Perancangan Strategi Pengembangan Green Supply Chain Dengan Metode Analytical Network Process (ANP) Pada Pt Pacific Palmindo Industri Chapter III VII

BAB III
LANDASAN TEORI

3.1.

Supply Chain Management3
Supply Chain

adalah jaringan perusahaan-perusahaan yang secara bersama-sama

bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir.
Perusahaan–perusahaan tersebut biasanya termasuk supplier, pabrik, distributor, toko dan ritel,
serta perusahaan-perusahaan pendukung seperti perusahaan jasa logistik.
Pada suatu supply chain biasanya ada 3 aliran yang harus dikelola. Pertama adalah aliran
barang yang mengalir dari hulu (upstream) ke hilir (downstream). Kedua adalah aliran uang dan
sejenisnya yang mengalir dari hilir ke hulu. Yang ketiga adalah aliran informasi yang bisa terjadi
dari hilir ke hulu ataupun sebaliknya
Istilah Supply Chain Management pertama kali dikemukakan oleh Oliver dan Weber
pada tahun 1982 yakni: Supply Chain Management adalah sistematik, koordinasi strategi dari
fungsi bisnis tradisional dengan perusahaan kecil dan lintas bisnis dengan rantai pasok dengan
maksud untuk memperbaiki kinerja jangka panjang dari perusahaan itu sendiri dan perusahaan

rantai pemasok sebagai keseluruhan.

3.2.

Green Supply Chain4
Isu lingkungan telah menjadi salah satu perhatian masyarakat dunia. Aktivis-aktivis

lingkungan telah melakukan pendidikan publik secara terus menerus kepada masyarakat. Hal ini
telah meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya komitmen terhadap produk-produk

3

I Nyoman Pujawan. Supply Chain Management. Edisi Pertama. (Surabaya: Guna Widya, 2005).

hal. 5-7.
4

Rika Ampuh Hadiguna, Manajemen Rantai Pasok Agroindustri (Padang: Andalas University

Press, 2016), hal. 171-172.


Universitas Sumatera Utara

hijau. Pada awalnya, obyek perhatian dari isu hijau adalah produk. Jenis bahan yang digunakan,
proses produksi dari produk, kemasan dari produk adalah bagian-bagian yang dianggap penting
dalam menilai apakah sebuah produk ramah lingkungan atau tidak. Namun saat ini, seluruh
rangkaian kegiatan yang terlibat dalam pembuatan produk mulai dari hulu sampai dengan hilir
adalah bagian yang diperhatikan dalam isu produk ramah lingkungan.
Setiap perusahaan tidak dapat mengabaikan begitu saja isu lingkungan ini. Kesadaran
yang tinggi dari konsumen mengakibatkan tingkat persaingan di pasar tidak lagi berorientasi padai
mutu, harga dan pengiriman tetapi isu lingkungan. Konsumen mempertimbangkan untuk membeli
produk yang relatif lebih mahal sedikit tetapi ramah lingkungan. Hal ini tentunya perlu
mendapatkan perhatian serius dari perusahaan untuk mengelola rantai pasok. Pembelian bahan
baku, transportasi, produksi, distribusi, dan penyimpanan harus memperhatikan isu lingkungan.
Strategi yang mempertimbangkan isu lingkungan dikenal dengan istilah rantai pasok green.
Huang et al. (dalam Hadiguna 2016) telah melakukan kajian praktik rantai pasok green
pada industri kecil dan menengah di Cina. Proposisinya adalah sektor industri yang berbeda akan
mengadopsi praktek rantai pasok green yang berbeda. Sektor-sektor industri yang dikaji adalah
makanan, minuman, pakaian, tekstil, kulit, kayu dan furnitur. Hasil studi menunjukan bahwa
praktek rantai pasok green dari setiap sektor industri adalah berbeda satu sama lain. Sektor

industry elektronik di Korea juga telah menarik perhatian Lee et al. (dalam Hadiguna 2016). Studi
dilakukan terhadap hubungan antara praktek rantai pasok green dan kinerja organisasi. Hasil studi
menunjukan bahwa praktek rantai pasok green memberi pengaruh nyata terhadap kepuasan kerja
pegawai, efisiensi operasional, kinerja bisnis secara tidak langsung dan efisiensi relasional. Hasil
studi ini telah memperkuat keyakinan bahwa praktek rantai pasok green akan memberikan
pengaruh positif terhadap kinerja organisasi.
Studi yang hampir sama juga telah dilakukan sebelumnya oleh Zhu et al. (dalam
Hadiguna 2016) tentang rantai pasok green di China. Jenis-jenis industri yang menjadi sampel
lebih beragam. Studi ini masih bersifat exploratori sehingga temuannya adalah pembuktian bahwa
industri di China telah meningkat kesadarannya terhadap isu lingkungan. Pemicu dari kesadaran
lingkungan ini bersumber dari regulasi, kompetitif, dan tekanan dan pemicu pemasaran. Studi ini

Universitas Sumatera Utara

sangat komprehensif karena mengkaji aspek praktek green, pengaruh terhadap kinerja, tekanan
terhadap praktek green. Praktek green terdiri dari manajemen lingkungan internal, manajemen
rantai pasok green external, ecodesign, pemulihan investasi. Hasil studi menujukkan bahwa empat
faktor dari praktek green ini telah dipertimbangkan oleh industri di China pada saat ini. Pengaruh
praktek green terhadap kinerja perusahaan dipelajari berdasarkan faktor-faktor yaitu kinerja
lingkungan, kinerja operasional, kinerja ekonomi positif dan kinerja ekonomi negatif. Hasil studi

menujukan hampir mendekati relatif signifikan pengaruh praktek green terhadap peningkatan
kinerja perusahaan. Sumber tekanan bagi industri di China adalah regulasi yang dikeluarkan oleh
pemerintah. Hasil studi ini sangat menarik sebagai dasar dalam merumuskan strategi rantai pasok
green yang tepat. Namun demikian, kajian ini belum mampu menunjukan perbedaan praktek green
diantara sektor industri yang berbeda-beda.
Zhu et al. (dalam Hadiguna 2016) juga telah menganalisis praktek rantai pasok green
terhadap empat jenis industri yaitu industri kelistrikan, kimia/perminyakan, elektronik dan
automotif. Hasil studi ini memperlihatkan bahwa praktek rantai pasok green akan memberikan
dampak yang berbeda-beda terhadap kinerja rantai pasok industri tertentu. Item-item pengukuran
yang digunakan adalah rantai pasok green, manajemen lingkungan internal, green purchasing,
kerjasama pelanggan, pemulihan investasi dan eco-design.
Studi terhadap pengaruh praktek rantai pasok green terhadap kinerja perusahaan di US
telah dilakukan oleh Green Jr et al. (dalam Hadiguna 2016). Ukuran-ukuran kinerja yang
digunakan adalah manajemen lingkungan internal, system informasi green, green purchasing,
kerjasama pelanggan, eco-design, pemulihan investasi, kinerja lingkungan, kinerja operasional dan
kinerja organisasi. Hasil studi ini menunjukan pengaruh dari setiap ukuran kinerja terhadap kinerja
lainnya. Kerangka kerja dari analisis dibangun dengan menempatkan manajemen lingkungan
internal dan sistem informasi green sebagai pondasi utama. Tujuan utama yang ingin dicapai
adalah kinerja organisasi.
Eltayeb et al. (dalam Hadiguna 2016) telah melakukan penyelidikan terhadap outcomes

dari prakarsa rantai pasok green di perusahaan-perusahaan Malaysia. Kerangka kerja yang
dibangun adalah eco-design, green purchasing dan reverse logistics sebagai indikator dari

