Jurnal Konseling dan Pendidikan

  dan Info Artikel: Diterima 08/01/2014 Direvisi 12/01/2014 Dipublikasikan 28/02/2014

  ISSN Online:

  http://jurnal.konselingindonesia.com Volume 2 Nomor 1, Februari , Hlm 15-24 us at The Orphanage of und and Status at The gender, cultural g teenagers’ self- bout self- concept approach to type post facto with a Teenager’s self- e are higher than Teenager’s self- Mentawai, Java, cept based on the in an orphanage. middle category, ith the status of of himself rather terms of gender, s between gender The implications of tion of counseling

  2337-6880

  ISSN Online:

  2337-6740 -

  ISSN Cetak:

  dan Ikatan Konselor Indonesia (IKI)

  idupan seorang anak merupakan dasar untuk perkembang n yang mendukung dan menunjang, tetapi kenyataan anak-anak yang terlantar, seperti orangtua yang meninggal kurang bertanggung jawab sehingga menyebabkan anak me atim piatu dan anak dari keluarga bermasalah baik itu anak n dan dibiarkan tanpa ada usaha penanggulangannya, dik sehingga akan menyebabkan anak berontak terhadap kead berkeadilan sosial, pemerintah bertanggung jawab terha

  ling and Education (IICE) Multikarya Kons

  ltikarya Kons (Padang - Indonesia) dan IKI - Ikatan Konselo

  . The research methods applied in the study was ex pos val, research design using factorial design 2 x 4 x 2. Te en are in middle category, average value of boys’ score a ys have more positive view of themselves than girls. 2) Te based on the cultural background of the Minangkabau, Me category, there were no differences in teenager’ self-concep the Minangkabau, Mentawai, Java, and Batak who lives in ept with orphan status and surrogate parents are in mid f teenager orphan status is higher than teenagers with ans that teenagers with orphan status have positive view of rrogate parent status. 4) Teenager’s self-concept in ter d status are in middle category, and there are interactions b round and status in explaining teenager’s self-concept. The nselor are for a material consideration in the preparation roving teenager’s self-concept in an orphanage. ts at puberty

  

Orphanage of Padang City

is heavily influenced by various factors, which include g Related to guidance and counseling services in improving te orphanage, is necessary to obtain a clear description abou s that can affect it. This research uses a quantitative app

  http://jurnal.konselingindonesia.com Volume 2 Nomor 1, Februari , Hlm 15-24 in Terms Of Gender, Cultural Background and Status at Self Concept in Terms of Gender, Cultural Background

  2337-6880

  2337-6740 -

  ISSN Cetak:

  ISSN Cetak:

  dan

  Ketika ketelantaran anak yati anak yang sengaja ditelantarkan merasa terbuang dan terhina, seh Indonesia sebagai negara yang b

  Tahun-tahun pertama kehidu diharapkan adanya lingkungan masyarakat masih ada sebagian an dengan baik atau orangtua yang ku

  Indonesian Institute for Counselin PENDAHULUAN

  Copyright © 2014 IICE - Multika Rights Reserved

  Keyword: Self-concept, students a

  Abstract Self-concept of someone is background and status. Re concept who live in an orp with a variety of factors th descriptive comparative. Th sampling of data retrieval, concept of men and women girls, it means that boys h concept in orphanages bas and Batak are in middle ca cultural background of the 3) Teenager’s self-concep average value scores of surrogate parents, it means than teenagers with surro cultural background, and s variable, cultural backgrou these results for the couns service programs in improv

  Syawaluddin & Mega Iswari Universitas Negeri Padang

  http://jurnal.konselingindonesia.com Volume 2 Nomor 1, Februari , Hlm 15-24 "Teenagers” Self Concept in T Padang City "Teenagers” Se

  2337-6880

  ISSN Online:

  2337-6740 -

  elor Indonesia - All ngan diri. Dalam hal ini annya di tengah-tengah gal dan anak tidak terawat menjadi terlantar. ak korban perceraian atau dikhawatirkan anak akan eadaan. Negara Republik hadap kondisi anak-anak anak terlantar dipelihara oleh ne negara”. Adapun realisasinya diupayakan bersama antar tara negara dan seluruh masyarakat indonesia dan salah-sa -satunya dengan adanya panti asuhan.

  Anak-anak yang ada dalam m panti asuhan adalah anak yang sejak lahir sampai 21 tah tahun. Pada usia tersebut melewati masa yang salah satunya ya adalah masa remaja. Periode remaja adalah masa transis sisi, pada saat itu individu meninggalkan masa anak-anakny knya dan mulai memasuki masa dewasa. Remaja dalam lam bahasa inggris yaitu “Adolescence” yang berasal dar dari kata Latin “Adolescere” yang berarti tumbuh menj enjadi dewasa (Hurlock, 1980:206). Selama masa remaja s ja seseorang mulai merasakan suatu perasaan tentang identita entitasnya sendiri, seperti aneka kesukaan dan ketidaksukaan aannya, tujuan-tujuan dan harapan-harapan yang akan dicap apainya dimasa depan.

  Harapan terhadap diri sendir diri ini tidak lepas dari peranan self concept, dikarenakan se self concept menentukan pengharapan individu. Mc, Candle dles (dalam Pudjijogyanti, 1988:54) mengatakan bahwa se self concept merupakan seperangkat harapan serta penila ilaian perilaku yang menunjuk kepada harapan-harapan an tersebut. Monks dkk (2002:26) menjelaskan bahwa me memasuki usia remaja self concept menjadi masalah ya yang cukup serius. Pada umumnya remaja mengalami kris risis psikososial yaitu antara menemukan dan kebingungan gan atas identitas dirinya. Secara umum dapat dikatakan bah ahwa sikap remaja saat ini masih dalam tahap mencari jati d ti diri.

