BAB III PERANAN KEPOLISIAN DALAM MENANGANI PELAKU TINDAK PIDANA NARKOBA SUNTIK (IDU’s) A. Tinjauan Satuan Narkoba di Polresta Meda. - Tinjauan Kriminologis Dan Hukum Pidana Terhadap Peranan Kepolisian Dalam Menangani Pelaku Tindak Pidana Akibat Pengaruh N

BAB III PERANAN KEPOLISIAN DALAM MENANGANI PELAKU TINDAK PIDANA NARKOBA SUNTIK (IDU’s) A. Tinjauan Satuan Narkoba di Polresta Meda. Adalah unsur pelaksana utama Polres yang bertugas membina dan

  menyelengggarakan fungsi penyelidikan dan penyidikan tindak pidana Narkoba termasuk penyuluhan dan pembinaan dalam rangka P4GN (Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan Peredaran Gelap Narkoba). Satuan Narkoba dipimpin oleh seorang Kepala Satuan (Kasat) yang mempunyai

50 Tugas Pokok dan Fungsi :

  • Memimpin, mengendalikan dan melakukan pengawasan terhadap penanganan kasus-kasus tindak pidana Narkoba di lingkungan Polres dan sekitarnya.
  • Melakukan pembinaan sumber daya di lingkungan Sat Narkoba dalam rangka efektifitas pelaksanaan tugas.
  • Melaksanakan koordinasi baik ke luar maupun ke dalam di lingkungan Sat Narkoba dalam rangka efektifitas pelaksanaan tugas.
  • Sat Narkoba dipimpin oleh Kasat Narkoba bertanggung jawab kepada Kapolres.

  50 http://www.komisikepolisianindonesia.com/main.php?page=artikle&id=117&halaman=329

  Pelayanan Cepat (Quick Wins) merupakan Pelayanan kepada Pihak yang sedang memperjuangkan keadilan melalui pemberian SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan) :

  • Pemberian SP2HP kepada pihak yang sedang memperjuangkan keadilan menjadi tanggung jawab Kasat Narkoba selaku pengemban program Penyelidikan dan Penyidikan Tindak Pidana.
  • Pemberian SP2HP diberikan setiap tahapan :

  Tahap Penerimaan / Penilaian Laporan, SP2HP diberikan kepada pelapor paling lambat 3 hari setelah diterimanya laporan, dalam bentuk surat maupun memanfaatkan IT (website), dalam SP2HP menjelaskan bahwa laporan/pengaduan diterima dan akan ditindak lanjuti dengan penyelidikan dan menyebutkan identitas penyidik / penyelidik serta mencantumkan no. HP / telepon yang dapat dihubungi setiap saat diperlukan. Pada akhir kalimat dibuat catatan membuat Motto Polri : KAMI SIAP MELAYANI ANDA DENGAN CEPAT, TEPAT, TRANSPARAN, AKUNTABEL DAN TANPA IMBALAN.

  A.

  Tahap Penyelidikan

  • Untuk kasus ringan dan mudah dengan waktu penyelidikan 14 hari, pengirimana SP2HP paling lambat pada hari terakhir pelaksanaan penyelidikan (hari ke 14).
  • Untuk kasus sulit denganwaktu penyelidikan 30 hari, pengiriman SP2HP dilaksanakan pada hari ke 15 dan ke 30.
B.

  Tahap Penyidikan 1. Tahap Penindakan dan Pemeriksaan.

  • Kasus Ringan (30 hari), SP2HP dikirim kepada pelapor pada hari ke 15 dan hari ke 30.
  • Kasus Mudah (60 hari), SP2HP dikirim kepada pelapor pada hari ke 15 dan ke 30, ke 45 dan ke 60.
  • Kasus Sulit (90 hari), SP2HP dikirim kepada pelapor pada hari ke 15 dan 30, ke 45 dan 60, ke 75 dan 90.
  • Kasus Sangat Sulit (120 hari), SP2HP dikirim kepada pelapor pada hari ke 20 dan ke 40, ke 60 dan ke 80, ke 100 dan ke 120.

  2. Tahap Penyelesaian dan Penyerahan Berkas Perkara, SP2HP diberikan kepada Pelapor pada :

  • Pelimpahan perkara Tahap I.
  • Apabila ada P.19.
  • Saat Pelimpahan kembali Berkas Perkara ke Jaksa Penuntut Umum.
  • Pelimpahan Tahap II (Tersangka dan Barang Bukti).

  3. SP2HP kedua, ketiga dan seterusnya berisi perkembangan Penyidikan, isinya tidak sama dengan SP2HP sebelumnya, ada perkembangan hasil penyelidikan dan penyidikan.

  4. Untuk Penandatanganan SP2HP ditandatangani oleh Kasat, Wakasat, tembusan Kapolres / Wakapolres.

  Kemandirian Polri diawali sejak terpisahnya dari ABRI tanggal 1 April 1999 sebagai bagian dari proses reformasi haruslah dipandang dan disikapi secara arif sebagai tahapan untuk mewujudkan Polri sebagai abdi negara yang profesional dan dekat dengan masyarakat, menuju perubahan tata kehidupan nasional kearah masyarakat madani yang demokratis, aman, tertib, adil dan sejahtera. Kemandirian Polri dimaksud bukanlah untuk menjadikan institusi yang tertutup dan berjalan serta bekerja sendiri, namun tetap dalam kerangkan ketata negaraan dan pemerintahan negara kesatuan Republik Indonesia yang utuh termasuk dalam mengantisipasi otonomi daerah sesuai dengan Undang-undang No.22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah dan Undang-undang No.25 tahun 1999 tentang Perimbangan keuangan antara pusat dan daerah.

