Kearifan Lokal Petani Dalam Pengelolaan Sawah Di Nagari Kamang Hilir Kecamatan Kamang Magek Kabupaten Agam Sumatera Barat

(1)

KEARIFAN LOKAL PETANI DALAM PENGELOLAAN

SAWAH DI NAGARI KAMANG HILIR KECAMATAN

KAMANG MAGEK KABUPATEN AGAM

SUMATERA BARAT

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Antropologi Sosial

Oleh :

BADAI ADRA SIKUMBANG 060905012

DEPARTEMEN ANTROPOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMUSOSIAL DAN ILMU POLITIK

PERNYATAAN

Kearifan Lokal Dalam Pengelolaan Padi Sawah di Nagari Kamang Hilia Kecamatan Kamang Magek

Kabupaten Agam Sumatera Barat

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti lain atau tidak seperti yang saya nyatakan di sini, saya bersedia diproses secara hukum dan siap menanggalkan gelar kesarjanaan saya.

Medan, 1 Februari 2013


(3)

ABSTRAK

Kearifan Lokal Dalam Pengelolaan Padi Sawah di Nagari Kamang Hilia Kecamatan Kamang Magek Kabupaten Agam Sumatera Barat (Badai Adra

Sikumbang, 2013). Skripsi ini terdiri dari 5 (lima) bab, 157 halaman, 21 daftar pustaka (buku) dan 9 artikel (internet), 6 tabel, 10 box, dan 17 foto

penelitian.

Tulisan ini membahas tentang kearifan lokal dalam pengelolaan padi sawah di Nagari Kamang Hilir. Penelitian ini melihat kearifan lokal yang masih dipertahankan dan tidak dipertahankan lagi oleh petani dalam pengelolaan padi sawah. Selanjutnya penelitian ini juga melihat kepercayaan yang dianggap tabu oleh petani dalam pengelolaan padi sawah di Nagari Kamang Hilia.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah bentuk kualitatif dengan pendekatan kognitif dengan sistem pengklasifikasian (folk taxonomi) secara emic view. Dalam pengumpulan data peneliti menggunakan teknik observasi partisipasi, dimana peneliti mengikuti segala kegiatan petani di sawah untuk mengamati kearifan lokal dan kepercayaan petani ketika mengelola padi sawah di Nagari Kamang Hilia. Wawancara dilakukan kepada petani di Nagari Kamang Hilia khususnya kepada informan kunci mengenai kearifan lokal yang masih dipertahankan, kearifan lokal yang tidak dipertahankan lagi, dan berbagai kepercayaan yang ada dalam pengelolaan padi sawah. Dalam menentukan informan kunci, peneliti memilih petani yang telah lama dan mengetahui bagaimana petani di Nagari Kamang Hilia mengelolaa padi sawah dari dahulunya hingga sekarang. Ketika memilih petani yang memenuhi kriteria sebagai informan kunci, peneliti banyak dibantu dan diarahkan oleh petani yang ada di Nagari Kamang Hilia. Petani memberitahukan siapa saja petani yang telah lama mengelola padi sawah dan mengetahui makna yang terkandung dalam kepercayaan-kepercayaan yang ada dalam pengelolaan padi sawah. Kemudian peneliti juga menggunakan studi literatur dalam melengkapi data skunder. Data yang terkumpul kemudian dianalisis secara emic view serta mengklasifikasikannya sesuai dengan permasalahan penelitian.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa, dalam pengelolaan padi sawah di Nagari Kamang Hilia terdapat beberapa kearifan lokal yang masih dipertahankan berupa; sawah pusako, manggadaian sawah, sawah basaduoaan, irigasi tali banda, dan tanam sarantak. Namun, terdapat pula kearifan lokal yang tidak dipertahankan lagi oleh petani di Nagari Kamang Hilia berupa bajulo-julo dalam pengelolaan padi sawah. Selanjutnya terdapat kepercayaan mengenai hal-hal yang dianggap tabu oleh petani dalam mengelola padi sawah, yaitu sati. Kepercayaan mengenai sati dikaitkan petani kepada pantangan-pantangan berupa; tampek nan sati, padusi kumuah, dan makan di dapua. Untuk sekarang ini, kepercayaan mengenai sati telah mengalami perubahan makna dalam pertanian padi sawah di Nagari Kamang Hilia.


(4)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat serta kasih dan karuniaNya saya dapat menyelesaikan skripsi saya yang berjudul “Kearifan Lokal Dalam Pengelolaan Padi Sawah Di Nagari Kamang Hilia Kecamatan Kamang Magek Kabupaten Agam Sumatera Barat”.

Dalam kesempatan ini, saya ingin menyampaikan terima kasih yang tulus kepada berbagai pihak, di antaranya kepada Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, kepada Bapak Dr. Fikarwin Zuska, selaku Ketua Departemen Antropologi Sosial FISIP USU dan juga sebegai dosen yang sangat banyak memberi ilmu pengetahuan kepada saya pada saat perkuliahan. Kepada Bapak Drs. Agustrisno, M.SP. selaku Sekretaris Departemen Antropologi FISIP USU, terima kasih atas didikannya selama ini. Terkhusus buat Ibu Dra. Sri Alem Br. Sembiring, M.Si. selaku Dosen Pembimbing skripsi dan dosen pembimbing wali saya yang selalu memberi masukan, saran, pengetahuan baik formal maupun non-formal sehingga skripsi ini bisa selesai. Tidak ada kata yang bisa saya ucapkan selain ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu Dra. Sri Alem Br. Sembiring, M.Si. atas bekal ilmu yang sangat berharga yang Ibu berikan kepada saya, semoga apa yang telah Ibu berikan kepada saya akan mendapat balasan yang jauh lebih besar dari Tuhan. Kepada seluruh Dosen dan staf pegawai di Antropologi FISIP USU, saya ucapkan terima kasih sebesar-besarnya atas didikan dan bantuannya selama saya mengikuti perkuliahan di Departemen Antropologi FISIP USU.

Kepada kedua orang tua yang saya sayangi Ayahanda Adri dan Ibunda Rahmi yang sangat saya kagumi, “maaf harus menunggu lama untuk melihat saya menyelesaikan studi”. Terima kasih atas kesabaran, kasih sayang, support dan masukan serta materi. Terima Kasih Kepada seluruh keluarga yang selalu memberikan motivasi dan dukungan kepada saya untuk menyelesaikan perkuliahan. Terima Kasih Kepada “Adek” Fitri Yusnita SKM, yang selalu hadir dan memberikan berbagai bentuk dukungan kepada saya dalam menjalani kehidupan ini, “makasih yo dek”.


(5)

Kepada sahabat-sahabat saya, Firman Januari T, Rikky E. Syahputra, Wilfrid Syahputra S, M. Ziad Ananta, Denny N. Silaen, Elmanuala Pasaribu, Oemar Abdillah, Charles Gultom, Daniely Aroz, Hemalea, Heksanta, Desy Zulfiani, Sri Novika, Erika, Helena, Rebecca dan lainnya yang tidak bisa saya tuliskan satu per satu.

Kepada sahabat saya Edo Febrian, ST, Hafizh Er-Razaq, S.Sos, Jefri Rahmadinata , ST, Leo Furqan, ST, dan teman-teman IMIB lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu, yang selalu mengingatkan saya untuk menyelesaikan skripsi ini, saya ucapkan terima kasih banyak, semoga Tuhan akan membalas semua kebaikanmu.

Kepada seluruh petani yang ada di Nagari Kamang Hilia yang telah memberikan berbagai informasi dalam memenuhi data skripsi yang saya perlukan. Kepada Bapak Zamzani, Bapak Kayo, Ibuk Asnidar, Ibuk Eli Murti, Ibu Rahmi (mama saya), Ibuk Ta, dan Bapak Syaiful yang telah mau berbagi pengalaman dan informasi mengenai berbagai kegiatan pertanian padi sawah di Nagari Kamang Hilia.

Terima kasih kepada sahabat dari Guild Pandeka Antlatica Online Indonesia, da Rafit (andesja) Piliang, ST, da Coy (Semoet Merah), bg uney (Roonny), “ayah” (BARBARIAN), bg Ardin (Manuters), “Pak Nomor” (357ry), “Cubay” (kapuyuak), Pai (Nounadth), Irul (Irooel), ilham (b4chol), yang telah memberi dukungan dan berbagi canda tawa di “dunia lain” kita, \sw\hit\hit\bow\thank.

Akhir kata saya mengucapkan banyak terima kasih kepada semua orang yang telah membantu saya dalam mengerjakan skripsi ini. Saya telah banyak belajar mengenai arti kehidupan dari orang-orang yang telah membantu saya selama ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi yang membacanya, khususnya bagi disiplin ilmu Antropologi FISIP USU.


(6)

RIWAYAT HIDUP

Badai Adra Sikumbang, lahir pada tanggal 24 Agustus 1987 di Pontianak, Kalimantan Barat. Beragama Islam, anak pertama dari enam bersaudara dari pasangan Ayahanda Adri dan Ibunda Rahmi.

Riwayat Pendidikan formal penulis: TK Aisyah Ampang, SD Negeri 29 Tangah Kamang Hilia (1993-1999), Pesantren Terpadu Serambi Mekkah Padang Panjang (1999-2002), MTSN Bukareh Tilatang Kamang (2002-2003), SMA 1 Kamang Magek (2003-2006), Antropologi Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara (2006-2012).

Riwayat Organisasi: Panitia Inisiasi Antropologi FISIP USU tahun 2008, Anggota Departemen Minat dan Bakat IMIB USU Periode 2008-2009. Remaja Masjid Wustha Kamang Hilia tahun 2003-2004).

Kegiatan Seminar: Panitia Seminar LINUX “Linux : Alternative Operating System” November 2008.


(7)

KATA PENGANTAR

Skripsi ini merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan studi di Departemen Antropologi Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara, Medan. Untuk memenuhi persyaratan tersebut saya telah menyusun sebuah skripsi dengan judul “Kearifan Lokal Dalam Pengelolaan Padi Sawah Di Nagari Kamang Hilia Kecamatan Kamang Magek Kabupaten Agam Sumatera Barat”.

Ketertarikan untuk menulis tentang Kearifan Lokal Dalam Pengelolaan Padi Sawah Di Nagari Kamang Hilia Kecamatan Kamang Magek Kabupaten Agam Sumatera Barat karena saya melihat adanya pengetahuan-pengetahuan lokal petani dalam mengelola lahan pertanian padi sawah. Di mana, tanaman padi sawah dari dulunya merupakan komuditi utama di nagari ini yang masih dipertahankan hingga sekarang. Bertahannya tanaman padi sawah di nagari ini tidak terlepas dari nilai-nilai yang ada pada kebijakan-kebijakan petani dalam menentukan berbagai usaha dalam pengelolaan padi sawah. Hal lain yang membuat ketertarikan penulis adalah di mana berbagai nilai yang terkandung dalam pengetahuan lokal petani tersebut mampu disesuaikan dengan perkembangan teknologi dan perubahan alam, sehingga diharapkan nantinya akan menjadi kearifan lokal.

Dalam skripsi ini, saya menulis pengetahuan-pengetahuan petani dalam pengelolaan padi sawah, nilai-nilai yang terkandung didalam kegiatan pengelolaan pertanian padi sawah, bagaimana awal-mulanya pengelolaan padi sawah dan bagaimana perkembangannya, hingga bisa menjadi seperti sekarang ini. Dalam melihat kearifan local petani dalam pengelolaan padi sawah, saya menggunakan


(8)

“kaca mata” antropologi untuk melihat nilai-nilai yang terkandung dalam kearifan local tersebut dan mengklasifikasikannya ke dalam beberapa bagian.

Dengan demikian skripsi ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan tentang pertanian padi sawah khususnya mengenai kearifan lokal dalam pengelolaan padi sawah dan membuka wawasan pembaca mengenai permasalahan serupa yang ada di daerah lain.

Akhir kata saya berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Saya menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan kemampuan, pengetahuan, materi dan pengalaman saya. Sebagai penulis skripsi ini, saya dengan tidak mengurangi rasa hormat, mengharapkan kritik dan saran maupun sumbangan pemikiran yang bersifat membangun dari berbagai pihak untuk menyempurnakan skripsi ini.

Medan, 1 Februari 2013 Penulis


(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN ... HALAMAN PENGESAHAN ...

