BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan 2.1.1 Morfologi Tumbuhan - Efek Ekstrak Etanol Daun Sirih Merah (EEDSM) Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah Serta Gambaran Histologi Pankreas Mencit (Mus Musculus L) Diabetes

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan

2.1.1 Morfologi Tumbuhan

  Sirih secara umum adalah salah satu jenis tumbuhan memanjat yang termasuk familia piperaceae. Sirih tumbuh subur di sepanjang Asia hingga Afrika timur. Sirih dapat ditemukan di bagian timur pantai Afrika, dipulau Zanzibar, kepulauan Bonin, kepulauan Fuji, dan kepulauan Indonesia (Moeljanto dan Mulyono, 2003).

  Sirih merah (Piper crocatum) termasuk familia Piperaceae, tumbuh merambat dengan bentuk daun menyerupai hati dan bertangkai, tumbuh berselang-seling dari batangnya serta penampakan daun berwarna merah keperakan dan mengkilap. Tanaman sirih mempunyai banyak spesies dan memiliki jenis yang beragam, seperti sirih gading, sirih hijau, sirih hitam, sirih kuning dan sirih merah. Semua jenis tanaman sirih memiliki ciri yang hampir sama yaitu tanamannya merambat dengan bentuk daun menyerupai hati dan bertangkai yang tumbuh berselang seling dari batangnya (Anonim, 2009).

  Sirih merah dapat diperbanyak secara vegetatif dengan penyetekan atau pencangkokan karena tanaman ini tidak berbunga. Pada tahun 1990-an sirih merah difungsikan sebagai tanaman hias oleh para hobis, karena penampilannya yang menarik. Permukaan daunnya merah keperakan dan mengkilap. Pada tahun-tahun terakhir ini ramai dibicarakan dan dimanfaatkan sebagai tanaman obat. Sirih merah dapat beradaptasi dengan baik di setiap jenis tanah dan tidak terlalu sulit dalam pemeliharaannya. Umumnya sirih merah tumbuh tanpa pemupukan, yang penting selama pertumbuhannya di lapangan adalah pengairan perlu yang baik dan cahaya matahari sebesar 60-75%. Tanaman sirih merah siap untuk dipanen minimal berumur 4 bulan, daun yang akan dipanen harus cukup tua, bersih dan warnanya mengkilap karena pada saat itu kadar bahan aktifnya tinggi (Anonim, 2009).

  2.1.2 Sistematika Tumbuhan Sistematika tumbuhan sirih merah adalah sebagai berikut (Anonim, 2012).

  Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Sub Kelas : Magnoliidae Ordo : Piperales Famili :sirihan) Genus : Spesies : Piper crocatum Ruiz & Pav.

  2.1.3 Khasiat dan Kandungan Kimia

  Sirih merah dapat digunakan dalam bentuk segar, simplisia maupun ekstrak dalam kapsul. Secara empiris sirih merah dapat menyembuhkan berbagai penyakit seperti diabetes millitus, hepatitis, batu ginjal, menurunkan kolesterol, mencegah stroke, asam urat, hipertensi, radang liver, radang prostat, radang mata, keputihan, maag, kelelahan, nyeri sendi, dan memperhalus kulit. Sirih merah banyak digunakan pada klinik herbal center sebagai ramuan atau terapi bagi penderita yang tidak dapat disembuhkan dengan obat kimia (Hariana dan Arief, 2007).

  Bagian tanaman sirih yang dimanfaatkan adalah daun, dalam pengobatan modern tanaman ini sering digunakan sebagai adstrigensia, diuretika dan antiinflamasi. Sirih juga digunakan untuk memperbaiki sirkulasi darah, pengobatan keputihan, bisul, wasir, sakit gigi, mimisan, bau mulut, sariawan, penghilang bau badan, obat batuk, obat kumur, obat jerawat, antiseptik luka bakar, tetes mata, dan mengurangi produksi air susu (Kartasapoerta, G., 1992; Moeljanto dan mulyono, 2003; Syukur dan Hernani, 2002).

