Pembangunan IPLT Mandung Dalam Pendekata

Tuga
Tugas Analisa Kebijakan Spasial
Pembangunan IPLT Mandung
andung Dalam Pendekatan Keruangan
da Ekologi
n dan
Studi Ka
Kasus: IPLT Kabupaten Tabanan

Oleh : Daniel Wicaksono (3315202001)

Magiste
ister Teknik Sanitasi Lingkungan
Jur
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakulta
ultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Institut
itut Teknologi Sepuluh Nopember

-1-


PENDAHULUAN

Pemerintah Indonesia dalam rangka mengatasi masalah sanitasi yang semakin buruk dan
usaha untuk mencapai target MDGs untuk sanitasi, mengupayakan percepatan
pembangunan sanitasi yang komprehensif dan terintegrasi. Sanitasi merupakan bagian
penting dalam pembangunan daerah karena terkait dengan penjagaan kesehatan
masyarakat. Penyediaan dan pengelolaan sanitasi yang baik merupakan tindakan preventif
yang harus dilakukan untuk mengurangi penyebaran penyakit menular akibat sanitasi yang
buruk. Saat ini kesadaran masyarakat masih rendah keikutsertaannya dalam pengelolaan
sarana dan prasarana sanitasi. Belum semua masyarakat menyadari arti penting sanitasi.
Bahkan seringkali sanitasi dianggap sebagai urusan “belakang”, sehingga termarjinalkan
dari urusan-urusan yang lain. Persepsi yang keliru yang memandang urusan sanitasi
sebagai urusan yang kurang penting sangat perlu untuk diubah sehingga semua pihak dapat
menyadari sepenuhnya bahwa urusan sektor sanitasi merupakan urusan yang penting dan
cukup vital. Selain itu pembiayaan yang masih bergantung pada pendanaan pemerintah
menjadi salah satu faktor yang memperlambatan perbaikan kondisi sanitasi. Pihak swasta
belum banyak yang mau terlibat berinvestasi di bidang ini dengan pertimbangan
pembiayaan dan kelayakan investasi. Kondisi ini diperburuk dengan kurang baiknya
koordinasi antar lembaga dan pihak yang memiliki kewenangan di bidang sanitasi baik

pusat dan daerah. Dampak terbesar dari kondisi tersebut menyebabkan buruknya kondisi
pelayanan sanitasi di banyak tempat baik di perkotaan dan pedesaan.
Pemerintah Kabupaten Tabanan memiliki perhatian khusus dalam bidang kesehatan
masyarakat. Dalam RPJP Kabupaten Tabanan, visi kedepan pemerintah daerah adalah
mewujudkan masyarakat Tabanan yang sehat, cerdas dan religius. Perwujudan masyarakat
yang sehat tidak hanya dengan menyediakan fasilitas kesehatan dan perluasan pelayanan
kesehatan, namun yang terpenting adalah usaha pencegahan. Dalam pencapaian usaha
pencegahan, Kabupaten Tabanan berkeinginan mewujudkan kawasan permukiman dan
perumahan yang aman, sehat, serasi dan nyaman serta ramah terhadap lingkungan. Hal
utama yang harus dilakukan adalah memperluas prilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)
serta perbaikan fasilitas sanitasi baik perkotaan maupun perdesaan.

-2-

Upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi Bali dan Pemerintah
Daerah Kabupaten Tabanan adalah menyediakan prasarana dan sarana air limbah
khususnya pembangunan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT). Berdasarkan Perda
Kab Tabanan Nomor 19 Tahun 2011 tentang Retribusi Penyediaan dan/atau Penyedotan
Kakus, retribusi ini dimaksudkan untuk mengelola operasional dan pemeliharaan IPLT
dengan subyek retribusi adalah tiap orang pribadi yang mendapatkan pelayanan penyediaan

penyedotan kakus. Adanya IPLT merupakan salah satu upaya untuk mencapai akses
universal 100-0-100 yakni peningkatan akses masyarakat terhadap sanitasi. Pada kajian ini
hanya dipusatkan pada IPLT Kabupaten Tabanan.

-3-

TINJAUAN PUSTAKA

A.

Tahapan Perencanaan

Pengolahan air limbah dengan menggunakan sistem setempat dan sistem terpusat
diantaranya tangki septik, biofilter, dll. memerlukan pengurasan yang dilakukan secara
berkala untuk menghindari kejenuhan atau penuhnya sistem. Pengurasan lumpur di dalam
sistem setempat dan sistem terpusat dilakukan dengan menggunakan sarana penyedotan
lumpur tinja dan selanjutnya dibawa ke instalasi pengolahan lumpur tinja (IPLT).

