EJAAN DAN PETUASI Di Indonesia

EJAAN DAN PETUASI

 Apriliandi

 Ade Shintia
 Afif Sholahudin
 Ahmad Afifudin
 Jaelani Abdullah
 Riska
 Shela Wati
 Yuthika Zahra

Fakultas Ekonomi Manejemen
Universitas Yarsi
2015

Pendahuluan
.

pertama kami ingin mengucapkan
terimakasih atas rahmat Allah SWT. Alasan kami memiliih

topik ini sebagai pembahasan kami karena kami memiliki
rasa kepedulian terhadap. Penulisan ejan dan tanda baca
yang benar. Di karena kan anak-anak pada zaman sekarang
sudah lu cara penulisan ejaan dan tanda baca yang benar.
Banyak ejaan aru yang bermunculan setiap satu decade.
Namun hanya segelintir yang masih menggunakan nya
dengan baik dan benar. Di sanalah kami tergerak untuk
menunjukan bahwa dalam ilmu Bahasa Indonesia terdapat
ejaan dan tanda baca yang baik dan benar. Ejaan dari rezim
ke rezim juga berubah-ubah. Tercatat Indonesia sudah tiga
kali mengganti dalam ejaan. Dari masa presiden Soekarno
sampai Presiden zaman sekarang. Awal nya ejaan Bahasa
Indonesia banyak sekali yang mengapdobsi dari konsonan
Belanda. Lalu seiring berubah nya masa maka ejaan
Indonesia mengalami penyempurnaan dan lahir lah Ejaan
Yang Di Sempurnakan atau yang lebih di kenal dengan
EYD.

Pengertian Ejaan
Ejaan merupakan kaidah-kaidah cara menggambarkan bunyi-bunyi (kata,

kalimat, dan sebagainya) dalam bentuk tulisan (huruf-huruf, atau serta penggunaan
tanda bacanya. Tiap negara mempunyai aturan ejaan tersendiri dalam
melambangkan bunyi-bunyi bahasa negaranya. Demikian juga di Indonesia,
tercatat ada 6 sejarah ejaan yang pernah dikenal di Indonesia. Dari enam ejaan
tersebut, ada 3 ejaan yang pernah diberlakukan bahkan salah satunya tetap dipakai
sampai saat ini yaitu Ejaan Yang Disempurnakan (EYD), dan 3 ejaan lainnya
belum sempat di terapkan atau dipakai di Indonesia karena berbagai faktor.
Dasar yang paling baik dalam melambangkan bunyi-ujaran atau bahasa adalah
satu bunyi-ujaran yang mempunyai fungsi untuk membedakan arti harus
dilambangkan dengan satu lambang tertentu. Dengan demikian pelukisan atas
bahasa lisan itu akan mendekati kesempurnaan, walaupun kesempurnaan yang
dimaksud itu tentulah dalam batas-batas ukuran kemanusiaan, masih bersifat
relatif. Walaupun begitu literasi (penulisan) bahasa itu belum memuaskan karena
kesatuan intonasi yang bulat yang menghidupkan suatu arus-ujaran itu hingga kini
belum dapat diatasi. Sudah diusahakan bermacam-macam tanda untuk tujuan itu
tetapi belum juga memberi kepuasan. Segala macam tanda baca untuk
menggambarkan perhentian antara, perhentian akhir, tekanan, tanda tanya, dan
lain-lain adalah hasil dari usaha itu. Tetapi hasil usaha itu belum dapat
menunjukkan dengan tegas bagaimana suatu ujaran harus diulang oleh yang
membacanya.

Segala macam tanda baca seperti yang disebut di atas disebut tanda baca atau
pungtuasi.
Walaupun sistem ejaan sekarang didasarkan atas sistem fonemis, yaitu satu
tanda untuk satu bunyi, namun masih terdapat kepincangan-kepincangan. Ada
fonem yang masih dilambangkan dengan dua tanda (diagraf ), misalnya ng, ny, kh,
dan sy. Jika kita menghendaki kekonsekuenan terhadap prinsip yang dianut, maka
diagraf-diagraf tersebut harus dirubah menjadi monograf (satu fonem satu tanda).
Di samping itu masih terdapat kekurangan lain yang sangat mengganggu terutama
dalam mengucapkan kata-kata yang bersangkutan, yaitu ada dua fonem yang
dilambangkan dengan satu tanda saja yakni e (pepet) dan e (taling). Ini
menimbulkan dualisme dalam pengucapan.