PERNYATAAN ORIGINALITAS ... i

ABSTRAK ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL DAN BOX ... x

DAFTAR FOTO ... xi

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.2 Tinjauan Pustaka ... 7

1.3 Rumusan Masalah ... 15

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 15

1.5 Metode Penelitian ... 16

BAB II GAMBARAN UMUM NAGARI KAMANG HILIA ... 20

2.1 Identifikasi Nagari Kamang Hilia ... 20

2.1.1 Letak dan Akses Menuju Nagari Kamang Hilia ... 20

2.1.2 Sejarah Lokasi Penelitian ... 25

2.1.3 Keadaan PendudukNagari Kamang Hilia ... 31

2.2 Tata Ruang Desa Nagari Kamang Hilia ... 38

2.3 Tata Ruang Pertanian ... 40

2.4 Sejarah Pertanian ... 42

2.4.1 Zaman Nenek Moyang ... 42

2.4.2 Zaman Penjajahan ... 46

2.4.3 Zaman Kemerdekaan Hingga Sekarang ... 47

2.5 Sarana Prasarana di Nagari Kamang Hilia ... 53

2.6 Organisasi dan Kelembagaan Nagari Kamang Hilia ... 56

2.6.1 Kelompok Usaha Masyarakat ... 56

2.6.2 Organisasi Keagamaan ... 59

2.6.3 Organisasi Adat ... 60

BAB III PENGETAHUAN LOKAL PETANI TERHADAP EKOSISTEM DAN PENGELOLAAN SAWAH... 65

3.1 Pengetahuan Lokal Petani Mengenai Musim ... 65

3.1.1 Perubahan Musim... 65

3.1.2 Musim Pahujan ... 67

3.1.3 Musim Paneh ... 72

3.1.4 Musim Peralihan ... 76

3.2 Pengetahuan Lokal Petani Mengenai Tanah ... 79


(10)

3.2.2 Tanah Pada Lahan Padi Sawah ... 83

3.3 Pengetahuan Lokal Petani Mengenai Sumber Air ... 86

3.4 Pengetahuan Lokal Petani Mengenai Padi Sawah ... 88

3.4.1 Pengertian Sawah Menurut Petani... 88

3.4.2 Jenis Sawah Menurut Petani ... 89

3.4.3 Pengetahuan Petani Mengenai Tanaman Padi ... 90

3.5 Pengetahuan Lokal Petani Dalam Pengelolaan Padi Sawah ... 94

3.5.1 Pengelolaan Irigasi ... 94

3.5.2 Pengelolaan Bibit... 105

3.5.3 Penanaman Padi ... 110

3.5.4 Memanen Padi ... 113

3.5.5 Pengetahuan Petani Mengenai Hama dan Penyakit Padi... 121

BAB IV KEARIFAN LOKAL DALAM PERTANIAN PADI SAWAH DI NAGARI KAMANG HILIA ... 128

4.1 Kearifan Lokal yang Masih Dipertahankan ... 128

4.1.1 Status Kepemilikin Sawah ... 128

4.1.2 Banda Sawah Dalam Pengelolaan Padi Sawah ... 137

4.1.3 Mananam Sarantak ... 140

4.2 Kearifan Lokal yang Sudah Hilang ... 144

4.2.1 Bentuk Tradisi Bajulo-Julo Dalam Pengelolaan Sawah ... 144

4.2.2 Hilangnya Tradisi Bajulo-Julo Dalam Pengelolaan Sawah ... 147

4.3 Hal-Hal yang Dianggap Tabu Dalam Pertanian Padi Sawah ... 149

4.3.1 Tampek Nan Sati ... 150

4.3.2 Padusi Kumuah ... 152

4.3.3 Makan di Dapua ... 155

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 158

5.1 Kesimpulan ... 158

5.2 Saran ... 160

DAFTAR PUSTAKA ... 162 LAMPIRAN:

 Surat Keterangan Melakukan Penelitian dari Nagari Kamang Hilia


(11)

DAFTAR TABEL dan BOX

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Data Jumlah Penduduk Nagari Kamang Hilia ... 31

Tabel 2.2 Jenis tanaman di Nagari Kamang Hilia Zaman Nenek Moyang ... 46

Tabel 2.3 Jenis tanaman di Nagari Kamang Hilia Zaman Penjajahan ... 47

Tabel 2.4 Jenis tanaman di Nagari Kamang Hilia Pada Era Kemerdekaan Hingga Sekarang ... 52

Tabel 2.5 Data Guru dan Murid SD di Nagari Kamang Hilia ... 54

Tabel 2.6 Data Kelompok Usaha Nagari ... 56

DAFTAR BOX Box 2.1 Nilai Sejarah Pada Daerah Perbukitan di Nagari Kamang Hilia ... 21

Box 2.2 Jembatan di Nagari Kamang Hilia ... 22

Box 2.3 Jalur Angkot Menuju Nagari Kamang Hilia ... 24

Box 2.4 Sejarah Nagari Kamang ... 26

Box 2.5 Kebijakan Belanda Terhadap Nagari Kamang Tahun 1833 ... 28

Box 2.6 Kondisi Pasar Tradisional di Nagari Kamang Hilia ... 35

Box 2.7 Suku-Suku Pada Masyarakat Nagari Kamang Hilia ... 36

Box 2.8 Pengetahuan Petani Nagari Kamang Hilia Dalam Memperkirakan Hasil Panen ... 50

Box 3.1 Tanaman Jilatang dan Keladi ... 80


(12)

DAFTAR FOTO

Foto 3.1 Tanaman Keladi ... 81

Foto 3.2 Tanaman Jilatang ... 81

Foto 3.3 Konversi Lahan Sawah Menjadi Ladang Jagung ... 92

Foto 3.4 Konversi Lahan Sawah Menjadi Ladang Cabe ... 92

Foto 3.5 Ampang-Ampang Kapalo Banda ... 97

Foto 3.6 Ampang-Ampang Anak Banda ... 98

Foto 3.7 Mangaka Banyiah ... 109

Foto 3.8 Banyiah Siap Tanam ... 110

Foto 3.9 Menanam Padi Mengikuti Pola ... 112

Foto 3.10 Pembuatan Pola Penanaman Padi ... 114

Foto 3.11 Kegiatan Manyabik ... 115

Foto 3.12 Padi Siap Panen ... 115

Foto 3.13 Palampok ... 116

Foto 3.14 Mairiak Padi Menggunakan Kayu dan Kaki ... 117

Foto 3.15 Mairiak Padi Menggunakan Kayu Palambuik ... 119

Foto 3.16 Mairiak Padi Menggunakan Tong Palambuik ... 119


(13)

ABSTRAK

Kearifan Lokal Dalam Pengelolaan Padi Sawah di Nagari Kamang Hilia Kecamatan Kamang Magek Kabupaten Agam Sumatera Barat (Badai Adra

Sikumbang, 2013). Skripsi ini terdiri dari 5 (lima) bab, 157 halaman, 21 daftar pustaka (buku) dan 9 artikel (internet), 6 tabel, 10 box, dan 17 foto

penelitian.

Tulisan ini membahas tentang kearifan lokal dalam pengelolaan padi sawah di Nagari Kamang Hilir. Penelitian ini melihat kearifan lokal yang masih dipertahankan dan tidak dipertahankan lagi oleh petani dalam pengelolaan padi sawah. Selanjutnya penelitian ini juga melihat kepercayaan yang dianggap tabu oleh petani dalam pengelolaan padi sawah di Nagari Kamang Hilia.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah bentuk kualitatif dengan pendekatan kognitif dengan sistem pengklasifikasian (folk taxonomi) secara emic view. Dalam pengumpulan data peneliti menggunakan teknik observasi partisipasi, dimana peneliti mengikuti segala kegiatan petani di sawah untuk mengamati kearifan lokal dan kepercayaan petani ketika mengelola padi sawah di Nagari Kamang Hilia. Wawancara dilakukan kepada petani di Nagari Kamang Hilia khususnya kepada informan kunci mengenai kearifan lokal yang masih dipertahankan, kearifan lokal yang tidak dipertahankan lagi, dan berbagai kepercayaan yang ada dalam pengelolaan padi sawah. Dalam menentukan informan kunci, peneliti memilih petani yang telah lama dan mengetahui bagaimana petani di Nagari Kamang Hilia mengelolaa padi sawah dari dahulunya hingga sekarang. Ketika memilih petani yang memenuhi kriteria sebagai informan kunci, peneliti banyak dibantu dan diarahkan oleh petani yang ada di Nagari Kamang Hilia. Petani memberitahukan siapa saja petani yang telah lama mengelola padi sawah dan mengetahui makna yang terkandung dalam kepercayaan-kepercayaan yang ada dalam pengelolaan padi sawah. Kemudian peneliti juga menggunakan studi literatur dalam melengkapi data skunder. Data yang terkumpul kemudian dianalisis secara emic view serta mengklasifikasikannya sesuai dengan permasalahan penelitian.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa, dalam pengelolaan padi sawah di Nagari Kamang Hilia terdapat beberapa kearifan lokal yang masih dipertahankan berupa; sawah pusako, manggadaian sawah, sawah basaduoaan, irigasi tali banda, dan tanam sarantak. Namun, terdapat pula kearifan lokal yang tidak dipertahankan lagi oleh petani di Nagari Kamang Hilia berupa bajulo-julo dalam pengelolaan padi sawah. Selanjutnya terdapat kepercayaan mengenai hal-hal yang dianggap tabu oleh petani dalam mengelola padi sawah, yaitu sati. Kepercayaan mengenai sati dikaitkan petani kepada pantangan-pantangan berupa; tampek nan sati, padusi kumuah, dan makan di dapua. Untuk sekarang ini, kepercayaan mengenai sati telah mengalami perubahan makna dalam pertanian padi sawah di Nagari Kamang Hilia.


(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tulisan ini akan membahas tentang kearifan lokal dalam pengelolaan padi sawah di Nagari Kamang Hilia Kecamatan Kamang Magek Kabupaten Agam Sumatera Barat. Padi sawah menjadi menarik untuk diteliti karena tiap daerah memiliki pengetahuan lokal masing-masing dalam pengelolaannya dan secara umum masyarakat Indonesia khususnya bagian barat mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok.

Dalam dokumen yang dikeluarkan oleh Kantor Wali Nagari Kamang Hilia (1979), masyarakat Nagari Kamang Hilia Kecamatan Kamang Magek Kabupaten Agam Sumatera Barat berasal dari Kabupaten Tanah Datar Sumatera Barat yang mencari tempat permukiman dan membuka lahan pertanian baru kira-kira pada abad ke sepuluh, yang disebabkan oleh meningkatya jumlah populasi di daerah asal mereka. Perekonomian masyarakat Nagari Kamang Hilia Kecamatan Kamang Magek Kabupaten Agam Sumatera Barat semenjak dahulu hingga masuknya koloni Belanda berada pada sektor pertanian, dimana menurut data 90% mata pencarian pokok masyarakat adalah pertanian yang menghasilkan padi, jagung, dan ubi-ubian dengan cara pengolahan yang didapat dari nenek moyang mereka, mulai dari pengelolaan lahan, penggunaan alat pertanian, sistem perairan, hingga menjaga kelestarian lahan (Monografi Nagari Kamang Kecamatan Tilatang Kamang).


(15)

Sekitar tahun 1970 petani secara perlahan mulai memahami dan mengerti perlunya peningkatan untuk pertanian mereka, sehingga mereka mulai menggunakan dan menerapkan teknologi pertanian yang berkembang pada saat itu serta menjalankan program-program yang diterapkan oleh pemerintah seperti Panca (Monografi Nagari Kamang Kecamatan Tilatang Kamang). Perkembangan yang terjadi dibidang pertanian ini terus mereka ikuti hingga sekarang guna mendapatkan hasil yang terbaik dan dapat memenuhi kebutuhan ekonomi mereka. Dengan demikian, dalam pengelolaan pertanian sawah petani Nagari Kamang Hilia menggabungkan kearifan lokal yang mereka miiki dengan teknologi baru dibidang pertanian.

Keberadaan kearifan lokal berperan penting dalam perkembangan pertanian. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya studi-studi ilmu yang membahas perpaduan kearifan lokal dengan perkembangan teknologi dalam pengelolaan lahan sawah, diantaranya Santoso (2006:10), menuliskan kearifan lokal ini menjadi topik bahasan yang menarik sekarang ini ditengah menipisnya sumberdaya alam dan berkurangnya pemberdayaan masyarakat, dua alasan yang menjadikan kearifan lokal sebagai elemen penentu dalam keberhasilan pembangunan sumber daya alam dan sumber daya masyarakat; (1) keprihatinan terhadap meningkatnya intensitas kerusakan sumber daya alam khususnya akibat berbagai faktor prilaku manusia; (2) tekanan ekonomi yang makin mempengaruhi kehidupan masyarakat sehingga dapat menggeser kearifan lokal menjadi kearifan ekonomi.


(16)

Senada dengan yang di atas, Ridwan (2007:2) berpendapat bahwa kearifan lokal dapat dipahami sebagai usaha manusia dengan akal budinya (kognisi) untuk bertindak dan bersikap terhadap sesuatu objek atau peristiwa yang terjadi dalam ruang tertentu dengan membangkitkan nilai-nilai daerah untuk kepentingan pembangunan daerah menjadi sangat bermakana bagi perjuangan daerah untuk mencapai prestasi terbaik.

Melihat fakta bahwa masyarakat Indonesia secara umum mengkonsumsi beras yang dihasilkan oleh padi sawah perlu diketahui keadaan sawah di Indonesia. Dari data Kementrian Pertanian Indonesia 2011, total luas lahan pertanian di Indonesia 70 juta Ha, yang efektif untuk produksi pertanian hanya 45 juta Ha. Produk pangan utama dihasilkan oleh sawah yang mencapai luas 8,061 juta Ha, terdiri dari sawah irigasi dengan luas 4,896 juta Ha dan sawah non irigasi dengan luas 3,16 juta Ha yang tersebar di 33 provinsi di Indonesia1

Luas lahan sawah ini cenderung berkurang karena adanya konversi lahan dan serangan hama. Dalam kasus konversi lahan, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Rusman Heriawan memperingatkan adanya penyusutan luas panen lahan padi nasional. Tahun ini saja terjadi penyusutan seluas 12,63 ribu Ha atau 0,1% total luas lahan. Secara keseluruhan, lahan pertanian di Indonesia berkurang 27 ribu Ha pertahun. Sehingga, penurunan hasil panen tidak hanya terjadi pada padi, tetapi juga pada komoditas pertanian lainnya

.

