Efek Ekstrak Etanol Daun Sirih Merah (EEDSM) Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah Serta Gambaran Histologi Pankreas Mencit (Mus Musculus L) Diabetes
EFEK EKSTRAK ETANOL DAUN SIRIH MERAH (EEDSM)
TERHADAP PENURUNAN KADAR GULA DARAH SERTA GAMBARAN HISTOLOGI PANKREAS MENCIT (Mus muscullus L) DIABETES
TESIS
Oleh:
AMBALI AZWAR SIREGAR N I M : 087008019
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU BIOMEDIK FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N
(2)
EFEK EKSTRAK ETANOL DAUN SIRIH MERAH (EEDSM) TERHADAP PENURUNAN KADAR GULA DARAH SERTA GAMBARAN
HISTOLOGI PANKREAS MENCIT (Mus muscullus L) DIABETES
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Biomedik Dalam Program Studi Ilmu Biomedik
Pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
OLEH:
AMBALI AZWAR SIREGAR N I M : 087008019
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU BIOMEDIK FAKULTAS KEDOKTERAN
(3)
Judul : EFEK EKSTRAK ETANOL DAUN SIRIH MERAH (EEDSM) TERHADAP PENURUNAN KADAR GULA DARAH SERTA GAMBARAN HISTOLOGI PANKREAS MENCIT (Mus muscullus L) DIABETES
Nama Mahasiswa : Ambali Azwar Siregar
NIM : 087008019
Program Studi : Ilmu Biomedik
Menyetujui, Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Urip Harahap, Apt.) (dr. Mardianto, Sp.PD, K-EMD.)
Ketua Anggota
Ketua Program Studi, Dekan,
(dr. Yahwardiah Siregar, Ph.D.) (Prof. dr. Gontar A. Siregar, SpPD, KGEH.) NIP. 195508071985032001 NIP. 195402201980111001
(4)
Telah diuji pada
Tanggal: 26 Maret 2013
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Urip Harahap, Apt. Anggota : dr. Mardianto, Sp.PD., K-EMD.
(5)
ABSTRAK
Penyakit diabetes melitus (DM) termasuk penyakit yang memiliki populasi besar dan terus meningkat seiring dengan waktu. Pengobatan DM yang paling banyak adalah menggunakan golongan obat sulfonilurea dan biguanida namun memiliki efek samping yang tidak diharapkan. Kajian ilimiah masih terus dilakukan untuk mencari obat DM yang berasal dari alam berdasarkan pengalaman empiris, diantaranya adalah sirih merah (Piper crocatum).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak etanol daun sirih merah (EEDSM) terhadap kadar gula darah (KGD), berat pankreas dan dan berat badan mencit (Mus musculus L) diabetes. Di samping itu juga melihat gambaran histopatologi kelenjar pankreas. Penelitian ini diawali dengan pembuatan simplisia daun sirih merah kemudian dilanjutkan pembuatan ekstrak dengan penyari etanol 70%. Sari diuapkan dengan rotari evaporator pompa vakum sehingga diperoleh ekstrak kental, dilanjutkan skrining fitokimia dan kromatografi lapis tipis (KLT). EEDSM disuspensikan di dalam CMC 0,5% kemudian diuji aktivitasnya terhadap KGD toleransi dan mencit diabetes yang diinduksi aloksan. Parameter yang diukur adalah KGD, perubahan berat badan, berat pancreas dan luas pulau langerhans.
Hasil penelitian ini menunjukkan EEDSM mengandung senyawa alkaloid, flavonoid quersetin, steroid dan tanin/fenol serta mampu menurunkan kadar gula darah mencit diabetes yang diinduksi aloksan. Di samping itu juga dapat memperbaiki risiko simptom kehilangan bobot badan, bahkan pada dosis 200 mg/kg BB dapat meningkatkan lebih besar dibanding normal/base line. EEDSM sebagai preventif juga dapat mencegah kerusakan oksidatif pulau langerhans pankreas yang diakibatkan agen penginduksi diabetes aloksan.
Kata kunci: daun sirih merah (Piper crocatum); mencit diabetes; aloksan; histopatologi pankreas.
(6)
ABSTRACT
Diabetes mellitus (DM) is a diseases that have a large population and increase with the time. Most of DM treatment used sulfonylureas and Biguanides but has unexpected side effects. The study is still underway in the search for DM that come from nature based on empirical experience, including is red betel (Piper crocatum).
This study aimed to determine the effect ethanolic extract of red betel leaves (ERBL) on blood glucose levels (BGL), and pancreas weight and body weight of mice (Mus musculus L) diabetes. Besides, it also determine histopathologic the pancreas gland. The dried powder of red betel was macerated with ethanol 70%. The filtrate was evaporated with a rotary evaporator vacuum pump to obtain a condensed extract, followed phytochemical screening and thin-layer chromatography (TLC). ERBL was suspended in CMC 0.5% and then evaluated it’s activity to KGD tolerance anddiabetic mice with alloxan-induced. Parameters measured were BGL, changes in body weight, pancreas weight and langerhans islet wide.
The results of ERBL contains alkaloida, flavonoida quercetin, steroida and tannin/fenol. It can decrease BGL alloxan-induced diabetic mice (p<0.2). Besides, it can improve the symptoms of the risk of loss of body weight, even at a dose of 200 mg/kg bw can increase than base line (p<0,2). ERBL also can prevent oxidative damage pancreatic Langerhans islands mice by agent alloxan-induced.
Key word: red betel (Piper crocatum) leaves; diabetes mice; alloxan; histopatology pancreas islet.
(7)
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Alloh SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya pada penulis, akhirnya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul, Efek Ekstrak Etanol Daun Sirih Merah (EEDSM) Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah Serta Gambaran Histologi Pankreas Mencit (Mus Musculus L) Diabetes.
Tesis ini ditulis dalam rangka memenuhi sebagian persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Biomedik pada program studi Ilmu Biomedik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Penulis menyadari bahwa tesis ini dapat diselesaikan berkat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis berterima kasih kepada semua pihak yang secara langsung dan tidak langsung memberikan kontribusi dalam penyelesaian tesis ini, kepada:
1. Prof. Dr. dr. Syaril Pasaribu, DTM&H, MSc(CTM). Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Prof. dr. Gontar A. Siregar, Sp,KGEH, Selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
3. dr. Yahwardiah Siregar, Ph.D, selaku ketua Program Studi Magister Ilmu Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
4. Prof. Dr. Urip Harahap, Apt., dan dr. Mardianto, Sp.PD, K-EMD, selaku pembimbing I dan II yang dengan setulus hati telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan sehingga tesis ini dapat diselesaikan.
5. Dr. Alya Amelia Pitrie, M Kes, Sp.PA, dan dr. Rusdiana, M Kes, selaku penguji yang telah memberikan koreksi dan masukan dalam penyempurnaan tesis ini.
(8)
6. Bapak dan ibu dosen Program Studi Magister Ilmu Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
7. Drs. H. Mustafa R LBS. M.Si, Apt., Drs. H. Syaiful Amri LBS, M.Si., Apt., Dr. H., Samran M.Si., Apt., Sumardi, S.Si., M.Sc., Apt., yang senantiasa memberikan dorongan dan masukan dalam pembuatan tesis ini.
Secara khusus penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada ibunda Hj. Siti Aminah Manullang, dan istri tercinta Nurhayuna, S.Pd, yang senantiasa memberikan dorongan dan doa kepada penulis, semoga Alloh SWT tetap memberikan kesehatan dan kelapangan waktu serta rezki.
Penulis juga mengucapkan terima kasi kepada kakak dan abang, Pritiwati Siregar, SPd., Drs. Khidir Yusuf Siregar, Ernihanim Siregar, S.Pd., serta adinda Khairiah Siregar, yang telah banyak memberikan dorongan dalam menyelesaikan tesis ini.
Akhirnya, penulis menyadari bahwa tesis ini belum dapat dikatakan sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan adanya kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan tesis ini. Semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua, Amin ya Robbal alamin.
Medan, Maret 2013 Penulis
(9)
RIWAYAT HIDUP
Nama : Ambali Azwar Siregar
NIM : 087008019
Program Studi : Magister Biomedik Tempat/tanggal lahir : P. Pasir, 16 Juni 1972
No HP : 081370612546
Pendidikan:
Tahun 1979 – 1985 : SD Negeri 0591596 Tegal Sari Dolok Ilir Tahun 1985 – 1988 : SMP Negeri I Serbalawan
Tahun 1988 – 1991 : SMA Muhammadiah 7 Serbelawan Tahun 1992 – 1995 : D III Keperawatan Darmo Medan. Tahun 1996 – 1999 : S1 FIK Universitas Indonesia
(10)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... v
ABSTRACT ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
RIWAYAT HIDUP ... ix
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 4
1.3 Kerangka konsep ... 5
1.4 Tujuan Penelitian ... 7
1.4.1 Tujuan Umum ... 7
1.4.2 Tujuan Khusus ... 7
1.5 Hipotesis ... 7
1.6 Manfaat Penelitian ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9
2.1 Uraian Tumbuhan ... 9
2.1.1 Morfologi Tumbuhan ... 9
2.1.2 Sistematika Tumbuhan ... 10
2.1.3 Khasiat dan Kandungan Kimia ... 10
2.2 Penyarian ... 12
2.3 Anatomi dan Fisiologi Pankreas ... 14
2.3.1 Pankreas ... 14
2.3.2 Insulin ... 17
(11)
2.4.3 Penyebab Diabetes Melitus ... 21
2.4.4 Klasifikasi Diabetes ... 22
2.4.4.1 Diabetes Tipe-1 ... 22
2.4.4.2 Diabetes Tipe-2 ... 23
2.4.4.3 Diabetes Tipe Spesifik Lain ... 24
2.4.4.4 Gestational Diabetes ... 24
2.5 Metformin ... 25
2.6 Aloksan ... 26
BAB IIIMETODELOGI PENELITIAN ... 28
3.1 Desain/Rancangan Penelitian ... 28
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 28
3.3 Alat dan Bahan Penelitian ... 29
3.3.1 Alat – alat yang digunakan ... 29
3.3.2 Bahan-bahan yang digunakan ... 29
3.4 Hewan Percobaan ... 29
3.5 Metode Percobaan ... 29
3.5.1 Pembuatan Simplisia... 30
3.5.2 Pembuatan Ekstrak Etanol ... 30
3.5.3 Susut Pengeringan... 30
3.5.4 Analisis Fitokimia Daun Sirih Merah ... 31
3.5.4.1 Uji Alkaloid ... 31
3.5.4.2 Uji Saponin ... 31
3.5.4.3 Uji Flavonoid dan Fenolik ... 31
3.5.4.4 Uji Triterpenoid dan Steroid ... 31
3.5.4.5 Uji Tanin ... 32
3.6 Identifikasi kandungan senyawa kimia ekstrak etanol sirih merah ... 32
3.7 Suspensi ekstrak etanol sirih merah ... 32
3.8 Suspensi Obat Pembanding Metformin ... 32
3.9 Larutan Glukosa 50% ... 32
3.10 Larutan Aloksan 5% ... 33
3.11 Pengujian Antidiabetes ... 33
(12)
3.11.2 Uji Antidiabetes dengan Metode Uji Toleransi Glukosa ... 33
3.11.3 Uji Anti Diabetes pada Mencit Induksi Aloksan ... 34
3.11.4 Uji Histologi Pankreas ... 35
3.11.4.1 Pembuatan Sediaan Histologi Pankreas. ... 35
3.11.4.2 Pewarnaan ... 36
3.11.5 Penentuan dan Perhitungan Luas Pulau Langerhans Pankreas pada preparat sediaan ... 36
3.12 Analisis Statistik ... 37
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38
4.1 Uji Fitokimia ... 38
