Strategi Menahan Lama Tinggal Turis Dala

STRATEGI DAERAH MENAHAN LAMA TINGGAL TURIS DALAM KONTEKS
PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN: STUDI DI KOTA SINGKAWANG1
oleh Dr. Erdi, M.Si.2

A. PENDAHULUAN
Singkawang merupakan salah satu daerah di Kalimantan Barat (Kalbar)
yang industri pariwisatanya lumayan berkembang. Ketika menjelang libur
sekolah, sejak sepuluh tahun terakhir, mulailah kota ini kebanjiran pengunjung.
Pengunjung dimaksud, meskipun didominasi oleh one day visitor, tetapi tetap
membuat hotel, restoran dan tempat-tempat wisata menjadi padat. Fenomena
ini menunjukkan bahwa industri pariwisata di kota ini telah mulai berkembang
dengan cukup pesat.
Secara umum, perkembangan sektor pariwisata di Indonesia, meskipun
belum mencapai angka dua digit, tetapi sudah cukup signifikan untuk dapat
disimpulkan sementara bahwa perkembangannya baru mencapai antara 5%
hingga 8%. Namun, pertumbuhan satu digit itu telah juga berimbas pada
kesejahteraan para pihak yang terlibat dalam rentetan industri pariwisata.
Terlebih, bila nanti pembangunan pariwisata seperti yang dialami oleh Arab
Saudi, Italia, Perancis, Amerika Serikat, Turki, Australia, New Zealand dan
Singapura, yang rata-rata sudah di atas dua digit atau sekitar 13% - 18%, maka
pertumbuhan ekonomi mereka telah mencapai 7 - hingga 9% per tahun,

Padahal, UNDP (2008) hanya mematok pertumbuhan ekonomi sebesar 6% per
tahun, terutama pada Negara Sedang Berkembang.
Dari rangkaian cerita di atas, besaran pertumbuhan sektor pariwisata pada
satu daerah akan berimbas pada kesejahteraan rakyat sebesar setengah dari
pertumbuhan bidang pariwisata. Hal yang ikut berpengaruh adalah tumbuhnya
infrastruktur kepariwisataan (Maitland dan Ritchie, 2010), yang menjadi
pemancing kedatangan turis.
Pertumbuhan infrastruktur kepariwisataan akan berbanding lurus dengan
jumlah dan lama kunjungan wisatawan (Hughes, 2000). Lama kunjungan
wisatawan itu sendiri akan berbanding lurus dengan tingkat kesejahteraan
rakyat (Hall dan Müller, 2004). Dalam posisi ini, paling tidak terdapat tiga unsur
yang secara langsung berpengaruh pada kesejahteraan masyarakat di
destinasi wisata. Unsur-unsur tersebut adalah (1) keberadaan infrastruktur
kepariwisataan, (2) keunikan atraksi wisata, dan (3) lama kunjungan wisatawan
(Beeton, 2006). Semakin lama waktu kunjungan wisatawan, akan semakin besar
pengeluaran yang teralokasi kepada para pihak, baik kepada mereka yang
secara langsung berhubungan dengan penyediaan kebutuhan turis seperti
ODTW (objek dan daya tarik wisata) dan PJW (pengusaha jasa wisata) maupun
yang secara tidak langsung tetapi masih berkaitan dengan kebutuhan para
wisatawan seperti bank, penukaran uang, toko tempat berbelanja dan lain-lain.

Keberadaan infrastruktur penunjang itu dimaksudkan untuk memberikan
kenyamanan kepada turis selama berada di destinasi. Namun, masyarakat juga
1

2

Makalah disampaikan dalam Semiloka Nasional Pembangunan Ekonomi Hijau
(Green Economy) di Kalimantan Barat dalam rangka 50 tahun Fakultas Teknik
Universitas Tanjungpura pada tanggal 17 Juni 2013 di Gedung Rektorat, Lantai III
Universitas Tanjungpura, Pontianak.

Ketua University Network for Government Innovatioan (UNfGI). Penulis juga adalah seorang
Dosen pada FISIP UNTAN. Jabatan saat ini adalah sebagai Ketua Program Studi Ilmu
Administrasi Negara.