  Pengembangan kemampuan dan kekuatan serta penggunaan kekuatan Polri dikelola sedemikian rupa agar dapat mendukung pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Polri sebagai pengemban fungsi keamanan dalam negeri. Tugas dan tanggung jawab tersebut adalah memberikan rasa aman kepada negara, masyarakat, harta benda dari tindakan kriminalitas dan bencana alam. Upaya melaksanakan kemandirian Polri dengan mengadakan perubahan-perubahan

  

  melalui tiga aspek yaitu:

  51 http://www.polri.go.id/organisasi/op/tp/

  1. Aspek Struktural: Mencakup perubahan kelembagaan Kepolisian dalam Ketata negaraan, organisasi, susunan dan kedudukan.

  2. Aspek Instrumental: Mencakup filosofi (Visi, Misi dan tujuan), Doktrin, kewenangan,kompetensi, kemampuan fungsi dan Iptek.

  3. Aspek kultural: Adalah muara dari perubahan aspek struktural dan instrumental, karena semua harus terwujud dalam bentuk kualitas pelayanan Polri kepada masyarakat, perubahan meliputi perubahan manajerial, sistem rekrutmen, sistem pendidikan, sistem material fasilitas dan jasa, sistem anggaran, sistem operasional. Berkenaan dengan uraian tugas tersebut, maka Polri akan terus melakukan perubahan dan penataan baik di bidang pembinaan mau pun operasional serta pembangunan kekuatan sejalan dengan upaya Reformasi. Tugas Pokok Satuan Narkoba berdasarkan KEPUTUSAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NO. POL. : KEP / 7 / I / 2005 :

  • Sat Narkoba adalah unsur pelaksanaan utama pada Polres Tipe “A1”, “A2” dan “B1”, yang merupakan pemekaran dari Sat Reskrim dan berada di bawah Kapolres.
  • Sat Narkoba bertugas menyelenggarakan / membina fungsi penyelidikan dan penyidikan tindak pidana Narkoba & obat berbahaya (Narkoba), termasuk penyuluhan & pembinaan dalam rangka pencegahan dan rehabilitasi korban ? penyalahgunaan Narkoba.
  • Sat Narkoba dipimpin oleh Kepala Sat Narkoba, disingkat Kasat Narkoba, yang bertanggung jawab kepada Kapolres dan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari di bawah kendali wakapolres. Sat Narkoba terdiri dari Urusan Administrasi dan Ketatausahaan serta sejumlah unit. Sebagai lembaga yang dikedepankan dalam menciptakan keamanan dan ketertiban masyarakat, Polri harus mampu beradaptasi dengan setiap perubahan dan perkembangan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Di tengah dinamika yang begitu pesat, Polri menghadapi tantangan yang semakin berat dan komplek yang pada akhirnya memperluas bidang tugas Polri. Dalam menghadapi perubahan yang cepat tersebut Polri harus memiliki pandangan jauh ke depan sebagai pedoman yang mampu menjawab, membimbing dan memberikan arah kebijakan strategi dalam mengantisipasi intensitas permasalahan yang dihadapi.

  Kasat Narkoba bertugas membina Fungsi dan menyelenggarakan kegiatan- kegiatan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana, termasuk fungsi identifikasi dalam rangka penegakan hukum. Dalam pelaksanaan tugas dan kewajibannya Kasat Narkoba dibantu oleh Kanit dan Kasubnit. Kasat Narkoba Polresta Medan bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada Kapolresta Medan dan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari dibawah kendali Waka Polresta Medan. Saat ini satuan Narkoba Polresta memiliki jumlah personil .....orang. Jumlah ini masih sangat kurang apabila dibandingkan dengan jumlah penduduk kota Medan yang harus mendapatkan pelayanan. Dalam melaksanakan tugasnya Sat Narkoba menyelenggarakan Fungsi:

  1. Mengelola sumber daya yang tersedia secara optimal serta meningkatkan kemampuan dan daya gunanya.

  2. Mengelola ketertiban administrasi keuangan / perbendaharaan baik yang diadakan melalui program APBN maupun bantuan dari Pemda / masyarakat serta menggunakannya seoptimal mungkin bagi keberhasilan pelaksanaan tugas.

  3. Menjabarkan dan menindak lanjuti setiap kebijakan Pimpinan.

  4. Dalam melaksanakan tugasnya wajib menerapkan prinsip koordinasi, integrasi dan sinkronisasi baik dalam lingkungan satuan organisasi Polresta Medan maupun dalam hubungannya dengan Instansi Pemerintah dan lembaga lainnya.

  5. Membina dan menyelenggarakan fungsi penyelidikan/penyidikan tindak pidana, termasuk fungsi identifikasi dan fungsi laboratorium forensik lapangan dalam rangka penegakan hukum serta kegiatan-kegiatan lain yang menjadi tugas Sat Narkoba dalam lingkungan Polresta Medan.