  Daun sirih merah mengandung senyawa fitokimia diantaranya alkoloid, tanin, dan flavonoid (Salim, 2006). Studi senyawa bahan alam menunjukkan aktivitas hipoglikemi, seperti yang dilaporkan Baldeon et al (2012); senyawa alkaloid yang berasal dari Lupinus mutabilis, menurunkan kadar glukosa darah penderita DM Tipe 2. Sedangkan senyawa flavonoid quersetin dan rutin dapat menurunkan kadar gula darah tikus diabetes yang diinduksi streptozotosin (Jahdav

  et al , 2012).

  Senyawa fenol yang tersebar di alam telah diketahui memiliki aktivitas hipoklikemi, diantaranya adalah flavan, flavanon, flavon, flavonol, flavanol, flavanonol, cetechin, anthocyanidin dan isoflavon. Aktivitasnya menurunkan kadar gula darah dapat melalui berbagai jalur, diantaranya menghambat absorpsi glukosa, meningkatkan toleransi glukosa, meningkatkan sekresi insulin, insulin mimetik, meningkatkan glukosa uptake di jaringan tepi dan meregulasi aktivitas/ekspresi enzim yang berperan dalam jalur metabolisme karbohidrat (Brahmachari, 2011).

2.2 Penyarian

  Penyarian dikenal juga dengan ekstraksi (extraction) berasal dari perkataan

  extrahere yang berarti to draw out atau menarik sari, yaitu suatu cara untuk

  menarik satu atau lebih zat dari bahan asal. Umumnya zat berkhasiat tersebut dapat ditarik, namun khasiatnya tidak berubah. Hasil penyarian disebut sebagai sari atau ekstrak; dikelompokkan tiga macam yaitu ekstrak kering (siccum), kental (spissum) dan cair (liquidum), yang dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang sesuai dan terhindar dari pengaruh cahaya matahari langsung. Ekstrak kering harus mudah digerus menjadi serbuk. Cairan penyari yang digunakan adalah air, eter serta campuran etanol dan air (Syamsuni, 2006).

  Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa yang tersisa diperlakukan sehingga memenuhi baku yang telah ditetapkan.

  Ekstrak cair adalah sediaan cair simplisia nabati yang mengandung etanol sebagai pelarut, pengawet atau keduanya. Jika tidak dinyatakan lain pada masing- masing monografi, tiap mililiter ekstrak mengandung bahan aktif dari 1 g simplisia yang memenuhi syarat. Ekstrak cair yang cenderung membentuk endapan dapat didiamkan dan disaring atau bagian yang beningnya dienaptuangkan. Beningan yang diperoleh memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia (Ditjen POM, 1995). Beberapa metode penyarian/ekstraksi, adalah sebagai berikut: a. Cara dingin, terdiri dari: maserasi dan perkolasi.

  Maserasi dilakukan dengan cara merendam simplisia pada suhu kamar dalam wadah yang sesuai selama beberapa hari dengan menggunakan pelarut tertentu. Metode ini dilakukan bila jaringan tumbuhan lunak dan konstituen kimia yang dikandungnya tidak tahan pemanasan. Maserasi dilakukan dengan cara memasukkan 10 bagian simplisia dengan derajat kehalusan tertentu ke dalam bejana, kemudian dituangi dengan penyari 75 bagian, ditutup dan dibiarkan selama 5 hari, terlindung dari cahaya sambil diaduk sekali-kali setiap hari lalu diperas dan ampasnya dimaserasi kembali dengan cairan penyari. Penyarian diakhiri setelah pelarut tidak berwarna lagi, lalu dipindahkan ke dalam bejana tertutup, dibiarkan pada tempat yang tidak bercahaya, setelah dua hari lalu endapan dipisahkan.