4.2 Aktivitas EEDSM terhadap Kadar Gula Darah Toleransi ... 41
4.3 Aktivitas Hipoglikemi EEDSM Terhadap Mencit Diabetes yang diinduksi Aloksan ... 43
4.4 Penggunaan EEDSM sebagai Upaya Preventif ... 45
4.5 Aktivitas EEDSM terhadap Penurunan Berat Badan Mencit ... 46
4.6 Aktivitas EEDSM terhadap Berat Pankreas Mencit diabetes... 48
4.7 Histologi Pankreas ... 50
BAB VKESIMPULAN DAN SARAN ... 56
5.1 Kesimpulan ... 56
5.2 Saran ... 56
DAFTAR PUSTAKA ... 57 LAMPIRAN 61
(13)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Diagram yang menunjukkan kerangka konsep penelitian ... 6 Gambar 2.1 Posisi kelenjar pankreas dan organ dalam/internal lainnya
yang terdapat pada mencit/tikus setelah saluran pencernaan diambil. Ilustrasi dikutip dari Ward dan
Parsoneault, 2012 ... 15 Gambar 2.2 Anatomi kelenjar pankreas ... 16 Gambar 2.3 Ilustrasi insulin pada mencit dalam bentuk proinsulin (A)
(Wakabayashi, 2012), Struktur Insulin Manusia (B) (Hvorost, 2010) ... 20 Gambar 2.4 Mekanisme kerja metformin (Foretz et al, 2010) ... 26 Gambar 2.5 Struktur aloksan (Sigma-Aldrich, 2012) ... 27 Gambar 4.1 Skema proses pembuatan ekstrak etanol sirih merah
(EEDSM) dari daun segar. A = daun segar, B = serbuk simplisia, dan C = ekstrak kental ... 38 Gambar 4.2 Profil kandungan senyawa dalam EEDSM dan serbuk
daun sirih merah yang dikonfirmasi dengan senyawa baku flavonoid quersetin dan rutin. E = ekstrak daun sirih merah; S = serbuk simplisia daun sirih merah; Q = quersetin ; R = rutin. ... 40 Gambar 4.3 Aktivitas ekstrak etanol sirih merah terhadap kadar gula
darah mencit yang diinduksi d-glukosa... 42 Gambar. 4.4 Profil KGD mencit diabetes yang diberi suspensi EEDSM ... 45 Gambar 4.5 Pengaruh preventif EEDSM terhadap induksi aloksan pada
mencit ... 46 Gambar 4.6 Perubahan berat badan mencit diabetes yang diberis
ekstrak etanol sirih merah (EEDSM ) dengan dosis yang bervariasi ... 47 Gambar 4.7 Perubahan berat badan mencit yang diinduksi aloksan
selama 11 hari ... 48 Gambar 4.8 Berat isolat kelenjar pankreas mencit yang diinduksi
aloksan... 49 Gambar 4.9 Korelasi antara berat pankreas dengan berat badan ... 50
(14)
Gambar 4.10 Histologi pankreas mencit yang mendapat pemberian EEDSM dan metformin. NB: EEDSM = ekstrak etanol sirih merah; A= base line/normal; B= Kontrol negatif; C= metformin; D= EEDSM 50 mg/kg BB; E= EEDSM 100 mg/kg BB; F= EEDSM 200 mg/kb BB dan G = Preventif, EEDSM 100 mg/kg BB. ... 52 Gambar 4.11 Luas rerata pulau langerhans pankreas mencit diabetes
yang diberikan EEDSM dengan metformin sebagai pembanding positif. ... 53
(15)
DAFTAR TABEL
(16)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Tumbuhan sirih merah (Piper crocatum) ... 61 Lampiran 2. Ethical Clearence hewan percobaan dari Komite Etik ... 62 Lampiran 3. Surat Keterangan Penelitian di Laboratorium
Fitokimia Fak. Farmasi USU ... 63 Lampiran 4. Surat Keterangan Penelitian di Laboratorium
Farmakologi Fak. Farmasi USU ... 64 Lampiran 5. Data kadar gula darah toleransi yang diinduksi
d-glukosa ... 65 Lampiran 6. Profil kadar gula darah mencit diabetes yang diberi
ekstrak sirih merah ... 67 Lampiran 7. Berat pankreas mencit diabetes yang diberi ekstrak
etanol sirih merah dengan kontrol positif metformin. ... 70 Lampiran 8. Data berat badan mencit diabetes yang diberi ekstrak
etanol sirih merah dengan kontrol positif metformin ... 73 Lampiran 9. Perubahan berat badan mencit diabetes selama sebelas
hari... 76 Lampiran 10. Analisis data statistik kadar gula darah toleransi yang
diinduksi d-glukosa ... 79 Lampiran 11. Analisis data statistik kadar gula darah mencit
diabetes yang diinduksi aloksan ... 83 Lampiran 12. Analisis data statistik berat badan mencit diabetes
yang diinduksi aloksan ... 90 Lampiran 13. Analisis data statistik perubahan berat badan mencit
diabetes yang diinduksi aloksan ... 94 Lampiran 14. Analisis data statistik berat pankreas mencit diabetes
yang diinduksi aloksan ... 96 Lampiran 15. Perhitungan luas pulau langerhans pankreas... 98 Lampiran 16. Luas pulau langerhans pankreas mencit yang diberi
ekstrak daun sirih merah ... 99 Lampiran 17. Analisis statistik luas pulau langerhans pankreas yang
(17)
ABSTRAK
Penyakit diabetes melitus (DM) termasuk penyakit yang memiliki populasi besar dan terus meningkat seiring dengan waktu. Pengobatan DM yang paling banyak adalah menggunakan golongan obat sulfonilurea dan biguanida namun memiliki efek samping yang tidak diharapkan. Kajian ilimiah masih terus dilakukan untuk mencari obat DM yang berasal dari alam berdasarkan pengalaman empiris, diantaranya adalah sirih merah (Piper crocatum).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak etanol daun sirih merah (EEDSM) terhadap kadar gula darah (KGD), berat pankreas dan dan berat badan mencit (Mus musculus L) diabetes. Di samping itu juga melihat gambaran histopatologi kelenjar pankreas. Penelitian ini diawali dengan pembuatan simplisia daun sirih merah kemudian dilanjutkan pembuatan ekstrak dengan penyari etanol 70%. Sari diuapkan dengan rotari evaporator pompa vakum sehingga diperoleh ekstrak kental, dilanjutkan skrining fitokimia dan kromatografi lapis tipis (KLT). EEDSM disuspensikan di dalam CMC 0,5% kemudian diuji aktivitasnya terhadap KGD toleransi dan mencit diabetes yang diinduksi aloksan. Parameter yang diukur adalah KGD, perubahan berat badan, berat pancreas dan luas pulau langerhans.
Hasil penelitian ini menunjukkan EEDSM mengandung senyawa alkaloid, flavonoid quersetin, steroid dan tanin/fenol serta mampu menurunkan kadar gula darah mencit diabetes yang diinduksi aloksan. Di samping itu juga dapat memperbaiki risiko simptom kehilangan bobot badan, bahkan pada dosis 200 mg/kg BB dapat meningkatkan lebih besar dibanding normal/base line. EEDSM sebagai preventif juga dapat mencegah kerusakan oksidatif pulau langerhans pankreas yang diakibatkan agen penginduksi diabetes aloksan.
Kata kunci: daun sirih merah (Piper crocatum); mencit diabetes; aloksan; histopatologi pankreas.
(18)
ABSTRACT
Diabetes mellitus (DM) is a diseases that have a large population and increase with the time. Most of DM treatment used sulfonylureas and Biguanides but has unexpected side effects. The study is still underway in the search for DM that come from nature based on empirical experience, including is red betel (Piper crocatum).
This study aimed to determine the effect ethanolic extract of red betel leaves (ERBL) on blood glucose levels (BGL), and pancreas weight and body weight of mice (Mus musculus L) diabetes. Besides, it also determine histopathologic the pancreas gland. The dried powder of red betel was macerated with ethanol 70%. The filtrate was evaporated with a rotary evaporator vacuum pump to obtain a condensed extract, followed phytochemical screening and thin-layer chromatography (TLC). ERBL was suspended in CMC 0.5% and then evaluated it’s activity to KGD tolerance anddiabetic mice with alloxan-induced. Parameters measured were BGL, changes in body weight, pancreas weight and langerhans islet wide.
The results of ERBL contains alkaloida, flavonoida quercetin, steroida and tannin/fenol. It can decrease BGL alloxan-induced diabetic mice (p<0.2). Besides, it can improve the symptoms of the risk of loss of body weight, even at a dose of 200 mg/kg bw can increase than base line (p<0,2). ERBL also can prevent oxidative damage pancreatic Langerhans islands mice by agent alloxan-induced.
Key word: red betel (Piper crocatum) leaves; diabetes mice; alloxan; histopatology pancreas islet.
(19)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diabetes melitus diperkirakan diderita hampir 150 juta di dunia pada tahun 2000 dan terus meningkat seiring dengan waktu dan sebagian besar peningkatan itu akan terjadi di negara-negara yang sedang berkembang.
Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah akibat kekurangan sekresi insulin baik absolut maupun relatif disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Keadaan tersebut lazim terjadi pada penderita diabetes sehingga bisa menyebabkan kerusakan serius pada sistem tubuh (WHO, 2012).
Di Amerika Serikat terdapat 25,8 juta atau 8,3% dari populasi yang menderita baik anak-anak maupun orang dewasa dengan 18,8 juta jiwa terdiagnosa dan 7,0 juta jiwa tidak terdiagnosa (NDIC, 2011). Di Indonesia diperkirakan berkisar antara 1,5 sampai 2,5% kecuali di Manado sekitar 6% dari jumlah penduduk sebanyak 200 juta jiwa, berarti lebih kurang 3-5 juta penduduk Indonesia menderita diabetes. Tercatat pada tahun 1995, jumlah penderita diabetes di Indonesia mencapai 5 juta jiwa dan diperkirakan akan mencapai 12 juta jiwa (Depkes RI, 2005).
Berdasarkan data 24417 orang responden berusia di atas 15 tahun, sebanyak 10,2% mengalami Toleransi Glukosa Terganggu (kadar glukosa 140-200 mg/dl setelah puasa selama 14 jam dan diberi glukosa oral 75 g). Sebanyak 1,5% mengalami DM yang terdiagnosis dan 4,2% yang tidak terdiagnosis. DM
(20)
lebih banyak ditemukan pada wanita dibandingkan pria, dan lebih sering pada golongan dengan tingkat pendidikan dan status sosial rendah. Daerah dengan angka penderita DM paling tinggi yaitu Kalimantan Barat dan Maluku Utara yaitu 11,1%; sedangkan kelompok usia penderita DM terbanyak adalah 55-64 tahun yaitu 13,5%. Beberapa hal yang dihubungkan dengan risiko DM adalah obesitas (sentral), hipertensi, kurangnya aktivitas fisik dan konsumsi sayur-buah kurang dari 5 porsi per hari (Depkes RI, 2007).
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2007 menunjukkan bahwa prevalensi penyakit diabetes sekitar 5,7% dan cenderung mengalami peningkatan seiring waktu (Depkes RI, 2008). Pada tahun 2030, Indonesia diperkirakan memiliki penderita DM sebanyak 21,3 juta jiwa dan menduduki peringkat keempat setelah Amerika Serikat, Cina dan India (Kemenkes RI, 2012). Hal ini menjadi tantangan bagi peneliti dan tenaga kesehatan untuk menekan laju prevalensi penyakit diabetes tersebut.
Pengobatan penyakit diabetes menggunakan obat per oral golongan sulfonilurea dan biguanida masih menjadi pilihan utama saat ini, namun memiliki efek samping yang tidak diharapkan. Di samping itu kajian-kajian ilmiah tumbuhan yang secara empiris berkhasiat hipoglikemik untuk menggantikan atau menurunkan efek samping obat sintetik telah banyak dilakukan (Rao, et al., 2010).