  6. Menyelenggarakan kegiatan penyelidikan/penyidikan tindak pidana umum dan tertentu, dengan memberikan pelayanan/perlindungan khusus kepada korban/ pelaku remaja, anak-anak dan wanita, dalam rangka penegakan hukum sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

  7. Menyelenggarakan penyuluhan ke instansi pemerintahan, sekolah dan masyarakat.

B. Jenis-Jenis Kegiatan yang dilakukan Satuan Narkoba Polresta Medan

  Beberapa waktu belakangan ini di seluruh sudut kota bahkan sampai pelosok daerah terpampang spanduk anti Narkoba (Narkoba dan obat-obat adaktif lain) sebagai bentuk keprihatinan masyarakat atas peredaran Narkoba yang sudah meraja lela sampai-sampai tidak mengenal umur sasarannya. Tidak hanya memasang spanduk, masyarakat pun aktif mengikuti pelatihan hukum, maupun kegiatan-kegiatan dalam rangka gerakan anti Narkoba. Sehingga tidak sedikit peristiwa penangkapan atas pelaku peredaran Narkoba oleh aparat keamanan,informasinya bersumber dari masyarakat sendiri. Bahkan tidak jarang masyarakat pun melakukan tindakan main hakim sendiri dengan menangkap atau mengadili sendiri orang-orang yang diduga kuat sebagai pengedar Narkoba.

  Berdasarkan hasil penelitian Dadang Hawari tahun 1990, didapatkan bahwa remaja (berusia 13-17 tahun) merupakan pemakai (penyalahgunaan ) Narkoba terbesar (97 %) di Indonesia. Sementara Purwoko menyatakan bahwa sebagian besar korban penyalahgunaan Narkoba berusia 15–25 tahun. Sementara perkembangan kasus penyalahgunaan Narkoba dari tahun ke tahun terus meningkat. Berdasarkan data Mabes Polri per September 2003 terungkap bahwa pada akhir 2000 terdapat 3478 kasus Narkoba. Di akhir September 2003 angka itu meningkat signifikan menjadi 3729 kasus. Sedangkan Dadang Hawari menyatakan bahwa jumlah pasien NAZA yang ada di masyarakat sebanyak 10

   kali dari angka resmi yang tercatat.

  52 http://echamoy.files.wordpress.com/2009/01/artikel-penanggulangan-Narkoba.doc

  Menyimak gejala yang dikemukakan di atas, banyak elemen masyarakat yang berupaya mengadakan kegiatan dalam rangka penanggulangan Narkoba.

  Ironisnya berdasarkan hasil temuan Tim Pokja Depdiknas 2002, sekitar 70 pasien dari 4 juta pecandu Narkoba tercata sebagai anak usia sekolah yang berumur 14– 20 tahun. Semua ini terjadi akibat publikasi dampak penyalahgunaan Narkoba yang tidak tepat. Kesalahan tersebut terjadi pada proses edukasi kompanye Narkoba seperti pada acara seminar maupun diskusi, pemberian materi di kelas dan sasaran usia anak didik yang tidak tepat justru memicu anak sekolah untuk mencoba barang haram tersebut. Selain itu menghadirkan selebritis mantan pengguna Narkoba pada acara-acara seminar membuka peluang meningkatnya

   pengguna Narkoba karena sesuai dengan karakteristik remaja yang suka meniru.

  Dalam rangka melakukan upaya penegakkan hukum di wilayah Polresta Medan,khusunya dalam hal penanggulangan penyalahgunaan Narkoba, Polresta Medan (Satuan Narkoba) melakukan berbagai kegiatan : 1).

  Kegiatan Pre-emtif Pre-emtif pencegahan yang dilakukan secara dini melalui kegiatan- kegiatan edukatif dengan sasaran mempengaruhi faktor-faktor penyebab, pendorong dan faktor peluang yang biasa disebut sebagai Faktor Korelatif Kriminogen (FKK) dari terjadinya pengguna untuk menciptakan sesuatu kesadaran dan kewaspadaan serta daya tangkap guna terbinanya kondisi perilaku dan norma hidup bebas dari penyalahgunaan Narkoba, 53 psykotropika maupun mengkonsumsi minuman keras. Bahwa kegiatatan

  http://echamoy.files.wordpress.com/2009/01/artikel-penanggulangan-Narkoba.doc ini pada dasarnya merupakan pembinaan pengembangan lingkungan serta pengembangan sarana dan kegiatan positif. Lingkungan keluarga sangat besar peranannya dalam mengantisipasi segala perbuatan yang dapat merusak kondisi keluarga yang telah terbina dengan serasi dan harmonis.

  Sekolah juga merupakan lingkungan yang sangat besar pengaruhnya bagi perkembangan kepribadian remaja, baik untuk pengembangan ilmu pengetahuan maupun pengaruh negatif dari sesama pelajar, oleh karena itu perlu terbina hubungan yang harmonis baik sesama pelajar maupun antara pelajar dengan pengajar sehingga akan menghindari bahkan menghilangkan peluang pengaruh negatif untuk dapat berkembang di lingkungan pelajar. Mengembangkan pengetahuan kerohanian atau keagamaan dan pada saat-saat tertentu dilakukan pengecekan terhadap murid untuk mengetahui apakah diantara mereka telah menyalahgunakan Narkoba, psykotropika maupun minuman-minuman keras.

  2).

  Kegiatan Preventif Bahwa pencegahan adalah lebih baik dari pada pemberantasan, oleh karena itu perlu dilakukan pengawasan dan pengendalian Police

  Hazard (PH) untuk mencegah suplay and demand agar tidak saling interaksi, atau dengan kata lain mencegah terjadinya Ancaman Faktual (AF). Bahwa upaya preventip bukan semata-mata dibebankan kepada PoIri, namun juga melibatkan instansi terkait seperti Bea dan Cukai, Balai POM, Guru, Pemuka Agama dan tidak terlepas dari dukungan maupun peserta masyarakat, karena dalam usaha pencegahan pada hakekatnya adalah : a.

