Efektivitas Pelayanan Pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Wilayah Kota Pematangsiantar

(1)

1.1 Latar Belakang Masalah

Era Reformasi yang telah terjadi ternyata membawa hikmah positif bagi daerah dimana selama ini dominasi pusat terhadap daerah begitu kuat sehingga menimbulkan ketimpangan perekonomian antar daerah, tuntutan daerah untuk mengarahkan sistem sentralistik kepada sistem desentralisasi menuju otonomi daerah makin kuat. Sejak diberlakukannya era otonomi daerah pada Januari 2001, gema otonomi daerah semakin gencar. Otonomi merangsang daerah untuk memberdayakan sumber daya baik fisik ataupun non fisik yang ada di wilayahnya. Pembagian hasil ekonomi yang tidak merata selama ini telah memicu tuntutan untuk segera diberlakukannya otonomi daerah terutama oleh daerah-daerah yang kaya akan sumber daya alam.

Seiring dengan perubahan kepemimpinan Nasional dari Orde Baru menuju Orde Reformasi,pola hubungan pemerintahan antara Pemerintahan Daerah dengan Pemerintahan Pusat juga mengalami perubahan. Jika sebelumnya kita menganut sistem pemerintahan yang bersifat sentralistik yang ternyata hanya menimbulkan ketidakadilan di seluruh daerah, sejak tahun 1999 diubah menjadi era desentralisasi atau yang lebih sering dikenal dengan era otonomi daerah. Filosofi otonomi daerah adalah mewujudkan kemandirian daerah dalam segi kehidupan yang diukur melalui elemen Pendapatan Asli Daerah (PAD). Diharapkan, dengan


(2)

otonomi semua daerah di Indonesia mampu melaksanakan semua urusan pemerintahan dan pembangunan dengan bertumpu pada kemampuan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dimilikinya. Dengan melihat realita pencapaian PAD di hampir semua daerah di Indonesia, tujuan mulia dari otonomi tersebut bagaikan jauh panggang daripada api. Bukan kemandirian yang ada justru tingkat ketergantungan terhadap pusat yang semakin besar.

Salah satu tujuan awal pelaksanaan otonomi adalah mewujudkan Kapasitas Fiskal Daerah yang kuat dalam mendukung terciptanya kemandirian daerah. Di era otonomi ini diharapkan daerah menjadi mandiri dalam pengelolaan kewenangannya yang ditandai dengan makin kuatnya Kapasitas Fiskal atau PAD suatu daerah. Sementara itu, untuk beberapa hal yang mungkin masih kekurangan dana, daerah masih diberi bantuan dari Pemerintahan Pusat dalam bentuk Dana Perimbangan, seperti Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), maupun Dana Alokasi Khusus (DAK).

Perkembangan pembangunan di Siantar dinilai belum sejalan dengan penataan kota yang baik sehingga menimbulkan berbagai masalah baru. Permasalahan drainase dan pemberian izin bangunan (IMB) tidak tepat sasaran menjadi cikal bakal kesemerawutan Siantar. Hal itu diungkapkan praktisi Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK) Sarintan Damanik SHut MSi.

Beliau mengatakan bahwa tugas berat Pemko Siantar kini menanti. Salah satunya adalah menata perwajahan pemukiman kota.

“Secara umum persoalan tata kota di Siantar itu meliputi permasalahan drainase, IPAL dan


(3)

Dampak dari kegagalan penataan kota dapat dilihat dari fenomena Siantar banjir beberapa waktu lalu. Banyak drainase yang disalahgunakan atau tidak berfungsi.

Seperti dikutip dari Metro Siantar, beberapa masalah timbul dalam tata kota Siantar, berikut kutipan permasalahannya :

“Persoalan drainase memang hal sepele, tetapi hal ini menjadi sangat penting. Setiap 3

meter drainase harusnya ada bak pengontrol. Kenyataannya, maraknya bangunan sering

mengabaikan keberadaan drainase dan hal ini juga luput dari perhatian pemerintah,”

terangnya. Menurutnya, persoalan kedua adalah keberadaan limbah. Ada beberapa perusahaan di Siantar yang pengelolaan limbahnya tidak dilakukan dengan baik.