2

1

.

2


(17)

Sedangkan dalam kasus hama sawah, menurut data akhir tahun 2003 Dinas Pertanian Jawa Barat, lahan pertanian Jawa Barat merupakan lahan yang terbesar mengalami gagal total dalam panen seluas 85.333 Ha. Lahan tersebut hanya ditanami satu jenis tanaman (padi) dan terkena hawa wereng, sehingga harus dibakar untuk memusnahkan hama tersebut3. Contoh kasus lainnya adalah ribuan hektar areal tanaman padi di Kabupaten Karawang terserang hama kresek daun atau virus kerdil hampa. Meskipun para petani telah melakukan pembasmian menggunakan pestisida, hama dan virus itu masih terus berkembang4

“Situasi pangan kita belum sepenuhnya aman, apalagi kalau melihat ke depan penduduk kita masih terus bertambah. Tanpa langkah-langkah yang sungguh-sungguh, sistematis, dan kita laksanakan sekarang, kerawanan pangan hampir pasti akan terus menghantui kita, bangsa Indonesia”

.

Dengan keadaan yang seperti ini, secara umum Indonesia dapat menuju kondisi rawan pangan. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Wapres Boediono :

5

Salah satu provinsi yang menggunakan kearifan lokal dalam pengelolaan padi sawah adalah Provinsi Sumatera Barat. Provinsi Sumatera Barat mengalami

.

Dilihat dari permasalahan di atas, menurut Farid (2009) berbagai upaya tentu dilakukan guna meningkatkan hasil pertanian, salah satunya dengan menggunakan kearifan lokal dalam pengelolaan padi sawah, dimana cara ini dinilai sesuai dan cocok dengan keadaan ekosistem dan kondisi budaya setempat karena karna mampu memperkaya dan menjaga kualitas dari hasil pertanian mereka.

3

https://unikom.ac.id/download.php/Factor Penyebab Gagal Panen Di Indonesia

4

Lebih jelas bisa dilihat pada sitis www.bisnis.com

5


(18)

kemajuan yang cukup pesat pada sektor pertanian. Potensi pertanian yang meningkat ini didapat dari bertambahnya luas panen padi sebesar 1,03% karena adanya program 12 arah kebijakan pembangunan pertanian dan Gerakan Penyejahteraan Petani (GPP)6

Kabupaten Agam merupakan salah satu dari kabupaten di Sumatera Barat yang menjadi pusat pertanian. Hal ini dikarenakan Kabupaten Agam memilih pembangunan pertanian menjadi sektor utama yang memberikan kontribusi besar terhadap pembangunan daerah. Potensi sumberdaya lahan pertanian terbesar adalah lahan sawah dengan luas lahan baku sawah yaitu ±.28,537 Ha, lahan untuk pengembangan tanaman jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kacang hijau, kacang kedelai yang luas lahannya mencapai ±.7.047 Ha

.

7

Dari 16 kecamatan yang ada di Kabupaten Agam, Kecematan Kamang Magek masuk dalam urutan keempat dalam luas lahan pertanian, yaitu seluas 3897.83 ha yang tersebar di tiga kenagarian, yaitu; Kamang Hilia, Kamang Mudiak dan Magek

.

8

Dalam dokumen yang dikeluarkan oleh Kantor Wali Nagari Kamang Hilia (2011), luas lahan sawah di Nagari Kamang Hilia adalah 354 Ha yang tersebar di 17 jorong. Dalam pengelolaan padi sawah, petani Nagari Kamang Hilia membentuk sebuah kelompok tani untuk mempermudah mereka dalam

. Dalam tulisan ini yang menjadi lokasi penelitian adalah Nagari Kamang Hilia, karena dapat mempermudah penulis dalam pengumpulan data berhubung penulis berasal dari daerah tersebut.

6

7

Lebih jelas dapat dilihat pad

8


(19)

pengelolaan lahan pertanian sawah. Kelompok tani ini mebantu petani dalam mengorganisir pengelolaan sawah di Nagari Kamang Hilia, seperti; pendistribusian pupuk bersubsidi, pemilihan jenis padi yang akan ditanam, pemberantasan hama, serta pengembangan dalam ilmu pertanian masyarakat mulai dari cara pengelolaan hingga alat yang digunakan agar hasil dari sawah mereka maksimal baik secara kualiatas maupun kuantitas (Ekspose Walinagari Kamang Hilir, 2011).

Dokumen yang dikeluarkan oleh Kantor Wali Nagari Kamang Hilir (2011) juga menjelaskan bahwa Nagari Kamang Hilir merupakan suatu kenagarian penghasil beras dengan varietas mayoritas padi unggul lokal (98%). Varietas tersebut antara lain : kuriak kusuik (60%) dan padi putiah (40%). Dua jenis padi ini sangat diminati oleh masyarakat karena memiliki berbagai keunggulan. Selain tingginya produktifitas hasil, kualitas berasnya sangat kompetitif pada harga pasar. Pada saat ini, harga kedua beras ini menduduki harga tertinggi dibandingkan dengan harga beras lain yang berasal dari daerah lainnya (Ekspose Walinagari Kamang Hilir, 2011).

Selain keunggulan padi lokal, petani di Nagari Kamang Magek juga memiliki kiat tersendiri dalam mengatasi hama guna mendapatkan hasil panen yang maksimal. Dalam wawancara dengan penulis, Bapak Zamzani9

9

Bapak Zamzani (65 tahun) merupakan seorang petani yang menjadi anggota kelompok tani di Nagari Kamang Hilir.

(10 Januari 2012) mempunyai cara tersendiri dalam penangan hama, yaitu dengan menyampurkan pupuk dengan sedikit belerang dan kapur batus. Belerang dan kapur barus ini berujuan untuk mengurangi serangan hama tikus yang tidak


(20)

menyukai aromanya. Sedikit porsi belerang dan kapur barus dalam pupuk tidak akan berpengaruh pada kualitas dan kuantitas hasil panen serta keadaan lahan sawah. Untuk hama burung, petani masih menggunakan cara lama; dengan menggunakan pita hitam yang dibentangkan dari sisi sawah ke sisi sawah lainnya, yang bertujuan untuk mengusir burung pemakan padi, dimana menurut beliau burung-burung tersebut merasa takut karena pita tersebut akan meliuk-liuk seperti ular pemangsa burung ketika digoyang oleh angin (Zamzani, wawancara, 10 Januari 2012).

Selain teknik pengolahan, beberapa alat yang digunakan oleh para petani dalam pengelolaan sawah di Nagari Kamang Hilir sudah mengalami perubahan, mulai dari proses penanaman hingga pengolahan hasil, seperti; dalam membajak sawah yang dulunya menggunakan hewan berupa kerbau, kini telah berubah menggunakan mesin traktor; proses mairiak pelepasan padi dari batang padi; pengupasan kulit padi menjadi beras yang telah menggunakan mesin penggiling padi (rice milling10

Dari hasil penelitian awal, kearifan lokal yang dipakai oleh petani Kanagarian Kamang Hilir dalam pengelolaan sawah mengalami perubahan. Adanya pembentukan kelompok tani dan perkembangan teknologi yang memudahkan mereka dalam bercocok tanam sehingga para petani mulai mengelola lahan secara terorganisir. Perubahan dalam pengelolaan sawah bertujuan untuk mencari hasil yang maksimal demi mempertahankan kehidupan

).

10


(21)

ekonomi mereka dengan menjaga kelestarian dan meminimalisir kerusakan lahan mereka agar dapat digunakan dalam jangka waktu yang sangat panjang.

1.2 Tinjauan Pustaka

Kearifan lokal dapat didefenisikan dengan berbagai cara tergantung bagaimana kita melihat kearifan lokal itu sendiri. Para ahli mendefenisiskan kearifan lokal dari berbagai sudut pandang dengan fokus kajian ilmu mereka masing-masing. Sartini (2004:111) menuliskan bahwa dalam pengertian kamus, kearifan lokal (local wisdom) terdiri dari dua kata: kearifan (wisdom) dan lokal (local). Dalam Kamus Inggris Indonesia John M. Echols dan Hassan Syadily, local berarti setempat, sedangkan wisdom (kearifan) sama dengan kebijaksanaan. Secara umum maka local wisdom (kearifan setempat) dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya (Sartini, 2004:111).

Gobyah (dalam Sartini, 2004:112) mengatakan bahwa kearifan lokal (local genius) adalah kebenaran yang telah mentradisi atau ajeg11

11

Istilah “ajeg” merujuk pada pengertian stabil, tetap, dan konstan. Dalam Kamus Bahasa Indonesia (1976) disebutkan bahwa “ajeg” atau “ajek” (jawa) bermakna tetap; tidak berubah. (sumber

dalam suatu daerah. Kearifan lokal merupakan perpaduan antara nilai-nilai suci firman Tuhan dan berbagai nilai yang ada. Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya masyarakat setempat maupun kondisi geografis dalam arti luas. Kearifan lokal merupakan produk budaya masa lalu yang patut secara terus-menerus dijadikan pegangan hidup. Meskipun bernilai lokal tetapi nilai yang terkandung di dalamnya dianggap sangat universal (Sartini, 2004:112).


(22)

Pendapat lain yang menjelaskan kearifan lokal adalah, Ridwan (2007:2) yang berpendapat bahwa kearifan lokal atau sering disebut local wisdom dapat dipahami sebagai usaha manusia dengan akal budinya (kognisi) untuk bertindak dan bersikap terhadap sesuatu objek atau peristiwa yang terjadi dalam ruang tertentu dengan membangkitkan nilai-nilai daerah untuk kepentingan pembangunan daerah menjadi sangat bermakana bagi perjuangan daerah untuk mencapai prestasi terbaik.

Setelah melihat beberapa uraian pengertian kearifan lokal di atas, studi ini ingin melihat kearifan lokal petani Nagari Kamang Magek dalam mengelola lahan sawah berupa gagasan-gagasan dan nilai-nilai yang terbentuk sebagai keunggulan budaya demi mencapai hasil yang maksimal dalam pembangunan daerah.

Berbicara tentang kearifan lokal tidak akan terlepas dari kearifan tradisional yang merupakan bagian dari kearifan lokal. Sardjono (dalam Sinaga, 2010:13), menguraikan kearifan tradisional merupakan pengetahuan kebudayaan yang dimiliki oleh suatu masyarakat tertentu yang mencakup sejumlah pengetahuan kebudayaan yang berkenaan dengan model-model pengelolaan sumberdaya alam secara lestari. Mempelajari kearifan lokal, tidak berarti mengajak kita kembali pada periode jaman batu, akan tetapi hal ini justru penting dalam memahami bagaimana masyarakat lokal memperlakukan sumberdaya alam disekitarnya, serta bagaimana memanfaatkan berbagai hal positif yang terkandung di dalamnya bagi kepentingan generasi di masa mendatang (Sinaga, 2010:13).


(23)

Kearifan Tradisional juga didefinisikan oleh Pattiselanno (2012) mengacu pada aturan, kepercayaan atau tabu yang dikenal masyarakat, maka kearifan tradisional (traditional wisdom) didefinisikan sebagai sistem sosial, politik, budaya, ekonomi dan lingkungan dalam lingkup komunitas lokal. Sifatnya dinamis, berkelanjutan dan dapat diterima. Kearifan tradisional bisa dalam bentuk hukum, pengetahuan, keahlian, nilai dan sistem sosial dan etika yang hidup dan berkembang dari satu generasi ke generasi berikutnya (Pattiselanno, 2012).

Petani di Kenagarian Kamang Hilia sebagai pemilik kearifan lokal dalam studi ini, memiliki pengetahuan sendiri mengenai kearifan lokal dalam mengelola pertanian padi sawah. Kearifan lokal yang di pakai oleh petani Kenagarian Kamang Hilia memiliki banyak manfaat bagi kehidupan mereka, khususnya dalam bidang pertanian. Dari hasil penelitian pendahuluan yang telah dilakukan, masyarakat yang ada di Kenagarian Kamang Hilia ini, mayoritas hidup dari kegiatan pertanian khususnya padi sawah. Petani Kenagarian Kamang Hilir ini dapat mengelola lahan pertanian dengan menggunakan pengetahuan-pengetahuan lokal mereka, sehingga mereka dapat mengelola lahan pertanian padi sawah dengan baik, seperti mengetahui kapan harus menanan padi dan kapan harus memanennya, kapan serangan hama muncul sehingga mereka dapat mengantisipasinya agar tidak terjadi kegagalan panen, hingga proses pengupasan padi menjadi beras.