Universitas Sumatera Utara

prakarsa rantai pasok green. Indikator-indikator dari outcomes yaitu lingkungan, ekonomi, reduksi
biaya dan intangible. Hasil studi ini telah memperkuat pemahaman bahwa rantai pasok green
memberikan manfaat secara langsung bagi kinerja perusahaan. Hasil studi ini menunjukan bahwa
eco-design telah berperan nyata terhadap outcome dari prakarsa rantai pasok green.
Azevedo et al. (dalam Hadiguna 2016) telah membangun sebuah kerangka kerja dari
praktek green terhadap kinerja rantai pasok. Praktek dikategorikan menjadi upstream, focal
company dan downstream. Upstream terdiri dari praktek ramah lingkungan dalam pembelian,
kerjasama ramah lingkungan dengan pemasok, bekerja dengan perancang dan pemasok untuk
mengurangi dan menghilangkan dampak lingkungan dari produk. Focal company terdiri dari
minimisasi waste, sertifikasi ISO 14000, dan penurunan konsumsi material berbahaya dan
beracun. Downstream terdiri dari kerjasama lingkungan dengan pelanggan, pengemasan ramah
lingkungan, bekerjasama dengan pelanggan untuk mengubah spesifikasi produk dan reverse
logistics. Kinerja rantai pasok diukur berdasarkan efisiensi, biaya, biaya lingkungan, kepuasan
pelanggan, kualitas, dan business wastage. Studi ini dilakukan pada rantai pasok otomotif di
Portugis.

Strategi green tidak terlepas dari peran pemerintah. Sheu (dalam Hadiguna 2016) telah
menginvestigasi masalah negosiasi antara produser dengan pemasok reverse logistics untuk
perjanjian kerjasama dibawah pengawasan pemerintah. Studi ini ingin mendapatkan penyelesaian
negosiasi yang seimbang. Intervensi keuangan dari pemerintah ternyata akan memberikan dampak
perolehan laba dan kesejahteraan sosial. Studi ini telah menjelaskan bahwa praktek green supply
chain management yang diintervensi oleh pemerintah akan memberikan hasil positif baik
kepentingan ekonomi bagi perusahaan maupun manfaat sosial bagi masyarakat.
Beberapa uraian dari green strategi dari hasil studi sebelumnya telah memberikan
gambaran yang cukup jelas. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam perumusan strategi green
adalah produk, proses dan komitmen manajemen. Beberapa studi yang telah dijelaskan
sebelumnya telah menguraikan faktor-faktor tersebut. Tujuan dari strategi green adalah
mendapatkan manfaat ekonomis dan sosial secara simultan. Dampak dari praktek rantai pasok

Universitas Sumatera Utara

green juga telah membuktikan bahwa peningkatan investasi untuk praktek ini akan diikuti dengan
peningkatan kinerja perusahaan.

3.3.


Manajemen Lingkungan sebagai Resource-base View of Strategic Management 5
Konsep inti manajemen strategis adalah bagaimana mengembangkan dan memelihara

keunggulan kompetitif (Coulter, dalam Harsono 2003). Dalam literatur manajemen strategik
(Coulter; Thomson & Strickland, dalam Harsono 2003) disebutkan ada dua pandangan mengenai
bagaimana cara organisasi mendapatkan keunggulan kompetitif, industrial organization view (I/O)
dan resource-based view (RBV). Konsep I/O dikembangkan oleh Porter (dalam Harsono 2003)
yang menyatakan bahwa keunggulan kompetitif ditentukan oleh seberapa akurat organisasi
menempatkan dirinya pada posisi yang paling baik dalam industri tersebut. Dengan demikian
fokus bahasan keunggulan kompetitif I/O adalah kekuatan-kekuatan eksternal.
Konsep RBV dikembangkan Wernerfelt (dalam Harsono 2003), Dierickx dan Cool
(dalam Harsono 2003) Prahalad dan Hamel (dalam Harsono 2003), sebagai reaksi atas
keterbatasan konsep keunggulan kompetitif versi Porter (dalam Harsono 2003). RBV menyatakan
bahwa dalam memelihara keunggulan kompetitif, perhatian terhadap sumberdaya organisasi lebih
penting daripada struktur industri. Dalam konsep ini, keunggulan kompetitif dipusatkan pada
pengelolaan sumberdaya internal dan kompetensi. Barney (dalam Harsono 2003) menyatakan
bahwa sumberdaya internal bisa menjadi keunggulan kompetitif jika memiliki empat sifat, yaitu
bernilai (value); langka (rare); tidak mudah ditiru (imitability); serta perusahaan dapat
mengeksploitasi (ability to exploit).
Manajemen lingkungan natural adalah upaya untuk memberdayakan sumberdaya internal

(konsep budaya, sistem dan keluaran) menjadi sumber keunggulan kompetitif dan kompetensi.
Dengan demikian aktivitas manajemen lingkungan merupakan aktivitas manajemen strategik
dalam perspektif RBV. Bagi perusahaan yang telah menyadari pentingnya faktor lingkungan
natural, mereka mengembangkan system manajemen lingkungan. Anderson (dalam Harsono 2003)
5

Mugi Harsono, “ Manajemen Lingkungan Natural Dalam Perspektif Resource-Based

View: Tuntutan Stakeholders Ataukah Kebutuhan?”. Perspektif. Vol. 8. No. 1. Juni 2003, 125-135

Universitas Sumatera Utara

menyatakan bahwa melalui pendekatan tersebut manajemen lingkungan dipandang sebagai
sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari bisnis secara keseluruhan, yang merupakan bagian dari
manajemen strategik. Pendekatan tersebut adalah berupa konsep pengembangan berkelanjutan
(sustainable development), sistem dan produk-produk yang ramah lingkungan merupakan upaya
bisnis untuk mendapatkan keunggulan persaingan. Sistem manajemen lingkungan dipandang
sebagai nilai tambah produk dan jasa, menciptakan keunggulan bersaing, meningkatkan citra
masyarakat, serta mengurangi biaya.
Pendapat bahwa manajemen lingkungan natural merupakan isu manajemen strategik

didukung oleh Clark et al. (dalam Harsono 2003), Klassen dan McLaughlin (dalam Harsono
2003), serta Hart (dalam Harsono 2003). Clark et al. (dalam Harsono 2003) memperluas konsep
manajemen lingkungan yang semula merupakan perhatian manajemen pemasaran menjadi isu
manajemen strategik melalui formulasi model yang menunjukkan hubungan tiga variabel
anteseden, yakni environmental attributes, organizational attributes, dan decision maker attributes
terhadap level of environmental management. Klassen dan McLaughlin (dalam Harsono 2003)
menyatakan bahwa dari berbagai literatur strategi terlihat bahwa tanggungjawab sosial, termasuk
manajemen lingkungan adalah tugas perusahaan yang penting, sehingga termasuk dalam
manajemen strategic perusahaan. Epstein dan Roy (dalam Harsono 2003) menyatakan bahwa
memasukkan pengaruh lingkungan ke dalam pembuatan keputusan membutuhkan pengembangan
ketrampilan strategik yang baru. Manajemen lingkungan harus dipersepsikan sebagai inisiatif
perusahaan yang bisa meningkatkan asset pengetahuan perusahaan, atau kapabilitas inti (core
capabilities). Kapabilitas-kapabilitas inti ini sering terlihat pada empat dimensi, yaitu: (1)

