Analisis Implementasi Program Deteksi Dini Kanker Serviks Dengan Metode IVA di Puskesmas Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015
2.1.1 Pengertian
Kanker serviks adalah keganasan yang terjadi pada leher rahim, yaitu area bagian bawah rahim yang menghubungkan rahim dengan vagina yang disebabkan oleh adanya virus Human Papiloma Virus (HPV) (Emilia,2010). Kanker leher rahim (kanker serviks) adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam leher rahim/serviks (Nugroho dan Indra Utama, 2013).Infeksi Human Papiloma Virus (HPV) tersebut biasanya terjadi pada perempuan usiareproduksi (KEMENKES RI, 2013).
Epitel leher rahim terdiri dari 2 jenis, yaitu epitel skuamosa dan epitel kolumnar.Daerah pertemuan kedua jenis epitel disebut sambungan skuamosa kolumnar (SSK) dan letaknya dipengaruhi oleh faktor hormonal yang berkaitan dengan umur, aktivitas seksual dan paritas. Pada perempuan usia sangat muda SSK terletak di dalam ostium. Sedangkan pada perempuan reproduksi/ sesksual aktif, SSK terletak di ostium eksternum karena trauma atau retraksi otot prostaglandin.
Pada masa kehidupan perempuan terjadi perubahan fisiologis pada epitel rahim, dimana epitel kolumnar menjadi epitel skuamosa yang disebut proses metaplasia dan terjadi akibat perubahan PH vagina yang rendah. Aktivitas metaplasia yang tinggi sering dijumpai pada masa pubertas. Akibat dari proses metaplasia ini maka secara morfogenik terdapat dua jenis SSK yaitu SSK asli dan
(2)
SSK baru yang menjadi tempat pertemuan antara epitel skuamosa baru dengan epitel kolumnar. Daerah diantara kedua SSK disebut daerah transformasi.
Gambar 2.1 Sambungan Skuamosa Columnar 2.1.2 Penyebab Kanker Serviks
Penyebab utama kanker serviks adalah Human Papiloma Virus (HPV), HPV juga biasa disebut dengan wart virus (virus kutil).Terdapat lebih dari 100 tipe HPV yang telah di identifikasi.Dari 40 tipe tersebut, 13 diantaranya merupakan tipe onkogenik dan dapat menyebabkan kanker serviks atau lesi prakanker pada permukaan serviks. Sedangkan tipe lain disebut sebagai tipe risiko rendah yang lebih menyebabkan kutil kelamin (genital wart).
Setiap wanita memiliki risiko terhadap infeksi HPV onkogenik, yang dapat menyebabkan kanker serviks.Virus ini berbasis DNA dan stabil secara genetis.Stabilitas genetik ini berarti infeksi akibat virus dapat dicegah melalui vaksinasi dalam jangka waktu yang panjang (Emilia, 2010).
(3)
2.1.3 Perjalanan Penyakit Kanker Serviks
Proses terjadinya kanker leher rahim sangat erat hubungan dengan proses metaplasia. Masuknya mutagen atau bahan-bahan yang dapat mengubah perangai sel secara genetik pada saat fase aktif metaplasia dapat berubah menjadi sel yang berpotensi ganas.Perubahan ini biasanya terjadi di daerah transformasi.
Sel yang mengalami mutasi disebut sel diplastik dan kelainan epitelnya disebut diplasia (Neoplasia Intrapitel Serviks/NIS).Dimulai dari displasia ringan, sedang, berat dan karsinoma in-situ dan kemudian berkembang menjadi karsinoma invasif.Lesi displasia dikenal sebgai lesi prakanker.
Pada lesi prakanker derajat ringan dapat mengalami regresi spontan dan menjadi normal kembali.Tetapi pada lesi derajat sedang dan berat lebih berpotensi berubah menjadi kanker invasive.
(4)
2.1.4 Faktor Risiko
Faktor-faktor yang menyebabkan perempuan terpapar HPV adalah :
a. Menikah/ memulai aktivitas seksual pada usia muda (kurang dari 20 tahun).
b. Berganti-ganti pasangan seksual.
c. Berhubungan seks dengan laki-laki yang sering berganti pasangan. d. Riwayat infeksi di daerah kelamin atau radang panggul.
e. Perempuan yang melahirkan banyak anak.
f. Perempuan perokok mempunyai risiko dua setengah kali lebih besar untuk menderita kanker leher rahim dibanding dengan yang tidak merokok. g. Perempuan yang menjadi perokok pasif (yang tinggal bersama keluarga
yang mempunyai kebiasaan merokok) akan meningkat risikonya 1,4 kali disbanding perempuan yang hidup dengan udara bebas (KEMENKES, 2013).
2.1.5 Gejala-Gejala Kanker Serviks
Perubahan prakanker pada serviks biasanya tidak menimbulkan gejala dan perubahan ini tidak terdeteksi kecuali jika wanita tersebut melakukan pemeriksaan dini.Gejala biasanya baru muncul ketika sel serviks yang abnormal berubah menjadi keganasan dan menyusup ke jaringan sekitarnya. Pada saat ini akan timbul gejala berikut :
a) Perdarahan vagina yang abnormal, terutama diantara menstruasi, setelah melakukan hubungan seksual dan setelah menopause.
(5)
c) Keputihan yang menetap, dengan cairan yang encer, berwarna pink, coklat, mengandung darah atau hitam serta berbau busuk.
Gejala dari kanker serviks stadium lanjut :
a) Nafsu makan berkurang, penurunan berat badan, kelelahan. b) Nyeri panggul, punggung atau tungkai.
c) Dari vagina keluar air kemih atau tinja.
d) Patah tulang (fraktur) (Nugroho dan Indra Utama, 2014). 2.1.6 Stadium kanker Serviks
FIGO (International Federation of Gynaecology and Obstetrics) adalah salah satu lembaga atau badan yang telah mengeluarkan pembagian stadium kanker serviks sehingga sistem inilah yang umumnya digunakan dalam pembagian kanker serviks.Pada sistem ini, angka romawi 0 sampai IV menggambarkan stadium kanker.
1. Stadium 0
Stadium 0 ini disebut juga dengan sebutan carcinoma in situ, karena pada stadium ini sel-sel kanker belum menyebar ke jaringan lain. Kanker masih kecil dan hanya terbatas pada permukaan serviks.Selain itu, kanker hanya ditemukan di lapisan atas dari sel-sel pada jaringan yang melapisi serviks. Angka harapan hidup penderita kanker stadium ini dalam lima tahun 100%. 2. Stadium I
Karsinoma yang hanya menyerang serviks, meskipun pertumbuhan kanker hanya terbatas pada serviks, namun infeksinya sudah mulai menyerang serviks dibagian bawah lapisan atas dari sel-sel serviks dan ini ditemukan
(6)
hanya dileher rahim. Angka harapan hidup penderita kanker stadium ini dalam lima tahun adalah 85%. Ada dua bagian dari stadium I yaitu IA dan IB. a. Stadium IA : Karsinoma invasif yang hanya didiagnosis melalui pemeriksaan mikroskopis, kedalaman invasi ≤ 5 mm dan ekstensi terluas ≥ 7 mm.