IPLT adalah instalasi pengolahan air limbah yang dirancang hanya menerima dan
mengolah lumpur tinja yang berasal dari sistem setempat dan sistem terpusat yang diangkut

melalui sarana pengangkut lumpur tinja. Lumpur akan diolah menjadi lumpur kering yang
disebut dengan cake dan air olahan/efluen yang sudah aman dibuang ataupun dimanfaatkan
kembali. Lumpur kering dapat dimanfaatkan menjadi pupuk dan air efluen dapat digunakan
untuk keperluan irigasi.

A.1

Langkah-Langkah Perencanaan IPLT
Kebutuhan dan pengumpulan data dalam perencanaan IPLT dijabarkan sebagai
berikut:

A.1.1 Persiapan dan Pelaksanaan Survei
Data yang dikumpulkan meliputi:
1. Data Primer, meliputi:
a. Jumlah rumah dan klasifikasinya
b. Jumlah dan kondisi sarana sanitasi setempat yang ada
c. Lokasi (lahan) yang dapat digunakan untuk pembangunan IPLT
d. Kondisi lingkungan di sekitar lokasi (lahan) pembangunan IPLT
e. Sarana jalan lingkungan dan jalan menuju calon lokasi IPLT
2. Data Sekunder, meliputi:

a. Kondisi iklim,
-4-

b. Kondisi fisik wilayah,
c. Data kependudukan,
d. Kondisi sanitasi lingkungan,
e. Rencana induk sistem pembuangan air limbah,
f. Kondisi sosial-ekonomi dan budaya,
g. Kelembagaan dan peraturan.
3. Data Pendukung lainnya, meliputi:
Metode dan teknologi pengolahan air limbah lumpur tinjayang terbaru, tepat guna,
efektif, dan efisien sehingga mampu mengolah limbahlumpur tinja dengan sebaik
mungkin namun dengan biaya investasi, operasi dan perawatan yang minimal.

A.1.2 Penentuan Daerah Pelayanan IPLT
Dalam menentukan wilayah/daerah layanan, perencana perlu menetapkan target pelayanan
IPLT berupa persentase dari jumlah penduduk kota yang akan dilayani oleh sarana IPLT
yakni minimal 60% dari total penduduk yang menggunakan tangki septik sistem setempat.

A.1.3 Penentuan Lokasi IPLT

Penentuan lokasi IPLT ditentukan berdasarkan faktor-faktor sebagai berikut:

a. Ketersediaan lahan dan aspek teknis yang meliputi beberapa persyaratan seperti:


Daerah bebas banjir



Daerah bebas longsor



Rencana lokasi harus terletak minimal pada radius 2 km dari kawasan pemukiman



Rencana lokasi memiliki akses jalan (penghubung) dari wilayah pelayanan ke IPLT
dan sebaliknya




Rencana lokasi harus berada dekat dengan badan air penerima



Rencana lokasi harus merupakan daerah yang terletak pada lahan terbuka dengan
intensitas penyinaran matahari yang baik agar dapat membantu mempercepat
proses pengeringan endapan lumpur



Lahan memiliki karakteristik relatif kedap air (permeabilitas rendah)

b. Biaya investasi, operasi dan pemeliharaan
-5-

Rencana lokasi IPLT harus dekat dengan daerah pelayanan IPLT sehingga dapat
meminimalkan biaya operasi. Tarif retribusi ditentukan berdasarkan biaya transportasi,
operasi, dan pemeliharaan.


c. Lingkungan
Kualitas efluen IPLT harus memenuhi baku mutu air limbah yang berlaku.Untuk
mengurangi bau dari IPLT, dapat dilakukan penanaman pohon (contohnya : pohon
kemenyan, mimba, dll) di sekeliling untuk mengurangi bau IPLT sebagai zona
penyangga.

Gambar 1.1 Gambaran Skematik dalam Perencanaan IPLT

A.1.4 Penentuan Kapasitas IPLT
Kapasitas IPLT ditentukan dengan menghitung jumlah sarana sanitasi setempat yang
berada di daerah pelayanan. Bila data jumlah sanitasi setempat sulit didapat atau
-6-

diinventarisasi, maka dapat digunakan pendekatan (50-60)% dari jumlah penduduk yang
ada di dalam daerah layanan yang memiliki sanitasi setempat. Perhitungan kapasitas IPLT
memerlukan informasi perkiraan jumlah penghuni atau pengguna sistem setempat dan
periode pengurasan lumpur dari sistem setempat tersebut. Kapasitas (debit) IPLT dihitung
dengan menggunakan persamaan berikut:
V = (%pelayanan x P x Q )/1000

Keterangan:


V=

Debit total (kapasitas) yang akan masuk ke IPLT (m3)



P =

Jumlah penduduk yang dilayani pada akhir periode desain (orang)



Q=

Debit lumpur tinja dalam L/hari atau dibagi dengan 1.000 untuk

konversi menjadi m3/hari adalah jumlah lumpur yang akan masuk dan

diolah di IPLT setiap harinya


%=

Persentasi pelayanan dapat menggunakan pendekatan (50-60)%

Laju timbulan lumpur tinja dapat menggunakan pendekatan 0,5L/orang/hari.
Laju timbulan ini merupakan laju timbulan lumbur basah (lumpur dan air
dari tangki septik)
A.2

Komponen IPLT

A.2.1 Komponen Utama
Sistem IPLT dibuat untuk dapat menstabilkan senyawa organik dan meningkatkan padatan
yang terkandung dalam lumpur tinja sampai memenuhi persyaratan untuk dibuang ke
lingkungan atau dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu.