  Penanaman disiplin melalui pembinaan pribadi dan kelompok.

  b.

  Pengendalian situasi, khususnya yang menyangkut aspek budaya, ekonomi dan politik yang cenderung dapat merangsang terjadinya penyalahgunaan Narkoba, psykotropika maupun minuman keras.

  c.

  Pengawasan lingkungan untuk mengurangi atau meniadakan kesempatan terjadinya penyalahgunaan Narkoba, psykotropika dan obat-obatan berbahaya/minuman keras.

  d.

  Pembinaan atau bimbingan dari partisipasi masyarakat secara aktif untuk menghindari penyalahgunaan tersebut dengan mengisi kegiatan-kegiatan yang positif. Satuan Narkoba Polresta Medan dalam upaya mencegah penyalahgunaan Narkoba, psykotropika dan minuman keras bersama-sama dengan instansi terkait melakukan penyuluhan terhadap segala lapisan masyarakat baik secara langsung, melalui media cetak maupun media elektronik. Melakukan operasi kepolisian dengan cara patroli, razia di tempat-tempat yang dianggap rawan terjadinya penyalahgunaan Narkoba, psykotropika maupun obat-obatan berbahaya/minuman keras. Untuk melaksanakan upaya preventif tersebut fungsi yang dikedepankan adalah fungsi Bimmas dengan melibatkan peran serta Toga, Tomas, Tenaga Pendidik, LSM, Pokdar Kamtibmas ( Citra Bhayangkara) 3).

  Kegitan Represif .

  Merupakan upaya penindakan dan penegakan hukum terhadap ancaman factual dengan sangsi yang tegas dan konsisten sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku untuk membuat efek jera bagi para pengguna dan pengedar Narkoba.

  Bentuk - bentuk kegiatan yang dilakukan Polri dalam upaya Represif tersebut adalah : a.

  Menangkakap pelaku dan melimpahkan berkas perkaranya sampai ke pengadilan.

  b.

  Memutuskan jalur peredaran gelap Narkoba c. Mengungkap jaringan sindikat pengedar d. Melaksanakan Operasi Rutin Kewilayahan dan Ops Khusus terpusat secara kontinyu. Fungsi yang dikedepankan adalah fungsi Reserse.

  Tujuan dari kegiatan ini adalah terwujudnya kepastian dan supremasi hukum tentang penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba. Dengan sasaran Memberantas dan mengungkap jaringan dan peredaran gelap Narkoba dan penyelesaian perkara trans nasional, kejahatan terhadap produsen dan pengedar serta pengguna Narkoba dan psikotropika. Terbagi menjadi tiga jenis kegiatan yang saling terpadu: a).

  Penyelidikan.

   Memastikan perkara pidana atau bukan.

   Mengumpulkan informasi dan penggalangan kepada informan yang di lapangan.

   Penggalangan kepada masyarakat untuk memperkaya informasi tentang adanya kejahatan Narkoba dan obat-obatan berbahaya.

  b).

  Penyidikan.

   Memeriksa orang atau barang yang dicurigai.

   Mengajukan ke Labfor untuk uji kebenaran kepastian barang yang dicurigai.

   Melaksanakan pemberkasan.

   Pengajuan berkas ke penuntut.

   Penyempurnaan berkas perkara dan proses persidangan.

   Penyelenggaraan manajemen tahanan.

  c).

  Penegakkan Hukum.

   Meningkatkan kerjasama dengan Instansi terkait.

   Mengadakan razia si sekolah atau tempat yang dicurigai para pengguna.

   transaksi Narkoba 4).

  Mengadakan razia di tempat tempat yang dicurigai untuk

  Kegiatan Rehabilitasi Treatment dan Rehabilitasi merupakan usaha untuk menolong, merawat dan merehabilitasi korban penyalahgunaan Narkoba/obat terlarang dalam lembaga tertentu, sehingga diharapkan para korban dapat kembali ke dalam lingkungan masyarakat atau dapat bekerja dan belajar serta hidup dengan layak. Dalam upaya penyembuhan dan pemulihan kondisi para korban penyalahgunaan Narkoba/obat terlarang di Indonesia, dewasa ini Polri bekerjasama dengan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan ataupun lembaga sosial masyarakat lainnya untuk melakukan pemulihan terhadap para korban penyalahgunaan Narkoba.

  Upaya yang dilakukan merehabilitas mereka yang sudah memakai dan dalam proses penyembuhan, upaya ini dilakukan cukup lama oleh lembaga khususnya seperti klinik rehabilitas dan kelompok masyarakat yang dibentuk khusus (therapeutic community). Dalam kegiatan ini satuan Narkoba Polresta Medan bekerjasama dengan layanan/tempat rehabilitasi medis/sosial. Tahap ini dibagi menjadi dua bagian yaitu fase stabilitasi yang berfungsi untuk mempersiapkan pengguna kembali ke masyarakat, dan fase sosial dalam masyarakat agar mantan penyalahguna Narkoba mampu mengembangkan kehidupan yang bermakna di masyarakat. Adapun tujuan terapi dan rehabilitasi ini

  

  adalah:

  • Abstinensia atau menghentikan sama sekali penggunaan NAPZA. Tujuan ini tergolong sangat ideal,namun banyak orang tidak mampu atau mempunyai motivasi untuk mencapai tujuan ini, terutama kalau ia baru menggunakan NAPZA pada fase-fase awal. Pasien tersebut dapat ditolong dengan meminimasi efek- efek yang langsung atau tidak langsung dari NAPZA. Sebagian pasien memang telah abstinesia terhadap salah satu NAPZA tetapi kemudian beralih untuk menggunakan jenis NAPZA yang lain.
  • Pengurangan frekuensi dan keparahan relaps Sasaran utamanya adalah pencegahan relaps .Bila pasien pernah menggunakan satu kali saja setelah “clean” maka ia disebut “slip”. Bila ia menyadari kekeliruannya,dan ia memang telah dobekali ketrampilan untuk mencegah pengulangan penggunaan kembali, pasien akan tetap mencoba bertahan untuk selalu abstinensia. Pelatihan relapse prevention programe, Program terapi kognitif, Opiate antagonist maintenance therapy dengan naltreson merupakan beberapa alternatif untuk mencegah relaps.
  • Memperbaiki fungsi psikologi dan fungsi adaptasi sosial. Dalam
  • 54 kelompok ini,abstinensia bukan merupakan sasaran utama.

      http://ichwanmuis.com/?p=1691

      Terapi rumatan (maintence) metadon merupakan pilihan untuk mencapai sasaran terapi golongan ini.

      Adapun tujuan dari kegiatan ini adalah sebagai Proses penyembuhan pelaku dari efek ketergantungan dan pengembalian sikap mental perilaku pengguna untuk dapat menjalani kehidupan normal dan diterima di masyarakat. Dengan sasaran para korban sebagai pelaku atau pengguna baik yang menyadari dan melaporkan ingin memperoleh kesembuhan dan yang tertangkap/ ditemukan dalam proses hukum sehingga sembuh/sehat dan tidak mengulangi

      

      perbuatan. Kegiatan yang dilakukan berupa: 1).

      Memberikan pengobatan kepada pelaku atau pengguna Narkoba yang melaporkan atau pengguna/ korban yang selesai menjalani hukuman untuk terapi penyembuhan.

      2).

      Memberikan pembinaan sikap mental dan rohani kepada pelaku atau pengguna Narkoba.

      3).

      Meningkatkan pemantauan terus menerus kegiatan sehari-hari korban yang sudah sadar.

      4).

      Mengirimkan pengguna atau eks pengguna Narkoba ke Panti Rehabilitasi Sosial yang khusus menangani korban Narkoba .

      55 http://www.jombangkab.go.id/e-gov/Narkoba/bagaimana.htm

      

    C. Hambatan yang ditemui dalam menangani pelaku tindak Pidana

    Narkoba Suntik

      Perkembangan teknologi informasi tidak dapat kita hindari, karena berpengaruh terhadap situasi keamanan dan ketertiban masyarakat, dan itu menjadi tantangan tugas yang tidaklah ringan bagi kepolisian sehingga perlu didukung peran serta masyarakat dalam memberikan informasi dan didukung oleh kemampuan dari sumber daya anggota polri dalam mengoptimalkan kemampuan dibidang teknologi, dengan demikian teknologi dan sistem informasi menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan kepolisian bagi kepentingan operasional maupun pembinaan.

      Setiap kegiatan menghadapi sumber daya yang terbatas dan hasil yang terbatas atas setiap hasil kerja kegiatan tersebut. Keterbatasan-keterbatasn ini disebut “Kendala” (constraint). Teori Kendala mengakui bahwa kinerja/hasil kerja setiap kegiatan dibatasi oleh kendala-kendalanya. Jika hendak memperbaiki kinerjanya, suatu kegiatan harus mengidentifikasi kendala-kendalanya, mengeksploitasi kendalanya dalam jangka pendek dan jangka panjang, kemudian

       menemukan cara untuk mengatasinya.

      Dalam pelaksanaan fungsi satuan Narkoba Polresta Medan dalam menangani tindak pidana yang dilakukan oleh pengguna Narkoba suntik (IDUs), juga ditemukan hambatan yang membuat pelaksanaan tugas fungsi Narkoba tidak maksimal.yaitu: a).

      Faktor Internal.

      56 http://dion.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/14149/TEORI+KENDALA.doc

      Faktor-faktor yang membatasi/menghambat pencapaian kinerja yang maksimal yang berasal dari dalam satuan Narkoba Polresta Medan, yaitu:

       Secara umum kualitas personil Polri masih sangat kurang, khususnya dalam bidang penyelidikan dan penyidikan kasus Narkoba. Ditambah lagi jumlah personil satuan Narkoba Polresta Medan yang masih sangat kurang (…. Orang), dibandingkan dengan jumlah yang dibutuhkan (…. Orang) sesuai dengan proporsi perbandingan jumlah penduduk kota Medan. Kendala lain sulitnya dilakukan pemberantasan narkoba khususnya di Medan, karena aparat pemerintahan terlibat di dalamnya. Baik PNS maupun oknum TNI/Polri banyak bermain dalam bisnis barang haram ini. Keterlibatan PNS, oknum TNI/Polri bermain dan menikmati barang haram ini, menjadi hambatan yang paling berat dalam pemberantasan narkoba. Dan hal ini sangat dirasakan di lapangan.Yang paling celaka adalah oknum polisi ikut bermain, sebab seharusnya mereka harus menangkap, bukan malah ikut bermain.

      Personil

       Kepolisian mengeluhkan minimnya anggaran yang diberikan untuk memberantas peredaran narkoba yang marak terjadi di

      Keterbatasan dana/anggaran.

