asuhan keperawatan trauma capitis docx

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cidera kepala merupakan salah satu penyebab kematian utama pada kelompok
umur produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. Tidak hanya
berakibat pada tingginya angka kematian pada korban kecelakaan. Justru, yang harus
menjadi perhatian adalah banyaknya kasus kecacatan dari korban kecelakaan.
Khususnya, korban kecelakaan yang menderita cedera kepala.
Cedera kepala adalah proses patologis pada jaringan otak yang bersifat nondegenerative, non-congenital, dilihat dari keselamatan mekanis dari luar, yang mungkin
menyebabkan gangguan fungsi kognitif, fisik, dan psikososial yang sifatnya menetap
maupun sementara dan disertai hilangnya atau berubahnya tingkat kesadaran.
Dari definisi itu saja, kita sudah tahu bahwa cedera kepala sangat berbahaya dan
membutuhkan penanganan segera demi keselamatan penderita. Sayangnya, kendati kasus
terus meningkat, namun masih banyak pihak yang belum sadar pentingnya kecepatan
menolong penderita.
Di samping penanganan di lokasi kejadian dan selama transportasi korban ke
rumah sakit, penilaian dan tindakan awal di ruang gawat darurat sangat menentukan
penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya.
B. Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah:
1.


Untuk mengetahui defenisi Cidera Kepala

2.

Untuk mengetahui etiologi Cidera Kepala

3.

Untuk mengetahui klasifikasi Cidera Kepala

4.

Untuk mengetahui patofisiologi Cidera Kepala

5.

Untuk mengetahui manifestasi klinis Cidera Kepala

6.


Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik dan penunjang Cidera Kepala

7.

Untuk mengetahui penatalaksanaan Cidera Kepala

8.

Untuk mengetahui komplikasi Cidera Kepala

9.

Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada paien Cidera Kepala

BAB II
TINJAUAN TEORI
1

A. Definisi dan Klasifikasi

1. Defenisi
- Cedera kepala adalah trauma yang mengenai kulit kepala, tengkorak, dan otak
yang disebabkan oleh trauma tumpul atau trauma tembus ( Mansjoer, 2000;
Brunner & Soddarth, 2002 )
-

Cedera kepala paling sering dan penyakit neurologik yang serius di antara
penyakit neurologik, dan merupakan proporsi epidemik sebagai hasil dari
kecelakaan jalan raya ( Brunner & Suddarth, 2002 ).

- Trauma atau cedera kepala (brain injury) adalah salah satu bentuk trauma yang
dapat mengubah kemampuan otak dalam menghasilkan keseimbangan fisik,
intelektual, emosional, sosial dan pekerjaan atau dapat dikatakan sebagai bagian
dari gangguan traumatik yang dapat menimbulkan perubahan – perubahan fungsi
otak (black, 2005)
- Menurut konsensus perdosi (2006), cedera kepala yang sinonimnya adalah trauma
kapitis = head injury = trauma kranioserebral = traumatic brain injury merupakan
trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung ataupun tidak langsung
yang menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan fisik, kognitif,
fungsi psikososial baik bersifat temporer maupun permanen.

2. Klasifikasi
a. Menurut Jenis Cedera
1. Cedera Kepala terbuka
Dapat menyebabkan fraktur pada tulang tengkorak dan jaringan otak
2. Cedera kepala tertutup

2

Dapat disamakan dengan keluhan geger otak ringan dan oedem serebral yang
luas
b. Menurut berat ringannya berdasarkan GCS (Glosgow Coma Scale)
1. Cedera Kepala ringan (kelompok risiko rendah)


GCS 13-15 (sadar penuh, atentif, orientatif)



Kehilangan kesadaran /amnesia tetapi kurang 30 mnt




Tak ada fraktur tengkorak



Tak ada contusio serebral (hematom)



Tidak ada intoksikasi alcohol atau obat terlarang



Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing



Pasien dapat menderita abrasi, laserasi, atau hematoma kulit kepala




Tidak adanya criteria cedera sedang-berat

2. Cedera kepala sedang


GCS 9-14 (konfusi, letargi, atau stupor)



Kehilangan kesadaran lebih dari 30 mnt / kurang dari 24 jam (konkusi)



Dapat mengalami fraktur tengkorak



Amnesia pasca trauma


3

3

d.



Muntah



Kejang

Cedera kepala berat


GCS 3-8 (koma)




Kehilangan kasadaran lebih dari 24 jam (penurunan kesadaran progresif)



Diikuti contusio serebri, laserasi, hematoma intracranial



Tanda neurologist fokal



Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur kranium

Menurut patofisiologi
1. Cedera kepala primer



Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi - decelerasi rotasi )
yang menyebabkan gangguan pada jaringan.

