bangunan. 26
Subjek pajak bumi dan bangunan adalah orang/badan hukum yang secara
nyata:
1. Mempunyai hak atas bumi, dan atau
2. Memperoleh manfaat atas bumi, dan atau
3. Memiliki, menguasai, dan atau memperoleh manfaat atas bangunan.
Subjek pajak PBB adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata
mempunyai suatu hak atas bumi danbangunan. Jangkauan subjek dalam UU PBB
sangat luas, karena meliputi orang atau badan yang memiliki, menguasai dan
memperoleh manfaat atas bumi dan/atau bangunan. Ini berarti meliputi antara lain

24

Waluyo. Perpajakan Indonesia.Buku Satu.Edisi Kesembilan. Salemba Empat, Jakarta,
2010, hal 418.
25
Ibid, hal 74

Universitas Sumatera Utara

34

pemilik, penghuni, pengontrak, penggarap, pemakai dan penyewa atas bumi dan
/bangunan. Oleh karena sangat luasnya maksud yang terkandung dalam UU PBB,
yang menjadi subjek pajak belum tentu menjadi wajib pajak. Sebab subjek pajak
akan /baru menjadi wajib pajak apabila sudah memenuhi sayarat-syarat objektif
atau sudah mempunyai objek PBB yang dikenakan pajak. Yang berarti subjek
pajak mempunyai hak atas objek yang dikenakan pajak (memiliki, menguasai,
memperoleh manfaat dari objek kena pajak)
Berdasarkan Pasal 3 Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2011
tentang Pajak Bumi dan Bangunan yang menjadi subjek Pajak Bumi dan
Bangunan
(1) Subjek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah orang
pribadi atau Badan yang secara nyata mempuyai suatu hak atas Bumi dan/atau
memperoleh manfaat atas Bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau
memperoleh manfaat atas Bangunan.
(2) Wajib Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah orang
pribadi atau Badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas Bumi
dan/atau memperoleh manfaat atas Bumi, dan/atau memiliki, menguasai,
dan/atau memperoleh manfaat atas Bangunan.
(3) Dalam hal Objek Pajak belum jelas diketahui Wajib Pajaknya, Kepala Daerah
dapat menetapkan Subjek Pajak sebagai Wajib Pajak.

26

Achmad Tjahjono & M. Fakhri Husein. Perpajakan..Yogyakarta: Unit Penerbit dan
Percetakan Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN,2009, hal 480

Universitas Sumatera Utara

35

(4) Subjek Pajak yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat
memberikan keterangan secara tertulis kepada Kepala Daerah bahwa ia bukan
Wajib Pajak terhadap Objek Pajak dimaksud.
(5) Bila keterangan yang diajukan oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) disetujui , maka Kepada Kepala Daerah membatalkan penetapan
sebagai Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam jangka
waktu 1 (satu ) bulan sejak diterima surat keterangan dimaksud.
(6) Bila keterangan yang diajukan itu tidak disetujui, maka Kepala Daerah
mengeluarkan keputusan penolakan dengan disertai alasan-alasannya.
Apabila setelah jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya
keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) Kepala Daerah tidak
memberikan keputusan, maka keterangan yang diajukan itu dianggap disetujui
dan Kepala Daerah segera membatalkan penetapan sebagai Wajib Pajak.
Tarif yang dikenakan atas objek pajak bumi dan bangunan sektor
perkotaan dan perdesaan sesuai dengan Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 pasal
80 ayat 1 paling tinggi sebesar 0,3 % (tiga per sepuluh persen). 0,3 %(tiga per
sepuluh persen) ini dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) yang
diperoleh dari hasil pengurangan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dengan Nilai Jual
Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP).
Objek Pajak Bumi dan Bangunan dan Pengecualiannya Menurut.
Mardiasmo dalam bukunya yang berjudul Perpajakan mengatakan bahwa yang
menjadi objek PBB adalah bumi dan/atau bangunan. 27 Sedangkan menurut
27

Mardiasmo. Perpajakan.Edisi Revisi.Cetakan KetujuhBelas. Andi. Yogyakarta, 2012,

hal 262

Universitas Sumatera Utara

36

Waluyo, dalam bukunya yang berjudul Perpajakan Indonesia mengatakanbahwa
yang menjadi objek PBB adalah bumi dan atau bangunan 28. Pengertian bumi
adalah