- Stadium IA1 : Invasi stroma sedalam ≤ 3 mm dan seluas ≥ 7 mm. meskipun perkembangannnya sudah mulai meluas, namun tidak dapat terlihat sel kanker ini tanpa bantuan mikroskop. - Stadium IA2 : Invasi stroma sedalam 3 mm dan seluas < 7 mm. b. Stadium IB : Lesi yang nampak secara klinis, terbatas pada serviks
uteri atau kanker preklinis yang lebih besar daripada stadium IA. - Stadium IB1 : Lesi yang nampak ≤ 4 cm. Pada stadium ini, sudah
mulai dapat melihat kanker dengan mata telanjang karena ukuran sel kanker kian membesar.
- Stadium IB2 : Lesi yang nampak > 4 cm. Pada stadium ini juga bisa dapat dilihat dengan mata telanjang.
3. Stadium II
Lokasi kanker pada stadium ini meliputi serviks dan uterus, namun belum menyebar ke dinding pelvis atau bagian bawah vagina dan tidak mencapai dinding panggul.Kanker menyebar melewati leher rahim menyerang jaringan-jaringan disekitarnya. Angka harapan hidup penderita kanker stadium ini dalam lima tahun adalah 50-60%.
(7)
menginvasi ke parametrium (jaringan penyambung), namun melibatkan 2/3 bagian atas vagina. Pada IIA 1, lesi yang nampak ≤ 4 cm sedangkan IIA2, lesi yang nampak > 4 cm.
b. Stadium IIB : Kondisi dimana mulai nampak invasi ke parametrium namun melibatkan dinding samping panggul.
4. Stadium III
Tumor meluas ke dinding pelvis dan atau melibatkan sepertiga bawah vagina dan atau menyebabkan hidronefrosis atau merusak ginjal.Selain itu, kanker mungkin juga telah menyebar ke simpul-simpul getah bening yang berdekatan. Angka harapan hidup pada stadium ini dalam lima tahun adalah 30%.
a. Stadium IIIA : kanker telah melibatkan sepertiga bawah vagina, tanpa ekstensi ke dinding pelvis. Dalam stadium ini, kanker telah meluas sampai ke dinding samping panggul.
b. Stadium IIIB, sel kanker telah meluas sampai dinding samping vagina. Hal ini, akan menghambat proses berkemih, sehingga menyebabkan timbunan air seni di ginjal dan berakibat gangguan ginjal. Stadium ini telah mulai merusak ginjal.
5. Stadium IV
Stadium ini merupakan stadium akhir kanker dimana kondisi kanker sudah sangat parah.Karsinoma telah meluas ke pelvis sejati atau telah melibatkan mukosakandung kemih atau rectum dan meluas melampaui panggul. Angka harapan hidup penderitan kanker stadium ini dalam lima tahun sangatlah kecil, yaitu 5%.
(8)
a. Stadium IVA : Pertumbuhannya menyebar ke organ-organ sekitarnya. b. Stadium IVB : Kondisi dimana sel kanker menyebar ke organ yang
lebih jauh seperti paru-paru, hati dan tulang (Arum, 2015).
l
Gambar 2.3 Stadium Kanker Serviks
2.2 Pencegahan Kanker Serviks
Dalam mencegah kanker serviks adalah dengan menghindari faktor resiko yang dapat menyebabkan kanker serviks. Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah kanker serviks adalah sebagai berikut:
1. Jangan biarkan keputihan terus menerus. 2. Hati-hati dalam memilih pembalut. 3. Hindari berhubungan intim saat haid. 4. Hindari memakai toilet kotor.
5. Jauhi oral seks.
6. Menghindari berhubungan intim di usia dini. 7. Kebersihan organ intim saat haid.
(9)
8. Pola hidup sehat seperti konsumsi makanan yang sehat, hindari merokok, dan berolah raga teratur (Arum, 2015).
Pencegahan kanker serviks dimulai dari penyampaian informasi tentang faktor risiko deteksi dini untuk mendapatkan lesi prakanker leher rahim dan melakukan pengobatan segera, apabila ditemukan kelainan pada kegiatan penapisan (screening), segera dilakukan rujukan secara berjenjang sesuai dengan kemampuan rumah sakit. Pencegahan kanker leher rahim meliputi tiga tingkatan pencegahan yaitu ; primer, sekunder, dan tersier.
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer dimaksudkan untuk mengeliminasi dan meminimalisasi pajanan penyebab dan faktor resiko kanker, termasuk mengurangi kerentanan individu terhadap efek dari penyebab kanker. Selain faktor risiko, ada faktor protektif yang akan mengurangi kemungkinan seseorang terserang kanker pendekatan pencegahan ini memberikan peluang paling besar dan sangat cost-effective dalam pengendalian kanker tetapi membutuhkan waktu yang lama, seperti memberikan edukasi tentang perilaku gaya hidup sehat.
2. Pencegahan Sekunder
Ada dua komponen deteksi dini yaitu penapisan (screening test) dan edukasi tentang penemuan dini (early diagnosis):
a Penapisan atau skrining
Penapisan adalah upaya pemeriksaan atau tes yang sederhana dan mudah yang dilaksanakan pada populasi masyarakat sehat yang bertujuan untuk membedakan masyarakat yang sakit atau berisiko terkena penyakit diantara masyarakat yang sehat.Upaya penapisan dikatakan adekuat bila
(10)
tes mencakup seluruh atau hampir seluruh populasi sasaran, untuk itu dibutuhkan kajian jenis pemeriksaan yang mampu laksana pada kondisi sumber daya terbatas seperti Indonesia.
b Penemuan dini (early diagnosis)
Penemuan dini adalah upaya pemeriksaan pada masyarakat yang telah merasakan adanya gejala.Oleh karena itu edukasi untuk meningkatkan kesadaran tentang tanda-tanda awal kemungkinan kanker diantara petugas kesehatan, kader masyarakat, maupun masyarakat secara umum merupakan kunci utama keberhasilannya.
Program atau kegiatan deteksi dini yang dilakukan pada masyarakat hanya akan berhasil apabila kegiatannya dihubungkan dengan pengobatan yang adekuat, terjangkau aman dan mapu laksana, serta mencakup 80% populasi perempuan yang berisiko. Untuk itu dibutuhkan perencanaan akan kebutuhan sumber daya dan strategi-strategi yang paling efektif untuk melaksanakan program ini.