1

dapat memanfaatkan berbagai infrastruktur itu untuk mendukung aktivitas
ekonomi, sosial dan budaya mereka.
Dibalik semua itu, terdapat faktor yang tidak secara langsung berkontribusi

pada keseluruhan unsur kepariwisataan, yakni peran pemerintah sebagai
superstruktur yang memberi fondasi bagi berjalannya pengelolaan
kepariwisataan. Oleh karena itu, negara yang industri kepariwisataan telah
maju, tidak saja membangun infrastruktur kepariwisataan tetapi juga
mengimplementasikan kebijakan kepariwisataan secara konsisten dengan
menetapkan standar operasional dan prosedur (SOP) pada ODTW dan PJW
agar bersinergi dengan keinginan wisatawan. Model pembangunan yang
demikian itu, disebut pembangunan pariwisata berkelanjutan (Coccosis, 1996).
Beberapa bentuk kebijakan dimaksud adalah pembangunan infrastruktur
dasar yang dapat memberikan kemudahan akses. Selebihnya, PJW dan ODTW
merefleksikan kemudahan itu dengan melaksanakan koordinasi dalam
pelayanan turis, membuat kepastian harga, menjaga dan mempertahankan
kualitas layanan, dan memperpanjang waktu layanan dan lain-lain. Semua hal
di atas hanya mungkin terwujud bilamana terdapat kebijakan kepariwisataan
yang terimplementasi dengan baik, mulai dari perda hingga perbub/perwali
atau pergub agar dapat memberi ketenangan, kenyamanan dan keasyikan
kepada turis selama berada di destinasi wisata.
Pada sisi lain, sebagian aktivitas kepariwisataan dilakukan dengan
mengoptimalkan berbagai keunggulan yang dimiliki wilayah seperti keunggulan
alam, keberagaman budaya dan etnik, keberadaan pusat bisnis, dan

keberadaan lembaga pendidikan yang terintegrasi dengan destinasi wisata.
Model pembangunan yang demikian itulah yang dinamakan pembangunan
berwawasan lingkungan (Sakai, 2006).
Tampaknya, pemerintah di daerah tujuan wisata melakukan pembenahan
atas berbagai faktor di atas yang dibungkus secara rapi dalam bentuk
kebijakan pariwisata. Implementasi dari kebijakan yang demikian, terkandung
prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Salah satu bentuk kegiatannya
adalah melaksanakan revolusi hijau, yakni mengubah partial menjadi kawasan
sejuk dengan menanam vegetasi dan varietas tumbuhan lokal.
B. UNSUR-UNSUR PENARIK KEDATANGAN TURIS
Keunggulan destinasi baru dapat menjadi penarik kedatangan wisatawan
bilamana telah terbangun dan terkelola secara baik (Ritchie dan Crough, 2003).
Sesuangguhnya, fasilitas kepariwisataan yang terbangun oleh pemerintah
adalah tidak hanya dapat digunakan oleh wisatawan. Masyarakat atau rakyat
juga dapat menggunakan fasilitas itu secara bersama-sama.
Bila di tingkat nasional, kita temui Taman Mini Indonesia Indah (TMII) di
Jakarta; maka pada tataran global ditemui Opera Sidney di Australia, Ka’bah di
Saudi Arabia; Tembok China di Beijing dan lain-lain; sedangkan pada tataran
lokal di Kalbar juga dapat ditemui Taman Nasional (TN) Betung Kerihun di
Kapuas Hulu dan TN Danau Sentarum di Sintang dan Melawi serta Tugus

Khatulistiwa di Kota Pontianak, maka Kota Singkawang juga memiliki beberapa
tempat wisata, mulai dari pantai yang telah lama eksis hingga
penyelenggaraan kepariwisataan budaya, yakni Festival Singkawang dan
Perayaan Cap Go Meh.
Dalam kondisi seperti inilah, keberadaan objek wisata baru dapat menjadi
penarik kedatangan wisatawan (Veal, 2002). Pendek cerita, semakin banyak
dan tersebar objek dan atraksi wisata, akan semakin tersebar pula manfaat
ekonomi yang dapat diterima rakyat di sekitar destinasi. Semua itu menuntut
2

peran pemerintah sebagai pemegang otoritas wilayah untuk menetapkan
standar pelayanan yang menjadi acuan bagi pengelola di destinasi wisata
(Elliot, 2007). Model pembangunan yang dilakukan dengan mengoptimalkan
keberadaan sumber daya alam dan sumber daya manusia dengan cara
menserasikan antara penyediaan dengan aktivitas manusia, itulah yang disebut
pembangunan berwawasan lingkungan (Barrow, 2006). Salah satu bentuk nyata
dari model pembangunan demikian adalah industri pariwisata.
Lalu pertanyaannya kemudian adalah apakah industri pariwisata itu
adalah riil industri? Sebelum menjawab pertanyaan itu, berikut kita lihat
perbandingan antara proses atau rentetan industri barang dengan industri

pariwisata. Tujuan akhir dari industri adalah tersedianya devisa negara dan
terciptanya kemakmuran rakyat.
Export Barang ke LN:
Permintaan
barang ke LN

