Implementasi Kebijakan Sertifiksi Guru Sekolah Dasar (Sd) Di Kabupaten Deli Serdang (Studi Pada Sd Negeri Nomor 106812 Bandar Klippa)

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pendidikan merupakan aspek penting dan ujung tombak dalam rangka meningkatkan kualitas sumberdaya manusia agar mampu bersaing di tengah kompetisi kehidupan berbangsa yang semakin maju dan modern. Pendidikan adalah investasi jangka panjang dan menjadi kunci untuk masa depan yang lebih baik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tanpa adanya pendidikan yang memadahi dan berkualitas, maka bangsa Indonesia akan semakin tertingal di buritan peradaban.1

Kualitas pendidikan di Indonesia masih memprihatinkan. Ini dibuktikan dengan data UNESCO (2012) tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, Pengertian pendidikan menurut Undang-undang SISDIKNAS Nomor 20 Tahun 2003 adalah sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran sedemikian rupa supaya peserta didik dapat mengembangkan potensi dirinya secara aktif supaya memiliki pengendalian diri, kecerdasan, keterampilan dalam bermasyarakat, kekuatan spiritual keagamaan, kepribadian serta akhlak mulia.


(2)

kesehatan, dan penghasilan per kepala yang menunjukkan, bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Di dunia internasional, kualitas pendidikan Indonesia berada di peringkat ke-64 dari 120 negara di seluruh dunia berdasarkan laporan tahunan UNESCO Education For All Global Monitoring Report 2012. Sedangkan berdasarkan Indeks Perkembangan Pendidikan (Education Development Index, EDI), Indonesia berada pada peringkat ke-69 dari 127 negara pada 2011.2

Mutu profesionalisme guru di Indonesia sangat memprihatinkan.Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadaiuntuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran,melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan pengabdian masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari jumlah kelayakan guru mengajar.Dari total

Kualitas pendidikan terkait erat dengan kualitas dan profesionalisme guru.Salah satu aspek penting untuk memajukan pendidikan adalah dengan adanya guru-guru yang profesional. Guru merupakan salah satu komponen dari mikro sistem pendidikan yang sangat strategis dan banyak mengambil peran didalam proses pendidikan secara luas khususnya dalam pendidikan persekolahan (Suyanto dan Hisyam, 2000:27). Guru atau pendidik merupakan subjek yang sangat sentral bagi terselenggaranya mutu pendidikan yang berkualitas.

pada tanggal 22 Februari 2015 Pukul 23.50 WIB)


(3)

jumlah guru di Indonesia (TK sampai SLTA, termasuk Madrasah, swasta maupun negeri) yang berjumlah 2.777.802 guru, baru 34,49% atau sekitar 958 guruu yang memiliki kualifikasi S-1. Guru SLTP ysng berjumlah 686.40, baru 53,47% yang sudah memiliki kualifikasi S-1. Guru SLTA dengan jumlah 312.616 guru yang terdiri dari SMA dan MA, baru 68,78% sudah berkualifikasi S-1. Di SMK dari 168.031 guru, 64,70% juga sudah berkualifikasi S-1. Guru SD dan MI, baik negeri maupun swasta merupakan kelompok guru debgan jumlah paling banyak yang belum berkualifikasi S-1, yaitu dari 1.452.809 guru, baru 9,01% yang berkualifikasi S-1, sekitar 130.898 guru (Balitbang Depdiknas RI,2012).

Terkait dengan masalah diatas, pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) telah melakukan berbagai upaya strategis untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan sumber daya manusia dengan memberi perhatian khusus kepada para guru.Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah adalah dengan mengeluarkan sebuah kebijakan yang dapat meningkatkan profesionalisme kinerja guru dengan kebijakan sertifikasi. Menurut Muhammad Zen bahwa pemerintah melakukan sertifikasi guru, salah satu alasannya adalah mengangkat nasib guru dan pengakuan profesi guru disejajarkan dengan profesi bergengsi lainnya sebagai tenaga professional (Muhammad Zen, 2010 : 20). Kebijakkan sertifikasi guru ini diatur dalam Permendiknas No. 18/2007 yang mengacu pada Undang-Undang Republik Indonesia No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Undang-Undang Guru dan Dosen No.14/2005 seeta Peraturan Pemerintah No. 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.


(4)

Sertifikasi guru merupakan upaya peningkatan mutu guru yang diikuti dengan peningkatan kesejahteraan guru, sehingga diharapkan dapat meningkatkan mutu pembelajaran dan mutu pendidikan di Indonesia secara berkelanjutan (Depdiknas, 2008:1). Pelaksanaan sertifikasi guru dalam jabatan dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu :3

1. Penilaian portofolio guru, merupakan pengakuan atas pengalaman profesional guru dalam bentuk penilaian terhadap kumpulan dokumen yang mencerminkan kompetensi guru.

2. Jalur pendidikan, diorientasikan bagi guru junior yang berprestasi dan mengajar pada pendidikan dasar (SD dan SMP) yang diselenggarakan selama-lamanya 2 (dua) semester dan diakhiri dengan asesmen.