  Perkolasi dilakukan dengan cara mengalirkan cairan penyari terus menerus dalam keadaan dingin melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi di dalam perkolator (DitJen POM, 1974). Ekstraksi secara perkolasi dilakukan dengan cara dibasahkan 10 bagian simplisia dengan derajat halus yang cocok, menggunakan 2,5 bagian sampai 5 bagian cairan penyari dimasukkan dalam bejana tertutup sekurang-kurangnya 3 jam. Massa dipindahkan sedikit demi sedikit ke dalam perkolator, ditambahkan cairan penyari. Perkolator ditutup dibiarkan selama 24 jam, kemudian kran dibuka dengan kecepatan 1 ml per menit, sehingga simplisia tetap terendam. Filtrat dipindahkan ke dalam bejana, ditutup dan dibiarkan selama 2 hari pada tempat terlindung dari cahaya (Harbone, 1987; Dirjen POM, 1989).

  b. Cara panas, terdiri dari: refluks, digesti, infus, sokletasi.

  Refluks, ekstraksi dengan cara ini pada dasarnya adalah ekstraksi berkesinambungan. Bahan yang akan diekstraksi direndam dengan cairan penyari dalam labu alas bulat yang dilengkapi dengan alat pendingin tegak, lalu dipanaskan sampai mendidih. Cairan penyari akan menguap, uap tersebut akan diembunkan dengan pendingin tegak dan akan kembali menyari zat aktif dalam simplisia tersebut, demikian seterusnya. Ekstraksi ini biasanya dilakukan 3 kali dan setiap kali diekstraksi selama 4 jam.

  Digesti merupakan modifikasi cara maserasi dengan menggunakan

  o

  pemanasan lemah, yaitu pada suhu 40-50

  C. Cara maserasi ini hanya dapat dilakukan untuk simplisia yang zat aktifnya tahan terhadap pemanasan.

  Infus adalah sediaan air yang dibuat dengan menyari simplisia dengan air

  ° pada suhu 90 C selama 15 menit, sedangkan dekok diperoleh selama 30 menit.

  Sokletasi, ekstraksi dengan cara ini pada dasarnya ekstraksi secara berkesinambungan. Cairan penyari dipanaskan sampai mendidih. Uap penyari akan naik melalui pipa samping, kemudian diembunkan lagi oleh pendingin tegak. Cairan penyari turun untuk menyari zat aktif dalam simplisia. Selanjutnya bila cairan penyari mencapai sifon, maka seluruh cairan akan turun ke labu alas bulat dan terjadi proses sirkulasi. Demikian seterusnya sampai zat aktif yang terdapat dalam simplisia tersari seluruhnya yang ditandai jernihnya cairan yang lewat pada tabung sifon (Ditjen POM, 1995).

2.3 Anatomi dan Fisiologi Pankreas

2.3.1 Pankreas

  Kelenjar pankreas terletak melintang di belakang lambung dari duodenum sampai ke limpa. Organ ini terbagi atas dua bagian yaitu bagian eksokrin yang memproduksi enzim pencernaan dan bagian endokrin yang memproduksi beberapa hormon sedangkan komponen eksokrin, mensekresikan getah pankreas ke dalam duodenum lewat saluran pankreas. Posisi kelenjar pankreas mencit atau tikus dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Posisi kelenjar pankreas dan organ dalam/internal lainnya yang terdapat pada mencit/tikus setelah saluran pencernaan diambil.

  Ilustrasi dikutip dari Ward dan Parsoneault, 2012 Pankreas manusia mengandung sampai 2 juta pulau-pulau yang bertebaran secara luas, pulau-pulau itu berdiameter 20 sampai 300 mikron dan jaringan pulau total menyusun hanya 1 sampai 2 persen massa pankreas (Handoko dan Suharto, 1995) dapat dilihat di Gambar 2.2, sedangkan pada mencit memiliki volume sekitar 0,13 cm

  3

  dan jumlah pulau-pulau langerhans pankreas sekitar 3200 (Bock

  et al , 2003). Jumlah volume dan volume distribusi pulau-pulau langerhans

  pankreas dapat dijadikan parameter untuk menentukan derajat kesehatan pankreas dan perbandingan antara normal dengan diabetes (Berclaz, et al., 2012).

  1. Kelenjar saliva 2.

  Tulang rusuk 3. Diafragma 4. Liver 5. Lien/kel. Anak limfa 6. Pankreas 7. Perut bagian depan 8. Lambung 9. Ginjal 10.