Proses
produksi

Distribusi
barang ke LN

Pembayaran dgn
dollar

Invisible Export(pembangunan pariwisata)
Kedatangan
wisatawan

Pengeluaran turis di destinasi: Akomodasi, Makan-minum,

Belanja, Transport Lokal, Attraksi wisata dan lain-lain

Devisa Negara

Jumlah Devisa
yang masuk

Gambar 1
Pariwisata sebagai ”Quick Yielding Industry”
Sumber: Davidson, 2005 disimpelkan oleh penulis.
Dari Gambar 1 di atas, terdapat dua proses produksi yang terpotong. Tidak
hanya itu, di dalam proses kedua, juga terjadi keunggulan, yakni
terbebaskannya masyarakat dari pembiayaan dan regulasi internasional yang
harus dibayar bilamana harus kirim barang ke luar negeri, sementara industri
pariwisata, masyarakat tidak dibebankan biaya tambahan kecuali memperbaiki
kualitas produksi dan performa sehingga dapat dibeli oleh turis dalam berbagai
bentuk pengeluaran.
Dalam kaitan dengan unsur penarik turis, paling tidak ada beberapa unsur.
Gambar 2 di halaman berikutnya memperlihatkan unsur dimaksud secara jelas.
Selanjutnya, dari Gambar 2 itu, ditemukan paling tidak 6 unsur yang perlu

diperhatikan dalam rangka menahan lama tinggal turis. Keenam unsur tersebut,
ternyata dapat menuai manfaat berupa pendapatan sebagaimana tergambar
pada Gambar 3 di halaman berikutnya.
Dari gambar 3, terlihat juga bahwa sektor yang berpengaruh dari
kehadiran turis tidak hanya industri atau layanan yang langsung tetapi juga
tidak langsung. Oleh karena itu, pemerintah di banyak negara berupaya untuk
memperpanjang tinggal wisatawan di daerah destinasi karena lama tinggal
secara signifikan berkontribusi lurus pada jumlah pengeluaran turis dan
selanjutnya membawa kontribusi pada perekonomian lokal.
Bilamana Singapura, Thailand dan Malaysia sudah menikmati hasil industri
kepariwisataan yang dikembangkan oleh pemerintah dan pengelola
ODTW/PJW, maka di Indonesia, kecuali Bali, Nusa Tenggara Barat dan Sumatera
Barat, masih belajar mengoperasionalkan teori ini secara nyata dalam dunia
praktis. Meskipun agak terlambat, tetapi belumlah terlalu terlambat benar
karena industri pariwisata akan terus berkembang sebagai pilihan untuk
mengembangkan ekonomi hijau.
3

.
Terbangun


1.
2.
3.
4.
5.
6.

DESTINASI
WISATA

Mengelola Pesan
Wisatawan

Informasi Dunia
Kepariwisataan
(Unsur 5A)

Puas  Berlanjut ke
kunjungan ulangan dengan

membawa rekan, sahabat dan
keluarga untuk masa tinggal
yang lebih lama

Pisiografi
Budaya dan sejarah
Aktivitas
Kejadian khusus
Superstruktur
Aktivitas potensi
pembentuk jaringan

Tidak terbangun atau tidak
sesuai dgn iklan

TURIS

Turis Kabur (memilih
destinasi lain)