Sertifikasi gurumenjadi landasan menjamin keberadaan guru yang profesional untuk mewujudkan pendidikan nasional.Pelekasanaan sertifikasi guru diharapkan mampu sebagai solusi terkait dengan pencapaian standar guru yang berkualitas dan profesional.Kebijakan sertifikasi guru melalui Permendiknas No. 18/2007 merupakan salah satu upaya Depatemen Pendidikan Nasional Depdiknas dalam rangka meningkatkan kualitas dan profesionalitas guru sehingga pembelajaran di sekolah menjadi berkualitas. Tujuan sertifikasi adalah :4

tanggal 22 Februari 2015 Pukul 22.20 WIB)


(5)

1. Menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik profesional.

2. Meningkatkan proses dan hasil pembelajaran. 3. Meningkatkan kesejahteraan guru.

4. Meningkatkan martabat guru dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu.

Dari pemaparan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitiandengan judul “Implementasi Kebijakan Sertifikasi Guru Sekolah Dasar di Kabupaten Deli Serdang (Studi pada SD Negeri Nomor 106812 Bandar Klippa).”

1.2Fokus Masalah

Berangkat dari kasus di atas, untuk menjamin kelancaran penelitian dan mendapatkan hasil penelitian yang mendalam, maka penelitian ini dibatasi pada implementasi kebijakan sertifikasi guru sekolah dasar di kabupaten Deli Serdang. Kasus yang diangkat oleh peneliti adalah bagaimana pelaksanaan kebijakan sertifikasi guru sekolah dasar dan faktor-faktor apa saja yang menghambat implementasi kebijakan sertifikasi guru sekolah dasar tersebut.


(6)

1.3Rumusan Masalah

Berkaitan dengan uraian pada latar belakang diatas, maka permasalahan yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah “Bagaimana implementasi kebijakan sertifikasi guru sekolah dasar di Kabupaten Deli Serdang?”

1.4Tujuan

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana implementasi kebijakan sertifikasi guru sekolah dasar di Kabupaten Deli Serdang.

1.5Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Secara subjektif, bermanfaat untuk meningkatkan dan mengembangkan

kemampuan berfikir dalam menganalisa masalah-masalah serta menerapkan teori-teori yang ada .

2. Secara praktis, memberikan data dan informasi yang berguna bagi semua

kalangan terutama bagi mereka yang secara serius mengamati kebijakan sertifikasi guru sekolah dasar.

3. Secara akademis penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi baik

secara langsung maupun tidak bagi kepustakaan Departemen Ilmu Administrasi Negara dan bagi kalangan penulis lainnya yang tertarik untuk mengeksplorasi kembali kajian tentang pelaksanaan kebijakan sertifikasi guru sekolah dasar di Kabupaten Deli Serdang.


(7)

1.6Kerangka Teori

Secara umum, teori adalah sebuah sitem konsep abstrak yang mengindikasikan adanya hubungan diantara konsep – konsep tersebut yang membantu kita memahami sebuah fenomena. Sehingga bisa dikatakan bahwa sebuah teori adalah suatu kerangka kerja konseptual untuk mengatur pengetahuan dan memyediakan suatu cetak biru untuk melakukan beberapa tindakan selanjutnya.

Dalam Nazir (1983: 19), Kerlinger mendefinisikan teori sebagai sebuat set konsep atau construct yang berhubungan satu dengan lainnya, suatu set dari proporsi yang mengandung suatu pandangan sistematis dari fenomena.

Untuk memperoleh pemahaman yang sama atas konsep - konsep yang digunakan dalam penelitian ini dan menjadi kerangka berfikir bagi peneliti, maka berikut beberapa konsep yang dianggap relevan dengan kasus penelitian yang dibahas.

1.6.1 Kebijakan Publik

1.6.1.1 Pengertian Kebijakan Publik

Secara etimologi, kebijakan publik terdiri atas dua kata, yaitu kebijakan dan publik. Dari kedua kata yang saling berkaitan. Dari kedua kata yang saling berkaitan tersebut, oleh Graycar dalam Kabann (2008:59) kebijakan dapat dipandang dari


(8)

empat perspektif, yaitu filosifis, produk, proses, dan kerangka kerja. Sebagai suatu konsep filosofis, kebijakan dipandang sebagai serangkaian prinsip atau kondisi yang diinginkan. Sebagai suatu produk, kebijakan diartikan sebagai serangkaian kesimpulan atau rekomendasi. Sebagai suatu proses, kebijakan menunjuk pada cara diaman melalui cara tersebut suatu organisasi dapat mengetahui apa yang diharapkan darinya yaitu program dan mekanisme dalam mencapai produknya. Sedangkan sebagai suatu kerangka kerja, kebijakan merupakan suatu proses tawar-menawar dan negoisasi untuk merumuskan isu-isu dan metode implementasinya.