Dewasa ini sebagian masyarakat masih menggunakan obat tradisional, baik dalam bentuk sederhana yang diambil langsung dari alam maupun sediaan atau bungkusan yang sudah melewati proses produksi pada perusahaan atau
(21)
tumbuh-tumbuhan. Sebagian sudah dikenal dan diketahui tumbuhan asalnya, dipelajari zat kandungan serta khasiatnya, namun masih banyak pula di antaranya yang belum diteliti sama sekali. Peranan bahan tumbuhan obat tetap penting baik di negara-negara yang sedang berkembang maupun di negara maju (Agoes dan Jacob, 1992).
Suatu tumbuhan obat memberikan manfaat secara ilmiah, terkait dengan penggunaan secara tradisional, maka peneliti merasa perlu untuk menyelidikinya secara eksperimental sehingga diperoleh data yang meyakinkan secara ilmiah, sehingga penggunaan tanaman tersebut sebagai obat dapat dijamin kebenarannya. Mekanisme kerjanya yang tidak diketahui secara pasti dapat diteliti selanjutnya, namun dapat diperkirakan bahwa efeknya dalam menurunkan kadar gula darah sama seperti obat-obat hipoglikemia oral (Widowati, dkk., 1997).
Salah satu tanaman yang sering digunakan pasien DM sebagai obat yaitu sirih merah (Piper crocatum). Tanaman ini merupakan tanaman hias, yang kemudian berubah menjadi tanaman obat sejak diperkenalkan oleh Bambang Sudewo, seorang produsen tanaman obat di Blunyaherjo. Bagian tanaman yang banyak digunakan untuk mengobati berbagai penyakit adalah daunnya (Sudewo, 2005).
Daun sirih merah digunakan secara tradisional bahkan keluarga kraton Jogjakarta menggunakannya untuk mengobati DM, hipertensi, leukemia, keputihan, dan kanker payudara (Werdhany dkk, 2008). Penelitian Salim (2006) menunjukkan bahwa dalam air rebusan daun sirih merah terkandung senyawa fenolik aktif golongan alkaloid, flavonoid, dan tanin. Golongan senyawa fenolik tersebut telah banyak diteliti peranannya sebagai senyawa antioksidan. Selain itu,
(22)
hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pemberian air rebusan sirih merah dosis 20 g/kg BB selama 10 hari dapat menurunkan kadar glukosa darah tikus sebesar 37,4%. Kemudian, penelitian mengenai toksisitasnya menunjukkan bahwa dosis 20 g/kg BB merupakan dosis yang aman untuk dikonsumsi (Salim, 2006).
Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk menguji lebih lanjut efek ekstrak etanol sirih merah (Piper crocatum) sebagai penurun kadar gula darah dengan pembanding metformin serta gambaran histologi pankreas terhadap mencit percobaan.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan hal-hal yang diuraikan tersebut di atas, maka perumusan masalah penelitian adalah sebagai berikut:
a. apakah EEDSM mempunyai efek hipoglikemik terhadap mencit (Mus muscullus L) diabetes yang diinduksi aloksan?
b. apakah efek hipoglikemik EEDSM sebanding dengan metformin pada mencit (Mus muscullus L) yang diinduksi aloksan?
c. apakah EEDSM dapat memperbaiki simptom kehilangan berat badan mencit (Mus muscullus L) diabetes yang diinduksi dengan aloksan?
d. apakah EEDSM dapat memperbaiki gambaran histopatologi pankreas mencit (Mus muscullus L) diabetes yang diinduksi dengan aloksan?
e. apakah EEDSM dapat mempengaruhi bobot pankreas mencit (Mus muscullus L) diabetes yang diinduksi dengan aloksan?
(23)
1.3 Kerangka konsep
Pada penelitian ini, untuk menginduksikan mencit diabetes digunakan aloksan, karena telah diketahui bahwa zat ini merusak sel β pankreas sehingga meningkatkan kadar gula darah mencit. Ekstrak etanol daun sirih merah diujikan untuk melihat pengaruhnya terhadap penurunan kadar gula darah mencit diabetes serta perbaikan anatomi pulau langerhans pankreas (Gambar 1.1).
(24)
Aloksan Mencit Mencit KGD ↑ Mencit KGD ↑ Metformin Ekstrak Etanol Daun Sirih Merah Mencit KGD ↓ Mencit KGD ↓ Variabel Bebas Variabel Terikat Histopro-tektor Parameter Gula Darah (mg/dl) Gula Darah (mg/dl) Pulau langer-hans Ekstrak Etanol Daun Sirih Merah ? Mencit D-Glukosa Mencit KGD ↑ Ekstrak Etanol Daun Sirih Merah Mencit KGD ↓ Gula Darah (mg/dl) Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter
Dilanjutkan
Mencit Aloksan Mencit KGD normal 1 minggu Histopato -logi Gula Darah (mg/dl) Pulau langer-hans(25)
1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh ekstrak etanol daun sirih merah terhadap kadar glukosa darah serta gambaran histopatologi pankreas mencit (Mus musculus L) diabetes.
1.4.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk:
a. mengetahui efek EEDSM terhadap mencit (Mus musculus L) diabetes. b. mengetahui potensi hipoglikemia EEDSM pada mencit (Mus musculus L)
diabetes, dibandingkan dengan metformin.
c. mengetahui kemampuan EEDSM memperbaiki simptom kehilangan berat badan mencit diabetes
d. mengetahui gambaran histopatologi kelenjar pankreas mencit diabetes yang diberikan EEDSM
e. mengetahui bobot kelenjar pankreas mencit diabetes yang diberikan EEDSM
f. mengetahui gambaran histoprotektor pulau langerhans pankreas pada mencit (Mus muscullus L) diabetes yang diberikan EEDSM.
1.5 Hipotesis
Tahapan hipotesis penelitian ini adalah:
H0: a. EEDSM tidak mempunyai efek hipoglikemia mencit diabetes
b. EEDSM memiliki potensi lebih kecil menurunkan kadar gula darah mencit diabetes dibanding metformin
(26)
c. EEDSM tidak memiliki aktivitas memperbaiki simptom kehilangan berat badan
d. EEDSM tidak memiliki potensi memperbaiki gambaran histopatologi kelenjar pankreas mencit diabetes
e. EEDSM tidak memiliki potensi memperbaiki bobot kelenjar pankreas mencit diabetes
f. EEDSM tidak memiliki kemampuan histoprotektor terhadap pulau langerhans pankreas mencit
Ha: a. EEDSM mempunyai efek hipoglikemia mencit diabetes
b. EEDSM memiliki potensi yang sama atau lebih besar menurunkan kadar gula darah mencit diabetes dibanding metformin
c. EEDSM memiliki aktivitas memperbaiki simptom kehilangan berat badan
d. EEDSM memiliki potensi memperbaiki gambaran histopatologi kelenjar pankreas mencit diabetes
e. EEDSM tidak memiliki potensi memperbaiki bobot kelenjar pankreas mencit diabetes
f. EEDSM memiliki kemampuan histoprotektor terhadap pulau langerhans pankreas mencit
1.6 Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat dijadikan referensi ilmiah tentang khasiat tumbuhan sirih merah dan acuan pengembangan agen antidiabetes yang berasal dari tumbuhan.
(27)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tumbuhan 2.1.1 Morfologi Tumbuhan
Sirih secara umum adalah salah satu jenis tumbuhan memanjat yang termasuk familia piperaceae. Sirih tumbuh subur di sepanjang Asia hingga Afrika timur. Sirih dapat ditemukan di bagian timur pantai Afrika, dipulau Zanzibar, kepulauan Bonin, kepulauan Fuji, dan kepulauan Indonesia (Moeljanto dan Mulyono, 2003).
Sirih merah (Piper crocatum) termasuk familia Piperaceae, tumbuh merambat dengan bentuk daun menyerupai hati dan bertangkai, tumbuh berselang-seling dari batangnya serta penampakan daun berwarna merah keperakan dan mengkilap. Tanaman sirih mempunyai banyak spesies dan memiliki jenis yang beragam, seperti sirih gading, sirih hijau, sirih hitam, sirih kuning dan sirih merah. Semua jenis tanaman sirih memiliki ciri yang hampir sama yaitu tanamannya merambat dengan bentuk daun menyerupai hati dan bertangkai yang tumbuh berselang seling dari batangnya (Anonim, 2009).
Sirih merah dapat diperbanyak secara vegetatif dengan penyetekan atau pencangkokan karena tanaman ini tidak berbunga. Pada tahun 1990-an sirih merah difungsikan sebagai tanaman hias oleh para hobis, karena penampilannya yang menarik. Permukaan daunnya merah keperakan dan mengkilap. Pada tahun-tahun terakhir ini ramai dibicarakan dan dimanfaatkan sebagai tanaman obat. Sirih merah dapat beradaptasi dengan baik di setiap jenis tanah dan tidak terlalu sulit
(28)
dalam pemeliharaannya. Umumnya sirih merah tumbuh tanpa pemupukan, yang penting selama pertumbuhannya di lapangan adalah pengairan perlu yang baik dan cahaya matahari sebesar 60-75%. Tanaman sirih merah siap untuk dipanen minimal berumur 4 bulan, daun yang akan dipanen harus cukup tua, bersih dan warnanya mengkilap karena pada saat itu kadar bahan aktifnya tinggi (Anonim, 2009).
2.1.2 Sistematika Tumbuhan
Sistematika tumbuhan sirih merah adalah sebagai berikut (Anonim, 2012). Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida Sub Kelas : Magnoliidae Ordo : Piperales
Famili : Piperaceae (suku sirih-sirihan) Genus : Piper
Spesies : Piper crocatum Ruiz & Pav.
2.1.3 Khasiat dan Kandungan Kimia
Sirih merah dapat digunakan dalam bentuk segar, simplisia maupun ekstrak dalam kapsul. Secara empiris sirih merah dapat menyembuhkan berbagai penyakit seperti diabetes millitus, hepatitis, batu ginjal, menurunkan kolesterol, mencegah stroke, asam urat, hipertensi, radang liver, radang prostat, radang mata, keputihan, maag, kelelahan, nyeri sendi, dan memperhalus kulit. Sirih merah banyak digunakan pada klinik herbal center sebagai ramuan atau terapi bagi
(29)
penderita yang tidak dapat disembuhkan dengan obat kimia (Hariana dan Arief, 2007).
Bagian tanaman sirih yang dimanfaatkan adalah daun, dalam pengobatan modern tanaman ini sering digunakan sebagai adstrigensia, diuretika dan antiinflamasi. Sirih juga digunakan untuk memperbaiki sirkulasi darah, pengobatan keputihan, bisul, wasir, sakit gigi, mimisan, bau mulut, sariawan, penghilang bau badan, obat batuk, obat kumur, obat jerawat, antiseptik luka bakar, tetes mata, dan mengurangi produksi air susu (Kartasapoerta, G., 1992; Moeljanto dan mulyono, 2003; Syukur dan Hernani, 2002).
Daun sirih merah mengandung senyawa fitokimia diantaranya alkoloid, tanin, dan flavonoid (Salim, 2006). Studi senyawa bahan alam menunjukkan aktivitas hipoglikemi, seperti yang dilaporkan Baldeon et al (2012); senyawa alkaloid yang berasal dari Lupinus mutabilis, menurunkan kadar glukosa darah penderita DM Tipe 2. Sedangkan senyawa flavonoid quersetin dan rutin dapat menurunkan kadar gula darah tikus diabetes yang diinduksi streptozotosin (Jahdav et al, 2012).
Senyawa fenol yang tersebar di alam telah diketahui memiliki aktivitas hipoklikemi, diantaranya adalah flavan, flavanon, flavon, flavonol, flavanol, flavanonol, cetechin, anthocyanidin dan isoflavon. Aktivitasnya menurunkan kadar gula darah dapat melalui berbagai jalur, diantaranya menghambat absorpsi glukosa, meningkatkan toleransi glukosa, meningkatkan sekresi insulin, insulin mimetik, meningkatkan glukosa uptake di jaringan tepi dan meregulasi aktivitas/ekspresi enzim yang berperan dalam jalur metabolisme karbohidrat (Brahmachari, 2011).