Untuk mencapai tujuan


tersebut, IPLT harus memenuhi seluruh komponen utama sebagai berikut:

a. Unit Pengumpul: Untuk mengumpulkan lumpur tinja dari truk tangki penyedot
lumpur tinja sebelum masuk ke sistem pengolahan.
b. Unit penyaringan: Untuk memisahkan atau menyaring benda-benda kasar
didalam lumpur tinja. Pemisahan atau penyaringan dapat dilakukan dengan
menggunakan bar screen manual atau mekanik.
c. Unit pemisahan partikel diskrit: Untuk memisahkan partikel diskrit agar tidak
mengganggu proses selanjutnya.
-7-

d. Unit stabilisasi: Untuk menurunkan kandungan organik dari lumpur tinja, baik
secara anaerobik maupun aerobik. Alternatif teknologi pada unit stabilisasi
yakni:


Sistem kolam



Kolam Aerasi



Anaerobik Sludge Digester



Aerobik Sludge Digester: Sequence Batch Reactor (SBR)



Oxidation Ditch

Unit Pemekatan: Untuk memisahkan padatan dengan cairan yang dikandung
lumpur tinja, sehingga konsentrasi padatannya akan meningkat atau menjadi
lebih kental. Alternatif teknologinya yakni tangki imhoff dan clarifier
f. Unit pengolahan cairan: Untuk menurunkan kandungan organik dalam cairan
lumpur tinja.
g. Unit pengeringan lumpur : Untuk menurunkan kandungan air dari lumpur hasil
olahan, baik dengan mengandalkan proses penguapan atau proses mekanis.
Alternatif teknologinya: sludge drying bed, filter press, dan belt filter press.

A.2.2 Komponen Pendukung
Komponen pendukung merupakan komponen yang dibangun untuk menunjang operasi,
pemeliharaan, dan evaluasi IPLT yang berada di satu area dengan IPLT. Komponen
pendukung terdiri dari:
a. Platform (dumping station) yang merupakan tempat truk penyedot tinja untuk
mencurahkan (unloading) lumpur tinja ke dalam tangki imhoff ataupun bak ekualisasi
(pengumpul)
b. Kantor yang diperuntukkan bagi tenaga kerja.
c. Gudang untuk tempat penyimpanan peralatan, suku cadang unit-unit di IPLT, dan
perlengkapan lainnya.
d. Laboratorium untuk pemantauan kinerja IPLT.
e. Infrastruktur jalan berupa jalan masuk, jalan operasional, jalan inspeksi, dll.
f. Sumur pantau untuk memantau kualitas air tanah disekitar IPLT yang dimanfaatkan
sebagai sumber air bersih masyarakat sekitar IPLT. Berikut ini ketentuan pembangunan
sumur pantau adalah sebagai berikut:
-8-

-

Sumur pantau dibuat dekat bangunan pengolahan

-

Jumlah sumur pantau disesuaikan dengan luas bangunan pengolahan

-

Diameter sumur pantau di buat minimal 15 centimeter

-

Dinding sumur pantau dibuat dari pipa pvc minimal klas AW

-

Kedalaman sumur pantau harus lebih dalam dari elevasi muka air tanah di sekitar
bangunan pengolahan

-

Pembuatan sumur pantau dapat dilakukan dengan cara pengeboran
(Sumber: Rapermen Air Limbah Lampiran II Buku 2 Pedoman Pelaksanaan
Konstruksi)

g. Fasilitas air bersih untuk mendukung kegiatan pengoperasian IPLT.
h. Alat pemeliharaan dan keamanan.
i. Pagar pembatas untuk mencegah gangguan serta mengamankan aset yang ada di dalam
lingkungan IPLT.
j. Generator yang digunakan sebagai sumber listrik cadangan
k. Zona penyangga berupa tanaman pelindung yang ditanam di sekeliling IPLT dan
berfungsi sebagai zona hijau

A.3

Pemilihan Alternatif Unit Pengolahan

A.3.1

Alternatif Sistem Pengolahan Lumpur Tinja

Terdapat dua sistem yang dapat digunakan dalam pengelolaan dan pengolahan lumpur tinja
(Gambar 1.2). Sistem tersebut ditentukan berdasarkan dari karakteristik lumpur tinja yang
akan diolah, terdiri dari:
1.