Sedangkan W. Wilson dalam bukunya Parsons (2008:15) memandang hal lain dari makna modern gagasan “kebijakan” (policy), yaitu seperangkat aksi atau rencana yang mengandung tujuan politik yang berbeda dengan makna “administration”. Kata policy mengandung makna kebijakan sebagai rationale, sebuah manifestasi dari penilaian yang penuh pertimbangan. Lebih lanjut Wayne Parsons memberi definisi kebijakan adalah usaha untuk mendefinisikan dan menyususn basis rasional untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan. Selanjutnya masih dalam bukunya Parsons pengertian kebijakan tampak lebih jelas dari definisi yang dikemukakan oleh Anderson yaitu bahwa istiah “kebijakan” atau “policy” digunakan untuk menunjuk perilaku seorang aktor atau melihat aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu.

Sementara itu, gagasan tentang publik berasal dari Bahasa Inggris yaitu public yang berarti masyarakat umum dan juga rakyat. Menurut Parsons (2008:3), publik itu sendiri berisi aktivitas manusia yang dipandang perlu untuk diatur atau diintervensi oleh pemerintah atau aturan sosial, atau setidaknya oleh tindakan bersama.


(9)

Jika digabungkan, rumus kebijakan publik yang dikemukakan Thomas R. Dye adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan dan tidak dilakukan (Winarno. 2002:15). Sedikit berbeda dengan Wildavsky dalam Kusumanegara (2010) yang mendefinisikan kebijakan publik adalah suatu hipotesis yang mengandung kondisi-kondisi awal dari aktivitas pemerintah dan akibat-akibat yang bisa diramalkan. Selanjutnya menurut Anderson dalam Winarno (2002) sifat kebijakan publik adalah tidak dapat dipahami secara lebih baik bila konsep ini dirinsi menjadi beberapa kategori, seperti tuntutan-tuntutan kebijakan (policy demands), keputusan-keputusan kebijakan (policy decisions), pernyataan-pernyataan kebijakan (policy statements) hasil-hasil kebijakan (policy outputs), dan dampak-dampak kebijakan (policy outcomes).

Dari definisi-definisi diatas penulis menyimpulkan bahwa kebijakan publik adalah seperangkat putusan yang telah ditetapkan pemerintah untuk dilakukan dan tidak dilakukkan dalam memenuhi kepentingan orang banyak

1.6.1.2 Tahapan Kebijakan Publik

Proses analisis kebiakan adalah serangkaian aktivitas intelektual yang dilakukan didalam proses kegiatan yang pada dasarnya bersifat politis. Aktivitas politis tersebut dijelaskan sebagai proses pembuatan kebijakan dan divisualisasikan sebagai serangkaian tahap yang saling bergantung yang diatur menurut urutan waktu : penyusunan agenda kebijakan, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi


(10)

kebijakan, dan penilaian kebijakan. 5

1. Penetapan agenda kebijakan (agenda setting)

Sedangkan aktivitas perumusan masalah, peramalan (forecasting), rekomendasi kebijakan, pemantauan (monitoring), dan evaluasi kebikakan adalah aktivitas yang lebih bersifat intelektual.

Dalam memecahkan masalah yang dihadapi kebijakan publik, lebih lanjut Dunn mengemukakan tahapan analisis yang harus dilakukan, yaitu :

Perumusan masalah dapat memasok pengetahuan yang relevan dengan kebijakan yang mempersoalkan asumsi-asumsi yang mendasari definisi maslah dan memasuki proses pembuatan kebijakan melalui penyusunan agenda. Perumusan masalah dapat membantu menemukan asumsi-asumsi yang tersembunyi, mendiagnosis penyebab-penyebabnya, memetakan tujuan-tujuan yang memungkinkan, memadukan pandangan-pandangan yang betentangan, dan merancang peluang-peluang kebijakan yang baru. Perumusan kebijakan harus difasilitasi berupa dukungan sosial, dukungan politik, dukungan budaya.

2. Formulasi kebijakan

Dalam tahap formulasi kebijakan, peramalan dapat menyediakan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan tentang masalah yang akan terjadi dimasa mendatang sebagai akibat dari diambilnya alternatif, termasuk tidak melakukan sesuatu.

3. Adopsi kebijakan

5Dunn, William N. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.


(11)

Pada tahap ini pengambil kebijakan terbantu dalam rekomendasi yang membuahkan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan tentang manfaat atau biaya alternatif yang akibatnya dimasa mendatang telah diestimasikan melalui peramalan.

4. Implementasi kebijakan

Pemantauan atau monitoring menyediakan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan tentang akibat dari kebijakan yang diambil sebelumnya terhadap pengambilan kebijakan pada tahap implementasi kebijakan. Pemantauan membantu menilai tingkat kepatuhan, menemukan akibat-akibat yang tidak diinginkan dari kebijakan dan program, mengidentifikasi hambatan dan rintangan implementasi, dan menemukan letak pihak-pihak yang bertanggung jawab pada setiap tahap kebijakan. Proses implementasi membutuhkan fasilitasi, seperti tim, lembaga, peraturan, dan sumberdaya. 5. Evaluasi kebijakan

Evaluasi kebijakan membuahkan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan tentang ketidaksesuaian antara kinerja kebijakan yang diharapkan dengan yang benar-benar dihasilakan.

