Implementasi pendidikan karakter bangsa bagi anak terlantar di panti asuhan Nurul Qur'an Bekasi

(1)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana

Pendidikan

Oleh :

AYU NURAZIZAH NIM 1110018200076

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2014


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

iv

Bekasi. Program Studi Manajemen Pendidikan. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta 2014.

Anak sebagai generasi penerus bangsa perlu dijaga dan dididik dengan baik terutama dilingkungan keluarga sebagai lingkungan pertama dan utama bagi anak. Permasalahan timbul ketika anak tersebut hak-haknya terabaikan dan menjadi anak terlantar dan akhirnya kondisi tersebut mempengaruhi perkambangan mental dan emosional anak. Sebagai lembaga pengganti orang tua panti asuhan tentunya perlu memperbaiki kondisi anak terlantar tersebut. Salah satu yang diupayakan ialah pendidikan karakter 18 nilai budaya bangsa yang telah dirumuskan pemerintah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses internalisasi pendidikan karakter bangsa bagi anak terlatar, mengetahui implementasi pendidikan karakter bangsa bagi anak terlantar dan mengidentifikasi kendala dan upaya dalam implementasi pendidikan karakter

bangsa di panti asuhan Nurul Qur’an. Penelitian ini dilaksanakan di Panti

Asuhan Nurul Qur’an Jl.Sa’ar Kp.Pedurenan RT 04/011 No.120 Kelurahan

Jatiluhur Kecamatan Jatiasih Kota Bekasi Kode Pos 17425. Penelitian dilaksanakan pada 15 April - 28 Juni 2014.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan deskriptif menggunakan teknik pengumpulan data berupa wawanca kepada kepala yayasan, guru dan pembina, observasi mengenai kegiatan keseharian anak di panti asuhan dan studi dokumen terkait penerapan pendidikan karakter di panti asuhan.

Hasil penelitian menunjukan bahwa 18 nilai karakter bangsa tersebut telah diterapkan melalui berbagai kegiatan sehari-hari yang dilakukan oleh anak. Proses tersebut dilakukan secara bertahap dengan waktu yang panjang. Pengimplementasian nilai-nilai tersebut tidak hanya pengajaran saja tapi langsung diterapkan oleh anak asuh. Meskipun mengalami banyak kendala dalam pelaksanaannya namun, pendidkan karakter budaya bangsa di panti asuhan menjadi efektif karena langsung dilaksanakan dibawah pengawasan pembina, guru dan senior di panti asuhan. Anak terlantar yang tinggal di panti

asuhan Nurul Qur’an tetap mendapatkan pendidikan karakter yang baik


(8)

vii

KATA PENGANTAR

Segala puja dan puji hanya bagi Allah SWT yang telah menurunkan

Al-Qur’an sebagai petunjuk hidup segenap insan di dunia. Shalawat dan salam

semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat.

Alhamdulillah, kali ini penulis telah menyelesaikan skripsi dengan judul

“Implementasi Pendidikan Karakter Bangsa bagi Anak Terlantar di Panti Asuhan Nurul Qur’an Bekasi”. Adapun tujuan penyusunan skripsi ini adalah sebagai salah satu persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Strata Satu (S1) pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, selain itu untuk meningkatkan dan mengembangkan wawasan penulis, khususnya dibidang pendidikan.

Meskipun skripsi ini jauh dari kesempurnaan, ini merupakan hasil usaha maksimal yang dapat penulis lakukan. Penulis sepenuhnya menyadari, bahwa penulisan skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan, bimbingan, dan dukungan yang penuh ketulusan, baik secara moril maupun materil dari semua pihak.

Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Dra. Nurlena Rifa’i,MA. Ph.D, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Hasyim Asy’ari M.Pd, Ketua Jurusan Manajemen Pendidikan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

3. Dra. Raudhah M.Pd, Dosen pembimbing, yang selalu membantu pembimbing layaknya seorang anak dalam menyelesaikan skripsi ini tanpa terhalang jarak dan waktu.

4. H. Syahroji M.Ali, Kepala Yayasan Panti Sosial Asuhan Anak, yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian ini.


(9)

viii

5. Keluarga Besar Yayasan Nurul Qur’an baik guru, pembinan, pengasuh dan anak asuh di panti asuhan Nurul Qur’an yang banyak membantu penulis memperoleh data dalam penelitian ini.

6. Abah dan Emk tercinta atas segala pengorbanan, kasih sayang, motivasi dan kesabaran dalam mendidik peneliti.

7. Kakak, adik dan keponakan tersayang. Dede Nurhadi, Ahmad Dumyati, Luthfia Nur Hikmah dan si kecil Amanda yang senantiasa memotivasi dan menghibur peneliti dalam menyelesaikan tugas ini.

8. Muhammad Firdaus,Sos.I selaku motivator pertama penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih atas segala perhatian, pengertian, kesabaran dan selalu memotivasi.

9. Teman-teman kelaskuku tersayang khusunya untuk Lia Dahlia, Ari Istiara, Jehan Firda, Anita Greanti, Siti Subaikoh, Atin Kurniatin, Rizka Umami, Lesca

Kamalatul I’sy dan Miftah Fudin, dan seluruh teman-teman di Manajemen Pendidikan 2010 kelas A dan B. Terimakasih atas persahabatan, kekeluargaan, semangat yang kalian berikan serta moment indah menjadi mahasiswa yang tak akan terlupakan bersama kalian.

10.Saudara seperjuangan, Rohmah, Masitoh, Teh’Defit, Bu Iis, Bu Ida, Bu Ros,

Apri, Wahyuningsih atas pengertian, do’a, semangatnya. Perjuangan tetap

berlanjut bersama kalian.

Akhirnya, tiada untaian kata yang terindah kecuali rasa syukur atas segala Rahmat, Karunia dan Ridho Allah SWT . Besar harapan penulis semoga skripsi ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi para pembaca. Aamiin

Jakarta, 10 September 2014


(10)

v

SURAT PERNYATAAN ... ii

UJI REFERENSI... iii

ABSTRAK ... iv

DAFTAR ISI ... v

KATA PENGANTAR ... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 6

D. Perumusan Masalah ... 6

E. Manfaat Penelitian ... 6

F. Tujuan Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN TEORI A. Anak Terlantar 1. Pengertian Anak Terlantar ... 7

2. Latar Belakang Ketelantaran ... 11

3. Ciri Anak Terlantar ... 14

4. Pengaruh Ketelantaran terhadap Anak ... 15

B. Pendidikan Karakter 1. Pengertian Pendidikan Karakter ... 19

2. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Karakter ... 21

3. Peran Lingkungan Pendidikan dalam Pendidikan Karakter .... 24

4. Implementasi Pendidikan Karakter ... 28

BAB III METEDOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 33


(11)

vi

F. Teknik Analisis Data ... 37

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Panti Sosial Asuhan Anak (PSAA) Nurul Qur’an 1. Sejarah Singkat dan Profil PSAA Nurul Qur’an ... 39

2. Visi, Misi PSAA Nurul Qur’an ... 41

3. Data Anak ... 42

4. Data Pembina dan pengajar ... 43

5. Proses Penerimaan Anak ... 44

6. Sarana dan Prasarana ... 45

7. Kerja Sama PSAA ... 46

B. Hasil Penelitian 1. Internalisasi Pendidikan Karakter ... 46

2. Implementasi Pendidikan Karakter Bangsa di Panti Asuhan Nurul Qur’an Bekasi ... 51

a. Kendala dalam Implementasi Pendidikan Karakter Budaya Bangsa di Panti Asuhan Nurul Qur’an ... 61

b. Upaya dalam Mengatasi Kendala ... 63

BAB V PENUTUP 1. Kesimpulan ... 66

2. Saran ... 67


(12)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Anak adalah amanah sekaligus karunia dari Allah SWT yang senantiasa harus dijaga, anak merupakan generasi penerus cita-cita bangsa. Ditangan para anak-anak tersebutlah kelak bangsa ini akan di lanjutkan. Begitu pentingnya peran anak bagi bangsa ini, maka pertumbuhan dan perkembangan anak perlu diperhatikan dan dijaga, demi kebaikan bangsa ini dimasa mendatang.

Dalam hal ini peran orang tua sangat penting dalam pertumbuhan dan perkembangan anak, baik intelektual, emosional dan spiritual. Keluarga memegang penting sebagai pendidik pertama dan utama bagi anak. Dikatakan pertama karena dari llingkungan keluargalah anak-anak pertama kali belajar segala sesuatu tentang hidupnya, dikatakan utama karena sebagian kehidupan anak berlangsung dalam lingkungan keluarga. Maka, salah satu faktor yang memepengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak ialah kondisi keluarga. . Peran orang tua sebagai pendidik pertama tersebut rupanya tidak bisa dirasakan oleh semua anak, ada salah satu kejadian dalam hidup mereka yang membuat mereka hidup dalam keterbatasan dan menjadi anak terlantar.

Anak terlantar sesungguhnya adalah anak-anak yang masuk kategori anak rawan atau anak-anak yang membutuhkan perlindungan khusus. Seseorang dikatakan terlantar, bukan hanya sekedar ia sudah tidak lagi memiliki salah satu atau kedua orang tuanya. Tetapi, terlantar disini juga dalam pengertian


(13)

ketika hak-hak anak untuk tumbuh dan berkembang secara wajar, untuk memperoeh pendidikan yang wajar, untuk memperoleh pendidikan yang layak, dan untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang memadai, tidak terpenuhi karena kelalaian, ketidak mengertian orang tua, ketidak mampuan atau kesengajaan.1

Dikatakan bahwa keadaan keluarga mempengaruhi kondisi anak, karena permasalahan yang terjadi pada keluarganya, anak mengalami keguncangan dan kondisi tersebut membuat mereka akhirnya berbeda dengan kondisi anak dengan kondisi keluarga tanpa permasalahan.

Anak-anak terlantar yang jauh dari kasih sayang, perlindungan dan pengawasan keluarga secara memadai, mereka umumnya potensial tergoda masuk dalam lingkungan pergaulan yang salah, dan bahkan sebagian di antaranya terbukti terlibat dalam perilaku patologis, seperti merokok, mabuk-mabukan, memalak, judi, dan kadang terlibat pula dalam tindakan kriminal kecil-kecilan. Pengaruh peer-group yang salah adalah faktor tambahan yang sering kali menyebabkan anak-anak terlantar tumbuh dan memperoleh referensi yang keliru tentang sikap dan perilaku mereka sehari-hari.2

Seperti yang dilaporkan majalah Kartini Edisi 2247/2009 dilaporkan bahwa sebanyak 87 % remaja SMP di Indonesia sudah tidak lagi perawan. Data tersebut merupakan data hasil penelitian Komnas Perlindungan Anak. Dilaporkan bahwa Maret hingga April 2009 dari hasil penelitian tersebut 18 siswi SMP di Jakarta Barat memiliki pekerjaan sampingan sebagai PSK selepas sekolah. Di Karawang ditemukan 113 siswi berusia 15-18 tahun menjadi PSK. Keadaan tersebut dilaporkan karena beberapa faktor diantaranya karena broken

home, lemahnya kontrol orang tua, hedonisme, konsumerisme.