(30)
2.2 Penyarian
Penyarian dikenal juga dengan ekstraksi (extraction) berasal dari perkataan extrahere yang berarti to draw out atau menarik sari, yaitu suatu cara untuk menarik satu atau lebih zat dari bahan asal. Umumnya zat berkhasiat tersebut dapat ditarik, namun khasiatnya tidak berubah. Hasil penyarian disebut sebagai sari atau ekstrak; dikelompokkan tiga macam yaitu ekstrak kering (siccum), kental (spissum) dan cair (liquidum), yang dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang sesuai dan terhindar dari pengaruh cahaya matahari langsung. Ekstrak kering harus mudah digerus menjadi serbuk. Cairan penyari yang digunakan adalah air, eter serta campuran etanol dan air (Syamsuni, 2006). Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa yang tersisa diperlakukan sehingga memenuhi baku yang telah ditetapkan.
Ekstrak cair adalah sediaan cair simplisia nabati yang mengandung etanol sebagai pelarut, pengawet atau keduanya. Jika tidak dinyatakan lain pada masing-masing monografi, tiap mililiter ekstrak mengandung bahan aktif dari 1 g simplisia yang memenuhi syarat. Ekstrak cair yang cenderung membentuk endapan dapat didiamkan dan disaring atau bagian yang beningnya dienaptuangkan. Beningan yang diperoleh memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia (Ditjen POM, 1995). Beberapa metode penyarian/ekstraksi, adalah sebagai berikut:
(31)
Maserasi dilakukan dengan cara merendam simplisia pada suhu kamar dalam wadah yang sesuai selama beberapa hari dengan menggunakan pelarut tertentu. Metode ini dilakukan bila jaringan tumbuhan lunak dan konstituen kimia yang dikandungnya tidak tahan pemanasan. Maserasi dilakukan dengan cara memasukkan 10 bagian simplisia dengan derajat kehalusan tertentu ke dalam bejana, kemudian dituangi dengan penyari 75 bagian, ditutup dan dibiarkan selama 5 hari, terlindung dari cahaya sambil diaduk sekali-kali setiap hari lalu diperas dan ampasnya dimaserasi kembali dengan cairan penyari. Penyarian diakhiri setelah pelarut tidak berwarna lagi, lalu dipindahkan ke dalam bejana tertutup, dibiarkan pada tempat yang tidak bercahaya, setelah dua hari lalu endapan dipisahkan.
Perkolasi dilakukan dengan cara mengalirkan cairan penyari terus menerus dalam keadaan dingin melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi di dalam perkolator (DitJen POM, 1974). Ekstraksi secara perkolasi dilakukan dengan cara dibasahkan 10 bagian simplisia dengan derajat halus yang cocok, menggunakan 2,5 bagian sampai 5 bagian cairan penyari dimasukkan dalam bejana tertutup sekurang-kurangnya 3 jam. Massa dipindahkan sedikit demi sedikit ke dalam perkolator, ditambahkan cairan penyari. Perkolator ditutup dibiarkan selama 24 jam, kemudian kran dibuka dengan kecepatan 1 ml per menit, sehingga simplisia tetap terendam. Filtrat dipindahkan ke dalam bejana, ditutup dan dibiarkan selama 2 hari pada tempat terlindung dari cahaya (Harbone, 1987; Dirjen POM, 1989). b. Cara panas, terdiri dari: refluks, digesti, infus, sokletasi.
Refluks, ekstraksi dengan cara ini pada dasarnya adalah ekstraksi berkesinambungan. Bahan yang akan diekstraksi direndam dengan cairan penyari
(32)
dalam labu alas bulat yang dilengkapi dengan alat pendingin tegak, lalu dipanaskan sampai mendidih. Cairan penyari akan menguap, uap tersebut akan diembunkan dengan pendingin tegak dan akan kembali menyari zat aktif dalam simplisia tersebut, demikian seterusnya. Ekstraksi ini biasanya dilakukan 3 kali dan setiap kali diekstraksi selama 4 jam.
Digesti merupakan modifikasi cara maserasi dengan menggunakan pemanasan lemah, yaitu pada suhu 40-50 oC. Cara maserasi ini hanya dapat dilakukan untuk simplisia yang zat aktifnya tahan terhadap pemanasan.
Infus adalah sediaan air yang dibuat dengan menyari simplisia dengan air pada suhu 90°C selama 15 menit, sedangkan dekok diperoleh selama 30 menit.
Sokletasi, ekstraksi dengan cara ini pada dasarnya ekstraksi secara berkesinambungan. Cairan penyari dipanaskan sampai mendidih. Uap penyari akan naik melalui pipa samping, kemudian diembunkan lagi oleh pendingin tegak. Cairan penyari turun untuk menyari zat aktif dalam simplisia. Selanjutnya bila cairan penyari mencapai sifon, maka seluruh cairan akan turun ke labu alas bulat dan terjadi proses sirkulasi. Demikian seterusnya sampai zat aktif yang terdapat dalam simplisia tersari seluruhnya yang ditandai jernihnya cairan yang lewat pada tabung sifon (Ditjen POM, 1995).
2.3 Anatomi dan Fisiologi Pankreas
2.3.1 Pankreas
Kelenjar pankreas terletak melintang di belakang lambung dari duodenum sampai ke limpa. Organ ini terbagi atas dua bagian yaitu bagian eksokrin yang memproduksi enzim pencernaan dan bagian endokrin yang memproduksi
(33)
ke dalam duodenum lewat saluran pankreas. Posisi kelenjar pankreas mencit atau tikus dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Posisi kelenjar pankreas dan organ dalam/internal lainnya yang terdapat pada mencit/tikus setelah saluran pencernaan diambil. Ilustrasi dikutip dari Ward dan Parsoneault, 2012
Pankreas manusia mengandung sampai 2 juta pulau-pulau yang bertebaran secara luas, pulau-pulau itu berdiameter 20 sampai 300 mikron dan jaringan pulau total menyusun hanya 1 sampai 2 persen massa pankreas (Handoko dan Suharto, 1995) dapat dilihat di Gambar 2.2, sedangkan pada mencit memiliki volume sekitar 0,13 cm3 dan jumlah pulau-pulau langerhans pankreas sekitar 3200 (Bock et al, 2003). Jumlah volume dan volume distribusi pulau-pulau langerhans pankreas dapat dijadikan parameter untuk menentukan derajat kesehatan pankreas dan perbandingan antara normal dengan diabetes (Berclaz, et al., 2012).
1. Kelenjar saliva 2. Tulang rusuk 3. Diafragma 4. Liver
5. Lien/kel. Anak limfa 6. Pankreas
7. Perut bagian depan
8. Lambung
9. Ginjal
10. Kolon menaik
(34)
Bagian endokrin pankreas mempunyai berat sekitar 1% dari berat pankreas. Bagian endokrin ini mempunyai 4 macam sel yaitu sel α menseksresi glukagon, sel mensekresi hormone insulin, sel δ mensekresi gastrin dan polipeptida pankreas (sel PP). Hormon glukagon dan insulin bekerja memetabolisme karbohidrat yang bekerja antagonistis (meningkatkan konsentrasi glukosa darah), merupakan efek yang berlawanan dengan efek insulin. Sedangkan hormon gastrin bekerja menstimulasi asam lambung, sementara fungsi polipeptida pankreas masih belum jelas (Handoko dan Suharto, 1995).
Gambar 2.2 Anatomi kelenjar pankreas (Sherwood, 2001)
Pankreas terdiri dari atas dua jenis jaringan utama, yakni (a) Asini, yang mensekresikan getah pencernaan kedalam duodenum, dan (b) pulau Langerhans, tidak mempunyai alat untuk mengeluarkan getahnya ke luar namun sebaliknya mensekresikan insulin dan glukagon langsung ke dalam darah. Pankreas manusia mempunyai 1 sampai 2 juta pulau Langerhans, setiap pulau Langerhans hanya
(35)
sebagai tempat penampungan hormon yang disekresikan oleh sel-sel tersebut. Pulau Langerhans mengandung 3 jenis sel utama, yakni sel α, , dan δ, yang dapat dibedakan dari ciri morfologi dan pewarnaannya. Sel mencakup kira-kira 60% dari semua sel, terletak terutama di tengah dari setiap pulau dan mensekresikan insulin. Sel α mencakup kira-kira 25% dari seluruh sel, mensekresikan glukagon. Sel δ, yang merupakan 10% dari seluruh sel, mensekresikan somatostatin, selain itu paling sedikit terdapat 1 jenis sel lain, yang disebut sel PP, terdapat dalam jumlah sedikit didalam pulau Langerhans dan mensekresikan hormon yang fungsinya masih diragukan yakni polipeptida pankreas.
2.3.2 Insulin
Pengelolaan makanan di dalam saluran pencernaan berlangsung mulai dari pemecahan menjadi komponen bahan makanan yang lebih sederhana di antaranya karbohidrat menjadi glukosa, protein menjadi asam amino dan lemak menjadi asam lemak. Ketiga zat makanan itu akan diserap oleh usus kemudian masuk ke dalam pembuluh darah dan diedarkan ke seluruh tubuh untuk dipergunakan dalam beraktivitas, namun terlebih dahulu harus masuk ke dalam sel sehingga dapat berlangsung metabolisme dan menghasilkan energi. Dalam proses metabolism itu insulin memegang peran penting yaitu bertugas memasukkan glukosa ke dalam sel untuk selanjutnya digunakan sebagai bahan bakar. Insulin ini adalah suatu zat atau hormon yang dikeluarkan oleh sel pankreas. Insulin yang disekresikan oleh sel dapat diibaratkan sebagai anak kunci yang akan membuka pintu masuk glukosa ke dalam sel, kemudian di dalam sel glukosa itu dimetabolisme menjadi energi. Bila insulin tidak aktif, glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel, sehingga glukosa tetap berada di dalam pembuluh darah, artinya kadarnya dalam darah
(36)
meningkat. Dalam keadaan seperti itu tubuh akan lemah karena tidak ada sumber energi di dalam sel. Dalam keadaan seperti tadi, meskipun jumlah insulin meningkat namun jumlah reseptor tidak mencukupi maka glukosa yang masuk sel akan sedikit, sehingga terjadi kekurangn glukosa di dalam sel sedangkan di dalam pembuluh darah meningkat (Waspadji, 2002).
Insulin merupakan protein kecil, pada manusia mempunyai berat molekul sebesar 5.808. Insulin terdiri atas dua rantai asam amino, satu sama lain dihubungkan oleh ikatan disulfida (Gambar 2.2). Bila dua rantai asam amino dipisahkan, maka aktivitas fungsional insulin akan hilang. Insulin disintesis oleh sel-sel dengan cara yang mirip dengan protein, diawali dengan translasi RNA insulin oleh ribosom yang melekat pada retikulum endoplasma untuk membentuk preprohormon insulin. Preprohormon awal ini memiliki berat kira-kira 11.500, dan selanjutnya akan berikatan dengan retikulum endoplasma untuk membentuk proinsulin, lalu melekat erat pada badan golgi untuk membentuk insulin sebelum terbungkus dalam granula sekretori. Akan tetapi, kira-kira 1/6 dari hasil akhirnya tetap dalam bentuk proinsulin.
Ketika insulin disekresikan ke dalam darah, hampir seluruhnya beredar dalam bentuk tidak terikat dengan waktu paruh plasma rerata hanya 6 menit, sehingga dalam waktu 10 sampai 15 menit sudah dibersihkan dari sirkulasi darah. Kecuali sebagian insulin yang berikatan dengan reseptor pada sel target, sisa insulin dipecah oleh enzim insulinase terutama dalam hati, sebagian kecil dipecah di dalam ginjal dan otot, dan sedikit di dalam jaringan lain.
(37)
rendah yakni 25 ng/menit/kg berat badan, karena kadar glukosa darah hanya mempunyai aktivitas fisiologis yang kecil. Bila konsentrasi glukosa dalam darah tiba-tiba meningkat 2 sampai 3 kali dari kadar normal dan jika kadar ini dipertahankan maka, sekresi insulin akan meningkat dengan nyata dan berlangsung dalam 2 tahap.