  Self concept adalah gambar baran yang dimiliki seseorang tentang dirinya baik yang ang bersifat fisik, sosial, maupun psikologis (Retnaningsih ih dkk, 1996:74). Menurut Coulhoun (1990:112) self conce cept dapat bersifat positif maupun negatif. Positif maupun n n negatifnya self concept ditentukan oleh penilaian individ ividu sendiri berdasarkan persepsi tentang bagaimana orang ng mempersepsikannya. Seseorang yang merasa dirinya dite diterima akan cenderung memiliki self concept yang positif sitif dan sebaliknya, orang yang merasa dirinya ditolak aka akan cenderung memiliki self concept yang negatif.

  Anak yang tinggal di panti a ti asuhan tidak selalu anak-anak yang kehilangan orangtua tua, tetapi juga anak yang terlantar karena sebab-sebab lainn innya seperti keluarga yang retak (orangtua bercerai), anak d k dari keluarga terpidana, dan mereka yang dititipkan karen rena orangtua mereka belum bisa berperan sebagai orangtu gtua yang baik, sehingga keberadaan mereka di panti asuhan han dapat memberikan kesan khusus pada self concept.

  Berangkat dari beberapa fen fenomena yang terjadi di lapangan serta pandangan dari p ri para ahli di atas, maka dalam hal ini peneliti melakukan an penelitian yang akan mengungkap self concept remaja aja yang tinggal di panti asuhan, melihat bagaimana perbed edaannya, serta melihat interaksi dari kombinasi antar varia riabel jenis kelamin, latar belakang budaya dan status dalam lam menjelaskan self concept remaja yang tinggal di panti as ti asuhan.

  METODOLOGI

  Penelitian ini menggunaka akan pendekatan kuantitatif jenis deskriptif komparatif. M . Metode penelitian yang diterapkan dalam penelitian ini ad i adalah ex post facto dengan pengambilan data secara sam sampling, Penelitian akan mendeskripsikan self concept rem emaja ditinjau dari jenis kelamin yaitu jenis kelamin laki-la -laki dan perempuan, dari latar belakang budaya Minangkab abau ,Mentawai, Jawa dan Batak dengan status yatim piatu tu dan titipan orangtua di Panti Asuhan Kota Padang.

  Studi komparatif bertujuan an membandingkan data yang diperoleh dari kelompok yan yang ada dalam populasi, yakni perbedaan self concept rema maja ditinjau dari jenis kelamin, latar belakang budaya dan an status di Panti Asuhan Kota Padang. Rancangan penelitia litian menggunakan desain faktorial 2x4x2.

  Populasi dalam penelitian n ini adalah remaja yang tinggal di Panti Asuhan Kota P ta Padang. Jumlah sampel sebanyak 261 orang yang dipilih ilih dengan teknik cluster random sampling dan dikombin binasikan dengan teknik propotional sampling. Instrumen en yang digunakan adalah angket yang mengungkapkan kan self concept remaja, dimana hasil data yang diperoleh leh dari responden diolah dan dikategorikan ke dalam 5 5 kriteria kategori yaitu sangat tinggi (ST), tinggi (T), ), sedang (S), rendah (R), dan sangat rendah (SR). D Data dianalisis dengan menggunakan teknik analisis varia rian (ANOVA).

  HASIL

A. Deskripsi Data

  Data yang diperoleh disusu usun dalam tabel yang menggambarkan frekuensi atau ban anyaknya data responden dalam kategori yang sudah dit ditentukan, dan selanjutnya digambarkan dalam nilai persen sentase (%), berikut hasil data yang diperoleh:

  Tabel 1. Frekuensi Self Con oncept Remaja Ditinjau dari Jenis Kelamin, Latar Belakang ang Budaya, dan Status Dari tabel 1 di atas, dapat d at dipahami bahwa self concept remaja ditinjau dari masing ing-masing jenis kelamin, latar belakang budaya dan sta status secara keseluruhan berada pada kategori sedang (S) (S). Rata-rata (mean) self concept remaja yang paling tin piatu dengan rata-rata skor 195 self concept remaja yang palin orangtua dengan rata-rata skor data tabel di atas, maka ditin berurut self concept remaja d terendah dengan posisi urut seb

  1. Remaja laki-laki latar belak

  12. Remaja perempuan latar be

  inangkabau status yatim ,6%, dan rata-rata (mean) daya Batak status titipan

  53,12%. Dari analisa dan tatus dapat dibuat secara ggi sampai dengan yang

  ,7) 68,2)

  ) ) i normalitas data dan uji ormalitas ini adalah: enolak hipotesis nol jika al. Sebaliknya, menerima lasi berdistribusi normal. ta self concept remaja di istribusi normal. lpha (α) 0,05, hasil uji

  16. Remaja perempuan latar be

  15. Remaja perempuan latar be

  14. Remaja perempuan latar be

  13. Remaja perempuan latar be

  11. Remaja perempuan latar be

  tinggi adalah remaja laki-laki latar belakang budaya Min 195,4 dan dapat dipersentasekan dengan nilai sebesar 68,6%, aling rendah adalah remaja perempuan latar belakang buda or 154,8 dan dapat dipersentasekan dengan nilai sebesar 53 itinjau dari jenis kelamin, latar belakang budaya dan stat di panti asuhan dari nilai rata-rata (mean) yang tertingg t sebagai berikut: lakang budaya Minangkabau status yatim piatu (195,4) lakang budaya Minangkabau status titipan orangtua (191,7) lakang budaya Batak status yatim piatu (186,6) lakang budaya Mentawai status yatim piatu (186,4) lakang budaya Batak status titipan orangtua (180,3) lakang budaya Mentawai status titipan orangtua (179,4) lakang budaya Jawa status titipan orangtua (179) lakang budaya Jawa status yatim piatu (178,7) belakang budaya Batak status yatim piatu (178,3) belakang budaya Minangkabau status titipan orangtua (168 belakang budaya Minangkabau status yatim piatu (166,1) belakang budaya Mentawai status yatim piatu (163,9) belakang budaya Jawa status titipan orangtua (162,5) belakang budaya Mentawai status titipan orangtua (158,2) belakang budaya Jawa status yatim piatu (156,2) belakang budaya Batak status titipan orangtua (154,8)