Tidak hanya itu, kasus-kasus permasalahan moral lainnya seperti penyalahgunaan narkoba, tawuran antar pelajar, pemerkosaan, pelecehan

1

Bagong suyanto, Masalah Sosial Anak, (Jakarta:Kencana, 2010) h.212-213

2


(14)

seksual disekolah, hubungan seks dan aborsi yang dilakukan pelajar diluar nikah, korupsi, mencontek, video porno yg dilakukan pelajar, mencoret pakaian setelah pengumuman kelulusan, hal-hal tersebut menjadi bukti rusaknya moral dan karakter penerus bangsa ini.

Penyebab dari kasus-kasus kenakalan remaja umumnya disebabkan karena beberapa faktor, diantaranya: rasa ingin tahu dari para remaja, frustasi dan stres dengan keadaan yang dihadapi, broken home dan kurang mendapatkan kasih sayang orang tua, pola pergaulan yang salah, maraknya perdagangan narkoba dan lemahnya nilai-nilai keimanan dari para remaja.

Sejak awal tahun 2010, pemerintah melalui Kementrian Pendidikan Nasional mencanangkan program “Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa” sebagai sebuah gerakan nasional. Hal tersebut merupakan salah satu usaha pemerintah berperan dalam memperbaiki karakter bangsa Negri ini. Program tersebut dirumuskan kedalam 18 nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa yang diterapkan dalam mata pelajaran, ekstrakulikuler, dan kegiatan sehari-hari dan diintegrasikan dalam berbagai lingkungan pendidikan yaitu lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat dan pemerintah yang dalam hal ini telah merumuskan 18 nilai karakter bangsa tersebut. Maka, penting bagi keluarga, sekolah dan masyarakat untuk menerapkan nilai-nilai tersebut agar anak dapat tumbuh dan berkembang pada lingkungan yang baik.

Permasalahan lain yang terjadi pada anak terlantar ialah tidak berfungsinya lingkungan keluaga dalam kehidupan mereka karena faktor keadaan atau faktor kesengajaan orang tua. Dalam mengatasi hal tersebut pemerintah telah memutuskan, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 34 ayat 1 dan 2, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 disebutkan bahwa

“Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”. Selanjutnya

pada pasal 2 disebutkan “Negara mengembangkan sistem jaringan sosial bagi

seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai degan martabat kemanusiaan”.


(15)

Menteri Sosial (Mensos) RI, Salim Segaf Al Jufri, mengatakan, berdasarkan data yang ada di Kemensos RI, pada tahun 2014 ini jumlah anak terlantar se-Indonesia tercatat sebanyak 4,1 juta jiwa yang tersebar di 34 Provinsi.3 Jumlah tersebut bukanlah jumlah yang sedikit, negara memiliki keterbatasan dalam membina dan mengkoordinir dan fakir miskin dan anak terlantar dengan jumlah tersebut, dan ketidakseimbangan dengan jangkauan pelayanan, atau karena ketidak seimbangan jumlah tempat penampungan dengan jumlah fakir miskin dan anak terlantar, maka sering kita jumpai banyaknya permasalahan terkait anak terlantar belum ditangani.

Dengan demikian dibutuhkannya peran swasta dalam pembinaan anak-anak tersebut, sebagai perhatian masyarakat terhadap persoalan ini maka muncullah berbagai lembaga sosial atau panti asuhan yang bergandengan dengan pemerintah dalam pengelolaannya ataupun berdiri sendiri.

Panti asuhan merupakan suatu lembaga sosial yang memberikan pelayanan bagi anak terlantar untuk mendapatkan kembali hak-hak mereka. Keberadaan panti sosial bagi anak-anak terlantar merupakan angin sejuk bagi kehidupan mereka karenafungsi panti asuhan sama halnya dengan fungsi keluarga yakni melindungi dan memberikan pendidikan serta memenuhi kebutuhan anak. Dengan kata lain panti asuhan bertanggung jawab memberikan pendidikan dan pembinaan yang menunjang bagi perkembangan anak-anak terlantar, dan dalam hal ini panti asuhan juga turut memberikan pendidikan karakter bagi anak asuh yang tinggal didalamnya.

Sebagai suatu lembaga sosial yang ikut serta dalam pendidikan dan merupakan pengganti fungsi keluarga maka penting bagi panti asuhan menanamkan 18 nilai karakter bangsa yang telah dirumuskan pemerintah tersebut kedalam kehidupan keseharian anak terlantar yang tinggal di panti asuhan, dan tentunya proses tersebut merupakan proses yang panjang dan

3

Dinas Sosial Provinsi Kalimantan Timur,Tahun Ini, Jumlah Anak Terlantar Turun di Angka 4,1 Juta Jiwa. 2014, (http://www.dinsos.kaltimprov.go.id )


(16)

dilakukan secara bertahap dengan cara yang tepat agar hasil pendidikan karakter tersebut menjadi lebih efektif.

Panti Sosial Asuhan Anak (PSAA) Nurul Qur’an yang terletak di Jatiasih Bekasi merupakan salah satu dari sekian banyak panti asuhan yang ada di Indonesia yang berkontribusi membantu pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan terkait anak terlantar. Peneliti tertarik meneliti panti asuhan tersebut karena salah satu lembaga yang berkontribusi dalam pendidikan bagi anak terlantar dan lokasinya dekat dengan rumah peneliti sehingga memudahkan untuk peneliti mencari data sehingga memperoleh data yang valid.

Berdasarkan uraian masalah diatas, peneliti merasa tertarik untuk meneliti

permasalahan tersebut kedalam penelitian yang berjudul “Implementasi

Pendidikan Karakter Bangsa Bagi Anak Terlantar di Panti Asuhan Nurul

Qur’an Bekasi”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, dapat di identifikasi masalah-masalah sebagai berikut:

1. Disfungsi peran orang tua sebagai pendidik pertama dan utama. 2. Banyaknya permasalahan karakter yang terjadi di kalangan remaja. 3. Belum berjalannya penerapan nilai karakter yang berkelanjutan.

4. Lemahnya hubungan keluarga, sekolah dan masyarakat dalam menerapkan nilai karakter.

5. Banyaknya jumlah anak terlantar di Indonesia

6. Terbatasnya pelayanan pemerintah terhadap permasalahan anak terlantar.


(17)

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah diatas, makauntuk menentukan fokus penelitian peneliti hanya meneliti mengenai pelaksanaan 18 nilai pendidikan karakter bangsa bagi anak terlantar di Panti Asuhan Nurul Qur’an Bekasi. D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka penulis merumuskan masalah mengenai :

“Bagaimana Implementasi 18 Nilai Pendidikan KarakterBangsadi

Panti Asuhan Nurul Qur’an Bekasi?”

E. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Untuk peneliti, memberikan dorongan dan motivasi penulis untuk belajar lebih banyak serta mendapatkan pengalaman mengenai pendidikan karakter.

2. Untuk panti, penelitian ini memberikan sumbangan pemikiran bagi Panti Asuhan Nurul Qur’an dalam mengimplementasikan pendidikan karakter khususnya nilai pendidikan karakter bangsa.

F. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui internalisasi pendidikan karakter bagi anak terlantar di

Panti Asuhan Nurul Qur’an Bekasi.

2. Mengetahui Implementasi Pendidikan Karakter Budaya Bangsa di Panti Asuhan Nurul Qur’an Bekasi.

3. Mengetahui kendala-kendala dan upaya dalam yang dilakukan panti asuhan dalam mengimplementasi pendidikan karakterdi Panti Asuhan


(18)

7

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Permasalahan Anak Terlantar 1. Anak Terlantar

Dalam Undang Undang tentang perlindungan anak BAB I pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. 1 Sedangkan pengertian anak terlantar dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia anak terlantar berarti anak yang tidak terpelihara.2 Dalam UU No.23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak pada BAB I Pasal 1 ayat 6 disebutkan bahwa anak terlantar adalah anak yang karena suatu sebab tidak dapat terpenuhi kebutuhan dasarnya dengan wajar, baik secara rohani, jasmani, maupun sosial.3 Pengertian tersebut memfokuskan permasalahan ketelantaran anak karena ketidak terpenuhinya kebutuhan dasar anak dan belum jelas tentang siapa yang menjadi pemenuh kebutuhan anak tersebut.

1

Anggota IKAPI, Undang-undang Perlindungan Anak, (Bandung: Fokus Media:2013) h.3

2

Purwardarminta,W.J.S, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakara.PT.Balai Pustaka.2011) Edisi III h.1232

3


(19)

Istilah anak terlantar digunakan untuk mengacu pada anak-anak yang orang tuanya dengan alasan tertentu tidak mampu memenuhi kebutuhan anak mereka, akibatnya anak tersebut menjadi terlantar.4 Istilah tersebut diartikan anak dengan orang tua yang tidak bisa memenuhi kebutuhan anak.

Menurut Bagong Suyaanto, anak terlantar adalah yang karena suatu sebapb tidak mendapatkan hak-hak untuk tumbuh dan berkembang secara wajar, untuk mendapatkan pendidikan yang layak, untuk memperoleh kesehatan yang memadai hak-haknya tidak terpenuhi karena kelalainan, ketidak mengertian orang tua, ketidak kemampuan atau merupakan suatu kesengajaan.5 Pengertian tersebut menunjukan bahwa anak terlantar tidak terpenuhi haknya disebabkan orangtua.

Walter A Friedlander mendefinisikan anak terlantar sebagai anak yang tidak mendapatkan asuhan secara minimal dari orang tuanya sebab kondisi keluarganya baik ekonomi, sosial, kesehatan jasmani maupun psikisnya tidak layak sehingga anak-anak tersebut membutuhkan adanya bantuan pelayanan dari sumber-sumber yang ada di masyarakat sebagai pengganti orang tuanya.6 Menunjukan bahwa anak terlantar merupakan anak yang membutuhkan bantuan karena orang tuanya memiliki keterbatasan dalam pemenuhan hak anak.

Menurut Howard Dubowitz, anak terlantar diberi pengertian sebagai suatu bentuk pengabaian terhadap perawatan anak sehingga menimbulkan resiko bagi anak. Orangtua sebagai pemberi perawatan (caregiver parents) melalaikan tanggung jawabnya untuk memenuhi kebutuhan anak. Pengabaian terhadap anak tersebut tidak semata-mata disebabkan karena kemiskinan orangtua, tetapi faktor-faktor lain seperti perceraian orangtua,

4

Save The Children, DEPSOS RI dan UNICEF, Seseorang Yang Berguna: Kualitas Pengasuhan Panti Asuhan Anak di Indonesia, (PT.Panji Grafika Jaya: 2007) h.27

5

Bagong suyanto, Masalah Sosial Anak, (Jakarta:Kencana, 2010) h. 6 Torehana Jalanan, “Anak Jalanan”, (

http://benradit.wordpress.com/2012/04/14/anak-jalanan/) 27/09/2014, 15:28.