Dalam waktu 3 sampai 5 menit setelah terjadi peningkatan kadar glukosa darah, insulin meningkat sampai hampir 10 kali lipat. Keadaan ini disebabkan oleh pengeluaran insulin yang sudah terbentuk lebih dulu oleh sel-sel pulau Langerhans. Akan tetapi, laju sekresi awal yang tinggi ini tidak dapat dipertahankan, karena dalam waktu 5 sampai 10 menit kemudian laju sekresi insulin akan berkurang sampai kira-kira setengah dari normal.
Kira-kira 15 menit kemudian, sekresi insulin meningkat untuk kedua kalinya, biasanya laju sekresi bahkan lebih besar dari laju pada tahap awal. Sekresi ini disebabkan oleh adanya tambahan pelepasan insulin yang sudah lebih dulu terbentuk, dan oleh adanya aktivasi beberapa sistem enzim yang mensintesis dan melepaskan insulin baru dari sel.
Ketika konsentrasi glukosa darah meningkat di atas 100 mg/dl darah, laju sekresi insulin meningkat dengan cepat, dengan kadar puncak 10 sampai 25 kali dari kadar basal yaitu antara 400 sampai 600 mg/dl. Respon sekresi insulin terhadap naiknya konsentrasi glukosa darah menyebabkan timbulnya mekanisme umpan balik yang sangat berguna untuk mengatur besarnya konsentrasi glukosa darah (Guyton dan Hall, 2006).
(38)
Gambar 2.2 Ilustrasi insulin pada mencit dalam bentuk proinsulin (A) (Wakabayashi, 2012), Struktur Insulin Manusia (B) (Hvorost, 2010)
2.4 Diabetes Melitus
2.4.1 Uraian Diabetes Melitus
Diabetes melitus (DM) disebut juga diabetes merupakan suatu penyakit metabolisme yang ditandai dengan meningkatnya kadar gula yang disebabkan jumlah sekresi insulin menurun, aktivitas insulin melemah atau keduanya. Diabetes kronis dalam jangka panjang akan mengakibatkan kerusakan bahkan kegagalan fungsi berbagai organ, diantaranya mata, ginjal, sel saraf, jantung dan pembuluh darah (ADA, 2012). Insufisiensi insulin dapat disebabkan oleh
A
(39)
pankreas atau disebabkan kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (Depkes RI, 2005).
2.4.2 Gejala Diabetes Melitus
Tanda dan gejala yang sering dikeluhkan oleh pasien antara lain rasa haus, sering kencing, rasa lapar, badan terasa lemas, berat badan turun, rasa gatal pada kulit, kesemutan, mata kabur, kulit kering. Komplikasi yang mungkin timbul diantaranya adalah gangguan pembuluh darah besar (makroangiopati) dan gangguan pembuluh darah kecil (mikroangiopati). Mikroangiopati menyebabkan kerusakan ginjal, mata dan saraf. Adapun makroangiopati mengakibatkan kerusakan jantung, otak dan kaki.
2.4.3 Penyebab Diabetes Melitus
Penyebab DM adalah kurangnya produksi dan ketersediaan insulin dalam tubuh atau terjadinya gangguan kerja insulin yang sebenarnya jumlahnya mencukupi (Tipe II). Kekurangan insulin bisa disebabkan kerusakan sebagaian kecil atau sebagian besar sel-sel ß pulau langerhans kelenjar pankreas. Ada beberapa faktor yang menyebabkan DM.
a. Faktor keturunan
Para ahli menyatakan bahwa faktor bibit adalah salah satu penyebab utama DM. Pada perbandingan keluarga DM dengan keluarga sehat, ternyata angka kejangkitan keluarga diabetes mencapai 8,33 dan 5,33% bila dibandingkan dengan keluarga sehat yang memperlihatkan angka hanya 1,96% dan 0,61%. b. Virus dan Bakteri
Virus yang diduga menyebabkan DM adalah rubella, mumps dan human coxsackie virus B4. Kerusakan genetis adalah yang mendasari penurunan fungsi
(40)
sel ß pankreas merupakan predisposisi terjadinya kegagalan sel ß setelah infeksi virus. Demikian juga gen-gen khusus yang diduga meningkatkan kerentanan terhadap virus diabetogenik atau mungkin dikaitkan dengan gen-gen yang merangsang sistem imun tertentu selama predisposisi terhadap respon autoimun sel-sel pulau-pulau langerhan (autoegresi) (Serwot, 2008).
c. Bahan Toksik atau Beracun
Beberapa bahan toksik dapat merusak sel ß secara langsung seperti aloksan, difenil tiokarbazine, oksin-9-hidroksikuinolon, dan streptozosin (Mistri Sunil, 2008).
d. Nutrisi
Nutrisi yang berlebihan merupakan faktor risiko pertama yang diketahui penyebab DM. Semakin lama dan semakin berat obesitas akibat nutrisi berlebihan maka semakin besar kemungkinan terjangkitnya penyakit DM (Mistri Sunil, 2008).
2.4.4 Klasifikasi Diabetes
Klasifikasi diabetes menurut World Health Organization (WHO) tahun 2012 dan Departement of Health and Human Service USA (2007) terbagi dalam 3 yaitu Diabetes tipe I, Diabetes Tipe-II, dan Diabetes kategori lain. Namun, menurut American Diabetes Association (2012), klasifikasi diabetes terbagi 4 dengan tambahan yaitu diabetes Tipe 1, diabetes Tipe 2, diabetes tipe spesifik lain dan gestational diabetes.
2.4.4.1 Diabetes Tipe-1
(41)
yang non obesitas dan mereka yang berusia lanjut ketika hiperglikemia tampak pertama kali. Keadaan tersebut merupakan suatu gangguan katabolisme yang disebabkan oleh hampir tidak terdapat insulin dalam sirkulasi, glukagon plasma meningkat dan sel-sel ß pankreas gagal merespon semua stimulus insulinogenik. Oleh karena itu, diperlukan pemberian insulin eksogen untuk memperbaiki katabolisme, menurunkan hiperglukagonemia, dan peningkatan kadar glukosa darah (Karam, 2001).
Gejala yang tampak pada penderita DM Tipe I adalah peningkatan ekskresi urine (poliuria), rasa haus (polidipsia), lapar (polipagia), berat badan turun, pandangan terganggu, dan lelah. Gejala ini dapat terjadi sewaktu-waktu (tiba-tiba) (WHO, 2012).
2.4.4.2 Diabetes Tipe-2
Diabetes Tipe-2 merupakan bentuk diabetes yang lebih ringan, terutama terjadi pada orang dewasa. Sirkulasi insulin endogen sering dalam keadaan kurang dari normal atau secara relatif tidak mencukupi karena kurang pekanya jaringan. Obesitas adalah penyebab utama gangguan kerja insulin, merupakan faktor risiko yang biasa terjadi pada diabetes Tipe 2 dan sebagian besar pasien dengan diabetes Tipe 2 bertubuh gemuk. Selain terjadinya penurunan kepekaan jaringan pada insulin, terjadi pula defisiensi respons sel ß pankreas terhadap glukosa (Katzung, 2002). Gejala DM Tipe 2 mirip dengan Tipe 2, hanya gangguan gejalanya tersamar. Gejalanya bisa diketahui setelah beberapa tahun, terkadang komplikasi dapat terjadi. Tipe diabetes ini sering terjadi pada orang dewasa dan anak-anak obesitas.
(42)
2.4.4.3 Diabetes Tipe Spesifik Lain
Diabetes tipe ini dikelompok berdasarkan pada beberapa faktor, di antaranya kelainan genetik sel pankreas, kelainan genetik kerja insulin, penyakit pada bagian eksokrin pankreas, endokrinopati hormon-hormon (hormon pertumbuhan, kortisol, glukagon, epineprin) yang bekerja antagonis terhadap insulin, obat atau senyawa yang dapat menginduksi diabetes, kelainan autoimun serta sindrom genetik lain yang menyebabkan diabetes (ADA, 2012).
2.4.4.4 Gestational Diabetes
Diabetes ini terjadi disebabkan kenaikan kadar gula darah karena kehamilan (WHO, 2012). Wanita hamil yang belum pernah terkena diabetes sebelumnya namun memiliki kadar gula yang tinggi ketika hamil dikatakan menderita diabetes gestational (ADA, 2012).
Mekanisme DM gestational belum diketahui secara pasti. Namun, mekanisme yang bisa diketahui berasal dari plasenta yang mendukung perkembangan bayi. Hormon plasenta membantu bayi untuk berkembang. Tetapi hormon ini juga memblok kerja insulin ibu dalam bayinya. Hal ini menyebabkan resistensi insulin. Resistensi insulin membuat tubuh bekerja keras untuk menghasilkan insulin sebanyak 3 kali dari banyaknya insulin.
DM Gestational dimulai dari tubuh tidak dapat membuat dan menggunakan seluruh insulin yang digunakan selama kehamilan. Tanpa insulin, glukosa tidak dapat keluar dari darah dan dirubah menjadi energi, sehingga glukosa dalam darah meningkat (hiperglikemia).
(43)
2.5 Metformin
Metformin ditemukan pada tahun 1920 dan mulai dipasarkan sejak tahun 1957. Obat ini banyak digunakan di kalangan masyarakat dalam pengobatan resistensi insulin pada pasien DM Tipe 2.
Target obat ini adalah organel sel mitokondria dengan daerah spesifik di kompleks 1, namun belum diketahui secara pasti molekuler yang mana menjadi target. Di samping itu metformin juga bekerja menurunkan Nikotinamida Adenin Dinukleutida (NADH) sehingga gradien proton tetap terpelihara mengakibatkan terjadi peningkatan ATP di membran mitokondria. Metformin juga mengaktivasi AMP kinase yang akan menghambat glukogenesis hepatik di hati (Foretz et al, 2010) dan bermanfaat mencegah kardiomiopati jantung (Xie et al, 2011). Gambar 2.3 berikut mengilustrasikan mekanisme kerja metformin.
Dosis efikasi klinis untuk menurunkan kadar gula darah adalah 500 mg per hari dan penurunannya sejalan dengan peningkatan dosis sampai 2000 mg. The United Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS) melaporkan bahwa penggunaan metformin pada penderita DM Tipe 2 dapat mengurangi risiko komplikasi penyakit diabetes.
(44)
Gambar 2.3 Mekanisme kerja metformin (Foretz et al, 2010)
Efek samping penggunaan metformin di antaranya adalah gangguan saluran pencernaan/gastrointestinal dan peningkatan asam laktat, namun jika dibandingkan dengan obat antihiperglikemi sulfonilurea atau insulin memiliki faktor risiko yang lebih kecil (Scarpello, 2001).
2.6 Aloksan
Aloksan adalah suatu substrat yang secara struktural merupakan derivat pirimidin sederhana dan digunakan untuk menginduksi diabetes pada binatang percobaan (Gambar 2.4). Pemberian aloksan adalah cara yang cepat untuk menghasilkan diabetik eksperimental (hiperglikemik) pada binatang percobaan. Mencit hiperglikemik dapat dihasilkan dengan menginjeksikan 120-200 mg/kgBB. Aloksan dapat diberikan secara intravena, intraperitoneal, atau subkutan pada binatang percobaan.
(45)
Gambar 2.4 Struktur aloksan (Sigma-Aldrich, 2012)
Aloksan bersifat toksik selektif terhadap sel pankreas yang memproduksi insulin, dengan cara terakumulasi aloksan melalui transporter glukosa yaitu GLUT2. Aktivitas toksik aloksan diinisiasi oleh radikal bebas yang dibentuk oleh reaksi redoks. Aloksan dan produk reduksinya yaitu asam dialurik, membentuk siklus redoks dengan formasi radikal superoksida. Radikal ini mengalami dismutasi menjadi hidrogen peroksida. Radikal hidroksil dengan kereaktifan yang tinggi dibentuk oleh reaksi Fenton. Aksi radikal bebas dengan rangsangan tinggi akan meningkatkan konsentrasi kalsium sitosol yang menyebabkan destruksi sel yang cepat (Watskin et al, 2008). Gambar 2.5 berikut adalah preparat histologi pankreas mencit normal dan diabetes.