Ejaan suatu bahasa tidak saja berkisar pada persoalan bagaimana
melambangkan bunyi-bunyi ujaran serta bagaimana menempatkan tanda-tanda
baca dan sebagainya, tetapi juga meliputi hal-hal seperti: bagaimana
menggabungkan kata-kata, baik dengan imbuhan-imbuhan maupun antara kata
dengan kata. Pemotongan itu berguna terutama bagaimana kita harus memisahkan
huruf-huruf itu pada akhir suatu baris, bila baris itu tidak memungkinkan kita
menulils seluruh kata di sana. Apakah kita harus memisahkan kata bunga menjadi
bu – nga atau b – unga . Semuanya ini memerlukan suatu peraturan umum, agar

jangan timbul kesewenangan.
Batasan: Keseluruhan peraturan bagaimana menggambarkan lambang-lambang
bunyi-ujaran dan bagaimana inter-relasi antara lambang-lambang itu
(pemisahannya, penggabungannya) dalam suatu bahasa disebut ejaan.

Ejaan-ejaan untuk bahasa Melayu/ Indonesia mengalami beberapa tahapan sebagai
berikut:
Ejaan van Ophuijsen
Ejaan ini ditetapkan pada tahun 1901 yaitu ejaan bahasa Melayu dengan huruf
Latin. Van Ophuijsen merancang ejaan itu yang dibantu oleh Engku Nawawi
Gelar Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Ciri-ciri dari ejaan
ini yaitu :
1. Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang.
2. Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer.
3. Tanda diakritik, seperti koma ain, hamzah dan tanda trema, untuk
menuliskan kata-kata ma’moer, ’akal, ta’, pa’, dinamai’, dsb.
4. Huruf ï untuk membedakan antara huruf i sebagai akhiran dan karenanya
harus disuarakan tersendiri dengan diftong seperti mulaï dengan ramai. Juga
digunakan untuk menulis huruf y seperti dalam Soerabaïa.
Ejaan Soewandi

Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, ejaan Van Ophuysen mengalami
beberapa perubahan. Pada tanggal 19 Maret 1947, Mr. Soewandi yang pada saat itu

menjabat sebagai Menteri Pengajaran, Pendidikan, dan Kebudayaan Republik
Indonesia meresmikan ejaan baru yang dikenal dengan nama Ejaan Republik, yang
menggantikan ejaan sebelumnya. Ciri-ciri dari ejaan ini yaitu :
1. Huruf oe diganti dengan u pada kata-kata guru, itu, umur.
2. Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k pada kata-kata tak,
pak, maklum, rakjat.
3. Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti pada anak2 (anakanak), ber-jalan2 (berjalan-jalan), ke-barat2-an (kebarat-baratan).
4. Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata
yang mengikutinya, seperti kata depan di pada dirumah, dikebun, disamakan
dengan imbuhan di- pada ditulis, dikarang.
Pada Kongres II Bahasa Indonesia tahun 1954 di Medan, Prof. Dr. Prijono
mengajukan Pra-saran Dasar-Dasar Ejaan Bahasa Indonesia dengan Huruf Latin.
Isi dasar-dasar tersebut adalah perlunya penyempurnaan kembali Ejaan Republik
yang sedang dipakai saat itu. Namun, hasil penyempurnaan Ejaan Republik ini
gagal diresmikan karena terbentur biaya yang besar untuk perombakan mesin tik
yang telah ada di Indonesia.
Ejaan Melindo (Melayu Indonesia)

Usaha penyempurnaan ejaan terus dilakukan, termasuk bekerja sama dengan
Malaysia dengan rumpun bahasa Melayunya pada Desember 1959. Dari kerjasama
ini, terbentuklah Ejaan Melindo yang diharapkan pemakaiannya berlaku di kedua
negara paling lambat bulan Januari 1962. Namun, perkembangan hubungan politik
yang kurang baik antar dua negara pada saat itu, ejaan ini kembali gagal
diberlakukan.
Pada awal Mei 1966 Lembaga Bahasa dan Kesusastraan (LBK) yang sekarang
menjadi Pusat Bahasa kembali menyusun Ejaan Baru Bahasa Indonesia. Namun,
hasil perubahan ini juga tetap banyak mendapat pertentangan dari berbagai pihak
sehingga gagal kembali.
Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD)
Pada tanggal 16 Agustus 1972 Presiden Republik Indonesia meresmikan
pemakaian Ejaan Bahasa Indonesia. Peresmian ejaan baru itu berdasarkan Putusan
Presiden No. 57 tahun 1972. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

menyebarkan buku kecil yang berjudul Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan, sebagai patokanpemakaian ejaan itu.
Karena penuntutan itu perlu dilengkapi, Panitia Pengembangan Bahasa
Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, yang dibentuk oleh Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya tanggal 12 Oktober 1972,