1.6.2 ImplementasiKebijakan

Pemerintah membuat kebijakan publik karena ada sesuatu hal yang urgen dan berpengaruh dengan kepentingan publik. Kebiajakan ini tentunya harus ditentukan secara tepat dan efektif bagi kelangsungan hidup publik. Hessel Nogi S. Tangkilisan (2003:2) berpendapat bahwa jika sebuah kebijakan diambil secara tepat, maka kemungkinan kegagalan pun masih bisa terjadi jika proses implementasi tidak tepat.


(12)

Bahkan sebuah kebijakan yang brilian sekalipun jika diimplementasikan buruk bisa gagal untk mencapai tujuan yang telah ditetapkan para perancangnya.

Hal yang paling penting dalam proses kebijakan adalah pengimplementasiannya. Secara etimologi, implementasi berasal dari bahasa Inggris, yaitu to implemen, it meansto provide themeans for carrying out (menyediakan sarana untuk melakukan sesuatu) dan to give practicaleffect to (untuk menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu). Sesuatu yang dimaksud dilakukan untuk menimbulkan dampak atau akibat berupa undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan peradilan dan kebijakan yang dibuat oleh lembaga-lembaga pemerintah dalam kehidupan kenegaraan.

Dalam Syaukani, Gaffar dan Rasyid, M. Ryaas (2002:295) Pressman dan Wildavskymerumuskan implementasi sebagai proses interaksi diantara perangkat tujuan dan tindakan yang mampu untuk meraihnya, serta serangkaian aktivitas langsung dan diarahkan untuk menjadikan program berjalan, dimana aktivitas tersebut mencakup :

a. Organisasi : pembentukan atau penataan kembali sumber daya, unit-unit serta metode untuk menjadikan program berjalan.

b. Interpretasi : menafsirkan agar program menjadi dan pengarahan yang tepat untuk dapat diterima dan dilaksanakan.

c. Penerapan : ketentuan rutin dari pelayanan, pembayaran, atau lainnya yang dapat disesuaikan dengan tujuan atau perlengkapan program.


(13)

Adapun dalam mengimplemetasikan suatu kebijakan dikenal beberapa model sebagai berikut:6

1.6.2.1 Model Implementasi Kebijakan George Edward III

Edward melihat implementasi kebijakan sebagai suatu proses yang dinamis, dimana terdapat banyak faktor yang saling berinteraksi dan mempengaruhi implementasi kebijakan. Faktor-faktor tersebut perlu ditampilkan guna mengetahui bagaimana pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap implementasi. Oleh karena itu, Edward menegaskan bahwa dalam studi implementasi terlebih dahulu harus diajukan dua pertanyaan pokok yaitu:

i. Apakah yang menjadi prasyarat bagi implementasi kebijakan?

ii. Apakah yang menjadi faktor utama dalam keberhasilan implementasi kebijakan?

Menurut Edward ada 4 faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan atau kegagalan implementasi suatu kebijakan, yaitu faktor komunikasi, sumber daya, struktur birokrasi, dan disposisi. 7

a) Struktur Birokrasi

Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek struktur yang paling penting dari setiap organisasi adalah adanya

6

Tanglilisan. Kebijakan Publik yang Membumi. Yogyakarta: YPAPI dan Lukman Offset. Th.2003. Hal.20

7Subarsono. Analisis Kebijakan Publik, Konsep, Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.


(14)

rincian tugas dan prosedur pelayanan yang telah disusun oleh organisasi. Rincian tugas dan prosedur pelayanan menjadi pedoman bagi implementor dalam bertindak. Selain itu struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan red-tape yakni prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks. Pada akhirnya menyebabkan aktivitas oraganisasi tidak fleksibel.

b) Komunikasi

Persyaratan pertama bagi implementasi kebijakan yang efektif adalah bahwa mereka yang melaksanakan keputusan harus mengetahui apa yang mereka lakukan. Keputusan-keputusan kebijakan dan perintah-perintah harus diteruskan kepada personil yang tepat sebelum keputusan dan perintah-perintah tersebut dapat diikuti. Menurut Edward ada 3 indikator penting dalam proses komunikasi kebijakan yaitu transmisi, kejelasan, dan konsistensi.

c) Sumber Daya

Sumber daya adalah faktor yang paling penting dalam implementasi kebijakan agar efektif. Sumber daya tersebut dapat berwujud sumber daya manusia,, yakni kompetensi implementor, dann sumber daya finansial.

d) Disposisi

Disposisi adalah watak atau karakteristik yang dimiliki oleh implementor seperti komitmen, kejujuran, dan sifat demokratis. Apabila implementos memiliki disposisi yang baik, maka dia akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik pula seperti yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika


(15)

implemetor memiliki sifat atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan maka proses implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektif. Faktor-faktor yang menjadi perhatian Edward mengenai disposisi dalam implementasi kebijakan terdiri atas :

1. Pengangkatan birokrasi. Sikap pelaksana akan menimbulkan hambatan-hambatan yang nyata terhadap implementasi kebijakan bila personel yang ada tidak melaksanakan kebiijakan yang diinginkan oleh pejabat-pejabat yang lebih atas. Karena itu pengangkatan dan pemilihan personel pelaksana kebijakan haruslah orang-orang yang memiliki dedikasi pada kebijakan yang telah ditetapkan, lebih khusus lagi pada kepentingan warga masyarakat.

