HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN HARGA DIRI PADA WARIA YANG TERHIMPUN DALAM KOMUNITAS SRIKANDI PASUNDAN DI BANDUNG Ferdinan Sihombing), Fransiska Setiyani Purwanti) Email) : sihombingferdinangmail.com Dosen Keperawatan Komunitas STIKes Santo Borrome
HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN HARGA DIRI PADA WARIA
YANG TERHIMPUN DALAM KOMUNITAS SRIKANDI PASUNDAN DI BANDUNG
Ferdinan Sihombing*), Fransiska Setiyani Purwanti**)
Email*) : [email protected]
- Dosen Keperawatan Komunitas STIKes Santo Borromeus **Mahasiswa Program Profesi Ners STIKes Santo Borromeus
ABSTRAK
Fenomena waria masih merupakan hal yang sangat sulit untuk diterima oleh masyarakat di Indonesia. Identitas dan sifat yang lazim ada dalam masyarakat adalah laki-laki atau perempuan, sedangkan transgender oleh masyarakat dianggap sebagai kelainan atau penyimpangan, dan bahkan penyakit. Pandangan lingkungan sosial terhadap waria merupakan hal yang sulit untuk diubah.Waria adalah kelompok marjinal yang mendapat tekanan secara struktur dan kultur, serta minim dukungan. Waria sering dikucilkan bahkan mendapat perlakuan diskriminatif. Stigmatisasi masyarakat dan perlakuan yang diskriminatif menyebabkan waria mengalami harga diri yang rendah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan dukungan sosial dengan harga
cross sectional menggunakan skala dukungan sosial dan skala harga diri. Jumlah subyek sebanyak 66 waria
yang didapatkan secara accidental sampling. Hipotesis penelitian diuji dengan teknik korelasi product moment dari Pearson. Hasil pengolahan data diperoleh bahwa tingkat dukungan sosial dominan pada kategori tinggi (53%) dan tingkat harga diri dominan pada kategori tinggi (57,6%). Dari hasil uji hipotesis diketahui bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan sosial dan harga diri waria di Komunitas Srikandi Pasundan Bandung (r = 0,169 dan nilai p = 0,175 lebih besar dari α 0,05).
Kata kunci: Dukungan Sosial, Harga Diri, Waria
ABSTRACT
The phenomenon of transgender is still a very difficult thing to be accepted by people in Indonesia. The
identities and traits prevalent in society are male or female, whereas transgender by society is considered as a
disorder or aberration, and even disease. The social environment view of transgender is difficult to change.
Transgenders is a marginalized group that is subjected with structural and cultural pressure, and minimal
support. Transgender are often ostracized and even discriminated against. Stigmatization of society and
discriminatory treatment caused transgenders tend to experience low self-esteem. The purpose of this study is to
determine the correlation between the social support and the self-esteem of transgenders. This research used
quantitative method and descriptive correlational design with cross sectional approach using social support
scale and self-esteem scale. The number of subjects was 66 transgenders who obtained by accidental sampling.
The research hypothesis was tested by Pearson correlation technique. Results of data processing found that the
level of social support dominant in the high category (53%) and the level of self-esteem dominant in the high
category (57.6%). The result of hypothesis test is there’s no significant correlation between social support and
self-esteem of transgender in Bandung Srikandi Pasundan Community ( r = 0,169 and p-value = 0,175 higher
than α 0,05).
Keyword: Social Support, Self-esteem, Transgender
36
LATAR BELAKANG
acceptance yang merupakan faktor psikologis yang
b. Mengidentifikasi harga diri pada waria yang terhimpun dalam Komunitas Srikandi Pasundan di Bandung.
a. Mengidentifikasi dukungan sosial pada waria yang terhimpun dalam Komunitas Srikandi Pasundan di Bandung.
2. Tujuan Khusus
1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan antara dukungan sosial dan harga diri pada waria yang terhimpun dalam Komunitas Srikandi Pasundan di Bandung.
