BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Kearifan Lokal Petani Dalam Pengelolaan Sawah Di Nagari Kamang Hilir Kecamatan Kamang Magek Kabupaten Agam Sumatera Barat

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Tulisan ini akan membahas tentang kearifan lokal dalam pengelolaan padi sawah di Nagari Kamang Hilia Kecamatan Kamang Magek Kabupaten Agam Sumatera Barat. Padi sawah menjadi menarik untuk diteliti karena tiap daerah memiliki pengetahuan lokal masing-masing dalam pengelolaannya dan secara umum masyarakat Indonesia khususnya bagian barat mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok.

  Dalam dokumen yang dikeluarkan oleh Kantor Wali Nagari Kamang Hilia (1979), masyarakat Nagari Kamang Hilia Kecamatan Kamang Magek Kabupaten Agam Sumatera Barat berasal dari Kabupaten Tanah Datar Sumatera Barat yang mencari tempat permukiman dan membuka lahan pertanian baru kira-kira pada abad ke sepuluh, yang disebabkan oleh meningkatya jumlah populasi di daerah asal mereka. Perekonomian masyarakat Nagari Kamang Hilia Kecamatan Kamang Magek Kabupaten Agam Sumatera Barat semenjak dahulu hingga masuknya koloni Belanda berada pada sektor pertanian, dimana menurut data 90% mata pencarian pokok masyarakat adalah pertanian yang menghasilkan padi, jagung, dan ubi-ubian dengan cara pengolahan yang didapat dari nenek moyang mereka, mulai dari pengelolaan lahan, penggunaan alat pertanian, sistem perairan, hingga menjaga kelestarian lahan (Monografi Nagari Kamang Kecamatan Tilatang Kamang).

  Sekitar tahun 1970 petani secara perlahan mulai memahami dan mengerti perlunya peningkatan untuk pertanian mereka, sehingga mereka mulai menggunakan dan menerapkan teknologi pertanian yang berkembang pada saat itu serta menjalankan program-program yang diterapkan oleh pemerintah seperti Panca (Monografi Nagari Kamang Kecamatan Tilatang Kamang). Perkembangan yang terjadi dibidang pertanian ini terus mereka ikuti hingga sekarang guna mendapatkan hasil yang terbaik dan dapat memenuhi kebutuhan ekonomi mereka. Dengan demikian, dalam pengelolaan pertanian sawah petani Nagari Kamang Hilia menggabungkan kearifan lokal yang mereka miiki dengan teknologi baru dibidang pertanian.

  Keberadaan kearifan lokal berperan penting dalam perkembangan pertanian. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya studi-studi ilmu yang membahas perpaduan kearifan lokal dengan perkembangan teknologi dalam pengelolaan lahan sawah, diantaranya Santoso (2006:10), menuliskan kearifan lokal ini menjadi topik bahasan yang menarik sekarang ini ditengah menipisnya sumberdaya alam dan berkurangnya pemberdayaan masyarakat, dua alasan yang menjadikan kearifan lokal sebagai elemen penentu dalam keberhasilan pembangunan sumber daya alam dan sumber daya masyarakat; (1) keprihatinan terhadap meningkatnya intensitas kerusakan sumber daya alam khususnya akibat berbagai faktor prilaku manusia; (2) tekanan ekonomi yang makin mempengaruhi kehidupan masyarakat sehingga dapat menggeser kearifan lokal menjadi kearifan ekonomi.

  Senada dengan yang di atas, Ridwan (2007:2) berpendapat bahwa kearifan lokal dapat dipahami sebagai usaha manusia dengan akal budinya (kognisi) untuk bertindak dan bersikap terhadap sesuatu objek atau peristiwa yang terjadi dalam ruang tertentu dengan membangkitkan nilai-nilai daerah untuk kepentingan pembangunan daerah menjadi sangat bermakana bagi perjuangan daerah untuk mencapai prestasi terbaik.

  Melihat fakta bahwa masyarakat Indonesia secara umum mengkonsumsi beras yang dihasilkan oleh padi sawah perlu diketahui keadaan sawah di Indonesia. Dari data Kementrian Pertanian Indonesia 2011, total luas lahan pertanian di Indonesia 70 juta Ha, yang efektif untuk produksi pertanian hanya 45 juta Ha. Produk pangan utama dihasilkan oleh sawah yang mencapai luas 8,061 juta Ha, terdiri dari sawah irigasi dengan luas 4,896 juta Ha dan sawah non irigasi

   dengan luas 3,16 juta Ha yang tersebar di 33 provinsi di Indonesia .

  Luas lahan sawah ini cenderung berkurang karena adanya konversi lahan dan serangan hama. Dalam kasus konversi lahan, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Rusman Heriawan memperingatkan adanya penyusutan luas panen lahan padi nasional. Tahun ini saja terjadi penyusutan seluas 12,63 ribu Ha atau 0,1% total luas lahan. Secara keseluruhan, lahan pertanian di Indonesia berkurang 27 ribu Ha pertahun. Sehingga, penurunan hasil panen tidak hanya terjadi pada padi,

   tetapi juga pada komoditas pertanian lainnya .