(20)

atau karena kesibukan orangtua dalam mengejar karier.7 Pengertian tersebut menjelaskan bahwa anak terlantar merupakan pengabaian orangtua akan hak-hak anak.

Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa sebenarnya anak terlantar ialah seseorang yang berusia dibawah usia 18 tahun yang terabaikan segala hak dan kebutuhannya karena adanya hambatan dari orang tua karena keadaan maupun kesengajaan.

Anak terlantar sebagaimana pada umumnya anak mereka memerlukan kebutuhan dasar sebagai mana haknya karena hal tersebut sangat berkaitan dengan tumbuh kembang anak. Anak akan mampu tumbuh dan berkembang secara wajar apabila terpenuhi kebutuhannya. Pendapat Oswal Kroh dalam Kartini Kartono mengungkapkan kebutuhan dasar yang meliputi:

a. Kebutuhan fisik, biologis, sebagai tuntutan yang harus dipenuhi yang menghambat pertumbuhan fisiknya.

b.Kebutuhan mental psikis, yaitu menjamin kesehatan jasmani dan rohani anak yang berkaitan dengan eksistensinya sebagai mahluk mental psikis.

c. Kebutuhan sosial, yaitu kebutuhan yang berkaitan dengan eksistensi manusia sebagai mahluk yang tidak dapat hidup tanpa mahluk lain.8

Berkaitan dengan pemenuhan hak-hak tersebut, Undang-undang kesejahteraan anak tahun 1979bdengan jelas mengatakan bahwa tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan fisik, psikologis dan sosial tersebut merupakan tanggung jawab utama orang tua.9 Namun pada kasus anak terlantar, hak-hak tersebut tidak terpenuhi akibat kelalaian oleh orang tua.

7

Torehan Jalanan.,Ibid 8

Andayani Listyawati, Penanganana Anak Terlantar Melalui Panti Asuhan Milik Perseorangan. (Yogyakarta.2008.B2P3KS PRESS) h.12-13

9


(21)

Anak-anak sebagai penerus cita-cita bangsa dimasa yang akan datang, maka perlu mempersiapkan hal dengan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk terpenuhi segala haknya. Pada kasus anak terlantar, maka diperlukan bantuan akan pelayanan pemenuhan hak tersebut. Pada Pasal 34 ayat 1 dan 2 Undang-undang dasar Republik Indonesia bahwa fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara. Hal tersebut menunjukan bahwa negara berkewajiban membantu anak telantar untuk terpenuhi segala hak-haknya tersebut. Keterbatasan pelayanan pemerintah dengan jumlah anak terlantar yang tersebar di seluruh Indonesia menjadi kendala dalam pemenuhan hak anak tersebut.

Undang-undang nomor 11 tahun 2009 ditegaskan bahwa usaha terhadap anak-anak terlantar tersebut bukan hanya tanggung jawab pemerintah saja tapi juga masyarakat memiliki kesempatan seluas-luasnya untuk berpartisipasi.10 Salah satu upaya partisipasi masyarakat dalam hal tersebut dengan adanya panti asuhan yang dikelola swasta guna membantu anak terlantar dalam memenuhi haknya karena panti asuhan merupakan lembaga kesejahteraan sosial yang dibentuk oleh pemerintah atau masyarakat yang bertanggung jawab memberikan pelayanan penganti dalam pemenuhan kebutuhan fisik, mental dan sosial pada anak asuhnya, sehingga mereka memperoleh kesempatan yang luas, tepat dan memadai bagi perkembangan kepribadian sesuai dengan harapan.

Penyelesaian kasus anak terlantar tersebut memang harus diupayakan agar jumlah anak terlantar semakin berkurang demi kebaikan para penerus generasi bangsa.

10

Eni Hardiati, Evaluasi Model Pelayanan Sosial Anak Terlantar di dalam Panti, (Yogyakarta: B2P3KS.2010) h.22-23


(22)

2. Latar Belakang Ketelantaran

Latar belakang yang menyebabkan seorang anak dikategorikan terlantar menutut Bagong Suyanto adalah:

a. Mereka biasanya berusia 5-18 tahun

b. Anak yang terlantar acap kali adalah anak yang lahir dari hubungan seks di luar nikah dan kemudian mereka tidak ada yang mengurus karena orang tuanya tidak siap secara psikologis maupun ekonomi untuk memelihara anak yang dilahirkan. c. Anak yang kelahirannya tidak direncanakan atau tidak

diinginkan oleh kedua orangtuanya atau keluarga besarnya, sehingga rawan diperlakukan salah.

d. Tekanan kemiskinan atau kerentanan ekonomi keluarga yang menyebabkan kemampuan orang tua memberikan fasilitas dan memenuhi hak anak sangat terbatas.

e. Anak yang berasal dari keluarga broken home, korban perceraian orang tua, anak yang hidup ditengah kondisi keluarga yang bermasalah (pemabuk, kasar, korban PHK, terlibat narkotika, dan lainnya) 11

Alfred Kadhusin dalam Zastrow, mengemukakan beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya anak terlantar yaitu:

a. Anak terlantar disebabkan sebagian besar karena orang tuanya berasal dari kelas ekonomi rendah.

b. Anak terlantar disebabkan karena hanya memiliki salah satu orang tua terutama apabila dikepalai seorang ibu yang tidak memiliki pekerjaan.

c. Orang tua yang menelantarkan anak disebabkan mempunyai intelektual di bawah normal, akan mengurangi kemampuan dalam memenuhi kebutuhan anak sehingga tidak dapat melaksanakan fungsinya sebagai pengasuh.

11


(23)

d. Ibu yang mempunyai intelektual dibawah normal, akan mengurangi kemampuan dalam memenuhi kebutuhan anak, sehingga anak menjadi tidak terurus

e. Kelalaian dari orang tua dalam memperhatikan anaknya, orang tua mengalami gangguan secara fisik, kestabilan emosi yang menurun karena lelah, memiliki masalah kesehatan secara medis, secara sosial terisolasi, frustasi, bersikap apatis dan putus asa, sehingga mengalami kesulitan mengurus anak.

f. Orang tua yang menelantarkan anak mempunyai pengalaman emosional yang tidak menyenangkan pada anak-anaknya.

Dari latar belakang di atas secara garis besar terdiri dari dua faktor utama, yakni faktor ketidaksengajaan karena kondisi yang tidak memungkinkan dari orang tua atau keluarga untuk memenuhi kebutuhan anaknya, dan faktor kesengajaan untuk menelantarkan anaknya karena rendahnya tanggung jawab sebagai orang tua atau keluarga terhadap anak.

Masalah-masalah sosial pada masyarakat menjadi salah satu penyebab terjadi keterlantaran pada anak, seperti halnya kemiskinan. Kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental maupun fisiknya.12 Sedangkan menurut islam orang miskin yaitu orang yang penghasilan sehari-harinya tidak mencukupi kebutuhan hidupnya.13

Pokok persoalan kemiskinan disebabkan tidak mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan primer sehingga timbul tuna karya, tuna susila dan sebagainya. Secara sosiologis, sebab-sebab timbulnya masalah tersebut adalah karena pincangnya salah satu lembaga kemasyarakatan di bidang ekonomi. Kepincangan tersebut akan menjalar kebidang-bidang laiannya,

12

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT.Grafika Persada.2006) h.320

13


(24)

misalnya kehidupan keluarga yang tertimpa kemiskinan tersebut.14 Para peneliti kemiskinan telah memiliki konsensue bahwa permasalahan kemiskinan adalah permasalahan yang multidimensional. Sebagai contoh, penjelasan mengenai kemiskinan pada Copnhegen Programme of Action of

the World Summit for Social Development tahun 1995 yang menyebutkan

bahwa kemiskinan mempunyai berbagai wujud, termasuk kurangnya pendapatan dan sumber daya produktif yang memadai untuk menjamin kelangsungan hidup; kelaparan, dam kekurangan gizi; kesehatan yang buruk; keterbatasan akses pendidikan dan pelayanan dasar lainnya.15 Seseorang anak yang lahir di tengah keluarga bermasalah secara ekonomi, tidak mustahil mereka akan ditelantarkan masa depannya dan bahkan mungkin juga menjadi objek tindakan kekerasan.16

Selaian kemiskinan, ciri lain dari anak terlantar ialah berasal dari kalangan anak dengan keadaan keluarga broken home (disorganisasi keluarga). Disorganisasi keluarga adalah perpecahan keluarga sebagai suatu unit karena anggota-anggotanya gagal memenuhi kewajibannya yang sesuai dengan peranan sosialnya. Secara sosiologis bentuk-bentuk disorganisasi keluarga terjadi karena: (a) Unit keluarga tidak lengkap karena hubungan diluar perkawinan, (b) Karena putusnya perkawinan sebab perceraian, (c) adanya kekurangan komunikasi antara anggota-anggota keluarga, (d) krisis keluarga extern, (e) krisis keluarga intern.17 Pada keadaan dimana secara psikologis bermasalah, berdampak pada kurangnya perhatian keluarga pada anak sehingga anak rentan diacuhkan dan menjadi terlantar.

Selain itu, pergaulan bebas remaja saat ini sangat melewati batas, hubungan seks bagi remaja yang berpacaran bukanlah hal yang tabu lagi saat ini. Kondisi pergaulan bebas tersebut memicu terjadinya kehamilan

14

Suryono Soekanto. Op.Cit., h.320

15

Kementrian Sosial RI, Analisis Data Kemiskinan Berdasarkan Data Pendataan Program Perlindungan Sosial (Jakarta:Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial:2012) h.1

16

Bagong Suyanto Ibid, h.219

17


(25)

diluar pernikahan sehingga lahirnya anak diluar hubungan sah pernikahan. Anak yang terlahir dari hubungan seks di luar nikah menjadikan orang tuanya tidak bisa menerima keberadaan anak tersebut. Begitu juga dengan anak yang kelahirannya tidak direncanakan, tidak diinginkan orang tuanya atau keluarga besarnya cenderung diperlakukan salah sehingga berpeluang menjadi korban ketelantaran orang tuanya.

Ciri lain dari anak terlantar ialah sudah tidak memiliki lagi salah satu atau kedua orang tuanya (yatim). Ketidak adaan orang tua yang dalam hal ini sebagai pihak pertama yang bertugas memenuhi kebutuhan anak membuat hidup anak yatim kesulitan terpenuhi berbagai hak-haknya dan menjadikan mereka kedalam bagian anak-anak terlantar.