3.



Pada cedera primer dapat terjadi :



Gegar kepala ringan



Memar otak



Laserasi


Cedera kepala sekunder

4



Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti :



Hipotensi sistemik



Hipoksia



Hiperkapnea




Udema otak



Komplikasi pernapasan



Infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain


B. Etiologi
Cedera kepala dapat disebabkan oleh dua hal antara lain :
1. Benda Tajam. Trauma benda tajam dapat menyebabkan cedera setempat.
2. Benda Tumpul, dapat menyebabkan cedera seluruh kerusakan terjadi ketika energi/
kekuatan diteruskan kepada otak.
Kerusakan jaringan otak karena benda tumpul tergantung pada :
a. Lokasi
b. Kekuatan
c. Fraktur infeksi/ kompresi
d. Rotasi

5

e. Delarasi dan deselarasi
Mekanisme cedera kepala:
1. Akselerasi, ketika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang
diam. Contoh : akibat pukulan lemparan.
2. Deselerasi. Contoh : kepala membentur aspal.
3. Deformitas. Dihubungkan dengan perubahan bentuk atau gangguan integritas bagan
tubuh yang dipengaruhi oleh kekuatan pada tengkorak.
C. Manifestasi Klinis
Adapun manifestasi klinis dari cedera kepala adalah sebagai berikut :
1. Gangguan kesadaran
2. Konfusi
3. Abnormalitas pupil
4. Piwitan tiba-tiba defisit neurologis
5. Perubahan TTV
6. Gangguan pergerakan
7. Gangguan penglihatan dan pendengaran
8. Disfungsi sensori
9. Kejang otot
10. Sakit kepala
11. Vertigo
12. Kejang
13. Pucat
14. Mual dan muntah
15. Pusing kepala
16. Terdapat hematoma
17. Kecemasan
18. Sukar untuk dibangunkan
19. Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung
(rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.
D. Patofisiologi
Dalam keadaan normal otak mempunyai kemampuan melakukan autoregulasi aliran
darah serebral dan menjamin aliran daerah konstan melalui pembuluh darah serebral.
Faktor-faktor ini dapat mengubah kemampuan pembuluh serebral untuk berkontraksi dan
berdilatasi serta mengganggu autoregulasi diantaranya trauma otak, iskemia dan hipoxia,
pada klien dengan kerusakan autoregulasi. Aktivitas yang
6

dapat menyebabkan

peningkatan aliran darah serebral juga dapat meningkatkan TIK. Tekanan Intra Kranial
(TIK) merupakan tekanan yang dikeluarkan oleh kombinas dari 3 komplemen
intrakranial yaitu jaringan otak, CSS dan darah.
Hipotesa monro kellie mengatakan volume intrakranial sama dengan volume otak
ditambah volume darah serebral dan CSS, dimana tiap perubahan volume dari tiap-tiap
komponan karena gangguan kranial dapat menyebabkan peningkatan TIK.
Peningkatan TIK mengarah pada timbulnya iskemia, kekakuan otak dan
kemungkinan herniasi. Peningkatan TIK berkembang pada hampir semua klien dengan
lesi intra kranial setelah mengalmi cedera kepala. Pada semua klien dengan cedera
kepala bera, peningkatan TIK yang tidak terkontrol dapat menyebabkan kematian.
Defisit Nerurologik pada cedera kepala dimulai dengan adanya trauma pada otak
yang dapat menyebkan fragmentasi jaringan dna contusio, merusakn sawar otak,
diserbtai vasodilatasi dan eksudasi jaringan sehingga timbul edema yang dapat
menyebabkan peningkatan TIK. Keadaan ini dapat menurunkan aliran daerah serebral,
iskemia, hipoksia, asidosis dan kerusakan sawar darah otak lebih lanjut dan terjadi
kematian sel-sel otak dan edema bertambah positif.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen
melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah.
Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat
akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik.
Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml / menit / 100 gr.
Jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.
Trauma kepala meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypicalmyocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom pada fungsi
ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan
vebtrikel, takikardia.
Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana
penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi .
Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol
otak tidak begitu besar.
E. Pemeriksaan Penunjang

7

1.

CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) : Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan,
determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan : Untuk mengetahui

4.
5.

adanya infark / iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah injuri.
MRI :Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif
Cerebral Angiography :Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan
jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.
Serial EEG :Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
X-Ray :Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur

6.
7.
8.
9.

garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.
BAER : Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil
PET : Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
CSF, Lumbal Punksi : Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.
ABGs : Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi)

2.
3.

jika terjadi peningkatan tekanan intracranial.
10. Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan tekanan intrkranial.
11. Screen Toxicologi: Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan
penurunan kesadaran.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A.

Pengkajian
1. Data biografi
Identitas pasien seperti nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, penanggung
2.

3.

jawab dan status perkawinan.
Riwayat keperawatan
a.
Riwayat medis dan kejadian yang lalu.
b.
Riwayat kejadian cidera kepala
c.
Penggunaan alcohol dan obat-obatan terlarang
Pemeriksaan fisik
a.
Fraktur tengkorak : jenis fraktur, luka terbuka, perdarahan konjungtiva,
b.

rinorhea, otorhea, ekimosis periorbital, gangguan pendengaran.
Tingkat kesadaran : adanya perubahan mental seperti lebih sensitive, gelisah,

c.
d.

stupor, koma.
Saraf cranial : adanya anosmia, agnosea, kelemahan gerakan otot mata, vertigo.
Kognitif : amnesia postrauma, disorientasi, amnesia retrogat, gangguan bahasa

e.
f.
g.

dan kemampuan matematika.
Rangsangan meningeal : kaku kuduk, kernig, brudzinskhi.
Jantung : disritmia jantung.
Respirasi : roles ronchi, napas cepat dan pendek, takipnea, gangguan pola
napas.
8

h.

Fungsi sensori : lapang pandang, diplopia, gangguan persepsi, gangguan

pendengaran, gangguan sensasi raba.
4. Test diagnostic
a.
Radiologi : CT-Scan, MRI, ditemukan adanya edema serebri, hematoma
b.
c.

B.

serebral, herniasi otak.
Pemeriksaan darah : Hb, Ht, Trombosit, dan Elektrolit.
Pemeriksaan urine : penggunaan obat-obatan.

Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan kerusakan aliran darah otak
2.

sekunder edema serebri, hematom.
Tidak efektifnya pola napas berhubungan dengan kerusakan neuromuscular control

3.
4.

mekanisme ventilasi, komplikasi pada paru-paru.
Resiko deficit volume cairan berhubungan dengan terapi diuretic, pembatasan cairan.
Resiko injuri sehubungan dengan kerusakan persepsi sensori, gelisah, gangguan

5.

fungsi motorik, kejang.
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan neuromuskuler, terapi
bedrest, immobilisasi.

C.

Rencana Keperawatan
1. Dx. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan kerusakan
aliran darah otak sekunder edema, serebri.

9

Masalah Keperawatan: Gangguan perfusi jaringan serebral
Kemungkinan disebabkan oleh: kerusakan aliran darah otak sekunder edema,
serebri.
Ditandai dengan:
a. Penurunan kesadaran
b. Perubahan tanda vital
c. Perubahan pola napas, bradikardia
d. Nyeri kepala
e. Mual dan muntah
f. Kelemahan motorik
g. Kerusakan pada nervus kranial III, IV,VI,VII,VIII
h. Refleks patalogis
i. Perubahan nilai AGD
j. Hasil pemeriksaan CTScan adanya edema serebri, hematom.
k. Pandangan kabur
Tujuan: Mempertahankan tingkat kesadaran biasa/perbaikan, kognisi, dan fungsi
motorik/sensori
Pasien akan: mendemonstraskan tanda vital dan tanda-tanda peningkatan TIK
Intervensi

Rasional

1. Kaji tingkat kesadaran dengan GCS

1.

Tingkat

kesadaran

merupakan

indikator terbaik adanya perubahan
neurologi
2. Kaji pupil, ukuran, respon terhadap 2. Mengetahui fungsi N I,II dan III
cahaya, gerakan mata
3. Kaji refleks kornea dan refleks gag

3. Menurunnya refleks kornea dan
refleks gag indikasi kerusakan
pada batang otak

4. Evaluasi keadaan motorik dan 4.
sensori pasien
5.

Gangguan motorik dan sensori
dapat terjadi akibat edema otak.

Monitor tanda vital setiap 1 jam

5. Adanya perubahan tanda vital seperi
respirasi menunjukkan kerusakan
pada batang otak

6. Observasi adanya edema periorbita 6. Indikasi adanya fraktur basilar
ekimosis diatas osmatoid,rhinorrhea,
otorrhea.
7. Pertahan kan kepala tempat tidur 30- 7. Memfasilitasi drainasi vena dari
45 derajat dengan posisi leher
10

otak

menekuk
8.