Gambar 2.
Model Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan oleh penulis yang dikembangkan dari
Model Ritchie dan Crough (2003:111).
C. LAMA TINGGAL TURIS DI KOTA SINGKAWANG
Kedatangan turis ke Kalbar pada umumnya masuk melalui Pos Lintas Batas
Entikong dan Bandar Udara C.V. Oevang Oeray (Supadio) Pontianak. Data
kunjungan wisatawan ke Kalbar tahun 2007 berjumlah 19.999 orang. Turis yang
berasal dari Asean berjumlah 19.016 orang (95,53%), sedangkan yang berasal
dari negera-negara Asia, Eropa dan Amerika masing-masing berjumlah 450, 188
dan 255 orang. Pada tahun yang sama, jumlah kunjungan wisman ke
Singkawang baru berjumlah 1.898 orang atau 9,99%.
Dari sebanyak 4 (empat) agenda wisata nasional dari Kalbar, sebanyak 2
(dua) agenda adalah domian Pemerintah Kota Singkawang. Dengan dua even
kepariwisataan yang sudah menjadi event nasional itu, Pemerintah kota
Singkawang tampaknya tidak terlalu optimis dalam merebut pangsa pasar turis
karena hanya menetapkan angka minimal kunjungan melalui slogan daerah
”Pasti! Ke Singkawang” hanya sebesar 7,14%.
4

Pendapatan
dari belanja
turis untuk
pelayanan
hotel dan
pajak

Pendapatan
dari belanja
turis atas
produk
industri
retail dan
pajak
Pendapatan dari belanja
turis atas jasa dan
berbagai bentuk
pelayanan dan pajak

Pengeluaran turis

Sektor
tertier
Bisnis
grosir
(BG)

Hotel,
retail dan
layanan
bisnis

Sektor
sekunder

Pendapatan langsung (via hotel)
di daerah destinasi

Pendapatan tidak langsung (via
hotel) untuk BG dan IRT

Pendapatan dari
belanja turis
untuk sektor
rumah tangga dan
pajak

Industri
rumah
tangga

Sektor
primer

Pendapatan dari
belanja turis untuk
kebutuhan primer
dan pajak

Pendapatan induksi dari berbagai
sektor di daerah destinasi
Pendapatan induksi dari belanja
turis di daerah destinasi

Gambar 3
Struktur pengeluaran turis di destinasi wisata yang berkontribusi pada pelayanan
dan berdampak pada kesejahteraan
Sumber: Page, 2007:395 dengan beberapa modifikasi penulis
Bila motto itu harus diterjemahkan secara apa adanya, maka semestinya,
wisatawan yang belum ke Singkawang dianggap belum ke Kalbar. Oleh karena
itu angka 7,14% menjadi tidak reliabel atau terlalu kecil. Lalu, pemerintah
kemudian menaikkan probabilitas itu menjadi 15% sebagaimana Pemerintah
Kota Pontianak telah lakukan sebelumnya. Keduanya, menurut pandangan
saya, baik Pemerintah Kota Pontianak maupun Pemerintah Kota Singkawang,
dengan menetapkan probalilitas kunjungan hanya sebesar 15% dari wisatawan
yang berkunjung ke Kalbar masih terlalu kecil. Kedua kota ini, semestinya
menentukan probalitas 100% dengan deviasi 5%, terlebih Pemerintah Kota
Pontianak yang merupakan kota provinsi dimana turist sebagian besar melewati
kota ini, baik pada saat datang maupun saat pergi.
Berdasarkan angka patokan yang telah ditetapkan di atas dengan
menjadikan data kunjungan tahun 2007 sebagai baseline, maka dari sebanyak
19.016 turis, minimal jumlah kunjungan ke Singkawang adalah sebanyak 2.852
orang. Namun, ternyata jumlah kunjungan hanya berjumlah 1.898 sehingga
angka itu belum mencapai angka maksimal. Namun, prestasi implementasi
dibanding tahun 2005 yang hanya mencapai angka 5% dari jumlah wisatawan
ke Kalbar, dianggap telah lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya dan kondisi
ini terus semakin membaik. Konteks inilah yang disebut pembangunan
berkelanjutan dengan tourism sebagai sektor andalan pembangunan.
5