3. Ciri-Ciri Anak Terlantar

Berdasarkan latar belakang ketelantaran anak yang telah dipaparkan di atas, sebagian anak terlantar turun ke jalan dan menjadi anak jalanan karena adanya desakan ekonomi keluarga. Karena kondisi anak yang berada dijalan tersebut maka dapat dilihat bahwa anak terlantar secara umum dapat dilihat memiliki ciri sebagai berikut:18

a. Ciri fisik

1) Warna kulit kusam 2) Rambut kemerahan

3) Kebanyakan berbadan kurus 4) Pakaian tidak terurus

b. Ciri psikis

1) Mobilitas tinggi 2) Acuh tak acuh 3) Penuh curiga

4) Sangat sensistif berwatak keras

18Nurman Sani, “Anak Jalanan” (

http://nurmansaniikbal.blogspot.com/2012/12/anak-jalanan.html) 27/09/2014: 19:27


(26)

5) Mandiri

Jika diidentifikasi berdasarkan kondisi fisik diatas memang menjadi hal yang wajar karena anak terlantar mengurus dirinya sendiri tanpa bantuan atau sedikit bantuan dari keluarga khususnya orang tua karena kondisi yang terjadi dikeluarganya. Anak terantar cenderung memiliki warna kulit kusam, rambut kemerahan, berbadan kurus, pakaian tidak terurus. Lemahnya kondisi perekonomian mau tidak mau membuat orang tua tidak mampu mempenuhi kebutuhan fisik anak, hingga kondisi tersebut menjadi ciri umum yang menandakan anak tersebut merupakan anak terlantar.

Selain kondisi fisik tersebut, kondisi psikis seorang anak dapat mencirikan bahwa mereka merupakan anak terlantar. Mobilitas tinggi dari seorang anak terlantar menunjukan bahwa mereka harus berjuang memenuhi kebutuhan mereka sendiri, bahkan justru orang tua menyuruh anaknya untuk turun ke jalan atau berkerja guna mencari tambahan keuangan untuk keluarga. Kurangnya perhatian dari lingkungan terdekat anak menyebabkan anak menjadi acuh terhadap lingkungannya, karena harus berjuang untuk hidupnya karena keacuhan tersebut pada selanjutnya membuat mereka curiga kepada orang-orang yang ada dilingkungannya, karena pada dasarnya kehidupan anak terlantar cenderung mandiri, tanpa perhatian, tanpa pengertian, dan anak terlantar memperjuangkan hidupnya tanpa bersandar kepada siapapun.

4. Pengaruh Ketelantaran terhadap Anak

Peran keluarga sebagai lingkungan pertama bagi anak menjadi penting untuk mengarahkan perilaku anak, terutama pada penguatan pendidikan anak dilingkungan keluarganya sendiri. Permasalahan yang terjadi pada lingkungan keluarga kemungkinan besar dapat menimbulkan konflik kepribadian karena guncangan tersebut, sehingga mempengaruhi sikap dan perilaku anak.


(27)

Sjarkawi menuliskan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan kepribadian seseorang terbagi atas dua, yaitu faktor internal dan faktor external. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri orang itu sendiri. Faktor internal ini merupakan faktor genetis atau bawaan. Adapun faktor external adalah faktor yang berasal dari luar orang tersebut, dan biasanya merupakan pengaruh yang berasal dari lingkungan seseorang mulai dari lingkungan terkecilnya, yakni keluarga, teman, tetangga, sampai dengan pengaruh dari berbagi media audiovisual seperti televisi dan video, atau seperti media cetak seperti koran, majalah, dan sebagainya.

Dari berbagai faktor external tersebut, pengalaman traumatis merupakan salah satu penyebab yang dapat berdampak sangat buruk. Kartono menuliskan bahwa faktor psikologis merupakan faktor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan seorang anak. Anak-anak yang mengalami gungguan psikologis akan mengalami Inanitie psikis, suatu kondisi kehampaan psikis. Kering, dan perasaan, sehingga dapat mengakibatkan retardasi atau kelambatan pertumbuhan pada semua fungsi jasmaniah. Anak-anak ini juga dapat mengalami hambatan fungsi rohaniah, terutama perkembangan intelegensi dan emosi.19

Guncangan yang terjadi pada anak terlantar hingga menyebabkan mereka menjadi terlantar membuat adanya gangguan pada anak tersebut. Ditambah faktor tersebut berasal dari keluarga yang pada dasarnya merupakan lingkungan pertama dan utama dalam pendidikan anak. Kondisi guncangan tersebut pada akhirnya mempengaruhi kondisi psikologis anak terlantar yang berbeda dengan anak yang tidak mengalami permasalahan ketelantaran tersebut.

Selain itu, latar belakang tersebut pada akhirnya mempengaruhi kehidupan anak terlantar, Sebenarnya ada banyak masalah yang dihadapi anak terlantar di lingkungan komunitas miskin. Sebagai bagian dari

19Lukman Nul Hakim,”Pembentukan Reliensi pada Anak Korban Bencana”, dalam Sali

Susiana (ed.), Perlindungan Anak, (Jakarta: P3DI setjen DPR Republik Indonesia dan Azza Grafika, 2012), h.96


(28)

kelompok anak rawan, anak terlantar bukan saja tidak atau kurang dipenuhi hak-hak mereka, tetapi juga rentan untuk dilakukan salah; dilanggar haknya dan menjadi korban tindak kekerasan (Child Abuse) keluarga, kerabat dan komunitas sosial di sekitarnya. Berikut ini, merupakan beberapa hal yang di hadapi anak-anak terlantar:20

a. Krisis kepercayaan pada arti penting sekolah, dilingkungan komunitas masyarakat miskin sering kali kelangsungan pendidikan anak cenderung ditelantarkan. Bagi keluarga miskin, anak pada umumnya diberi fungsi ekonomis sebagai salah satu sumber pendapatan atau penghasilan yang cukup signifikan, sehingga anak sejak usia dini dilatih atau dipersiapkan untuk bekerja di sektor publik.

b. Kurang mengertian tentang pola perawatan kesehatan yang benar, dikalangan keluarga miskin upaya peneliharaan kesehatan dan proses penyembuhan anak ketika sakit acap kali ditelantarkan. Dikalangan orang tua, kebiasaan merokok, ngopi dan kebutuhan orang tua justru di dahulukan, meski saat yang sama dana yang mereka keluarkan untuk itu sebenarnya bisa dimanfaatkan untuk membeli kebutuhan kesehatan anak.

c. Diperlakukan salah dan berpotensi menjadi objek tindak kekerasan. Dikeluarga miskin yang broken home, single parent, pemabuk dan keluarga miskin yang tengah dibelit persoalan kemiskinan yang kronis, maka tidak jarang terjadi anak kemudian menjadi objek pelampiasan dan pengalihan sasaran kemarahan atau perasaan stres dari orang tuanya.

d. Jauh dari kasih sayang, perlindungan, dan pengawasan keluarga secara memadai, mereka umumnya potensial tergoda masuk dalam lingkungan pergaulan yang salah dan bahkan sebagian diantaranya terlibat dalam perilaku patologis.

20


(29)

e. Anak terlantar yang terlibat dalam kegiatan sosial secara intens atau aktivitas keagamaan sejak usia dini, mereka umumnya lebih mampu menyiasati tekanan sosial dan psikologis yang keliru dari lingkungan sosial disekitarya.

f. Ditengah kehidupan kota besar yang relatif individualis dan kontraktual, peran kerabat dan komunitas setempat dalam pengasuhan dan perlindungan terhadap anak-anak terlantar yang pada umumnya tidak banyak berkembang.

g. Apa yang menjadi kebutuhan sosial anak-anak terlantar, sebenarnya bukan hanya limpahan kasih sayang dan pola sosialisasi yang personal, tetapi juga akses yang lebih baik terhadap pelayanan publik dasar, terutama kesehatan dan pendidikan, serta modal sosial dan peluang-peluang untuk menyongsong kehidupan dan masa depan yang lebih baik.

Selain dampak-dampak diatas, Waluyo (1976:23) mengemukakan bahwa permasalahan yang dapat ditimbulkan oleh anak terlantar diantaranya adalah:21

a. Pengemis

Pada umumnya orang menjadi pengemis sebagai akibat dari tekanan ekonomi keluarga sehingga demi mempertahankan hidupnya dengan cara meminta-minta di depan umum.

b. Kenakalan Anak dan Kriminalitas.

Kenakalan anak atau tindak kejahatan disebabkan oleh tekanan hidup yang mendesak, maupun kehidupan di masa depan yang suran dan sebagai kompensasi dari hidup yang berstatus anak terlantar. c. Pengangguran.

Pemenuhan kebutuhan yang diinginkan tidak terpenuhi seperti kebutuhan akan pendidikan sebagai bekal hidup di masa yang akan

21


(30)

datang, maka banyak anak-anak menganggur atau tidak memiliki keahlian dan keterampilan tertentu.

Dampak-dampak yang ditimbulkan karena ketelantaran tersebut semakin mengukuhkan bahwa perlunya bantuan bagi para anak terlatar agak permasalahan yang terjadi akibat ketelantaran tersebut agar tidak manjadi bibit kehancuran generasi penerus bangsa di masa yang akan datang.

B. Pendidikan Karakter

1. Pengertian Pendidikan Karakter

Karakter secara kebahasaan ialah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain, tabiat atau watak Kata karakter diambil dari bahasa Inggris character, artinya watak, sifat, peran, huruf, sedangkan Characteristic artinya sifat yang khas. 22

Menurut Samuel Smilles bahwa karakter adalah suatu kehormatan dalam diri seseorang, sebagai harta paling mulia.23 Menurut Kemendiknas, karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internaisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap dan bertindak. 24

Menurut Dirjen Pendidikan Agama Islam, Kementrian Agama Republik Indonesia mengemukakan bahwa karakter dapat diartikan sebagai totalitas ciri-ciri pribadi yang melekat dan dapat didefinisikan pada perilaku individu yang unik, dalam arti secara khusus ciri ini membedakan antara individu dengan individu lainnya.25

22

Haedar Nashir, Pendidikan Karakter Berbasis Agama dan Kebudayaan, (Yogyakarta: Multi Presindo.2013) h. 10.

23 Ibid

h.11

24

Agus Wibono, Pendidikan Karakter,(Yogyakarta:Pustaka Pelajar: 2012) h.35.

25


(31)

Pengertian secara khusus, karakter adalah nilai-nilai yang khas baik (tahu nilai kebaikan, mau berbuat baik, nyata berkehidupan baik, dan berdampak baik kepadap lingkungan) yang terpatri dalam diri dan terwujud dalam prilaku.26

Dari pengertian tersebut diketahui bahwa karakter merupakan kepribadian serta nilai-nilai kebaiakan yang terdapat dalam individu dari hasil proses internaisasi dan kebiasaan yang tertanam dalam diri individu dan manjadi ciri yang membedakan antara satu individu dengan individu lainnya.