Tujuan Penelitian
Dukungan sosial dapat memberi manfaat bagi seseorang antara lain, dalam memperkuat atau menaikkan perasaan harga dirinya, memberikan informasi yang relevan terhadap masalah yang dihadapi dan alternatif penyelesaiannya, memberi nasehat ataupun pedoman, berfungsi bagi individu dalam mengambil keputusan serta memberikan keyakinan bahwa masalah yang dihadapi dapat terselesaikan (Wills, Cohen, dan Syme, 2015).
penting dalam membantu mereka melupakan aspek-aspek negatif dari kehidupan mereka dan berpikir lebih positif terhadap lingkungan mereka (Clark dalam Sari & Reza, 2013).
Erickson (1974) berpendapat bahwa identitas diri adalah identitas yang menyangkut kualitas “eksistensi” dari individu, yang berarti bahwa individu memiliki suatu gaya pribadi yang khas. Identitas diri adalah kesadaran akan diri sendiri yang berasal dari observasi dan penilaian (Dermawan dan Rusdi, 2013). Berhubungan dengan perasaan yang berbeda dengan orang lain; dan juga berhubungan dengan jenis kelamin (Kusumawati, 2010). Seseorang yang mempunyai perasaan identitas diri yang kuat akan memandang dirinya berbeda dengan orang lain. Kemandirian timbul dari perasaan berharga, kemampuan dan penyesuaian diri. Hal yang terpenting dalam identitas adalah jenis kelamin. Dimana identitas jenis kelamin berkembang sejak lahir secara bertahap dimulai dengan konsep laki-laki dan perempuan, dipengaruhi oleh pandangan dan jenis kelamin tersebut (Keliat, 2011).
Di Indonesia ada dua jenis kelamin yang diakui negara yaitu laki-laki dan perempuan. Namun,
waria merupakan hal yang sulit untuk
Fenomena waria masih merupakan hal yang sangat sulit untuk diterima oleh masyarakat di Indonesia. Identitas dan sifat yang lazim ada dalam masyarakat adalah laki-laki atau perempuan, sedangkan transgender oleh masyarakat dianggap sebagai kelainan atau penyimpangan, dan bahkan penyakit. Pandangan lingkungan sosial terhadap
Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah transgender yang cukup besar. Menurut Forum Komunikasi Waria Indonesia populasi waria setidaknya terdapat 3,9 juta jiwa atau 1,6% dari penduduk Indonesia. Rughea dkk (2014) menyatakan penolakan menjadi dasar permasalahan utama bagi waria, sehingga merekamenjadi sulit untuk beradaptasi dengan lingkungan dan ini menimbulkan perasaan cemas karena mereka merasa tidak mampu menjalankan aktivitas sehari- hari seperti biasanya. Kecenderungan mereka menghindar dari keadaan tersebut, mereka berharap dapat bertahan dalam kondisi saat ini meskipun semua subjek merasa apa yang mereka mau telah tercapai, yaitu merubah penampilan diri mereka menjadi sosok seorang perempuan.
Mia (2011) menyebutkan bahwa tanda-tanda dari penyimpangan gender dapat dilihat sejak kecil dan terjadi karena adanya proses belajar mengenai gender yang tidak tepat baik oleh orang tua, guru, teman-teman, lingkungan sosial serta media massa. Keputusan individu untuk menjadi waria melalui proses yang cukup panjang. Meskipun waria menyadari akan banyak masalah yang datang ketika mengalami perubahan dalam hidupnya, seperti kebingungan dengan identitas di lingkungan tempat tinggal, sikap penolakan terhadap mereka dalam lingkungan masyarakat karena pertentangan identitas jenis kelamin.