Dimana ada beberapa metode yang dikenal untuk melakukan penapisan kanker leher rahim dengan tujuan penapisan untuk menemukan lesi prakanker.
a. Inspeksi Visual dengan Aplikasi Asam Asetat (IVA) adalah pemeriksaan dengan cara mengamati dengan menggunakan spekulum melihat leher rahim yang telah dipoles dengan asam asetat atau asam cuka (3-5%). Pada lesi prakanker akan menampilkan warna bercak putih yang disebut aceto white epithelium.
(11)
b. Pemeriksaan Sitologi (Papanicolaou/ tes pap) adalah suatu prosedur pemeriksaan sederhana sitopatologi, yang dilakukan dengan tujuan untuk menemukan perubahan morfologis dari sel-sel epitel leher rahim yang ditemukan pada keadaan prakanker dan kanker
3. Pencegahan Tersier a Diagnosis dan terapi
Diagnosis kanker leher rahim membutuhkan kombinasi antara kajian klinis dan investigasi diagnostik.Sekali diagnosis ditegakkan harus dapat ditentukan stadiumnya agar dapat mengevaluasi besaran penyakit dan melakukan terapi yang tepat.Tujuan dari pengobatan adalah menyembuhkan, memperpanjang harapan hidup dan meningkatkan kualitas hidup.Prioritas pengobatan harus ditujukan pada kanker dengan stadium awal dang yang lebih berpotensial untuk sembuh.Standar pengobatan kanker meliputi operasi (surgery), radiasi, kemoterapi dan hormonal disesuaikan dengan indikasi patologi.
b Pelayanan Paliatif
Hampir diseluruh dunia, pasien kanker yang terdiagnosis stadium lanjut dan pengobatan harus terpadu termasuk pendekatan psikososial, rehabilitasi dan terkoordinasi dengan pelayanan paliatif untuk memastikan peningkatan kualitas hidup pasien kanker.Untuk kasus seperti ini pengobatan yang realistis adalah mengurangi nyeri dengan pelayanan paliatif (KEMENKES RI, 2013).
Program penemuan dan tata laksana penderita kanker, yaitu dengan pelatihan tenaga teknis deteksi dini dan tata laksana kanker leher rahim, sosialisasi
(12)
program.Rangkaian kegiatan yang meliputi kegiatan promotif, preventif, deteksi dini, dan tindak lanjut (KEMENKES RI, 2015).
Gambar 2.4 pencegahan kanker serviks
2.2.1 Bentuk Kegiatan Pelaksanaan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim 1. Pasif
Deteksi dini kanker leher rahim dilaksanakan di fasilitas kesehatan yang telah mempunyai tenaga kesehatan terlatih seperti puskesmas, klinik swasta dan integrasi dengan program lain yaitu infeksi saluran reproduksi/infeksi menular seksual (ISR/IMS), KB(BKKBN). Langkah-langkah dalam deteksi dini adalah sebagai berikut:
1) Persiapan tempat, bahan, peralatan SDM dan penentuan waktu pelaksanaan.
(13)
3) Penginformasian kegiatan kepada masyarakat melalui bidan desa, kader kesehatan dan perangkat desa.
4) Penetapan teknis pelaksanaan
a. Pendaftaran dengan pembaguan nomor urut b. Pembuatan kartu nama
c. Pemanggilan klien dan suaminya.
d. Pemberian konseling dan informed consent (meminta kesediaan kepada klien dan suaminya untuk dilakukan tindakan).
e. Pelaksanaan IVA oleh bidan dengan dikonfirmasi oleh dokter puskesmas.
f. Pelaksanaan krioterapi oleh dokter/bidan di puskesmas untuk IVA positif.
g. Penjelasan rencana tindak lanjut baik pada kasus positif maupun negatif.
h. Pencatatan dan pelaporan pada form yang telah tersedia. i. Pemulangan klien.
2. Aktif
Deteksi dini dilaksanakan pada acara-acara tertentu dengan berkoordinasi dan bekerja sama dengan lintas program dan lintas sektor seperti peringatan hari besar, percepatan deteksi dini dan tempat pelaksanaan tidak hanya di fasilitas kesehatan namun bisa di kantor, pusat keramaian yang memenuhi syarat untuk melakukan pemeriksaan IVA dibawah koordinasi FKTP setempat.
(14)
Kader kesehatan terdiri dari PKK, Dharma Wanita, Anggota Persit, Bhayangkari, Organisasi Wanita, Organisasi Keagamaan dan Organisasi Masyarakat.
1) Melakukan Sosialisasi tentang deteksi dini
a. Pentingnya deteksi dini untuk pencegahan kanker. b. Manfaat melakukan deteksi dini kanker.
c. Kerugian akibat kanker yang harus ditanggung oleh pasien dan keluarganya baik secara moril dan materil
d. Meningkatkan kualitas hidup masyarakat di daerah tersebut melalui pola hidup sehat bebas dari kanker
e. Menyampaikan informasi fasilitas kesehatan yang dapat melakukan pelayanan deteksi dini.
2) Mendorong masyarakat untuk melakukan deteksi dini a. Identifikasi sasaran yang akan dilakukan deteksi dini.
b. Mengedukasi sasaran untuk bersedia melakukan deteksi dini (KEMENKES, 2015).
2.2.2 Penapisan Kanker Leher Rahim Dengan Pendekatan Kunjungan Tunggal – Single Visit Approach (SVA)
1. Pendekatan Kunjungan Tunggal – Single Visit Approach (SVA)
Pendekatan Kunjungan Tunggal – Single Visit Aapproach (SVA) atau dengan istilah “Dilihat dan Diobati/see and treat” untuk pencegahan kanker leher rahim melalui pemeriksaan IVA yang dilanjutkan dengan pengobatan krioterapi, pelaksanaan penapisan dengan cara melihat dan mengobati klien, dapat dilakukan
(15)
dinilai IVA (+) akan mendapatkan tawaran pilihan pengobatan dengan krioterapi atau rujukan untuk pelayanan lain, pada hari yang sama saat dia menjalani penapisan tersebut.
Pendekatan ini bertujuan untuk menghindari kunjungan berulangdari ibu/klien dan mengurangi kemungkinan ketidak hadiran kembali pada kunjungan berikutnya. Walaupun pada keadaan tertentu, klien harus memintakkan persetujuan suami untuk melakukan krioterapi sehingga memungkinkan pelaksanaan krioterapi bukan pada hari yang sama dengan pemeriksaan IVA (KEMENKES RI, 2013).