  1 2 Penyusutan Luas Lahan Tanaman Pangan Perlu Diwaspadai. Rabu, 07 Juli

2010

  Sedangkan dalam kasus hama sawah, menurut data akhir tahun 2003 Dinas Pertanian Jawa Barat, lahan pertanian Jawa Barat merupakan lahan yang terbesar mengalami gagal total dalam panen seluas 85.333 Ha. Lahan tersebut hanya ditanami satu jenis tanaman (padi) dan terkena hawa wereng, sehingga harus

  

  dibakar untuk memusnahkan hama tersebut . Contoh kasus lainnya adalah ribuan hektar areal tanaman padi di Kabupaten Karawang terserang hama kresek daun atau virus kerdil hampa. Meskipun para petani telah melakukan pembasmian

   menggunakan pestisida, hama dan virus itu masih terus berkembang .

  Dengan keadaan yang seperti ini, secara umum Indonesia dapat menuju kondisi rawan pangan. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Wapres Boediono :

  

“Situasi pangan kita belum sepenuhnya aman, apalagi kalau

melihat ke depan penduduk kita masih terus bertambah.

Tanpa langkah-langkah yang sungguh-sungguh, sistematis,

dan kita laksanakan sekarang, kerawanan pangan hampir

  Dilihat dari permasalahan di atas, menurut Farid (2009) berbagai upaya tentu dilakukan guna meningkatkan hasil pertanian, salah satunya dengan menggunakan kearifan lokal dalam pengelolaan padi sawah, dimana cara ini dinilai sesuai dan cocok dengan keadaan ekosistem dan kondisi budaya setempat karena karna mampu memperkaya dan menjaga kualitas dari hasil pertanian mereka.

  Salah satu provinsi yang menggunakan kearifan lokal dalam pengelolaan 3 padi sawah adalah Provinsi Sumatera Barat. Provinsi Sumatera Barat mengalami 4 https://unikom.ac.id/download.php/Factor Penyebab Gagal Panen Di Indonesia 5 Lebih jelas bisa dilihat pada sitis www.bisnis.com Lihat selengkapnya pada situsIndonesia Dihantui Kerawanan Pangan.

  kemajuan yang cukup pesat pada sektor pertanian. Potensi pertanian yang meningkat ini didapat dari bertambahnya luas panen padi sebesar 1,03% karena adanya program 12 arah kebijakan pembangunan pertanian dan Gerakan

6 Penyejahteraan Petani (GPP) .

  Kabupaten Agam merupakan salah satu dari kabupaten di Sumatera Barat yang menjadi pusat pertanian. Hal ini dikarenakan Kabupaten Agam memilih pembangunan pertanian menjadi sektor utama yang memberikan kontribusi besar terhadap pembangunan daerah. Potensi sumberdaya lahan pertanian terbesar adalah lahan sawah dengan luas lahan baku sawah yaitu ±.28,537 Ha, lahan untuk pengembangan tanaman jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kacang hijau,

   kacang kedelai yang luas lahannya mencapai ±.7.047 Ha .

  Dari 16 kecamatan yang ada di Kabupaten Agam, Kecematan Kamang Magek masuk dalam urutan keempat dalam luas lahan pertanian, yaitu seluas 3897.83 ha yang tersebar di tiga kenagarian, yaitu; Kamang Hilia, Kamang

8 Mudiak dan Magek . Dalam tulisan ini yang menjadi lokasi penelitian adalah

  Nagari Kamang Hilia, karena dapat mempermudah penulis dalam pengumpulan data berhubung penulis berasal dari daerah tersebut.

  Dalam dokumen yang dikeluarkan oleh Kantor Wali Nagari Kamang Hilia (2011), luas lahan sawah di Nagari Kamang Hilia adalah 354 Ha yang tersebar di 17 jorong. Dalam pengelolaan padi sawah, petani Nagari Kamang Hilia 6 membentuk sebuah kelompok tani untuk mempermudah mereka dalam 7 8 Lebih jelas dapat dilihat pada

   pengelolaan lahan pertanian sawah. Kelompok tani ini mebantu petani dalam mengorganisir pengelolaan sawah di Nagari Kamang Hilia, seperti; pendistribusian pupuk bersubsidi, pemilihan jenis padi yang akan ditanam, pemberantasan hama, serta pengembangan dalam ilmu pertanian masyarakat mulai dari cara pengelolaan hingga alat yang digunakan agar hasil dari sawah mereka maksimal baik secara kualiatas maupun kuantitas (Ekspose Walinagari Kamang Hilir, 2011).

  Dokumen yang dikeluarkan oleh Kantor Wali Nagari Kamang Hilir (2011) juga menjelaskan bahwa Nagari Kamang Hilir merupakan suatu kenagarian penghasil beras dengan varietas mayoritas padi unggul lokal (98%). Varietas tersebut antara lain : kuriak kusuik (60%) dan padi putiah (40%). Dua jenis padi ini sangat diminati oleh masyarakat karena memiliki berbagai keunggulan. Selain tingginya produktifitas hasil, kualitas berasnya sangat kompetitif pada harga pasar. Pada saat ini, harga kedua beras ini menduduki harga tertinggi dibandingkan dengan harga beras lain yang berasal dari daerah lainnya (Ekspose Walinagari Kamang Hilir, 2011).