Sementara pengertian pendidikan karakter menurut Kemendiknas adalah pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai karakter bangsa pada diri peserta didik, sehingga mereka memiliki nilai dan karakter sebagai karakter dirinya, menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat, dan warga negara yang religius, nasionalis, produktif dan kreatif. 27

David Elkind & Freddy Sweet menjelaskan pendidikan karakter sebagai usaha-usaha sengaja (sadar) untuk membantu manusia memahami, peduli tentang dan melaksanakan nilai-nilai etika inti. 28

Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Menutut Thomas Lickona, tanpa ketiga aspek ini, pendidikan karakter tidak akan efektif.29

Pendidikan karakter/budi pekerti dapat dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan

26

Anas Salahudin M., Irwanto Alkrienche, Pendidikan Karakter (Pendidikan Berbasis Agama dan Budaya Bangsa), ( Bandung: Pustaka setia. 2013) h.42

27

Agus Wibono, Op.Cit., h.35

28Elga Andina,”Pendidikan Karkter Untuk Generasi Sehat Mental”,

dalam Sali Susiana (ed.), Perlindungan Anak, (Jakarta: P3DI setjen DPR Republik Indonesia dan Azza Grafika, 2012), h.116

29

Akhmad Muhaimmin Azzet, Urgensi Pendidikan Karakter di Indonesia. (Jogjakarta: Ar-Ruz Media. 2011) h. 27


(32)

keputusan, baik memelihara apa yang baik dan mewujudkan dan menebarkan kebaikan kedalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. Berakar pada UU Sistem pendidikan nasional Pendidikan nasional No.20 Tahun 2003 yang mengamanatkan tujuan pendidikan Nasional membentuk insan Indonesia yang cerdas dan berkepribadian atau berkarakter sehingga melahirkan generasi bangsa yang tumbuh dan berkembang dengan karakter yang bernapaskan nilai-nilai luhur bangsa dan agama.30

2. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Karakter

Adapun tujuan pendidikan karakter sejalan dengan Undang-Undang

Dasar 1945 Pasal 3 (3) : “Pemerintah mengusahakan dan

menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang”.

Dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dirumuskan dalam pasal 3 disebutkan bahwa diantara tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia. Amanah UU Sidiknas tahun 2003 itu, dirumuskan tujuan pendidikan karakter agar pendidikan tidak hanya membentuk insan Indonesia yang cerdas, namun juga berkepribadian atau berkarakter, sehingga nantinya akan lahir generasi bangsa yang tumbuh berkembang dengan karakter yang bernafas nilai-nilai luhur bangsa serta agama.31 Melalui pendidikan karakter, peserta didik diharapkan mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, serta menerapkan nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari.

30

Anas Salahudin, Op.Cit., h.42 31 Agus wibono, Op.Cit hal.19


(33)

Menurut Kemendiknas (2010): Pendidikan karakter bertujuan untuk mengembangkan nilai-nilai yang membentuk karakter bangsa yaitu pancasila, meliputi:

a. Mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang berhati baik, berpikiran baik dan berprilaku baik.

b.Membagun bangsa yang berkarakter pancasila.

c. Mengembangkan potensi warga negara agar memiliki sikap percaya diri, bangga pada bangsa dan negaranya serta mencintai umat manusia.32

Fungsi pendidikan karakter menumbuh kembangkan kemampuan dasar peserta didik agar berpikir cerdas berprilaku yang berakhlak, bermoral, dan berbuat sesuatu yang baik, yang bermanfaat bagi diri sendiri, keluarga dan masyarakat (domain kognitif, afektif, dan psikomotorik), membangun kehidupan bangsa yang multikultur, membangun peradaban bangsa yang cerdas berbudaya yang luhur, berkontribusi terhadap pengembangan hidup umat manusia, membangun sikap warga negara yang cinta damai, kreatif, mandiri, maupun hidup berdampingaan dengan bangsa lain.33

Zubaedi merumuskan tiga fungsi utama pendidikan karakter, yaitu: a. Fungsi pembentukan dan pengembangan potensi.

Pendidikan karakter berfungsi membentuk dan mengembangkan potensi peserta didik agar berpikiran baik, berhati baik, dan berperilaku baik sesuai dengan falsafah hidup Pancasila.

b. Fungsi perbaikan dan penguatan. Pendidikan karakter berfungsi memperbaiki dan memperkuat peran keluarga, satuan pendidikan, masyarakat dan pemerintah untuk ikut berpartisipasi dan bertanggung jawab dalam pengembangan potensi warga negara dan

32

Kusnaedi, Strategi dan Implementasi Pendidikan Karakter; Panduan untuk Orang Tua dan Guru. (Bekasi:Duta Media Tama.2013 h.26

33

Mawardi Muhammad Amin, Pendididkan Karakter Anak Bagsa: (Badouse Media Jakarta: Jakarta: 2001) h. 37


(34)

pembangunan bangsa menuju bangsa yang maju, mandiri dan sejahtera.

c. Fungsi penyaring. Pendidikan karakter berfungsi memilih budaya bangsa sendiri dan menyaring budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa bermartabat.34 Dapat dipahami bahawa tujuan dari pendidikan karakter membentuk kepribadian yang baik bagi anak, baik dalam berprilaku, baik dalam berfikir, baik dalam berbicara dan baik dalam segala aspek kehidupannya. Dengan tujuan tersebut maka pendidikan karakter berfungsi sebagai penilaian baik buruk, salah benar, halal haram bagi kehidupan anak.

3. Peran Lingkungan dalam Pendidikan Karakter

Dalam perkembangannya, manusia ingin mencapai suatu kehidupan yang lebih baik. Selama manusia berusaha untuk meningkatkan kehidupannya, proses-proses pendidikan tersebut berlangsung dalam berbagai lingkungan kehidupan manusia. Menurut Sartain (ahli psikologi Amerika) yang dimaksud dengan lingkungan (environment) meliputi kondisi dan alam dunia ini yang dengan cara-cara tertentu mempengaruhi tingkah laku kita, pertumbuhan, perkembangan atau life prosses.35 Dalam pendidikan karakter terdapat lingkungan yang menjadi pilar dalam menerapkan nilai dari pendidikan karakter tersebut karena lingkungan tersebut berpengaruh kepada pendidikan karakter anak. Lingkungan tersebut antara lain, lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat dan pemerintah.

34

Elga Andina, Op.Cit., h.116

35


(35)

Gambar 2.1

Lingkungan Pendidikan Karakter

a. Lingkungan keluarga

Lingkungan keluarga yang disebut juga ligkungan pertama,36 Dalam keluarga anak lambat laun membentuk konsepsi tentang pribadinya, melalui internal dalam keluarga, anak tidak hanya mengidentifikasi dirinya dengan orang tuanya, melainkan juga mengidentifikasi dirinya dengan kehidupan masyarakat dan alam sekitarnya.37 Keluarga sebagai wahana pembelajaran dan pembiasaan nilai-nilai kebaikan yang dilakukan oleh orang tua dan orang dewasa lain di keuarga, sehingga melahirkan keluarga yang berkarakter.38

b. Lingkungan sekolah

Lingkungan Sekolah yang disebut juga lingkungan kedua,39 Usaha pendidikan disekolah, merupakan kelanjutan dari pendidikan dalam keluarga. Sekolah ini merupakan lembaga dimana terjadi proses sosialisasi yang kedua setelah keluarga, sehingga mempengaruhi pribadi anak dan perkembangan sosialnya, dan diselenggarakan

36

Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis,(Bandung: PT.Remaja Rosdakarya) h.123

37

Burhanudin Salam, Pengantar Pedagogik (Dasar-dasar Ilmu Mendidik), (Jakarta:Rineka Cipta.1997)h14-15.

38

Kusnaedi, Op.Cit., h. 27 39

Ngalim Purwanto Op.Cit .,h.123.

Pemerintah Masyarakat

Sekolah

Keluarga


(36)

secara formal.40 Lingkungan sekolah sebagai wahana pembinaan dan pengembangan karakter yang dilaksanakan dengan berbagai pendekatan, seperti pengintegrasian dalam semua mata pelajaran, pengembangan budaya sekolah, melalui kegiatan kulikuler dan ekstrakulikuler, pembiasaan perilaku dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan sekolah.41

c. Lingkungan masyarakat

Lingkungan masyarakat yang disebut juga lingkungan ketiga.42 Pendidikan di masyarakat, ialah pendidikan yang diselenggarakan diluar keluarga dan sekolah. Pendidikan di masyarakat diperlukan karena keluarga dan sekolah tidak mampu memberikan kemampuan-kemampuan kepada anak sesuai dengan tuntutan pada masa modern ini. Sehingga pendidikan di masyarakat merupakan suatu keharusan dalam memberikan pengetahuan dan keterampilan khusus serta praktis, yang secara langsung bermanfaat dalam kehidupan di masyarakat.43 Lingkungan masyarakat sebagai wahana pengembangan dan pendidikan karakter melalui keteladanan tokoh dan pemimpin masyarakat serta sebagai suatu kelompok masyarakat yang tergabung dalam organisasi sosial.44 d. Pemerintah

Penetapan pemerintah sebagai salah satu pilar dalam pendidikan karakter dalam hal ini pemerintah dituntut mendukung gerakan pendidikan karakter tersebut dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang mendukung tumbuhnya sikap dan prilaku yang mencerminkan nilai-nilai karakteristik bangsa tersebut.45 Dalam hal pendidikan pendidikan karakter pemerintah dalam hal ini khususnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

40

Burhanudin salam, Op.Cit .,h.15.

41

Kusnaedi, Op.Cit., h.27

42

Ngalim Purwanto Op.Cit .,h.

43

Burhanudin salam, Op.Cit .,h15-16.

44

Kusnaedi, Op.Cit., h.28

45


(37)

(KEMENDIKBUD) sebagai pemegang kebijakan membuat keputusan tentang nilai-nilai karakter budaya bangsa sebagai berikut:

Tabel 2.1

Indikator Nilai Pendidikan Karakter Budaya Bangsa

No Nilai Deskripsi

1 Religius Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, serta hidup rukun dengan pemeluk agama lain.

2 Jujur Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.

3 Toleransi Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.

4 Disiplin Tindakan yang menunjukan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.

5 Kerja Keras Perilaku yang menunjukan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar, tugas dan menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya. 6 Kreatif Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan

cara atau hasil baru sesuatu yang telah dimiliki. 7 Mandiri Sikap dan prilaku yang tidak mudah tergantung pada

orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugasnya. 8 Demokratis Cara berpikir, bersikap dan bertindak yang menilai

sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain. 9 Rasa Ingin Tahu Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk

mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajari, dilihat dan didengar.

10 Semangat Kebangsaan

Cara berpikir, bertindak dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.

11 Cinta Tanah Air Cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan


(38)

yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan. 12 Menghargai

Prestasi

Sikap dan tidakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, mengakui dan menghormati keberhasilan orang lain. 13 Bersahabat/

Komunikatif

Tindakan yang memeperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.

14 Cinta Damai Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.

15 Gemar Membaca

Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.

16 Peduli Lingkungan

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam disekitarnya dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.

17 Peduli Sosial Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyrakat yang membutuhkan.

18 Tanggung Jawab

Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan tuhan yang maha ESA.

Penerapan pendidikan karakter budaya bangsa yang telah diteapkan pemerintah tersebut dilaksanakan melalui kegiatan kulikuler, ekstrakulikuler, serta pembiasaan nilai dalam kehidupan sehari-hari. Maka pendidikan karakter tersebut tidak hanya menjadi tugas sekolah saja, sekolah hendaknya hendaknya bekerja sama dengan lingkungan pendidikan diluar lembaga pendidikan sekolah seperti keluarga, masyarakat. Ketiga lingkungan pendidikan tersebut haruslah berkolaborasi dalam pelaksanaan pendidikan karakter jika meginginkan hasil yang baik. Dengan kesinambungan penerapan nilai karakter tersebut diharapkan


(39)

pendidikan karakter akan menjadi lebih efektif. Sejak anak lahir berada di lingkungan rumah, ketika berada di lingkungan sekolah, kembali kerumah dan dalam lingkungan masyarakat supaya menjadi tempat bagi anak-anak untuk belajar, mencontoh dan menerapkan nilai-nilai yang dipelajari dan dilihatnya.