Anjurkan

pasien

untuk

tidak 8.

Dapat

meningkatkan

tekanan

2.

Tidak efektifnya pola napas berhubungan dengan kerusakan neuromuskular,
kontrol mekanisme ventilasi, komplikasi pada paru-paru.
Masalah Keperawatan: Tidak efektifnya pola nafas
Kemungkinan disebabkan oleh: kerusakan neuromuskular, kontrol mekanisme
ventilasi, komplikasi pada paru-paru.
Ditandai dengan:
a.
Pasien mengeluh sesak napas atau kesulitan bernapas
b.
Frekwensi pernapasan lebih dari 20 x / mt
c.
Pola napas tidak teratur
d. Adanya cuping hidung
e.
Kelemahan otot-otot pernapasan
f.
Perubahan nilai AGD
Tujuan:
1)
Pasien dapat menunjukkan pola napas yang efektif: frekwensi < 20/
menit, irama dan keadaan normal.
Fungsi paru-paru normal: tidak volume > 7-10 ml/kg, vital capacity >

2)

12-15 ml/kg.
Intervensi
1.

Kaji

frekwensi

Rasional
napas, 1. Pernapasan yang tidak teratur, seperti

kedalaman, irama setiap 1-2

apnea,pernapasan cepat atau lambat

jam.

kemungkinan adanya gangguan pada
pusat pernapasan pada otak.

2. Auskultasi bunyi napas setiap 2. Salah satu komplikasi cidera kepala
1-2 jam

adalah adanya gangguan pada paru-paru

3. Pertahankan kebersihan jalan 3. Mempertahankan adekuatnya suplai
napas,

suction

jika

berikan oksigen

perlu,

oksigen ke otak

sebelum

suction.
4. Berikan posisi semifowler.

4. Memaksimalkan ekspansi paru

5. Monitor AGD

5. Mempertahankan kadar PaO2 dan
PaCO2 dalam batas normal.

6.

Berikan

oksigen

sesuai 6. Meningkatkan suplay oksigen ke otak.
11

program

3. Resiko deficit volume cairan berhubungan dengan terapi diuretic, pembatasan
cairan
Masalah Keperawatan: Resiko deficit volume cairan
Kemungkinan desebabkan oleh: terapi diuretic, pembatasan cairan
Ditandai oleh:
a.

Adanya pembatasan cairan,

b.

Pengunaan obat-obat deuretik,

c.

Terdapat tanda-tanda kurang cairan : haus, turgor kulit kurang,
mata cekung, kulit kering, mukosa mulut kering,

d.

Ht meningkat,

e.

Urine lebih pekat, BJ urine meningkat dan produksi berkurang,

f.

Tekanan darah dibawah batas normal, nadi meningkat,

g.

Intake dan output cairan tidak seimbang,

h.

Penurunan BB.

Tujuan:
a.

Pasien dapat mempertahankan fungsi hemodinamik : tekanan darah
systole dalam batas normal, denyut jantung teratur.

b.

Terjadi keseimabangan cairan dan elektrolit : berat badan stabil, intake
dan output cairan seimbang, tidak terdapat tanda-tanda dehidrasi.
12

Intervensi

Rasonal

1. Monitor intake dan output cairan.. 1.

Mengetahui

keseimbangan

cairan,

penanganan lebih dini. Jika output urine
1.025 indikasi
kekurangan cairan.
3.

Monitor hasil laboratorium,

2.

Hemotokrit yang meningkat berarti

cairan lebih pekat.
elektrolit, hemotokrit
4.

Monitor tanda-tanda dehidrasi3.:

Indicator kekurangan cairan.

banyak minum, kulit kering,
turgor kulit kurang, kelemahan,
berat badan yang menurun.
5.

Berikan cairan pengganti melalui
4.

Mengganti cairan yang hilang.

oral atau parenteral.
4. Resiko injuri sehubungan dengan kerusakan persepsi sensori, gelisah, gangguan
fungsi motorik, kejang.
Masalah Keperawatan: Resiko injuri
Kemungkinan disebabkan oleh: kerusakan persepsi sensori, gelisah, gangguan fungsi
motorik, kejang.
Ditandai dengan:
a.

Kerusakan persepsi, orientasi pasien kurang,

b.

Kesadaran menurun,

c.

Gangguan fungsi motorik,

d.

Kejang.

13

Tujuan:
a.

Injuri tidak terjadi,

b.

Kejang dapat dikontrol,

c.