  Selain keunggulan padi lokal, petani di Nagari Kamang Magek juga memiliki kiat tersendiri dalam mengatasi hama guna mendapatkan hasil panen

  

  yang maksimal. Dalam wawancara dengan penulis, Bapak Zamzani (10 Januari 2012) mempunyai cara tersendiri dalam penangan hama, yaitu dengan menyampurkan pupuk dengan sedikit belerang dan kapur batus. Belerang dan 9 kapur barus ini berujuan untuk mengurangi serangan hama tikus yang tidak

  

Bapak Zamzani (65 tahun) merupakan seorang petani yang menjadi anggota kelompok tani di Nagari Kamang Hilir. menyukai aromanya. Sedikit porsi belerang dan kapur barus dalam pupuk tidak akan berpengaruh pada kualitas dan kuantitas hasil panen serta keadaan lahan sawah. Untuk hama burung, petani masih menggunakan cara lama; dengan menggunakan pita hitam yang dibentangkan dari sisi sawah ke sisi sawah lainnya, yang bertujuan untuk mengusir burung pemakan padi, dimana menurut beliau burung-burung tersebut merasa takut karena pita tersebut akan meliuk-liuk seperti ular pemangsa burung ketika digoyang oleh angin (Zamzani, wawancara, 10 Januari 2012).

  Selain teknik pengolahan, beberapa alat yang digunakan oleh para petani dalam pengelolaan sawah di Nagari Kamang Hilir sudah mengalami perubahan, mulai dari proses penanaman hingga pengolahan hasil, seperti; dalam membajak sawah yang dulunya menggunakan hewan berupa kerbau, kini telah berubah menggunakan mesin traktor; proses mairiak pelepasan padi dari batang padi; pengupasan kulit padi menjadi beras yang telah menggunakan mesin penggiling

   padi (rice milling ).

  Dari hasil penelitian awal, kearifan lokal yang dipakai oleh petani Kanagarian Kamang Hilir dalam pengelolaan sawah mengalami perubahan.

  Adanya pembentukan kelompok tani dan perkembangan teknologi yang memudahkan mereka dalam bercocok tanam sehingga para petani mulai mengelola lahan secara terorganisir. Perubahan dalam pengelolaan sawah bertujuan untuk mencari hasil yang maksimal demi mempertahankan kehidupan

10 Mesin pengupas kulit padi.

  ekonomi mereka dengan menjaga kelestarian dan meminimalisir kerusakan lahan mereka agar dapat digunakan dalam jangka waktu yang sangat panjang.

1.2 Tinjauan Pustaka

  Kearifan lokal dapat didefenisikan dengan berbagai cara tergantung bagaimana kita melihat kearifan lokal itu sendiri. Para ahli mendefenisiskan kearifan lokal dari berbagai sudut pandang dengan fokus kajian ilmu mereka masing-masing. Sartini (2004:111) menuliskan bahwa dalam pengertian kamus, kearifan lokal (local wisdom) terdiri dari dua kata: kearifan (wisdom) dan lokal (local). Dalam Kamus Inggris Indonesia John M. Echols dan Hassan Syadily,

local berarti setempat, sedangkan wisdom (kearifan) sama dengan kebijaksanaan.

  Secara umum maka local wisdom (kearifan setempat) dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya (Sartini, 2004:111).

  Gobyah (dalam Sartini, 2004:112) mengatakan bahwa kearifan lokal (local

  

genius ) adalah kebenaran yang telah mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah.

  Kearifan lokal merupakan perpaduan antara nilai-nilai suci firman Tuhan dan berbagai nilai yang ada. Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya masyarakat setempat maupun kondisi geografis dalam arti luas. Kearifan lokal merupakan produk budaya masa lalu yang patut secara terus-menerus dijadikan pegangan hidup. Meskipun bernilai lokal tetapi nilai yang terkandung di dalamnya dianggap sangat universal (Sartini, 2004:112).

11 Istilah “ajeg” merujuk pada pengertian stabil, tetap, dan konstan. Dalam Kamus Bahasa Indonesia (1976) disebutkan bahwa “ajeg” atau “ajek” (jawa) bermakna tetap; tidak berubah.

  (sumber :.

  Pendapat lain yang menjelaskan kearifan lokal adalah, Ridwan (2007:2) yang berpendapat bahwa kearifan lokal atau sering disebut local wisdom dapat dipahami sebagai usaha manusia dengan akal budinya (kognisi) untuk bertindak dan bersikap terhadap sesuatu objek atau peristiwa yang terjadi dalam ruang tertentu dengan membangkitkan nilai-nilai daerah untuk kepentingan pembangunan daerah menjadi sangat bermakana bagi perjuangan daerah untuk mencapai prestasi terbaik.

  Setelah melihat beberapa uraian pengertian kearifan lokal di atas, studi ini ingin melihat kearifan lokal petani Nagari Kamang Magek dalam mengelola lahan sawah berupa gagasan-gagasan dan nilai-nilai yang terbentuk sebagai keunggulan budaya demi mencapai hasil yang maksimal dalam pembangunan daerah.