Kemendikbud mengamanatkan pendidikan karakter budaya bangsa tersebut tidak hanya untuk pendidikan formal saja, namun kemendikbud menegaskan bahwa nilai-nilai tersebut diintegrasikan kedalam mata pelajaran, kegiatan kulikuler, ekstrakulikuler dan kedalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut menunjukan bahwa nilai-nilai pendidikan karakter budaya bangsa tersebut diterapkan tidak saja di pendidikan formal, tapi juga pendidikan nonformal dan juga informal. Bagi anak terlantar yang tinggal di panti asuhan, panti asuhan tersebut berfungsi sebagai pengganti keluarga, dan panti asuhan menjadi lingkungan pertama bagi anak terlantar yang tinggal di panti asuhan. Sebagai suatu lembaga sosial yang ikut berperan dalam pendidikan non formal, maka penting bagi panti asuhan untuk berpartisipasi mengintegrasikan nilai budaya karakter bangsa tersebut dalam kegiatan keseharian anak terlantar di panti asuhan.

Untuk memaksimalkan proses pendidikan karakter bagi anak terlantar tersebut, tentunya pihak panti asuhan perlu berkerja sama dengan pihak sekolah dan masyarakat agar pendidikan karakter budaya bangsa yang telah dirumuskan pemerintah tersebut dapat diintegrasikan di panti asuhan, sekolah dan masyarakat, demi membentuk karakter pada anak terlantar.

4. Implementasi Pendidikan Karakter

Perkembangan karakter sebagai proses yang tiada henti terbagi menjadi empat tahapan: pertama, pada usia dini, disebut sebagai tahap pembentukan karakter. Kedua, pada usia remaja, disebut sebagai tahap pengembangan; ketiga, tahap usia dewasa, disebut sebagai tahap pemantapan; dan keempat, pada usia tua disebut tahap pembijaksanaan.


(40)

Karakter dikembangkan melalui tahap pengetahuan (knowing), acting, menuju kebiasaan (habit).46

Dalam proses implementasi nilai-nilai pendidikan karakter maka, prinsip internalisasi nilai-nilai yang digunakan dalam pengembangan pendidikan karakter mengusahakan agar peserta didik mengenal dan menerima nilai-nilai sebagai milik mereka dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya melalui tahapan mengenal pilihan, menentukan pendirian dan selanjutnya menjadikan suatu nilai sesuai dengan keyakinan diri. Dengan prinsip ini peserta didik belajar melalui proses berpikir, bersikap dan berbuat. Ketiga proses ini dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam melakukan kegiatan sosial sebagai makhluk sosial.47

Prinsip-prinsip yang digunakan dalam internalisasi nilai-nilai dalam pendidikan karakter adalah sebagai berikut :

a. Berkelanjutan

Berkelanjutan adalah proses internalisasi niliai yang merupakan sebuah proses panjang, dimulai dari awal peserta didik masuk sampai selesai dari satuan pendidikan.

b. Integrasi

Integrasi pendidikan karakter merupakan langkah untuk internalisasi nilai-nilai kepada peserta didik. Internalisasi nilai-nilai dilakukan melaui setiap mata pelajaran, setiap kegiatan kurikuler dan ekstrakulikuler.

c. Internalisasi Nilai

Nilai-niali yang terkandung dalam pendidikan karakter tidak diajarkan tapi diinternalisaikan.48 Proses internalisasi perlu

46

Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan. (Jakarta:KENCANA.2011) h.110

47

Deni Damayanti, Panduan Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah. (Yogyakarta: Araksa.2014) h.54

48Ibid


(41)

dilakukan dengan tahapan-tahapan berjenjang mulai dari penanaman, penumbuhan, pengembangan dan pemantapan.49

1) Tahap penanaman

Penanaman atau internalisasi merupakan tahap ditanamkannya nilai-nilai kebaikan agar menjadi kebiasaan. pada tahap penanaman ini anak dibiasakan berbuat kebaikan. Dalam pembiasaan ini, aspek keteladanan dengan prinsip keteladanan sangat diperlukan. Faktor keteladanan ini akan menjadi landasan yang fundamental bagi anak dalam menginternalisasikan nilai-nilai yang sedang atau telah diterima dari lingkungan di mana dia berada.

2) Tahap penumbuhan

Pada tahap penumbuhan ini nilai-nilai telah ditanamkan kepada anak ditumbuhkan secara maksimal. Tahap penumbuhan dapat dilakukan dengan memberikan tanggung jawab kepada anak sesuai dengan tingkat perkembangan usianya. Dengan memberikan tanggung jawab nilai-nilai yang ditanamkan dapat tumbuh dan melekat dalam dirinya menjadi jati diri. Dengan demikian, karakter anak terisi dari nilai-nilai yang telah diinternalisasi dan dilaksanakan. 3) Tahap pengembangan

Nilai-nilai yang telah ditanamkan dan ditumbuhkan pada anak perlu dikembangkan menjadi nilai-nilai diri. Nilai-nilai yang suda menjadi satu dalam diri anak harus tercermin dalam sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. 4) Tahap pemantapan

Nilai-nilai yang sudah ditanamkan, ditumbuhkan dan dikembangkan kemudian dimantapkan. Pada tahapan ini anak diberikan kepercayaan dan tanggung jawab untuk melakukan kegiatan yang berhubungan langsung kehidupan

49Ibid


(42)

dalam masyarakat. Dengan pemantapan ini, diharapkan anak-anak sudah siap untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi.50

Dengan prinsip-prinsip tersebut dapat dilakukan strategi dalam pengembangan karater berkelanjutan sebagi berikut: 51

Gambar 2.2

Strategi Pengembangan karakter yang berkelanjutan

Strategi penerapan pendidikan karakter dimulai dengan pengajaran makna nilai-nilai, setelah diajarkan nilai tersebut ditanamkan melalui pembiasaan dalam kehidupan sehari-hari, kemudian nilai-nilai ditumbuhkan dengan penguatan oleh orag tua atau guru dalam kegiatan anak yang memuat nilai-nilai tersebut. Setelah ditanamkan dan di tumbuhkan, nilai tersebut dikembangkan melalui nilai-nilai diri dengan keteladanan orang-orang dilingkungan sekitarnya dan kemudian dimantapkan dengan melakukan pengontrolan, jika yang dilakukan sesuai

50

Deni Damayanti, Op.Cit., h59-61

51

Kusnaedi, Op.Cit.137

Pengontrolan Pengajaran Makna Nilai

Hukuman Pembinaan Menyimpang

Penghargaan Sesuai Nilai

Keteladanan Penguatan


(43)

dengan nilai yang sudah dikembangkan maka anak perlu mendapatkan penghargaan dan tahap ini kembali pada tahap penguatan, jika perilaku yang dilakukan menyimpang maka perlu diberi hukuman atau pembinaan dan kembali pada tahapan pengajaran makna nilai-nilai.

Prinsip-prinsip dan strategi tersebut perlu diterapkan dan dikembangkan dalam pengimplementasian nilai karakter budaya bangsa di panti asuhan, dengan strategi tersebut penerapan nilai-nilai di panti asuhan akan efektif dan mampu menjadikan anak terlantar di panti asuhan menjadi anak-anak yang memiliki nilai karakter budaya bangsa.


(44)

33

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempatdanwaktupenelitian

Penelitianinidilakukan di Panti Sosial Asuhan Anak Nurul Qur’an yang

berlokasi di Jl.Sa’ar Kp.Pedurenan RT04/04 no.2 Jatiluhur Jatiasih- Bekasi, penelitimemilihpanti asuhaninidijadikanobjekpenelitian karena lembaga tersebut merupakan salah satu lembaga non formal yang aktif dalam

penyelenggaraan pendidikan bagi anak

terlantar.Sedangkanwaktupenelitianinidilaksanakanpada15 April -28 Juni 2014. Berikutperinciankegiatanpenelitian di pantiasuhantersebut:

Tabel. 3.1

KegiatanPenelitian di PantiAsuhanNurul Qur’an Bekasi

Tanggal Kegiatan

15 April 2014 IjinPenelitian di PSAA Nurul Qur’an 28 April 2014 - ObservasiAwal

- Meminta data-data

lembagaterkaitdenganpenelitian 5 Mei 2014 WawancaraKepalaYayasan

19 Mei 2014 - Wawancara Pembina I - Observasikegiatanba’daasar 22 Mei 2014 - Wawancara Pembina II


(45)

14 Juni 2014 Observasikegiatantahunandi PantiAsuhan 7-11 Juni 2014 ObservasiKegiatan Ramadhan di Panti

B. LatarPenelitian (Setting)

Latar penelitian atau settingyang dimaksud dalam penelitian ini adalah lingkungan yang direncanakan peneliti untuk dijadikan sebagai objek penelitian. Dalam hal ini, ada tiga dimensi yaitu:

1. Dimensi Tempat

Tempat peneliti akan melakukan penelitian yaitu di Panti Sosial

Asuhan Anak Nurul Qur’an yang berada di Jl.Sa’ar Kp.Pedurenan RT04/04 no.2 Kel.Jatiluhur Kec.Jatiasih Kota Bekasi.

2. Dimensi Pelaku

Pelaku atau objek yang berperan dalam pengambilan informasi untuk melengkapi data data yang dibutuhkan dalam penelitian yaitu kepala yayasan, pembina dan anak asuh yang berada di Panti Asuhan Nurul

Qur’an.

3. Dimensi Kegiatan

Dalam kegiatan penelitian ini peneliti melakukan observasi terhadap kegiatan keseharian yang dilakukan anak asuh di panti asuhan untuk memperoleh informasi megenai pelaksanaan 18 indikator pendidikan karakter bangsa di Panti Asuhan Nurul Qur’an.

C. Metodepenelitian

Metode yang

digunakandalampenelitianiniadalahmetodekualitatifdenganpendekatandeskript ifanalisisyaitumetodepenelitian yang menghasilkan data deskriptifberupa kata-kata tertulisataulisandari orang-orang sebagaiobjekpenelitiandanprilaku yang dapatdiamatisehinggamerupakanrincidarisuatufenomena yang diteliti.


(46)

1

Penelitian ini menggunakan menggunakan pendekatan kualitatif, karena permasalahan yang akan diteliti adalah masalah sosial, yang belum jelas, kompleks, dinamis dan penuh makna. Dengan pendekatan deskriptif untuk menggambarkan dan meringkas berbagai realitas sosial yang ada di masyarakat.

Penelitian ini digunakan untuk mengungkap berbagai informasi dan gambaran mengenai 18 indikator nilai karakter budayabangsa pada anak terlantar dalam kegiatan sehari-hari di Panti Asuhan Nurul Qur’an Jatiasih- Kota Bekasi.