permukaan

bumi

dantubuh

bumi

yang

ada

di

bawahnya,

sedangkanbangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkansecara
tetap pada tanah danatau perairan. Menurutpendapat penulis, yang menjadiobjek
PBB adalah benda tidakbergerak yaitu berupa bumi dan ataubangunan.
Menurut Tjahjono dalam bukunya yang berjudul Perpajakan mengatakan
bahwa objek PBB yang dikecualikan dari pengenaan PBB adalah objek pajak
yang digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang
ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang tidak
dimaksudkan untuk mencari keuntungan digunakan untuk kuburan, peninggalan
purbakala atau yang sejenis dengan itu, merupakan hutan lindung, hutan suaka
alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh
desa, dan tanah negara yangbelum dibebani suatu hak digunakan oleh perwakilan
diplomatik, konsulat, berdasarkan atas perlakuan timbal balik digunakan oleh
badan atau perwakilan internasional. 29
Pasal 2
(1) Dengan nama Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
dipungut pajak atas Bumi dan/atau Bangunan yang dimiliki, dikuasai,
dan/atau dimanfaat oleh orang pribadi atau Badan.
(2) Objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah Bumi
dan/atau Bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh
28
29

Waluyo, Op.Cit., hal 414.
Tjahjono, Husein, Op.,Cit., hal 482.

Universitas Sumatera Utara

37

orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan
usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.
(3) Termasuk dalam pengertian bangunan adalah :
a) jalan lingkungan yang terletak dalam satu kompleks bangunan seperti
hotel, pabrik dan emplasemennya, yang merupakan satu kesatuan
dengan kompleks bangunan tersebut;
b) jalan tol;
c) kolam renang;
d) pagar mewah;
e. tempat olah raga;
f. galangan kapal, dermaga;
g. taman mewah;
h. tempat penampungan/kilang minyak,air dan gas, pipa minyak; dan
i.

menara.

Objek Pajak yang tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan
dan Perkotaan adalah objek pajak yang :
a. Digunakan oleh Pemerintah dan Daerah untuk penyelenggaraan
pemerintahan;
b. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang
ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional yang
tidak dimaksud untuk memperoleh keuntungan;
c. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis
dengan itu;

Universitas Sumatera Utara

38

d. Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman
nasional dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak;
e. Digunakan oleh perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas
perlakuan timbal balik; dan
f. Digunakan oleh badan atau perwakilan lembaga internasional yang
ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan.
g. Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak disesuaikan sebesar
Rp.15.000.000,00 (lima belas juta rupiah) untuk setiap Wajib Pajak.
Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) adalah harga rata-rata yang diperoleh dari
ransaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bila mana tidak terjadi transaksi
jual beli, nilai jual objek pajak ditentukan melalui perbandingan harga dengan
objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau nilai jual objek pajak
pengganti. 30
Menurut Mardiasmo Perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis
adalah suatu metode penentuan nilai jual suatu objek pajak dengan cara
membandingkannya dengan objek pajak lain yang sejenis, yang letaknya
berdekatan dan fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya sedangkan nilai
perolehan baru yaitu menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk
memperoleh objek tersebut pada saat dilakukan penilaian dikurangi dengan
penyusutan sesuai fisik objek pajak.
Besarnya NJOP ditentukan berdasarkan klasifikasi:
1. Objek pajak sektor perkotan dan perdesaan.

30

Mardiasmo , Op.Cit., hal 2011;312.

Universitas Sumatera Utara

39

2. Objek pajak sektor perkebunan.
3. Objek pajak sektor kehutanan atas Hak Pengusahaan Hutan, Hak
Pengusahaan Hasil Hutan, Izin Pemanfaatan Kayu serta izin sah lainnya
selain Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri
4. Objek pajak sektor kehutanan atas Hak Pengusahaan Hutan Tanaman
Industri
5. Objek pajak sektor pertambangan minyak dan gas bumi
6. Objek pajak sektor pertambangan energi panas bumi
7. Objek pajak sektor pertambangan non migas selain pertambangan energi¬
panas bumi dan galian
8. Objek pajak sektor pertambangan non migas golongan
9. Objek pajak sektor pertambangan yang dikelolah berdasarkan kontrak
karya atau kontrak kerjasama
10. Objek pajak usaha bidang perikanan laut
11. Objek pajak usaha bidang perikanan darat
12. Objek pajak yang bersifat khusus.
Azas dari Pajak Bumi dan Bangunan sebagai berikut :
1. Memberi kemudahan dan kesederhanaan
2. Adanya kepastian hukum
3. Mudah dimengerti dan adil
4. Menghindari pajak berganda Dari pemaparan di atas maka penulis
menyimpulkan azas Pajak Bumi dan Bangunan adalah memberikan