  Berbicara tentang kearifan lokal tidak akan terlepas dari kearifan tradisional yang merupakan bagian dari kearifan lokal. Sardjono (dalam Sinaga, 2010:13), menguraikan kearifan tradisional merupakan pengetahuan kebudayaan yang dimiliki oleh suatu masyarakat tertentu yang mencakup sejumlah pengetahuan kebudayaan yang berkenaan dengan model-model pengelolaan sumberdaya alam secara lestari. Mempelajari kearifan lokal, tidak berarti mengajak kita kembali pada periode jaman batu, akan tetapi hal ini justru penting dalam memahami bagaimana masyarakat lokal memperlakukan sumberdaya alam disekitarnya, serta bagaimana memanfaatkan berbagai hal positif yang terkandung di dalamnya bagi kepentingan generasi di masa mendatang (Sinaga, 2010:13).

  Kearifan Tradisional juga didefinisikan oleh Pattiselanno (2012) mengacu pada aturan, kepercayaan atau tabu yang dikenal masyarakat, maka kearifan tradisional (traditional wisdom) didefinisikan sebagai sistem sosial, politik, budaya, ekonomi dan lingkungan dalam lingkup komunitas lokal. Sifatnya dinamis, berkelanjutan dan dapat diterima. Kearifan tradisional bisa dalam bentuk hukum, pengetahuan, keahlian, nilai dan sistem sosial dan etika yang hidup dan berkembang dari satu generasi ke generasi berikutnya (Pattiselanno, 2012).

  Petani di Kenagarian Kamang Hilia sebagai pemilik kearifan lokal dalam studi ini, memiliki pengetahuan sendiri mengenai kearifan lokal dalam mengelola pertanian padi sawah. Kearifan lokal yang di pakai oleh petani Kenagarian Kamang Hilia memiliki banyak manfaat bagi kehidupan mereka, khususnya dalam bidang pertanian. Dari hasil penelitian pendahuluan yang telah dilakukan, masyarakat yang ada di Kenagarian Kamang Hilia ini, mayoritas hidup dari kegiatan pertanian khususnya padi sawah. Petani Kenagarian Kamang Hilir ini dapat mengelola lahan pertanian dengan menggunakan pengetahuan-pengetahuan lokal mereka, sehingga mereka dapat mengelola lahan pertanian padi sawah dengan baik, seperti mengetahui kapan harus menanan padi dan kapan harus memanennya, kapan serangan hama muncul sehingga mereka dapat mengantisipasinya agar tidak terjadi kegagalan panen, hingga proses pengupasan padi menjadi beras.

  Dari uraian di atas perlu untuk mengetahui apa yang disebut dengan pengetahuan lokal. Noor (2007:4) mengungkapkan bahwa pengetahuan lokal merupakan konsep yang lebih luas merujuk kepada pengetahuan yang dimiliki oleh sekelompok orang yang hidup di wilayah tertentu dalam waktu yang lama. Dalam pendekatan ini, kita tidak perlu tahu bahwa penduduk setempat merupakan penduduk asli atau tidak. Jauh lebih penting adalah bagaimana suatu pandangan masyarakat dalam wilayah tertentu dan bagaimana mereka berinteraksi dengan lingkungannya, bukan apakah mereka itu penduduk asli atau tidak. Hal ini penting dalam usaha mereka memobilisasi pengetahuan mereka untuk merancang intervensi yang lebih tepat guna (Noor, 2007:4).

  Dalam tulisannya tersebut, Noor (2007:4) juga memaparkan tentang pengetahuan tradisional, dimana menurut Johnson (Noor, 2007:4), pengetahuan indeginous adalah sekumpulan pengetahuan yang diciptakan oleh sekelompok masyarakat dari generasi ke generasi yang hidup menyatu dan selaras dengan alam. Pengetahuan seperti ini berkembang dalam ruang lingkup lokal, menyesuaikan dengan kondisi dan keadaan masyarakat yang merupakan hasil kreatifitas dan inovasiatau ujicoba secara terus-menerus dengan melibatkan masukan internal dan pengaruh eksternal dalam usaha untuk menyesuaikaan dengan kondisi baru setempat sehingga indigenous tidak dapat diartikan sebagai pengetahuan kuno, terbelakang, statis atau tidak berubah (Noor, 2007:4).

  Berbicara tentang pengetahuan tentu berkaitan erat dengan teknologi yang digunakan, tidak terkecuali petani di Kenagarian Kamang Hilia dalam mengelola lahan pertanian padi sawah mereka. Teknologi, menurut Djoyohadikusumo (dalam Herufal 2009) berkaitan erat dengan sains (science) dan perekayasaan (engineering). Dengan kata lain, teknologi mengandung dua dimensi, yaitu science dan engineering yang saling berkaitan satu sama lainnya, dimana sains mengacu pada pemahaman kita tentang dunia nyata sekitar kita, artinya mengenai ciri-ciri dasar pada dimensi ruang, tentang materi dan energi dalam interaksinya satu terhadap lainnya (dalam Herufal 2009).