2. Insentif merupakan salah satu teknik yang disarankan untuk mengatasi masalah sikap para pelaksana kebijakan dengan memanipulasi insentif. Pada dasarnya orang bergerak berdasarkan kepentingan dirinya sendiri, maka memanipulasi insentif oleh para pembuat kebijakan mempengaruhi tindakan para pelaksana kebijakan. Dengan cara menambah keuntungan atau biaya tertentu mumgkin akan menjadi faktor pendorong yang membuat para pelaksana menjalankan perintah dengan baik. Hal ini dilakukan sebagai upaya memenuhi kepentingan pribadi atau organisasi.


(16)

1.6.2.2Model Implementasi Kebijakan Gogin

Untuk mengimplementasi kebijakan dengan model Gogin ini dapat mengidentifikasikan variable-variabel yang mempengaruhi tujuan-tujuan formal pada keseluruhan implementasi yakni :

1. Bentuk dan isi kebijakan termasuk didalamnya kemampuan kebijakan untuk menstrukturkan proses implementasi.

2. Kemampuan organisasi dengan segala sumber daya berupa dana maupun insentif lainnya yang akan mendukung implementasi secara efektif, dan 3. Pengaruh lingkungan dari masyarakat dapat berupa karakteristi, motivasi,

kecendrungan hubungan antara warga masyrakat, termasuk pola komunikasinya.

1.6.2.3Model Implementasi Kebijakan Grindle

Sebagaimana dikutip oleh Wahab (2001) Grindle menciptakan model implementasi sebagai kaitan antara tujuan kebijakan dan hasil-hasilnya, selanjutnya pada model ini hasil kebiajakan yang dicapai akan dipengaruhi oleh isi kebijakan yang terdiri dari :

1. Kepentingan-kepentingan yang dipengaruhi, 2. Tipe-tipe manfaat,

3. Derajat perubahan yang diharapkan, 4. Letak pengambilan keputusan, 5. Pelaksanaan program, dan 6. Sumber daya yang dilibatkan.


(17)

Isi sebuah kebiajakan akan menunjukkan posisi pengambilan keputusan oleh sejumlah besar pengambilan kebijakan, sebaliknya ada kebijakan tertentu yang lainnya hanya ditentukan oleh sejumlah kecil satu unit pengambil kebijakan. Pengaruh selanjutnya adalah lingkungan yang terdiri dari :

1. Kekuasaan, kepentingan, dan startegi aktor yang terlibat. 2. Karakteristik lembaga penguasa, dan

3. Kepatuhan dan daya tanggap.

Karenannya setiap kebijakan perlu mempertimbangkan konteks atau lingkaran dimana tindakan administrasi dilakukan.

1.6.2.4Model Implementasi Van Meter dan Van Horn

Model kebijakan yang dikemukakan oleh Van Meter dan Van Horn dipengaruhi oleh 6 faktor, yaitu :

1. Standar kebijakan dan sasaran yang menjelaskan rincian tujuan keputusan kebiajkan secara menyeluruh.

2. Sumber daya kebijakan berupa dana pendukung implementasi.

3. Komunikasi inter organisasi dan kegiatan pengukuran digunakan oleh pelaksana untuk memakai tujuan yang hendak dicapai.

4. Karakteristik pelaksana, artinya karakteristik organisasi faktor krusial yang menentukan berhasil tidaknya suatu program.

5. Kondisi sosial ekonomi dan politik yang dapat mempengaruhi hasil kebijakan.


(18)

Van Meter dan Van Horn menegaskan bahwa pada dasarnya kinerja dari implementasi kebijakan adalah penilaian atas tingkat ketercapaian standar dan sasaran kebijakan tersebut.8

1.6.3 Sertifikasi Guru

1.6.3.1Pengertian Sertifikasi

Sertifikasi guru adalah upaya peningkatan mutu guru yang diikuti dengan peningkatan kesejahteraan guru, sehingga diharapkan dapat meningkatkan mutu pembelajaran dan mutu pendidikan (Depdiknas, 2008:1). Sertifikasi guru diberikan kepada guru yang telah memenuhi standar profesional guru. Guru profesional merupakan syarat mutlak untuk menciptakan sistem dan praktik pendidikan yang bermutu.

1.6.3.2Prinsip Sertifikasi

1. Dilaksanakan secara objektif, transparan, dan akuntabel Objektif yaitu mengacu kepada proses perolehan sertifikat pendidik yang impartial, tidak diskriminatif, dan memenuhi standar pendidikan nasional. Transparan yaitu mengacu kepada proses sertifikasi yang memberikan peluang kepada para pemangku kepentingan pendidikan untuk memperoleh akses informasi tentang pengelolaan pendidikan, yang sebagai suatu sistem meliputi masukan,

8Samodra, Yuyun dan Agus. Evaluasi Kebijakan Publik. Jakarta: PT.Raja Graffindo Persada. Th.1994.