  10. Remaja perempuan latar be

  9. Remaja perempuan latar be

  8. Remaja laki-laki latar belak

  7. Remaja laki-laki latar belak

  6. Remaja laki-laki latar belak

  5. Remaja laki-laki latar belak

  4. Remaja laki-laki latar belak

  3. Remaja laki-laki latar belak

  2. Remaja laki-laki latar belak

B. Pengujian Persyaratan Analis

  Statistic Laki-laki ,065 Perempuan

  74 ,572 18 .200

  • * ,958

  Uji persyaratan analisis ya homogenitas data. Berikut dija

  1. Uji Normalitas Data Pengolahan data dengan u Ho: data populasi berdistr H1: data populasi tidak be

  Sesuai dengan hipo nilai sig α lebih kecil dar hipotesis nol jika nilai Berikutpenjabaran hasil u Tabel 2. Uji Normalitas D

  Berdasarkan tabel 2 panti asuhan ditinjau dari

  ,985 118 ,231 rov-Smirnov a Shapiro-Wilk

  16 ,133 143 .200

  • * ,988 143 ,260 118 .200 *

  18 ,557 16 .200

  • * ,914

  ,985 153 ,104 74 .200

  • * ,986

  ,059 Minangkabau ,062 Mentawai ,077 Jawa

  147 .200 * ,983 147 ,065 114 .200

  • * ,978 114 ,062 153 .200 *

  df Sig. Statistic df Sig.

  yang dilakukan pada data penelitian ini meliputi uji n ijabarkan hasil dari uji persyaratan analisis tersebut: n uji kolmogorov smirnov. Hipotesis statistik dalam uji norm istribusi normal (jika sig α > 0,05) berdistribusi normal (jika sig α < 0,05) ipotesis di atas, maka kriteria yang digunakan adalah men dari 0,05 yang berarti populasi tidak berdistribusi normal. lai sig α lebih besar dari 0,05 yang berarti populasi il uji normalitas yang dilakukan: s Data Self Concept Remaja di Panti Asuhan l 2 di atas dapat disimpulkan bahwa uji normalitas data ari jenis kelamin, latar belakang budaya, dan status berdistrib omogenitas menggunakan uji Bartlett pada batas alph lihat dalam tabel berikut: s Data Skor Self Concept

  nalisis.

  Tabel 3. Uji Homogenitas D

  Titipan Orangtua ,058 Kolmogorov

  ,155 Batak ,137 Yatim Piatu ,058

  2. Uji Homogenitas Hasil pengujian hom homogenitas dapat di liha

  Dari tabel 3 di atas te s terlihat bahwa jumlah perhitungan yang digunakan dalam lam uji Bartlett diperoleh bhitung nilai sebesar 9.60 .6006, dan selanjutnya perhitungan btabel dengan patokan n alpha (α) 5% atau 0.05 dan derajat kebebasan den dengan nilai 15 diperoleh btabel sebesar 24.996. Dengan de demikian, nilai bhitung < btabel, maka sesuai den engan kriteria pengujian pada uji Bartlett dapat disimpu pulkan bahwa data self concept remaja di panti nti asuhan dari semua kelompok sampel mempunyai va varians yang sama atau homogen.

  3. Pengujian Hipotesis.

  Pengujian hipotesis dila dilakukan dengan menggunakan teknik analisa varian (AN NAVA) pada batas alpha (α) 0,05. Hasil pengujian ian hipotesis melalui analisis varian dapat di lihat dalam tabe bel berikut:

  Tabel 4. Analisis Varian (A (ANOVA) Data Skor Self Concept Remaja Panti Asuhan Catatan : SS = Sum Squares MS= Mean Squares dk = Derajat Kebebasan

  Dari hasil analisis varian (A (ANOVA) dalam tabel 4dapat diuraikan hasil uji hipotesis s is sebagai berikut:

  a) Hipotesis Efek Variabe iabel Jenis Kelamin (Laki-laki dan Perempuan) Dari tabel 4 di ata atas dapat dipahami bahwa pada variabel jenis kelamin yait aitu dengan kategori laki- laki dan perempuan, nila nilai Fhitung yang diperoleh yaitu sebesar 379.188, sedang ngkan Ftabel pada derajat kebebasan (dk) 1 dan alp alpha (α) 0.05 bernilai 3.89, sehingga dapat disimpulkan b bahwa Fhitung > Ftabel, sesuai dengan kriteria ria pengujian hipotesis melalui analisis varian (ANOVA

  VA), maka hal tersebut menunjukkan bahwa ad ada perbedaan yang signifikan self concept antara remaja la a laki-laki dan perempuan di panti asuhan.