Sistem IPLT dengan pemisahan padatan dan cairan
Penerapan sistem ini dilakukan jika karakteristik lumpur tinja yang masuk ke IPLT
tidak hanya berasal dari lumpur tinja yang telah matang dari sistem setempat namun
juga tinja segar. Hal ini dilakukan untuk mengurangi beban pengolahan biologi
selanjutnya.Lumpur hasil pemisahan/pemekatan selanjutnya akan diolah dengan
beberapa alternatif yakni langsung dikeringkan, distablikan kembali jika kandungan
BOD masih tinggi, atau dilakukan pengomposan langsung. Sedangkan untuk cairan
dapat masuk ke dalam pengolahan berupa kolam stabilisasi untuk mengurangi
konsentrasi pencemar sebelum masuk ke badan air penerima. Cairan hasil

-9-

pemisahan/pemekatan juga jika memungkinkan dapat digabungkan dalam IPLT yang
telah ada. Perhatikan Gambar 1.3.

Gambar 1.2 Skema Pemilihan Sistem IPLT

2.

Sistem IPLT tanpa pemisahan padatan dan cairan terlebih dahulu. Sistem ini dapat
digunakan jika inlet tinja yang masuk ke sistem IPLT merupakan lumpur tinja yang
telah mengalami pengolahan di unit sistem tangki sehingga memiliki karakteristik
yang lebih rendah. Gambar 1.2 menunjukan alternatif-alternatif sistem pengolahan
yang dapat digunakan untuk megolah lumpur tinja yang tidak dilakukan pemisahan
padatan dan cairan terlebih dahulu. Alternatif-alternatif tersebut diantaranya yakni
lumpur tinja masuk ke sistem stabilisasi lumpur, langsung masuk ke IPLT yang telah
ada, direct land application, atau dapat digunakan sebagai material tambahan dalam
proses pengomposan. Masing-masing aternatif memiliki kelebihan dan kekurangan
yang dapat dilihat pada Tabel 1.1.

-10-

Tabel 1.1. Pertimbangan Alternatif Sistem Pengolahan Lumpur Tinja dengan dan
Tanpa Pemisahan Padatan-Cairan

Sistem IPLT
Stablisasi Lumpur

Kelebihan


Memberikan solusi

Kekurangan


Membutuhkan biaya

regional untuk

investasi, operasi, dan

pengelolaan lumpur

perawatan yang besar.

tinja terutama untuk



Membutuhkan sumber

daerah yang

daya manusia dengan

tidak/belum memiliki

kemampuan yang tinggi

IPLT

untuk menjalankan
instalasi

Pengolahan bersama



Lebih ekonomis



Meningkatkan kebutuhan

dengan air limbah di

karena hanya

penanganan residu

IPLT yang telah ada.

membutuhkan

lumpur dan pembuangan

instalasi pengolahan



Berpotensi mengganggu

terpusat, tidak

kinerja IPLT jika lumpur

dipisahkanBanyak

tinja yang masuk

IPLT yang berpotensi

memiliki fluktuasi

dapat mengolah

karakteristik yang tinggi.

lumpur tinja
Direct Land



Application


Sederhana dan



Membutuhkan lahan yang

ekonomis

luas dan jauh dari

Daur ulang material

pemukiman atau

organik dan berpotensi

memiliki kepadatan

memberikan nutrien

penduduk yang rendah.

kepada lahan



Area harus memiliki
muka air tanah yang
rendah agar mengurangi
potensi pencemaran air
tanah