  Kolon menaik 11. Sistem urogenital jantan Bagian endokrin pankreas mempunyai berat sekitar 1% dari berat pankreas. Bagian endokrin ini mempunyai 4 macam sel yaitu sel α menseksresi glukagon, sel

  β mensekresi hormone insulin, sel δ mensekresi gastrin dan polipeptida pankreas (sel PP). Hormon glukagon dan insulin bekerja memetabolisme karbohidrat yang bekerja antagonistis (meningkatkan konsentrasi glukosa darah), merupakan efek yang berlawanan dengan efek insulin. Sedangkan hormon gastrin bekerja menstimulasi asam lambung, sementara fungsi polipeptida pankreas masih belum jelas (Handoko dan Suharto, 1995).

  Pulau langerhas

Gambar 2.2 Anatomi kelenjar pankreas (Sherwood, 2001)

  Pankreas terdiri dari atas dua jenis jaringan utama, yakni (a) Asini, yang mensekresikan getah pencernaan kedalam duodenum, dan (b) pulau Langerhans, tidak mempunyai alat untuk mengeluarkan getahnya ke luar namun sebaliknya mensekresikan insulin dan glukagon langsung ke dalam darah. Pankreas manusia mempunyai 1 sampai 2 juta pulau Langerhans, setiap pulau Langerhans hanya berdiameter 0,3 milimeter dan tersusun mengelilingi pembuluh kapiler kecil sebagai tempat penampungan hormon yang disekresikan oleh sel-sel tersebut. Pulau Langerhans mengandung 3 jenis sel utama, yakni sel

  α, β, dan δ, yang dapat dibedakan dari ciri morfologi dan pewarnaannya. Sel β mencakup kira-kira 60% dari semua sel, terletak terutama di tengah dari setiap pulau dan mensekresikan insulin. Sel α mencakup kira-kira 25% dari seluruh sel, mensekresikan glukagon. Sel δ, yang merupakan 10% dari seluruh sel, mensekresikan somatostatin, selain itu paling sedikit terdapat 1 jenis sel lain, yang disebut sel PP, terdapat dalam jumlah sedikit didalam pulau Langerhans dan mensekresikan hormon yang fungsinya masih diragukan yakni polipeptida pankreas.

2.3.2 Insulin

  Pengelolaan makanan di dalam saluran pencernaan berlangsung mulai dari pemecahan menjadi komponen bahan makanan yang lebih sederhana di antaranya karbohidrat menjadi glukosa, protein menjadi asam amino dan lemak menjadi asam lemak. Ketiga zat makanan itu akan diserap oleh usus kemudian masuk ke dalam pembuluh darah dan diedarkan ke seluruh tubuh untuk dipergunakan dalam beraktivitas, namun terlebih dahulu harus masuk ke dalam sel sehingga dapat berlangsung metabolisme dan menghasilkan energi. Dalam proses metabolism itu insulin memegang peran penting yaitu bertugas memasukkan glukosa ke dalam sel untuk selanjutnya digunakan sebagai bahan bakar. Insulin ini adalah suatu zat atau hormon yang dikeluarkan oleh sel

  β pankreas. Insulin yang disekresikan oleh sel β dapat diibaratkan sebagai anak kunci yang akan membuka pintu masuk glukosa ke dalam sel, kemudian di dalam sel glukosa itu dimetabolisme menjadi energi. Bila insulin tidak aktif, glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel, sehingga glukosa tetap berada di dalam pembuluh darah, artinya kadarnya dalam darah meningkat. Dalam keadaan seperti itu tubuh akan lemah karena tidak ada sumber energi di dalam sel. Dalam keadaan seperti tadi, meskipun jumlah insulin meningkat namun jumlah reseptor tidak mencukupi maka glukosa yang masuk sel akan sedikit, sehingga terjadi kekurangn glukosa di dalam sel sedangkan di dalam pembuluh darah meningkat (Waspadji, 2002).