1. skills and knowledge;
2. phsycal technical systems;
3. managerial systems; dan
4. values and norms.
Dimensi skills and knowledge menunjukkan orang-orang yang berhubungan dengan
pekerja perusahaan dan keahlian serta kualifikasi khususnya. Dimensi phsycal and technical

systems menunjukkan keahlian dan pengetahuan yang berhubungan dengan data fisik dan prosedur

Universitas Sumatera Utara

yang dipatok sejak lama. Yang termasuk di sini adalah database, software, dan machinery.
Dimensi managerial systems mengarahkan pengumpulan pengetahuan oleh organisasi. Dimensi
values and norms menentukan dan mengendalikan bentuk pengetahuan yang dipertimbangkan
pada tiga dimensi sebelumnya.
Hart (dalam Harsono 2003) menggabungkan konsep manajemen lingkungan ke dalam
resource-based view manajemen strategic yang kemudian diberi istilah natural resource-based
view. Dalam kerangka kerja tersebut, Hart (1995) menunjukkan ada tiga strategi lingkungan yang
dipakai perusahaan, yaitu pollution prevention, product stewardship, dan sustainable development;
kekuatan pendorong lingkungan, sumberdaya inti serta keunggulan bersaing. Agar isu lingkungan
bisa dijadikan keunggulan kompetitif, Porter dan van der Linde (dalam Harsono 2003)
menunjukkan perlunya peraturan pemerintah mengenai pengelolaan lingkungan. Tujuan adanya
peraturan pengelolaan lingkungan tersebut paling tidak ada enam, yaitu:

1. Peraturan memberi sinyal kepada perusahaan tentang kemungkinan inefisiensi
sumberdaya dan potensi peningkatan teknologis;
2. Peraturan dipusatkan pada pencarian informasi mengenai pencapaian manfaat

utama dengan peningkatan kesadaran seluruh komponen perusahaan;
3. Peraturan mengurangi ketidakpastian investasi pada pengelolaan lingkungan;
4. Peraturan menciptakan tekanan yang memotivasi inovasi dan dinamika;
5. Peraturan menjadi pedoman agar selama masa transisi menuju innovation-based
solutions, dan
6. tidak ada perusahaan yang menarik keuntungan dengan menolak investasi
terhadap lingkungan

Universitas Sumatera Utara

3.4.

Teori Institusional (Institusional Theory)6
Teori kelembagaan menggambarkan hubungan antara organisasi dengan lingkunganya,

tentang bagaimana dan mengapa organisasi menjalankan sebuah struktur dan proses (Meyer dan
Roman, dalam Tanggulungan 2014). Teori institusional digunakan untuk menjelaskan tindakan
dan pengambilan keputusan dalam organisasi public (Scott dalam Villadsen, dalam Tanggulungan
2014). Teori institusional terkenal sebagai penjelas yang kuat dan popular, baik untuk tindakantindakan individu maupun organisasi yang disebabkan oleh faktor eksternal (Frumkin dan
Galaskiewicz, dalam Tanggulungan 2014), faktor sosial (Scott, dalam Tanggulungan 2014), faktor
lingkungan (Jun dan Weare, dalam Tanggulungan 2014). Bagi organisasi pemerintah, secara
umum yang diutamakan adalah terkait legitimasi dan kepentingan politik. Teori institusional
berpendapat bahwa organisasi yang mengutamakan legitimasi memiliki kecenderungan untuk
berusaha menyesuaikan diri pada harapan eksternal atau harapan sosial dimana organisasi berada
(DiMaggio dan Powell, dalam Tanggulungan 2014).

3.4.1.

Isomorfisme Institusional
Tekanan institusional yang diberikan pada organisasi akan menyebabkan perubahan

organisasi menuju homogenitas (isomorphic) (Meyer dan Rowan, dalam Tanggulungan 2014).
Isomorfisme adalah proses yang mendorong satu unit dalam suatu populasi untuk menyerupai unit
yang lain dalam menghadapi kondisi lingkungan yang sama (DiMaggio dan Powell, dalam
Tanggulungan 2014). DiMaggio dan Powell (dalam Tanggulungan 2014) melihat ada tiga bentuk
isomorphic yaitu, pertama mimetic, yaitu peniruan organisasi terhadaporganisasi lainsebagai
respon adanya ketidakpastian, kedua; coercive yang menunjukan bahwa organisasi lain karena
tekanan-tekanan Negara (pengaruh politik) dan organisasi lain atau masyarakat yang lebih luas
(masalah legitimasi), dan ketiga; normative terkait dengan norma-norma yang berlaku. Perubhan
dalam lingkungan lembaga organisasi dapat disebabkan oleh homogenitas yang pada akhirnya

6

Gustin Tanggulungan dan Lilis Shalikhah, Skripsi Sarjana: “Analisis Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Kinerja Anggaran pada Pemerintahan Kota Salatiga” (Salatiga : Univeritas
Universitas Kristen Satya Wacana, 2014), 15-17.

Universitas Sumatera Utara

menimbulkan rangsangan atau hambatan terhadap praktik-praktik organisasi yang baru, termasuk
dalam hal praktik akuntansi (Chang, dalam Tanggulungan 2014).

3.4.2.

Tekanan Eksternal
Tekanan eksternal adalah suatu daya dari luar organisasi yang membatasi ruang gerak

organisasi dalam melakukan tugas (Frumkin dan Galaskiewicz, dalam Tanggulungan 2014).
Tekanan eksternal dalam teori institusional yang lebih dikenal sebagai bentuk isomorfisme koersif
merupakan hasil dari tekanan formal dan informal yang diberikan pada organisasi oleh organisasi
lain dimana organisasi tergantung dnegan harapan budaya masyarakat dimana organisasi
menjalankan fungsinya (DiMaggio dan Powell, dalam Tanggulungan 2014). Kekuatan koersif
adalah tekanan eksternal yang diberikan oleh pemerintah, peraturan, atau lembaga lain (Ashworth,
dalam Tanggulungan 2014). Menurut Nay (dalam Tanggulungan 2014) tekanan eksternal dapat
dirasakan melalui banyaknya peraturan legal, budaya birokrasi dan adanya klaim untuk atau
tuntutan langsungg pemangku kepentingan. Adanyanya peraturan ditunjukan untuk mengatur
praktik yang ada agar menjadi lebih baik. Kekuatan koersif dari suatu peraturan dapat
menyebabkan adanya kecenderungan organisasi untuk memperoleh atau memperbaiki legitimasi,
sehingga hanya menekankan aspek-aspek positif agar organisasi terlihat baik oleh pihak-pihak di
luar organisasi (Hess, dalam Tanggulungan 2014). Perubahan organiasi lebih mempertimbangkan
pengaruh politik dari pada teknis (Ashwort, dalam Tanggulungan 2014).