-11-

Dapat menimbulkan bau

Sistem IPLT
Co-composting with

Kelebihan


refuse


Sederhana

Kekurangan
dan



Berpotensi tidak berhasil

ekonomis

jika lumpur tinja

Produk dapat

memiliki fluktuasi

dimanfaatkan kembali

karakteristik yang tinggi


-12-

Dapat menimbulkan bau

PENDEKATAN
Pada kajian implikasi kebijakan tata ruang terhadap prasarana air limbah, dengan studi
kasus IPLT Kabupaten Tabanan ini, dilakukan beberapa pendekatan.Pendekatan dilakukan
untuk memperdalam kajian dengan sudut pandang yang berbeda. Pendekatan yang
digunakan dalam kajian ini adalah pendekatan keruangan, pendekatan ekologi, dan
pendekatan teknologi.
1. Pendekatan Keruangan
Pendekatan keruangan didasarkan pada perbedaan lokasi dari sifat-sifat pentingnya seperti
perbedaan struktur, pola, dan proses. Struktur keruangan terkait dengan elemen pembentuk
ruang yang berupa kenampakan titik, garis, dan area. Sedangkan pola keruangan berkaitan
dengan lokasi distribusi ketiga elemen tersebut. Dalam pendekatan keruangan, yang perlu
diperhatikan adalah persebaran penggunaan ruang dan penyediaan ruang yang akan
dimanfaatkan. Pendekatan keruangan dapat ditinjau dari fenomena geografi suatu wilayah,
mata pencaharian atau aktivitas masyarakat, dan karakteristik regional. melalui pendekatan
keruangan akan dikaji kesesuaian pembangunan prasarana air limbah, yakni IPLT terhadap
RTRW Kabupaten Tabanan Selain itu terkait juga dengan implikasinya terhadap
pemanfaatan lahan untuk prasarana sanitasi lainnya di dalam wilayah Kabupaten Tabanan.
2. Pendekatan Ekologi
Pendekatan ekologi dilakukan untuk mengkaji implikasi keberadaan IPLT terhadap
kondisi ekosistem lingkungan. Air limbah domestik yang dihasilkan oleh kegiatan
masyarakat ataupun kegiatan usaha mengandung bahan pencemar yang dapat mencemari
lingkungan jika tidak diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke badan air. Dampak negatif
yang ditimbulkan diantaranya, pendangkalan saluran air/sungai akibat endapan, eutrofikasi
akibat tingginya konsentrasi nutrien, timbulnya bau tidak sedap, dan berpotensi menjadi
sumber penyakit. Air limbah domestik yang langsung dibuang di saluran air atau sungai
akan bermuara ke laut, sehingga berpotensi mengakibatkan pencemaran di muara sungai,
pantai, dan laut. Di sisi lain, pantai merupakan daya tarik wisatawan yang berkunjung ke
bali, sehingga perlu dijaga kebersihan dan kelestarian lingkungannya. Seiring
perkembangan ilmu dan teknologi, maka air limbah dapat diolah dengan berbagai alternatif
pengolahan, salah satunya adalah IPLT Kabupaten Tabanan. Adanya IPLT tidak terlepas
dari partisipasi masyarakat dalam memanfaatkan fasilitas pengolahan lumpur tinja yang
disediakan oleh pemerintah
-13-

GAMBARAN UMUM DAN DATA WILAYAH STUDI

1. Profil Wilayah Kabupaten Tabanan

Kabupaten Tabanan, salah satu kabupaten di Provinsi Bali secara geografis terletak
diantara 08o -14’ 30” - 08o 30’ 07” Lintang Selatan dan 114o 54’52” – 115 Bujur Timur.
Batas-batas wilayah Kabupaten Tabanan adalah sebelah utara berbatasan dengan
Kabupaten Buleleng, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Badung sebelah selatan
Samudera Indonesia dan sebelah barat berbatasan dengan KabupatenJembrana dan
Buleleng. Secara detail peta orientasi kabupaten Tabanan dan peta Geografis Tabanan
dapat dilihat pada Gambar 2.1 Kabupaten Tabanan terletak pada ketinggian 0 – 2.276 m di
atas permukaan laut(dpl), dimana lahan tertinggi berada di puncak Gunung Batukaru.
Topografi wilayah Kabupaten Tabanan memiliki tiga karakteristik yang berbeda. Bagian
selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia merupakan dataran rendah dengan
topografi yang relative datar, di bagian tengah bergelombang, dan di bagian utara
merupakan daerah perbukitan dan pegunungan dimana terdapat beberapa gunung yaitu Gn.
Batukaru (2.276 m), Gn. Sangiyang (2.097 m), Gn. Pohen (2.055 m) dan Gn. Adeng (1.811
m).. Ditinjau dari kemiringan lahan, sebagian besar lahan Kabupaten Tabanan berada pada
kemiringan lereng 15-40% yaitu luasnya 365,67 km2(43,57%), tersebar luas terutama di
wilayah bagian barat. Lahan dengan kemiringan lereng b2-15% dengan luas 249,61 km2
(29,74%) tersebar luas terutama di wilayah bagian timur. Lahan dengan kemiringan di atas
40% seluas 136,53 km2 (16,27 %) terdapat di daerah pegunungan bagian utara dan
sebagian di sisi barat perbatasan dengan Kabupaten Jembrana. Sedangkan lahan dengan
kemiringan 0-2% seluas 10,43 km2 (10,43 %) mendominasi daerah pantai.