2. Kelompok Sasaran Penapisan
Melihat dari perjalanan penyakit kanker leher rahim, kelompok sasaran penapisan kanker leher rahim adalah:
a Perempuan berusia 30-50 tahun.
b Perempuan yang menjadi klien pada klinik IMS dengan discharge (keluar cairan) dari vagina yang abnormal atau nyeri pada abdomen bahwa (bahkan jika diluar kelompok usia tersebut).
c Perempuan yang tidak hamil.
d Perempuan yang mendatangi puskesmas, Klinik IMS, dan Klinik KB yang secara khusus meminta penapisan kanker leher rahim (KEMENKES RI, 2013).
3. Frekuensi Penapisan
Seorang perempuan yang mendapat hasil tes IVA negative, harus menjalani penapisan minimal 5 tahun sekali. Mereka yang mempunyai hasil IVA positif dan
(16)
mendapatkan pengobatan, harus menjalani tes IVA berikutnya enam bulan kemudian.
4. Pemberi Pelayanan SVA a Petugas Kesehatan
1) Bidan terlatih.
2) Dokter umum terlatih
3) Dokter spesialis Obstetry dan gynecology. b Tempat Pelayanan
1) Rumah Sakit. 2) Puskesmas.
3) Puskesmas Pembantu. 4) Polindes.
5) Klinik Dokter Spesialis/Dokter Umum/Bidan. c Pelatihan Petugas
Petugas yang akan melakukan IVA dan krioterapi dipilih sesuai kebutuhan program, dan kriteria berikut:
1) Berpengalaman dalam dalam memberikan pelayanan KB.
2) Berpengalaman dalam memberi konseling dan edukasi kelompok. 3) Berpengalaman dalam melakukan pemeriksaan panggul.
4) Berpenglihatan yang baik untuk memeriksa leher rahim secara visual.
5. Bagan Alur
(17)
(18)
2.3 Metode Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) 2.3.1 Pengertian
Metode IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat) adalah pemeriksaan leher rahim secara visual menggunakan asam cuka berarti melihat leher rahim dengan mata telanjang untuk mendeteksi abnormalitas setelah pengolesan asam asetat atau cuka (3-5%). Daerah yang tidak normal akan berubah warna dengan batas yang tegas menjadi putih (acetowhite), yang mengindikasikan bahwa leher rahim mungkin memiliki lesi prakanker (KEMENKES, 2013).
IVA adalah praktik yang dianjurkan untuk fasilitas dengan sumber daya sederhana dibandingkan dengan jenis penapisan lain karena :
a Aman, tidak mahal, dan mudah dilakukan.
b Akurasi tes tersebut sama dengan tes-tes lain yang digunakan untuk penapisan kanker leher rahim.
c Dapat dipelajari dan dilakukan oleh hampir semua tenaga kesehatan di semua jenjang sistem kesehatan.
d Memberikan hasil segera sehingga dapat segera diambil keputusan mengenai penatalaksanaannya (pengobatan atau rujukan).
e Pengobatan langsung dengan krioterapi berkaitan dengan penapisan yang tidak bersifat invasif dan dengan efektif dapat mengidentifikasi berbagai lesi pra kanker (KEMENKES RI, 2013).
(19)
Tabel 2.1 Perbandingan IVA dengan tes penapisan lain
Jenis Tes Aman Praktis Terjangkau Efektif Mudah Tersedia
IVA YA YA YA YA YA
Pap Smear YA Tidak Tidak YA Tidak
HPV/DNA Test YA Tidak Tidak YA Tidak
Cervicography YA Tidak Tidak YA Tidak
2.3.2Tahapan Pemeriksaan Metode IVA
Deteksi dini kanker leher rahim dilakukan oleh tenaga kesehatan yang sudah dilatih dengan pemeriksaan leher rahim secara visual menggunakan asam asetat yang sudah diencerkan, berarti melihat leher rahim dengan mata telanjang untuk mendeteksi abnormalitas setelah pengolesan asam asetat 3-5%. Daerah yang tidak normal akan berubah warna dengan batas tegas menjadi putih (acetowhite), yang mengindikasikan bahwa leher rahim mungkin memiliki lesi pra kanker (Kemenkes, 2015).
a. Peralatan dan Bahan
Peralatan yang dibutuhkan untuk melakukan IVA adalah peralatan yang biasa tersedia di klinik atau poli KIA berikut:
1) Meja periksa ginekologis
2) Sumber cahaya yang memadai agar cukup menyinari vagina dan leher rahim.
3) Spekukulum graves bivalved (cocor bebek). 4) Nampan atau wadah alat
5) Sarana pencegahan infeksi
Sarana pencegahan infeksi berupa ember plastik 3 (tiga) buah yang berisi: larutan klorin tempat merendam alat dan sarung tangan yang masih akan digunakan ulang; larutan sabun untuk melap meja ginekologi,
(20)
lampu dan lain-lain; dan air bersih bila tidak ada wastafel di ruang periksa untuk membilas alat yang telah dilap dengan air sabun.
Ada beberapa bahan yang diperlukan untuk melakukan IVA. Bahan-bahan tersebut dapat diperoleh dengan mudah:
1) Kondom.
Sebuah kondom yang telah dipotong ujungnya untuk disarungkan pada bilah/daun spekulum sehingga dapat mencegah dinding vagina masuk ke dalam celah sehingga leher rahim dapat terlihat dengan jelas.
2) Kapas lidi atau forsep untuk memegang kapas. 3) Sarung tangan periksa sekali pakai.
4) Spatula kayu yang masih baru.
5) Larutan asam asetat (3-5%)/ asam cuka
a. Dapat digunakan asam cuka 25% yang dijual di pasaran kemudiandiencerkan menjadi 5% dengan perbandingan 1:4 (1 bagian asam cuka dicampur dengan 4 bagian air) Contohnya: 10 ml asam cuka 25% dicampur dengan 40 ml air akan menghasilkan 50 ml asam asetat 5 %. Atau 20 ml asam cuka 25 % dicampur dengan 80 ml air akan menghasilkan 100 ml asam asetat 5%
b. Jika akan menggunakan asam asetat 3%, asam cuka 25 % diencerkan dengan air dengan perbandingkan 1:7 (1 bagian asam cuka dicampur 7 bagian air) Contohnya : 10 ml asam cuka 25% dicampur dengan 70 ml air akan menghasilkan 80 ml asam asetat 3%
(21)
d. Buat asam asetat sesuai keperluan hari itu. Asam asetat jangan disimpan untuk beberapa hari
6) Larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi alat dan sarung tangan. b. Konseling Kelompok dan Perorangan Sebelum Menjalani IVA
Sebelum menjalani test IVA, ibu dikumpulkan untuk edukasi kelompok dan sesi konseling bila memungkinkan. Pada saat presentasi dalam edukasi kelompok selama 10 sampai 15 menit, topik-topik yang harus dibahas adalah sebagai berikut:
1. Menghilangkan kesalahpahaman konsep dan rumor tentang IVA dan krioterapi.
2. Sifat dari kanker leher rahim sebagai sebuah penyakit. 3. Faktor-faktor resiko terkena penyakit tersebut.
4. Pentingnya penapisan dan pengobatan dini 5. Konsekuensi bila tidak menjalani penapisan.
6. Mengkaji pilihan pengobatan jika hasil tes IVA abnormal.
7. Peran pasanagan pria dalam penapisan dan keputusan menjalani pengobatan.
8. Pentingnya pendekatan kunjungan tunggal sehingga ibu siap menjalani krioterapi pada hari yang sama jika mereka mendapat hasil IVA abnormal. 9. Arti dari tes IVA positif atau negatif.