Data lain menunjukkan bahwa rata-rata kunjungan turis ke Kalimantan
Barat adalah 3 – 5 hari. Namun, realitas kunjungan turis ke kota ini hanya ratarata hanya 1,5 hari sehingga peluang waktu kunjung 1,5 menjadi hilang.
Berkurangnya waktu tinggal turis akan berkontribusi pada berkurangnya
pengeluaran mereka. Oleh karena itu, berdasarkan target jumlah kunjungan
dan lama tingga wisatawan, Singkawang belum mampu mencapai posisi yang
diidealkan, yakni menentukan probalitas 100% dengan deviasi 5% dan dengan
lama tinggal 3 hari.
Namun, apapun yang telah tercapai, Pemerintah Kota Singkawang telah
dianggap memberikan performa yang baik kepada turis. Tinggal ke depan,
upaya itu semakin terus diupayakan agar slogan ”Pasti! Ke Singkawang”
terwujud secara optimal.
D. KONTRIBUSI EKONOMI DAN KESEJAHTERAAN RAKYAT DARI SEKTOR
PARIWISATA PADA DESTINASI WISATA
Kontribusi yang diperoleh dari pengelolaan kepariwisataan Kota
Singkawang dalam bidang ekonomi, sosial-budaya dan lingkungan
sesungguhnya sangat besar. Namun, potensi ini akan bekerja tidak efektif
bilamana tidak dilengkapi dengan kekuatan penangkap. Bilamana kekuatan
penangkap ini tidak bekerja secara optimal, maka potensi yang tersedia akan
lepas sehingga kontribusinya akan menjadi kecil.
Sektor yang berpengaruh dari kehadiran turis tidak hanya industri atau
layanan yang langsung tetapi juga tidak langsung (Page, 2007). Oleh karena itu,
pemerintah di banyak negara berupaya untuk memperpanjang tinggal
wisatawan di daerah destinasi karena lama tinggal secara signifikan
berkontribusi lurus pada jumlah pengeluaran turis dan selanjutnya membawa
kontribusi pada perekonomian lokal. Realitas seperti ini belum mampu dicapai
oleh pemerintah Kota Singkawang dan berbagai stakeholder kepariwisataan di
kota Singkawang karena lama tinggal turis mancanegara di kota ini rata-rata
hanya 1,5 hari dari 3 hari yang mereka rencanakan sehingga kontribusi ekonomi
tidak dapat disedot secara optimal dari seluruh alokasi pengeluaran turis
mancanegara.
Hasil penelusuran dari beberapa orang turis manacegara yang berhasil
penulis temui pada beberapa ODTW di Kota Singkawang, membawa penulis
pada kesimpulan bahwa alokasi dana yang dipersiapkan oleh wisatawan untuk
melaksanakan aktivitas kepariwisataan di destinasi untuk berbagai aktivitas
wisata rata-rata sebesar US$ 250.00 dengan rencana tinggal selama 3 (tiga)
hari. Alokasi dari rencana anggaran turis ini akan digunakan untuk berbagai
keperluan, antara lain untuk membayar biaya akomodasi selama 2 – 3 malam
(30%), makan-minum selama berada di destinasi (23%), transport lokal dari
Bandara menuju hotel dan mengunjungi berbagai ODTW (10%), belanja barang
(souvenir, barang lokal dan keperluan on the spot selama berada di ODTW dan
daerah destinasi (12.5%) dan sisanya untuk berbagai aktivitas atraksi wisata
(24.5%).
Berhubung rata-rata tinggal turis di Kota Singkawang hanya 1,5 hari, maka
daya serap alokasi dana yang sudah dipersiapkan oleh wisatawan itu hanyalah
separoh atau bahkan kurang dari separoh alokasi. Paling, hanya pengeluaran
transport lokal yang dapat diserap sebesar 100% dan itupun masih relatif tidak
pasti. Oleh karena itu, semua komposisi daya serap pengeluaran turis dari
alokasi yang sudah dianggarkan di atas dihitung separoh dari alokasi, kecuali
biaya transport lokal, lainnya menjadi berkurang atau tidak terbelanjakan
6

karena lama tinggal lebih singkat dari yang direncanakan wisatawan. Analisis
daya serapnya diperlihatkan dalam Tabel 1.
Tabel 1
Formula analisis daya serap destinasi Singkawang dari Alokasi Pengeluaran
Wisatawan Mancanegara tahun 2009 – 2010 dengan jumlah turis 436
Pos Anggaran Belanja Turis

Formula Pengeluaran Turis

Akomodasi terserap 50%

{[30% x 250] x [Σ turis]} : 2

Makan-minum terserap 50%

{[23% x 250] x [436]} : 2

Belanja terserap 50%

{[12,5% x 250] x [436)} : 2

Transport Lokal terserap habisn(100%) {[10% x 250] x [436]
Attraksi wisata terserap 50%