Gambar 2.5 Histologi pankreas mencit diabetes (A) dan normal (B). Dikutip
(46)
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
Metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimental (Experimental research). Penelitian eksperimental dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh atau hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Dalam penelitian ini yang termasuk variabel bebas adalah EEDSM. Sedangkan variabel terikat adalah kadar gula darah pada uji Toleransi Glukosa dan hewan yang dipaparkan terhadap aloksan serta histologi pankreas. 3.1 Desain/Rancangan Penelitian
Penelitian yang dilakukan meliputi pengumpulan daun sirih merah (Piper crocatum), dibuat simplisia kering kemudian diekstraksi dengan metode remaserasi dengan penyari etanol 70%. Ekstrak kering yang diperoleh diuji pada mencit dengan Uji Toleransi Glukosa (Kadar gula darah (mg/dL) kemudian dilanjutkan terhadap mencit yang diinduksi dengan aloksan dan histologi pankreas menggunakan metode eksperimental di laboratorium dengan desain Rancangan Acak Lengkap (RAL). Analisis data dilakukan menggunakan Analisis Varian (Anava).
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fitokimia, Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Fakultas Farmasi, serta Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Penelitian dilaksanakan setelah mendapat persetujuan Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan Universitas Sumatera Utara. Waktu penelitian dilakukan selama lebih
(47)
3.3 Alat dan Bahan Penelitian 3.3.1 Alat – alat yang digunakan
Alat-alat yang digunakan adalah alat-alat gelas, laboratorium (seperti beaker glass, labu takar, Erlenmeyer dan sebagainya), Blender (Panasonic), neraca listrik, neraca hewan (Presica Geniwigher, GW-1500), Alat PK-Air (Azeotropi), rotary evaporator (Heidolph vv-2000), mortar dan stamper, oral sonde, spuit (ukuran 1 ml dan 3 ml), kertas saring, penangas air, Accu Trend (Roche), animal restrainer, politube 1,5 ml dan kandang mencit.
3.3.2 Bahan-bahan yang digunakan
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah daun Sirih merah yang diperoleh dari hasil kultivasi di daerah Medan Johor, Medan; Etanol 96%; Tablet metformin (PT Kimia Farma); CMC-Na; Aquadest; Larutan fisiologis NaCl 0,9%; toluen; Aloksan monohidrat (Sigma); formalin 10%; Makanan; D-Glukosa; Fruktosa; dan bahan kimia lain yang dianggap perlu.
3.4 Hewan Percobaan
Hewan yang digunakan dalam percobaan ini adalah mencit jantan (Mus muscullus L) yang diperoleh dari Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Uji antidiabetes dengan metode uji toleransi glukosa menggunakan mencit dengan berat badan 25-30 g dan umur 2 bulan. Uji antidiabetes dengan menginduksikan aloksan pada hewan percobaan secara intra vena (Angelina dkk., 2008; Gad, 2002). Hewan dikondisikan selama lebih kurang satu bulan di laboratorium dan diberi makanan pelet dan minuman air mineral yang sesuai.
(48)
3.5.1 Pembuatan Simplisia
Simplisia daun sirih merah dibuat di laboratorium Fitokimia Fakultas Farmasi USU dengan menggunakan lemari pengering dan blender pembuat serbuk.
Daun sirih merah segar dilakukan sortasi basah, untuk memisahkan bagian tumbuhan yang tidak digunakan maupun benda asing, meliputi tangkai daun, serangga dan kotoran lainnya. Daun yang telah disortasi dicuci dan ditiriskan, kemudian dimasukkan ke dalam lemari pengering sampai kering, ditandai dengan bunyi rapuh bila dipatahkan. Selanjutnya diserbuk menggunakan blender. Serbuk disimpan dalam plastik putih tertutup rapat.
3.5.2 Pembuatan Ekstrak Etanol
Ekstrak etanol dibuat dengan melakukan ekstraksi metode remaserasi. Prosedur pelaksanaan; sebanyak 823,5 g serbuk kering dimaserasi dengan etanol 70% dalam wadah tertutup rapat dan dibiarkan pada suhu kamar selama 2 hari terlindung dari cahaya dan sering diaduk, kemudian dipisahkan, ampas dimaserasi kembali dengan pelarut etanol 70% baru dan dilakukan dengan cara yang sama seperti di atas sampai diperoleh maserat yang jernih.
Semua maserat digabung menjadi satu lalu diuapkan dengan bantuan alat rotary evaporator sampai diperoleh ekstrak etanol kental, kemudian ekstrak dikeringkan di freeze dryer (-20oC) hingga diperoleh ekstrak kering daun sirih merah.
3.5.3 Susut Pengeringan
(49)
bobot kehilangan konstan selama pengeringan di dalam oven suhu 105 - 110 0C selama 3 jam atau sampai diperoleh berat konstan (Ditjen POM, 1979).
3.5.4 Analisis Fitokimia Daun Sirih Merah (Harbone, 1987) 3.5.4.1 Uji Alkaloid
Sebanyak 2 g simplisia dihaluskan, ditambahkan 10 mL kloroform dan beberapa tetes amoniak. Fraksi kloroform dipisahkan dan diasamkan dengan 10 tetes H2SO4 2M. Fraksi asam diambil kemudian ditambahkan pereaksi Dagendorf, Meyer, dan Wagner. Adanya alkaloid ditandai dengan terbentuknya endapan putih oleh pereaksi Meyer, endapan merah oleh pereaksi Dragendorf, dan endapan coklat oleh pereaksi Wegner.
3.5.4.2 Uji Saponin
Sebanyak 1 g simplisia ditambah air secukupnya dan dipanaskan pada air mendidih selama 5 menit. Larutan tersebut didinginkan kemudian dikocok. Timbulnya busa yang bertahan lebih dari 10 menit menunjukkan adanya saponin. 3.5.4.3 Uji Flavonoid dan Fenolik
Sebanyak 1 g simplisia ditambah metanol 30% sampai terendam lalu dipanaskan. Filtratnya ditaruh kedalam spot plate (papan uji) dan kemudian ditambahkan NaOH 10% (b/v) atau H2SO4 pekat. Terbentuknya warna merah karena penambahan NaOH menunjukkan adanya senyawa fenolik hidrokuinon sedangkan warna merah yang terbentuk akibat penambahan H2SO4 pekat menunjukkan adanya flavonoid.
3.5.4.4 Uji Triterpenoid dan Steroid
Sebanyak 2 g simplisia ditambah 25 ml etanol 30% lalu dipanaskan dan disaring. Filtratnya diuapkan kemudian ditambah eter. Lapisan eter dipipet dan
(50)
diujikan pada spot plate dengan menambahkan pereaksi Liebermen Buchard (3 tetes asam asetat anhidrida dan 1 tetes H2SO4 pekat). Warna merah atau ungu menunjukkan adanya triterpenoid dan warna hijau menunjukkan adanya steroid. 3.5.4.5 Uji Tanin
Sebanyak 10 g simplisia ditambahkan air kemudian dididihkan selama beberapa menit, kemudian disaring. Filtratnya ditambah FeCl3 1% (b/v). Warna biru tua atau hitam kehijauan menunjukkan adanya tanin.
3.6 Identifikasi kandungan senyawa kimia ekstrak etanol sirih merah
Larutan ekstrak dielusi dengan kromatografi lapis tipis (KLT) dengan pengembang yang sesuai. Hasilnya dilihat secara visual dan di bawah sinar UV (254 dan 366 nm) dengan atau tanpa pereaksi semprot (Jork et al, 1990). Senyawa pembanding yang digunakan adalah quersetin dan rutin.
3.7 Suspensi ekstrak etanol sirih merah
Ekstrak sirih merah dibuat suspensi dengan menggunakan karboksil metil selulosa natrium (CMC-Na) konsentrasi 0,5%. Konsentrasi ekstrak etanol sirih merah dibuat sebesar 200 mg/ml.
3.8 Suspensi Obat Pembanding Metformin
Serbuk tablet metformin dari produksi PT Kimia Farma dibuat dalam larutan suspensi karboksil metil selulosa natrium (CMC-Na) konsentrasi 0,5%. Konsentrasi metformin dibuat dalam konsentrasi 0,1% dengan dosis pemberian 10 mg/Kg BB hewan uji (Redy T.G, 2006).
3.9 Larutan Glukosa 50%
(51)
3.10 Larutan Aloksan 5%
Aloksan monohidrat 500 mg dilarutan dalam larutan fisiologis NaCl 0,9%. Larutan selalu dibuat baru setiap pengujian. Dosis yang diberikan 200 mg/kg BB (Tanquilut, et al, 2009).
3.11 Pengujian Antidiabetes 3.11.1 Obesitas Hewan Uji
Hewan uji dikondisikan dalam kandang. Makanan hewan diberikan dengan lemak tinggi dan gula tinggi. Selama pemeliharaan hewan diberikan secara oral larutan makanan induksi selama 7 hari berturut-turut dengan dosis sesuai (mencit dosis 1% BB). Makanan induksi dibuat dengan komposisi modifikasi yaitu Lemak hewani (sapi) 20%, kuning telur 20%, fruktosa 10%, glukosa 10% dan bahan tambahan lain hingga 100% (Shafrir Eleazar, 2007). Obesitas hewan uji dilakukan dengan membandingkan berat badan hewan uji dan panjang hewan uji.
3.11.2 Uji Antidiabetes dengan Metode Uji Toleransi Glukosa
Mencit obesitas dipuasakan selama 18 jam. Kemudian berat badan ditimbang dan diukur kadar gula darah puasa. Diberikan larutan glukosa dosis 5 g/kg BB secara peroral. Setelah 30 menit ditentukan kadar gula darah mencit .
Masing-masing mencit diberi Suspensi CMC dosis 1% BB (sebagai kontrol), suspensi ekstrak dalam 2 dosis (10, 100 dan 1000 mg/kg BB) dan suspensi obat pembanding metformin dosis 10 mg/kg BB. Pengukuran kadar gula darah dilanjutkan pada rentang waktu 60, 90, 120, 150, dan 180 menit. Pengukuran kadar gula darah dilakukan dengan menggunakan alat Accu trend GCT (Roche) (Adnyana I. Ketut, 2004).
(52)
3.11.3 Uji Anti Diabetes pada Mencit Induksi Aloksan
Hewan yang diinduksi aloksan, terlebih dahulu digemukkan lalu diinjeksikan aloksan secara intra peritoneal (ip). Makanan setelah diinduksi tetap diberikan.
Uji antidiabetes secara in vivo diacu berdasarkan metode yang dilakukan Tanquilut et al (2009). Hewan coba dipuasakan (ad libitium) selama lebih kurang 18 jam. Kemudian berat badan ditimbang dan diukur kadar gula darah puasa dengan alat Accu trend GCT (Roche). Larutan aloksan 200 mg/kg BB diberikan secara intra peritoneal (i.p). Lalu diukur kadar gula darah mencit pada hari ke 3 dan ke 7. Pada hari ke 7, hewan yang memiliki kadar gula darah (KGD) lebih tinggi dari 200 mg/dl dipisahkan dan dijadikan sebagai hewan uji. Hewan yang memiliki KGD lebih rendah dari 200 mg/dl diinduksi kembali. Jika hewan uji pada hari ke-7 telah menunjukkan kadar gula darah lebih dari 200 mg/dl, maka hewan sudah dapat diberikan bahan uji. Pengambilan darah dilakukan sebanyak 1 tetes melalui ekor mencit. Mencit dikelompokkan secara acak menjadi 6 kelompok, masing-masing terdiri dari 5 ekor mencit kemudian diberi perlakuan secara peroral.
Dosis pemberian suspensi uji:
Kelompok I : Mencit normal tanpa perlakuan, sebagai base line
Kelompok II : Mecit diabetes (diberi suspensi 0,5% BB dari CMC 0,5%), sebagai kontrol.