  Teknologi menurut Gorokhov (dalam Herufal 2009) memiliki tiga makna prinsip, yaitu; (1) teknologi (secara teknis) sebagai agrerat dari semua artifak- artifak manusia yang dipergunakan, mulai dari perkakas sampai dengan sistem teknologis kompleks yang berskala besar; (2) teknologi sebagai agregat dari seluruh aktivitas teknis, penemuan yang bersifat invention (penciptaan) dan discovery (penemuan), riset dan pengembangan, dan tahapan-tahapan dalam penciptaan teknologis yang berhasil, serta penyebarannya ke masyarakat secara luas; dan (3) teknologi sebagai agregat dari keseluruhan pengetahuan teknis, mulai dari teknik yang sangat khusus dan praktik-praktiknya sampai pada sistem teknologis-saintifik teoretis termasuk pengetahuan mengenai perekayasaan (engineering knowlodge) dan know-how- nya. Dengan demikian, Gorokhov mendefinisikan teknologi sebagai studi mengenai hubungan antara umat manusia dan dunia yang dimanifestasikan dalam pandangan teknologis dunia, studi mengenai fenomena teknologis sebagai keseluruhan, menempatkan teknologi dalam perkembangan masyarakat sebagai keseluruhan (dan bukan hanya perkembangan teknologi yang terisolasi), dan dalam dimensi historis, antara restrospektif dan prospektif (dalam Herufal, 2009).

  Selanjutnya, dari buku yang ditulis oleh Heidegger berjudul The Question

  

Technology (dalam Wattimena, 2012) mencatat bahwa, Heidegger hendak

  memahami esensi dari teknologi modern yang dalam artinya kita harus membedekan teknologi tradisional dengan teknologi modern, sebagai contoh adalah petani. Heidegger mengambarkan pola yang terjadi dalam teknologi tradisional seperti, seorang petani memiliki hubungan batin dengan tanahnya, dimana petani memperlakukan tanah dengan rasa hormat dengan merawat, menyiram, memupuk, dan mengemburkannya hingga waktu panen tiba (dalam Wattimena 2012). Sementara dalam teknologi modern Heidegger menjelaskan manusia yang memperlakukan alam tidak dengan rasa hormat, melainkan hanya sebagai objek untuk diperas hasilnya demi kepentingan manusia itu sendiri (dalam Wattimena, 2012).

  Konsep teknologi tradisional juga diuraikan oleh Honigmann (dalam Koentjaraningrat, 1997;23), bahwa teknologi itu merupakan: "….segala tindakan baku dengan apa manusia merobah alam, termasuk badannya sendiri atau badan orang lain...”, maka teknologi bisa diartikan sebagai cara manusia membuat, memakai, dan memelihara seluruh peralatannya, serta cara manusia bertindak dalam keseluruhan hidupnya.

  Secara khusus Mangunwidjaja dan Sailah (2009) menyatakan teknologi pertanian itu sebagai penerapan prinsip-prinsip matematika dan ilmu pengetahuan alam dalam rangka pendayagunaan secara ekonomis sumberdaya pertanian dan sumberdaya alam untuk kesejahteraan manusia. Selanjutnya Mangunwidjaja dan Sailah mengutarakan bahwa objek formal dalam ilmu pertanian budidaya reproduksi berada dalam fokus budidaya, pemeliharaan, pemungutan hasil dari flora dan fauna, peningkatan mutu hasil panen yang diperoleh, penanganan, pengolahan dan pengamanan serta pemasaran hasil (Mangunwidjaja dan Sailah, 2009).

  Winarto (dalam Praha (ed), 2007), menginformaskan bahwa petani di Kabupaten Indramayu memiliki nilai-nilai kemandirian dalam pemulian tanaman. Petani di sini memiliki pengetahuan-pengetahuan lokal dalam mengelola lahan pertanian, tetapi tidak menutup diri untuk mempelajari pengetahuan dari teknologi baru yang berkembang dalam pertanian untuk digabungkan dalam pengelolaan lahan pertanian guna mendapatkan hasil yang maksimal (Winarto dalam Praha, 2007).

  Pemanfaatan sawah dari sudut pandang petani di Kenagari Kamang Hilir dengan mempertahankan kearifan lokal dan menggunakan teknologi yang berkembang dalam bidang pertanian merupakan kerangka acuan yang penting dalam mengelola lahan pertanian padi sawah, dimana dapat dilihat dari perilaku mereka sehari-hari terhadap lahan pertanian padi sawah yang didasari oleh pengetahuan mereka atas lingkungannya berupa ekosistem sawah.

  Secara sederhana, ekosistem bisa diartikan sebagai tempat tinggal makhluk hidup. Ekosistem berhubungan erat dengan populasi, serta spesies yang saling berhubungan didalamnya. Ekosistem merupakan seubuah sistem ekologi yang terbentuk sebagai akibat dari hubungan timbal balik antara makhluk hidup (biotik) dengan makhluk tidak hidup (abiotik). Meurut UU NO. 23 TAHUN 1997, Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam bentuk keseimbangan, stabilitas, dan

   produktivitas lingkungan hidup .