10. Pentingnyamembersihkan daerah genital sebelum menjalani tes IVA (KEMENKES, 2013).
c. Tindakan IVA
Tindakan IVA dimulai dengan penilaian klien dan persiapan, tindakan IVA, pencatatan dan diakhiri dengan konseling hasil pemeriksaan. Penilaian klien
(22)
didahului dengan menanyakan riwayat singkat tentang kesehatan reproduksi dan harus ditulis, termasuk komponen berikut:
a) Paritas.
b) Usia pertama kali berhubungan seksual atau usia pertama kali menikah. c) Pemakaian alat KB.
d) Jumlah pasangan seksual atau sudah berapa kali menikah. e) Riwayat IMS (termasuk HIV).
f) Merokok.
g) Hasil papsmear sebelumnya yang abnormal.
h) Ibu atau saudara perempuan kandung yang menderita kanker leher rahim. i) Penggunaan steroid atau obat-obat alergi yang lama (kronis).
1) Penilaian Klien dan Persiapan
Terdapat beberapa langkah untuk melakukan penilaian klien dan persiapan tindakan IVA yaitu :
a) Sebelum melakukan tes IVA, diskusikan tindakan dengan ibu/klien. Jelaskan mengapa tes tersebut dianjurkan dan apa yang akan terjadi pada saat pemeriksaan. Diskusikan juga mengenai sifat temuan yang paling mungkin dan tindak lanjut atau pengobatan yang mungkin diperlukan. b) Pastikan semua peralatan dan bahan yang diperlukan tersedia, termasuk
spekulum steril atau yang telah di Desinfektan Tingkat Tinggi (DTT), kapas lidi dalam wadah bersih, botol berisi larutan asam asetat dan sumber cahaya yang memadai. Tes sumber cahaya untuk memastikan apakah masih berfungsi.
(23)
c) Bawa ibu ke ruang pemeriksaan. Minta dia untuk buang air kecil (BAK) dan membersihkan dan membilas daerah kemaluan sampai bersih sebelum melakukan pemeriksaan. Kemudian minta ibu untuk melepas pakaian (termasuk pakaian dalam) sehingga dapat dilakukan pemeriksaan panggul dan tes IVA.
d) Posisikan ibu di meja ginekologis dan tutup badan ibu dengan kain, nyalakan lampu/senter dan arahkan ke vagina ibu.
e) Cuci tangan dengan sabun sampai bersih kemudian keringkan tangan. Lakukan palpasi abdomen dan perhatikan apabila ada kelainan. Periksa juga bagian lipat paha, apakah ada benjolan atau ulkus (apabila terdapat ulkus terbuka, pemeriksaan dilakukan dengan memakai sarung tangan). Cuci tangan kembali.
f) Pakai sepasang sarung tangan/handscoon yang steril atau yang sudah di DTT.
2) Tes IVA
Tes IVA dilakukan dengan langkah sebagai berikut:
a) Inspeksi/periksa genelita eksternal dan lihat apakah terdapat discharge pada mulut uretra. Beritahu ibu bahwa spekulum akan dimasukkan. b) Dengan hati-hati masukkan spekulum kedalam vagina. Atur spekulum
sehingga seluruh leher rahim dapat terlihat. Bila leher rahim sudah terlihat kunci spekulum dalam posisi terbukasehingga tetap berada di tempatnya saat melihat leher rahim.
(24)
d) Amati leher rahim apakah ada infeksi (cervitis) sperti cairan keputuhan mucous etopi (ectropion); kista Nabothy atau kista Nabothian, nanah atau lesi “strawberry”(infeksi Trichomonas).
e) Gunakan kapas lidi bersih untuk membersihkan cairan yang keluar, darah atau mukosa dari leher rahim. Buang kapas lidi kedalam wadah anti bocor/kantung plastik.
f) Identifikasi ostium servikalis dan SSK serta daerah di sekitarnya.
g) Basahi kapas lidi dengan larutan asam asetat dan oleskan pada leher rahim. Bila perlu, gunakan kapas lidi bersih untuk mengulang pengolesan asam asetat dampai seluruh permukaan leher rahim benar-benar telah dioleskan asam asetat secara merata. Buang kapas lidi yang telah dipakai. h) Setelah leher rahim dioleskan larutan larutan asam asetat, tunggu selama
1 menit agar diserap dengan memunculkan reaksi acetowhite.
i) Periksa SSK dengan teliti. Lihat apakah leher rahim mudah berdarah. Cari apakah ada bercak putih yang tebal dan epithel acetowhite.
Gambar2.6 IVA positif dan negarif
(25)
terjadi saat pemeriksaan dan mungkin mengganggu pandangan. Buang kapas lidi yang telah terpakai.
k) Bila pemeriksaan visual leher rahim telah selesai, gunakan kapas lidi yang baru untuk menghilangkan sisa asam asetat dari leher rahim dan vagina. Buang kapas yang telah dipakai pada tempatnya.
l) Lepaskan spekulum secara halus, jika hasil tes IVA negative, letakkan spekulum ke dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit untuk desinfeksi. Jika hasil tes IVA positif dan setelah konseling pasien yang menginginkan pengobatan segera. Letakkan spekulum pada nampan atau wadah agar dapat digunakan pada saat krioterapi.
3) Setelah Tes IVA
a) Bersihkan lampu dengan lap yang dibasahi larutan klorin 0,5% atau alkohol untuk menghindari kontaminasi silang antar pasien.
b) celupkan sarung tangan dan lepaskan secara terbalik ke dalam larutan klorin 0,5%. Jika pemeriksaan rectovaginal dilakukan, sarung tangan harus dibuang.
c) Cuci tangan.
d) Jika hasil tes IVA negatif, minta ibu untuk berpakaian.
e) Catat hasil temuan IVA bersama temuan lain seperti bukti adanya infeksi (cervitis); ectropion; kista Nabothian, ulkus atau “strawberry serviks”. Jika terjadi perubahan acetowhite, yang merupakan ciri adanya lesi prakanker, catat hasil pemeriksaan leher rahim sebagai abnormal. Gambarkan sebuah “peta” leher rahim pada area yang berpenyakit pada formulir catatan.