3.5.

Manajemen Lingkungan Natural sebagai Resource-based View 7
Manajemen lingkungan natural adalah upaya untuk memberdayakan sumberdaya internal

(konsep budaya, sistem dan keluaran) menjadi sumber keunggulan kompetitif dan kompetensi.
Dengan demikian aktivitas manajemen lingkungan merupakan aktivitas manajemen strategik
dalam perspektif RBV (Resource-based View). Bagi perusahaan yang telah menyadari pentingnya
faktor lingkungan natural, mereka mengembangkan sistem manajemen lingkungan. Anderson
(dalam Harsono 2003) menyatakan bahwa melalui pendekatan tersebut manajemen lingkungan
7

Mugi Harsono, Loc. Cit.

Universitas Sumatera Utara

dipandang sebagai sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari bisnis secara keseluruhan, yang
merupakan bagian dari manajemen strategik. Pendekatan tersebut adalah berupa konsep
pengembangan berkelanjutan (sustainable development), sistem dan produk-produk yang ramah
lingkungan merupakan upaya bisnis untuk mendapatkan keunggulan persaingan. Sistem
manajemen lingkungan dipandang sebagai nilai tambah produk dan jasa, menciptakan keunggulan
bersaing, meningkatkan citra masyarakat, serta mengurangi biaya.
Pendapat bahwa manajemen lingkungan natural merupakan isu manajemen strategik
didukung oleh Clark et al. (dalam Harsono 2003), Klassen dan McLaughlin (dalam Harsono
2003), serta Hart (dalam Harsono 2003). Clark et al. (dalam Harsono 2003) memperluas konsep
manajemen lingkungan yang semula merupakan perhatian manajemen pemasaran menjadi isu
manajemen strategik melalui formulasi model yang menunjukkan hubungan tiga variabel
anteseden, yakni environmental attributes, organizational attributes, dan decision maker attributes
terhadap level of environmental management. Klassen dan McLaughlin (dalam Harsono 2003)
menyatakan bahwa dari berbagai literatur strategi terlihat bahwa tanggungjawab sosial, termasuk
manajemen lingkungan adalah tugas perusahaan yang penting, sehingga termasuk dalam
manajemen strategik perusahaan.
Epstein dan Roy (dalam

Harsono 2003) menyatakan bahwa memasukkan pengaruh

lingkungan ke dalam pembuatan keputusan membutuhkan pengembangan ketrampilan strategik
yang baru. Manajemen lingkungan harus dipersepsikan sebagai inisiatif perusahaan yang bisa
meningkatkan asset pengetahuan perusahaan, atau kapabilitas inti (core capabilities). Kapabilitaskapabilitas inti ini sering terlihat pada empat dimensi, yaitu:

(1) skills and knowledge;
(2) phsycal technical systems;
(3) managerial systems; dan
(4) values and norms.
Dimensi skills and knowledge menunjukkan orang-orang yang berhubungan dengan
pekerja perusahaan dan keahlian serta kualifikasi khususnya. Dimensi phsycal and technical
systems menunjukkan keahlian dan pengetahuan yang berhubungan dengan data fisik dan prosedur

Universitas Sumatera Utara

yang dipatok sejak lama. Yang termasuk di sini adalah database, software, dan machinery.
Dimensi managerial systems mengarahkan pengumpulan pengetahuan oleh organisasi. Dimensi
values and norms menentukan dan mengendalikan bentuk pengetahuan yang dipertimbangkan
pada tiga dimensi sebelumnya.
Hart (dalam Harsono 2003) menggabungkan konsep manajemen lingkungan ke dalam
resource-based view manajemen strategis yang kemudian diberi istilah natural resource-based
view. Dalam kerangka kerja tersebut, Hart (dalam Harsono 2003) menunjukkan ada tiga strategi
lingkungan yang dipakai perusahaan, yaitu pollution prevention, product stewardship, dan
sustainable development; kekuatan pendorong lingkungan, sumberdaya inti serta keunggulan
bersaing. Agar isu lingkungan bisa dijadikan keunggulan kompetitif, Porter dan van der Linde
(dalam

Harsono 2003) menunjukkan perlunya peraturan pemerintah mengenai pengelolaan

lingkungan. Tujuan adanya peraturan pengelolaan lingkungan tersebut paling tidak ada enam,
yaitu:
(1) peraturan memberi sinyal kepada perusahaan tentang kemungkinan inefisiensi
sumberdaya dan potensi peningkatan teknologis;
(2) peraturan dipusatkan pada pencarian informasi mengenai pencapaian manfaat utama
dengan peningkatan kesadaran seluruh komponen perusahaan;
(3) peraturan mengurangi ketidakpastian investasi pada pengelolaan lingkungan;
(4) peraturan menciptakan tekanan yang memotivasi inovasi dan dinamika;
(5) peraturan menjadi pedoman agar selama masa transisi menuju innovation-based
solutions, dan
(6) tidak ada perusahaan yang menarik keuntungan dengan menolak investasi terhadap
lingkungan.
Tujuan utama berbagai peraturan lingkungan tersebut menurut Porter dan van der Linde
(dalam Harsono 2003) adalah agar perusahaan mau tidak mau harus menjadi inovatif. Porter dan
van der Linde (dalam Harsono 2003) menambahkan bahwa inovasi dalam merespons peraturan
lingkungan dapat berupa dua bentuk. Pertama, perusahaan dapat menjadi lebih terampil
menangani polusi yang terjadi, termasuk memproses bahan-bahan beracun dan pembakaran.

Universitas Sumatera Utara

Kedua, inovasi lingkungan secara simultan meningkatkan proses produksi atau proses yang
berkaitan lainnya, sehingga “innovation offsets” tersebut dapat melampaui biaya. Bentuk inovasi
kedua inilah yang menurut Porter dan van der Linde (dalam Harsono 2003) secara aktual dapat
meningkatkan persaingan industri.

3.6.