-14-

Gambar 2.1 Peta Letak Geografis Kabupaten Tabanan

-15-

2. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Tabanan
Rencana Pengembangan Fungsi Wilayah Kabupaten Tabanan
Rencana pengembangan fungsi wilayah kabupaten bertujuan untuk memberikan arahan
umum rencana tata ruang wilayah di Kabupaten Tabanan. Berikut merupakan rencana
pengembangan fungsi wilayah Kabupaten Tabanan :
a. Sebagai salah satu pusat pelayanan Kawasan Perkotaan Denpasar-Badung-GianyarTabanan (Sarbagita) yang berfungsi sebagai PKN;
b. Sebagai pusat pertumbuhan wilayah propinsi yang mendukung perkembangan sektor
pertanian, perkebunan dan pariwisata;
c. Mengendalikan kawasan lindung dengan tetap mempertahankan fungsi lindungnya;
d. Mengendalikan konversi kawasan pertanian beririgasi teknis menjadi kawasan
permukiman dan perkotaan;
e. Menetapkan lahan sawah abadi untuk sawah beririgasi teknis yang memiliki view
menarik untuk mempertahankan Tabanan sebagai ikon ”lumbung beras Provinsi Bali”;
f. Mengendalikan pertumbuhan kota secara ekspansif yang tidak terkendali (urban
sprawl) dan pertumbuhan menerus (konurbasi);
g. Meningkatkan aksesibilitas kota kecamatan serta pusat permukiman di Kabupaten;
h. Meningkatkan kapasitas dan kualitas pelayanan prasarana wilayah (jalan,
persampahan, air bersih, drainase) sesuai standar nasional
Rencana Struktur Ruang
a. Keterkaitan Antar Pusat-Pusat Permukiman
Rencana pengembangan hierarki pusat-pusat permukiman yang sudah terbentuk
juga diarahkan untuk peningkatan dan pemerataan pembangunan perkotaan di seluruh
wilayah Kabupaten Tabanan yang penjabarannya adalah sebagai berikut :


Meningkatkan jumlah dan kelengkapan fasilitas pendukung pada pusat-pusat
permukiman, yaitu pusat-pusat permukiman yang berstatus ibukota Kecamatan.



Meningkatkan kuantitas dan kualitas kegiatan perkotaan untuk mengurangi tingkat
migrasi keluar

b. Kebijakan Pengembangan Pusat-Pusat Permukiman
Pola pengembangan pusat-pusat permukiman ini dimaksudkan bersifat antisipatif terhadap
kecenderungan perkembangan yang diperkirakan akan berlangsung pada pusat-pusat
permukiman yang menonjol. Kecenderungan perkembangan ini meliputi pusat-pusat
permukiman yang pertumbuhan penduduknya tinggi dan pusat-pusat permukiman yang
-16-

pertumbuhan penduduknya tinggi dan pusat-pusat permukiman yang tidak tumbuh
(pertumbuhan negatif). Perincian pusat-pusat permukiman yang perlu dipersiapkan
kebutuhan fasilitas dan utilitas di masa mendatang dan dipacu perkembangannya adalah :


Perkembangan tinggi : Tabanan dan Kediri.
Pertumbuhan rendah : Pusat-pusat pertumbuhan lokal kota Bajera, Penebel
Kerambitan, Marga, Pupuan, Pacung - Baturiti.
Implikasi dari pertumbuhan pusat-pusat permukiman adalah meningkatkan fungsi
dan peran kota dalam bentuk struktur kota.

Rencana pengembangan pusat-pusat diarahkan untuk meningkatkan dan pemerataan
pembangunan perkotaan di seluruh wilayah Kabupaten Tabanan. Sehubungan dengan
adanya identifikasi potensi dan kendala yang telah dipadukan dengan visi dan misi
pembangunan kabupaten Tabanan, maka untuk lebih memantapkan struktur ruang kawasan
ditetapkan :
1. Pusat Kegiatan Nasional (PKN) : Kota Tabanan dan Kota Kediri
2. Pusat Kegiatan Lokal (PKL) Kecamatan Tabanan sebagai Ibukota Kabupaten
3. Pusat Pelayanan Kawasan (PPK).Kecamatan Kediri, Marga, Baturiti, Penebel,
Kerambitan, Selemadeg Timur, Selemadeg, Selemadeg Barat, dan Kecamatan
Pupuan.
4. Pusat Pelayanan Kawasan Promosi (PPKp) ditetapkan pada kawasan yang
mempunyai potensi untuk terus berkembang.
5. Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL) merupakan pusat permukiman yang
berfungsi melayani kegiatan skala antar desa.

3. IPLT Kabupaten Tabanan
IPLT Kabupaten Tabanan merupakan proyek pembangunan pengolahan lumpur tinja yang
melayani wilayah kabupaten Tabanan. Perkembangan sektor pariwisata, khususnya di
Kabupaten Tabanan perlu disinergikan dengan kegiatan pelestarian sanitasi lingkungan,
salah satunya pengelolaan lumpur tinja. Selain itu, berbagai instalasi pengolahan air
limbah baik di lingkungan permukiman dan komersial yang menghasilkan lumpur juga
perlu dilakukan pengelolaan. Oleh karena itu, Pemerintah mendorong pemilik usaha
pariwisata, komersial, dan masyarakat untuk sadar akan sanitasi di lingkungan masingmasing.
-17-