Dari uraian di atas perlu untuk mengetahui apa yang disebut dengan pengetahuan lokal. Noor (2007:4) mengungkapkan bahwa pengetahuan lokal merupakan konsep yang lebih luas merujuk kepada pengetahuan yang dimiliki oleh sekelompok orang yang hidup di wilayah tertentu dalam waktu yang lama.


(24)

Dalam pendekatan ini, kita tidak perlu tahu bahwa penduduk setempat merupakan penduduk asli atau tidak. Jauh lebih penting adalah bagaimana suatu pandangan masyarakat dalam wilayah tertentu dan bagaimana mereka berinteraksi dengan lingkungannya, bukan apakah mereka itu penduduk asli atau tidak. Hal ini penting dalam usaha mereka memobilisasi pengetahuan mereka untuk merancang intervensi yang lebih tepat guna (Noor, 2007:4).

Dalam tulisannya tersebut, Noor (2007:4) juga memaparkan tentang pengetahuan tradisional, dimana menurut Johnson (Noor, 2007:4), pengetahuan indeginous adalah sekumpulan pengetahuan yang diciptakan oleh sekelompok masyarakat dari generasi ke generasi yang hidup menyatu dan selaras dengan alam. Pengetahuan seperti ini berkembang dalam ruang lingkup lokal, menyesuaikan dengan kondisi dan keadaan masyarakat yang merupakan hasil kreatifitas dan inovasiatau ujicoba secara terus-menerus dengan melibatkan masukan internal dan pengaruh eksternal dalam usaha untuk menyesuaikaan dengan kondisi baru setempat sehingga indigenous tidak dapat diartikan sebagai pengetahuan kuno, terbelakang, statis atau tidak berubah (Noor, 2007:4).

Berbicara tentang pengetahuan tentu berkaitan erat dengan teknologi yang digunakan, tidak terkecuali petani di Kenagarian Kamang Hilia dalam mengelola lahan pertanian padi sawah mereka. Teknologi, menurut Djoyohadikusumo (dalam Herufal 2009) berkaitan erat dengan sains (science) dan perekayasaan (engineering). Dengan kata lain, teknologi mengandung dua dimensi, yaitu science dan engineering yang saling berkaitan satu sama lainnya, dimana sains mengacu pada pemahaman kita tentang dunia nyata sekitar kita, artinya


(25)

mengenai ciri-ciri dasar pada dimensi ruang, tentang materi dan energi dalam interaksinya satu terhadap lainnya (dalam Herufal 2009).

Teknologi menurut Gorokhov (dalam Herufal 2009) memiliki tiga makna prinsip, yaitu; (1) teknologi (secara teknis) sebagai agrerat dari semua artifak-artifak manusia yang dipergunakan, mulai dari perkakas sampai dengan sistem teknologis kompleks yang berskala besar; (2) teknologi sebagai agregat dari seluruh aktivitas teknis, penemuan yang bersifat invention (penciptaan) dan discovery (penemuan), riset dan pengembangan, dan tahapan-tahapan dalam penciptaan teknologis yang berhasil, serta penyebarannya ke masyarakat secara luas; dan (3) teknologi sebagai agregat dari keseluruhan pengetahuan teknis, mulai dari teknik yang sangat khusus dan praktik-praktiknya sampai pada sistem teknologis-saintifik teoretis termasuk pengetahuan mengenai perekayasaan (engineering knowlodge) dan

Selanjutnya, dari buku yang ditulis oleh Heidegger berjudul The Question Technology (dalam Wattimena, 2012) mencatat bahwa, Heidegger hendak memahami esensi dari teknologi modern yang dalam artinya kita harus membedekan teknologi tradisional dengan teknologi modern, sebagai contoh adalah petani. Heidegger mengambarkan pola yang terjadi dalam teknologi know-how-nya. Dengan demikian, Gorokhov mendefinisikan teknologi sebagai studi mengenai hubungan antara umat manusia dan dunia yang dimanifestasikan dalam pandangan teknologis dunia, studi mengenai fenomena teknologis sebagai keseluruhan, menempatkan teknologi dalam perkembangan masyarakat sebagai keseluruhan (dan bukan hanya perkembangan teknologi yang terisolasi), dan dalam dimensi historis, antara restrospektif dan prospektif (dalam Herufal, 2009).


(26)

tradisional seperti, seorang petani memiliki hubungan batin dengan tanahnya, dimana petani memperlakukan tanah dengan rasa hormat dengan merawat, menyiram, memupuk, dan mengemburkannya hingga waktu panen tiba (dalam Wattimena 2012). Sementara dalam teknologi modern Heidegger menjelaskan manusia yang memperlakukan alam tidak dengan rasa hormat, melainkan hanya sebagai objek untuk diperas hasilnya demi kepentingan manusia itu sendiri (dalam Wattimena, 2012).

Konsep teknologi tradisional juga diuraikan oleh Honigmann (dalam Koentjaraningrat, 1997;23), bahwa teknologi itu merupakan: "….segala tindakan baku dengan apa manusia merobah alam, termasuk badannya sendiri atau badan orang lain...”, maka teknologi bisa diartikan sebagai cara manusia membuat, memakai, dan memelihara seluruh peralatannya, serta cara manusia bertindak dalam keseluruhan hidupnya.

Secara khusus Mangunwidjaja dan Sailah (2009) menyatakan teknologi pertanian itu sebagai penerapan prinsip-prinsip matematika dan ilmu pengetahuan alam dalam rangka pendayagunaan secara ekonomis sumberdaya pertanian dan sumberdaya alam untuk kesejahteraan manusia. Selanjutnya Mangunwidjaja dan Sailah mengutarakan bahwa objek formal dalam ilmu pertanian budidaya reproduksi berada dalam fokus budidaya, pemeliharaan, pemungutan hasil dari flora dan fauna, peningkatan mutu hasil panen yang diperoleh, penanganan, pengolahan dan pengamanan serta pemasaran hasil (Mangunwidjaja dan Sailah, 2009).

Winarto (dalam Praha (ed), 2007), menginformaskan bahwa petani di Kabupaten Indramayu memiliki nilai-nilai kemandirian dalam pemulian tanaman.


(27)

Petani di sini memiliki pengetahuan-pengetahuan lokal dalam mengelola lahan pertanian, tetapi tidak menutup diri untuk mempelajari pengetahuan dari teknologi baru yang berkembang dalam pertanian untuk digabungkan dalam pengelolaan lahan pertanian guna mendapatkan hasil yang maksimal (Winarto dalam Praha, 2007).

Pemanfaatan sawah dari sudut pandang petani di Kenagari Kamang Hilir dengan mempertahankan kearifan lokal dan menggunakan teknologi yang berkembang dalam bidang pertanian merupakan kerangka acuan yang penting dalam mengelola lahan pertanian padi sawah, dimana dapat dilihat dari perilaku mereka sehari-hari terhadap lahan pertanian padi sawah yang didasari oleh pengetahuan mereka atas lingkungannya berupa ekosistem sawah.

Secara sederhana, ekosistem bisa diartikan sebagai tempat tinggal makhluk hidup. Ekosistem berhubungan erat dengan populasi, serta spesies yang saling berhubungan didalamnya. Ekosistem merupakan seubuah sistem ekologi yang terbentuk sebagai akibat dari hubungan timbal balik antara makhluk hidup (biotik) dengan makhluk tidak hidup (abiotik). Meurut UU NO. 23 TAHUN 1997, Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam bentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup12

Abstraksi tentang Ekosistem Sawah oleh Prof.Dr.Ir. Soemarno MS, Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbale balik tak terpisahkan antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem juga bisa dikatakan suatu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara

.

12


(28)

segenap unsur lingkungan hidup yang saling mempengaruhi (dalam abstraksi Prof.Dr.Ir. Soemarno MS tentang Ekosistem Sawah)13

Konsep-konsep yang telah diuraikan di atas telah menjelaskan bahwa kearifan lokal tersebut merupakan gagasan-gagasan, ide-ide, pengetahuan yang mengacu kepada aturan-aturan, kepercayaan bahkan dianggap tabu yang bersifat dinamis dan terletak dalam pikiran masyarakat setempat. Tulisan ini ditujukan untuk melihat kearifan lokal yang ada pada petani Nagari Kamang Hilia dalam pengelolaan lahan pertanian sawah, oleh karena itu penelitian dilakukan dengan pendekatan kognitif.

.

Spradley (1997) menjelaskan lebih lanjut bahwa kebudayaan berada dalam pikiran (mind) manusia yang didapatkan dengan proses belajar dan menggunakan budaya tersebut dalam aktivitas sehari-hari. Proses belajar tersebut menghasilkan pengetahuan-pengetahuan yang berasal dari pengalaman-pengalaman individu atau masyarakat yang pada akhirnya fenomena tersebut terorganisasi di dalam pikiran individu sebagai anggota dalam masyarakat. Sehingga untuk mengetahui dan mendeskripsikan pola yang ada dalam pikiran manusia itu adalah khas, yaitu melalui metode folk taksonomi14

Melalui metode folk taksonomi, tulisan ini akan melihat kearifan lokal yang ada pada petani Kamang Hilia dalam mengelola pertanian sawah mereka. Petani berusaha menyesuaikan kearifan lokal yang mereka miliki dengan perkembangan pertanian sekarang. Beberapa kearifan yang dimiliki tidak digunakan lagi dan beberapa masih dipertahankan dan disesuaikan dengan

.

13

Data bias dilihat di marno.lecture.ub.ac.id/files/2011/12/EKOSISTEM-SAWAH.pdf

14

Folk taksonomi adalah sebuah metode yang ada dalam penulisan etnografi untuk membedah dan mengeluarkan “isi kepala” manusia dengan cara mengelompokkan macam-macam informasi yang didapat dari hasil wawancara. Pengelompokan biasanya dilakukan dari sisi bahasa lokal karena dalam bahasa tersebut terdapat suatu kearifan tradisional yang tidak semua orang tahu.


(29)

perkembangan pertanian termasuk hal-hal yang mereka anggap tabu atau berkaitan dengan kepercayaan masyarakat setempat, seperti yang telah dijelaskan oleh sartini (2004).

Penggunaan bahasa atau istilah yang dipakai oleh petani perlu juga untuk dikaji karena ikut mempengaruhi presepsi orang yang menggunakannya (Kadir, 2005). Begitu pula dengan tulisan ini yang akan melihat pehaman kepada istilah-istilah yang digunakan terhadap benda-benda, mantra-mantra, dan sesajen15

Kegiatan pertanian tidak akan lepas dari alat atau teknologi yang digunakan dalam mempermudah pelaksanaan kegiatan pertanian. seperti yang telah didefenisikan oleh Gorokhov (dalam Herufal, 2009), dalam tulisan ini peneliti akan mengulas alat-alat dan teknologi modern maupun tradisional yang digunakan oleh petani menurut pemahaman terhadap kegunaannya oleh petani Kamang Hilia.

dalam kegiatan pertanian petani di Kenagarian Kamang Magek.

1.3 Rumusan Masalah

Masalah dalam penelitian ini mengenai kearifan lokal petani di Nagari Kamang Hilir Kecamatan Kamang Magek Kabupaten Agam Sumatera Barat dalam mengelola lahan pertanian padi sawahnya. Sehingga yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini adalah :

15

Sesajen merupakan warisan budaya Hindu dan Budha yang biasa dilakukan untuk memuja para dewa, roh tertentu atau penunggu tempat (pohon, batu, persimpangan) dan lain-lain yang mereka yakini dapat mendatangkan keberuntungan dan menolak kesialan. sesajen mengandung arti pemberian sesajian-sesajian sebagai tanda penghormatan atau rasa syukur terhadap semua yang terjadi dimasyarakat sesuai bisikan ghaib yang berasal dari paranormal atau tetuah-tetuah.


(30)

1. Apa saja kearifan lokal yang masih dan tidak dipertahankan oleh petani Kenagarian Kamang Hilia dalam pengelolaan padi sawah, serta mengapa itu masih dan tidak dipertahankan?

2. Apa saja yang dianggap tabu oleh petani dalam pengelolaan padi sawah, baik yang masih dipertahankan, dihilangkan, atau disesuaikan dengan perkembangan dalam kehidupan petani.

3. Apa saja teknologi tradisional dan teknologi baru dalam pertanian padi sawah yang digunakan oleh petani?

1.4Tujuan dan Manfaat Penelitian

Dari pemaparan di atas, penelitian ini dilakukan bertujuan untuk :

1. Mendiskripsikan kearifan lokal petani di Kenagarian Kamang Hilia dalam pengelolaan padi sawah.

2. Mendeskripsikan hal-hal yang dianggap tabu dalam pengelolaan lahan pertanian padi sawah.

3. Mendeskripsikan teknologi tradisional dan teknologi baru yang digunakan oleh petani dalam mengelolala pertanian.

Manfaat yang akan dicapai apabila tujuan penelitian ini berjalan dengan lancar adalah:

1. Akademis

Menambah bahan bacaan dan studi kepustakaan sebagai informasi dalam perkembangan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan pertanian padi sawah khususnya dari sudut pandang ilmu Antropologi yang merupakan fokus kajian peneliti.