Orientasi dan persepsi pasien baik.
Intervensi

Rasional

1. Sediakan alat-alat yang

1.

Aktivitas kejang dapat menimbulkan

injuri / cidera.
untuk penanganan kejang,
misalnya obat-obatan, suction.
6.

Jaga kenyamanan lingkungan,

2.

Banyaknya stimulus meningkatkan

rasa frustasi psien.
tidak berisik.
4.

Tempatkan barabg-barang

3.

Menghindari trauma akibat benda-

benda disekelilingnya.
yang berbahaya tidak dekat dengan
pasien seperti kaca, gelas, larutan
antiseptic
5.

Gunakan tempat tidur dengan

4.

Mencegah terjadinya trauma.

penghalang dan roda tempat tidur
dalam keadaan terkunci.
6.

Jangan tinggalkan pasien sendirian 5.

Penanganan lebih cepat dan mencegah

terjadinya trauma.
dalam keadaan kejang.
5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan neuromuskuler,
terapi bedrest, immobilisasi.

14

Masalah Kepearawatan: Gangguan mobilitas fisik
Kemungkinan disebakan oleh:
a.

Paresis / plegia.

b.

Pasien bedrest.

c.

Kontraktur.

d.

Atropi.

e.

Kekuatan otot kurang normal.

f.

Ketidakmampuan melakukan ADL.

Tujuan:
a.

Mempertahankan pergerakan sendi secara maksimal.

b.

Terbebas dari kontraktur, atropi.

c.

Integritas kulit utuh.

d.

Kekuatan otot maksimal.
Intervensi

Rasional

1. Kaji kembali kemampuan dan keadaan 1. Mengidentifikasi masalah utama
terjadinya gangguan mobilitas fisik.
secara fungsional pada kerusakan yang
terjadi.
2.

Monitor fungsi motorik dan sensorik

2.

Menentukan kemampuan mobilisasi.

setiap hari.
3. Lakukan latihan ROM secara pasif setiap3.

Mencegah terjadninya kontraktur.

4 jam
4.

Ganti posisi tetap setiap 2 jam sekali. 4.

Penekanan yang terus menerus

menimbulkan iritasi dan dekubitus.
15

5.

Gunakan bed board, food board.

5.

Mencegah kontraktur.

6.

Koordinasikan aktifitas dengan ahli

6.

Kolaborasi penanganan fisioterapi.

fisioterapi.
6. Observasi keadaan kulit seperti adanya 7.
kemerahan, lecet pada saat merubah

Mencegah

secara

dini

terjadinya

dekubitus.

posisi atau memandikan.
8.

Lakukan pemijatan / massage pada

bagian tulang yang menonjol seperti pada
koksigis, scapula, tumit, siku.

16

8.

Mencegah terjadinya dekubitus.

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang
tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak
langsung pada kepala.
Kerusakan pada lapisan otak paling atas (korteks serebri biasanya akan mempengaruhi
kemampuan berfikir, emosi dan perilaku seseorang. Daerah tertentu pada korteks serebri
biasanya bertanggungjawab atas perilaku tertentu, lokasi yang pasti dan beratnya cedera
menentukan jenis kelainan yang terjadi.
Manifestasi Klinis yang ditemukan adalah gangguan kesadaran, konfusi, perubahan
TTV, sakit kepala, vertigo, kejang, pucat, mual dan muntah, pusing kepala, terdapat
hematoma, dan lain-lain.
Berdasarkan kajian teoritis yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat
ditegakkan diagnosa keperawatan pada klien dengan cedera kepala, sebagai berikut:
1.

Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan kerusakan aliran darah otak

2.

sekunder edema serebri, hematom.
Tidak efektifnya pola napas berhubungan dengan kerusakan neuromuscular control

3.
4.

mekanisme ventilasi, komplikasi pada paru-paru.
Resiko deficit volume cairan berhubungan dengan terapi diuretic, pembatasan cairan.
Resiko injuri sehubungan dengan kerusakan persepsi sensori, gelisah, gangguan

5.

fungsi motorik, kejang.
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan neuromuskuler, terapi
bedrest, immobilisasi.
Dianosa tersebut tidak selalu semuanya dapat ditegakkan, hal ini sesuai dengan

kondisi klien saat itu.
B. Saran
Penanganan pada klien dengan cedera kepala haruslah sangat ditekankan agar tidak
terjadi kerusakan otak sekunder. Dalam hal ini perawat harus bertindak dengan cepat dan
tepat sesuai dengan standar asuhan keperawatan.

17