(19)

proses, dan hasil sertifikasi. Akuntabel merupakan proses sertifikasi yang dipertanggungjawabkan kepada pemangku kepentingan pendidikan secara administratif, finansial, dan akademik.

2. Berujung pada peningkatan mutu pendidikan nasional melalui peningkatan mutu guru dan kesejahteraan guru. Sertifikasi guru merupakan upaya pemerintah dalam meningkatkan mutu guru yang dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan guru. Guru yang telah lulus uji sertifikasi guru akan diberi tunjangan profesi sebesar satu kali gaji pokok sebagai bentuk upaya Pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan guru. Tunjangan tersebut berlaku, baik bagi guru yang berstatus pegawai negeri sipil (PNS) maupun bagi guru yang berstatus non-pegawai negeri sipil (non PNS/swasta). Dengan peningkatan mutu dan kesejahteraan guru maka diharapkan dapat meningkatkan mutu pembelajaran dan mutu pendidikan di Indonesia secara berkelanjutan.

3. Dilaksanakan sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan. Program sertifikasi pendidik dilaksanakan dalam rangka memenuhi amanat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

4. Dilaksanakan secara terencana dan sistematis

Agar pelaksanaan program sertifikasi dapat berjalan dengan efektif dan efesien harus direncanakan secara matang dan sistematis.Sertifikasi mengacu


(20)

pada kompetensi guru dan standar kompetensi guru.Kompetensi guru mencakup empat kompetensi pokok yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional, sedangkan standar kompetensi guru mencakup kompetensi inti guru yang kemudian dikembangkan menjadi kompetensi guru TK/RA, guru kelas SD/MI, dan guru mata pelajaran.

5. Menghargai pengalaman kerja guru

Pengalaman kerja guru disamping lamanya guru mengajar juga termasuk pendidikan dan pelatihan yang pernah diikuti, karya yang pernah dihasilkan baik dalam bentuk tulisan maupun media pembelajaran, serta aktifitas lain yang menunjang profesionalitas guru. Hal ini diyakini bahwa pengalaman kerja guru dapat memberikan tambahan kompetensi guru dalam mengajar. 6. Jumlah peserta sertifikasi guru ditetapkan oleh pemerintah

Untuk alasan efektifitas dan efisiensi pelaksanaan sertifikasi guru serta penjaminan kualitas hasil sertifikasi, jumlah peserta pendidikan profesi dan uji kompetensi setiap tahunnya ditetapkan oleh pemerintah.Berdasarkan jumlah yang ditetapkan pemerintah tersebut, maka disusunlah kuota guru peserta sertifikasi untuk masing-masing Provinsi dan Kabupaten/Kota.Penyusunan dan penetapan kuota tersebut didasarkan atas jumlah xlv data individu guru perKabupaten/ Kota yang masuk di pusat data Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan.9


(21)

1.6.3.3Tujuan dan Manfaat Sertifikasi

Sertifikasi guru bertujuan untuk meningkatkan mutu dan menentukan kelayakanguru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dan mewujudkan tujuanpendidikan nasional. Adapun manfaat ujian sertifikasi guru dapat diperikan sebagaiberikut :

1. Melindungi profesi guru dari praktik-praktik yang tidak kompeten, yang dapat merusak citra profesi guru.

2. Melindungi masyarakat dari praktik-praktik pendidikan yang tidak berkualitas dan profesional.

3. Menjadi wahana penjaminan mutu bagi LPTK , dan kontrol mutu dan jumlah guru bagi pengguna layanan pendidikan.

4. Menjaga lembaga penyelenggara pendidikan (LPTK) dari keinginan internal dan tekanan eksternal yang menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang berlaku.

5. Memperoleh tujangan profesi bagi guru yang lulus ujian sertifikasi.10 1.6.3.4Persyaratan untuk Sertifikasi

Sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun 2007, sertifikasi guru dalam jabatan dapat diikuti oleh guru dalam jabatan yang telah memiliki kualifikasi akademik sarjana (S1) atau diploma empat (D-IV).Guru Non PNS yang dapat disertifikasi adalah guru Non PNS yang berstatus sebagai guru tetap pada satuan pendidikan tempat yang bersangkutan


(22)

bertugas.Penentuan guru calon peserta sertifikasi dalam jabatan menggunakan sistem ranking bukan berdasarkan seleksi melalui tes. Kriteria penyusunan ranking (setelah memenuhi persyaratan S1/D4) adalah: (1) masa kerja/pengalaman mengajar, (2) usia, (3) pangkat/golongan (bagi PNS), (4) beban mengajar, (5) jabatan/tugas tambahan, dan (6) prestasi kerja.11

1.6.3.5Instrumen Sertifikasi

Dalam Permendiknas Nomor 18 tahun 2007 tentang Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan disebutkan bahwa sertifikasi bagi guru dalam jabatan dilaksanakan melalui uji kompetensi dalam bentuk penilaian portofolio alias penilaian kumpulan dokumen yang mencerminkan kompetensi guru, dengan mencakup 10 (sepuluh) komponen yaitu : (1) kualifikasi akademik, (2) pendidikan dan pelatihan, (3) pengalaman mengajar, (4) perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, (5) penilaian dari atasan dan pengawas, (6) prestasi akademik, (7) karya pengembangan profesi, (8) keikutsertaan dalam forum ilmiah, (9) pengalaman organisasi di bidang pendidikan dan sosial, dan (10) penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan. Jika kesepuluh komponen tersebut telah dapat terpenuhi secara obyektif dengan mencapai skor minimal 850 atau 57% dari perkiraan skor maksimum (1500), maka yang bersangkutan bisa dipastikan untuk berhakmenyandang predikat sebagai guru profesional, beserta sejumlah hak dan fasilitas yangmelekat dengan jabatannya.