  Insulin merupakan protein kecil, pada manusia mempunyai berat molekul sebesar 5.808. Insulin terdiri atas dua rantai asam amino, satu sama lain dihubungkan oleh ikatan disulfida (Gambar 2.2). Bila dua rantai asam amino dipisahkan, maka aktivitas fungsional insulin akan hilang. Insulin disintesis oleh sel-sel

  β dengan cara yang mirip dengan protein, diawali dengan translasi RNA insulin oleh ribosom yang melekat pada retikulum endoplasma untuk membentuk preprohormon insulin. Preprohormon awal ini memiliki berat kira-kira 11.500, dan selanjutnya akan berikatan dengan retikulum endoplasma untuk membentuk proinsulin, lalu melekat erat pada badan golgi untuk membentuk insulin sebelum terbungkus dalam granula sekretori. Akan tetapi, kira-kira 1/6 dari hasil akhirnya tetap dalam bentuk proinsulin.

  Ketika insulin disekresikan ke dalam darah, hampir seluruhnya beredar dalam bentuk tidak terikat dengan waktu paruh plasma rerata hanya 6 menit, sehingga dalam waktu 10 sampai 15 menit sudah dibersihkan dari sirkulasi darah. Kecuali sebagian insulin yang berikatan dengan reseptor pada sel target, sisa insulin dipecah oleh enzim insulinase terutama dalam hati, sebagian kecil dipecah di dalam ginjal dan otot, dan sedikit di dalam jaringan lain.

  Sekresi insulin dirangsang oleh glukosa darah. Kadar normal glukosa darah waktu puasa adalah 80 sampai 90 mg/dl. Jadi ketika puasa, sekresi insulin rendah yakni 25 ng/menit/kg berat badan, karena kadar glukosa darah hanya mempunyai aktivitas fisiologis yang kecil. Bila konsentrasi glukosa dalam darah tiba-tiba meningkat 2 sampai 3 kali dari kadar normal dan jika kadar ini dipertahankan maka, sekresi insulin akan meningkat dengan nyata dan berlangsung dalam 2 tahap.

  Dalam waktu 3 sampai 5 menit setelah terjadi peningkatan kadar glukosa darah, insulin meningkat sampai hampir 10 kali lipat. Keadaan ini disebabkan oleh pengeluaran insulin yang sudah terbentuk lebih dulu oleh sel-sel

  β pulau Langerhans. Akan tetapi, laju sekresi awal yang tinggi ini tidak dapat dipertahankan, karena dalam waktu 5 sampai 10 menit kemudian laju sekresi insulin akan berkurang sampai kira-kira setengah dari normal.

  Kira-kira 15 menit kemudian, sekresi insulin meningkat untuk kedua kalinya, biasanya laju sekresi bahkan lebih besar dari laju pada tahap awal.

  Sekresi ini disebabkan oleh adanya tambahan pelepasan insulin yang sudah lebih dulu terbentuk, dan oleh adanya aktivasi beberapa sistem enzim yang mensintesis dan melepaskan insulin baru dari sel.

  Ketika konsentrasi glukosa darah meningkat di atas 100 mg/dl darah, laju sekresi insulin meningkat dengan cepat, dengan kadar puncak 10 sampai 25 kali dari kadar basal yaitu antara 400 sampai 600 mg/dl. Respon sekresi insulin terhadap naiknya konsentrasi glukosa darah menyebabkan timbulnya mekanisme umpan balik yang sangat berguna untuk mengatur besarnya konsentrasi glukosa darah (Guyton dan Hall, 2006).

  

A

B

Gambar 2.2 Ilustrasi insulin pada mencit dalam bentuk proinsulin (A)

  (Wakabayashi, 2012), Struktur Insulin Manusia (B)

2.4 Diabetes Melitus

2.4.1 Uraian Diabetes Melitus

  Diabetes melitus (DM) disebut juga diabetes merupakan suatu penyakit metabolisme yang ditandai dengan meningkatnya kadar gula yang disebabkan jumlah sekresi insulin menurun, aktivitas insulin melemah atau keduanya. Diabetes kronis dalam jangka panjang akan mengakibatkan kerusakan bahkan kegagalan fungsi berbagai organ, diantaranya mata, ginjal, sel saraf, jantung dan pembuluh darah (ADA, 2012). Insufisiensi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defenisi produksi insulin oleh sel-sel β Langerhan kelenjar pankreas atau disebabkan kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (Depkes RI, 2005).