  b) Hipotesis Efek Variabe iabel Latar Belakang Budaya (Minangkabau, Mentawai, Jawa wa, dan Batak) Dari tabel 4 di ata i atas dapat dipahami bahwa pada variabel latar belakang ang budaya yaitu dengan kategori Minangkabau, au, Mentawai, Jawa, dan Batak, nilai Fhitung yang dipero eroleh yaitu sebesar 1.30, sedangkan Ftabel pada ada derajat kebebasan (dk) 3 dan alpha (α) 0.05 bernilai ilai 2.65, sehingga dapat disimpulkan bahwa Fhitu hitung < Ftabel, sesuai dengan kriteria pengujian hipotesis sis melalui analisis varian (ANOVA), maka hal te l tersebut menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang g signifikan self concept antara remaja yang bera erasal dari latar belakang budaya Minangkabau, Mentawai, ai, Jawa, dan Batak yang tinggal di panti asuhan. n. . Hipotesis Efek Variabel S l Status (Yatim Piatu dan Titipan Orangtua)

  Dari tabel 4 di ata atas dapat dipahami bahwa pada variabel status yaitu denga ngan kategori yatim piatu dan titipan orangtua, ni , nilai Fhitung yang diperoleh yaitu sebesar 24.65, sedangk ngkan Ftabel pada derajat kebebasan (dk) 1 dan alp alpha (α) 0.05 bernilai 3.89, sehingga dapat disimpulkan b bahwa Fhitung > Ftabel, sesuai dengan kriteria ria pengujian hipotesis melalui analisis varian (ANOVA

  VA), maka hal tersebut menunjukkan bahwa ad ada perbedaan yang signifikan self concept antara remaj aja yang berstatus yatim piatu dan titipan orangtu gtua yang tinggal di panti asuhan.

  c) Hipotesis Interaksi Var ariabel Jenis Kelamin, Latar Belakang Budaya dan Status s Dari hasil pengo golahan data self concept remaja yang tinggal di pan anti asuhan berdasarkan pengelompokan jenis k is kelamin, latar belakang budaya dan status diperoleh hasil asil perhitungan interaksi melalui analisis varian s n sebagai berikut:

  Tabel 5. Interaksi Antara Je Jenis Kelamin, Latar Belakang Budaya dan Status Dari tabel 5 di ata i atas dapat dipahami bahwa interaksi antara variabel gabun ungan yaitu variabel jenis kelamin, latar belakang ng budaya dan status, nilai Fhitung yang diperoleh yaitu se sebesar 29.57, sedangkan

  Ftabel pada derajat keb kebebasan (dk) 3 dan alpha (α) 0.05 bernilai 2.65, sehing ingga dapat disimpulkan bahwa Fhitung > Ftabe bel, sesuai dengan kriteria pengujian hipotesis melalui ana nalisis varian (ANOVA), maka hal tersebut men enunjukkan bahwa ada interaksi antara jenis kelamin, lata latar belakang budaya dan status dalam menjelaska skan self concept remaja di panti asuhan.

  PEMBAHASAN

  Berikut ini akan diuraikan pemb mbahasan berdasarkan masing-masing rumusan dan tujuan uan dalam penelitian ini, yaitu:

  1. Gambaran Self Concept Rema maja di Panti Asuhan Ditinjau dari Jenis Kelamin Laki-lak laki dan Perempuan serta Perbedaannya

  Hasil analisis data menunju njukkan bahwa self concept remaja laki-laki dan perempuan an di panti asuhan berada pada kategori sedang (S). Dil ilihat secara detail dari hasil analisis data pada self conc ncept remaja laki-laki di panti asuhan tampak bahwa p pada sub variabel nilai rata-rata tertinggi yang terungkap ap dibanding dengan sub variabel lainnya adalah pada s a sub variabel physical self (diri fisik), dari hasil analisis te s tersebut dapat dipahami bahwa remaja laki-laki meman andang dan menilai positif diri fisiknya dibanding remaja ja perempuan. Perubahan fisik yang variatif terjadi pada ada semua manusia, termasuk perbedaan individual. Pesat satnya pertumbuhan anak laki-laki memang lebih lambat bat daripada anak perempuan, tetapi pertumbuhan anak laki laki-laki berlangsung lebih lama, sehingga biasanya lak laki-laki lebih tinggi daripada perempuan pada saat ma matang, perubahan fisik terkadang juga mengkhawatir atirkan. Tidak sedikit remaja mengalami ketidakpuasan a n akan bagian tubuhnya. Menurut Keliat (1992:65) sika ikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sad sadar disebut dengan citra diri (bodi image). Sikap ini ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran dan an bentuk tubuh, fungsi, penampilan dan potensi tubuh uh saat ini dan masa lalu.

  Citra diri dipengaruhi oleh leh pertumbuhan kognitif dan perkembangan fisik. Perubah ahan perkembangan yang normal seperti pubertas dan p penuaan terlihat jelas terhadap citra diri dibandingkan de dengan aspek-aspek self concept yang lain. Selain itu, itu, citra diri juga dipengaruhi oleh nilai sosial budaya. B . Budaya dan masyarakat menentukan norma-norma yan yang diterima luas mengenai citra diri dan dapat mempeng engaruhi sikap seseorang, misalnya berat tubuh yang idea ideal, warna kulit, tindik tubuh serta tato dan sebagainya (Ali Alimul, 2008:67).

  Menurut Joan Rais (dalam lam Gunarsa dan Yulia, 2008:238) mengatakan bahwa Se a Self concept terbentuk berdasarkan persepsi seseorang ang mengenai sikap-sikap orang lain terhadap dirinya. Pada da seorang anak, ia mulai belajar berfikir dan merasakan an dirinya seperti apa yang telah ditentukan oleh orang lain lain dalam lingkungannya, misalnya orangtuanya, guruny nya ataupun teman-temannya. Sehingga apabila seorang g guru mengatakan secara terus-menerus pada seorang g anak muridnya bahwa ia kurang mampu, maka lama ma kelamaan anak akan mempunyai self concept semac acam itu.