“Persoalan limbah dari beberapa perusahaan atau pabrik di Siantar tidak dikelola dengan baik,” jelasnya.

Sedangkan persoalan ketiga terkait penerbitan IMB yang tidak tepat sasaran. Misalnya, saat pengurusan izin dinyatakan sebagai ruko, tetapi kenyataannya digunakan untuk yang lain.

“Ada ruko tetapi dijadikan sebagai loket. Tentunya itu sudah menyalahi,” jelasnya.

Berbicara master plan,

Sarintan mengatakan : Di Siantar Marihat misalnya, sudah banyak terjadi alih fungsi lahan pertanian. Tentunya hal ini perlu diantisipasi pemerintah dengan berbagai kebijakan.

“Kalau pemerintah membuat asuransi pertanian, maka petani tidak akan mengalihfungsikan

lahannya. Kemudian masalah pemakaman umum di masing-masing kecamatan juga pernah dipertanyakan pada perencanaan master plan Siantar. Kita berharap di Siantar muncul orang-orang yang paham dan peduli dengan tata kota sehingga pembangunan kota ini tidak

menuju kesemerawutan,” jelas dosen Pasca Sarjana Universitas Simalungun (USI)tersebut.

Ditanya apa langkah mengawal alihfungsi bangunan, Sarintan mengatakan, dibutuhkan

pengawasan dari pemerintah. “Kan sudah ada IMB. Ketika itu dialihfungsikan, maka tugas Satpol PP untuk menegakkan perda,” jelasnya.

Kepala Bidang Perizinan di Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT) Mardiana melalui telepon selularnya mengatakan, jika ada yang mengalihfungsikan IMB yang telah diurus maka akan dikoordinasikan dengan Satpol PP untuk kemudian ditertibkan.

Anggota DPRDSU Richard Sidabutar yang berasal dari daerah pemilihan (dapil) Siantar menambahkan, selain pesatnya berbagai pembangunan, tentunya juga tidak terlepas dari

tidak adanya pembenahan infrastruktur jalan atau pengawasan akan jumlah angkutan. “Pada

saat tertentu, jika melintas Jalan Merdeka-Sutomo, maka sudah mirip dengan Medan. Artinya, perlu juga dikaji secara detail bagaimana mengiringi pembenahan infrastruktur

jalan dan pembatasan kendaraan di Siantar,” jelasnya.

Lanjutnya, kondisi membludaknya kendaraan sebagai penyumbang kemacetan hampir terjadi di seluruh daerah di Indonesia. “Kembali berbicara efisiensi, masyarakat menggunakan kendaraan seperti sepedamotor, karena itu dinilai efisien. Tetapi secara

global, terdampak pada timbulnya kemacetan sehingga dibutuhkan perluasan jalan,” jelas


(4)

Mengacu pada Perda Siantar nomor 1 tahun 2013 tentang tata ruang wilayah kota Pematangsiantar tahun 2013-2032, kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) ditetapkan seluas 2.621 hektare atau sekitar 32,78 persen. Sedangkan kawasan peruntukan perumahan seluas lebih kurang 2.556 hektare. Dengan perincian, perumahan kepadatan tinggi seluas lebih kurang 640 hektare, perumahan kepadatan sedang seluas lebih kurang 1542 hektare dan perumahan kepadatan rendah seluas lebih kurang 373 hektare. Sedangkan untuk kawasan peruntukan perdagangan dan jasa lebih kurang 234 hektare meliputi pusat perbelanjaan, toko modern dan pasar tradisional. Pusat perbelanjaan akan dipusatkan di Siantar Utara, Timur, Selatan, Barat dan Marimbun. Sedangkan toko modern meliputi Kecamatan Siantar Utara, Selatan, Barat, Sitalasari dan Martoba. Dan untuk pasar tradisional, di Pasar Horas dan Dwikora.