  2.4.2 Gejala Diabetes Melitus

  Tanda dan gejala yang sering dikeluhkan oleh pasien antara lain rasa haus, sering kencing, rasa lapar, badan terasa lemas, berat badan turun, rasa gatal pada kulit, kesemutan, mata kabur, kulit kering. Komplikasi yang mungkin timbul diantaranya adalah gangguan pembuluh darah besar (makroangiopati) dan gangguan pembuluh darah kecil (mikroangiopati). Mikroangiopati menyebabkan kerusakan ginjal, mata dan saraf. Adapun makroangiopati mengakibatkan kerusakan jantung, otak dan kaki.

  2.4.3 Penyebab Diabetes Melitus

  Penyebab DM adalah kurangnya produksi dan ketersediaan insulin dalam tubuh atau terjadinya gangguan kerja insulin yang sebenarnya jumlahnya mencukupi (Tipe II). Kekurangan insulin bisa disebabkan kerusakan sebagaian kecil atau sebagian besar sel-sel ß pulau langerhans kelenjar pankreas. Ada beberapa faktor yang menyebabkan DM.

  a. Faktor keturunan

  Para ahli menyatakan bahwa faktor bibit adalah salah satu penyebab utama DM. Pada perbandingan keluarga DM dengan keluarga sehat, ternyata angka kejangkitan keluarga diabetes mencapai 8,33 dan 5,33% bila dibandingkan dengan keluarga sehat yang memperlihatkan angka hanya 1,96% dan 0,61%.

  b. Virus dan Bakteri

  Virus yang diduga menyebabkan DM adalah rubella, mumps dan human

  coxsackie virus B4 . Kerusakan genetis adalah yang mendasari penurunan fungsi sel ß pankreas merupakan predisposisi terjadinya kegagalan sel ß setelah infeksi virus. Demikian juga gen-gen khusus yang diduga meningkatkan kerentanan terhadap virus diabetogenik atau mungkin dikaitkan dengan gen-gen yang merangsang sistem imun tertentu selama predisposisi terhadap respon autoimun sel-sel pulau-pulau langerhan (autoegresi) (Serwot, 2008).

  c. Bahan Toksik atau Beracun

  Beberapa bahan toksik dapat merusak sel ß secara langsung seperti aloksan, difenil tiokarbazine, oksin-9-hidroksikuinolon, dan streptozosin (Mistri Sunil, 2008).

  d. Nutrisi

  Nutrisi yang berlebihan merupakan faktor risiko pertama yang diketahui penyebab DM. Semakin lama dan semakin berat obesitas akibat nutrisi berlebihan maka semakin besar kemungkinan terjangkitnya penyakit DM (Mistri Sunil, 2008).

2.4.4 Klasifikasi Diabetes

  Klasifikasi diabetes menurut World Health Organization (WHO) tahun 2012 dan Departement of Health and Human Service USA (2007) terbagi dalam 3 yaitu Diabetes tipe I, Diabetes Tipe-II, dan Diabetes kategori lain. Namun, menurut American Diabetes Association (2012), klasifikasi diabetes terbagi 4 dengan tambahan yaitu diabetes Tipe 1, diabetes Tipe 2, diabetes tipe spesifik lain dan gestational diabetes.

2.4.4.1 Diabetes Tipe-1

  Diabetes Tipe-1 merupakan bentuk diabetes parah yang lazim terjadi pada anak remaja tetapi kadang-kandang juga terjadi pada orang dewasa, khususnya yang non obesitas dan mereka yang berusia lanjut ketika hiperglikemia tampak pertama kali. Keadaan tersebut merupakan suatu gangguan katabolisme yang disebabkan oleh hampir tidak terdapat insulin dalam sirkulasi, glukagon plasma meningkat dan sel-sel ß pankreas gagal merespon semua stimulus insulinogenik.

  Oleh karena itu, diperlukan pemberian insulin eksogen untuk memperbaiki katabolisme, menurunkan hiperglukagonemia, dan peningkatan kadar glukosa darah (Karam, 2001).