(26)
f) Diskusikan dengan klien hasil tes IVA dan pemeriksaan panggulbersama klien. Jika hasil tes IVA negatif, beritahu kapan klien harus kembali untuk tes IVA.
g) Jika hasil tes IVA positif atau diduga ada kanker, katakan pada klien langkah selanjutnya yang dianjurkan. Jika pengobatan dapat segera diberikan, diskusikan kemungkinan tersebut bersamanya. Jika perlu rujukan untuk tes atau pengobatan lebih lanjut. Aturlah waktu untuk rujukan dan berikan formulir yang diperlukan sebelum klien tersebutmeninggalkan puskesmas/klinik. Akan lebih baik lagi jika kepastian rujukan dapat disampaikan pada waktu itu juga (KEMENKES RI, 2013).
3. Konseling Setelah Tindakan IVA
a) Jika hasil tes IVA negatif, beritahu ibu untuk datang menjalani tes kembali 5 tahun kemudian dan ingatkan ibu tentang faktor-faktor resiko.
b) Jika hasil tes IVA positif, jelaskan artinya dan pentingnya pengobatan dan tindak lanjut dan diskusikan langkah-langkah selanjutnya yang dianjurkan.
c) Jika telah siap menjalani krioterapi. Beritahu tindakan yang akan dilakukan lebih baik pada hari yang sama atau hari lain bila klien inginkan.
d) Jika tidak perlu merujuk, isi kertas kerja dan jadwal pertemuan yang perlu. 2.3.3 Kategori Pemeriksaan IVA
Ada beberapa kategori yang dapat dipergunakan, salah satu kategori yang dapat dipergunakan adalah :
(27)
2. IVA radang : Serviks dengan radang (Servisitis), atau kelainan jinak laiinnya (Polip serviks).
3. IVA Positif : ditemukan bercak putihacetowhite. Kelompok ini yang menjadi sasaran temuan skrining kanker serviks dengan metode IVA, karena temuan ini mengarah pada diagnosis serviks pra-kanker (displasia ringan, sedang, berat atau kanker serviks in situ)
4. IVA Kanker serviks : Pada tahap ini pun, untuk upaya penurunan temuan stadium kanker leher rahim, masih akan bermanfaat bagi penurunan kematian akibat kanker leher rahim bila ditemukan masih padastadium invasif dini (stadium IB-IIA) (Kustiyati dan Winarni, 2011).
2.3.4 Krioterapi
Krioterapi mencakup proses pembekuan leher rahim, baik menggunakan CO2 terkompresi atau NO2 sebagai pendingin. Pengobatan berupa penerapan pendinginan terus menerus selama 3 menit untuk membekukan diikuti pencairan selama 5 menit kemudian 3 menit pembekuan kembali.Tindakan Krioterapi dapat dilakukan di puskesmas dan unit pelayanannya dengan kriteria
1. Lesi acetowhite yang menutupi leher rahim kurang dari 75% (jika lebih dari 75% leher rahim tertutup, krioterapi harus dilakukan oleh seorang ginekolog) tidak lebih dari 2mm di luar diameter kriotip
2. Lesi yang tidak meluas sampai dinding vagina. 3. Tidak dicurigai kanker
Krioterapi tidak boleh dilakukan oleh tenaga dokter umum/ Bidan di Puskesmas dengan kriteria sebagai berikut.
(28)
1. Lesi acetowhite lebih dari 75% dari permukaan leher rahim.
2. Lesi acetowhite meluas sampai ke dinding vagina atau lesi lebih dari 2 mm dari tepi probe alat krioterapi.
3. Lesi acetowhite namun klien menginginkan pengobatan lain selain krioterapi atau meminta tes diagnosis lebih lanjut di pelayanan kesehatan lainnya.
4. Dicurigai kanker.
5. Pada saat pemeriksaan bimanual, dicurigai adanya masa ovarium. 1) Konseling sebelum menjalani krioterapi
Sesuai dengan kode etik kedokteran, informed consent secara verbal dan tertulis harus diperoleh sebelum melakukan tindakan. Klien harus mendapatkan penjelasan yang lengkap tentang tindakankrioterapi yang akan dijalaninnya, risiko dan manfaat, angka keberhasilan dan alternatif lain. Dan memberikan informasi tambahan mengenai IMS dan cara mencegahnya.
2) Konseling pasca krioterapi
Sebagian besar perempuan/ibu tidak akan mengalami masalah setelah krioterapi. Beritahu ibu bahwa mungkin akan mengalami kram dan mengeluarkan cairan bening (atau sedikit bercampur darah) yang biasanya berlangsung selama 4 sampai 6 minggu. Jika berbau atau berwarna seperti nanah, atau jika ibu merasa nyeri, dia harus segera kembali ke klinik untuk memeriksaka kemungkinan terjadinya infeksi. Anjurkan ibu agar tidak menyemprotkan air obat (douche), mengunakan tampon atau berhubungan seks selama 4 minggu, atau sampai cairan tersebut benar-benar hilang.
(29)
2.4. Manajemen Pengendalian Kanker Leher Rahim 1. Persiapan
1) Analisis kebutuhan pemeriksaan seperti:
a. Perkirakan target sasaran yaitu 80% dari jumlah WUS yang berusia 30-50 tahun di suatu daerah.
b. Perkirakan kebutuhan pelayanan pengobatan.
c. Pemetaan klien, dimana hal ini bertujuan agar mempermudah perempuan untuk mencapai akses penapisan kanker yang berkualitas dan pengobatannya. Dalam hal ini kader kesehatan mempunyai peranan penting dalam melakukan kunjungan rumah untuk memotivasi klien agar bersedia mengikuti program penapisan.
2) Analisis Kebutuhan Bahan Dan Alat
a. Perhitungan kebutuhan bahan pemeriksaan IVA dan pengobatan krioterapi.
b. Penghitungan pembiayaan, hal-hal yang perlu diperhatikan untuk menghitung pembiayaan yang dibutuhkan meliputi : biaya penyebarluasan informasi dan edukasi untuk masyarakat, pelatihan untuk petugas kesehatan yang dilaksanakan di kabupaten sedangkan untuk puskesmas dilakukan pelatihan pada kader kesehatan yang akan membantu untuk menyebarluaskan informasi dan memotivasi masyarakat agar mau melakukan penapisan kanker leher rahim; biaya pelayanan penapisan; biaya keperluan dalam pencatatan, pemantauan dan penilaian.