  Abstraksi tentang Ekosistem Sawah oleh Prof.Dr.Ir. Soemarno MS, Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbale balik tak terpisahkan antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem 12 juga bisa dikatakan suatu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara

   segenap unsur lingkungan hidup yang saling mempengaruhi (dalam abstraksi

   Prof.Dr.Ir. Soemarno MS tentang Ekosistem Sawah) .

  Konsep-konsep yang telah diuraikan di atas telah menjelaskan bahwa kearifan lokal tersebut merupakan gagasan-gagasan, ide-ide, pengetahuan yang mengacu kepada aturan-aturan, kepercayaan bahkan dianggap tabu yang bersifat dinamis dan terletak dalam pikiran masyarakat setempat. Tulisan ini ditujukan untuk melihat kearifan lokal yang ada pada petani Nagari Kamang Hilia dalam pengelolaan lahan pertanian sawah, oleh karena itu penelitian dilakukan dengan pendekatan kognitif.

  Spradley (1997) menjelaskan lebih lanjut bahwa kebudayaan berada dalam pikiran (mind) manusia yang didapatkan dengan proses belajar dan menggunakan budaya tersebut dalam aktivitas sehari-hari. Proses belajar tersebut menghasilkan pengetahuan-pengetahuan yang berasal dari pengalaman-pengalaman individu atau masyarakat yang pada akhirnya fenomena tersebut terorganisasi di dalam pikiran individu sebagai anggota dalam masyarakat. Sehingga untuk mengetahui dan mendeskripsikan pola yang ada dalam pikiran manusia itu adalah khas, yaitu

   melalui metode folk taksonomi .

  Melalui metode folk taksonomi, tulisan ini akan melihat kearifan lokal yang ada pada petani Kamang Hilia dalam mengelola pertanian sawah mereka.

  Petani berusaha menyesuaikan kearifan lokal yang mereka miliki dengan perkembangan pertanian sekarang. Beberapa kearifan yang dimiliki tidak 13 digunakan lagi dan beberapa masih dipertahankan dan disesuaikan dengan 14 Data bias dilihat di marno.lecture.ub.ac.id/files/2011/12/EKOSISTEM-SAWAH.pdf

Folk taksonomi adalah sebuah metode yang ada dalam penulisan etnografi untuk membedah dan

  

mengeluarkan “isi kepala” manusia dengan cara mengelompokkan macam-macam informasi

yang didapat dari hasil wawancara. Pengelompokan biasanya dilakukan dari sisi bahasa lokal karena dalam bahasa tersebut terdapat suatu kearifan tradisional yang tidak semua orang tahu. perkembangan pertanian termasuk hal-hal yang mereka anggap tabu atau berkaitan dengan kepercayaan masyarakat setempat, seperti yang telah dijelaskan oleh sartini (2004).

  Penggunaan bahasa atau istilah yang dipakai oleh petani perlu juga untuk dikaji karena ikut mempengaruhi presepsi orang yang menggunakannya (Kadir, 2005). Begitu pula dengan tulisan ini yang akan melihat pehaman kepada istilah-

  

  istilah yang digunakan terhadap benda-benda, mantra-mantra, dan sesajen dalam kegiatan pertanian petani di Kenagarian Kamang Magek.

  Kegiatan pertanian tidak akan lepas dari alat atau teknologi yang digunakan dalam mempermudah pelaksanaan kegiatan pertanian. seperti yang telah didefenisikan oleh Gorokhov (dalam Herufal, 2009), dalam tulisan ini peneliti akan mengulas alat-alat dan teknologi modern maupun tradisional yang digunakan oleh petani menurut pemahaman terhadap kegunaannya oleh petani Kamang Hilia.

1.3 Rumusan Masalah

  Masalah dalam penelitian ini mengenai kearifan lokal petani di Nagari Kamang Hilir Kecamatan Kamang Magek Kabupaten Agam Sumatera Barat dalam mengelola lahan pertanian padi sawahnya. Sehingga yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini adalah :

15 Sesajen merupakan warisan budaya Hindu dan Budha yang biasa dilakukan untuk memuja para

  

dewa, roh tertentu atau penunggu tempat (pohon, batu, persimpangan) dan lain-lain yang mereka

yakini dapat mendatangkan keberuntungan dan menolak kesialan. sesajen mengandung arti

pemberian sesajian-sesajian sebagai tanda penghormatan atau rasa syukur terhadap semua yang

terjadi dimasyarakat sesuai bisikan ghaib yang berasal dari paranormal atau tetuah-tetuah.

1. Apa saja kearifan lokal yang masih dan tidak dipertahankan oleh petani

  Kenagarian Kamang Hilia dalam pengelolaan padi sawah, serta mengapa itu masih dan tidak dipertahankan?

  2. Apa saja yang dianggap tabu oleh petani dalam pengelolaan padi sawah, baik yang masih dipertahankan, dihilangkan, atau disesuaikan dengan perkembangan dalam kehidupan petani.

  3. Apa saja teknologi tradisional dan teknologi baru dalam pertanian padi sawah yang digunakan oleh petani?

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

  Dari pemaparan di atas, penelitian ini dilakukan bertujuan untuk : 1. Mendiskripsikan kearifan lokal petani di Kenagarian Kamang Hilia dalam pengelolaan padi sawah.