transgender , dan Male to Female (MtF) transgender atau dikenal sebagai waria (wanita pria)
seseorang secara fisik memiliki jenis kelamin tertentu tetapi secara psikologis berlawanan dan memiliki keinginan yang kuat untuk mengubah seperti fisik jenis kelamin yang berlawanan dengan yang dimilikinya (June, 2013). Transgender dibagi menjadi dua jenis yaitu Female to Male (FtM)
transgender .Transgender adalah fenomena ketika
tidak semua orang mempunyai identitas gender yang sama dengan seks orang tersebut, masih ada penyimpangan terhadap identitas diri dalam bentuk
diubah.Waria adalah kelompok marjinal yang mendapat tekanan secara struktur dan kultur, serta mendapat perlakuan diskriminatif. Padahal, dengan dukungan sosial yang didapat oleh waria, mereka akan mendapat keyakinan yang lebih atas apa yang telah mereka jalani sekarang atau mereka dapat menerima diri mereka sebagai waria. Self-
METODE PENELITIAN
Total 66 100
66 Inteprestasi output SPSS Pada tabel correlation, diperoleh nilai koefisien korelasi sebesar 0,169, dengan signifikansi sebesar 0,175. Berdasarkan data tersebut di atas maka dapat dilakukan pengujian hipotesis dengan membandingkan taraf signifikansi (p-value) dengan galatnya. Jika signifikansi > 0,05, maka Ho diterima Jika signifikansi < 0,05, maka Ho ditolak
66
1 Sig. (2-tailed) ,175 N
,169
66 Harga Diri Pearson Correlation
66
Pearson Correlation 1 ,169 Sig. (2-tailed) ,175 N
Dukungan Sosial
Dukungan Sosial Harga Diri
2. Analisa Bivariat Tabel 3 Analisa Hubungan Dukungan Sosial dengan Harga Diri Pada Waria di Komunitas Srikandi Pasundan di Bandung, Mei – Juni 2017 (n=66) Correlations
Sumber: data primer, diolah Tabel 2 menunjukkan bahwa tingkat harga diri yang dominan ada pada kategori rendah (57,6%).
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif. Desain penelitian yang digunakan peneliti adalah deskripsi korelasi dengan pendekatan cross sectional yaitu penelitian analitik yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antar variabel dimana variabel independen dan variabel dependen diidentifikasi pada satu satuan waktu (Dharma, 2011). Variabel independen dalam penelitian ini adalah dukungan sosial dan variabel dependennya adalah harga diri. Jumlah subyek penelitian sebanyak 66 waria yang didapatkan secara accidental sampling. Pengumpulan data
dilakukan dengan menggunakan menggunakan skala dukungan sosial dan skala harga diri.
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Harga Diri Pada Waria di Komunitas Srikandi Pasundan Bandung, Mei- Juni 2017 (n=66) Harga Diri Frekuensi (n) Persentase (%)
Tabel 1 menunjukkan bahwa tingkat dukungan sosial yang dominan ada pada kategori tinggi (53%).
66 100 Sumber: data primer, diolah.
47 Total
31
53 Rendah
35
Tinggi
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Analisa Univariat Tabel 1 Distribusi Frekuensi Dukungan Sosial Pada Waria di Komunitas Srikandi Pasundan Bandung, Mei-Juni 2017 (n=66) Dukungan Sosial Frekuensi (n) Persentase (%)
Analisa yang digunakan yaitu analisa univariat dan bivariat. Analisa univariat untuk mendiskripsikan tingkat dukungan sosial dan harga diri pada waria. Analisa Bivariat yaitu analisa yang dilakukan untuk melihat hubungan 2 variabel yang meliputi variabel bebas (dukungan sosial) dan variabel terikat (harga diri). Sebelum dilakukan uji statistik pada variabel bebas dan variabel terikat untuk mengetahui normalitas sebaran data dilakukan uji Kolmogorov smirnov. Hasil uji normalitas didapatkan data berdistribusi normal maka dilakukan uji korelasi dengan menggunakan uji Spearman Rank dengan nilai probabilitas < dari taraf signifikan 5% atau 0,05 berarti terdapat hubungan yang signifikan antara kedua variabel.