IPLT Kabupaten Tabanan dioperasionalkan pada tahun 1995 dengan luas lahan 5 hektar
yang terletak di Banjar Mandung, Desa Sembung Gede, Kec. Kerambitan. IPLT melayani
kawasan pusat kota Tabanan yang berjarak ± 8 km2 dari lokasi IPLT yang meliputi Kec.
Tabanan, Kec.Kediri, Kec. Penebel, Kec. Kerambitan, Kec. Marga, Kec. Selemadeg, Kec.
Seltim, Kec. Baturiti, Kec. Pupuan, Kec Selbar. Teknologi pengolahan yang digunakan
adalah 4 unit kolam SSC, 1 kolam Sludge Drying Bed, 2 unit kolam Anaerobic, 2 unit
kolam Fakultatif, 2 unit kolam Maturasi dengan kapasitas keseluruhan sebesar 30 m3/hari
dan didukung oleh armada truk tinja baik dari milik Pemda maupun kerjasama dengan
pihak swasta.
Pengelolaan operasional dan pemeliharaan dilakukan oleh Dinas Kebersihan dan
Pertamanan Kabupaten Tabanan. Pengelolaan IPLT telah diperkuat dalam Perda Nomor
19 tahun 2011 terkait retribusi penyedotan kakus dan Perbup Nomor 22 tahun 2013 terkait
pelaksanaan Perda nomor 19 tahun 2011. Tarif penyedotan lumpur tinja dikategorikan
dalam 3 zona yaitu:
- Zona A (Kec Tabanan dan Kec Kediri) : Rp 200.000
- Zona B (Kec Penebel, Kerambitan, Marga) : Rp 250.000
- Zona C (Kec Selemadeg, Seltim, Baturiti) : Rp 275.000
- Zona D (Kec Pupuan, Kec Selbar) = Rp 300.000
Pemantauan kualitas air limbah tinja yang diolah menggunakan parameter kadar BOD dan
kadar COD. Hasil kadar BOD setelah limbah lumpur tinja diolah telah memenuhi baku
mutu standar yakni 75 mg/l. sedangkan kadar COD setelah limbah lumpur tinja diolah
adalah 100 mg/l. Pemeriksaan didasarkan pada baku mutu limbah cair sesuai dengan
Peraturan Gubernur Bali Nomor 08 tahun 2007

-18-

PLT Kabupaten Tabanan
Gambar Kondisi IPLT

ngolahan lumpur tinja di IPLT Kabupaten Tab
abanan
Gambar Skema pengol
-19-

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

1. Kesesuaian lokasi IPLT Kabupaten Tabanan dengan RTRW Kabupaten Tabanan

Rancangan rencana struktur tata ruang wilayah Kabupaten Tabanan diarahkan untuk
meningkatkan integrasi dan keterkaitan Kabupaten Tabanan dengan wilayah yang lebih
luas, yakni wilayah nasional, wilayah provinsi dan kawasan Metropolitan Sarbagita.
Kabupaten Tabanan sebagai Kota pendukung dari Kawasan Metropolitan Sarbagita
(Denpasar, Badung, Gianyar, Tabanan) membutuhkan koordinasi dan integrasi
pengembangan sistem prasarana kota, khususnya dalam hal pembangunan sanitasi, yakni
pengembangan sistem pengolahan lumpur tinja. IPLT Kabupaten Tabanan adalah salah
satu prasarana air limbah yang beroperasi di kecamatan Karambitan Kabupaten Tabanan.
Pemerintah Kabupaten Tabanan telah melaksanakan beberapa upaya peningkatan kualitas
lingkungan, khususnya pada sektor air limbah. Berdasarkan data Profil Kesehatan Tabanan
2014 terdapat 125.222 unit unit jamban keluarga dan ini berarti kepemilikan jamban
sudah mencapai 98,80 % dari total KK di Kabupaten Tabanan. Namun demikian, masih
perlu dilakukan pendataan yang lebih akurat untuk mengetahui apakah tangki septik yang
dipergunakan sudah memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) atau aturan yang ada.
Sedangkan grey water (limbah cuci dan mandi serta dapur) biasanya tanpa pengolahan dan
cenderung langsung dibuang ke sungai ataupun saluran drainase. Dari 32,136 rumah yang
diperiksa hanya 54.32% yang memiliki pengolahan limbah dan 93.64% berkondisi sehat.
Untuk pengolahan lumpur tinja telah terbangun Instalasi Pengolahan LuBerdasarkan
pemutakhiran Strategi Sanirasi Kota (SSK) Kabupaten Tabanan, sistem pengelolaan air
limbah meliputi:
a. sistem pengolahan air limbah setempat (on site) dilakukan secara individual dengan
penyediaan bak pengolahan air limbah atau tangki septik, tersebar di seluruh wilayah;
b. sistem pengolahan air limbah terpusat (off site) dengan sistem perpipaan meliputi:
1. Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Tabanan melayani Kawasan Perkotaan
Tabanan;
2. IPAL Soka melayani Kawasan Efektif Kawasan Pariwisata Soka;
3. IPAL Bedugul melayani Kawasan Efektif KDTWK Bedugul;
4. IPAL Tanah Lot melayani Kawasan Efektif KDTWK Tanah Lot.
5. IPLT Mandung melayani kecamatan yang berada di wilayah Kabupaten Tabanan.
-20-