(31)

2. Praktis

Meperkenalkan kepada praktisi-praktisi yang berhubungan dengan bidang pertanian bahwa Indonesia masih memiliki keragaman budaya dalam kearifan lokal terhadap pengelolaan lahan pertanian. Selain itu untuk mempermudah pemerintah melakukan pendeketan kepada petani dalam mensosialisasikan perkembangan teknologi dalam pengelolaan padi sawah untuk mencapai hasil yang maksimal.

1.5 Metode Penelitian

Tipe penelitian ini bersifat deskriptif yang berusaha mengumpulkan data kualitatif sebanyak mungkin yang merupakan data utama untuk menjelaskan permasalahan yang akan dibahas nantinya. Untuk mencapai sasaran yang akan dituju guna menggambarkan tentang konsep kearifan lokal pada petani Nagari Kamang Hilir dalam mengelola lahan pertanian sawah.

Teknik pengumpulan data dilaksanakan menggunakan teknik observasi, dan indepth interview. Pengumpulan data dalam penelitian ini dengan cara sebagai berikut:

a. Observasi (Pengamatan)

Observasi juga merupakan salah satu metode yang saya terapkan dalam mengumpulkan data untuk membuat tulisan ini. Observasi yang saya gunakan yaitu observasi partisipasi (participant observer)16

16

Observasi partisipasi yang dimaksud adalah pengumpulan data melalui observasi terhadap objek pengamatan dengan langsung hidup bersama, merasakan serta berada dalam aktifitas kehidupan objek pengamatan. Dengan demikian, pengamat betul-betul menyelami kehidupan objek pengamatan dan bahkan tidak jarang pengamat kemudian mengambil bagian dalam kehidupan mereka (Bungin, 2008:116).

. Obserasi diganakan dalam memantau kegiatan petani Kamang Hilir mulai dari penggarapan lahan, proses penanaman, pemeliharaan tanaman, hingga proses panen dan penyaluran hasil


(32)

panen. Dalam penelitian ini dilakukan observasi partisipasi, dimana peneliti ikut terlibat langsung dalam kegiatan petani. Ketika melakukan observasi partisipasi, peneliti ikut serta sebagai pelaku kegiatan seperti layaknya petani. Peneliti mengikuti setiap kegiatan pertanian, mulai dari pengelolaan bibit, hingga pengelolaan padi menjadi beras. Ketika melakukan observasi, peneliti merasa sangat terbantu karena keterlibatan peneliti disambut dengan baik oleh petani. Sehingga dalam pengumpulan data, peneliti tidak begitu mengalami kesulitan. b. Wawancara

Peneliti menggunakan teknik wawancara17 untuk mendapatkan data dari informan. Wawancara digunakan untuk memperoleh data mengenai konsep kearifan lokal petani Nagari Kamang Hilir dalam mengelola lahan pertanian sawah dengan berpedoman kepada interview guide sebagai bahan acuannya. Interview guide berpedoman kepada pertanyaan penelitian, yaitu mempertanyakan bentuk dari kearifan lokal petani dalam mengelola lahan pertanian, seperti : gagasan-gasan atau ide-ide apa saja yang dipraktekan oleh petani dalam pengelolaan pertanian sawah; hal apa saja yang dianggap tabu sehingga masih dilakukakan oleh petani; dan apa saja teknologi yang dipakai dalam mengelola pertanian. Berhubung peneliti merupakan penduduk asli lokasi penelitian, hal ini mempermudah proses pendekatan dan menjalin hubungan yang baik (rapport ) dalam mewawancarai Informan18

17

Wawancara merupakan proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara Tanya jawab, sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara, di mana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama (Burhan Bungin, 2008).

18

Informan adalah orang yang diwawancarai, dimintai informasi oleh pewawancara. Informan adalah orang yang diperkirakan menguasai dan memahami data, informasi, ataupun fakta dari objek penelitian (Burhan Bungin, 2008).


(33)

Sebelum peneliti melakukan wawancara maka peneliti terlebih dahulu mencari beberapa informan sebagai sumber data. Semua petani bisa dijadikan informan, tetapi dibutuhkan beberapa informan kunci19

Ketika melakukan wawancara, peneliti merasa terbantu karena terdapat kesamaan bahasa antara peneliti dengan informan. Peneliti tidak begitu kesulitan dalam mencari informan yang akan diwawancarai karena hampir semua masyarakat di Nagari Kamang Hilia merupakan petani padi sawah. Melalui perbincangan-perbincangan awal, petani yang dijadikan informan awal menuntun peneliti untuk menentukan informan kunci. Dimana, informan awal, memberitahukan siapa saja petani yang tergolong telah lama melakukan pengelolaan pertanaian dan mengetahui tradisi-tradisi yang dalam pertanian. Hanya saja petani mengalami kesulitan ketika memahami istilah-istilah yang diungkapkan oleh para informan.

guna mendapatkan data yang sesuai dengan tujuan penelitian. Informan kunci yang dipilih merupakan petani yang sudah lama terlibat dan masih aktif dalam mengelola lahan pertanian. Hal ini bertujuan agar mendapatkan data yang maksimal karena informan mengetahui bagaimana keaadan pertanian dahulunya hingga keaadaan pertanian sekarang di Nagari Kamang Magek.

Untuk melengkapi data yang diperoleh dari lapangan, peneliti akan mencari data kepustakaan yang terkait dengan masalah penelitian berupa buku-buku, majalah, surat kabar dan tulisan-tulisan lainnya termasuk tulisan dari media elektronik untuk menambah pemahaman penulis terhadap permasalahan

19

informan kunci yang baik adalah informan yang mudah untuk dimintai informasi (diwawancarai), memahami informasi yang dibutuhkan peneliti dan dapat menjalin kerja sama yang baik dengan peneliti (Bernard, 1994:165).


(34)

yang akan diteliti. Selain data kepustakaan, peneliti juga akan menggunakan dokumentasi visual untuk melengkapi data dari hasil observasi dan wawancara.

Selanjutnya peneliti akan melakukan analisis data, dimana menurut Suwardi Endraswara, terdapat 3 cara yang harus dicermati ketika mengadakan kategorisasi dan analisa, yaitu: (1) Peneliti harus memperhatikan istilah-istilah khusus dari informan. Istilah tersebut harus terpampang dalam klasifikasi; (2) Peneliti harus berusaha mendeskripsikan atau melukiskan aturan-aturan budaya yang digunakan oleh informan. Aturan tersebut diklasifikasikan, sehingga tampak jelas penggunaannya dalam interaksi budaya; (3) Peneliti juga harus berusaha menemukan tema-tema budaya dari klasifikasi istilah dan aturan tadi (Endaswara, 2006).

Mengacu pada pendapat Suwardi (dalam Endaswara, 2006), maka pada tahap analisis data, peneliti akan memeriksa ulang data untuk melihat kelengkapan data. Data yang diperoleh dari lapangan akan dianalisis secara kualitatif dan disusun sesuai dengan kategori-kategori tertentu sebagaimana yang dikemukakan oleh informan. Kemudian dilakukan penganalisaan hubungan dari setiap bagian yang telah disusun untuk memudahkan saat mendeskripsikannya. Kesimpulan diambil berdasarkan hasil analisa data dan telaah pustaka yang disesuaikan dengan tujuan dari penulisan.


(35)

BAB II

GAMBARAN UMUM NAGARI KAMANG HILIA

2.1. Identifikasi Nagari Kamang Hilia

2.1.2. Letak dan Akses Menuju Nagari Kamang Hilia

Nagarian Kamang Hilia terletak di Kecamatan Kamang Magek, Kabupaten Agam, Provinsi Sumatera Barat. Jarak Nagari Kamang Hilia dengan Ibukota Kabupaten Agam yaitu Lubuk Basuang sepanjang 89 km, dengan jarak tempuk lebih kurang dua jam perjalanan. Jarak Nagari Kamang Hilia dengan Ibukota Provinsi Sumatera Barat sepanjang 99 km, dengan jarak tempuh sekitar lebih kurang dua setenga jam.

Secara geografis Nagari Kamang Hilia mempunyai luas wilayah 16Km2

Nagari Kamang Hilia terletak pada ketinggian 850 dpl dengan suhu berkisar antara 19-27

. Ditinjau dari letak, pada bagian utara Nagari Kamang Hilia berbatasan dengan Bukit Barisan sebagai batas dengan Kabupaten 50 kota. Pada bagian Barat berbatasan dengan Nagari Kamang Mudiak Kecamatan Kamang Magek Kabupaten Agam. Sebelah Timur Berbatasan dengan Nagari Salo Kecamatan Baso Kabupaten Agam. Sedangkan selatan berbatasan dengan Nagari Magek Kecamatan Kamang Magek Kabupaten Agam.

0

C dan kelembaban rata-rata 83%. Curah hujan Nagari Kamang Hilia berkisar antara 2000-3000 mm. Nagari Kamang Hilia termasuk beriklim sedang. Secara umum musim di Nagari Kamang Hilia adalah musim hujan dan musim kemarau. Untuk musim hujan terjadi antara bulan September hingga bulan Mei. Musim kemarau terjadi antara bulan juni hingga bulan Agustus.


(36)

BOX 2.1

Nilai Sejarah Pada Daerah Perbukitan di Nagari Kamang Hilia

Daerah perbukitan yang ada di Nagari Kamang memiliki nilai sejarah bagi masyarakat sekitar dan dijadikan tanda oleh orang-orang yang ingin masuk ke daerah ini, terutama bagi masyarakat Nagari Kamang hilia yang merantau ke luar daerah. Dimana pada lereng-lereng perbukitan tersebut memiliki ciri-ciri tersendiri yang tampak dengan jelas dan dijadikan tanda untuk mengetahui posisi nagari. Pada lereng Bukit Barisan terdapat tanda yang di beri

nama oleh masyarakat berupa Bukik

Gadang Guguak Rampisang yang terletak

di Jorong Guguak Rampisang, Bukik

Gadang Binu di Jorong Binu, Batu Bajak di

Jorong Solok, Bukik Panjang dan Bukik

Cegek yang terletak diantara Jorong Dalam

Koto dengan Jorong Batu Baraguang, serta

Gunuang Aru yang terletak di antara Jorong

Batu Baraguang dan Jorong Bancah.

Sumber: Monografi Nagari Kamang Kecamatan Kamang Hilia tahun 1979

Namun perubahan alam yang terjadi sekarang ini akibat pemanasan global, musim di Nagari Kamang Hilia menjadi tidak menentu. Lebih jelas akan diuraikan pada bab mengenai Pnegetahuan Petani dalam Mengenali Musim di Nagari Kamang Hilia.

Nagari Kamang Hilia memiliki topografi yang beragam mulai dari datar 0-3%, landai 3-4%, berombak 8-15%, bergelombang 15-25%, berbukit 25-45%, dan terjal >45%. Wilayah datar dengan kemiringan 0-3% dan wilayah landai dengan kemiringan 3-8%, pada umumnya terletak pada bagian tengah. Untuk wilayah berombak dengan kemiringan 8-15%, wilayah bergelombang dengan kemiringan 15-25%, wilayah berbukit dengan kemiringan 25-45%, dan wilayah dengan kemiringan >45% terletak pada bagian barat dan timur Nagari Kamang Hilia.

Untuk mencapai Nagari Kamang Hilir hanya dapat menggunakan jalur perhubungan darat. Ada beberapa jalur untuk dapat masuk ke Nagari Kamang Hilia, yaitu melewati Nagari Magek, Kamang Mudiak, dan Salo. Akses melalui Nagari Magek merupakan jalur selatan. Melalui akses inilah dapat dilihat tanda dari perbukitan Bukit Barisan berupa Batu Bajak dan Gunuang Aru.

Setelah masuk ke wilayah Nagari Kamang Hilia yang akan dijumpai pertama adalah Pasar Perserikatan Nagari antara Nagari Kamang Hilia dan Nagari


(37)

Magek yaitu Pakan Salasa. Pakan Salasa masuk ke dalam wilayah Jorong Pintu Koto. Selepas pasar rakyat tersebut akan ditemukan simpang empat yang ditengah-tengahnya terdapat tugu pejuang pada Perang Kamang yang bernama Simpang Pintu Koto/ Simpang Tugu Angkasa. Jika berbelok ke kanan, jalan tersebut akan mengarah ke Jorong Nan VII. Disepanjang jalan kita akan melihat beberapa kelompok areal perumahan dan areal persawahan. Jika berbelok kearah kiri, maka akan masuk ke Jorong Joho, dimana Jorong Joho merupakan salah satu jorong yang memiliki areal sawah terluas di Nagari Kamang. Apabila mengambil jalan lurus dari simpang tugu tadi, maka akan memasuki Jorong IV Kampuang.

Akses melalui Nagari Kamang

Mudiak merupakan jalur barat, dimana dapat dilihat dari tanda perbukitan yaitu bukik panjang dan bukik cegek. Daerah Nagari Kamang Hilia yang pertama

BOX 2.2

Jembatan di Nagari Kamang Hilia

Jalan-jalan desa yang ada di nagari sepanjang 12,5 Km, 75 % diantaranya telah diperkeras dengan bantuan BangDes semenjak 1975, sedang 25 % lagi masih tanah. Sisanya yang 26 % itu direncanakan akan diperkeras dengan BangDes 1979/1980 yang akan diterima.