Skala harga diri menggunakan Self-Esteem Scale (Rosenberg, 1965). Untuk versi adaptasi berbahasa Indonesia ini, Azwar melaporkan koefisien korelasi aitem-total yang berada antara 0,415 sampai dengan 0,703 bagi kesepuluh aitem dalam skala (n =71), sedangkan koefisien tes-ulang dengan tenggang waktu satu hari menghasilkan rxxi = 0,8587 (Azwar, 1979). Setiap pernyataan favorable Sangat Setuju = 5, Setuju = 4, Tidak Menentukan Setuju atau Tidak = 3, Tidak Setuju = 2, Sangat Tidak Setuju = 1. Pemberian nilai untuk setiap pernyataan unfavorable sebaliknya.
Penelitian ini dilaksanakan pada Mei–Juni 2017. Skala dukungan sosial menggunakan kuesioner dukungan sosial Sarafino (1990) yang setiap pernyataan positif Sangat Setuju = 4, Setuju = 3, Tidak Setuju = 2, Sangat Tidak Setuju = 1. Pemberian nilai untuk setiap pernyataan negatif sebaliknya.
Tinggi 38 57,6 Rendah 28 42,4 Dari tabel 3 terlihat bahwa koefisien korelasi adalah 0,169 dengan signifikansi 0,175. Karena signifikansi > 0,05, maka Ho gagal ditolak. Artinya tidak ada hubungan yang signifikansi antara dukungan sosial dengan harga diri pada waria di Komunitas Srikandi Pasundan Bandung. Pengujian koefisien korelasi hasil analisis korelasi product moment dengan r tabel: Jika r hitung > r tabel, maka Ho di tolak Jika r hitung < r tabel, maka Ho di terima Dengan taraf kepercayaan 0,05 (5%), maka dapat di peroleh harga r tabel sebesar 0,242. Ternyata nilai r hitung lebih kecil daripada r tabel (0,169 < 0,242), sehingga Ho gagal ditolak. Artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara dukungan sosial dengan harga diri pada waria di Komunitas Srikandi Pasundan Bandung. Berdasarkan hasil koefisien korelasi tersebut dapat dipahami bahwa korelasinya bersifat positif, artinya dengan semakin tinggi pula harga diri pada waria di Komunitas Srikandi Pasundan Bandung. Dengan memperhatikan nilai koefisiaen korelasi sebesar 0,169 berarti bersifat korelasinya sangat lemah.
PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya 35 waria (53%) mendapatkan dukungan sosial pada kategori Tinggi dari masyarakat.Menurut Sarafino dalam Rachmawati, Machmuroch, & Nugroho (2013) sesuatu dikatakan sebagai dukungan sosial ketika seseorang memiliki persepsi positif atas dukungan itu dan merasa nyaman atas segala bentuk perhatian, penghargaan, dan bantuan yang diterimanya. Dukungan sosial pada waria adalah ketika merasa nyaman atas segala bentuk perhatian, penghargaan, dan bantuan yang diterimanya dalam menghadapi stigma masyarakat.
Purnama dkk (2016) menyatakan stigma merupakan label negatif yang melekat pada tubuh seseorang yang diberikan oleh masyarakat dan dipengaruhi oleh lingkungan. Stigma yang terus tumbuh di masyarakat dapat merugikan dan memperburuk bagi yang terkena label sosial ini. Meskipun waria mengalami diskriminasi, komunitas waria adalah lembaga yang berfungsi mengatasi permasalahan yang ada. Mereka membutuhkan akses layanan publik seperti layanan kesehatan, sosial, dan ekonomi. Permasalahan yang timbul yaitu masalah kesehatan, sosial, ekonomi, dukungan, serta pendidikan, sehingga membutuhkan dukungan kelompok (Yuliani, 2006). Waria sangat membutuhkan dukungan penghargaan berupa penerimaan dan penilaian positif dari masyarakat. Setidaknya penerimaan skala lingkup kecil, seperti tetangga yang lebih terbuka dan menerima mereka di lingkungan tempat tinggalnya (Khairunnisa, 2015). Masyarakat di sekitar tempat tinggal responden juga mengikutsertakan mereka dalam kegiatan bakti sosial, pertandingan olahraga bersama dan rapat rutin rt/rw mengenai kegiatan di lingkungannya.