Universitas Sumatera Utara

40

kemudahan bagi wajib pajak, sesuai dengan ketentuan hukum yang
berlaku. 31

C. Landasan Hukum Pajak Bumi dan Bangunan di Kota Medan
Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2011
Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak negara yang dikenakan terhadap
bumi dan atau bangunan berdasarkan Undang-undang Nomor 12 tahun 1985
tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan
Undangundang Nomor 12 Tahun 1994. 32 Pajak Bumi dan Bangunan merupakan
pajak yang sifatnya kebendaan, dimana besarnya pajak ditentukan oleh keadaan
objeknya, yaitu bumi/tanah dan atau bangunan. Bumi/tanah adalah permukaan
bumi serta tubuh bumi yang ada di bawahnya. 33 Sedangkan bangunan adalah
konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau
perairan. 34
Pemungutan pajak yang dikenakan terhadap tanah di Indonesia sudah
diberlakukan sejak jaman kolonial Belanda dimana sudah ada pungutan yang
dikenakan atas tanah yang dimiliki atau digarap oleh rakyat Indonesia. Pajak yang
dikenakan atas tanah dan bangunan berkembang di Indonesia melalui tiga tahap
utama. 35 Tahap pertama (1600- 1940), pajak tanah dan bangunan dianggap sewa
tanah yang diserahkan pada pemerintah kolonial. Petani Indonesia dipaksa bekerja
31

Mardiasmo, Perpajakan , Edisi Revisi, Andi, Yogyakarta, 2002, hal 261.
Widodo, ATM Widodo, dan Andrea Hendro Puspita. Pajak Bumi &Bangunan Untuk
Para Praktisi. 2010. Mitra Wacana Media, Jakarta, 2010, hal 2
33
Samudra, Azhari A. Perpajakan di Indonesia. Keuangan, Pajak, dan Retribusi Daerah.
Gramedia Pustaka, Jakarta,1995, hal 79.
34
Ibid, hal 80.
35
Devas,Nick, Brian Binder, Anne Booth, Kenneth Davey, Roy Kelly. Keuangan
Pemerintah Daerah di Indonesia. UI Press, Jakarta,1999, hal 121.
32

Universitas Sumatera Utara

41

di perkebunan karet atau teh dan menyerahkan sebagian besar hasil pertanian yang
penting-penting. Pajak itu dipungut oleh kepala desa, berjumlah sepertiga dari
hasil sawah petani dan 25%-50% dari hasil padi ladang. Pada tahun 1872,
dikeluarkan landrente regeling. Pajak tanah dan bangunan ditetapkan sebesar 20%
dari hasil pertanian dan merupakan sumber pokok penerimaan bagi pemerintah
kolonial Belanda.
Pada tahun 1923, diperkenalkan pajak tanah dan bangunan pribadi
(verponding) yang pertama yang berlaku untuk orang Eropa dan orang Indo Eropa
yang terdaftar sebagai pemilik tanah pribadi menurut hukum barat. Pada tahun
1928 disahkan verponding Indonesia yang berlaku untuk orang Indonesia yang
memiliki tanah pribadi. Tahap kedua (1940-1985), pajak tanah dan bangunan itu
berubah dari “sewa tanah” yang dibayarkan pada pemerintah kolonial menjadi
pajak atas hasil/pendapatan pertanian. Pajak atas hasil tanah ini diperkenalkan
pertama kali dalam jaman pendudukan Jepang dan kemudian diubah oleh
pemerintah Republik Indonesia menjadi pajak hasil bumi (undang-undang no 11,
1959). Pajak hasil bumi ini, pajak yang berpijak pada pertanian, dikenakan
sebesar 0,5 % atas nilai hasil tanah. Pada tahun 1965, pajak verponding yang
ditarik atas perorangan, dan pajak hasil bumi yang ditarik atas hasil pertanian,
digabung menjadi satu sistem pajak baru yang disebut Iuran Pembangunan Daerah
(IPEDA). Meskipun namanya diganti dari pajak menjadi iuran, sistem IPEDA dari
sudut hukum berdasarkan pajak hasil bumi, Undang-undang verponding dan
undang-undang pertanian. Agar mudah menggunakan sistem pajak berdasarkan