(30)
Sebelum perempuan dan keluarganya bersedia dan mendukung program kegiatan penapisan mereka harus mengerti apa perlunya dan apa pentingnya deteksi dini tersebut. Untuk persiapan masyarakat perlu dilakukan advokasi dan sosialisasi, bina suasana, penggerakan masyarakat dan menjalin kemitraan dengan LP/LS/LSM.
a. Advokasi dan Sosialisasi
Advokasi ditujukan kepada para pengambil keputusan atau orang/institusi yang berpengaruh seperti gubernur/bupati, camat, kepala desa, ketua tim penggerak PKK, Dharma Wanita, LSM dan lain-lain. Tujuannya agar para pengambil keputusan atau pimpinan memberikan dukungan baik dana maupun moril guna peningkatan kegiatan. Advokasi dilakukan oleh kepala dinas kesehatan beserta jajarannya.
b. Bina Suasana (social support)
Strategi ini ditujukan kepada kelompok sasaran sekunder seperti tokoh masyarakat, keluarga, PKK, organisasi perempuan, keagamaan dan lain-lain.Tujuannya agar kelompok ini dapat mengembangkan atau menciptakan suasana yang mendukung peningkatan pengendalian kanker leher rahim.
c. Penggerakan Masyarakat (empowerment)
Strategi ini di tujukan kepada sasaran primer yaitu wanita/perempuan usia subur (WUS) dan perempuan yang berisiko. Tujuannya agar kelompok sasaran meningkat pengetahuan dan kesadaran dalam melakukan pengendalian kanker leher rahim.
(31)
d. Kemitraan dengan LP/LS dan kelompok potensial setempat
Petugas tidak mungkin bekerja sendiri tetapi perlu bekerja sama dengan berbagai pihak yang terkait seperti lintas program, lintas sektor serta kelompok potensial setempat seperti tokoh agama, masyarakat, kader, organisasi, perempuan keagamaan, PKK dan lain-lain (KEMENKES RI, 2013).
2.5 Puskesmas 2.5.1 Definisi
Pusat kesehatan masyarakat (PUSKESMAS) adalah suatu sarana pelayanan kesehatan yang menjadi andalan atau tolak ukur dari pembangunan kesehatan, sarana peran serta masyarakat, dan pusat pelayanan pertama yang menyeluruh dari suatu wilayah (Alamsyah dan Muliawati, 2013).Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan disuatu wilayah kerjanya (Syafrudin, dkk, 2009).
2.5.2Fungsi Puskesmas
1. Pusat penggerak pembanguan berwawasan kesehatan
Puskesmas selalu berupaya menggerakan dan memantau penyelenggaraan pembangunan lintas sektor termasuk oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya, sehingga berwawasan serta mendukung pembangunan kesehatan.
2. Pusat Pemberdayaan Masyarakat
Puskesmas selalu berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat, keluarga dan masyarakat termasuk dunia usaha memiliki kesadaran, kemauan
(32)
dan kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan.
3. Pusat Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama
Puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh terpadu dan berkesinambungan(Syafrudin, dkk, 2009).
2.6 Kerangka Pikir
Gambar 2.7 Kerangka pikir
Berdasarkan gambar diatas definisi dari kerangka pikir tersebuat adalah sebagai berikut:
1. INPUT
Input adalah segala sesuatu yang dibutuhkan untuk dapat melaksanakan program pencegahan kanker serviks dengan menggunakan metode IVA, seperti : Ketersediaan SDM , Ketersediaan Sarana dan Prasarana, dan dana.
a. Ketersediaan SDM adalah Tenaga Kesehatanyang terlibat dalam pelaksanaan program pencegahan kanker serviks dengan INPUT
1. Ketersediaan SDM
2. Sarana dan Prasarana 3. Dana PROSES 1. Advokasi 2. Koordinasi 3. sosialisasi 4. Deteksi dini 5. Pengobatan
OUTPUT Jumlah ibu yang melakukan pemeriksaan IVA
(33)
b. Ketersediaan Sarana/ Prasarana adalah seluruh bahan, peralatan, serta fasilitas yang digunakan dalam pelaksanaan program deteksi dini kanker serviks dengan menggunakan metode IVA di Puskesmas Tanjung Morawa.
c. Dana adalah bagian yang mendukung dalam pelaksanaan program, dana yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sumber pembiayaan program deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA, biaya untuk pemeriksaan IVA dan krioterapi.
2. Proses adalah langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan program deteksi dini kanker serviks dengan menggunakan metode IVA di Puskesmas Tanjung Morawa, yaitu dengan cara:
1. Advokasi adalah suatu bentuk upaya persuasi yang mencakup kegiatan pelaksanaan deteksi dini kanker leher rahim dengan metode IVA.
2. Sosialisasi adalah suatu proses untuk menawarkan, menanamkan pemahaman, dan pemberian Informasi lengkap tentang pemeriksaan deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA kepada masyarakat 3. Koordinasi adalah kerja sama dengan pihak lain dalam implementasi
program deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA
4. Deteksi dini adalah kegiatan untuk mengungkapkanakan adanya kemungkinan mengidap penyakit kanker serviks dengan menggunakan metode IVA.
5. Pengobatan adalahtindak lanjut setelah pemeriksaan IVA
3. Output adalah hasil dari pelaksanaan program yaitu jumlah ibu-ibu yang melakukan pemeriksaan IVA di Puskesmas Tanjung Morawa.
(1)
1. Lesi acetowhite lebih dari 75% dari permukaan leher rahim.
2. Lesi acetowhite meluas sampai ke dinding vagina atau lesi lebih dari 2 mm dari tepi probe alat krioterapi.
3. Lesi acetowhite namun klien menginginkan pengobatan lain selain krioterapi atau meminta tes diagnosis lebih lanjut di pelayanan kesehatan lainnya.
4. Dicurigai kanker.
5. Pada saat pemeriksaan bimanual, dicurigai adanya masa ovarium. 1) Konseling sebelum menjalani krioterapi
Sesuai dengan kode etik kedokteran, informed consent secara verbal dan tertulis harus diperoleh sebelum melakukan tindakan. Klien harus mendapatkan penjelasan yang lengkap tentang tindakankrioterapi yang akan dijalaninnya, risiko dan manfaat, angka keberhasilan dan alternatif lain. Dan memberikan informasi tambahan mengenai IMS dan cara mencegahnya.
2) Konseling pasca krioterapi
Sebagian besar perempuan/ibu tidak akan mengalami masalah setelah krioterapi. Beritahu ibu bahwa mungkin akan mengalami kram dan mengeluarkan cairan bening (atau sedikit bercampur darah) yang biasanya berlangsung selama 4 sampai 6 minggu. Jika berbau atau berwarna seperti nanah, atau jika ibu merasa nyeri, dia harus segera kembali ke klinik untuk memeriksaka kemungkinan terjadinya infeksi. Anjurkan ibu agar tidak menyemprotkan air obat (douche), mengunakan tampon atau berhubungan seks selama 4 minggu, atau sampai cairan tersebut benar-benar hilang.