“Pengembangan pasar pusat jajalan di Kelurahan Simarimbun seluas 5 hektare dan pengembangunan pasar tradisional di setiap kecamatan,” jelas Reinward.

Izin ini meliputi aspek pertanahan, aspek planologis, aspek teknis, aspek kesehatan, kenyamanan, dan lingkungan. Siapapun yang bertanggung jawab atas kegiatan pendirian bangunan berkewajiban untuk meminta izin kepada pemerintah setempat. Selain itu, pemilik bangunan yang telah lama membangun namun belum memiliki IMB, juga mempunyai kewajiban mengurus IMB. Pemilik dianggap sebagai pemohon jika ia merupakan orang yang meminta izin langsung tanpa perantara. Kontraktor atau developer atau siapapun dapat menggantikan posisi pemilik sah bangunan sebagai pemohon hanya jika mereka mendapat izin dari pemilik bangunan untuk mengurus segala keperluan demi mendapatkan IMB. Izin


(5)

perwalian ini dapat berupa surat kuasa dari pemohon sebagai bukti pelimpahan kuasa kepada yang bersangkutan.

Izin mendirikan bangunan (IMB) merupakan izin yang diberikan untuk melakukan kegiatan membangun, masyarakat yang akan membangun sebaiknya mengurus IMB supaya bangunannya tidak dibongkar lagi ketika ada sidang dari instansi terkait. Dengan kata lain, masyarakat semestinya menyiapkan IMB agar proyek tetap berjalan atau tidak tertunda karena kasus perizinan ini. Hampir disetiap kawasan pemukiman penduduk dapat terlihat plang yang tertulis “ pastikan setiap bangunan memiliki IMB” atau slogan sejenis lainnya. Sebaiknya IMB diajukan sebelum pelaksanaan pengerjaan bangunan, sehingga pada saat pelaksanaan tidak terganjal dengan peraturan-peraturan yang berlaku. Pada umumnya waktu pemrosesan IMB lama nya 24-25 hari terhitung dari waktu pengajuan yang pertama kali. Jangka waktu ini berbeda-beda tergantung kebijakan daerah pengawasan setempat dan kesiapan berkas-berkas yang diperlukan. Waktu penyelesaian permohonan untuk rumah tinggal paling lambat 25 kerja sejak diterimanya permohonan yang telah memenuhi persyaratan dan telah memasuki retribusi. Namun waktu tersebut tidak berlaku jika hasil penelitian teknis dari permohonan masih memerlukan perbaikan-perbaikan dan penyempurnaan, setelah adanya pemberitahuan secara tertulis dari dinas terkait.

Pengelolaan IMB yang ada di kota Siantar, dalam implementasi kebijakan dalam IMB dianggap masih belum optimal, dimana proses pengelolaan IMB tersebut langsung diberikan pada Kantor Dinas Pekerjaan Umum, Bidang Tata Ruang dan Perumahan Kota Siantar. Dengan kata lain, pelayanannya belum


(6)

maksimal sehingga Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang bersumber dari IMB menjadi terhambat.

Berdasarkan permasalahan diatas, maka penulis tertarik melakukan penelitian yang berjudul “Efektivitas Pelayanan dalam Pemberian Izin

Mendirikan Bangunan (IMB) di Wilayah Kota Pematangsiantar”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan Latar Belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Efektivitas Pelayanan dalam Pemberian Izin

Mendirikan Bangunan (IMB) di Wilayah Kota Pematangsiantar ?”

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah, menjawab perumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, yakni untuk mengetahui Efektivitas Pelayanan dalam Pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Wilayah Kota Pematangsiantar.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah :

1. Secara subjektif, sebagai sarana untuk melatih dan mengembangkan kemampuan berfikir dalam menulis karya ilmiah tentang efektivitas pelayanan.


(7)

2. Secara Praktis, sebagai bahan masukan bagi Dinas/Pelaksana Teknis daerah yang terkait dan dijadikan salah satu sumber informasi dalam melaksanakan fungsi pengelolaan yang menyangkut kepentingan orang banyak.