Jembatan-jembatan yang terdapat di Nagari Kamang Hilia, yaitu :

-Jembatan Koto Panjang dari simpang Koto Panjang menuju Pekan Sinayan, jembatan semi permanen, tiang dari beton, leger dari besi, lantai papan arikir, dibangun oleh Pemerintah Tingkat II Agam.

-Jembatan di Koto Panjang yang terletak dekat

simpang Koto Panjang yang menuju ke Pudung pada jalan desa, bangunan permanen.

-Jembatan Dalam Koto terletak pada jalan desa

Dalam Koto menuju Batu Balasiong, bangunannya permanen.

-Jembatan Joho terletak pada jalan kelas IV di Joho, dibangun dengan Inpres Dati II Agam.

-Jembatan Tanah Panyurek, dahulunya sebuah

jembatan darurat dari batang kelapa sebagai legernya, lantainya dari bambu, yang sekarang telah diganti dengan jembatan permanen.

-Jembatan solok, penting bagi penduduk Solok, satu-satunya jalan keluar bagi mereka, begitu pun untuk membawa hasil kerajinan mobiler dari Solok. -Jembatan Guguk Rang Pisang, hanya dapat dilalui

oleh kendaraan ukuran Jeep. Jembatan ini satu-satunya pula hubungan keluar bagi penduduk kampung Guguk Rang Pisang.

-Jembatan Binu, dibangun oleh penduduk kampung Binu dengan leger batang kelapa dan lantai bamboo beranyam, satu-satunya pula jalan keluar bagi pnduduk kampung Binu.

-Jembatan Ladang Panjang, termasuk kampong Binu merupakan satu titisan yang semenjak dahulu sampai sekarang berlegerkan batang bambu, lantai bamboo anyaman dan tiang pondasinya tanah. -Jembatan Bancah menuju Bungo Tanjung, dibangun

dengan BangDes 1966/1977.

-Jembatan Rawang dibangun dengan BangDes


(38)

dijumpai adalah Jorong Koto Panjang. Ketika kita memasuki Jorong Koto panjang akan ditemukan jembatan penghubung untuk masuk ke Nagari Kamang Hilia. Selanjutnya akan ditemui persimpangan yang bernama Simpang Koto Panjang. Dari simpang ini, diambil jalur jalan lurus untuk memasuki wilayah Nagari Kamang lainnya yaitu Jorong Dangau Baru. Di Jorong dangau Baru ini terdapat Kantor Kecamatan kamang Magek.Apabila melewati jalur timur yaitu melewati Nagari Salo maka daerah Kamang Hilir yang pertama dimasuki adalah Jorong Nan VII dengan tanda dari perbukitan berupa Bukik Gadang Guguak Rampisang. Untuk sebelah timur langsung dibatasi oleh perbukitan yaitu Bukit Barisan. Dari semua akses jalan tersebut sudah beraspal dan dalam kondisi yang bisa dikatakan baik, karena tidak ada ditemukan jalan yang berlobang-lobang. jarak pengguna jasa antara 1000-5000 rupiah.Dinagari Kamang Hilia didapati jalan kelas IV sepanjang 6,9 Km. Dimulai dari batas Salo melalui Nan VII, Pintu Koto, Joho, Dangau Baru, Koto Panjang sampai ke batas Kamang Mudik, dari Simpang koto Panjang ke batas Magek, dari simpang Pintu Koto ke batas magek atau Pekan Selasa dan simpang Pintu Koto ke Tanah Panyurek. Jalan ini selain yang dari Simpang Pintu koto ke Tanah Panyurek semua telah di aspal. Jalan setapak yang menghubungkan kampung dengan kampung kecil dan kampung lainnya akan diusahakan perbaikan secara bertahap. Selain jalan-jalan yang diuraikan diatas, terdapat juga beberapa jembatan sebagai penghubung dari satu daerah ke daerah lainnya.

Untuk memasuki Nagari Kamang Hilia bisa menggunakan kendaraan pribadi maupun jasa angkutaan umum. Nagari Kamang Hilia memiliki jasa angkutan umum berupa ojek dan angkot. Usaha angkutan ojek tidak memiliki


(39)

pangkalan resmi karena dilakukan oleh beberapa anggota masyarakat secara pribadi untuk pekerjaan tambahan. Biasa tukang ojek menunggu pengguna jasa berada disimpang Tugu Angkasa yang terletak di Jorong Pintu Koto. Namun pada hari selasa dan jum’at para tukang ojek membuka pangkalan ojeknya didepan pasar rakyat yang ada di Nagari Kamang Hilia. Trayek ojek biasanya hanya disekitar Nagari Kamang Hilia, namun ada beberapa pengguna jasa ojek yang mencater ojek menuju daerah diluar Kecamatan Kamang magek. Tarif untuk menggunakan jasa ojek tergantung hasil negoisasi antara tukang ojek dengan pengguna jasa yang berpatok pada jauhnya tujuan si pengguna jasa.

Terdapat 2 (dua) kelompok jasa angkutan angkot yang bisa digunakan untuk mencapai Nagari Kamang Hilia, berupa Po.01 dan Po.02. Kedua kelompok angkot ini memiliki pangkalan di Pasa Dama Mandiangin Bukittinggi20

20

Untuk tempat pangkalan angkot ini, sebagian masyarakat ada yang mengenal dengan Pasa Bawah Bukittinggi, karena letaknya berdampingan dengan Pasa Bawah.

. Kedua kelompok angkot ini memiliki jalur yang berbeda menuju Nagari Kamang Hilia. Angkot Po.02 merupakan jasa angkutan umum yang jalur akhirnya langsung menuju Nagari Kamang Hilia. Jalur yang ditempuh angkot Po.02 dimulai dari pangkalan menuju Simpang Tanjuang Alam, lalu melewati Nagari kapau, Nagari Magek, terakhir masuk ke Nagari Kamang Hilia yaitu Jorong Pintu Koto

BOX 2.3

Jalur Angkot Menuju Nagari Kamang Hilia

Untuk kedua jalur ini masyarakat sekitar member nama jalur katapiang dan kubang

putiah sesuai dengan daerah yang dituju.

Jalur katapiang memiliki jalur dari

simpang Tugu Angkasa Jorong Pintu koto berbelok ke kanan dan akan melewati daerah-daerah yang terletak di Jorong

Nan VII berupa Padang Sawah, Kabunalah, Katapiang dan diakhiri di

Rumah Tinggi yang terletak di Jorong

Koto kaciak.

Untuak Jalur kubang putiah memiliki jalur dari simpang Tugu Angkasa Jorong

Pintu Koto lurus dan akan melewati daerah-daerah Jorong Pintu Koto berupa galanggang dan Dalam Simpang. Kemudian memasuki Ampang dan Kubang

Putiah yang terletak di Jorong V

Kampuang. Dari Simpang Kubang Putiah, Angkot akan melanjutkan perjalanannya menuju Parumahan dan Tanah Panyurek di Jorong IV Kampuang. Sesampai di Tanah Panyurek angkot akan berbelok ke kiri menuju Jorong Batu Baraguang.


(40)

dan begitu pula sebaliknya. Setelah memasuki Nagari Kamang Hilia, angkot memiliki 2 jalur untuk mengantarkan pengguna jasa. Tarif menggunakan angkot Po.02 tergantung kepada tergantung kepada daerah tujuan pengguna jasa. Tarifnya berkisar antara 1000-5000 rupiah. Untuk ke nagari kamang Hilia yaitu Jorong Koto Panjang. Tarif yang dikenakan kepada pengguna jasa sebesar 4000 rupiah.

Untuk angkot Po.01, memiliki jalur dari pangkalan menuju daerah Batas Kota, lalu masuk ke kecamatan Tilatang Kamang, diteruskan ke Nagari Magek dan masuk ke Nagari Kamang Hilia yaitu Jorong Koto Panjang. Angkot Po.01 selanjutnya terus melakukan jalurnya ke daerah Pakan Sinayan Kecamatan kamang Mudiak dan begitu sebaliknya. Tarif menggunakan angkot Po.01 tergantung kepada daerah tujuan pengguna jasa. Tarifnya berkisar antara 1000-5000 rupiah. Untuk ke nagari kamang Hilia yaitu Jorong Koto Panjang. Tarif yang dikenakan kepada pengguna jasa sebesar 4000 rupiah.

2.1.2. Sejarah Lokasi Penelitian A. Zaman Nenek Moyang

Terdapat beberapa versi yang menceritakan terbentuknya Nagari Kamang Hilia. Pada Expose Nagari Kamang Hilia (2011) menuliskan bahwa sejarah keberadaan Nagari Kamang Hilia berdasarkan tambo (riwayat), dahulunya bernama Kamang saja. Asal usul dari nama Kamang ini pun tidak ditemukan sumber yang bisa dijadikan sebagai pedoman pasti. Sebagian besar peneliti yang melakukan penelitian berkesimpulan bahwa nama kamang diambil dari pohon yang bernama kamang (Expose Nagari Kamang Hilia, hal 1).


(41)

Beberapa penduduk yang dipilih sebagai informan dalam penelitian ini menyatakan bahwa asal usul dari nama Nagari kamang ini berasal dari nama kayu kamang. Para informan ini mendapatkan informasi tersebut dari cerita rakyat yang berkembang secara turun temurun di Nagari Kamang Hilia. Seperti yang diutarakan oleh salah seorang informan bernama Ibuk Nian21

Kecek urang-urang wak

sisuak, dinagari wak ko banyak batang kayu gadang. Ndek urang sisuak batang kayu ko diagiahnyo namo kayu kamang. Baa kok kamang namo batang kayu ko ndak lo tau nyiak aki doh. Ndek nyiak aki, ndak lo jaleh baa bantuak batang kayu ko doh, cuma dari carito-carito tu kayunyo gadang, taduah ndek rimbun. Ndek banyak batang kayu ko mangkonyo diagiah urang tu namo nagari wak ko kamang”

(“kata orang dulu, di nagari kita ini banyak batang kayu besar. Kakek tidak mengetahui dengan pasti kenapa kayu tersebut mereka beri nama kamang. Kakek pun tidak mengetahui seperti apa bentuk kayu ini, tetapi dari cerita-cerita tersebut kayunya besar, teduh karena rimbun. Karna begitu banyaknya kayu tersebut, orang dahulu member nama nagiri kita ini kamang. pen).

, berupa :

Pada buku Monografi Nagari Kamang (1979) menuliskan bahwa

21

Ibuk Nian (52 tahun) tinggal di jorong Pintu Koto.

BOX 2.4

Sejarah Nagari Kamang

Menurut silsilah asal-usul Nagari Kamang, setelah selesai beristirahat, rombongan kembali melanjutkan perjalanan meninggalkan Bukit Kubungan Tigo Baleh, menyelusuri pinggiran sungai terus ke arah barat. Siang menjelang senja mereka tiba pula di sebuah tempat berbatu-batu yang sebagian besar menjulang tinggi. Beberapa orang lelaki lalu naik ke puncak batu itu, memperhatikan tempat yang baik untuk bermalam. (nama Batu Menjulang itu, kemudian disebut Batu Bajolang yang hingga sekarang belum berubah). Setelah menerima petunjuk dari pimpinan rombongan, mereka segera menuju ke sebuah dataran tinggi dimana tumbuh sebatang kayu besar bagaikan gobah (gobah artinya tinggi dan paling tinggi dari yang lain).

Mereka pun bermalam dibawah pohon kayu itu, yang kemudian mereka namai kayu Kamang. Sesudah rombongan pendatang merasa kerasan tinggal dibawah pohon kayu tersebut, mulailah mereka membuat pondok-pondok. Biasanya diseteiap sore mereka berkumpul sambil memusyawarahkan segala sesuatu demi kelanjutan hidup, dimana saat itu pemimpin kelompok biasanya minta pendapat pada yang hadir “Kamanga kito lai?”. Istilah kamanga inilah pada permulaannya yang mereka gunakan untuk kayu besar itu dan nantinya setelah melalui proses perluasan, mereka pakai pula untuk nama daerah, yaitu Kamang. Lalu scara berturut-turut mereka kemudian juga memberi nama pada setiap daerah sekitar yang mereka ambil alih banyak berdasarkan keadaan alam dan suasana waktu itu, seprti Rumah Tinggi, Balai Panjang, Tanjung Mengkudu dan banyak lagi yang lain. Bahkan sebuah batang air yang mengalir dari Tambuo (Magek) sampai ke Guguk Rang Pisang mereka namai Agam, sementara sumur-sumur air minum yang mereka gali mereka sebut Luak. (Konon istilah ini sangat erat kaitannya dengan satu wilayah besar yang


(42)

masyarakat Kamang berasal dari Nagari Minangkabau. Nagari Minangkabau ini sekarang dikenal dengan Kabupaten Tanah datar yang berada di provinsi Sumatera Barat (Monografi Nagari Kamang, hal 5). Sejarah terbentuknya Nagari Kamang yang tertulis pada Expose Nagari Kamang Hilia (1979) yaitu kira-kira pada abad ke XIV oleh urang ampek suku22. Masing-masing suku23 dipimpin oleh 1 orang niniak24

Setelah nenek moyang Nagari Kamang membentuk/membuka Nagari Kamang, maka mereka mulai menyusun kepemerintahan yang berdasarkan kekeluargaan dan adat istiadat. Kepemerintahan saat itu yang berlaku adalah pemerintahan adat. Struktur dalam kepemerintahan adat ini terdiri dari Pengulu sebagai kepala adat dan Dubalang sebagai menjaga keamanan nagari. Untuk mengatur yang berkaitan dengan harta pusaka diserahkan kepada kaum ibu dengan membentuk organisasi Bundo Kanduang. Pemberian wewenang dalam mengurus harta pusaka kepada kaum ibu disebabkan oleh sistim kekerabatan di Minangkabau. Dimana Minangkabau menganut sistim kekerabatan matrilineal, dimana harta pusaka jatuh kepada pihak wanita. Sebagai badan Legislatif, dibentuk sebuah organisasi adai berupa Kerapatan Adat nagari (KAN). Setiap anggota masyarakat berhak menjadi anggota dari kepemerintahan yang dipilih secara bersama-sama melalui musyawarah. Dari pemerintahan adat ini lah nenek

dari tiap-tiap suku adat tersebut. Cerita mengenai sejarah terbentuknya Nagari kamang Hilia yang dikutip secra ringkas dari Monografi Nagari Kamang (1979) akan di cantumkan pada lampiran.