Penelitian Maharani (2014) menyatakan bahwa dukungan sosial dalam bentuk informasi adalah bentuk dukungan sosial yang lebih mudah diberikan karena sifat bantuannya yang lebih efisien dan efektif serta dapat diberikan oleh siapa saja, kapan saja, dimana saja, dan melalui media apa saja, seperti contoh memberikan saran atau nasihat secara lisan kepada waria dalam menghadapi masalah sosial ataupun kesehatannya.
Srikandi Pasundan di Bandung.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya 38 waria (57,6%) memiliki harga diri yang tinggi. Faktanya adalah bahwa mayoritas komunitas waria harus menghadapi semacam diskriminasi dalam hal identitas mereka, dan karena ini, banyak dari mereka telah menderita harga diri yang rendah. Studi ini sangat penting bagi komunitas waria karena banyak waria telah mengalami konflik yang luar biasa berkenaan dengan harga diri rendah. Penelitian-penelitian yang lalu menunjukkan bahwa individu homoseksual memiliki harga diri yang lebih rendah daripada individu heteroseksual (Jacobs & Tedford, 1980; Myrick, 1974). Dalam memahami harga diri, seseorang harus melihat bagaimana identitas diri didefinisikan oleh para profesional untuk menemukan penyebab harga diri rendah. John dan Catherine MacArthur mengemukakan penjelasan Blaskcovich dan Tomaka tentang harga diri sebagai "komponen evaluatif dari konsep diri seseorang, representasi diri yang lebih luas yang mencakup aspek kognitif dan perilaku serta evaluatif atau afektif" (2004, 1991). Elemen konsep diri individu mencakup aspek kognitif, perilaku, evaluatif, atau afektif, yang kesemuanya ditemukan dalam proses pembelajaran teori perkembangan Jean Piaget (Benoit, 2001/2008). Jacobs dan Tedford menjelaskan bahwa individu waria tampaknya memiliki harga diri yang lebih rendah daripada heteroseksual (1980). Banyak penyebab rendahnya harga diri waria antara lain; (1) harga diri karena ditinjau secara psikologis; (2) menjadi anggota komunitas waria; dan (3) faktor sosial di luar komunitas waria. Dengan menyadari identitas pribadi dan menerima mereka sebagai
1. Dukungan sosial kalangan transgender dalam menghadapi stigma masyarakat di Komunitas Srikandi Pasundan Bandung.
waria, banyak waria yang mendapatkan harga diri yang lebih tinggi melalui keefektifan diri mereka sendiri. Bagi banyak waria, beberapa faktor dapat memainkan peran kunci dalam menyebabkan harga diri waria turun; penolakan dari keluarga, teman atau organisasi keagamaan, media dan penampilan, etnisitas, status keuangan, obat-obatan dan /atau alkohol, HIV/AIDS serta masalah kesehatan lainnya, atau prasangka, diskriminasi, dan stigma.