ANP (Analytical Network Process)
ANP adalah pendekatan kualitatif Non Parametrik dan Non Bayesian untuk proses

pengambilan keputusan dengan kerangka kerja umum tanpa membuat asumsi-asumsi. ANP adalah
perkembangan dari AHP (Analytical Hierarchy Process) yang sama-sama dibuat oleh Thomas L.
Saaty. Dalam AHP, setiap elemen dalam hirarki dianggap independen dengan elemen yang lain.
Tapi dalam kenyataannya, ada hubungan interdependen antar elemen dan juga terhadap alternatif.
Dan ANP tidak membutuhkan independen antar elemen, sehingga ANP dapat menjadi alat yang
efektif.
Metode Analityc Network Process mampu mempresentasikan tingkat kepentingan
berbagai pihak dengan mempertimbangan saling keterkaitan antara strategi objektif yang satu
dengan yang lain (Hidayati, 2012).
Analytic Network Process (ANP) juga merupakan teori matematis yang mampu
menganalisa pengaruh dengan pendekatan asumsi-asumsi untuk menyelasaikan bentuk
permasalahan. Metode ini digunakan dalam bentuk penyelesaian dengan pertimbangan atas
penyesuaian kompleksitas masalah secara penguraian sintesis disertai adanya skala prioritas yang
menghasilkan pengaruh prioritas terbesar. ANP juga mampu menjelaskan model faktor-faktor
dependence serta feedback nya secara sistematik. Pengambilan keputusan dalam aplikasi ANP
yaitu dengan melakukan pertimbangan dan validasi atas pengalaman empirical. Struktur jaringan
yang digunakan yaitu benefit, opportunities, cost dan risk (BOCR) membuat metode ini
memungkinkan untuk mengidentifikasi, mengklasifikasi dan menyusun semua faktor yang
mempengaruhi output atau keputusan yang dihasilkan (Saaty, dalam Rusydiana & Devi 2013).
Dalam implementasi pemecahan masalah, ANP bergantung pada alternatif-alternatif dan
kriteria yang ada. Pada Saaty (dalam Rusydiana & Devi 2013), juga menjelaskan teknis analisis

Universitas Sumatera Utara

ANP yaitu dengan menggunakan perbandingan berpasangan (pairwase comparison) pada
alternatif-alternatif dan kriteria proyek. Pada jaringan AHP terdapat level tujuan, kriteria,
subkriteria, dan alternatif, yang masing-masing level memiliki elemen. Sedangkan pada jaringan
ANP, level dalam AHP disebut cluster yang dapat memiliki kriteria dan alternatif didalamnya.
Saaty (dalam Rusydiana & Devi 2013), menyatakan bahwa jaringan umpan balik adalah
struktur untuk memecahkan masalah yang tidak dapat disusun dengan menggunakan struktur
hirarki. Jaringan umpan balik terdiri dari interaksi dan ketergantungan antara elemen pada level
yang lebih rendah. Struktur umpan balik tidak mempunyai bentuk linier dari atas ke bawah, tetapi
nampak seperti sebuah jaringan siklus pada masing-masing klaster dari setiap elemen serta dapat
berbentuk looping pada klaster itu sendiri. Bentuk ini tidak dapat disebut sebagai level. Umpan
balik juga mempunyai sumber (source) dan tumpahan (sink). Titik sumber menunjukkan asal dari
jalur kepentingan dan tidak pernah dijadikan tujuan dari jalur kepentingan lain, sedangkan titik
tumpahan adalah titik yang menjadi tujuan dari jalur kepentingan dan tidak pernah menjadi asal
untuk kepentingan lain.
Sebuah jaringan yang utuh terdiri dari titik sumber (source node), titik antara
(intermediate node) yang berasal dari titik asal (source node), titik siklus, atau sebuah jalur yang
menuju pada titik tumpahan (sink node), dan bagian akhir adalah titik tumpahan itu sendiri (sink
node). Struktur ANP terdiri atas ketergantungan antar elemen dari komponen dalam (inner
dependence) dan dari ketergantungan antar elemen dari komponen luar (outer dependence).
Adanya jaringan (network) dalam suatu ANP dimungkinkandapat merepresentasikan beberapa
masalah tanpa terfokus pada awal dan kelanjutan akhir sepertipada AHP.
Supermatriks ANP akan secara otomatis menghasilkan bobot yang tepat bagi kriteria dan
alternatif jika data yang digunakan adalah vektor prioritas pada supermatriks. Hal ini merupakan
cara yang sederhana karena tidak membutuhkan pemikir-an per bagian pada pengguna. Hanya
mengetahui data dan supermatriks akan menghasilkan prioritas pada setiap titik pada model
(Saaty, dalam Rusydiana & Devi 2013). Menurut Azis (dalam Rusydiana & Devi 2013) dengan
umpan balik, alternatif bukan hanya dapat tergantung pada kriteria tetapi juga dapat tergantung
antara satu alternatif dengan alternatif lainnya. Kriteria itu sendiri dapat tergantung pada alternatif

Universitas Sumatera Utara

dan faktor lain. Untuk merepresentasikan feedback pada metode ANP maka diperlukan matriks
berukuran besar yang disebut sebagai supermatriks yang terdiri dari beberapa sub matriks.

3.6.1.

Klasifikasi Hierarki 8
Suatu jaringan mungkin merupakan modifikasi dari bentuk hubungan hirarki yang diubah

pasangan komponennya dan dihubungkan di antaranya serta mempunyai inner dependence dan
outer dependence. Oleh karena itu klasifikasi hirarki yang dimodifikasi menjadi jaringan umpan
balik.
Struktur hierarki tergolong menjadi empat kelompok yaitu (Saaty, dalam Rusydiana &
Devi 2013) :

a. Suparchy merupakan sebuah struktur seperti hirarki dengan pengecualian tidak
ada tujuan tetapi mempunyai siklus umpan balik pada kedua level paling atas.
b. Intarchy merupakan sebuah hirarki dengan siklus umpan balik antara dua level
tengah secara berurutan.
c. Sinarchy merupakan sebuah hirarki dengan siklus umpan balik pada dua level
bawah.
d. Hiernet merupakan sebuah jaringan yang disusun secara vertikal untuk
memfasilitasi keanggotaan pada semua level-levelnya.
Hal ini mungkin untuk sebuah sistem yang mempunyai komponen yang interaktif,
dimana semua komponen memberikan pengaruh kepada semua komponen lain sehingga terbentuk
suatu sistem yang interaktif.
Terkait hierarki kontrol dalam penentuan pendapat, terdapat dua tipe kriteria kontrol yaitu
kriteria kontrol sebagai tujuan dari hirarki jika terhubung dengan struktur dan struktur tersebut
merupakan hirarki. Pada kasus ini kriteria kontrol disebut sebagai comparison- "linking" criterion.

8

Aam Slamet Rusydiana & Abrista Devi. Analytic Network Process: Pengantar Teori dan Aplikasi,

(Bogor : SMART Publishing, 2013),13.

Universitas Sumatera Utara

Tipe yang kedua adalah sebuah kriteria kontrol tidak terhubung pada struktur tetapi menginduksi
di dalam jaringan, kriteria kontrol ini disebut sebagai comparison- "inducing" criterion.

3.6.2.