  2. Mendeskripsikan hal-hal yang dianggap tabu dalam pengelolaan lahan pertanian padi sawah.

  3. Mendeskripsikan teknologi tradisional dan teknologi baru yang digunakan oleh petani dalam mengelolala pertanian.

  Manfaat yang akan dicapai apabila tujuan penelitian ini berjalan dengan lancar adalah:

  1. Akademis Menambah bahan bacaan dan studi kepustakaan sebagai informasi dalam perkembangan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan pertanian padi sawah khususnya dari sudut pandang ilmu Antropologi yang merupakan fokus kajian peneliti.

2. Praktis

  Meperkenalkan kepada praktisi-praktisi yang berhubungan dengan bidang pertanian bahwa Indonesia masih memiliki keragaman budaya dalam kearifan lokal terhadap pengelolaan lahan pertanian. Selain itu untuk mempermudah pemerintah melakukan pendeketan kepada petani dalam mensosialisasikan perkembangan teknologi dalam pengelolaan padi sawah untuk mencapai hasil yang maksimal.

1.5 Metode Penelitian

  Tipe penelitian ini bersifat deskriptif yang berusaha mengumpulkan data kualitatif sebanyak mungkin yang merupakan data utama untuk menjelaskan permasalahan yang akan dibahas nantinya. Untuk mencapai sasaran yang akan dituju guna menggambarkan tentang konsep kearifan lokal pada petani Nagari Kamang Hilir dalam mengelola lahan pertanian sawah.

  Teknik pengumpulan data dilaksanakan menggunakan teknik observasi, dan indepth interview. Pengumpulan data dalam penelitian ini dengan cara sebagai berikut: a.

  Observasi (Pengamatan) Observasi juga merupakan salah satu metode yang saya terapkan dalam mengumpulkan data untuk membuat tulisan ini. Observasi yang saya gunakan

  

  yaitu observasi partisipasi (participant observer) . Obserasi diganakan dalam memantau kegiatan petani Kamang Hilir mulai dari penggarapan lahan, proses 16 penanaman, pemeliharaan tanaman, hingga proses panen dan penyaluran hasil

  

Observasi partisipasi yang dimaksud adalah pengumpulan data melalui observasi terhadap objek

pengamatan dengan langsung hidup bersama, merasakan serta berada dalam aktifitas kehidupan

objek pengamatan. Dengan demikian, pengamat betul-betul menyelami kehidupan objek

pengamatan dan bahkan tidak jarang pengamat kemudian mengambil bagian dalam kehidupan mereka (Bungin, 2008:116). panen. Dalam penelitian ini dilakukan observasi partisipasi, dimana peneliti ikut terlibat langsung dalam kegiatan petani. Ketika melakukan observasi partisipasi, peneliti ikut serta sebagai pelaku kegiatan seperti layaknya petani. Peneliti mengikuti setiap kegiatan pertanian, mulai dari pengelolaan bibit, hingga pengelolaan padi menjadi beras. Ketika melakukan observasi, peneliti merasa sangat terbantu karena keterlibatan peneliti disambut dengan baik oleh petani.

  Sehingga dalam pengumpulan data, peneliti tidak begitu mengalami kesulitan.

  b.

  Wawancara

   Peneliti menggunakan teknik wawancara untuk mendapatkan data dari

  informan. Wawancara digunakan untuk memperoleh data mengenai konsep kearifan lokal petani Nagari Kamang Hilir dalam mengelola lahan pertanian sawah dengan berpedoman kepada interview guide sebagai bahan acuannya.

  

Interview guide berpedoman kepada pertanyaan penelitian, yaitu mempertanyakan

  bentuk dari kearifan lokal petani dalam mengelola lahan pertanian, seperti : gagasan-gasan atau ide-ide apa saja yang dipraktekan oleh petani dalam pengelolaan pertanian sawah; hal apa saja yang dianggap tabu sehingga masih dilakukakan oleh petani; dan apa saja teknologi yang dipakai dalam mengelola pertanian. Berhubung peneliti merupakan penduduk asli lokasi penelitian, hal ini mempermudah proses pendekatan dan menjalin hubungan yang baik (rapport )

   17 dalam mewawancarai Informan .

  

Wawancara merupakan proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara

Tanya jawab, sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang

diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara, di mana

pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama (Burhan Bungin,

18 2008).

  

Informan adalah orang yang diwawancarai, dimintai informasi oleh pewawancara. Informan

adalah orang yang diperkirakan menguasai dan memahami data, informasi, ataupun fakta dari

objek penelitian (Burhan Bungin, 2008).

  Sebelum peneliti melakukan wawancara maka peneliti terlebih dahulu mencari beberapa informan sebagai sumber data. Semua petani bisa dijadikan

  

  informan, tetapi dibutuhkan beberapa informan kunci guna mendapatkan data yang sesuai dengan tujuan penelitian. Informan kunci yang dipilih merupakan petani yang sudah lama terlibat dan masih aktif dalam mengelola lahan pertanian. Hal ini bertujuan agar mendapatkan data yang maksimal karena informan mengetahui bagaimana keaadan pertanian dahulunya hingga keaadaan pertanian sekarang di Nagari Kamang Magek.