{[24,5% x 250] x [436]} : 2

Sumber: Hasil Penelusuran Penulis, 2011.
Dari formula sebagaimana Tabel 1, dapat diisikan angka-angka daya
serap masing-masing pos anggaran turis, sehingga menjadi seperti termuat
dalam Tabel 2.
Tabel 2.
Analisis daya serap Alokasi Pengeluaran Wisatawan Mancanegara
tahun 2009 – 2010 di Kota Singkawang.
Pos Anggaran Belanja Turis

2009 – 436 wisman
(US Dollar)

Akomodasi
Makan-minum
Belanja
Transport Lokal
Attraksi wisata
Total Daya terserap (dalam US$)
Konversi: Rp 9.200,00/US$
Income seharusnya (100%)
Prosentase Loss Income
Lost Income (dalam US$)
Konversi: Rp 9.200,00/US$
Lost Income 2009 – 2010 (Rp)

16,350.00
12,535.00
6,812.50
10,900.00
13,352.50
59,950.00
Rp 551,540,000.00
US$ 109,000.00
45%
49,050.00
Rp 451,260,000.00
1,181,970,000.00

2010 – 706 wisman
(US Dollar)
26,475.00
20,297.50
11,031.25
17,650.00
21,621.25
97,075.00
Rp 893,090,000.00
US$ 176,500.00
79,425.00
Rp 730,710,000,00

Sumber: Hasil Perhitungan Penulis, 2011.
Oleh karena itu, meskipun Pemerintah Daerah Kota Singkawang, ODTW,
PJW dan berbagai aktor yang secara langsung terlibat pada urusan
kepariwisataan daerah telah mampu meningkatkan kunjungan wisatawan
mancanegara ke Kota Singkawang, tetapi belum efektif mampu menangkap
peluang income dari alokasi pengeluaran turis mancanegara secara optimal.
Yang tidak kalah penting adalah wisatawan nusantara. Tahun 2009
tercatat sebanyak 63.174 orang dan tahun 2010 tercatat sebanyak 71.684
orang. Rata-rata pengeluaran wisatawan nusantara adalah sebesar Rp
500.000,00 untuk dua hari kunjungan ke Kota Singkawang. Namun, sama
dengan wisatawan manacanegara, wisatawan nusantara juga hanya
7

berkunjung selama 1,5 hari dari dua hari kunjungan yang direncanakan.
Komposisi pengeluaran turis mancanegara adalah tidak sama dengan
komposisi turis nusantara. Formula penggunaan anggaran pengeluaran turis
nusantara itu terformulasi ke dalam Tabel 3.
Tabel 3.
Formula analisis daya serap destinasi Singkawang dari Alokasi Pengeluaran
Wisatawan Nusantara tahun 2009 – 2010
Pos Anggaran Belanja
Formula Pengeluaran Turis Nusantara
Wisnus
Akomodasi
{(25% x 500.000) x (63.174)} : 0,75
Makan-minum
{(20% x 500.000) x (63.174)} : 0,75
Belanja
{(10% x 500.000) x (63.174)} : 0,75
Transport Lokal (100%)
{(35% x 500.000) x (63.174)
Attraksi wisata
{(10% x 500.000) x (63.174)} : 0,75
Sumber: Hasil Penelusuran Penulis, 2011.
Bilamana formula di atas digunakan untuk menghitung daya serap
pengeluaran turis, maka formasi daya serap pengeluaran wisatawan nusantara
dapat dicantumkan seperti Tabel 5 berikut ini.
Tabel 4
Analisis daya serap Alokasi Pengeluaran Wisatawan Nusantara tahun
2009 – 2010 di Kota Singkawang.
Pos Anggaran Belanja Turis
Akomodasi
Makan-minum
Belanja
Transport Lokal (100%)
Attraksi wisata
Total
Semestinya
Lost Income
Prosentase Lost Income
Lost Income 2009 – 2010 (Rp)

2009

2010

5,922,562,500.00
4,738,050,000.00
2,369,025,000.00
11,055,450,000.00

6,720,375,000.00
5,376,300,000.00
2,688,150,000.00
12,544,700,000.00

2,369,025,000.00
26,454,112,500.00
31,587,000,000.00
5,132,887,500.00
16,25%
10,957,212,500.00