(23)

1.7 Definisi Konsep

Konsep adalah abstraksi mengenai suatu fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari sejumlah karakteristik kejadian, keadaan, kelompok, atau individu tertentu. Untuk menentukan batasan yang lebih jelas, dalam rangka menyederhanakan pemikiran atas masalah yang diteliti, maka penulis mengemukakan konsep-konsep antara lain:

1. Kebijakan Publik adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumberdaya-sumberdaya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah public atau pemerintah.

2. Implementasi Kebijakan adalah tahap pembuatan keputusan diantara pembentukan sebuah kebiajakan seperti halnya pasal-pasal sebuah undang-undang legislatif, pengeluaran sebuah peraturan eksekutif, pelolosan keputusan pengadilan, atau keluarnya standar peraturan dan konsekuensi dari kebijakan bagi masyarakat yang memepengaruhi beberapa aspek kehidupan. 3. Sertifikasi guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru yang

telah memenuhi standar kompetensi guru. Sertifikasi guru bertujuan untuk: (1) menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, (2) meningkatkan proses dan mutu hasil pendidikan, (3) meningkatkan martabat guru, (4) meningkatkan profesionalitas guru.


(1)

Van Meter dan Van Horn menegaskan bahwa pada dasarnya kinerja dari implementasi kebijakan adalah penilaian atas tingkat ketercapaian standar

dan sasaran kebijakan tersebut.8

1.6.3 Sertifikasi Guru

1.6.3.1Pengertian Sertifikasi

Sertifikasi guru adalah upaya peningkatan mutu guru yang diikuti dengan peningkatan kesejahteraan guru, sehingga diharapkan dapat meningkatkan mutu pembelajaran dan mutu pendidikan (Depdiknas, 2008:1). Sertifikasi guru diberikan kepada guru yang telah memenuhi standar profesional guru. Guru profesional merupakan syarat mutlak untuk menciptakan sistem dan praktik pendidikan yang bermutu.

1.6.3.2Prinsip Sertifikasi

1. Dilaksanakan secara objektif, transparan, dan akuntabel Objektif yaitu

mengacu kepada proses perolehan sertifikat pendidik yang impartial, tidak diskriminatif, dan memenuhi standar pendidikan nasional. Transparan yaitu mengacu kepada proses sertifikasi yang memberikan peluang kepada para pemangku kepentingan pendidikan untuk memperoleh akses informasi tentang pengelolaan pendidikan, yang sebagai suatu sistem meliputi masukan,

8Samodra, Yuyun dan Agus. Evaluasi Kebijakan Publik. Jakarta: PT.Raja Graffindo Persada. Th.1994.


(2)

proses, dan hasil sertifikasi. Akuntabel merupakan proses sertifikasi yang dipertanggungjawabkan kepada pemangku kepentingan pendidikan secara administratif, finansial, dan akademik.

2. Berujung pada peningkatan mutu pendidikan nasional melalui peningkatan

mutu guru dan kesejahteraan guru. Sertifikasi guru merupakan upaya pemerintah dalam meningkatkan mutu guru yang dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan guru. Guru yang telah lulus uji sertifikasi guru akan diberi tunjangan profesi sebesar satu kali gaji pokok sebagai bentuk upaya Pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan guru. Tunjangan tersebut berlaku, baik bagi guru yang berstatus pegawai negeri sipil (PNS) maupun bagi guru yang berstatus non-pegawai negeri sipil (non PNS/swasta). Dengan peningkatan mutu dan kesejahteraan guru maka diharapkan dapat meningkatkan mutu pembelajaran dan mutu pendidikan di Indonesia secara berkelanjutan.

3. Dilaksanakan sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan. Program

sertifikasi pendidik dilaksanakan dalam rangka memenuhi amanat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

4. Dilaksanakan secara terencana dan sistematis

Agar pelaksanaan program sertifikasi dapat berjalan dengan efektif dan efesien harus direncanakan secara matang dan sistematis.Sertifikasi mengacu


(3)

pada kompetensi guru dan standar kompetensi guru.Kompetensi guru mencakup empat kompetensi pokok yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional, sedangkan standar kompetensi guru mencakup kompetensi inti guru yang kemudian dikembangkan menjadi kompetensi guru TK/RA, guru kelas SD/MI, dan guru mata pelajaran.

5. Menghargai pengalaman kerja guru

Pengalaman kerja guru disamping lamanya guru mengajar juga termasuk pendidikan dan pelatihan yang pernah diikuti, karya yang pernah dihasilkan baik dalam bentuk tulisan maupun media pembelajaran, serta aktifitas lain yang menunjang profesionalitas guru. Hal ini diyakini bahwa pengalaman kerja guru dapat memberikan tambahan kompetensi guru dalam mengajar.