  Gejala yang tampak pada penderita DM Tipe I adalah peningkatan ekskresi urine (poliuria), rasa haus (polidipsia), lapar (polipagia), berat badan turun, pandangan terganggu, dan lelah. Gejala ini dapat terjadi sewaktu-waktu (tiba-tiba) (WHO, 2012).

2.4.4.2 Diabetes Tipe-2

  Diabetes Tipe-2 merupakan bentuk diabetes yang lebih ringan, terutama terjadi pada orang dewasa. Sirkulasi insulin endogen sering dalam keadaan kurang dari normal atau secara relatif tidak mencukupi karena kurang pekanya jaringan. Obesitas adalah penyebab utama gangguan kerja insulin, merupakan faktor risiko yang biasa terjadi pada diabetes Tipe 2 dan sebagian besar pasien dengan diabetes Tipe 2 bertubuh gemuk. Selain terjadinya penurunan kepekaan jaringan pada insulin, terjadi pula defisiensi respons sel ß pankreas terhadap glukosa (Katzung, 2002). Gejala DM Tipe 2 mirip dengan Tipe 2, hanya gangguan gejalanya tersamar. Gejalanya bisa diketahui setelah beberapa tahun, terkadang komplikasi dapat terjadi. Tipe diabetes ini sering terjadi pada orang dewasa dan anak-anak obesitas.

  2.4.4.3 Diabetes Tipe Spesifik Lain

  Diabetes tipe ini dikelompok berdasarkan pada beberapa faktor, di antaranya kelainan genetik sel β pankreas, kelainan genetik kerja insulin, penyakit pada bagian eksokrin pankreas, endokrinopati hormon-hormon (hormon pertumbuhan, kortisol, glukagon, epineprin) yang bekerja antagonis terhadap insulin, obat atau senyawa yang dapat menginduksi diabetes, kelainan autoimun serta sindrom genetik lain yang menyebabkan diabetes (ADA, 2012).

  2.4.4.4 Gestational Diabetes

  Diabetes ini terjadi disebabkan kenaikan kadar gula darah karena kehamilan (WHO, 2012). Wanita hamil yang belum pernah terkena diabetes sebelumnya namun memiliki kadar gula yang tinggi ketika hamil dikatakan menderita diabetes gestational (ADA, 2012).

  Mekanisme DM gestational belum diketahui secara pasti. Namun, mekanisme yang bisa diketahui berasal dari plasenta yang mendukung perkembangan bayi. Hormon plasenta membantu bayi untuk berkembang. Tetapi hormon ini juga memblok kerja insulin ibu dalam bayinya. Hal ini menyebabkan resistensi insulin. Resistensi insulin membuat tubuh bekerja keras untuk menghasilkan insulin sebanyak 3 kali dari banyaknya insulin.

  DM Gestational dimulai dari tubuh tidak dapat membuat dan menggunakan seluruh insulin yang digunakan selama kehamilan. Tanpa insulin, glukosa tidak dapat keluar dari darah dan dirubah menjadi energi, sehingga glukosa dalam darah meningkat (hiperglikemia).

2.5 Metformin

  Metformin ditemukan pada tahun 1920 dan mulai dipasarkan sejak tahun 1957. Obat ini banyak digunakan di kalangan masyarakat dalam pengobatan resistensi insulin pada pasien DM Tipe 2.

  Target obat ini adalah organel sel mitokondria dengan daerah spesifik di kompleks 1, namun belum diketahui secara pasti molekuler yang mana menjadi target. Di samping itu metformin juga bekerja menurunkan Nikotinamida Adenin Dinukleutida (NADH) sehingga gradien proton tetap terpelihara mengakibatkan terjadi peningkatan ATP di membran mitokondria. Metformin juga mengaktivasi AMP kinase yang akan menghambat glukogenesis hepatik di hati (Foretz et al, 2010) dan bermanfaat mencegah kardiomiopati jantung (Xie et al, 2011). Gambar 2.3 berikut mengilustrasikan mekanisme kerja metformin.

  Dosis efikasi klinis untuk menurunkan kadar gula darah adalah 500 mg per hari dan penurunannya sejalan dengan peningkatan dosis sampai 2000 mg. The United Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS) melaporkan bahwa penggunaan metformin pada penderita DM Tipe 2 dapat mengurangi risiko komplikasi penyakit diabetes.