2,688,150,000.00
30,017,675,000.00
35,842,000,000.00
5,824,325,000.00

Sumber: Hasil Perhitungan Penulis , 2011.
Dari Tabel 4 di atas terlihat bahwa pendapatan multi pihak dari
kedatangan wisatawan nusantara ke Kota Singkawang juga masih belum
dapat diserap 100% dari alokasi yang telah dianggarkan wisatawan nusantara.
Kehilangan pendapatan dari kedatangan turis sebesar 16,25% sehingga total
income yang lepas (karena tidak dibelanjakan turis) tahun 2009 dan 2011
berturut-turut sebesar Rp 5,13 M dan Rp 5,82 M sehingga dalam dua tahun, total
income yang lepas berjumlah sekitar Rp 10,95 M.
Berdasarkan Tabel 2 dan Tabel 4, maka diperoleh angka daya serap dari
wisatawan nusantara dan wisatawan mancanegara seperti Tabel 5 berikut ini.

8

Tabel 5. Rekap daya serap Alokasi Pengeluaran Wisnus dan Wisman tahun
2009 – 2010 di Kota Singkawang.
Asal Turis

2009

Pengeluaran Wisman (Rp)
Pengeluaran Wisnus (Rp)
Total (Rp)
Income (100% - Rp)
Lost Income (Rp)
Lost Income 2009 - 2010

551,540,000.00
26,454,112,500.00
27,005,652,500.00
31,587,000,000.00
5,584,147,500.00
Rp 12,139,182,500.00

2010
893,090,000.00
30,017,675,000.00
30,910,765,000.00
35,842,000,000.00
6,555,035,000.00

Sumber: Hasil Perhitungan Penulis, 2011.
Dari angka Tabel 5 di atas, total penerimaan yang hilang karena ketidakmampuan daerah menyediakan destinasi yang membuat turis/wisatawan tidak
berlama-lama di destinasi Singkawang pada tahun 2009 adalah sebesar Rp
5,584,147,500.00, sedangkan tahun 2010 sebesar 6,555,035,000.00; sehingga
dalam dua tahun berlalu, jumlah penerimaan yang hilang menjadi sebesar Rp
12,139,182,500.00. Sebuah potensi yang cukup sayang bila terus berlanjut di
masa mendatang.
Strategi yang paling jitu adalah merancang unsur-unsur penarik (6M
sebagaimana terlihat pada Hambar 2), sedemikian rupa menjadi faktor
kedatangan penarik. Sementara pemerintah masuk pada wilayah atau area
yang tidak mungkin dimasuki PJW dan ODTW. Area dimaksud adalah
pembangunan infrastruktur dasar kepariwisataan secara langsung maupun
dengan memanfaatkan pihak ketiga yang bersedia. Pemerintah saya rasa akan
tidak sulit dalam melakukan ini sepanjang mau.
D.

LESSON LEARNING DARI HUBUNGAN ANTARA PERAN PEMERINTAH DENGAN
WISATAWAN DAN KESEJAHTERAAN RAKYAT DI DESTINASI
Pelajaran dari beberapa negara yang dianggap telah maju industri
kepariwisataannya seperti Italia dan Perancis, justru mampu memperlama
tinggal wisatawan antara 2 – 7 hari lebih lama dari waktu yang direncanakan
dan juga mampu memperbesar pengeluaran turis menjadi 150% hingga 200%
dari perencanaan semua, sedangkan Singapura, Thailand dan Malaysia selain
mampu menahan lama tinggal wisatawan menjadi lebih lama 2 hari dari
perencanaan semula, juga mampu memperbesar pengeluaran wisatawan
antara 120% hingga 140% dari perencanaan semua (OECDa, 2011).
Dari studi tentang isu dan kebijakan kepariwisataan di Negara-negara
OECD juga diperoleh informasi bahwa memperlama tinggal wisatawan akan
berimplikasi pada jadwal penerbangan atau kepulangan wisatawan dan untuk
mengatur jadwal penerbangan ulang (reschedule), semua maskapai
penerbangan yang beroperasi di Negara tersebut diwajibkan tunduk pada
kebijakan pemerintah dengan mengharuskan seluruh agen penjulan tiket
pesawat dan reservasi hotel untuk mempermudah layanan kepada turis
dengan tanpa biaya tambahan (recharge) apapun (OECDb, 2010).
Akankah kita juga mampu melakukan itu? Bila tidak mungkin, maka
kecenderungan akan kehilangan pendapatan akan terus terjadi. Oleh karena
itu, dibutuhkan regulasi khusus untuk mempermudah urusan turis dimana
pemerintah harus mengatur dan ikut mengurus atau terlibat dalam pengelolaan
kepariwisataan dengan melakukan control pada pelayanan para pihak dan
secara terus-menerus membangun infrastruktur kepariwisataan.
9