  Ketika melakukan wawancara, peneliti merasa terbantu karena terdapat kesamaan bahasa antara peneliti dengan informan. Peneliti tidak begitu kesulitan dalam mencari informan yang akan diwawancarai karena hampir semua masyarakat di Nagari Kamang Hilia merupakan petani padi sawah. Melalui perbincangan-perbincangan awal, petani yang dijadikan informan awal menuntun peneliti untuk menentukan informan kunci. Dimana, informan awal, memberitahukan siapa saja petani yang tergolong telah lama melakukan pengelolaan pertanaian dan mengetahui tradisi-tradisi yang dalam pertanian.

  Hanya saja petani mengalami kesulitan ketika memahami istilah-istilah yang diungkapkan oleh para informan.

  Untuk melengkapi data yang diperoleh dari lapangan, peneliti akan mencari data kepustakaan yang terkait dengan masalah penelitian berupa buku- buku, majalah, surat kabar dan tulisan-tulisan lainnya termasuk tulisan dari 19 media elektronik untuk menambah pemahaman penulis terhadap permasalahan

  

informan kunci yang baik adalah informan yang mudah untuk dimintai informasi

(diwawancarai), memahami informasi yang dibutuhkan peneliti dan dapat menjalin kerja sama yang baik dengan peneliti (Bernard, 1994:165). yang akan diteliti. Selain data kepustakaan, peneliti juga akan menggunakan dokumentasi visual untuk melengkapi data dari hasil observasi dan wawancara.

  Selanjutnya peneliti akan melakukan analisis data, dimana menurut Suwardi Endraswara, terdapat 3 cara yang harus dicermati ketika mengadakan kategorisasi dan analisa, yaitu: (1) Peneliti harus memperhatikan istilah-istilah khusus dari informan. Istilah tersebut harus terpampang dalam klasifikasi; (2) Peneliti harus berusaha mendeskripsikan atau melukiskan aturan-aturan budaya yang digunakan oleh informan. Aturan tersebut diklasifikasikan, sehingga tampak jelas penggunaannya dalam interaksi budaya; (3) Peneliti juga harus berusaha menemukan tema-tema budaya dari klasifikasi istilah dan aturan tadi (Endaswara, 2006).

  Mengacu pada pendapat Suwardi (dalam Endaswara, 2006), maka pada tahap analisis data, peneliti akan memeriksa ulang data untuk melihat kelengkapan data. Data yang diperoleh dari lapangan akan dianalisis secara kualitatif dan disusun sesuai dengan kategori-kategori tertentu sebagaimana yang dikemukakan oleh informan. Kemudian dilakukan penganalisaan hubungan dari setiap bagian yang telah disusun untuk memudahkan saat mendeskripsikannya. Kesimpulan diambil berdasarkan hasil analisa data dan telaah pustaka yang disesuaikan dengan tujuan dari penulisan.

Dokumen yang terkait

Perkembangan Syarat Menggadai Tanah Harta Pusaka Tinggi Dalam Masyarakat Adat Minangkabau Di Kabupaten Agam Nagari Kamang Mudiak

6 119 155

Kearifan Lokal Petani Dalam Pengelolaan Sawah Di Nagari Kamang Hilir Kecamatan Kamang Magek Kabupaten Agam Sumatera Barat

14 93 191

Ukuran Populasi Efektif, Ukuran Populasi Aktual dan Laju Inbreeding Per Generasi Itik Lokal di Kecamatan Tilatang Kamang Kabupaten Agam Effective Population Size, Actual Population Size and Inbreeding Rate of Local Duck at Tilatang Kamang Distric, Agam Re

0 5 5

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Petani Nilam (Studi Deskriptif Terhadap Pengetahuan Petani Dalam Budidaya Tanaman Nilam Di Kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe Kabupaten Pakpak Bharat)

0 0 21

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Konflik Elit Lokal Dalam Pemekaran Kecamatan Blang Jerango di Kabupaten Gayo Lues

0 0 8

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Studi Tentang Pengelolaan Wakaf Tunai pada LAZISWA Muhammadiyah Sumatera Utara

0 0 8

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pemertahanan Bahasa Batak Toba Di Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir

0 0 8

BAB II PELAKSANAAN GADAI TANAH HARTA PUSAKA TINGGI DI NAGARI KAMANG MUDIAK A. Gambaran Singkat Nagari Kamang Mudiak - Perkembangan Syarat Menggadai Tanah Harta Pusaka Tinggi Dalam Masyarakat Adat Minangkabau Di Kabupaten Agam Nagari Kamang Mudiak

0 1 51

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Perkembangan Syarat Menggadai Tanah Harta Pusaka Tinggi Dalam Masyarakat Adat Minangkabau Di Kabupaten Agam Nagari Kamang Mudiak

0 0 29

BAB II GAMBARAN UMUM NAGARI KAMANG HILIA 2.1. Identifikasi Nagari Kamang Hilia 2.1.2. Letak dan Akses Menuju Nagari Kamang Hilia - Kearifan Lokal Petani Dalam Pengelolaan Sawah Di Nagari Kamang Hilir Kecamatan Kamang Magek Kabupaten Agam Sumatera Barat

0 2 49