No. 156/P/1972 ( Amran Halim, Ketua ), menyusun buku Pedoman Umum Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan yang berupa pemaparan kaidah ejaan yang
lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat
putusannya No. 0196/1975 memberlakukan Pedomaan Umum Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurkan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah.
Pada tahun 1987 kedua pedoman tersebut direvisi. Edisi revisi dikuatkan
dengan surat Putusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0543a/U/1987,
tanggal 9 September 1987. Beberapa hal yang perlu dikemukakan sehubungan
dengan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan adalah sebagai berikut :
1. Perubahan Huruf
Ejaan Soewandi

Ejaan yang
Disempurnakan

dj djalan, djauh

j

jalan, jauh


J

y

payung, layu

pajung, laju

nj njonja, bunji

ny nyonya, bunyi

sj isjarat, masjarakat sy isyarat, masyarakat
tj tjukup, tjutji

c

cukup, cuci


ch tarich, achir
kh tarikh, akhir
2. Huruf-huruf di bawah ini, yang sebelumnya sudah terdapat dalam Ejaan
Soewandi
sebagai unsur pinjaman abjad asing, diresmikan pemakaiannya.
F maaf, fakir
v

valuta,
universitas

z

zeni, lezat

3. Huruf-huruf q dan x yang lazim digunakan dalam ilmu eksakta tetap dipakai
a:b=p:q
Sinar-X

4. Penulisan di- atau ke- sebagai awalan, dan di atau ke sebagai kata depan dibedakan, yaitu di- atau ke- sebagai awalan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.

di- (awalan) di (kata depan)
ditulis

di kampus

dibakar

di rumah

dilempar

di jalan

dipikirkan

di sini

ketua

ke kampus


kekasih

ke luar negeri

kehendak

ke atas

5. Kata ulang ditulis penuh dengan huruf, tidak boleh digunakan angka 2.
Contoh : Anak-anak, berjalan-jalan, meloncat-loncat.
Perubahan:
Indonesia
(pra-1972)
tj
dj
ch
nj
sj
j
oe*

Malaysia
(pra-1972)
ch
j
kh
ny
sh
y
u

Sejak
1972
c
j
kh
ny
sh
y
u

Catatan: Tahun 1947 "oe" sudah digantikan dengan "u".

Perbedaan dengan ejaan sebelumnya
Perbedaan-perbedaan antara EYD dan ejaan sebelumnya adalah:








'tj' menjadi 'c' : tjutji → cuci
'dj' menjadi 'j' : djarak → jarak
'j' menjadi 'y' : sajang → sayang
'nj' menjadi 'ny' : njamuk → nyamuk
'sj' menjadi 'sy' : sjarat → syarat
'ch' menjadi 'kh' : achir → akhir
awalan 'di-' dan kata depan 'di' dibedakan penulisannya. Kata depan 'di' pada
contoh "di rumah", "di sawah", penulisannya dipisahkan dengan spasi,
sementara 'di-' pada dibeli, dimakan ditulis serangkai dengan kata yang
mengikutinya.

Sebelumnya "oe" sudah menjadi "u" saat Ejaan Van Ophuijsen diganti
dengan Ejaan Republik. Jadi sebelum EYD, "oe" sudah tidak digunakan.
Untuk penjelasan lanjutan tentang penulisan tanda baca, dapat dilihat
pada Penulisan tanda baca sesuai EYD.

Petuasi (tanda baca)

Tanda baca bertujuan untuk memudah si pembaca untuk tau ekspresi dari bacaan
tersebut. Tidak hanya juga untuk sebagai penentu dari sebuah ekspresi suatu
bacaan. Namun diantaranya juga di gunakan dalam karnya sastra novel untuk
penanda tokoh dalam karya sastra tersebut sedang bedialog.

1. Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
Contoh: Saya suka makan nasi.
Apabila dilanjutkan dengan kalimat baru, harus diberi jarak satu ketukan.
Tanda titik dipakai pada akhir singkatan nama orang.
Contoh:



Irwan S. Gatot
George W. Bush

Apabila nama itu ditulis lengkap, tanda titik tidak dipergunakan.
Contoh: Dwiki Halla
Tanda titik dipakai pada akhir singkatan gelar, jabatan, pangkat, dan sapaan.
Contoh:





Dr. (doktor)
S.E. (sarjana ekonomi)
Kol. (kolonel)
Bpk. (bapak)

1. Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu pemerincian atau
pembilangan.
Contoh: Saya menjual baju, celana, dan topi. [Catatan: dengan koma sebelum
"dan"]
Contoh penggunaan yang salah: Saya membeli udang, kepiting dan ikan. [Catatan:
tanpa koma sebelum "dan"]
Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat
setara yang berikutnya, yang didahului oleh kata seperti, tetapi, dan melainkan.
Contoh: Saya bergabung dengan Wikipedia, tetapi tidak aktif.
Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat apabila
anak kalimat tersebut mendahului induk kalimatnya.
Contoh:



Kalau hari hujan, saya tidak akan datang.
Karena sibuk, ia lupa akan janjinya.

1. Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang
sejenis dan setara.
Contoh: Malam makin larut; kami belum selesai juga.
Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam
suatu kalimat majemuk sebagai pengganti kata penghubung.
Contoh: Ayah mengurus tanamannya di kebun; ibu sibuk bekerja di dapur; adik
menghafalkan nama-nama pahlawan nasional; saya sendiri asyik mendengarkan
siaran pilihan pendengar.
1. Tanda titik dua dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap bila diikuti
rangkaian atau pemerian.
Contoh:



Kita sekarang memerlukan perabotan rumah tangga: kursi, meja, dan lemari.
Fakultas itu mempunyai dua jurusan: Ekonomi Umum dan Ekonomi
Perusahaan.

Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian.
Contoh:
Ketua
: Axel
Wakil Ketua
: Putri
Sekretaris
: Helena
Wakil Sekretaris : Michelle
Bendahara
: Tio
Wakil bendahara : Dikel
Tanda titik dua dipakai dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku
dalam percakapan.
Contoh:
Borgx : "Jangan lupa perbaiki halaman bantuan Wikipedia!"
Rex : "Siap, Boss!"
Tanda titik dua dipakai (i) di antara jilid atau nomor dan halaman, (ii) di antara bab
dan ayat dalam kitab-kitab suci, atau (iii) di antara judul dan anak judul suatu
karangan.
Contoh:
(i) Tempo, I (1971), 34:7

(ii) Surah Yasin:9
(iii) Karangan Ali Hakim, Pendidikan Seumur Hidup: Sebuah Studi, sudah terbit.
1. Tanda hubung menyambung unsur-unsur kata ulang.
Contoh: anak-anak, berulang-ulang, kemerah-merahan
Tanda ulang singkatan (seperti pangkat 2) hanya digunakan pada tulisan
cepat dan notula, dan tidak dipakai pada teks karangan.
Tanda hubung menyambung huruf kata yang dieja satu-satu dan bagian-bagian
tanggal.
Contoh:



p-e-n-g-u-r-u-s
8-4-1973

Tanda hubung dapat dipakai untuk memperjelas hubungan bagian-bagian
ungkapan.
Bandingkan:




ber-evolusi dengan be-revolusi
dua puluh lima-ribuan (20×5000) dengan dua-puluh-lima-ribuan (1×25000).
Istri-perwira yang ramah dengan istri perwira-yang ramah

1a. Tanda pisah em (—) membatasi penyisipan kata atau kalimat yang
memberikan penjelasan khusus di luar bangun kalimat.
Contoh: Wikipedia Indonesia—saya harapkan—akan menjadi Wikipedia terbesar.
Tanda pisah em (—) menegaskan adanya posisi atau keterangan yang lain sehingga
kalimat menjadi lebih tegas.
Contoh:
Rangkaian penemuan ini—evolusi, teori kenisbian, dan kini juga pembelahan atom
—telah mengubah konsepsi kita tentang alam semesta.
Tanda pisah en (–) dipakai di antara dua bilangan atau tanggal yang berarti sampai
dengan atau di antara dua nama kota yang berarti 'ke', atau 'sampai'.
Contoh:




1919–1921
Medan–Jakarta
10–13 Desember 1999

2b. Tanda pisah en (–) tidak dipakai bersama perkataan dari dan antara, atau
bersama tanda kurang (−).
Contoh:




dari halaman 45 sampai 65, bukan dari halaman 45–65
antara tahun 1492 dan 1499, bukan antara tahun 1492–1499
−4 sampai −6 °C, bukan −4–−6 °C

1. Tanda elipsis dipakai dalam kalimat yang terputus-putus, misalnya untuk
menuliskan naskah drama.
Contoh: Kalau begitu ... ya, marilah kita bergerak.
Tanda elipsis menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau naskah ada bagian
yang dihilangkan, misalnya dalam kutipan langsung.
Contoh: Sebab-sebab kemerosotan ... akan diteliti lebih lanjut.
Jika bagian yang dihilangkan mengakhiri sebuah kalimat, perlu dipakai empat buah
titik; tiga buah untuk menandai penghilangan teks dan satu untuk menandai akhir
kalimat.
Contoh: Dalam tulisan, tanda baca harus digunakan dengan hati-hati ....
1. Tanda tanya dipakai pada akhir tanya.
Contoh:



Kapan ia berangkat?
Saudara tahu, bukan?

Penggunaan kalimat tanya tidak lazim dalam tulisan ilmiah.
Tanda tanya dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang
disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya.
Contoh:



Ia dilahirkan pada tahun 1683 (?).
Uangnya sebanyak 10 juta rupiah (?) hilang.

Tanda Seru (!)[sunting sumber]
Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau
perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun rasa

emosi yang kuat.
Contoh:





Alangkah mengerikannya peristiwa itu!
Bersihkan meja itu sekarang juga!
Sampai hati ia membuang anaknya!
Merdeka!

Oleh karena itu, penggunaan tanda seru umumnya tidak digunakan di dalam tulisan
ilmiah atau ensiklopedia. Hindari penggunaannya kecuali dalam kutipan atau
transkripsi drama.
1. Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan.
Contoh: Bagian Keuangan menyusun anggaran tahunan kantor yang
kemudian dibahas dalam RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) secara
berkala.
Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral
pokok pembicaraan.
Contoh:
Satelit Palapa (pernyataan sumpah yang dikemukakan Gajah Mada)
membentuk sistem satelit domestik di Indonesia.
 Pertumbuhan penjualan tahun ini (lihat Tabel 9) menunjukkan adanya
perkembangan baru dalam pasaran dalam negeri.


1. Tanda kurung siku mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi
atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu
menyatakan bahwa kesalahan atau kekurangan itu memang terdapat di dalam
naskah asli.
Contoh: Sang Sapurba men[d]engar bunyi gemerisik.
anda kurung siku mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah
bertanda kurung.
Contoh: Persamaan kedua proses ini (perbedaannya dibicarakan di dalam Bab II
[lihat halaman 35–38]) perlu dibentangkan di sini.

1. Tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan dan
naskah atau bahan tertulis lain.
Contoh:



"Saya belum siap," kata Mira, "tunggu sebentar!"
Pasal 36 UUD 1945 berbunyi, "Bahasa negara ialah Bahasa Indonesia."

Tanda petik mengapit judul syair, karangan, atau bab buku yang dipakai dalam
kalimat.
Contoh:
Bacalah "Bola Lampu" dalam buku Dari Suatu Masa, dari Suatu Tempat.
Karangan Andi Hakim Nasoetion yang berjudul "Rapor dan Nilai Prestasi di
SMA" diterbitkan dalam Tempo.
 Sajak "Berdiri Aku" terdapat pada halaman 5 buku itu.



1. Tanda petik tunggal mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain.
Contoh:



Tanya Basri, "Kau dengar bunyi 'kring-kring' tadi?"
"Waktu kubuka pintu depan, kudengar teriak anakku, 'Ibu, Bapak pulang',
dan rasa letihku lenyap seketika," ujar Pak Hamdan.

Tanda petik tunggal mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata atau
ungkapan asing.
Contoh: feed-back 'balikan'
1. Tanda garis miring dipakai di dalam nomor surat dan nomor pada alamat dan
penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim.
Contoh:




No. 7/PK/1973
Jalan Kramat III/10
tahun anggaran 1985/1986

Tanda penyingkat menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angka
tahun.
Contoh:




Ali 'kan kusurati. ('kan = akan)
Malam 'lah tiba. ('lah = telah)
1 Januari '88 ('88 = 1988)

Sebaiknya bentuk ini tidak dipakai dalam teks prosa biasa.