D. ProsedurPengumpulandanPengolahan Data

Teknikpengumpulan data yang digunakandalampenelitianiniadalah: 1. Observasi

Metode observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi langsung. Dalam obsevasi disini peneliti hanya sebagai pengamat yang tidak mengikuti secara penuh seluruh kegiatan yang dilakukan anakterkait penanaman pendidikan karakter di Panti Asuhan

Nurul Qur’an.

Penulis melakukan observasi untuk mengamati kegiatan keseharian anak asuhdalam menanamkan pendidikan karakter. Peneliti ikut serta dalam kegiatan pengajian yang dilakukan anak asuh ba’da asar dan ba’da magrib, serta kegitan tahunan menyambut bulan suci Ramadhan.

2. Wawancara

Dalampenelitianini peneliti melakukan wawancara tidak terstruktur yang dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh bentuk-bentuk informasi tertentu. Peneliti mewawancarai kepala yayasan sebagai sumber utama dan pembina sebagai sumber data tambahan untuk memperkuat jawaban mengenai penanaman pendidika karakter dalam kegiatan keseharian yang

dilakukan anak asuh di Panti Asuhan Nurul Qur’an.

1

Sugiyono, metodepenelitiankuantitatif, kualitatifdan R&D, (Bandung: alfabeta, 2006), h.137.


(47)

3. StudiDokumentasi

Dokumentasi yang akandijadikanteknikpengumpulan data berupaVisi, Misi yayasan, data julmah anak asuh, data jumlah pembina, jadual kegiatan keseharian anak asuh di panti asuhan, tata tertib, fotokegiatan, serta data lainnya yang relevan dengan peneitian.

E. PemeriksaanatauPengecekanKeabsahan Data

Ujikeabsahan data

dalampenelitiankualitatifmeliputibeberapaaspekyaitusebagaiberikut : 1. Ujikredibilitas

Ujikredibilitas data ataukepercayaanterhadap data hasilpenelitiankualitatifantara lain dilakukandenganperpanjangan,

peningkatanketekunandalampenelitian. Hal

inimemungkinkanpeningkatanderajatkepercayaan data yang dikumpulkan, bisamempelajarikebudayaandandapatmengujiinformasidariinforman,

danuntukmembangunkepercayaan para

respondenterhadappenelitidanjugakepercayaandiripenelitisendiri. 2. Pengujian transferability

Pengujian transferability

inimerupakanvaliditaseksternaldalampenelitiankualitatif.

Validitaseksternalmenunjukanderajatketetapanataudapatditerapkannyahasi lpenelitiankepopulasidimanasampeltersebutdiambil.Olehkarenaitu, supaya

orang lain

dapatmemahamihasilpenelitiankualitatifsehinggaadakemungkinanuntukme nerapkanhasilpenelitiantersebut,

makapenelitidalammembuatlaporannyaharusmemberikanuraian yang rinci, jelas, sistematisdandapatdipercaya.2

3. Pengujian Konfirmability

Pengujian konfirmability atau disebut dengan uji obyektivitas penelitian. Penelitian dikatakan obyektif bila hasil penelitian telah

2


(48)

disepakati. Menguji konfirmability berarti menguji hasil penelitian dikaitkan dengan proses yang dilakukan.

F. TeknikAnalisis Data

Teknik analisis data yang dipergunakandalampenelitiankualitatifadalah model analisisdanmengalir (flow model). Langkah-langkah yang dipergunakandalam model iniantara lain: pengumpulan data, reduksi data, penyajian data danpenarikankesimpulan.

1. Pengumpulan data

Penelitimembuatcatatan data yang dikumpulkanmelaluiobservasi, wawancaradanstudidokumentasi yang merupakancatatanlapangan yang terkaitdenganpertanyaanatautujuanpenelitian.

2. Reduksi data

Proses anlisa data dimulaidenganmenelaahseluruh data yang tersediadariberbagaisumber, yaknidariobservasi, wawancaradanstudidokumentasi. Setelahdibaca, dipelajari, makalangkahselanjutnyaadalahmengadakanreduksi data. Langkahiniberkaitaneratdengan proses menyeleksi, memfokuskan, menyederhanakan, mengabstraksikandanmentransformasikan data mentah yang diperolehdarihasilpenelitian. Reduksi data dilakukanselamapenelitianberlagsung, langkahinidilakukansebelum data benar-benardikumpulkan. Penelitisudahmengetahui data-data apasaja yang dilakukanterkaitpenelitian.

3. Penyajian data

Penyajian data atausekumpulaninformasi yang memungkinkanpenelitimelakukanpenarikankesimpulan.


(49)

yangumumdilakukandalampenelitiankualitatifadalahteksnaratif yang menceritakansecarapanjanglebartemuanpenelitian.

4. Penarikankesimpulan

Penerikankesimpulanatauverikasimerupakanlangkahselanjutnya. Analisnyamenggunakananalisis model interaktif. Artinyaanalisisinidilakukandalambentukinteraktifdariketigakomponen utamatersebut. Data yang terkumpuldarihasilobservasi,

wawancaradanstudidokumen yang

terkaitdenganpenelitiandireduksiuntukdipilihmanayang paling tepatuntukdisajikan. Proses pemilihan data akandifokuskanpada data yang mengarahuntupemecahanmasalah, penemuan, pemaknaan, atauuntukmenjawabpertanyaanpenelitian. 3

3

FakultasIlmuTarbiyahdanKeguruan UIN SyarifHidayatullah,


(50)

39

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Panti Sosial Asuhan Anak(PSAA) Nurul Qur’an 1. Sejarah Singkat dan Profil PSAA Nurul Qur’an

Panti Sosial Asuhan Anak Nurul Qur’an merupakan suatu lembaga

sosial kemasyarakan dibidang anak terlantar yang berlokasi di Jl. Sa’ar

Kp.Pedurenan Rt.04/04 no.2 Kelurahan Jatiluhr Kecamatan Jatiasih Kota Bekasi. Panti Asuhan Sosial Asuhan Anak adalah salah satu lembaga yang berada dibawah naungan Yayasan Nurul Qur’an.1

Yayasan Nurul Qur’an awalnya hanya berupa masjid sebagai tempat ibadah, majlis ta’lim dan madrasah diniyah, dan pada tahun 1999 resmi menjadi yayasan Nurul Qur’an. Berawal dari 4 anak korban-korban kerusuhan ternate yang kehilangan orang tua yang tinggal dirumah pendiri yayasan yaitu KH.Abdul Majid. Seiring berjalannya waktu membangun sebuh gedung panti asuhan karena jumlah anak asuh yang bertambah, hingga saat ini menjadi 2 asrama untuk anak asuh putra dan putri. Tidak

hanya panti asuhan, yayasan Nurul Qur’an juga mengelola sarana ibadah (masjid jami’), lembaga amil zakat, majlis ta’lim dan dakwah kaum bapak

dan ibu, serta taman kanak-kanak yang didirikan pada tahun 2007 dibawah pimpinan H.Syahroji.


(51)

Yayasan Nurul Qur’an merupakan yayasan yang bergerak dalam

bidang sosial yang selalu concern terhadap masalah-masalh sosial, khususnya menanganni pengasuhan Yatim Piatu, Fakir miskin dan anak terlantar. Hal ini diupayakan sebagai langkah preventif atas kerawanan sosial yang terjadi pada anak khususnya karena ditangan merekalah kesinambungan penerus pembangunan bangsa pada masa yang akan datang.

Sebagai suatu lembaga yang membantu pemerintah dalam pengentasan anak-anak terlantar, panti asuhan Nurul Qur’an menjadi suatu lembaga legal dan berbadan hukum seperti panti asuhan pada umumya. Panti

asuhan Nurul Qur’an terdaftar dan memiliki izin Operasional di Dinas

sosial tinggat kota dan provinsi dengan No. Izin 466.4/30-PS/I/2012 untuk tingkat Kota Bekasi dan 062/3415/PP/SKS/05/2011 untuk tingkat Provinsi Jawa Barat.

Selain sebagai lembaga sosial, panti asuhan Nurul Qur’an juga menjadi

lembaga pendidikan non formal berbasis pondok pesantren, hal tersebut

diwujudkan dengan pendaftaran panti asuhan Nurul Qur’an sebagai pomdok pesantren dengan No.Statistik 03.2.32.76.01.033. Dengan

keterangan tersebut maka panti asuhan Nurul Qur’an tidak hanya sekedar

waah penampungan anak terlantar tapi juga lembaga pendidikan non formal bagi anak terlantar. Adapun tujuan dari program pelaksanaan panti asuhan berbasis pondok pesantren tersebut adalah sebagai berikut:

a. Membentuk generasi yang mencintai ilmu agama, ilmu

Al-Qur’an dan kitab kuning serta melatih untuk mengamalkannya

dalam kehidupan sehari-hari

b. Menumbuhkan semangat kecintaan yang tinggi terhadap pembelajaran pondok pesantren

c. Berupaya menjaga kemurnian Al-Qur’an melalui metode tahfiz d. Meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT

melalui pembiasaan solat berjamaah, zikir, even-even keagamaan lainnya


(52)

Dengan kelembagaan yang sudah tersebut maka proses yang berjalan di panti asuhan harus sesuai dengan standar-staandar pelayanan panti asuhan dan juga pondok pesantren.

2. Visi dan Misi Panti Sosial Asuhan Anak Nurul Qur’an

Salah satu betuk sebagai lembaga, maka panti asuhan Nurul Qur’an memiliki visi sebagai pandangan yang ingin dicapai di masa yang akan datang. Adapun visi dari Panti Asuhan Nurul Qur’an adalah “Membentuk generasi Qur’ani, berakhlakul karimah, terampil dan mandiri”. Visi Panti

Asuhan Nurul Qur’an tersebut merupakan wujud dari kelembagaan berbasis pondok pesantren dimana ajaran agama menjadi hal yang diutamakan.