      Indonesia. Dana yang digunakan sekarang ini, hanya bisa untuk menuntaskan sekira 250 kasus per tahun.“Saat ini Polri menyadari keterbatasan sarana dan prasarana serta anggaran untuk pemberantasan narkoba. Setiap bulan rata-rata 650 kasus narkotik yang ditangani. Tetapi anggaran yang disediakan hanya untuk 250 kasus dalam setahun. tas keterbatasan anggaran tersebut dirinya menjelaskan bahwa nantinya penanganan untuk menyelesaiakan maraknya peredaran narkoba tidak akan

       terselesaikan.

       Hampir 75 persen penderita HIV/AIDs tertular dari jarum suntik

      Isu HIV dan AIDS

      

      narkoba secara bergantian. Sehingga apabila ditemukan pengguna narkoba suntik yang melakukan tindak pidan (bukan masalah Narkoba), kemungkinan besar yang bersangkutan sudah terinfeksi HIV. Hal ini yang kemudian dimanfaatkan oleh pelaku tindak pidana (oleh pengguna narkoba suntik) untuk lepas dari jerat hukum. Ditambah ketidak tahuan petugas pada informasi HIV dan AIDS secara benar. Sehingga seringkali pelaku tindak pidana (oleh pengguna narkoba suntik) dilepaskan oleh petugas kepolisian, dengan alasan agar tidak tertular HIV dan tidak 57 menulari penghuni tahanan lainnya.

      http://news.okezone.com/read/2010/08/04/339/359527/berantas-narkoba-kepolisian-terkendala- 58 anggaran http://www.aidsindonesia.or.id/75-persen-penyebaran-hivaids-dari-narkoba.html b).

      Faktor Ekstenal Faktor-faktor yang membatasi/menghambat pencapaian kinerja yang maksimal yang berasal dari luar satuan Narkoba Polresta Medan, yaitu:

       Terkait dengan perumusan tindak pidana UU Narkoba dimana delik Narkoba diberikan batasan yang terlalu luas. Misalnya rumusan yang terdapat pada pasal 80 ayat (1),pasal 80 ayat (3),pasal 82 dan pasal 88 UU Narkoba yang mana terdapat alternatif hukuman tindak pidana, sehingga penafsirannya menjadi luas. Sedangkan terkait perumusan ancaman hukuman UU Narkoba masih menggunakan perumusan yang pasti atau tidak pasti (defenite-indefenite), sehingga ancaman pidana terkait penegakkan UU Narkoba menjadi tidak tegas. Kalaupun ada susunan yang menggunakan sitem defenite, ancaman pidana juga sangat besar sehingga menimbulkan kesulitan untuk

      UU dan Peraturan yang Kontra Produktif.

       diberlakukannya ancaman pidana.

      Ada hambatan lain yang menyebabkan pemberantasan Narkoba di Kota Medan sedikit terhambat. Hambatan itu adalah adanya edaran Kapolri yang mengharuskan Ketua Pelaksana Harian (Kelahar) BNP (Badan Narkoba Propinsi) mengundurkan diri dari jabatannya di instansi kepolisian. “Ada ketakutan pihak 59 kepolisian kalau Kelahar nantinya bakal diperiksa Komisi

      http://lumbungriset.blogspot.com/2009/07/kendala-yuridis-dalam-pemberantasan.html

      Pemberantasan Korupsi (KPK) karena menerima gaji dobel yakni dari kepolisian dan dari Pemda.

       Masalah pokoknya berpijak pada kondisi sosial ekonomi masyarakat Indonesia yang jauh di bawah standar, sehingga mudah dijadikan kurir Narkoba. Mental masyarakat kita sangat rapuh, seperti mudah disuap, suka menerabas dan potong kompas, mementingkan diri sendiri, susah diajak koordinasi serta menghindar dari tanggung jawab, yang berakibat sering menjadi bagian dari sindikat Narkoba.

      Kondisi sosial ekonomi masyarakat.

       Belum ada keseragaman visi, misi dan interpretasi di seluruh komponen masyarakat. Hingga sini belum ada keseragaman visi, misi dan interpretasi di seluruh komponen masyarakat, bangsa dan negara yang menyatakan bahwa Narkoba adalah musuh bersama dan kejahatan yang harus diperangi. Untuk memutus jaringan distribusi (supply), maka harus dilakukan operasi pemberantasan dan pemutusan jaringan yang terus-menerus sepanjang tahun terhadap sindikat Narkoba, baik pemodal, pabrik, pengirim, pembawa (kurir), penerima sampai kepada pengedar. Selain itu memetakan titik pengiriman, menutup rute yang dilalui baik melalui bandar udara, pelabuhan laut atau perbatasan sampai titik akhir pengiriman barang (gudang).

      Operasi pemberantasan peredaran gelap Narkoba juga harus dilakukan di daerah kantong-kantong Narkoba, tempat-tempat hiburan, serta pemutusan jaringan sindikat yang dikendalikan dari lembaga pemasyarakatan (Lapas). Karena itu, pihak BNP (Badan Narkoba Propinsi) harus terus meningkatkan kerjasama dengan badan-badan penegak hukum di kota Medan maupun

       pihak kepolisian internasional.

      60 http://liranews.com/mdgs/2010/10/29/indonesia-harus-menerapkan-bio-metric-untuk-ungkap- jaringan-Narkoba/

    BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN Dalam bab ini penulis mencoba untuk menyampaikan beberapa hal yang

      dianggap penting dari uraian-uraian bab terdahulu serta memberikan saran guna perkembangan penanganan Pelaku Tindak Pidana akibat pengaruh Narkoba Suntik di masa yang akan datang. Maka kesimpulan dan saran yang dapat penulis kemukakan, adalah:

    A. Kesimpulan

      Berikut ini akan disampaikan mengenai kesimpulan dari penelitian mengenai penanganan Pelaku Tindak Pidana akibat pengaruh Narkoba Suntik dalam perspektif hukum pidana: 1.