  Berdasarkan uraian di atas tas diketahui bahwa self concept terbentuk dari persepsi o i orang terhadap diri dan orang-orang terdekat di lingk gkungan individu, seperti: saudara kandung, orangtua, tem teman sebaya, dan guru. Pembentukan self concept ini a ni antara laki-laki dan perempuan berbeda. Laki-laki pembe bentukan self conceptnya bersumber dari agresifitas dan an kekuatan dirinya, sedangkan perempuan self conceptnya ya terbentuk dari keadaan fisik dan popularitas dirinya. .

  Dengan hasil temuan ini, m i, maka perlu kiranya dilakukan berbagai upaya untuk me meningkatkan serta untuk mempertahankan self concep ept remaja di panti asuhan, salah satunya melalui pela elayanan bimbingan dan konseling, sehingga diharapka pkan remaja laki-laki maupun remaja perempuan di panti nti asuhan memiliki self concept yang positif.

  2. Gambaran Self Concept Rem emaja di Panti Asuhan Ditinjau dari Latar Belakang g Budaya Minangkabau, Mentawai, Jawa, dan Batak ser serta Perbedaannya

  Hasil analisis data menunju njukkan bahwa self concept remaja yang berlatar belakang ang budaya Minangkabau berada pada kategori sedang (S (S), skor rata-rata tertinggi terdapat pada sub variabel kogn ognitif self (diri kognitif), kemudian skor rata-rata teren rendah terdapat pada sub variabel social self (diri sosial ial), namun dengan nilai tersebut masih dapat dimasukk ukkan dalam kategori sedang (S). Dengan demikian dapat at dipahami bahwa perlu upaya untuk meningkatkan se self concept remaja di panti asuhan dengan pelayanan bim bimbingan dan konseling terutama yang berkaitan denga gan social self (diri sosial) remaja yang berlatar belakang b g budaya Minangkabau di panti asuhan. Menurut Sulliva van (dalam Rakhmat, 2005:101) menjelaskan bahwa individ ividu diterima orang lain, dihormati dan disenangi kar karena keadaan dirinya, individu akan cenderung bersik rsikap menghormati dan menerima dirinya. Sebaliknya ya, bila orang lain selalu meremehkan dirinya, menyalahk hkan dan menolaknya, ia akan cenderung tidak akan m n menyenangi dirinya. Miyamoto dan Dornbusch (dalam lam Rakhmat, 2005:101) mencoba mengkorelasikan pen penilaian orang lain terhadap dirinya sendiri dengan skala ala lima angka dari yang paling jelek sampai yang palin aling baik, yang dinilai adalah kecerdasan, kepercayaan dir diri, daya tarik fisik, dan kesukaan orang lain terhadap ap dirinya. Dengan skala yang sama mereka juga menila ilai orang lain. Ternyata, orang-orang yang dinilai baik aik oleh orang lain, cenderung memberikan skor yang ting tinggi juga dalam menilai dirinya. Artinya, harga diri ses esuai dengan penilaian orang lain terhadap dirinya.

  Selanjutnya untuk self con oncept remaja yang berasal dari budaya Mentawai, Jawa,

  a, dan Batak berdasarkan hasil analisis data menunjukk kkan bahwa self concept remaja yang berasal dari Menta ntawai, Jawa, dan Batak berada pada kategori sedang ( g (S), dari hasil analisis juga terungkap bahwa sub variab iabel yang paling rendah adalah sub variabel family self self (diri keluarga). Dari hasil analisis tersebut dapat dipa ipahami bahwa pelayanan bimbingan dan konseling di p i panti asuhan sangat dibutuhkan untuk meningkatkan sel self concept remaja yang tinggal di panti asuhan, terutam tama yang berkaitan dengan penilaian remaja yang berasa sal dari Mentawai, Jawa, dan Batak tentang keluarganya nya. Menurut Cooper Smith (dalam Pudjijogyanti, 1995:30 :30-31) faktor-faktor yang mempengaruhi self concept t remaja salah-satunya adalah kondisi keluarga. Keluar luarga merupakan tempat pertama dan utama dalam m membentuk self concept anak. Perlakuan-perlakuan ya yang diberikan orangtua terhadap anak akan membekas kas hingga anak menjelang dewasa dan membawa pengaruh ruh terhadap self concept individu. Selain itu, kondisi k i keluarga yang buruk dapat menyebabkan individu mem emiliki self concept yang rendah, yang dimaksud denga gan kondisi keluarga yang buruk adalah tidak adanya pen engertian antara orangtua terhadap anak, tidak adanya k a keserasian hubungan antara ayah dan ibu, orangtua ya yang menikah lagi, serta kurangnya sikap menerima da dari orang tua terhadap keberadaan individu. Sedangkan an kondisi keluarga yang baik dapat ditandai dengan ada adanya tenggang rasa yang tinggi serta sikap positif dari ang anggota keluarga. Adanya kondisi semacam itu menyeba ebabkan anak memandang orangtua sebagai figur yang ber berhasil dan menganggap orangtua dapat dipercaya seba bagai tokoh yang dapat mendukung dirinya dalam memeca cahkan seluruh persoalan hidupnya. Jadi, kondisi keluar luarga yang sehat dapat membuat anak menjadi lebih tegas gas, efektif, serta percaya diri dalam mengatasi masalah k h kehidupan dirinya sebagai pembentuk kepribadiannya.