22

Mengenai penjelasan urang ampek suku akan dijelaskan pada Sub Bab Keadaan Penduduk, bagian Kependudukan.

23

Bagi masyarakat Minangkabau, marga disebut dengan suku. 24


(43)

moyang membagi-bagi wilayah menjadi beberapa nagari (desa) dan jorong25

B. Zaman Penjajahan (dusun).

Menurut Monografi Nagari Kamang Hilia (1979), sekitar tahun 1638-1800 VOC mulai menjelajahi daerah Minangkabau. Namun ketika itu VOC tidak mencampuri sistim kepemerintahan adat. VOC hanya berupaya untuk mengeruk segala sumberdaya alam yang ada di daerah Minangkabau termasuk Nagari Kamang. Sehingga terjadilah pergolakan-pergolakan yang dilakukan untuk mengusir VOC dari Nagari Kamang. Keadaan Nagari Kamang Hilia pada masa ini sudah mulai terorganisir dengan baik dimana sudah dibentuknya lokasi-lokasi perumahan, lahan-lahan pertanian, sarana ibadah berupa masjid/surau dan balai-balai untuk kepentingan masyarakat.

Untuk batas-batas wilayah ditandai oleh pohon-pohon aua (bambu) yang banyak tumbuh didaerah ini sehingga, Nagari Kamang mendapat nama lain atau julukan berupa Nagari Aua Parumahan. Pada tahun 1833, Pemerintahan Belanda mengeluarkan kebijakan merubah Pemerintahan Adat Menjadi Pemerintahan Nagari.

25

Jorong dalam kepemerintahan setara dengan dusun. Kata jorong digunakan oleh penduduk

Nagari Kamang Hilia merupakan realisasi dari Peraturan Daerah Kabupaten Agam Nomor 31 Tahun 2001 tentang Pemerintahan Nagari yang biasa dikenal dengan istilah “Babaliak ka

Nagari”. Sehingga Pemerintahan Nagari memiliki kebijakan dalam menggunakan itilah jorong

untuk dusun.

BOX 2.5 Kebijakan Belanda Terhadap Pemerintahan Nagarei

Kamang Tahun 1833

Pemerintahan Hindia Belanda yang dipimpin oleh H.W. Daendels mengeluarkan “Verbod tegen’t vorderen van heerendiensten voor private

doeleinden”. Maksudnya adalah kepala

adat dijamin oleh Negara, agar anak-anak buahnya tidak dicaplok lagi untuk bekerja dengan kekerasan karena kepentingan pribadi, namun untuk kepentingan kolonial. Maka pada waktu itu ditunjuklah seorang pemimpin yaitu Kepala laras (Tuanku Lareh) sebagai kepala rakyat teringgi. Tuanku Lareh ini diangkat dan digaji oleh Belanda dalam menjalankan tugasnya. Untuk membantu tugas-tugas yang diberikan Belanda, Tuanku lareh mengangkat seorang Pengulu Kepala untuk mengkoordinir masing-masing kampong. Untuk tiap-tiap Jorong yang ada diangkat seorang pemimpin berupa Pengulu Suku.


(44)

Kemudian Belanda menjalankan usaha dalam menjajah Nagari Kamang melalui kepala-kepala adat yang ditunjuk oleh Belanda dalam memimpin Pemerintah Nagari. Wilayah daerah ini terdiri dari 4 Nagari, yaitu Nagari Kamang, Nagari Bukik, Nagari Suayan, dan Nagari Simalantiak. Masuknya kolonial Belanda ke Nagari Kamang merubah berbagai aspek di daerah ini. Hal ini membuat masyarakat merasa tidak nyaman dan melakukan berbagai bentuk pemberontakan.

Masyarakat membentuk sebuah rencana untuk menentang penjajah sehingga terjadilah sebuah pemberontakan Clash ke I pada tahun 1908 yang diberi nama Parang Kamang. Dengan kekuatan yang dimiliki oleh Belanda, sekitar tahun 1915 nama Nagari Kamang ini ditetapkan oleh Belanda menjadi Nagari Aua Parumahan yang terdiri dari 7 jorong (dusun), yaitu Kampuang Balai Panjang,Kampuang Kubang, Kampuang Rumah Tinggi, Kampuang Bawah Surian, Kampuang Tanjuang Mangkudu, Kampuang Pasia, dan Kampuang Taluak. Pemerintahan pun dipimpin dan dikendalikan oleh Belanda dengan sistim mereka sendiri. Keadaan ini bertahan hingga Indonesia merdeka.

Pada saat Indonesi merdeka, oleh Badan Kerapatan Nagari disepakati bahwa Nagari Aua Parumahan dikembalikan menjadi Nagari Kamang. Akhirnya pada Clash ke II tahun 1949, yaitu sewaktu perang kemerdekaan kembali berkecambuk dengan Belanda, dimana Kamang termasuk basis utama para pejuang, maka di antara tokoh-tokoh masa itu antara lain Saibi St. Lembang Alam, Ak Dt gunung Hijau, Patih A, Muin Dt. Rky Marajo, dalam satu rapat yang diadakan di Anak air Dalam Koto Kamang, sepakat untuk menambah Hilia dibelakang nama Kamang, sehingga lengkapnya menjadi Kamang Hilia.


(45)

C. Zaman Kemerdekaan hingga Sekarang

Pada saat Indonesi merdeka, Badan Kerapatan Nagari menyepakati bahwa Nagari Aua Parumahan dikembalikan menjadi Nagari Kamang. Akhirnya pada Clash ke II tahun 1949, yaitu sewaktu perang kemerdekaan kembali berkecambuk dengan Belanda, dimana Kamang termasuk basis utama para pejuang, maka di antara tokoh-tokoh masa itu antara lain Saibi St. Lembang Alam, Ak Dt gunung Hijau, Patih A, Muin Dt. Rky Marajo, dalam satu rapat yang diadakan di Anak air Dalam Koto Kamang, sepakat untuk menambah Hilia dibelakang nama Kamang, sehingga lengkapnya menjadi Kamang Hilia. Selanjutnya dengan berlakunya Undang-Undang No.5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, yang memberlakukan kesamaan sistem Pemerintahan Desa di seluruh Indonesia. Sistem Pemerintahan Nagari dihapus dan diganti dengan Pemerintahan Desa. Maka Nagari Kamang Hilir dipecah lagi menjadi 17 desa yang merupakan peningkatan status jorong yang ada.

Pada tahun 1990, berdasarkan Instruksi Gubernur Sumatera Barat tahun 1988, tentang Penataan kembali Wilayah Daminstrasi Pemerintahan Desa di Provinsi Sumatera Barat, maka desa yang 17 buah tadi disederhanakan menjadi 6 desa. Selanjutnya melalui Penataan Desa tahap 4, ke 6 desa yang ada disederhanakan lagi menjadi 3 desa yaitu Desa Kamang Barat, Desa Kamang Tengah, dan Desa Kamang Timur.

Pada era Reformasi telah melahirkan Undang-Undang No.22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, yang disusul dengan lahirnya Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat No.9 tahun 2000 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Nagari. Maka, pada tanggal 11 November 2001 secara resmi Nagari Kamang Hilir


(46)

terbentuk. Dengan diberlakukannya aturan ini, maka ke 3 desa tadi, digabung kembali ke pemerintahan Nagari Kamang Hilia dengan jumlah jorong sebanyak 17 buah. Hingga sekarang system pemerintahan ini berlaku di daerah ini, dimana Kamang Hilir merupakan Kenagarian di bawah naungan Kecamatan Kamang Magek Kabupaten Agam Provinsi Sumatera Barat.

Dengan diberlakukannya Peraturan Pemerintah No.72 tahun 2005 tentang desa, yang kemudian disikapi oleh Pemerintah Kabupaten Agam dengan melahirkan Peraturan Daerah Agam No.12 tahun 2007 tentang Pemerintahan Nagari ini lah yang menjadi dasar hokum pelaksanaan Pemerintahan Nagari di Kabupaten Agam termasuk Nagari Kamang Hilir. Nagari Kamang Hilir dipimpin oleh Wali Nagari beserta perangkat nagari lainnya yang dibantu oleh BAMUS (Badan Musyawarah) Nagari yang berfungsi sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Nagari.

2.1.3. Keadaan Penduduk Nagari Kamang Hilia A. Kependudukan

Secara keseluruhan penduduk Nagari Kamang Hilia berdasarkan hasil pendataan oleh Tim Pendata Nagari berjumlah 5.198 jiwa dengan 1470 Kepala Keluarga yang tersebar tidak merata di seluruh wilayah nagari. Dari Jumlah penduduk di atas, penduduk perempuan terdapat 2627 jiwa (50.53 %) dan penduduk laki-laki berjumlah 2571 jiwa (49.46 %).


(47)

Tabel 2.1. Data Jumlah Penduduk Nagari Kamang Hilia

No Jorong Jumlah Penduduk Total

Laki-Laki Persentase Perempuan Persentase Jumlah Persentase

1 Jorong Koto Panjang 213 8.28% 221 8.41% 434 8.34%

2 Jorong Dalam Koto 318 12.36% 327 12.24% 645 12.40%

3 Jorong Dangau Baru 134 5.21% 134 5.10% 268 5.15%

4 Jorong Batu Baraguang 144 5.60% 139 5.29% 283 5.44%

5 Jorong Solok 121 4.70% 118 4.49% 239 4.59%

6 Jorong Bancah 131 5.09% 130 4.94% 361 6.94%

7 Jorong IV Kampuang 230 8.94% 232 8.83% 462 8.88%

8 Jorong V Kampuang 131 5.09% 136 5.17% 267 5.13%

9 Jorong Koto Nan Gadang 90 3.50% 96 3.65% 186 3.57%

10 Jorong Binu 38 1.47% 34 1.29% 72 1.38%

11 Jorong Balai Panjang 75 2.91% 79 3.00% 154 2.96%

12 Jorong Guguak Rangpisang 93 3.61% 108 4.11% 201 3.86%

13 Jorong Koto Kaciak 83 3.22% 92 3.50% 175 3.36%

14 Jorong Koto Nan VII 241 9.37% 225 9.70% 466 8.96%

15 Jorong Pintu Koto 234 9.10% 261 9.93% 495 9.52%

16 Jorong Ladang Darek 184 7.15 % 189 7.19% 373 7.17%

17 Jorong Joho 111 4.31% 106 4.03% 217 4.17%

Sumber : Ekspose Walinagari Kamang Hilir 2011

Salah satu ciri penduduk Nagari Kamang Hilia yang juga menjadi kebiasaan masyarakat Minangkabau adalah merantau. Penduduk Nagari kamang hilia yang merantau lebih didominasi oleh penduduk laki-laki yang berusia sekitar 18-45 tahun. Para perantau tersebut merantau ke beberapa daerah di Indonesia seperti Pekan Baru, Jakarta, Medan, dan kota-kota lainnya. Sebagian ada juga yang merantau ke luar negeri yaitu Malaysia.


(48)

B. Mata Pencarian

Nagari Kamang Hilia secara menyeluruh mempunyai potensi untuk pengembangan pertumbuhan ekonomi di bidang pertanian, peternakan, perikanan, industri perabot, maupun industri rumah tangga lainnya. Namun tidak semua bidang diatas berkembang dengan baik karena kurang dalam sistim pengelolaan dan keterbatasan modal. Hampir semua masyarakat Nagari Kamang Hilia menggantungkan perekonomiannya dibidang pertanian. Sekitar 90% masyarakat yang tinggal di Nagari Kamang Hilia menjadikan pertanian sebagai mata pencarian utama. Sisanya bergerak di bidang lainnya berupa PNS, berdagang, industri rumah tangga, peternakan, dan perikanan. Namun hampir semua masyarakat yang berprofesi sebagai PNS, pedagang, industri rumah tangga, peternakan, dan perikan juga berprofesi sebagai petani.