3. Hubungan dukungan sosial dengan harga diri pada waria di Komunitas Srikandi Pasundan di Bandung.
Hasil uji statistik terhadap dukungan sosial dengan tingkat harga diri wariadi Komunitas Srikandi Pasundan Bandung didapatkan nilai koefisien korelasi r = 0,175 dan P value = 0,169, 0,05, maka P < α, hal ini dapat disimpulkan bahwa H0 gagal ditolak sehingga tidak ada hubungan yang signifikan antara dukungan sosial dengan harga diri pada wariadi Komunitas Srikandi Pasundan Bandung. Stigma yang dipandang masyarakat pada diri waria adalah bahwa dunia waria erat hubungannya dengan dunia prostitusi atau pekerja seks. Dampak yang muncul atas identitas diri sebagai waria mengharuskan mereka memiliki strategi coping agar tetap menjalani kehidupannya. Bentuk strategi coping yang dilakukan yaitu mengubah hubungan antara diri sendiri dengan lingkungan dan juga mengatur emosi negatif (Rokhmah dkk, 2013) Ada satu artikel tambahan yang ditemukan dalam Journal and Family Review dari tahun 1989 mengenai penindasan religius terhadap individu gay dan lesbian, namun tidak ada penelitian lain yang membahas penyebab pasti rendahnya harga diri pada individu waria. Didukung oleh penelitian Widanarti (2002) yang menyatakan bahwa banyak faktor-faktor yang mempengaruhi self-efficacy individu tersebut yaitu pengalaman masa lalu tentang penilaian negatif masyarakat, pengalaman orang lain sebagai model, dan kondisi emosional individu yang mengakibatkan waria tersebut mengalami harga diri rendah meskipun dukungan sosial yang diterima dalam kategori tinggi. Lama waria bergabung di komunitas juga membuat mereka dapat beradaptasi dengan keadaannya dalam menghadapi stigma masyarakat. Meskipun dukungan masyarakat atau teman-teman yang diberikan kepada waria dalam kategori tinggi, namun bila waria mengalami pengalaman diskriminasi, marginalisasi, serta perasaan bahwa kondisi mereka adalah sebuah kesalahan maka mengakibatkan rasa harga diri yang rendah, bukan semata-mata persoalan tinggi tidaknya dukungan yang diterima secara sosial.
Konflik sosial berdampak dengan adanya tekanan sosial terhadap waria. Kehidupan waria harus menghadapi tekanan sosial, yaitu paksaan dari lingkungan yang mengharuskan tingkah laku mereka untuk mengikuti kebiasaan yang ada di lingkungan tersebut. Sikap tidak semata-mata ditentukan oleh aspek internal psikologis individu melainkan melibatkan juga nilai-nilai yang dibawa dari kelompoknya. Kelompok sebaya atau kelompok masyarakat memberi pengaruh kepada individu tersebut. Jadi sikap masyarakat atau kelompok itu lebih dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya, sedangkan untuk waria, identitas gender merupakan masalah dasar kaum waria yang menyebabkan mereka mengalami dua konflik, yaitu konflik psikologis dan konflik sosial. Konflik berlawanan dengan keadaan fisiknya. Sedangkan konflik sosial dialami karena tersingkir dari keluarga dan terisolasi dari pergaulan sosial masyarakat (Arfanda, 2015). Waria masih merasa tidak mudah untuk bergabung dalam kegiatan bermasyarakat di lingkungan tempat tinggalnya. Walaupun dalam beberapa penelitian sudah membuktikan bahwa waria sudah terbuka pada masyarakat dan masyarakat sudah berbaur tapi dominan masih menolak (Arfanda, 2015).
Dukungan sosial erat kaitannya dengan hubungan keluarga, teman, tetangga, guru dan masyarakat yang mencakup empati, perhatian, peduli, cinta dan kepercayaan. Harga diri yang rendah mempunyai ciri-ciri kurang aktif, kurang percaya diri, kesulitan dalam proses sosialisasi, dan ditunjukkan dengan sikap yang minder, pasif, mudah putus asa, dan sukar bergaul (Novita, 2011).
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan
1. Tingkat dukungan sosial dominan pada kategori tinggi pada waria di Komunitas Srikandi Pasundan Bandung
2. Tingkat harga diri dominan pada kategori tinggi pada waria di Komunitas Srikandi Pasundan Bandung
3. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan sosial dan harga diri pada waria di Komunitas Srikandi Pasundan Bandung
Saran
Bagi Komunitas Srikandi Pasundan Peneliti menyarankan kepada komunitas untuk aktif terlibat dalam kegiatan masyarakat seperti kegiatan sosial rutin di lingkungan tempat tinggal atau masyarakat, serta upaya-upaya konseling bagi para waria agar dapat sepenuhnya mengalami self acceptance.