Gambar 2.3 Mekanisme kerja metformin (Foretz et al, 2010)

  Efek samping penggunaan metformin di antaranya adalah gangguan saluran pencernaan/gastrointestinal dan peningkatan asam laktat, namun jika dibandingkan dengan obat antihiperglikemi sulfonilurea atau insulin memiliki faktor risiko yang lebih kecil (Scarpello, 2001).

2.6 Aloksan

  Aloksan adalah suatu substrat yang secara struktural merupakan derivat pirimidin sederhana dan digunakan untuk menginduksi diabetes pada binatang percobaan (Gambar 2.4). Pemberian aloksan adalah cara yang cepat untuk menghasilkan diabetik eksperimental (hiperglikemik) pada binatang percobaan.

  Mencit hiperglikemik dapat dihasilkan dengan menginjeksikan 120-200 mg/kgBB. Aloksan dapat diberikan secara intravena, intraperitoneal, atau subkutan pada binatang percobaan.

Gambar 2.4 Struktur aloksan (Sigma-Aldrich, 2012)

  Aloksan bersifat toksik selektif terhadap sel β pankreas yang memproduksi insulin, dengan cara terakumulasi aloksan melalui transporter glukosa yaitu GLUT2. Aktivitas toksik aloksan diinisiasi oleh radikal bebas yang dibentuk oleh reaksi redoks. Aloksan dan produk reduksinya yaitu asam dialurik, membentuk siklus redoks dengan formasi radikal superoksida. Radikal ini mengalami dismutasi menjadi hidrogen peroksida. Radikal hidroksil dengan kereaktifan yang tinggi dibentuk oleh reaksi Fenton. Aksi radikal bebas dengan rangsangan tinggi akan meningkatkan konsentrasi kalsium sitosol yang menyebabkan destruksi sel β yang cepat (Watskin et al, 2008). Gambar 2.5 berikut adalah preparat histologi pankreas mencit normal dan diabetes.

  A B

Gambar 2.5 Histologi pankreas mencit diabetes (A) dan normal (B). Dikutip

  dari Lee et al, 2006)

Dokumen yang terkait

Efek Ekstrak Etanol Daun Sirih Merah (EEDSM) Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah Serta Gambaran Histologi Pankreas Mencit (Mus Musculus L) Diabetes

5 80 121

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan - Karakterisasi Simplisia dan Skrining Fitokimia Serta Uji Aktivitas AntioksidanN Ekstrak Etanol Daun Cincau Perdu

0 1 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumbuhan Tanjung 2.1.1 Morfologi Tumbuhan Tanjung - Uji Sitotoksik Ekstrak Etanol Kulit Batang Tanjung (Mimusopsi cortex) Terhadap Sel T47D

0 0 17

4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan 2.1.1 Morfologi tumbuhan

0 1 17

6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan 2.1.1 Sejarah Tumbuhan

0 1 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan - Efek Ekstrak Etanol Daun Puguh Tanoh (Curanga fel-terrae Merr.) Terhadap Kadar Nitrogen Monooksida Plasma Darah Tikus Sebagai Terapi Pendamping Pada Penggunaan Doksorubisin

0 0 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan - Uji Efek Ekstrak Etanol Majakani (Quercus infectoria G. Olivier) Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Tikus Putih Yang Diinduksi Aloksan

0 1 25

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan - Efek Ekstrak Etanol Buah Inggir-Inggir (Solanum sanitwongsei Craib.) Terhadap Penurunan Tekanan Darah Tikus Wistar Normotensi dan Hipertensi

0 0 26

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan - Pengaruh Ekstrak Etanol Daun Bangun-Bangun (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng) Terhadap Penghambatan Karsinogenesis Mammae Mencit Betina Yang Diinduksi Benzo(α)piren

0 0 20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan Dandang Gendis 2.1.1 Sistematika tumbuhan - Uji Toksisitas Akut Ekstrak Etanol Daun Dandang Gendis (Clinacanthus nutans (Burm.f.) Lindau) Pada Mencit

0 0 18