Cita-cita dan pandangan kedepan dalam wujud visi tersebut dilakukan melalui misi-misi sebagai berikut:

a. Membekali anak asuh dengan ilmu Al-Qur’an sebagai bacaan sehari-hari

b. Menerapkan sistem kitab salafi/ kitab kuning dan modern, dengan penerapan bahasa asing (Bahasa Arab dan Inggris)

c. Menerapkan niali-nilai keagamaan melalui pembinaan akhlakul karimah

d. Mencetak kader mubhalig/mubhaligoh yang terampil dan berdedikasi

e. Melatih kemandirian dengan keterampilan dan kreatifitas yang siap bersaing di masa depan

f. Memberikan motivasi belajar menghafal Al-Qur’an secara bertahap


(53)

Berikut ini merupakan data hasil studi dokumen mengenai data anak dari latar belakang keterlantaran dan data berdasarkan tingkat pendidikan

anak yang tinggal di panti asuhan Nurul Qur’an.2 Tabel 4.1

Data anak Asuh berdasarkan Latar Belakang Keterlantaran Jenis Kelamin Yatim

Piatu

Konflik keluarga

Tidak Mampu

Orang tua tidak diketahui

Jumlah

Laki-laki 4 3 15 4 26

Perempuan 10 7 8 2 27

Total 14 10 24 6 53

Data diatas merupakan hasil studi dokumen data anak asuh di panti

asuhan Nurul Qur’an. Tabel tersebut menunjukan jumlah anak asuh di panti asuhan yaitu 53 anak dengan persentase 49 % anak laki-laki dan 51% anak perempuan. Pada data tersebut diketahui latar belakang anak yang tinggal di panti asuhan karena anak tersebut yatim dan atau piatu, konflik keluarga, tidak mampu dan orang tua tidak diketahui. Persentase anak yatim dan piatu tersebut adalah 26% (14 anak), anak korban konflik keluarga 18 % (10 anak), Tidak mampu 45 % (24 anak), Orang tua tidak diketahui 11 % (6 anak). Berdasarkan latar belakang ketelantaran anak

asuh di panti asuhan Nurul Qur’an didominasi anak dari golongan

keluarga tidak mampu dengan jumlah 24 anak. Tabel 4.2

Data anak asuh berdasarkan jenjang pendidikan

2

Hasil Studi Dokumen data anak tahun 2014

Tingkat Sekolah Laki-Laki Perempuan Jumlah

TK/SD 14 6 20

SMP 11 12 23

SMA/ Kuliah 1 9 10


(54)

Menyimak data hasil studi dokumen diatas mengenai tingkat pendidikan anak asuh menunjukan bahwa sejumlah 53 anak sedang mengikuti pendidikan mulai dari taman kanak-kanak hingga pendidikan atas dan tinggi. Pada tingkat TK dan Sekolah Dasar yang merupakan usia kanak-kanak berjumlah 20 anak (37,7 %) yang lebih didiminasi pada anak laki-laki yang berjumlah 14 anak dan perempuan 6 anak, jumlah anak asuh paling banyak yaitu pada tingkat SMP berjumlah 23 anak (43,3%), terdiri dari 11 anak laki-laki dan 12 anak perempuan, tingkat SMA dan perkuliahan berjumlah 10 anak (18,8%) terdiri dari 1 anak laki-laki dan 9 anak perempuan. Atas dasar data tersebut maka setiap anak di panti

asuhan Nurul Qur’an mendapatkan hak memperoleh pendidikan setinggi -tingginya, pada jenjang pendidikan tinggi anak diperbolehkan melanjutkan pendidikan pendidikan dengan tinggal di asrama atau mencari pekerjaan dan kembali kepada keluarganya.

4. Data Pembina dan Pengajar

Berikut ini adalah data yang diterima mengenai data pembina dan pengajar di panti asuhan Nurul Qur’an:

Tabel 4. 1

Tenaga Pembina dan Pengajar

No Nama Pendidikan Terakhir Tugas Kerja

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Syahroni Jamhuri S,Ag Nurhadi S.Ip. S.Sos.I Dede Fitria S.Pd Sugiarto S.Pd Abd.Hamid Husen Iis Nawati S,Pd Lukmanul Hakim Nur Azizah Latifah

S1 Pendidikan Agama Islam S1 Manajemen Dakwah S1 Pendidikan Bahasa Inggris S1 Pendidikan Agama Islam S1 Pendidikan Agama Islam S1 Pendidikan Agama Islam S1 Manajemen

SMA SMA

Guru Kitab Kuning Bendahara

Guru Bhs.Inggris Guru Bhs.Arab Guru Al-Qur’an Pembina Qasidah Pembina Hadroh Guru TPQ Guru Tahfiz


(1)

66

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian pada bab-bab sebelumnya maka penulis mengambil kesimpulan terkait implementasi pendidikan karakter bangsa di panti asuhan Nurul Qur’an sebagai berikut:

1. Implementasi pendidikan karakter bangsa di panti asuhan Nurul Qur’an sudah berjalan cukup efektif, dimana nilai-nilai karakter tidak hanya diajarkan tapi juga diterapkan dalam kehidupan sehari-hari anak terlantar di panti asuhan.

2. Proses implementasi di panti asuhan diintegrasikan melalui beberapa proses tahapan yaitu:

a. Proses penanaman dilakukan dengan mengenalkan dan mengajarkan niali-nilai melalui pengajaran dan tata tertib. b. Proses penumbuhan dilakukan menerapkan nilai-niali

tersebut kedalam kegiatan sehari-hari anak dengan teladan dari para guru, pembina di panti asuhan.

c. Tahap pengembangan dilaksanakan dengan memberikan tanggung jawab kepada anak asuh untuk melaksanakan tugas mereka dan pada tahap pemantapan anak sudah dilepas untuk secara mandiri melakukan kegiatan sesuai nilai yang diajarkan.


(2)

67

3. Dari 18 nilai karakter bangsa tersebut, nilai yang paling menonjol yang dilaksanakan adalah nilai religius, hal tersebut terkait dengan panti asuhan Nurul Qur’an yang berbasis pondok pesantren dan budaya solat berjamaah menjadi nilai utama yang diwajibkan kepada anak asuh.

4. Kendala yang dihadapi dalam pengimplementasian nilai karakter bangsa si panti asuhan Nurul Qur’an disebabkan karena 2 faktor, yaitu faktor dari lembaga dan faktor anak asuh.Faktor lembaga yaitu faktor yang berasal dari lembaga, seperti masih minimnya sarana dan prasarana.Faktor anak asuh yaitu faktor karena anak asuh yang pada dasarnya merupakan kondisi psikologis anak akibat ketelantaran.

5. Fungsi panti asuhan sebagai pengganti orang tua dan menjalankan pendidikan karakter telah dilakukan di panti asuhan Nurul Qur’an.

B. Saran

Diakhir penulisan penelitian ini ada beberapa hal yang penulis sarankan sebagai sumbangan pemikiran dalam mengintegrasikan 18 nilai karakter yangditerapkan di Panti Asuhan Nurul Qur’an:

1. Pihak panti asuhan hendaknya menjalin koordinasi dengan lingkungan sekolah dan masyarakat, agar dalam penerapan nilai-nilai tersebut selaras dengan lingkungan pendidikan lainnya.

2. Panti asuhan hendaknya menambah dan menyediakan sarana dan prasarana terkait pengeimplementasian pendidikan karakter.

3. Dalam nilai kejujuran, panti asuhan dapat melakukan kegiatan yang lebih variatif seperti mengadakan penilaian terhadap panti asuhah, guru atau teman sebaya yang dilakukan oleh anak.


(3)

68

4. Dalam nilai disiplin, dapat diadakan lomba kebersihan, kerapihan dan keindahan kamar dan menggunakan absensi dalam pengajian untuk dilakukan evaluasi kedisiplinan dari hasil absensi tersebut.

5. Dalam nilai kreatif, panti asuhan dapat melakukan kegiatan cooking class atau membuat karya dari barang-barang bekas. 6. Dalam nilai semangat kebangsaan dan cinta tanah air, panti

asuhan dapat mengajak anak asuhnya untuk berkunjung ke tempat bersejarah terdekat seperti monumen pancasila sakti di lubang buaya.

7. Dalam nilai bersahabat dan komunikatif, panti asuhan menerapkan buadaya salam, ssenyum dan sapa kepada seluruh anak panti, pengurus, pembina panti asuhan Nurul Qur’an, atau anak ikut berpartisipasi dalam kegiatan karang taruna dilingkungan panti asuhan.

8. Dalam nilai gemar membaca panti asuhan dapat memanfaatkan perpustakaan sebagai sarana pembelajaran dan mengadakan hari wajib membaca dan berkunjung ke perpustakaan.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Alawiyah, F., Astri, H., Wahyuni, D., Winurini, S., Hakim, L. N., & Andina, E. (2012). Perlindungan Anak. Jakarta: Pusat Pengkajian, Pengolahan Data da Informasi (P3DI).

Amin, M. M. (2001). Pendidikan Karkter Anak Bangsa. Jakarta: Badause Media Jakarta.

Andina, E. (2012). Penidikan Karakter Untuk Generasi Sehat Mental. Jakarta: P3DI Sekjen DPR RI.

Anggota IKAPI. (2013). Undang-Undang Perlindungan Anak. Bandung: Fokus Media.

Azzet, A. M. (2011). Urgensi Pendidikan Karkter di Indonesia. Jogjakarta: Ar-Ruz Media.

Damayanti, D. (2014). Panduan Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah. Yogyakarta: Araksa.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1998). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Dinas Sosial Provinsi Kalimantan Timur. (2014, Mei 2). Tahun ini Jumlah Anak Terlantar Turun DiAngka 4,1 Juta Jiwa. Diambil kembali dari http//www.dinsos.kaltimprov.go.id

Ernawati, S. (2012). Peran Panti Asuhan Dalam Membina Warga Negara yang Bertanggung Jawab. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah. (2013). Pedoman Penulisan Skripsi. Jakarta: FITK.


(5)

Herdiati, E. (2010). Evaluasi Model Pelayanan Sosial Anak Terlantar di Dalam Panti. Yogyakarta: B3P3KS.

Jalanan, T. (2012, April 14). Anak Jalanan. Diambil kembali dari http://benradit.wordpress.com

Kementrian Sosial RI. (2012). Analisis Data Kemiskinan Berdasarkan Data Pendataan Program Perlindungan Sosial. Jakarta: Balai Pustaka.

Kusnaedi. (2013). Strategi dan Implementasi Pendidikan Karakter : Panduan Untuk Orang Tua dan Guru. Bekasi: Duta Media Tama.

Listyawati, A. (2008). Penanganan Anak Terlantar Melalui Panti Asuhn Milik Perseorangan. Yogyakarta: B2P3KS PRESS.

Mulyasa, E. (2012). Manajemen Pendidikan Karakter. Jakarta: PT.Bumi Aksara. Nashir, H. (Pendidikan Karakter Berbasis Agama dan Kebudayaan ). 2013.

Yogyakarta: Multi Presindo.

Poerwadarminta, W. (2011). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Purwanto, N. (2011). Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya.

Rohman, I., El-Ashry, T., Muttaqien, M., & Nurtawab, E. (2009). Buku Pintar Islam. Jakarta: Zaman.

Salahudin, A., & Alkrienche, I. (Pendidikan Karkter (Pendidikan Berbasis Agama dan Budaya Bangsa)). 2013. Bandung: Pustaka Setia.

Salam, B. (1997). Pengantar Pedagodik (Dasar-dasar Ilmu Mendidik). Jakarta: PT.Rineka Cipta.

Sani, N. (2012, 12 27). Anak Jalanan. Diambil kembali dari http://nurmansaniikbal.blogspot.com


(6)

Save The Childrean, DEPSOS RI dan UNICEF. (2007). Seseorang yang Berguna: Kualitas Pengasuhan Panti Asuhan Anak di Indonesia. Jakarta: PT.Panji Grafika Jaya.

Soekanto, S. (2006). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT.Grafika Persada. Sugiyono. (2006). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:

Alfabeta.

Suyanto, B. (2010). Masalah Sosial Anak. Jakarta: Kencana.

Wibono, A. (2012). Pendidikan Karakter. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Zubaedi. (2011). Desain Pendidikan Karakter : Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan. Jakarta: Kencana.