Daftar Pustaka
Kelompok Transgender dan Transeksual. Dalam
Tarumanegara
Larasati, Marsya. (2012). Hubungan Antara
Persepsi Terhadap Dukungan Sosial dan Depresi Pada Homoseksual Usia Dewasa Muda : Jurnal
22 September 2016 Nadia, Z. (2005). Waria Laknat atau Kodrat ?.
Yogyakarta : Galang Press Nevid, J. S., Rathus, S.A & Greene, B. (2005).
Psikologi Abnormal. Ed. 5. Jil.2. Jakarta : Penerbit
Erlangga Papalia, Olds, & Feldman. (2009). Psikologi
Perkembangan . Jakarta : Kencana
Parendrawati, Dwi P. (2011). Aspek Kejiwaan
situs www.stikku.ac.id . Artikel diakses pada tanggal 15 Februari 2017 Pontororing, Mulyadi. (2012). Kaum Lesbian di Kota Manado. Jurnal Antropologi. Diterbitkan 27 Desember 2012. FISIP USNRAT Ruhghea, dkk. (2014). Studi Kualitatif Kepuasan
Psikologi. Tidak diterbitkan. Universitas Surabaya
Hidup Pria Transgender (Waria) di Banda Aceh : Jurnal Psikologi. Dalam http://ejournal.undip.ac.id. Diakses pada 03 Oktober 2016
Safri, Arif Nuh. (2016). Penerimaan Keluarga
Terhadap Waria atau Transgender (Studo Kasus Atas Waria/Transgender di Pesantren Waria Al- Fatah Yogyakarta). Pusat Pengembangan Bahasa UIN Sunan Kalijaga
_______, E. P. (2006). Health Psychology : Bio
Psychosocial Interaction . New York : Jhon Wiley
and Son’s. Inc _______, E. P , & Timothy W. Smith. (2012).
Health Psychology Biopsychososial Interaction 7th
Edition. USA : Jhon Wiley & Sons, Inc Sumartini, dkk. (2014). Pola Komunikasi
Antarpribadi Waria di Taman Kesatuan Bangsa Kecamatan Wenang. Journal “Acta Diurna”
Sutandi, Andi. (2011). Hubungan Antara Dukungan Sosial Dengan Coping Stres Homoseksual di Jakarta : Jurnal Psikologi. Dalam http://repository.uinjkt.ac.id. Diakses pada 22
_________, M. (2011). Latar Belakang Kehidupan Laki-Laki yang Menjadi Waria : Sebuah Kegagalan dalam Proses Pendidikan Pembentukan Identitas Gender. Artikel Psikologi Universitas
Kurniawati, M. (2003). Latar Belakang Kehidupan Laki-Laki yang Menjadi Waria. Skripsi Fakultas
Arfanda, Firman dan Sakaria. (2015). Konstruksi Sosial Masyarakat Terhadap Waria : Jurnal
8. (Online), (http://action.aac.org), diunduh pada 31 Maret 2017 Budi, Anna Keliat. (2011). Manajemen Kasus Gangguan Jiwa : CMHN (Intermediate Course) .