3. Secara Akademis, diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pelengkap referensi maupun perbandingan bagi mahasiswa yang ingin melakukan penelitian dalam bidang yang sama.

1.5 Kerangka Teori

Secara Umum, teori adalah sebuah sistem konsep abstrak yang mengindikasikan adanya hubungan diantara konsep-konsep tersebut yang membantu kita memahami sebuah fenomena. Sehingga bisa dikatakan bahwa sebuah teori adalah suatu kerangka kerja konseptual untuk mengatur pengetahuan dan menyediakan suatu cetak biru untuk melakukan beberapa tindakan selanjutnya.

Kerangka teori diperlukan untuk memudahkan penelitian, sebab teori merupakan pedoman berfikir bagi peneliti. Oleh karena itu, seorang peneliti harus terlebih dahulu menyusun suatu kerangka teori sebagai landasan berfikir untuk menggambarkan dari sudut mana peneliti tersebut menyoroti masalah yang dipilihnya.


(8)

1.5.1 Efektivitas

Dalam aktivitas sehari-hari masalah efektivitas sering dianggap sebagai tolak ukur keberhasilan manajemen dalam rangka pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya seperti tenaga, sarana dan dana yang langka dana berharga.

Menurut Djuardi (1993:15), secara spesifik melihat bahwa efektivitas merupakan konsep yang sangat penting dalam teori organisasi dalam mencapai sasarannya.

Hidayat dan Sucherly (1986) mengemukakan bahwa efektivitas merupakan konsep pengukuran yang membandingkan realisasi dengan target yang ingin dicapai. Semakin besar antara rasio dengan target, berarti semakin tinggi tingkat efektivitas pelayanan organisasi pemerintahan.

Berdasarkan uraian sebelumnya, maka indikator dari efektivitas yang dianggap representatif adalah :

1. Jumlah pekerjaan/tugas yang diberikan oleh atasan. 2. Jumlah pekerjaan/tugas yang selesai dilaksanakan. 3. Jumlah tunggakan pekerjaan.

4. Jumlah orang (anggota masyarakat) yang membutuhkan pelayanan dalam unit waktu tertentu, dan

5. Jumlah orang (anggota masyarakat) yang selesai dilayani dalam unit waktu tertentu.


(9)

Adapun istilah efektivitas kerja menurut Westra , dkk (1982:108) diartikan sebagai keadaan atau kemampuan berhasilnya suatu kerja yang dilakukan oleh manusia untuk memberikan guna yang diharapkan. Untuk menilai apakah terciptanya efektivitas kerja dipakai 4 (empat) pertimbangan :

1. Pertimbangan-pertimbangan ekonomi, misalnya jumlah atau mutu hasil.

2. Pertimbangan-pertimbangan fisiologis, misalnya akibat kerja terhadap kesehatan karyawan atau banyaknya kecelakaan-kecelakaan jasmani.

3. Pertimbangan-pertimbangan psikologi, misalnya pengaruh kerja terhadap rasa letih, atau kepuasan karyawan terhadap kerja itu.

4. Pertimbangan-pertimbangan sosial, misalnya kedudukan dalam masyarakat atau kebahagiaan dan penyesuaian diri dalam kehidupan keluarga.

Ditambah pula oleh Etzioni dalam Gibson (1992:112) mengatakan bahwa efektivitas kerja dalam organisasi diukur dengan tingkat sejauh mana ia berhasil mencapai tujuan sedangkan efisiensi dikaji dari segi jumlah daya yang digunakan untuk mencapai suatu tujuan. Kemudian berkaitan dengan hal tersebut Siagian (1986:153) mengemukakan bahwa ukuran ukuran menjadi efektivitas kerja antara lain:

1. Ukuran Waktu yaitu berapa lama seseorang membutuhkan jasa tertentu untuk memperoleh jasa yang dibutuhkan.

2. Ukuran Kerja, dalam arti berapa besar biaya yang harus dikeluarkan untuk memperoleh jasa yang dibutuhkan.


(10)

a. Ukuran Nilai Sosial Budaya dalam arti cara menghasilkan jasa dan produk kepada klien.

b. Ukuran Penelitian yang menunjukkan apakah jasa yang diberikan akurat atau tidak.