      Filosofi rehabilitasi cenderung lebih tepat sebagai model penghukuman terhadap para pengguna Narkoba. Jika dilihat dari karakteristik kejahatan ini, model rehabilitasi jelas memberikan pola penanganan yang lebih jelas dan terukur. Oleh karenanya, kebijakan menjebloskan para pengguna Narkoba yang jelas tidak sekaligus menjadi pengedar ke dalam penjara dinilai tidak tepat. Kekhawatiran besar terhadap kebijakan tersebut adalah tidak mampunya lembaga pemasyarakatan yang lebih menekankan filosofi reintegrasi untuk menjalankan fungsi-fungsi rehabilitatif. Terutama dalam melakukan detoksifikasi dan menghilangkan ketergantungan. Jikapun lembaga pemasyarakatan bersikeras mampu melaksanakan fungsi-fungsi rehabilitatif, polemik atas peran sistem pemasyarakatan di Indonesia sekarang ini cenderung membuat kita menjadi semakin skeptis.

      2. Perbedaan Rahabilitasi dan hukuman penjara: a.

      Selain dilihat dari ketidakmampuan untuk menjalankan fungsi rehabilitatif, menjebloskan para murni pengguna Narkoba ke dalam lembaga pemasyarakatan akan sangat berpotensi menjadikan mereka pelaku kejahatan yang lebih serius (efek prisonisasi).

      Terlebih lagi di dalam sistem penjara yang belum mampu memberlakukan kategorisasi narapidana secara ketat. Di dalamnya, interaksi sekaligus proses pembelajaran antaar pengguna dengan pengguna, terlebih lagi pengguna dengan pengedar sangat mungkin terjadi.

      b.

      Rumit dan kompleksnya permasalahan sistem pemasyarakatan Indonesia dewasa ini sangat mungkin menambah jumlah residivisme para penggunan Narkoba. Pemerintah pada dasarnya memiliki banyak pilihan alternatif penghukuman bagi para penggunan Narkoba. Bahkan di antara alternatif tersebut telah dipraktekkan sejak lama dalam format Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) atau lembaga-lembaga swadaya masyarakat yang telah berperan aktif dalam memberikan konseling kepada murni pengguna.

      3. Peranan Kepolisian dalam menangani tindak pidana yang dilakukan oleh pengguna Narkoba suntik.

       satuan narkoba, peningkatan anggaran penyelidikan dan penyidikan kasus Narkoba, peningkatan sarana dan prasarana pendukung, guna lebih memberdayakan Polri dalam mengungkapkan kasus penyalahgunaan Narkoba.

      Perlunya peningkatan kualitas penyidik Polri khususnya pada

       kepada personil Satuan Narkoba Polresta Medan. Hal ini dimaksudkan agar jangan ada lagi personil satuan Narkoba yang melepaskan pelaku tindak pidana (yang dilakukan oleh pengguna narkoba suntik) dengan alasan yang bersangkutan sudah terinfeksi HIV.

      Perlunya pemberian informasi yang benar tentang HIV dan AIDS

      4. Melalui kegiatan preventif yang bersifat informatif dan edukatif, Narkoba dapat diajarkan di lembaga-lembaga pendidikan formal dengan tidak mengiliminasi jalur pendidikan non formal. Kegiatan ini pada jalur pendidikan formal dirasa dapat membantu proses penanggulangan Narkoba lebih efektif. Selain itu dengan materi-materi yang diberikan, para pelajar tidak hanya ampu mengatasi permasalahaan dirinya tapi melahirkan konselor-konselor di sekitarnya.

    B. Saran

      Saran-saran yang dapat penulis kemukakan berkaitan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut:

    1. Setelah diperhatikan, peraturan mengenai Narkoba yaitu Undang-undang

      Nomor 35 Tahun 2009 dirasa perlu diperbaiki. Undang-undang tersebut tidak mengatur dengan jelas bagaimana mekanisme pemidanaan pengguna Narkoba suntik. Undang-undang Narkoba tersebut hanya menyebutkan pemidanaan secara umum. Sehingga jika ditemukan tersangka atau terdakwa pengguna Narkoba suntik yang terindikasi positif HIV,sering kali tidak dapat penanganan yang serius apabila membutuhkan layanan kesehatan,atau bahkan karena ketakutan petugas /aparat maka pelaku tindak pidana tersebut dilepaskan begitu saja.

      2. Apa yang sudah dilakukan bersama antara masyarakat, pemerintah dan aparat penegak hukum dalam upaya penanggulangan dan pemberantasan Narkoba selama ini tentu harus tetap dilakukan dan ditingkatkan kualitas maupun kuantitasnya secara berkelanjutan. Namun demikian, perlu juga untuk dilakukan evaluasi dari waktu ke waktu mengingat karakteristik Narkoba sebagai kejahatan terorganisir, memiliki jaringan yang luas, modus kejahatan yang terus diperbaharui dengan melihat kelemahan pengawasan aparat penegak hukum dan kontrol sosial masyarakat, serta Narkoba menjadi bisnis yang menggiurkan ketika harga segala kebutuhan hidup naik dan lapangan kerja tidak ada. Walaupun ada tidak akan terjaring karena keterampilan yang minim dan tingkat pendidikan yang rendah. Ini menunjukkan upaya pemberantasan Narkoba tidak hanya dengan memenjarakan atau menghukum mati pelaku, tetapi merupakan masalah multidimensi yang membutuhkan upaya bersama lintas sektoral..