Psikologi
Arivia, Gadis dan Gina, Abby. (2015). Makna Hidup Bagi LGBT Ketika Negara Abai : Kajian Queer di Jakarta : Jurnal Filsafat Universitas
Indonesia
Ariyanto & Triawan, R. (2008). Jadi, Kau Tak
Merasa Bersalah ? (Studi Kasus Diskriminasi dan Kekerasan terhadap LGBTI) . Jakarta : Arus
Pelangi & Yayasan Tifa Azmi, Khilman Rofi. (2015). Enam Kontinum Dalam Konseling Transgender Sebagai Alternatif Solusi Untuk Konseli LGBT : Jurnal Psikologi
Pendidikan dan Konseling . Dalam
http://ojs.unm.ac.id/index.php/JPPK. Diakses 31 Bockting, W.O. (2008). “Transgender Identity and
HIV: Resilience in the Face of Stigma”. Focus a Guide to AIDS Research and Counseling , 23 (2), 1-
Jakarta : EGC Ekasari, Mia Fatma. (2011). Studi Fenomenologi : Pengalaman Waria Remaja Dalam Menjalani Masa Puber di Wilayak DKI Jakarta. (Tesis). Depok : Universitas Indonesia Fakultas Ilmu Keperawatan Elvina, Julia. (2008). Relasi Interpersonal Waria (Studi Kasus terhadap Waria F di Cimahi). Skripsi
Ilmu Komunikas. Universitas Islam Negeri
Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan . Tidak
diterbitkan. Universitas Pendidikan Indonesia Gani, Husni Abdul dan Rokhmah, Dewi. (2013). Stigma dan Proses Sosialisasi Waria serta Dampaknya pada Peningkatan Risiko Penularan
IMS dan HIV/AIDS. Jurnal Kesehatan
Masyarakat . Universitas Jember
Hafidz. (2005). Mengapa Harus Jadi Waria ? Dalam situs http://www.dudung.net/buletin-gaul- islam/mengapa-harus-jadi-waria.html. Artikel diakses pada tanggal 15 Februari 2017 Herdiansyah, Haris. (2007). Kecemasan dan Strategi Coping Waria Pelacur. Jurnal Psikologi __________, Haris. (2009). Kecemasan dan Strategi Coping Pelacur Wanita dan Pelacur Waria : Jurnal Psikologi . Dalam http://www.ubaya.ac.id.
Diakses 10 Oktober 2016 Ibarra-Rovillard, M.Sol., & Kuiper N. A. (2011). Social Support and Social Negativity Findings in Depression: Perceived Responsiveness to Basic Psychological Needs. Clinical Psychology Review, 31, 342-352. DOI: 10.1016/j.cpr.2011.01.005
Jasruddin & Daud, Jasmin. (2016). Transgender dalam Persepsi Masyarakat. Jurnal Equilibrium. Universitas Makassar
Junker. (2011). Linking Health Communication
with : Social Support, dalam Mattson’s Health as
Communication Nexus. New York : Shutterstock, Inc Khairunnisa, Dhea Ariesta. (2015). Efektivitas Dukungan Sosial Bagi ODHA (Orang dengan HIV/AIDS) di Kelompok Dukungan Sebaya Kuldesak Kota Depok. Jurnal Ilmu Dakwah dan
september 2016 Suwarti. (2009). Strategi Coping Waria dalam
Menghadapi Kecemasan Terjangkit HIV?AIDS di Purwokerto. Jurnal Psikologi. Universitas Muhammadiyah Purwokerto
Stieqlitz, K. A. (2010). Development, risk, and
resilience of transgender youth. Journal of the Association of Nurses in AIDS Care, 21 (3), 192- 206 Tarmidi, dan Rambe, Ade Riza Rahma. (2010).
Korelasi Antara Dukungan Sosial Orang Tua Dan Self-Directed Learning Pada Siswa SMA. Jurnal
Psikologi : Universitas Sumatra Utara
UNAIDS. (2013). Hidup Sebagai LGBT di Asia:
Laporan Nasional Indonesia. Tinjauan dan Analisa Partisipasif tentang Lingkungan Hukum dan Sosial bagi Orang dan Masyarakat Madani Ledbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT). Bali
UNDP. (2014). Human Development Indeks Trend 1980-2013. Dalam http://hdr.undp.org/en/data#.
Diakses tanggal 25 Januari 2017
Videbeck, Sheila L. (2008). Buku Ajar
Keperawatan . Jakarta : EGC Widanarti, Niken dan Indati, Aisah. (2002).
Hubungan Antara Dukungan Sosial Keluarga dengan Self Efficacy pada Remaja di SMU Negeri 9 Yogyakarta. Jurnal Psikologi. Universtas Gadjah Mada AYuliani, Sri. (2006). Menguak Konstruksi Sosial Dibalik Diskriminasi Terhadap Waria. Jurnal Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik . Universitas Sebelas Maret
Surakarta