Oleh karenanya, maka dikemukakan oleh The Liang Gie (1983:108) mengartikan efektivitas kerja adalah penyelesaian pekerjaan tepat pada waktu yang telah ditentukan atau kemampuan berhasilnya suatu kerja yang dilakukan oleh manusia untuk memberikan hasil yang diharapkan. Dalam penelitian ini, istilah efektivitas kerja pegawai lebih menunjuk pada efektivitas kerja secara individu.

Untuk melakukan penelitian terhadap efektivitas kerja pegawai secara individu, maka pertimbangan-pertimbangan yang digunakan adalah seperti yang dikemukakan oleh Westra, dkk tersebut diatas yaitu pertimbangan ekonomi, fisiologi dan psikologi dan sosial. Efektivitas kerja pegawai secara individu berkaitan langsung dengan kemampuan, pengetahuan, sikap dan perilakunya sehingga akan tergantung pada sejauh mana keberhasilan pimpinan unit kerja melaksanakan fungsi pengawasan sesuai prinsip-prinsip yang telah ditentukan.


(11)

1.5.2 Pelayanan Publik

Ditinjau dari segi etimologi pelayanan berasal dari kata “layan” yang mendapat awalan “pe” dan akhiran “an” sehingga menjadi pelayanan. Yang berarti membantu member dan menyediakan yang bahasa inggrisnya dikenal dengan “to serve”. Sedangkan ditinjau dari segi pengertian dapat dilihat dari pendapat para ahli berikut ini. Menurut The Liang Gie (1991) mengemukakan bahwa pelayanan adalah kegiatan yang dilakukan untuk memenuhi, mengamalkan dan mengabdikan diri.

Moenir (2000:45) memberikan konsep pelayanan sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia berusaha baik melalui aktivitas sendiri maupun secara tidak langsung melibatkan orang lain dalam suatu proses menggunakan akal, pikiran, pancaindra dan anggota badan dengan alat atau alat untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan baik dalam bentuk barang maupun jasa.

Pelayanan juga dapat memuaskan orang atau sekelompok orang maka pelaku/petugas pelayanan harus memenuhi 4 (empat) kriteria pokok, yaitu :

1. Tingkah laku yang sopan. 2. Cara menyampaikan yang baik. 3. Waktu penyampaian yang tepat, dan 4. Keramahtamahan.


(12)

Lebih lanjut dikatakan Moenir (2000:27) pelayanan adalah setiap kegiatan yang dilakukan oleh pihak lain yang ditujukan guna memenuhi kepentingan orang banyak. Namun tidak berarti bahwa pelayanan itu sifatnya selalu kolektif sebab melayani kepentingan perorangan pun asal kepentingan itu masih termasuk dalam rangka pemenuhan hak dan kebutuhan bersama yang harus diatur. Pelayanan umum akan dapat terlaksana dengan baik dan memuaskan apabila didukung oleh beberapa faktor yaitu :

1. Kesadaran para pejabat serta petugas yang berkecimpung dalam pelayanan. 2. Aturan yang menjadi landasan kerja pelayan.

3. Organisasi yang merupakan alat serta sistem yang memungkinkan berjalannya mekanisme kegiatan pelayanan.

4. Pendapatan yang dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum. 5. Keterampilan dan kemampuan petugas.

6. Tersedianya sarana pelayanan sesuai dengan jenis dan bentuk tugas/pekerjaan pelayanan.

Menurut Thoha (1990) sekarang ini kita hidup dalam suasana keterbukaan. Konsekuensinya adalah pemberian pelayanan umum perlu juga bersifat terbuka. Selama ini kita merasakan pelayanan birokrasi yang bersifat tertutup. Perilaku seperti ini kadang-kadang tidak membuat senang dan menjengkalkan.