Bilamana semua infrastruktur yang terbangun itu tidak digunakan oleh turis,
maka pihak yang akan menggunakannya adalah masyarakat lokal itu sendiri.
Dengan demikian, motto sebagaimana disampaikan oleh Stiver (2001) bahwa
the essential roles of government are how serve their people as good as
possible” dapat diwujudkan melalui pembangunan pariwisata.
Dari potensi yang dimiliki oleh Indonesia pada umumnya dan Pemerintah
Kalimantan Barat pada khususnya dan terlebih khusus pada wilayah penelitian
ini dilaksanakan, tidak ada perbedaan yang terlalu mencolok dalam keindahan
alam dan budaya; justru yang berbeda hanyalah dalam hal investasi dan
pengelolaan destinasi. Dengan dua hal itu, sejuta eksotik Indonesia akan dapat
termanfaatkan dalam menarik industri pariwisata dalam rangka pembangunan
ekonomi berkelanjutan dan berwawaqsan lingkungan!

E. REFERENSI

Barrow, C.J. 2006. Environmental Management for Sustainable Development. Second
Edition. Routledge. London.
Coccosis, H. 1996. ”Tourism and Sustainablity: Perspectives and Implication” dalam
Priestley, G; Edward, J. A dan H.Coccossis. Sustai-ablity Tourism? European
Experiences. CABI, UK, 1 – 21.
Davidson, Thomas Lea. 2005. “What Are Travel and Tourism: Are They Really an Industry?”
dalam William F. Theobald (Eds.). Global Tourism, 3rd Edition. Elsevier, Amsterdam.
Gössling, Stefan; C. Michael Hall dan David B. Weaver (edt.). 2009. Sustainable Tourism
Futures: Perspectives on Systems, Restructuring, and Innovations. Routledge:
New York.
Hall, C. Michael (edt.). 2007. Pro-poor Tourism: Who Benefits? Perspective on Tourism and
Poverty Reduction. Channel View Publication. Clevedon.
Hall, C. Micthael dan Dieter K. Müller. 2004. Tourism, Mobility, and Second Homes:
Between Elite Landscape and Common Ground. Channer Vie Publication,
Clevedon
Hall, C. Mithceal dan S. J. Page. 2002. The Geography of Tourism and Recreation:
Envirorment, Place and Space. Routledge: London.
Hargrover, Kalson Charlie and Micheal H. Smith (Edt.) 2005. The Natural Advantages of
Nations: Business Opportunities International Governance in the 21-st
Century. Earthscan. London
Hughes, Howard. 2000. Arts Entertainment and Tourism. Butterwort Heinemann (BH).
Oxford.
Maitland, Robert dan Breny W. Ritchie, 2010. City Tourism: National Capital Perspectives.
CABI Publication. Wallingford
OECDa. 2011. OECD Studies on Tourism: Italy. OECD. Paris.
OECDb. 2011. OECD Tourism Trends and Policies 2010. OECD, Paris.
Page, Stephen. 2007. Tourism Management: Managing for Change. Second Edition.
Butterworth-Heinemann. Oxford.
Richard, Greg and Julie Wilson. 2007. Tourism, Creativity and Development. Routledge.
London.
Ritchie J.R. Brent dan Geoffrey I. Crougch, 2003. The Competitive Destination: A
Sustainable Tourism Perspective. Exon: CABI Pub.
Sakai, Marcia. 2006. “Public Sector Investment in Tourism Infrastructure” dalam Larry
Dweyer and Feter Forsyth. 2006. International Handbook on the Economics of
Tourism. Edward Elgar. Cheltenham.
Sharpley, Richard. 2009. Tourism Development and the Environment: Beyond
Sustainability? Earthscan: London.
Stivers, Camilla. 2001Democracy, Bureaucracy, and the Study of Administration. West
View. Oxford.
Veal, A. J. 2002. Leisure and Tourism Policy and Planning. Second Edition. CABI
Publication: Wallingford.
10