Kelompok III : Mencit diabetes (diberi metformin dosis 10 mg/kg BB).
(53)
Kelompok V : Mencit diabetes (diberi suspensi EEDSM dosis 100 mg/kg BB).
Kelompok VI : Mencit diabetes (diberi suspensi EEDSM dosis 200 mg/kg BB).
Kelompok VII : Mencit yang telah diberi suspensi EEDSM dosis 100 mg/kg BB selama seminggu, kemudian diinduksi aloksan.
Suspensi diberikan selama 11 hari berturut-turut secara oral. Lalu diukur kadar gula darah mencit pada hari ke-3, 5, 7 dan 11 setelah pemberian bahan uji. Pada hari ke-11 hewan uji dibedah dan bagian organ pankreas digunakan untuk uji histologi. Diamati sel pankreas dengan melihat jumlah dan diameter pulau langerhans pada masing-masing perlakuan. Selama percobaan juga diamati berat badan hewan setiap pengukuran KGD dan berat kelenjar pankreas.
3.11.4 Uji Histologi Pankreas
Hewan uji dimatikan dengan cara dislokasi leher. Hewan yang telah mati diletakkan di atas papan fiksasi dengan perut mengarah ke atas. Pemotongan dilakukan pada bagian kulit perut secara menyilang sampai terlihat bagian organ dalam perut mencit. Selanjutnya diambil organ pankreas mencit, lalu disimpan dalam wadah khusus yang berisi formalin 10%.
3.11.4.1 Pembuatan Sediaan Histologi Pankreas.
Setelah pankreas dikeluarkan dari tubuh mencit, dilakukan pembuatan preparat pankreas dengan langkah sebagai berikut: sampel pankreas yang telah diambil lalu di fiksasi dengan larutan formalin 10% selama 3-4 jam. Setelah itu dilakukan dehidrasi dengan aseton sebanyak 3 kali, masing-masing selama 2 jam, dilakukan cleaning (pembersihan) menggunakan toluen sebanyak 3 kali,
(54)
masing-masing selama 1-2 jam, selanjutnya dilakukan proses embedding yaitu perendaman sampel di paraffin cair dengan suhu 600C sebanyak 3 kali, masing-masing selama 2 jam, lalu dilakukan proses pencetakan blok paraffin.
Blok parafin yang terbentuk diiris menggunakan alat mikrotom sehingga menghasilkan lembaran yang ketebalannya 2 µm, lalu lembaran tersebut diletakkan di penangas air dengan suhu 300C, lembaran yang telah direndam dalam penangas dilengketkan pada objek glas, lalu sampel tersebut dipanaskan di oven selama 2-3 menit.
3.11.4.2 Pewarnaan
Sebelum pewarnaan, sampel yang telah dipanaskan di oven lalu direndam dalam xylol sebanyak 3 kali masing-masing selama 5-10 menit. Selanjutnya dilakukan pencucian/pembilasan menggunakan alkohol 90% selama 5-10 menit, lalu alkohol 80% selama 5-10 menit, dan kemudian alkohol 70% selama 5-10 menit. Setelah itu dilakukan proses pewarnaan menggunakan larutan haemotoxylin selama 2-3 menit dan dilanjutkan dengan larutan Eosin selama 2-3 menit. Kemudian sampel dicuci/dibilas menggunakan alkohol 70% selama 5-10 menit, lalu alkohol 80% selama 10 menit, dan kemudian alkohol 90% selama 5-10 menit. Sampel dikeringkan pada suhu kamar selama 3-5 menit lalu ditutup dengan objek glass, lalu diamati di bawah mikroskop.
3.11.5 Penentuan dan Perhitungan Luas Pulau Langerhans Pankreas pada preparat sediaan
Penentuan anatomi pulau langerhans pankreas pada preparat histologi didasarkan pada gambaran anatomi seperti yang ditunjukkan oleh Lee et al., 2006. Perhitungan luas pulau langerhans mengacu pada rumus bentuk oval yaitu sebagai
(55)
Jari-jari minor merupakan setengah diameter pulau langerhans yang lebih pendek (minor) sedangkan jari-jari mayor merupakan setengah diameter pulau langerhans yang lebih panjang (mayor).
3.12 Analisis Statistik
Analisis data menggunakan analisis ragam (ANOVA) rancangan acak lengkap (RAL) pada tingkat kepercayaan 80%, α=0,2 dan kemudian dilanjutkan dengan uji Duncan. Semua data dianalisis dengan menggunakan program SPSS 19.
(56)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sebanyak 8,5 kg daun sirih merah segar, setelah dibersihkan maka dimasukkan ke dalam lemari pengering, diperoleh simplisia kering sebanyak 823,5 g. Daun kering tersebut dihaluskan dengan menggunakan blender dan dimaserasi dengan etanol 70%. Sehingga diperoleh ekstrak kental daun sirih merah sebanyak 51,099 g dengan randemen 6,2% (Gambar 4.1).
Gambar 4.1 Skema proses pembuatan ekstrak etanol sirih merah (EEDSM) dari daun segar. A = daun segar, B = serbuk simplisia, dan C = ekstrak kental
4.1 Uji Fitokimia
Hasil skrining EEDSM menunjukkan adanya senyawa alkaloid, flavonoid, steroid, dan tanin/fenol (Tabel 4.1). Kandungan senyawa tersebut memiliki kesamaan dengan yang dilakukan oleh Agus (2006), kecuali senyawa steroid. Hal tersebut karena proses penyarian yang dilakukan Agus menggunakan air rebusan sehingga besar kemungkinan steroid tidak tersari ke dalam air,
(57)
Penyari yang mengandung alkohol mampu menarik senyawa alkaloid, flavonoid, tanin dan steroid dari daun wungu (Graptophyllum pictum (L.) Griff) (Irwan, 2011), sedangkan penyari yang menggunakan akuades saja hanya mampu menarik alkaloid dan flavonoid. Pelarut alkohol dalam proses isolasi senyawa steroida yang terdapat dalam tumbuhan sirih (Piper betle) (Ghosh dan Bhattacharya, 2005). Oleh sebab itu penyarian yang menggunakan pelarut alkohol atau kombinasi dengan akuades memiliki kemampuan lebih besar menarik komponen aktif dalam bahan alam dibandingkan hanya menggunakan akuades. Kombinasi pelarut etanol dan air dapat menarik lebih banyak komponen aktif yang ditandai dengan peningkatan aktivitas (Chew, et al., 2011).
Tabel 4.1 Hasil uji skrining golongan senyawa kimia EEDSM
Pengujian Hasil
Alkaloid +
Flavonoid +
Saponin -
Triterpenoid -
Steroid +
Tanin/fenol +
(+) = menunjukkan ada keberadaan senyawa yang diuji (-) = menunjukkan tidak terdeteksi senyawa uji
Skrining fitokimia menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT) dengan silika gel GF254 sebagai fase diam dan fase gerak menggunakan etil asetat:n-heksan (1:1) dan dideteksi di bawah sinar UV 254 nm, menunjukkan adanya noda (spot) Rf yang sama dengan senyawa baku pembanding quersetin, yaitu
(58)
sebesar 0,53 (Gambar 4.2). Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak sirih merah mengandung quersetin.
Gambar 4.2 Profil kandungan senyawa dalam EEDSM dan serbuk daun sirih merah yang dikonfirmasi dengan senyawa baku flavonoid quersetin dan rutin. E = ekstrak daun sirih merah; S = serbuk simplisia daun sirih merah; Q = quersetin ; R = rutin.
Senyawa kimia yang terkandung dalam EEDSM diantaranya adalah alkaloid. Senyawa alkaloid di alam memiliki banyak aktivitas fisiologi, diantaranya adalah menurunkan kadar gula darah pada penderita DM. Sebagaimana yang dilaporkan Baldeon, et al., (2012) bahwa senyawa alkaloid yang berasal dari bunga lupin (Lupinus mutabilis), dapat menurunkan kadar glukosa darah penderita DM Tipe 2.
Senyawa Flavonoid quersetin juga terkandung dalam EEDSM berdasarkan pengujian KLT. Senyawa tersebut komponen aktif yang berasal dari alam dan merupakan marker atau senyawa penanda yang dijadikan salah satu
Jarak fase gerak (pengembang)
Jarak noda (spot) senyawa
(59)
kadar gula darah penderita DM. Flavonoid quersetin dan rutin, memiliki kemampuan menurunkan kadar gula darah tikus diabetes yang diinduksi streptozotosin (Jahdav, et al., (2012).
Senyawa steroid yang terdapat pada EEDSM memiliki aktivitas hipoglikemi. Mahera, et al., (2011) melaporkan bahwa senyawa sterol yang terdapat pada mangrove Avicennia marina (Forssk.) Vierh memiliki aktivitas anti-glikasi atau glikosilasi glukosa dan fruktosa, yang merupakan salah satu proses terjadinya penyakit degeneratif DM Tipe 2 dan penyakit lainnya.
Di samping itu senyawa tanin atau fenol yang terdapat pada EEDSM dapat menurunkan kadar gula darah pada penderita DM, melalui jalur penangkapan radikal bebas dan antioksidan (Kumari, 2012). Karena DM erat kaitannya dengan nekrosis sel-sel organ yang disebabkan radikal bebas (Kahler, et al., 1993).
4.2 Aktivitas EEDSM terhadap Kadar Gula Darah Toleransi
Uji toleransi glukosa merupakan model pengujian tahap awal yang dilakukan untuk mengetahui sensitivitas insulin yang menjadi acuan tingkat kesehatan seseorang (Hahn, et al., 2011). Di samping itu juga dapat digunakan untuk menskrining aktivitas hipoglikemi suatu bahan alam atau obat (Adnyana, et al., 2004).
Hasil uji aktivitas hipoglikemik EEDSM terhadap mencit Balb/c yang diinduksi d-glukosa dengan range dosis sebesar 10 sampai 1000 mg/kg BB, menunjukkan penurunan kadar gula darah mencit (Gambar 4.3).
(60)
Gambar 4.3 Aktivitas ekstrak etanol sirih merah terhadap kadar gula darah mencit yang diinduksi d-glukosa.
Peningkatan kadar gula darah (KGD) pada semua kelompok terjadi pada menit ke-30 setelah diinduksi d-glukosa, selanjutnya mengalami penurunan pada menit ke-60 dan ke-100. Analisis statistik metode analisis of varian (anava) pada taraf kepercayaan 80% (α = 0,β) bahwa EEDSM 100 mg/kg BB dalam menurunkan KGD paling baik dibanding dengan EEDSM dosis 10 dan 1000 mg/kg BB (p<0,2). Bahkan tidak berbeda dengan metformin 10 mg/kg BB (p>0,2).
Hasil pengujian KGD toleransi menunjukkan bahwa EEDSM dosis 100 mg/kg BB memiliki aktivitas yang paling baik diantara variasi dosis yang diuji (EEDSM 10 dan 1000 mg/kg BB). EEDSM 100 mg/kg BB dijadikan acuan penentuan dosis EEDSM pada penelitian berikutnya. Oleh sebab itu dipilih dosis
0 50 100 150 200 250 300 350
0 30 60 90 120 150
K a da r G ula Da ra h ( m g /dl )
Waktu Pengamatan (menit)
CMC Metformin
EESM 10 mg/kg bb EESM 100 mg/kg bb EESM 1000 mg/kg bb
(61)
EEDSM 100 mg/kg BB dengan variasi 50 dan 200 mg/kg BB untuk uji hipoglikemi pada mencit yang diinduksi aloksan.
Aktivitas EEDSM dalam menurunkan KGD mencit yang diinduksi d-glukosa menunjukkan tidak meningkat sejalan dengan meningkatnya dosis. Pada EEDSM dosis 1000 mg/kg BB menunjukkan KGD paling tinggi di antara kelompok percobaan bahkan melebihi kelompok kontrol negatif. Hal tersebut kemungkinan disebabkan jumlah senyawa steroid yang tinggi di dalam EEDSM sehingga menyebabkan hiperglikemia, seperti yang dilaporkan oleh Lansang (2011) bahwa senyawa steroid atau glukokortikoid dapat menyebabkan hiperglikemia darah, walaupun belum diketahui secara pasti senyawa yang bertanggung jawab di dalam EEDSM.