(13)

Pelayanan publik adalah suatu usaha dilakukan oleh individu, pegawai yang bersangkutan untuk memberi pelayanan dan hasilnya benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat khususnya. Rangkaian kegiatan atau hasilnya berupa jasa yang diperuntukkan bagi pemenuhan kebutuhan atau kepentingan secara umum. Menurut MENPAN No. 63 Tahun 2004 , untuk dapat menilai sejauh mana mutu pelayanan publik yang diberikan aparatur pemerintah, perlu ada kriteria yang menunjukkan apakah suatu pelayanan publik yang dikatakan baik atau buruk.

1.5.3 Pendapatan Daerah

1.5.3.1 Pajak Daerah

Pajak merupakan sumber keuangan pokok daerah disamping retribusi daerah. Pengertian Pajak secara umum, telah dikemukakan oleh para ahli, dimana Sumitro ( 1979:23) merumuskan pajak ialah iuran rakyat kepada kas negara (peralihan kekayaan dan sektor partikelir ke sektor pemerintahan) berdasarkan Undang- Undang (dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa tinibal (tegen prestite) untuk membiayai pengeluaran umum dan digunakan sebagai alat pencegah atau pendorong untuk mencapai tujuan yang ada diluar bidang keuangan.

Pendapat ini kemudian disempurnakan kembali oleh ahli yang sama sebagai berikut : “Pajak adalah peralihan kekayaan dari rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surphisnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber untuk membiayai publiciiwesment (Sumitro : 1980 : 3 )


(14)

Pendapat lain dikemukakan Soemohadimidjojo bahwa pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum guna menutupi biaya produksi barang/jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum. Dan pendapat tersebut terlihat bahwa ciri mendasar pajak adalah :

1. Pajak dipungut oleh negara berdasarkan kekuatan undang-undang dan atau peraturan hukum lainnya.

2. Pajak dipungut tanpa adanya kontra prestasi yang secara langsung dapat ditunjuk.

3. Hasil pungut pajak digunakan untuk menutup pengeluaran negara dan sisanya apabila masih ada digunakan untuk investasi dan

4. Pajak disamping sebagai sumber keuangan negara (budgetair), juga berfungsi sebagai pengatur (regulair).

1.5.3.2 Restribusi Daerah

Seperti halnya pajak daerah, restribusi daerah merupakan sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dan Pembangunan daerah untuk memantapkan otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggung jawab. Menurut Sumitro (1989:7) restribusi secara umum adalah : pembayaran –pembayaran kepada negara yang dilakukan oleh mereka yang menggunakan jasa – jasa negara.


(15)

Dari pendapat Kaho (1988:152) menjelaskan tentang ciri-ciri pokok retribusi daerah yaitu :

a. Restribusi dipungut oleh daerah.

b. Dalam pungutan retribusi terdapat prestasi yang diberikan daerah yang dapat langsung ditunjuk.

c. Restribusi dikenakan kepada siapa saja yang memanfaatkan atau menyerahkan jasa yang disediakan daerah.

1.5.4. Pengertian Surat Izin Mendirikan Bangunan

Surat Izin Mendirikan Bangunan adalah surat izin yang dikeluarkan Bupati atau atas nama Bupati agar masyarakat dalam mendirikan bangunan sesuai dengan rencana tata kota atau tata ruang kota. Dengan izin tersebut masyarakat dapat memberikan kotribusi berupa retrsibusi bangunan sehingga dapat meningkatkan pendapatan daerah. Hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Izin Mendirikan Bangunan.

1.6 . Defenisi Konsep

Konsep adalah istilah atau defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial. Tujuannya adalah untuk memudahkan pemahaman dan menghindari terjadinya interpertasi ganda dari variabel yang diteliti (Singarimbun 1995 : 37).


(16)

Adapun tujuan defenisi konsep adalah sebagai kerangka berfikir agar tidak terjadi tumpang tindih atas variabel yang menjadi objek peneliti. Dalam penelitian ini menjelaskan mengenai efektivitas pelayanan dalam pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Oleh karena itu, yang menjadi defenisi konsep dalam penelitian ini adalah :

1. Efektivitas kerja adalah penyelesaian pekerjaan tepat pada waktu yang telah ditentukan atau kemampuan berhasilnya suatu kerja yang dilakukan oleh manusia untuk memberikan hasil yang diharapkan.