Menurut Samsuhadi (2012), terdapat beberapa faktor pertimbangan dalam menentukan
Lokasi IPLT, salah satunya adalah tata guna lahan yang terdapat pada RTRW daerah
setempat. Rencana pembangunan IPLT harus dikoordinasikan dengan pemerintah setempat
agar sesuai dengan perencanaan tata ruang kota. Pemilihan lokasi IPLT pada wilayah yang
memiliki tata guna lahan sebagai lahan pertanian merupakan lokasi yang paling ideal
karena hasil olahan lumpur di IPLT dapat dimanfaatkan menjadi pupuk untuk kegiatan
pertanian di sekitar IPLT. Perencanaan pengembangan suatu kota cenderung memiliki
prosentase

yang

lebih

besar

dalam

hal

pengembangan

permukiman

daripada

pengembangan pada sektor lain. Sehingga, untuk efisiensi luas wilayah yang digunakan,
lokasi IPLT lebih baik di daerah pengembangan wilayah yang mempunyai prosentase
pengembangan kecil, misalnya daerah lahan pertanian.

2. Peran IPLT Terhadap Ekosistem
Sistem pengolahan air limbah rumah tangga di Kabupaten Tabanan yaitu untuk black
water (tinja urine, air penggelontor) umumnya diolah dengan system onsite dalam hal ini
menggunakan septic tank.
Untuk pengolahan lumpur tinja telah terbangun Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT)
yang menampung limbah rumah tangga yang sudah dilakukan penyedotan lumpur tinja
baik dari pemerintah maupun layanan swasta.
Sejak tahun 2015 Pemerintah Kabupaten Tabanan mendapatkan bantuan teknis secara
intensif

untuk program

“Percontohan Pengelolaan Lumpur Tinja dan Peningkatan

Kapasitas” dari Water and Sanitation Programme (WSP)-The World Bank.
Lingkup bantuan teknis yang diberikan meliputi :
1. Pemetaan pengelolaan lumpur tinja dengan menggunakan teknologi informasi
dan komunikasi (ICT).
2. Identiikasi area pelayanan penyedotan secara terjadwal
3. Perkuatan kerjasama dengan sektor swasta
4. Pengembangan kemungkinan penggunaan lumpur tinja kering hasil
pengolahan lumpur tinja sebagai alternati pupuk organik
5. Bantuan perbaikan disain dan operasi IPLT
6. Identiikasi kebutuhan perbaikan atau perubahan peraturan daerah

-21-

Bantuan teknis ini akan dijadikan rintisan bagi pengembangan program Layanan Lumpur
Tinja Terjadwal (LLTT) yang tentunya akan memberikan kontribusi bagi penyehatan
lingkungan dan juga pendapatan daerah serta peningkatan pelayanan dari sektor swasta
Sistem Sanitasi Pengelolaan Air Limbah Domestik di Kabupaten Tabanan yaitu untuk
black water (tinja urine, air penggelontor) umumnya diolah dengan system on site dalam
hal ini menggunakan septic tank. Untuk selanjutnya dilakukan pengurasan pada
waktu tertentu dan selanjutnya diolah di IPLT.
Selain itu di beberapa banjar sudah terbangun IPAL Komunal dimana digunakan untuk
penampungan air limbah untuk rumah tangga dengan skala 50-100 KK. Untuk selanjutnya
dilakukan pengurasan dalam kurun waktu -/+ 4 tahun untuk dibuang dan diolah di IPLT.
Hasil olahan lumpur tinja tidak mencemari badan air yang ada di sekitar IPLT

Gambar Aktivitas di IPLT Mandung, Kabupaten Tabanan

-22-

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, diperoleh beberapa kesimpulan dari kajian
pembangunan sektor air limbah dalam kebijakan tata ruang, studi kasus IPLT Tabanan
adalah sebagai berikut:
1. Pembangunan IPLT di Kabupaten Tabanan dalam pendekatan keruangan telah
sesuai dengan kriteria lokasi IPLT serta aspek tata ruang dan tata guna lahan yang
berlaku. Efluen air limbah tidak mencemari lingkungan sekitar karena sudah sesuai
dengan standard baku mutu kualitas air limbah yang berlaku. Pelayanan IPLT
Kabupaten Tabanan mencakup kawasan permukiman dan kawasan pariwisata.
Dengan demikian, adanya IPLT Kabupaten Tabanan dapat menjadi suatu upaya
untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan dalam sektor permukiman
dan pariwisata.
2. Dalam rangka meningkatkan akses sanitasi, khususnya pengolahan air limbah,
maka diperlukan partisipasi masyarakat dan pemilik usaha pariwisata untuk
memanfaatkan prasarana air limbah, yakni IPLT secara optimal. Hal tersebut juga
merupakan suatu upaya untuk menjaga kelestarian dan kesehatan lingkungan

-23-