      3. Dalam politik kriminal, upaya penanggulangan kejahatan menggunakan dua sarana, yaitu sarana penal (hukum pidana) dan sarana non penal (non hukum pidana). Sarana penal selama ini sudah banyak dilakukan. Mulai dari pembaharuan undang-undang (terakhir UU No. 35/2009) sampai dengan menangkap dan memenjarakan bahkan menghukum mati pelaku Narkoba). Namun sayangnya upaya penal yang sering kita andalkan ini lebih bersifat represif dan bukan preventif. Ditambah lagi dengan keterbatasan SDM dan sarana yang ada tentu tidak mampu secara maksimal menghentikan peredaran Narkoba. Kini tidak hanya modus peredaran Narkoba saja yang semakin kreatif dan inovatif guna mengelabui petugas, seperti dalam kemasan permen coklat dan pengiriman via pos, namun target pengguna Narkoba pun telah meraba segmen yang semakin beragam namun memperihatinkan. Ketika sosialisasi anti Narkoba banyak dilakukan di kalangan pelajar dan mahasiswa, karena menurut BNN sekarang target pengedaran Narkoba sudah masuk ke pintu- pintu sekolah dan perguruan tinggi, peristiwa mengejutkan terjadi di Babel ketika yang terjaring razia Narkoba justru oknum pejabat publik di lembaga eksekutif dan legislatif, serta aparat penegak hukum yang seharusnya berperan aktif memberantas Narkoba..

      4. Guna meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat serta tercapainya situasi Kamtibmas yang kondusif, perlu dilakukan revisi perundang-undangan yang mengatur pemberian sanksi kepada pengguna Narkoba khususnya bagi mereka yang pertama kali menggunakan, untuk tidak diberikan pidana kurungan tetapi berupa peringatan keras sampai dengan sanksi sosial seperti pembinaan social, kerja sosial dan sebagainya.

      Kenyataan menunjukkan bahwa pidana kurungan terhadap mereka yang tidak punya niat jahat tersebut tidak akan membuat yang bersangkutan menjadi lebih baik tetapi sebaliknya akan menjadi lebih jahat di kemudian hari. Pengalaman dipenjara selain membuat masa depan menjadi hancur juga akibat pergaulan dengan narapidana lain seperti pembunuh, perampok dan lain-lain akan menjadi pemicu atau mengilhami mereka untuk melakukan hal yang sama dikemudian hari jika mengalami kegagalan dalam kehidupan berma-syarakat.

      5. Perlu membuat Lembaga Pemasyarakat khusus Narkoba, jika hal ini masih sulit untuk direalisasikan maka perlu dilakukan pemisahan sel antara narapidana Narkoba dan narapi-dana bukan Narkoba, agar pembinaannya lebih mudah, terfokus dan mereka tidak terpengaruh oleh narapidana kejahatan konvensional yang lain. Dengan demikian setelah mereka keluar dari LP benar-benar dianggap baik, dapat bersosialisasi dan hidup produktif kembali ditengah-tengah masyarakat.

Dokumen yang terkait

Tinjauan Kriminologis Dan Hukum Pidana Terhadap Peranan Kepolisian Dalam Menangani Pelaku Tindak Pidana Akibat Pengaruh Narkoba Suntik Di Kota Medan (Studi Di Polresta Medan)

0 73 111

Analisis Kriminologis Terhadap Perempuan Sebagai Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Wilayah Polresta Bandar Lampung)

1 16 46

BAB II PENGATURAN HUKUM DI INDONESIA MENGENAI ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN A. Pengaturan Hukum Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana - Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Hukuman Kepada Anak Pelaku Tindak Pidana Pencabulan (Studi Putus

0 0 13

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN YANG DILAKUKAN ORANGTUA TERHADAP ANAK KANDUNGNYA A. Tindak Pidana Pembunuhan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) - Analisis Hukum Pidana Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Y

1 2 36

BAB II PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN A. Ketentuan Pidana Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) - Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Tindak Pidana Pencabulan (Analisis Yuridis Putusan Pengadilan Negeri Boyolali No. 142/P

0 9 21

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA PERSETUBUHAN A. KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) - Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Persetubuhan

0 20 33

BAB II PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP APARAT KEPOLISIAN DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA A. Bentuk kekerasan yang terjadi terhadap Aparat Kepolisian - Tinjauan Yuridis Tindak Pidana Kekerasan Terhadap Aparat Kepolisian Yang Menyebabkan Kematian(Studi Putusan Nom

0 0 20

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT HUKUM PIDANA A. Tinjauan Terhadap Istilah Tindak Pidana Menurut Hukum Pidana - Peranan Kepolisian Resor Labuhan Batu Terhadap Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan (Studi Pada Wilayah H

0 6 36

BAB II PENGATURAN HUKUM BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA A. Sejarah Hukum Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia - Pelaku Tindak Pidana Korupsi Yang Dapat Dibebaskan Dari Sanksi Hukuman

0 0 23

BAB III TINJAUAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA MUTILASI A. Tinjauan Hukum Pidana Terkait Mutilasi Sebagai Kejahatan Terhadap Jiwa Dan Tubuh - Peranana Satuan Reserse Kriminal Dalam Mengungkap Tindak Pidana Mutilasi (Studi Lapangan Di Polresta Medan)

0 0 27