Yang menjadi ukuran efektivitas kerja yaitu Ukuran Waktu yaitu berapa lama seseorang membutuhkan jasa tertentu untuk memperoleh jasa yang dibutuhkan.

2. Pelayanan publik adalah suatu usaha dilakukan oleh individu, pegawai yang bersangkutan untuk memberi pelayanan dan hasilnya benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat khususnya. Rangkaian kegiatan atau hasilnya berupa jasa yang diperuntukkan bagi pemenuhan kebutuhan atau kepentingan secara umum. Dimana didalam pelayanan dibutuhkan kesadaran para pejabat serta petugas untuk memberikan pelayanan yang baik dan maksimal.

3. Surat Izin Mendirikan Bangunan adalah surat izin yang dikeluarkan Bupati atau atas nama Bupati agar masyarakat dalam mendirikan bangunan sesuai dengan rencana tata kota atau tata ruang kota.


(17)

1.7. Sistematika Penulisan

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini memuat latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, defenisi konsep dan sistematika penulisan.

BAB II : METODE PENELITIAN

Bab ini memuat bentuk penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian.

BAB III : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini memuat tentang gambaran atau karakteristik lokasi penelitian.

BAB IV : PENYAJIAN DATA

Bab ini memuat hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan dan dokumentasi yang akan dianalisis, serta memuat pembahasan atau interpretasi dari data-data yang disajikan pada bab sebelumnya.


(18)

BAB V : ANALISIS DATA

Bab ini memuat analisis data yang telah diperoleh selama melakukan penelitian di lapangan dan memberikan interpretasi atas permasalahan yang diteliti.

BAB VI : PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan dari hasil penelitian dilakukan dan saran-saran yang dianggap perlu sebagai rekomendasi kebijakan.


(1)

Pelayanan publik adalah suatu usaha dilakukan oleh individu, pegawai yang bersangkutan untuk memberi pelayanan dan hasilnya benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat khususnya. Rangkaian kegiatan atau hasilnya berupa jasa yang diperuntukkan bagi pemenuhan kebutuhan atau kepentingan secara umum. Menurut MENPAN No. 63 Tahun 2004 , untuk dapat menilai sejauh mana mutu pelayanan publik yang diberikan aparatur pemerintah, perlu ada kriteria yang menunjukkan apakah suatu pelayanan publik yang dikatakan baik atau buruk.

1.5.3 Pendapatan Daerah

1.5.3.1 Pajak Daerah

Pajak merupakan sumber keuangan pokok daerah disamping retribusi daerah. Pengertian Pajak secara umum, telah dikemukakan oleh para ahli, dimana Sumitro ( 1979:23) merumuskan pajak ialah iuran rakyat kepada kas negara (peralihan kekayaan dan sektor partikelir ke sektor pemerintahan) berdasarkan Undang- Undang (dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa tinibal (tegen prestite) untuk membiayai pengeluaran umum dan digunakan sebagai alat pencegah atau pendorong untuk mencapai tujuan yang ada diluar bidang keuangan.

Pendapat ini kemudian disempurnakan kembali oleh ahli yang sama sebagai berikut : “Pajak adalah peralihan kekayaan dari rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surphisnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber untuk membiayai publiciiwesment (Sumitro : 1980 : 3 )


(2)

Pendapat lain dikemukakan Soemohadimidjojo bahwa pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum guna menutupi biaya produksi barang/jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum. Dan pendapat tersebut terlihat bahwa ciri mendasar pajak adalah :

1. Pajak dipungut oleh negara berdasarkan kekuatan undang-undang dan atau peraturan hukum lainnya.

2. Pajak dipungut tanpa adanya kontra prestasi yang secara langsung dapat ditunjuk.

3. Hasil pungut pajak digunakan untuk menutup pengeluaran negara dan sisanya apabila masih ada digunakan untuk investasi dan

4. Pajak disamping sebagai sumber keuangan negara (budgetair), juga berfungsi sebagai pengatur (regulair).

1.5.3.2 Restribusi Daerah

Seperti halnya pajak daerah, restribusi daerah merupakan sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dan Pembangunan daerah untuk memantapkan otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggung jawab. Menurut Sumitro (1989:7) restribusi secara umum adalah : pembayaran –pembayaran kepada negara yang dilakukan oleh mereka yang menggunakan jasa – jasa negara.