4.3 Aktivitas Hipoglikemi EEDSM Terhadap Mencit Diabetes yang diinduksi Aloksan
Hasil pengukuran KGD mencit diabetes yang diberi EEDSM dapat dilihat pada Gambar 4.4. Pada awal pengujian sebelum diinduksi dengan aloksan, KGD mencit berkisar 76-116 mg/dl dan secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan di antara masing-masing kelompok perlakuan (p>0,2), hal ini menunjukkan bahwa distribusi KGD mencit yang akan digunakan sebagai hewan uji adalah homogen pada masing-masing kelompok perlakuan. Setelah diinduksi 3 hari, KGD menunjukkan peningkatan rerata di atas 400-500 mg/dl, namun ada juga beberapa mencit yang memiliki KGD di bawah 200 mg/dl; selanjutnya hewan tersebut diinduksi dengan aloksan kembali. Sedangkan kelompok normal yang diwakili kelompok base line memiliki KGD normal.
(62)
Pada hari ke-3, kelompok mencit DM yang diberi EEDSM dan metformin cenderung mengalami penurunan yang signifikan dibanding kontrol negatif (p>0,2), walaupun belum mencapai KGD normal. Nilai KGD mencit DM terus mengalami penurunan sesuai dengan perjalanan waktu, sampai pada hari ke-11 atau akhir pengamatan.
Gambar 4.4 menunjukkan pemberian EEDSM dosis 100 dan 200 mg/kg BB ternyata mampu menurunkan KGD mendekati normal dengan nilai masing-masing 210,5 dan 175 mg/dl; jika dibandingkan dengan metformin 10 mg/kg BB tidak berbeda signifikan (p>0,2). Sedangkan EEDSM dosis 50 mg/kg BB hanya mampu menurunkan KGD rerata sebesar 320 mg/dl, namun masih berbeda signifikan dengan kontrol negatif dengan nilai KGD rerata sebesar 541,7 mg/dl.
Peningkatan dosis EEDSM sampai dosis 200 mg/kg BB menunjukkan peningkatan aktivitas hipoglikemik. Hal ini mengindikasikan komponen senyawa kimia aktif di dalam EEDSM memiliki efek sinergis. Velazquez, et al., (2011) menyatakan bahwa obat-obatan alternatif komplementer yang berasal dari alam memiliki efek sinergisme dalam mengobati suatu penyakit.
Aktivitas senyawa aktif di dalam ekstrak beberapa diantaranya memiliki jalur mekanisme yang berbeda dalam pengobatan DM, seperti ekstrak etanol Artemisia dracunculus L memiliki kemampuan menurunkan ekspresi mRNA phosphoenolpyruvate carboxykinase (PEPCK) yang diakibatkan induksi streptozotosin (STZ) di samping itu juga dapat meningkatkan ikatan glukagon like-peptide 1 (GLP-1) (Ribnicky, et al., 2006).
(63)
Komponen senyawa aktif yang terdeteksi di dalam EEDSM di antaranya adalah alkaloid, flavonoid quersetin, tanin dan steroid. Semuanya memiliki aktivitas hipoglikemi pada model hewan DM (Baldoen, et al., 2012; Jahdav, et al., 2012; Kumari, 2012).
Gambar. 4.4 Profil KGD mencit diabetes yang diberi suspensi EEDSM 4.4 Penggunaan EEDSM sebagai Upaya Preventif
Upaya preventif atau pencegahan terhadap penyakit saat ini telah banyak dikenal, salah satunya adalah mengkonsumsi bahan alam (Khan and Safdar, 2003). Untuk mengetahui apakah EEDSM dapat dijadikan sebagai salah satu agen pencegah penyakit DM, untuk membuktikannya dilakukan uji mencit diinduksi dengan aloksan, tetapi sebelumnya diberi per oral EEDSM selama seminggu (Gambar 4.5). Dari percobaan ini ditemukan bahwa EEDSM dapat menghambat kenaikan KGD, walaupun masih lebih tinggi dibanding normal namun mampu menahan kenaikan KGD secara signifikan (p>0,2).
0 100 200 300 400 500 600 700
0 2 4 6 8 10 12
K ad ar G u la D ar ah ( mg /d L ) Waktu (hari)
base line Kontrol Negatif: CMC 0,5%
EESM 50 mg/kg EESM 100 mg/kg
(64)
Mekanisme terjadinya diabetes yang diakibatkan oleh aloksan sangat erat hubungannya dengan aktivitas radikal bebas yang merusak sel pankreas (Watskin, et al., 2008). Alfarabi (2010) melaporkan bahwa ekstrak etanol 70% daun sirih merah memiliki aktivitas antioksidan terhadap asam lemak sebesar 80,4% dan mampu menangkap radikal bebas dengan nilai IC50 85,82 ppm. Alfarabi juga menyatakan bahwa sirih merah berpotensi sebagai antioksidan. Oleh sebab itu, kelompok mencit yang sebelumnya diberi EEDSM selama semingu dapat menetralkan aloksan sehingga kerusakan pankreas dapat dihambat.
Gambar 4.5 Pengaruh preventif EEDSM terhadap induksi aloksan pada mencit
4.5 Aktivitas EEDSM terhadap Penurunan Berat Badan Mencit
Berdasarkan pengamatan selama 11 hari menunjukkan terdapat perubahan berat badan mencit DM (Gambar 4.6). Kelompok kontrol negatif yang hanya diberikan suspensi CMC 0,5% tanpa EEDSM dan metformin, mengalami kehilangan bobot berat badan yang paling besar dengan bobot awal 34,7 g
0 100 200 300 400 500 600
base line Kontrol Negatif EESM 100 mg/kg bb, preventif K a da r G ula Da ra h ( m g /dl )
(65)
Pemberian EEDSM dosis 50 mg/kg BB juga mengalami penurunan berat badan, namun masih lebih kecil dibanding kontrol negatif (p<0,2). EEDSM 100 mg/kg BB belum nampak meningkatkan berat badan mencit sampai pada hari ke-3, walaupun sedikit fluktuatif namun secara umum dapat memperbaiki kehilangan berat badan. EEDSM dosis 200 mg/kg BB nampak lebih baik dibanding dengan dosis 50 dan 100 mg/kg BB bahkan pada hari ke-11 (akhir pengamatan) bobot badan mencit dapat ditingkatkan sebesar 7,5%.
Pemberian EEDSM dosis 100 mg/kg BB yang diberikan satu minggu secara per oral sebelum diinduksi aloksan, sebagai upaya preventif menunjukkan peningkatan bobot badan sebesar 8,6% (Gambar 4.7). Hal ini bila dihubungkan dengan nilai KGD-nya, memiliki nilai rerata 183,3 mg/kg BB, mengindikasikan bahwa EEDSM memiliki potensi mencegah kerusakan pankreas.
Gambar 4.6 Perubahan berat badan mencit diabetes yang diberis ekstrak etanol sirih merah (EEDSM ) dengan dosis yang bervariasi
25 27 29 31 33 35 37 39
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
B e rat B adan (g ) Waktu (hari) base line kontrol negatif EESM 50 mg/kg bb EESM 100 mg/kg bb EESM 200 mg/kg bb metformin 10 mg/kg bb
(1)
Lampiran 15. Perhitungan luas pulau langerhans pankreas
Pada perhitungan luas pulau langerhans di ambil contoh pada preparat histologi
pankreas kelompok normal
Perhitungan luas pulau langerhans pankreas mencit menggunakan persamaan
matematika :
½ π
x jari-jari minor x jari-jari mayor
Jari-jari mayor = ½ x diameter mayor
= ½ x 131 µm
= 65,5 µm
Jari-jari minor = ½ x diameter minor
= ½ x 40 µm
= 20 µm
Luas pulau langerhans adalah = ½ π jari
-jari minor x jari-jari mayor
½ π x β0 x65,5 = β058,5 µ
m
240 µm
(2)
Lampiran 16. Luas pulau langerhans pankreas mencit yang diberi ekstrak daun
sirih merah
Perlakuan n
diameter (µm) jari-jari (µm)
luas mayor minor mayor minor
base line
1 131 40 65,5 20,0 2058,6
2 170 52 85,2 26,0 3479,0
3 157 48 78,6 24,0 2964,3
4 111 34 55,7 17,0 1487,3
5 105 32 52,4 16,0 1317,5
6 151 46 75,3 23,0 2722,5
purata 2338,2
sd 858,5
Kontrol negatif/CMC 0,5%
1 37 14 18,5 7,0 203,5
2 48 18 24,1 9,1 343,9
3 44 17 22,2 8,4 293,0
4 31 12 15,7 6,0 147,0
5 30 11 14,8 5,6 130,2
6 43 16 21,3 8,1 269,1
purata 231,1
sd 84,9
EEDSM 50 mg/kg BB
1 49 31 24,5 15,5 596,7
2 64 40 31,9 20,2 1008,5
3 59 37 29,4 18,6 859,3
4 42 26 20,8 13,2 431,2
5 39 25 19,6 12,4 381,9
(3)
Perlakuan n
diameter (µm) jari-jari (µm)
luas mayor minor mayor minor
purata 677,8
sd 248,9
EEDSM 100 mg/kg BB
1 55 39 27,5 19,5 842,7
2 72 51 35,8 25,4 1424,1
3 66 47 33,0 23,4 1213,5
4 47 33 23,4 16,6 608,8
5 44 31 22,0 15,6 539,3
6 63 45 31,6 22,4 1114,4
purata 957,1
sd 351,4
EEDSM 200 mg/kg BB
1 72 69 36,0 34,5 1951,7
2 94 90 46,8 44,9 3298,4
3 86 83 43,2 41,4 2810,5
4 61 59 30,6 29,3 1410,1
5 58 55 28,8 27,6 1249,1
6 83 79 41,4 39,7 2581,1
purata 2216,8
sd 813,9
metformin 10 mg/kg BB
1 42 37 21,0 18,5 610,5
2 55 48 27,3 24,1 1031,7
3 50 44 25,2 22,2 879,1
4 36 31 17,9 15,7 441,1
5 34 30 16,8 14,8 390,7
(4)
Perlakuan n
diameter (µm) jari-jari (µm)
luas mayor minor mayor minor
purata 693,4
sd 254,6
EEDSM 100 mg/kg BB, preventif
1 116 51 58,0 25,5 2324,1
2 151 66 75,4 33,2 3927,8
3 139 61 69,6 30,6 3346,8
4 99 43 49,3 21,7 1679,2
5 93 41 46,4 20,4 1487,5
6 133 59 66,7 29,3 3073,7
purata 2639,8
(5)
Lampiran 17. Analisis statistik luas pulau langerhans pankreas yang diberi
ekstrak daun sirih merah
Analisis normalitas dengan metode Kolmogorov-Smirnov One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
luas_pulau_langerh ans
N 42
Normal Parametersa,b Mean 1393,4762
Std. Deviation 1070,53435
Most Extreme Differences Absolute ,155
Positive ,155
Negative -,119
Kolmogorov-Smirnov Z 1,008
Asymp. Sig. (2-tailed) ,262
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
Analisis Anova dan uji beda rerata Duncan ANOVA
luas_pulau_langerhans
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 34005544,723 6 5667590,787 15,280 ,000
Within Groups 12982250,873 35 370921,454
(6)
Duncana
Perlakuan N
Subset for alpha = 0.2
1 2 3
Kontrol negatif, CMC 0,5% 6 231,1167
EESM 50 mg/kg BB 6 677,8000 677,8000
metformin 10 mg/kg BB 6 693,4167 693,4167
EESM 100 mg/kg BB 6 957,1333
EESM 200 mg/kg BB 6 2216,8167
base line 6 2338,2000
Preventif, EESM 100 mg/kg BB 6 2639,8500
Sig. ,223 ,460 ,265
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000.