Supermatriks dan Pembobotan 9
Perbandingan tingkat kepentingan dalam setiap elemen maupun cluster direpresentasikan

dalam sebuah matrik dengan memberikan skala rasio dengan perbandingan berpasangan. Masingmasing skala rasio menunjukkan perbandingan kepentingan antara elemen di dalam sebuah
komponen dengan elemen di luar komponen (outer dependence) atau juga di dalam elemen
terhadap elemen itu sendiri yang berada di komponen dalam (inner dependence). Tidak setiap
elemen memberikan pengaruh terhadap elemen pada komponen lain.
Elemen yang tidak memberikan pengaruh pada elemen lain akan memberikan nilai nol.
Matrik hasil perbandingan secara berpasangan direpresentasikan ke dalam bentuk vertikal dan
horizontal dan berbentuk matriks yang bersifat stochastic yang disebut sebagai supermatriks.
Pembobotan dalam ANP diperlukan suatu model yang merepresentasikan keterkaitan
antar kriteria/subkriteria atau alternatif. Hal yang harus diperhatikan dalam pembobotan ini adalah
"kontrol". Ada dua kontrol, yaitu kontrol hierarki yang menunjukkan keterkaitan antar kriteria dan
subkriteria dan yang kedua adalah kontrol keterkaitan yaitu yang menunjukkan adanya keterkaitan
antar kriteria/subkriteria. Bobot gabungan diperoleh melalui pengembangan dari supermatriks.
Dalam suatu sistem dengan N komponen yang terdiri dari C elemen yang saling berinteraksi,
dinotasikan Ch dimana h = 1, 2, 3, .... N. Elemen yang dimiliki oleh komponen akan disimbolkan
dengan eh1, eh2, ....... ehn.
Nilai dari supermatriks diberikan sebagai hasil penlaian dari skala prioritas yang
diturunkan dari perbandingan berpasangan seperti pada AHP. Matriks disusun untuk
menggambarkan aliran kepentingan antara komponen baik secara inner dependence maupun outer
dependence. Secara umum hubungan kepentingan antar elemen dengan elemen lain di dalam
jaringan dapat direpresentasikan mengikuti supermatriks, sebagai berikut:

9

Ibid, 14.

Universitas Sumatera Utara

Masing-masing kolom dalam Wij adalah eigen vector yang menunjukkan kepentingan
dari elemen pada komponen ke-i dari jaringan pada sebuah elemen pada komponen ke j. Jika nilai
Wijj = 0 menunjukkan tidak terdapat kepentingan pada elemen tersebut. Jika hal tersebut terjadi
maka elemen tersebut tidak digunakan dalam perbandingan berpasangan untuk menurunkan eigen
vector. Jadi yang digunakan adalah elemen yang menghasilkan kepentingan bukan nol.
Penyusunan supermatriks terdiri dari 3 tahap yaitu :

a. Tahap supermatriks tanpa bobot (unweighted supermatrix)
b. Tahap supermatriks terbobot (weighted supermatrix)
c. Tahap supermatriks batas (limit supermatrix)

3.6.3.

Landasan ANP 10
ANP memiliki empat aksioma yang menjadi landasan teori, antara lain (Saaty, dalam

Rusydiana & Devi 2013):

1. Resiprokal; aksioma ini menyatakan bahwa jika PC (EA,EB) adalah nilai
pembandingan pasangan dari elemen A dan B, dilihat dari elemen nduknya C,
yang menunjukkan berapa kali lebih banyak elemen A memiliki apa yang
dimiliki elemen B, maka PC (EB,EA) = 1/ Pc (EA,EB). Misalkan, jika A lima
kali lebih besar dari B, maka B besarnya 1/5 dari besar A.
2. Homogenitas; menyatakan bahwa elemen-elemen yang dibandingkan dalam
struktur kerangka ANP sebaiknya tidak memiliki perbedaan terlalu besar, yang
10

Ibid, 16

Universitas Sumatera Utara

dapat menyebabkan lebih besarnya kesalahan dalam menentukan penilaian
elemen pendukung yang mempengaruhi keputusan.

Tabel 3.1. Dasar Perbandingan Kriteria
Intensitas
Kepentingan
1

Definisi
Kedua elemen sama penting
Elemen yang satu sedikit lebih
penting ketimbang lainnya
Elemen yang satu essensial atau
sangat penting ketimbang elemen
lainnya
Satu elemen jelas lebih penting dari
elemen lain

3
5
7

Satu elemen mutlak lebih penting
ketimbang elemen lainnya

9

Penjelasan
Dua elemen menyumbangnya sama besar
pada sifat itu
Pengalaman dan pertimbangan sedikit
menyokong satu elemen atas lainnya
Pengalaman dan pertimbangan dengan kuat
menyokong satu elemen atas elemen
lainnya
Satu elemen dengan kuat disokong, dan
dominannya telah terlihat dalam praktek
Bukti yang menyokong elemen yang satu
yang lain memiliki tingkat penegasan
tertinggi yang mungkin menguatkan
Kompromi
diperlukan
antara
dua
pertimbangan

Nilai-nilai antara dua pertimbangan
berdekatan
Jika untuk aktivitas i mendapat satu
angka bila dibandingkan dengan
Kebalikan
aktivitas j, maka j mempunyai
kebalikannya bila dibandingkan
dengan i
3. Prioritas; yaitu pembobotan secara absolut dengan menggunakan skala interval
2,4,6,8

[0.1] dan sebagai ukuran dominasi relatif.
4. Dependence condition; diasumsikan bahwa susunan dapat dikomposisikan ke
dalam komponen-komponen yang membentuk bagian berupa cluster.

3.7.

Prosedur ANP 11
Menurut Izik et at (dalam Rusydiana & Devi 2013) proses solusi ANP memiliki empat

langkah utama yaitu:

1. Mengembangkan Struktur Model Keputusan

11

Ibid, 23-24

Universitas Sumatera Utara

Pada langkah ini, masalah harus disusun dan model konseptual harus dibuat. Awalnya,
komponen-komponen penting harus diidentifikasi. Elemen paling atas (cluster) didekomposisi
menjadi sub-komponen dan atribut (node). ANP memungkinkan dependensi baik di dalam sebuah
cluster (ketergantungan dalam) dan antar cluster (ketergantungan luar) (Saaty dalam Rusydiana &
Devi 2013). Masing-masing variabel pada setiap tingkat harus didefinisikan bersama dengan
hubungannya dengan unsur-unsur lain dalam sistem.

2. Matriks Perbandingan Berpasangan dari Variabel yang Saling Terkait
Pada ANP, perbandingan elemen berpasangan dalam setiap tingkat dilakukan terhadap
kepentingan relatif untuk kriteria kontrol mereka. Matriks korelasi disusun berdasarkan skala rasio
1 - 9. Ketika penilaian dilakukan untuk sepasang, nilai timbal balik secara otomatis ditetapkan ke
perbandingan terbalik dalam matriks. Setelah perbandingan berpasangan selesai, vektor yang
sesuai dengan nilai eigen maksimum dari matriks yang dibangun dihitung dan vektor prioritas
diperoleh. Nilai prioritas ditemukan dengan menormalkan vektor ini. Dalam proses penilaian,
masalah dapat terjadi dalam konsistensi dari perbandingan berpasangan. Rasio konsistensi
memberikan penilaian numerik dari
seberapa besar evaluasi ini mungkin tidak konsisten. Jika rasio yang dihitung kurang dari 0.10,
konsistensi dianggap memuaskan.