Universitas Sumatera Utara

42

hasil pertanian ini di kota, pemerintah menggunakan nilai sewa/nilai jual sebesar
6% sesuai definisi dalam undang-undang verponding tahun 1923 dan 1928
Negara Republik Indonesia yang kehidupan rakyat dan perekonomiannya
sebagian besar bercorak agraris, bumi termasuk perairan dan kekayaan alam yang
terkandung didalamnya mempunyai fungsi penting dalam membangun masyarakat
adil dan makmur berdasarkan pancasila dan undang-undang dasar 1945. UU No. 6
Tahun 1983 diperbaharui dengan UU No. 16 tahun 2000 tentang ketentuan Umum
Perpajakan 2. UU No. 12 tahun 1985 diperbaharui dengan UU No. 12 tahun 1994
tentang Pajak Bumi dan Bangunan dan diperbaharui lagi dengam UU No 28 tahun
2009 PP No. 74 tahun 1998 tentang Nilai Jual Kena Pajak. Keputusan Menteri
Keuangan No. 523 /KMK.01/1998 tentang Penentuan Klasifikasi dan Besarnya
NJOP Sebagai Dasar Pengenaan Pajak. Keputusan Direktur Jenderal Pajak No.
KEP-16/PJ.6/1998 tentang Petunjuk Teknis Penilaian Individual. Keputusan
direktur Jenderal pajak No.533 / PJ / 2000 tentang Petunjuk Pelaksana
Pendaftaran, Pendataan dan Penilaian Objek dan Subjek Pajak Bumi dan
Bangunan dalam rangka pembentukan dan/atau pemeliharaan Basis Data Sistem
Manajemen Informasi Objek Pajak. Peraturan Bersama Menteri Keuangan dan
Menteri Dalam Negeri nomor: 213/pmk.07/2010, nomor: 58 tahun 2010 tentang
Tahapan Persiapan.
Setiap daerah di Indonesia yang terdiri atas kabupaten dan kota yang
mempunyai hak dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahannya. Dalam menyelenggarakan pemerintahannya, daerah berhak
mengenakan pungutan kepada masyarakat, antaralain dengan memungut pajak

Universitas Sumatera Utara

43

dan retribusi daerah. Pungutan daerah berupa pajak dan retribusi selama ini diatur
dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 Tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 34
Tahun 2000. Namun, pada tanggal 15 september 2009 telah disahkan UndangUndang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang
mulai berlaku tanggal 1 januari 2010, dimana pada undang-undang tersebut
banyak terjadi perubahan dalam perluasan basis pajak daerah. Perluasan pajak
tersebut antara lain dengan memperluas basis pajak yang sudah ada maupun
dengan mendaerahkan pajak pusat dan menambah jenis pajak baru.
Dasar hukum PBB adalah pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945
yang berbunyi “ Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran
rakyat” 36.
Sedang dasar pemungutannya adalah pasal 23 ayat (2) yang berbunyi
“Segala Pajak untuk keperluan negara berdasarkan Undang-undang”. Dalam
pelaksanaan Pemungutannya adalah Undang-undang No.12 tahun 1985,
sebagaimana telah diubah dengan undang-undang No.12 Tahun 1994.
Peraturan dan keputusan yang mengatur pemungutan PBB adalah:
1. Peraturan Pemerintah No.46 tahun1985 tentang Persentase Nilai Jual Kena
Pajak pada Pajak Bumi dan Bangunan.
2. Peraturan Pemerintah No. 104 tentang Penerimaan Negara dari PBB.

36

http://www.landasanteori.com/2015/10/pengertian-pajak-bumi-dan-bangunan-pbb.html
(diakses tanggal 21 Juli 2016)

Universitas Sumatera Utara

44

3. Peraturan pemerintah No. 47 tahun 1985 tentang pembagian hasil PBB
antara Pemerintah pusat dan daerah.
4. Keputusan Menteri Keuangan No.83/KMK.04/1994.
5. Keputusan Direktur Jenderal Pajak No.KEP-04 / PJ.6 /1998 tentang
petunjuk pelaksanaan pendaftaran, pendataan dan penilaian Objek Pajak
dan subjek Pajak Bumi dan Bangunan dalam rangka Pembentukan dan
atau pemeliharaan Basis Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak
(SISMIOP).
6. Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pajak Bumi
dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Tinjauan Hukum Administrasi Negara Terhadap Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan Kelurahan Dan Perkotaan

1 10 88

Prosedur Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2011 Ditinjau Dari Perspektif Hukum Administrasi Negara

0 9 87

Tinjauan Hukum Administrasi Negara Terhadap Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan Kelurahan Dan Perkotaan

0 0 7

Tinjauan Hukum Administrasi Negara Terhadap Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan Kelurahan Dan Perkotaan

0 0 1

Tinjauan Hukum Administrasi Negara Terhadap Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan Kelurahan Dan Perkotaan

0 0 15

Tinjauan Hukum Administrasi Negara Terhadap Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan Kelurahan Dan Perkotaan

0 0 14

Prosedur Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2011 Ditinjau Dari Perspektif Hukum Administrasi Negara

0 0 8

Prosedur Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2011 Ditinjau Dari Perspektif Hukum Administrasi Negara

0 0 1

Prosedur Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2011 Ditinjau Dari Perspektif Hukum Administrasi Negara

0 1 15

Prosedur Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2011 Ditinjau Dari Perspektif Hukum Administrasi Negara

0 1 3