6. Jumlah peserta sertifikasi guru ditetapkan oleh pemerintah

Untuk alasan efektifitas dan efisiensi pelaksanaan sertifikasi guru serta penjaminan kualitas hasil sertifikasi, jumlah peserta pendidikan profesi dan uji kompetensi setiap tahunnya ditetapkan oleh pemerintah.Berdasarkan jumlah yang ditetapkan pemerintah tersebut, maka disusunlah kuota guru peserta sertifikasi untuk masing-masing Provinsi dan Kabupaten/Kota.Penyusunan dan penetapan kuota tersebut didasarkan atas jumlah xlv data individu guru perKabupaten/ Kota yang masuk di pusat data Direktorat Jenderal

Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan.9


(4)

1.6.3.3Tujuan dan Manfaat Sertifikasi

Sertifikasi guru bertujuan untuk meningkatkan mutu dan menentukan kelayakanguru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dan mewujudkan tujuanpendidikan nasional. Adapun manfaat ujian sertifikasi guru dapat diperikan sebagaiberikut :

1. Melindungi profesi guru dari praktik-praktik yang tidak kompeten, yang

dapat merusak citra profesi guru.

2. Melindungi masyarakat dari praktik-praktik pendidikan yang tidak

berkualitas dan profesional.

3. Menjadi wahana penjaminan mutu bagi LPTK , dan kontrol mutu dan

jumlah guru bagi pengguna layanan pendidikan.

4. Menjaga lembaga penyelenggara pendidikan (LPTK) dari keinginan

internal dan tekanan eksternal yang menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang berlaku.

5. Memperoleh tujangan profesi bagi guru yang lulus ujian sertifikasi.10

1.6.3.4Persyaratan untuk Sertifikasi

Sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun 2007, sertifikasi guru dalam jabatan dapat diikuti oleh guru dalam jabatan yang telah memiliki kualifikasi akademik sarjana (S1) atau diploma empat (D-IV).Guru Non PNS yang dapat disertifikasi adalah guru Non PNS yang berstatus sebagai guru tetap pada satuan pendidikan tempat yang bersangkutan


(5)

bertugas.Penentuan guru calon peserta sertifikasi dalam jabatan menggunakan sistem ranking bukan berdasarkan seleksi melalui tes. Kriteria penyusunan ranking (setelah memenuhi persyaratan S1/D4) adalah: (1) masa kerja/pengalaman mengajar, (2) usia, (3) pangkat/golongan (bagi PNS), (4) beban mengajar, (5) jabatan/tugas tambahan,

dan (6) prestasi kerja.11

1.6.3.5Instrumen Sertifikasi

Dalam Permendiknas Nomor 18 tahun 2007 tentang Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan disebutkan bahwa sertifikasi bagi guru dalam jabatan dilaksanakan melalui uji kompetensi dalam bentuk penilaian portofolio alias penilaian kumpulan dokumen yang mencerminkan kompetensi guru, dengan mencakup 10 (sepuluh) komponen yaitu : (1) kualifikasi akademik, (2) pendidikan dan pelatihan, (3) pengalaman mengajar, (4) perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, (5) penilaian dari atasan dan pengawas, (6) prestasi akademik, (7) karya pengembangan profesi, (8) keikutsertaan dalam forum ilmiah, (9) pengalaman organisasi di bidang pendidikan dan sosial, dan (10) penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan. Jika kesepuluh komponen tersebut telah dapat terpenuhi secara obyektif dengan mencapai skor minimal 850 atau 57% dari perkiraan skor maksimum (1500), maka yang bersangkutan bisa dipastikan untuk berhakmenyandang predikat sebagai guru profesional, beserta sejumlah hak dan fasilitas yangmelekat dengan jabatannya.


(6)

1.7 Definisi Konsep

Konsep adalah abstraksi mengenai suatu fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari sejumlah karakteristik kejadian, keadaan, kelompok, atau individu tertentu. Untuk menentukan batasan yang lebih jelas, dalam rangka menyederhanakan pemikiran atas masalah yang diteliti, maka penulis mengemukakan konsep-konsep antara lain:

1. Kebijakan Publik adalah pemanfaatan yang strategis terhadap

sumberdaya-sumberdaya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah public atau pemerintah.

2. Implementasi Kebijakan adalah tahap pembuatan keputusan diantara

pembentukan sebuah kebiajakan seperti halnya pasal-pasal sebuah undang-undang legislatif, pengeluaran sebuah peraturan eksekutif, pelolosan keputusan pengadilan, atau keluarnya standar peraturan dan konsekuensi dari kebijakan bagi masyarakat yang memepengaruhi beberapa aspek kehidupan.

3. Sertifikasi guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru yang

telah memenuhi standar kompetensi guru. Sertifikasi guru bertujuan untuk: (1) menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, (2) meningkatkan proses dan mutu hasil pendidikan, (3) meningkatkan martabat guru, (4) meningkatkan profesionalitas guru.