3. Penghitungan Supermatriks
Setelah perbandingan berpasangan selesai, supermatriks dihitung dalam 3 langkah:

a. Unweighted Supermatrix (supermatriks tanpa pembobotan), dibuat secara
langsung dari semua prioritas lokal yang berasal dari perbandingan berpasangan
antar elemen yang mempengaruhi satu sama lain;
b. Weighted Supermatrix (supermatriks berbobot), dihitung dengan mengalikan nilai
dari supermatriks-tanpa-pembobotan dengan bobot cluster yang terkait;

Universitas Sumatera Utara

c. Komposisi dari Limiting Supermatrix (Supermatriks terbatas), dibuat dengan
memangkatkan supermatriks-berbobot sampai stabil. Stabilisasi dicapai ketika
semua kolom dalam supermatriks yang sesuai untuk setiap node memiliki nilai
yang sama. Langkah-langkah ini dilakukan dalam software Super Decisions,
yang merupakan paket perangkat lunak yang dikembangkan untuk aplikasi ANP.
Setiap subnetwork, prosedur yang sama diterapkan dan alternatif diberi peringkat.

4. Bobot Kepentingan dari Clusters dan Nodes
Penentuan bobot kepentingan dari faktor penentu dengan menggunakan hasil
supermatriksterbatas dari model ANP. Prioritas keseluruhan dari setiap alternatif dihitung melalui
proses sintesis. Hasil yang diperoleh dari masing-masing subnetwork disintesis untuk memperoleh
prioritas keseluruhan dari alternatif.

3.7.

Kuesioner

Menurut Rosnani Ginting (2010), kuesioner merupakan sejumlah
pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden
dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui. Kuesioner
dirancang dengan tujuan untuk memperoleh informasi yang relevan dengan tujuan
penelitian. Syarat utama pengisian kuesioner adalah pertanyaan yang jelas dan
mengarah ke tujuan. Empat komponen inti dari sebuah kuesioner, yaitu:
1. Kuesioner memiliki subjek, yaitu individu atau lembaga yang melaksanakan penelitian.
2. Kuesioner memiliki ajakan, yaitu permohonan dari peneliti untuk turut serta mengisi secara
aktif dan objektif pertayaan maupun pernyataan yang tersedia.

Universitas Sumatera Utara

3. Kuesioner memiliki petunjuk pengiisian kuesioner, dimana petunjuk yang tersedia harus
mudah dimengerti.
4. Kuesioner memiliki pertanyaan maupun pernyataan beserta tempat pengisian jawaban, baik
secara tertutup, semi tertutup, maupun terbuka.

Menurut Sukaria Sinulingga (2013), perancangan kuesioner yang baik
perlu dipahami prinsip-prinsip yang terkait dengan cara penulisan pertanyaan
(wording of quetions), cara pengukuran yaitu mengkatagorikan, membuat skala
dan mengkodekan (catagorized, scaled and coded) jawaban dari responden dan
kerapian (general appearance) kuesioner tersebut.

3.8.

Metode Sampling
Menurut Sukaria Sinulingga (2013), Sampling adalah metode pengumpulan data yang

sangat populer karena manfaatnya yang demikian besar dalam penghematan sumber daya waktu
dan biaya dalam kegiatan pengumpulan data.
Sampling ialah proses penarikan sampel melalui mekanisme tertentu melalui mana
karakteristik populasi dapat diketahui atau didekati. Secara garis besar metode penarikan sampel
dapat diklasifikasi atas dua bagian yaitu:
1. Probability Sampling
2. Nonprobability Sampling

3.8.1.

Probability Sampling
Probability sampling, setiap elemen dari populasi diberi kesempatan yang sama untuk

ditarik menjadi anggota dari sampel.
1. Simple Random Sampling

Universitas Sumatera Utara

Simple random sampling yang sering juga disebut unrestricted probability sampling, setiap
elemen dari populasi mempunyai kesempatan atau peluang yang sama untuk terpilih menjadi
anggota sampel.
2. Systematic Sampling
Systematic sampling adalah suatu metode pengambilan sampel dari populasi dengan cara
menarik elemen setiap kelipatan ke n dari populasi tersebut mulai dari urutan yang dipilih
secara random diantara nomor 1 hingga n.
3. Stratified Random Sampling
Stratified random sampling menentukan strata elemen dalam populasi menjadi perhatian
sehingga populasi dibagi sesuai dengan strata yang ada.
4. Cluster Sampling
Cluster sampling digunakan dengan multi stage, misalnya penelitian tentang pola hidup pada
nasabah bank di suatu propinsi dilakukan.
5. Area Sampling
Area sampling digunakan dengan pengambilan sampel berdasarkan perbedaan lokasi geografis
dari populasi.

3.8.2.

Nonprobability Sampling
Non-probability sampling adalah teknik sampling dimana setiap elemen populasi yang

akan ditarik menjadi anggota sampel tidak berdasarkan pada probabilitas yang melekat pada setiap
elemen tetapi berdasarkan karakteristik khusus masing-masing elemen. Model dari metode
sampling yang non-probabilistik ini adalah convinience sampling dan purposive sampling.
1.

Convinience Sampling
Convinience sampling adalah suatu metode sampling dimana para respondennya adalah
orang-orang yang secara sukarela menawarkan diri (conviniencely avaiable) dengan alasan
masing-masing.

2.

Purposive Sampling

Universitas Sumatera Utara

Purposive sampling adalah metode sampling non-probability yang menggunakan orangorang tertentu (specific target-group) sebagai sumber data/informasi. Orang-orang tertentu
yang dimaksud disini adalah individu atau kelompok yang karena pengetahuan, pengalaman,
jabatan dan lain-lain yang dimilikinya menjadikan individu atau kelompok tersebut perlu
dijadikan sumber informasi. Individu atau kelompok khusus ini langsung dicatat namanya
sebagai reponden tanpa melalui proses seleksi secara random.
Purposive sampling dapat dibedakan dalam dua bentuk yaitu judgement sampling dan

quota sampling.
a. Judgement sampling adalah tipe pertama dari purposive sampling, responden
terlebih dahulu dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu misalnya karena
kemampuannya atau kelebihannya diantara orang-orang lain dalam
memberikan data dan informasi yang bersifat khusus yang dibutuhkan
peneliti.
b. Quota Sampling adalah tipe kedua purposive sampling dimana kelompokkelompok tertentu dijadikan reponden (sumber data/informasi) untuk
memenuhi kuota yang telah ditetapkan.

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

4.1.

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di PT. Pacific Palmindo Industri yang merupakan salah satu

perusahaan yang bergerak di bidang refinery dan fractination CPO yang berlokasi di
Kawasan Industri Medan II, Medan. Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2016 –
sekarang.

4.2.

Jenis Penelitian 12
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deksriptif dimana penelitian ini

bertujuan untuk mendeskripsikan secara sistematik tentang fakta-fakta dan sifat-sifat
suatu objek atau populasi tertentu. Tujuan dari penelitian deskriptif adalah untuk
mendapatkan profil atau aspek-aspek yang relevan dari fenomena yang menarik dari
suatu organisasi atau kelompok tertentu. Penelitian deskriptif ini dilakukan dengan
menggunakan instrumen kuesioner terhadap beberapa responden. Pada penelitian
deskriptif ini juga berbentuk survey research yaitu penyelidikan yang dilakukan untuk
memperoleh fakta-fakta dari gejala yang ada dan mencari keterangan secara faktual untuk
mendapatkan kebenaran dengan menggunakan instrumen kuesioner.