  Berdasarkan hasil temuan p n penelitian dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan an self concept remaja di panti asuhan berdasarkan la latar belakang budaya Minangkabau, Mentawai, Jawa wa, dan Batak, hal ini kemungkinan lingkungan panti anti asuhan yang menyebabkan tidak adanya perbedaan self self concept remaja, baik itu remaja yang berasal dari bu i budaya Minangkabau, Mentawai, Jawa maupun remaja ya yang berasal dari budaya Batak. Dengan demikian dalam lam memberikan pelayanan bimbingan dan konseling di pa i panti asuhan perlu lebih terencana, terprogram dan dila ilaksanakan dengan maksimal, hal ini sangat penting kare arena dengan kondisi self concept remaja di panti asuhan han yang berada pada kategori sedang (S), dan cenderung b g bernilai negatif. Dengan diberikannya pelayanan bimbin bingan dan konseling diharapkan dapat meningkatkan sel self concept remaja yang berlatar belakang budaya Min inangkabau, Mentawai, Jawa dan remaja yang berasal da l dari budaya Batak yang tinggal di panti asuhan.

  3. Gambaran Self Concept Rem emaja di Panti Asuhan Ditinjau dari Statusnya sebagai Y i Yatim Piatu dan Titipan Orangtua serta Perbedaannya a

  Hasil analisis data menunju njukkan bahwa self concept remaja yang berstatus yatim pia piatu dan titipan orangtua sama-sama berada pada katego tegori sedang (S), serta self concept remaja yang berstatus ya yatim piatu skor rata-rata tertinggi terdapat pada sub v variabel moral ethical self (diri moral etik), kemudian s n skor rata-rata terendah terdapat pada sub variabel fam family self (diri keluarga), dengan nilai tersebut masih da dapat dimasukkan dalam kategori sedang (S), sedangka gkan self concept remaja yang berstatus titipan orangtua a skor rata-rata tertinggi terdapat pada sub variabel ko kognitif self (diri kognitif), kemudian skor rata-rata teren rendah terdapat pada sub variabel family self (diri kelua luarga). Dengan demikian dapat dipahami bahwa perlu upay paya untuk meningkatkan self concept remaja di panti ti asuhan dengan pelayanan bimbingan dan konseling te terutama yang berkaitan dengan family self (diri kelua luarga) remaja yang berstatus yatim piatu dan titipan ora orangtua di panti asuhan, apabila ini terus dibiarkan dikh ikhawatirkan akan menimbulkan efek yang kurang baik anta ntara remaja yang tinggal di panti asuhan terhadap kelua luarganya, baik itu kepada orangtua, saudara kandung, ma maupun saudara dari ibu maupun bapak mereka, karen ena dari hasil analisis terungkap bahwa penilaian remaja ja panti asuhan terhadap keluarganya berada pada kate ategori sedang (S), ini berarti bahwa penilaian remaja d di panti asuhan kepada keluarganya cenderung berpan pandangan negatif.

  Dari hasil analisis juga teru terungkap bahwa terdapat perbedaan self concept remaja yan yang berstatus yatim piatu dengan remaja yang berstatus tus titipan orangtua, ini berarti bahwa remaja yang bersta rstatus yatim piatu lebih memandang dan menilai po positif dirinya dibandingkan remaja yang berstatus titip titipan orangtua, hal ini kemungkinan disebabkan rem emaja yang berstatus titipan orangtua merasa orangtuany nya kurang bertanggung jawab dan kurang bisa dijadik dikan figur/contoh dalam kehidupan remaja titipan orangtu gtua yang tinggal di panti asuhan. Hal ini sesuai dengan an pendapat Cooper Smith (dalam Pudjijogyanti, 1995:30-3 0-31) menjelaskan bahwa kondisi keluarga yang buruk d k dapat menyebabkan self concept yang rendah, yang dim dimaksud dengan kondisi keluarga yang buruk adalah h tidak adanya pengertian antara orangtua dan anak, tid tidak adanya keserasian hubungan antara ayah dan ibu ibu, orangtua yang menikah lagi, serta kurangnya sikap m menerima dari orangtua terhadap keberadaan anak-an -anak. Sedangkan kondisi keluarga yang baik dapat dita ditandai dengan adanya tenggang rasa yang tinggi serta rta sikap positif dari anggota keluarga. Adanya kondisi sem emacam itu menyebabkan anak memandang orangtua se sebagai figur yang berhasil dan menganggap orangtua da dapat dipercaya sebagai tokoh yang dapat mendukung ng dirinya dalam memecahkan seluruh persoalan hidupnya. ya. Jadi, kondisi keluarga yang sehat dapat membuat an t anak menjadi lebih tegas, efektif, serta percaya diri dala alam mengatasi masalah kehidupan dirinya sebagai pem embentuk kepribadiannya.

  Dari pembahasan di atas da dapat disimpulkan bahwa pelayanan bimbingan dan konse nseling sangat dibutuhkan oleh para remaja yang tinggal al di panti asuhan, baik itu remaja yang berstatus yatim piat iatu maupun remaja yang berstatus titipan orangtua, teruta rutama pelayanan dalam bidang pengembangan keluarga, k , karena dari hasil analisis terungkap bahwa remaja yang ang tinggal di panti asuhan cenderung berpandangan neg negatif terhadap keluarga mereka. Apabila ini terus dibia ibiarkan dikhawatirkan akan mengembangkan pandangan an negatif yang ada pada diri remaja terhadap keluarga m a mereka.