(2)
2.4. Manajemen Pengendalian Kanker Leher Rahim
1. Persiapan
1) Analisis kebutuhan pemeriksaan seperti:
a. Perkirakan target sasaran yaitu 80% dari jumlah WUS yang berusia 30-50 tahun di suatu daerah.
b. Perkirakan kebutuhan pelayanan pengobatan.
c. Pemetaan klien, dimana hal ini bertujuan agar mempermudah perempuan untuk mencapai akses penapisan kanker yang berkualitas dan pengobatannya. Dalam hal ini kader kesehatan mempunyai peranan penting dalam melakukan kunjungan rumah untuk memotivasi klien agar bersedia mengikuti program penapisan.
2) Analisis Kebutuhan Bahan Dan Alat
a. Perhitungan kebutuhan bahan pemeriksaan IVA dan pengobatan krioterapi.
b. Penghitungan pembiayaan, hal-hal yang perlu diperhatikan untuk menghitung pembiayaan yang dibutuhkan meliputi : biaya penyebarluasan informasi dan edukasi untuk masyarakat, pelatihan untuk petugas kesehatan yang dilaksanakan di kabupaten sedangkan untuk puskesmas dilakukan pelatihan pada kader kesehatan yang akan membantu untuk menyebarluaskan informasi dan memotivasi masyarakat agar mau melakukan penapisan kanker leher rahim; biaya pelayanan penapisan; biaya keperluan dalam pencatatan, pemantauan dan penilaian.
(3)
Sebelum perempuan dan keluarganya bersedia dan mendukung program kegiatan penapisan mereka harus mengerti apa perlunya dan apa pentingnya deteksi dini tersebut. Untuk persiapan masyarakat perlu dilakukan advokasi dan sosialisasi, bina suasana, penggerakan masyarakat dan menjalin kemitraan dengan LP/LS/LSM.
a. Advokasi dan Sosialisasi
Advokasi ditujukan kepada para pengambil keputusan atau orang/institusi yang berpengaruh seperti gubernur/bupati, camat, kepala desa, ketua tim penggerak PKK, Dharma Wanita, LSM dan lain-lain. Tujuannya agar para pengambil keputusan atau pimpinan memberikan dukungan baik dana maupun moril guna peningkatan kegiatan. Advokasi dilakukan oleh kepala dinas kesehatan beserta jajarannya.
b. Bina Suasana (social support)
Strategi ini ditujukan kepada kelompok sasaran sekunder seperti tokoh masyarakat, keluarga, PKK, organisasi perempuan, keagamaan dan lain-lain.Tujuannya agar kelompok ini dapat mengembangkan atau menciptakan suasana yang mendukung peningkatan pengendalian kanker leher rahim.
c. Penggerakan Masyarakat (empowerment)
Strategi ini di tujukan kepada sasaran primer yaitu wanita/perempuan usia subur (WUS) dan perempuan yang berisiko. Tujuannya agar kelompok sasaran meningkat pengetahuan dan kesadaran dalam melakukan pengendalian kanker leher rahim.
(4)
d. Kemitraan dengan LP/LS dan kelompok potensial setempat
Petugas tidak mungkin bekerja sendiri tetapi perlu bekerja sama dengan berbagai pihak yang terkait seperti lintas program, lintas sektor serta kelompok potensial setempat seperti tokoh agama, masyarakat, kader, organisasi, perempuan keagamaan, PKK dan lain-lain (KEMENKES RI, 2013).
2.5 Puskesmas
2.5.1 Definisi
Pusat kesehatan masyarakat (PUSKESMAS) adalah suatu sarana pelayanan kesehatan yang menjadi andalan atau tolak ukur dari pembangunan kesehatan, sarana peran serta masyarakat, dan pusat pelayanan pertama yang menyeluruh dari suatu wilayah (Alamsyah dan Muliawati, 2013).Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan disuatu wilayah kerjanya (Syafrudin, dkk, 2009).
2.5.2Fungsi Puskesmas
1. Pusat penggerak pembanguan berwawasan kesehatan
Puskesmas selalu berupaya menggerakan dan memantau penyelenggaraan pembangunan lintas sektor termasuk oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya, sehingga berwawasan serta mendukung pembangunan kesehatan.
2. Pusat Pemberdayaan Masyarakat
Puskesmas selalu berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat, keluarga dan masyarakat termasuk dunia usaha memiliki kesadaran, kemauan
(5)
dan kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan.
3. Pusat Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama
Puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh terpadu dan berkesinambungan(Syafrudin, dkk, 2009).
2.6 Kerangka Pikir
Gambar 2.7 Kerangka pikir
Berdasarkan gambar diatas definisi dari kerangka pikir tersebuat adalah sebagai berikut:
1. INPUT
Input adalah segala sesuatu yang dibutuhkan untuk dapat melaksanakan program pencegahan kanker serviks dengan menggunakan metode IVA, seperti : Ketersediaan SDM , Ketersediaan Sarana dan Prasarana, dan dana.
a. Ketersediaan SDM adalah Tenaga Kesehatanyang terlibat dalam pelaksanaan program pencegahan kanker serviks dengan menggunakan metode IVA di Puskesmas Tanjung Morawa.
INPUT 1. Ketersediaan
SDM 2. Sarana dan
Prasarana 3. Dana
PROSES 1. Advokasi 2. Koordinasi 3. sosialisasi 4. Deteksi dini 5. Pengobatan
OUTPUT Jumlah ibu yang melakukan pemeriksaan IVA
(6)
b. Ketersediaan Sarana/ Prasarana adalah seluruh bahan, peralatan, serta fasilitas yang digunakan dalam pelaksanaan program deteksi dini kanker serviks dengan menggunakan metode IVA di Puskesmas Tanjung Morawa.
c. Dana adalah bagian yang mendukung dalam pelaksanaan program, dana yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sumber pembiayaan program deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA, biaya untuk pemeriksaan IVA dan krioterapi.
2. Proses adalah langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan program deteksi dini kanker serviks dengan menggunakan metode IVA di Puskesmas Tanjung Morawa, yaitu dengan cara:
1. Advokasi adalah suatu bentuk upaya persuasi yang mencakup kegiatan pelaksanaan deteksi dini kanker leher rahim dengan metode IVA.
2. Sosialisasi adalah suatu proses untuk menawarkan, menanamkan pemahaman, dan pemberian Informasi lengkap tentang pemeriksaan deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA kepada masyarakat 3. Koordinasi adalah kerja sama dengan pihak lain dalam implementasi
program deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA
4. Deteksi dini adalah kegiatan untuk mengungkapkanakan adanya kemungkinan mengidap penyakit kanker serviks dengan menggunakan metode IVA.
5. Pengobatan adalahtindak lanjut setelah pemeriksaan IVA
3. Output adalah hasil dari pelaksanaan program yaitu jumlah ibu-ibu yang