Seperti yang diutarakan oleh Bapak Syaiful26

Manjadi guru bisa mamanuahi kabutuhan hiduak ambo jo

keluarga. Tapi manjadi petani sapulang sakola, yo bana manolong ambo dalam mamanuahi kebutuhan keluarga. Ambo ndak paralu mambali bareh ndek hasia panen sawah ambo mancukupi dan kadang lai jo balabiah. Labiahnyo tu biko ambo jua untuk bisa mamanuahi kebutuhan lainnyo”,

(“menjadi seorang guru dapat memenuhi kebutuhan hidup saya beserta keluarga. Namun menjadi seorang petani setelahnya, sangat membantu dalam memenuhi kebutuhan keluarga. Saya tidak perlu lagi membeli beras karena hasil panen saya setiap musimnya dapat memenuhinya dan bahkan berlebih. Kelebihan dari hasil panen tersebut juga dijual untuk membantu memenuhi kebutuhan lainnya”, pen).

menyatakan bahwa menjadi seorang petani sangat membantu dalam memenuhi kebutuhan ekonomi sekarang ini. Bahkan sawah beliau menjadi salah satu sawah percontohan untuk menggunkan bibit yang disediakan oleh pemerintah dalam program pembangunan pertanian Kabupaten Agam. Seperti yang beliau utarakan berupa :

26

Bapak Syaiful (52 tahun) merupakan salah seorang informan yang berprofesi sebagai petani sekaligus staf pengajar pada SMA 1 Kamang Magek yang tinggal di jorong Joho.


(49)

Pertanian merupakan mata pencarian utama masyarakat kamang Hilia dengan luas lahan mencapai 354 Ha. Jenis tanaman yang paling utama dibidang pertanian adalah Padi. Nagari Kamang Hilia merupakan penghasil beras dengan mayoritas padi unggul local (98%). Varietas tersebut terdiri dari Padi Kuriak Kusuik (60%) dan Padi Putiah (40%). Kedua varitas padi tersebut memiliki keunggulan hasil produktivitas yang tinggi dan kwalitasnya juga sangat kompetitif dipasaran. Pada saat ini, harga kedua varietas padi tersebut menduduki harga tertinggi dipasar mereka.

Disamping budidaya padi, Petani Kamang Hilia juga membudidayakan tanaman Cokelat (kakau) yang luas areal lahannya sekitar 115 Ha. Tanaman ini juga dapat meningkatkan perekonomian masyarakat karena harganya cukup tinggi dan pemasaran yang tidak begitu sulit. Namun akhir-akhir ini tanaman kakao mengalami penurunan yang dikarenakan serangan hama seperti cendawan. Hama ini menyebabkan buah cepat busuk, sehingga terjadi penurunan dari segi kwalitas maupun kwantitas. Beberapa tanaman lainnya seperti jagung, kacang tanah, cabe, ubi kayu dan ubi jalar, serta tanaman BIOFARMAKA (obata-obatan/bumbu dapur) juga mereka bududayakan walaupun tidak dalam jumlah areal yang luas.

Untuk sektor petenakan, hewan ternak yang diminati adalah jenis kambing, sapi, kerbau, ayam buras, ayam pedaging, itik, dan kelinci. Pemerintahan Nagari Kamang Hilia memberi perhatian besar terhadap sector perternakan ini, karena terdapat peluang yang besar untuk perkembangannya serta ditunjang oleh sarana dan prasarana yang memadai. Bagi peternak di Nagari Kamang Magek mengaitkan usaha ternak mereka untuk pertanian, dimana hasil kotoran ternak akan diolah guna dijadikan pupuk kandang untuk pemupukan


(1)

Nagari Kamang Hilia. Perubahan arti pada hal-hal tabu dalam pertanian di Nagari

Kamang Hilia, pada dasarnya tidak begitu berubah dari tujuan awal, hanya saja

dalam memahami dan mempercai hal tabu tersebut petani menyesuaikan dengan

perkembangan dalam hidup mereka. Untuk sekarang ini, petani mempercayai hal

tabu tersebut dalam konteks sebagai pedoman mereka dalam hidup

bermasyarakat, tidak lagi dalam konteks hal-hal yang berkaitan dengan dunia gaib

atau mistis.

5.2. SARAN

Kearifan lokal yang digunakan petani dalam pengelolaan padi sawah

bertujuan untuk peningkatkan hasil produksi. Begitu pula dengan petani di Nagari

Kamang Hilia yang menggunakan kearifan lokal terhadap pengelolaan pertanian

padi sawah. Peneliti menyarankan kepada petani di Nagari Kamang Hilia agar

tetap menjaga dan terus mewariskan nilai-nilai yang terkandung dalam kearifan

lokal yang telah diajarkan oleh nenek moyang. Nilai-nilai yang terkandung dalam

kearifan lokal tersebut, hendaknya selalu dijadikan sebagai panutan dan pedoman

dalam pengelolaan padi sawah.

Terdapat inovasi-inovasi dalam pengelolaan padi sawah terkait

perkembangan tekonologi dan perubahan kondisi alam beberapa tahun terakhir.

Inovasi-inovasi ini sangat membantu petani dalam pengelolaan padi sawah agar

lebih efektif dan efisien. Akan tetapi petani di Nagari Kamang Hilia diharapkan

dapat menyesuaikannya terhadap nilai-nilai yang terkandung di dalam kearifan

lokal, sehingga tujuan untuk melestarikan ekosistem padi sawah dapat tercapai.

Sehingga sawah tersebut bisa diwariskan dan terjaga kelestariannya hingga anak


(2)

Sekarang ini sudah banyak sekali teknologi yang merusak kelestarian

lingkungan, tidak kecuali teknologi di bidang pertanian. Saran peneliti kepada

pihak pemerintah adalah memberikan lebih banyak penyuluhan mengenai

informasi-informasi dalam penggunaan teknologi ramah lingkungan. Seperti

teknik-teknik pengendalian hama menggunakan teknologi ramah lingkungan,

teknik pengelolaan pupuk organik, atau aturan-aturan dalam menggunakan bahan

kimia terhadap tanaman padi sawah. Sehingga kelestarian lahan padi sawah di

Nagari Kamang Hilia tetap terjaga hingga ke generasi berikutnya. Berbagai

informasi melalui penyuluhan tersebut akan membantu petani dalam menambah

wawasan mereka terhadap pengelolaan padi sawah. Sehingga para petani bisa

memaksimalkan pengetahuan mereka dalam pengelolaan dengan menjaga

kelestarian dan kearifan lahan pertanian padi sawah.

Bagi para akademis yang akan melakukan penelitian mengenai pertanian

padi sawah, diharapkan dapat menggali lebih dalam mengenai dinamika-dinamika

pada kearifal lokal dalam pengelolaan padi sawah. Sehingga lebih memperkaya

bahan bacaan dan menjadi acuan para akademis berikutnya yang akan membahas


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Bernard, H. Russel. Reaserch Methods in Anthropology : Qualitative and

Quantitative Approach (second edition), California: Sage Publication,

1994.

Bungin, Burhan. Penelitian Kualitatif, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008.

Endraswara, Suwardi. Metode, Teori, Teknik, Penelitian Kebudayaan: Ideologi,

Epistemologi, dan Aplikasi, Yogyakarta: Pustaka Widyatama, 2006.

Farid, Aulia. “Menggagas Sistem Pertanian Modern Berbasis Kearifan”. http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/15422 (akses pada 14 Oktober 2011).

Herufal. “Pengertian Teknologi”.

(akses

pada 8 April 2012).

Kadir, M. A. A. ”Ethnomathematic dan Bahasa Melayu”. www.nsdl.org (akses pada 26 April 2012).

Kantor Wali Nagari Kamang Hilia. Ekspose Wali Nagari Kamang Hilia. Kamang Hilir, April 2011.

Kantor Wali Nagari Kamang Hilia. Monografi Nagari Kamang Kecamatan

Tilatang Kamang Kabupaten Agam. Kamang Hilir, 15 Mei 1979.


(4)

Mangunwidjaja dan Sailah, I. Pengantar Teknologi Pertanian. Bogor: Penebar Swadaya, 2009.

Noor, Muhammad. “Kearifan Budaya Lokal Dalam Presfektif Pengembangan

Pertanian Di Lahan Rawa”.

8April 2012)

Nugraha, Andri. “Wuku : Kearifan Lokal Penanggalan Musim dalam Kegiatan Pertanian Pada Orang Bali di Pengajahan”. Skripsi Sarjana, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sumatera Utara, Medan, 2011.

Pattiselanno, Freddy. “Membuat Kearifan Tradisional Unik Konservasi Satwa”.

https://fpattiselanno.wordpress.com/2012/01/05/apa-yang-membuat-kearifan-tradisional-unik-untuk-konservasi-satwa (akses pada 8 April 2012).

Praha, Hestu. “Menonton Film Bisa Dewek: Perubahan Pengetahuan dan Praktik pada Kelompok Tani Sri Cendana”, Bisa Dewek: Kisah Perjuangan Petani

Pemulia Tanaman di Indramayu, eds. Yunita T. Winarto. Jakarta:

Gramata Publishing. 2011.

Ridwan, Nurma Ali. “Landasan Keilmuan Kearifan Lokal”, Ibda Jurnal Studi

Islam dan Budaya, Vol.51 No.1 (Januari-Juni 2007), hal. 2.

Santoso, Imam. “Eksistensi Kearifan Lokal Pada Petani Tepian Hutan Dalam memelihara Kelestarian Ekosistem Sumber Daya Hutan”, Jurnal

Wawasan, Volume II (Februari 2006), hal 10.

Sartini. “Menggali Kearifan Lokal Nusantara Sebuah Kajian Filsafat”.

(akses


(5)

Sinaga, Devi. “Kajian Kearifan Tradisional dan Ketergantungan Masyarakat Dalam Pengelolaan Hutan di Sekitar Suaka Margasatwa Dolok Surungan”. Skripsi Sarjana, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan, 2010.

Spradley, James. P. Metode Etnografi. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, 1997.

Wattimena, A.A. “Filsafat Rok Mini Martin Heidegger”. (akses pada 8 April 2012).

Sumber Lain :

• “Ajeg Bali: Benteng Kehidupan Masyarakat”.

• “Faktor Penyebab Gagal Panen Di Indonesia”.

https://unikom.ac.id/download.php/Faktor-Penyebab-Gagal-Panen-Di-Indonesia

• “Gambaran Umum Pertanian”.

(akses pada 15 Oktober 2011).

pada 17 februri 2012).

• “Indonesia Dihantui Kerawanan Pangan”.

15 Oktober 2011).

• “Luas Penggunaan Lahan di Indonesia”.

• “Penyusutan Luas Lahan Tanaman Pangan Perlu Diwaspadai”.

Diwaspadai

• “Sesajen”.

(akses pada 15 Oktober 2011).

• “Sumber Daya Alam”.


(6)

• “What Is Local Knowledge”. (akses pada 9 April 2012).


Dokumen yang terkait

Fungsi Permainan Berburu Babi Pada Masyarakat Minangkabau (Studi Deskriptif di Kanagarian Kamang Mudiak, Kecamatan Kamang Magek, Kabupaten Agam)

9 415 107

ANALISIS JARINGAN PERDAGANGAN PADI DAN BERAS DI KECAMATAN TILATANG KAMANG KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT Analisis Jaringan Perdagangan Padi dan Beras di Kecamatan Tilatang Kamang Kabupaten Agam Sumatera Barat.

2 6 15

Budaya Politik Masyarakat Minangkabau (Studi di Nagari Kamang Mudik Kecamatan Kamang Magek Kabupaten Agam).

0 0 1

SOSIALISASI POLITIK DALAM MASYARAKAT NAGARI KAPAU KECAMATAN TILATANG KAMANG KABUPATEN AGAM.

0 0 9

TEKNOLOGI PEMANFAATAN LIMBAH BUAH KAKAO SEBAGAI PUPUK ORGANIK RAMAH LINGKUNGAN DI NAGARI KAMANG HILIR KECAMATAN KAMANG MAGEK KABUPATEN AGAM.

0 0 9

Usaha Kerupuk Ubi Serta Pengaruhnya Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat (studi kasus di Nagari Kamang Hilir Kecamatan Kamang Magek, Kabupaten Agam).

0 0 7

PELAKSANAAN PERJANJIAN BAGI HASIL SAWAH DI KECAMATAN KAMANG MAGEK KABUPATEN AGAM.

0 0 8

BAB II GAMBARAN UMUM NAGARI KAMANG HILIA 2.1. Identifikasi Nagari Kamang Hilia 2.1.2. Letak dan Akses Menuju Nagari Kamang Hilia - Kearifan Lokal Petani Dalam Pengelolaan Sawah Di Nagari Kamang Hilir Kecamatan Kamang Magek Kabupaten Agam Sumatera Barat

0 2 49

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Kearifan Lokal Petani Dalam Pengelolaan Sawah Di Nagari Kamang Hilir Kecamatan Kamang Magek Kabupaten Agam Sumatera Barat

0 3 21

Kearifan Lokal Petani Dalam Pengelolaan Sawah Di Nagari Kamang Hilir Kecamatan Kamang Magek Kabupaten Agam Sumatera Barat

0 2 12