(3)

Dari pendapat Kaho (1988:152) menjelaskan tentang ciri-ciri pokok retribusi daerah yaitu :

a. Restribusi dipungut oleh daerah.

b. Dalam pungutan retribusi terdapat prestasi yang diberikan daerah yang dapat langsung ditunjuk.

c. Restribusi dikenakan kepada siapa saja yang memanfaatkan atau menyerahkan jasa yang disediakan daerah.

1.5.4. Pengertian Surat Izin Mendirikan Bangunan

Surat Izin Mendirikan Bangunan adalah surat izin yang dikeluarkan Bupati atau atas nama Bupati agar masyarakat dalam mendirikan bangunan sesuai dengan rencana tata kota atau tata ruang kota. Dengan izin tersebut masyarakat dapat memberikan kotribusi berupa retrsibusi bangunan sehingga dapat meningkatkan pendapatan daerah. Hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Izin Mendirikan Bangunan.

1.6 . Defenisi Konsep

Konsep adalah istilah atau defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial. Tujuannya adalah untuk memudahkan pemahaman dan menghindari terjadinya interpertasi ganda dari variabel yang diteliti (Singarimbun 1995 : 37).


(4)

Adapun tujuan defenisi konsep adalah sebagai kerangka berfikir agar tidak terjadi tumpang tindih atas variabel yang menjadi objek peneliti. Dalam penelitian ini menjelaskan mengenai efektivitas pelayanan dalam pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Oleh karena itu, yang menjadi defenisi konsep dalam penelitian ini adalah :

1. Efektivitas kerja adalah penyelesaian pekerjaan tepat pada waktu yang telah ditentukan atau kemampuan berhasilnya suatu kerja yang dilakukan oleh manusia untuk memberikan hasil yang diharapkan.

Yang menjadi ukuran efektivitas kerja yaitu Ukuran Waktu yaitu berapa lama seseorang membutuhkan jasa tertentu untuk memperoleh jasa yang dibutuhkan.

2. Pelayanan publik adalah suatu usaha dilakukan oleh individu, pegawai yang bersangkutan untuk memberi pelayanan dan hasilnya benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat khususnya. Rangkaian kegiatan atau hasilnya berupa jasa yang diperuntukkan bagi pemenuhan kebutuhan atau kepentingan secara umum. Dimana didalam pelayanan dibutuhkan kesadaran para pejabat serta petugas untuk memberikan pelayanan yang baik dan maksimal.

3. Surat Izin Mendirikan Bangunan adalah surat izin yang dikeluarkan Bupati atau atas nama Bupati agar masyarakat dalam mendirikan bangunan sesuai dengan rencana tata kota atau tata ruang kota.


(5)

1.7. Sistematika Penulisan

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini memuat latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, defenisi konsep dan sistematika penulisan.

BAB II : METODE PENELITIAN

Bab ini memuat bentuk penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian.

BAB III : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini memuat tentang gambaran atau karakteristik lokasi penelitian.

BAB IV : PENYAJIAN DATA

Bab ini memuat hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan dan dokumentasi yang akan dianalisis, serta memuat pembahasan atau interpretasi dari data-data yang disajikan pada bab sebelumnya.


(6)

BAB V : ANALISIS DATA

Bab ini memuat analisis data yang telah diperoleh selama melakukan penelitian di lapangan dan memberikan interpretasi atas permasalahan yang diteliti.

BAB VI : PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan dari hasil penelitian dilakukan dan saran-saran yang dianggap perlu sebagai rekomendasi kebijakan.