  4. Gambaran Self Concept Rema maja di Panti Asuhan Ditinjau dari Jenis Kelamin, Latar tar Belakang Budaya, dan Status, serta Interaksi Antara V a Variabel dalam Menjelaskan Self Concept Remaja

  Dari hasil deskripsi data y ta yang telah dikemukakan sebelumnya, dapat dipahami ba bahwa ditinjau dari jenis kelamin, latar belakang buday daya dan status, self concept remaja yang tinggal di pan anti asuhan berada pada kategori sedang (S). Temuan te n tersebut juga memberikan gambaran bahwa self concept pt remaja yang tinggal di panti asuhan kurang memiliki ki self concept yang positif, sehingga sangat dibutuhkan pe pelayanan bimbingan dan konseling dalam meningkatk atkan self concept remaja yang tinggal di panti asuhan han. Self concept dapat dipengaruhi oleh beberapa ha hal, diantaranya: jenis kelamin, ras dan status sosial e l ekonomi. Pudjijogyanti (1995:29) memberikan pendap dapatnya melalui penelitian-penelitian para ahli bahwa be berbagai hasil penelitian yang dilakukan tersebut memb mbuktikan bahwa kelompok ras minoritas dan kelompok k sosial ekonomi rendah cenderung mempunyai self con concept yang rendah dibandingkan dengan kelompok ras m mayoritas dan kelompok sosial ekonomi tinggi. Selain in itu, untuk jenis kelamin terdapat perbedaan self concept ept antara perempuan dan laki-laki. Perempuan mempun unyai sumber self concept yang bersumber dari keadaan aan fisik dan popularitas dirinya, sedangkan self concep cept laki-laki bersumber dari agresifitas dan kekuatan dirin irinya. Dengan kata lain, wanita akan bersandar pada c a citra kewanitaannya dan laki-laki akan bersandar pada da citra kelaki-lakiannya dalam membentuk self conceptn eptnya masing-masing.

  Selanjutnya dari hasil rata- ta-rata skor self concept remaja dapat diperoleh informasi asi yang menggambarkan bahwa self concept remaja te a tertinggi dicapai oleh remaja jenis kelamin laki-laki i latar belakang budaya Minangkabau yang berstatus y s yatim piatu, dan rata-rata skor self concept terendah yait aitu remaja jenis kelamin perempuan latar belakang bu budaya Batak dengan status titipan orangtua, namun dar dari hasil analisis secara keseluruhan self concept rema maja yang tinggal di panti asuhan berada pada kategori se i sedang (S), dan menurut interpretasi peneliti self concep cept yang berada pada kategori sedang (S) cenderung berni rnilai negatif. Apabila ini terus dibiarkan dikhawatirkan an akan terjadi hal-hal yang kurang baik dalam proses pe perkembangan pada diri remaja yang tinggal di panti ti asuhan. Dari hasil analisis data juga terungkap bahwa wa rata-rata remaja yang tinggal di panti asuhan cendru rung memandang negatif terhadap keluarga mereka. Hal in l ini dikarenakan keluarga merupakan lembaga pertama d a dalam kehidupan anak, tempat ia belajar dan menyataka takan diri sebagai mahluk sosial. Dalam keluarga, umu umnya anak ada dalam hubungan interaksi yang intim im. Segala sesuatu yang diperbuat anak mempengaruh ruhi keluarganya dan sebaliknya. Keluarga memberikan an dasar pembentukkan tingkah laku, watak, moral, l, dan pendidikan kepada anak. Pengalaman interaksi di i di dalam keluarga akan menentukan pula pola tingkah ah laku anak terhadap orang lain dalam masyarakat.

  Dari temuan penelitian in ini kiranya mendukung penelitian dari Hartini (2001) 01) tentang karakteristik kebutuhan psikologis pada ana anak panti asuhan, dalam penelitiannya mengungkapkan ba bahwa anak yang tinggal di panti asuhan mengalami pro problem psikologis dengan karakter sebagai berikut: keprib ribadian yang rendah diri, pasif, tidak percaya diri, mena narik diri, mudah putus asa, penuh dengan ketakutan dan n kecemasan. Disamping itu, anak-anak tersebut menun unjukkan perilaku yang negatif, takut melakukan kontak d dengan orang lain, lebih suka sendirian, dan menunjukk ukkan rasa bermusuhan, sehingga anak panti asuhan akan s n sulit menjalin hubungan sosial dengan orang lain. Sed Sedangkan self concept yang negatif menurut Brook dan E Emmert (1976:324) ada empat ciri, yaitu: 1) Peka terh terhadap kritik. Ia tidak tahan menerima kritikan, mudah h marah dan naik pitam. Baginya koreksi dari orang la lain dianggap sebagai usaha menjatuhkan harga dirinya. 2 . 2) Sangat responsif dan antusias menerima pujian. Bag aginya, segala hal yang menunjang harga dirinya menjadi adi pusat perhatiannya, 3) Hiperkritis terhadap orang lain lain. Sikap ini dikembangkan sejalan dengan sikap yang g kedua, disatu pihak ia ingin selalu dipuji tapi dipih ihak lain ia tidak sanggup mengungkapkan perghargaan an atau pengakuan akan kelebihan orang lain, 4) Cend enderung merasa tidak disenangi orang lain, ia mengangg nggap orang lain sebagai musuh.

  Berdasarkan hasil temuan p n penelitian juga dapat disimpulkan bahwa kombinasi dari ari variabel jenis kelamin dan latar belakang budaya, va variabel jenis kelamin dan status, serta kombinasi variab iabel jenis kelamin, latar belakang budaya dan status m s menunjukkan interaksi yang signifikan dalam menjelask skan self concept remaja yang tinggal di panti asuhan. n. Dengan hasil analisis tersebut memberikan simpulan ba bahwa semua kombinasi antar variabel jenis kelamin, la n, latar belakang budaya dan status memiliki interaksi ata ataupun kerjasama dalam menjelaskan self concept rema maja yang tinggal di panti asuhan.

  Hasil penelitian juga memp mpertegas bahwa ada beberapa faktor yang dapat memberi erikan pengaruh terhadap self concept remaja yang ting tinggal di panti asuhan, diantaranya adalah faktor jenis k kelamin, latar belakang budaya dan status remaja di p i panti asuhan. Selanjutnya dari hasil uji hipotesis, kiranya ya dapat menjadi rujukan bagi konselor dalam melaksana anakan pelayanan bimbingan dan konseling di panti asuhan. an.