4.3.

12

Objek Penelitian

Sukaria Sinulingga. Metode Penelitian. (Cet I; Medan: USU Press, 2011), h. 31.

Universitas Sumatera Utara

Objek penelitian yang diamati adalah supply chain dari PT. Pacific Palmindo
Industri.

4.4.

Variabel Penelitian
Variabel-variabel yang terdapat dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel Independen
Variabel

independen

(bebas)

merupakan

variabel

yang

nilainya

mempengaruhi variabel dependen baik secara positif maupun negatif
(Sinulingga,2013). Variabel independen dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a. Institutional pressures (tekanan dan isu yang dihadapi)
Faktor-faktor yang berasal dari luar perusahaan yang mendorong
perusahaan untuk melakukan melakukan insiatif ramah lingkungan.
b. Key resources (Sumber utama dalam perusahaan)
Nilai-nilai internal yang menjadikan perusahaan memperoleh keunggulan
yang mempengaruhi perusahaan dalam menerapkan ramah lingkungan.
c. Competitive values (nilai-nilai kompetitif)
Keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh oleh perusahaan dengan
menerapkan strategi ramah lingkungan
d. Inisiatif green supply chain
Alternatif inisiatif praktis yang dilakukan untuk meningkatkan green
supply chain perusahaan.

Universitas Sumatera Utara

2. Variabel Dependen
Variabel dependen adalah variabel terikat yang nilainya dipengaruhi oleh
variabel lain. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Green supply Chain
strategies (strategi rantai pasok ramah lingkungan).

4.5.

Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual adalah sebuah model yang ditunjukkan dalam bentuk

diagram yang memperlihatkan struktur dan sifat hubungan logis antar variabel
penelitian yang telah diidentifikasi dari teori dan temuan-temuan hasil review
artikel yang akan digunakan dalam menganalisis masalah penelitian. Kerangka
konseptual penelitian ini disusun berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan
oleh Masoumik et. al. (2015), sehingga dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Inisiatif
Inisiatif green
green supply
supply chain
chain

Institutional
Institutional pressures
pressures
(tekanan
dan
isu
yang
(tekanan dan isu yang dihadapi)
dihadapi)

Key
Key resources
resources (Sumber(aspek)
(Sumber(aspek)
utama
dalam
utama dalam perusahaan)
perusahaan)

Strategi
Strategi green
green supply
supply chain
chain

Competitive
Competitive values
values (nilai-nilai
(nilai-nilai
kompetitif)
kompetitif)

Gambar 4.1. Kerangka Konseptual

Universitas Sumatera Utara

Dari gambar kerangka konseptual diatas merupakan 4 penilaian terhadap
green supply chain yang diperoleh dari penelitian terhadap green supply chain
untuk pengamatan penilaian secara objektif.

4.6.

Blok Diagram Prosedur Penelitian
Penelitian dilakukan dalam beberapa tahap, yang diawali dengan

melakukan identifikasi masalah hingga menghasilkan kesimpulan. Tahapantahapan tersebut meliputi:
1.

Identifikasi masalah
Identifikasi masalah merupakan langkah pertama yang dilakukan saat
penelitian berlangsung sehingga dapat mengangkat permasalahan secara jelas
dan terarah.

2. Studi literatur
Kajian literatur merupakan bagian dari studi yang bertujuan untuk
mengumpulkan dan menganalisa data sekunder dari instansi terkait, hasil
penelitian, jurnal, dan literatur lain.
3. Perumusan masalah
Perumusan masalah menjabarkan kembali inti dari permasalahan yang
teridentifikasi kemudian menuangkannya ke dalam satu lingkup permasalahan
yang spesifik.
4. Perumusan tujuan penelitian
Penentuan tujuan penelitian sebagai acuan untuk mengarahkan dan
menentukan hasil akhir penelitian.

Universitas Sumatera Utara

5. Pengumpulan data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data kualitatif dan
data kuantitatif, baik yang berupa data primer maupun data sekunder.
Tahapan proses penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.2

Universitas Sumatera Utara

Identifikasi Masalah
- Meningkatnya kepedulian konsumen terhadap
lingkungan
-Perlunya upaya memenuhi persyaratan ekspor terkait
lingkungan guna meningkatkan daya saing

Data Sekunder
1. Data historis mengenai supply
chain
2.Gambaran umum perusahaan

Data Primer
1. Hasil Wawancara
2. Rekap Hasil Kuesioner

Pengolahan Data ANP
1. Struktur kriteria dan subkriteria green supply chain
2. Desain network green supply chain
3. Validasi network green supply chain
4. Kuesioner perbandingan berpasangan
5. Perhitungan rata-rata bobot kriteria kriteria
6. Perhitungan bobot parsial dan konsitensi matriks
7. Penyusunan supermatriks dengan Superdecitions
8. Perhitungan unweighted supermatrix, weighted supermatrix dan limit
matrix dengan Superdecitions.
9. Prioritas kriteria dan subkriteria green supply chain

Pengolahan Data ANP II
1. Struktur kriteria dan alternatif inisiatif green supply chain
2. Desain network inisiatif green supply chain
3. Validasi network green supply chain
4. Kuesioner perbandingan berpasangan
5. Perhitungan rata-rata bobot kriteria kriteria
6. Perhitungan bobot parsial dan konsitensi matriks
7. Penyusunan supermatriks dengan Superdecitions
8. Perhitungan unweighted supermatrix, weighted supermatrix dan limit
matrix dengan Superdecitions.
9. Peringkat dari alternatif green supply chain

Analisis dan Evaluasi Pemecahan Masalah

Kesimpulan dan Saran

Gambar 4.2. Tahapan Proses Penelitian

Universitas Sumatera Utara

4.7.

Responden
Responden pada penelitian ini adalah manager serta staf-staf perusahaan

yang memahami tentang supply chain perusahaan dan ekspertis di bidang supply
chain dari perguruan . Responden pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Responden Penelitian
No.
1
2
3
4
5

Responden
Manajer Logistik
Manager Produksi
Kepala Bagian Production Planning Control
Ekpertis di bidang supply chain dari
Universitas Andalas
Ekpertis di bidang supply chain dari
Universitas Marcubuana

Jumlah
1
1
1
1
1
5

Teknik sampling yang digunakan adalah judgement sampling yang
merupakan teknik penarikan sampel yang dilakukan berdasarkan karakteristik
yang ditetapkan terhadap elemen populasi target yang disesuaikan dengan tujuan
atau masalah penelitian.

4.8.

Pengumpulan Data

4.8.1. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terbagi atas dua sebagai
berikut.

1. Data Primer.
Data primer merupakan data yang diperoleh dengan cara menggali secara
langsung dari sumbernya oleh peneliti yang bersangkutan. Data primer

Universitas Sumatera Utara

digunakan dalam penelitian awal adalah