KESIMPULAN DAN SARAN

  Berdasarkan data atau hasil asil temuan yang diperoleh dalam penelitian ini, di mana te a telah dilakukan analisis statistik dan uji hipotesis serta dika ikaji dan dijabarkan dalam pembahasan, maka dapat disimp mpulkan bahwa:

  1. Self concept remaja ditinjau au dari jenis kelamin berada pada kategori sedang; ter terdapat perbedaan yang signifikan, dimana rerata skor or remaja laki-laki lebih tinggi dibandingkan remaja perem empuan, ini berarti bahwa remaja laki-laki lebih meman andang positif dirinya dibandingkan dengan remaja perem rempuan yang tinggal di panti asuhan.

  2. Self concept remaja di panti a ti asuhan ditinjau dari latar belakang budaya Minangkabau au, Mentawai, Jawa, dan Batak berada pada kategori sed i sedang; tidak terdapat perbedaan yang signifikan self conc ncept remaja berdasarkan latar belakang budaya Minangk ngkabau, Mentawai, Jawa, dan Batak yang tinggal di panti a ti asuhan.

  3. Self concept remaja yang ber erstatus yatim piatu dan titipan orangtua berada pada kate kategori sedang; terdapat perbedaan yang signifikan, di dimana rerata skor remaja yang berstatus yatim piatu leb lebih tinggi dibandingkan remaja yang berstatus titipan o n orangtua, ini berarti bahwa remaja yang berstatus yatim p piatu lebih memandang positif dirinya dibandingkan de dengan remaja yang berstatus titipan orangtua yang tinggal gal di panti asuhan.

  4. Self concept remaja di panti as ti asuhan ditinjau dari jenis kelamin, latar belakang budaya,

  a, dan status berada pada kategori sedang, dan terdapat at interaksi antara variabel jenis kelamin, latar belakang bu budaya dan status dalam menjelaskan tinggi rendahnya ya self concept remaja di panti asuhan.

  Berdasarkan keempat hip hipotesis dalam penelitian ini menegaskan bahwa pela elayanan bimbingan dan konseling sangat dibutuhkan dalam lam upaya meningkatkan self concept remaja yang tinggal d l di panti asuhan. Dari hasil-hasil penelitian, n, pembahasan, dan kesimpulan yang telah dikemukakan, a , ada beberapa saran yang dapat direkomendasikan sebagai ai tindak lanjut dari penelitian ini. Beberapa saran yang ng dapat diajukan adalah sebagai berikut :

  1. Bagi remaja (anak asuh) Diharapkan untuk aktif meng ngikuti pelayanan bimbingan konseling sehingga remaja aja yang tinggal di panti asuhan memiliki self concept ept yang positif dan pada akhirnya bisa mengaktualisasik sikan dirinya, baik itu di dalam panti asuhan maupun di di luar panti asuhan

  2. Bagi Kepala Panti Asuhan Diharapkan untuk dapat beker kerjasama dengan guru BK/konselor dalam membantu rem emaja (anak Asuh) dalam meningkatkan self concept t mereka, sehingga remaja (anak asuh) dapat lebih p percaya diri dan bisa mengaktualisasikan dirinya, ba baik itu di dalam dan di luar panti asuhan.

  3. Bagi Konselor

  a. Disarankan untuk meningk gkatkan pelaksananaan program pelayanan bimbingan kon onseling, bukan hanya di dalam sekolah saja, tetapi j i juga di luar sekolah (panti asuhan).

  b. Pelayanan bimbingan kons nseling akan terlaksana secara intensif, terprogram secara te a terpadu dengan program yang ada di panti asuhan. .

  4. Bagi Program Studi Bimbingan gan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Diharapkan untuk terus meni ningkatkan keterampilan calon konselor/guru BK dalam m melaksanakan layanan bimbingan dan konseling, teruta rutama pelayanan bimbingan dan konseling di luar sekolah. lah.

  5. Bagi Peneliti lainnya Perlu dilakukan penelitan d dengan menggunakan pendekatan kualitatif, sehingga ga dapat memperdalam, memperjelas dan memberikan an temuan yang terbaru terkait dengan self concept remaj aja yang tinggal di panti asuhan.

  DAFTAR PUSTAKA Alimul, Azis. 2008. Pengantar Ko Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

  Brook, William Dean & Phillip Em Emmert. 1976. Interpersonal Communication. USA : W. C . C. Brown Co. Coulhoun, J.F dan Acocella, J.R J.R. 1990. Psikologi Tentang Penyesuaian dan Hubunga ngan Kemanusiaan, Alih Bahasa: Satmoko, Semara arang: Ikip Semarang Press.

  Gunarsa, Singgih D dan Yulia. 200 2008. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: B ta: BPK Gunung Mulia. Hurlock, E.B.. 1980. Psikologi P i Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang K Kehidupan. Terjemahan Oleh Istiwidayanti dan So Soedjarwo. Jakarta: Erlangga.

  Keliat, B.A. 1992. Gangguan Kon onsep Diri. Jakarta:EGC. Monks, F.J. Knoers,A.M.P & H Haditoro, S.R. 1998. Psikologi Perkembangan: Peng ngantar dalam Berbagai

  Bagiannya. Yogyakarta: G ta: Gajah Mada University Press Pudjijogyanti, C.R. 1995. Konsep ep Diri dalam Pendidikan. Jakarta: Arcan Rahmat, Jalaludin. 2005. Psikolog logi Komunikasi. Bandung: Remaja RosdaKarya Ritandiyono & Retnaningsih. 1996 996. Aktualisasi Diri. Jakarta: Gunadarma.