Problematika Sarjana Pendidikan dalam Pr
Problematika Sarjana Pendidikan dalam Profesi Guru
Dosen : Dra. Yasmis, M.Hum.
Mata Kuliah : Bahasa Indonesia
D
I
S
U
S
U
N
Oleh
Nurma Safitri 1407617029
Prodi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Jakarta
1
Kata pengantar
Dengan mengucap syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, dalam waktu yang
relatif singkat ini akhirnya karya ilmiah yang saya buat dapat terselesaikan.
Adapun tujuan dari karya ini adalah sebagai bentuk rasa simpati terhadap
problematika yang dihadapi oleh seorang sarjana khusunya sarjana pendidikan.
Disadari bahwa dalam karya ini masih saya dapati kekurangan dan kekhilafan oleh
karena itu, untuk yang terhormat ibu Dosen Dra. Yasmis, M.Hum dimohon
sekiranya untuk dimaafkan dan saya berharap ibu dapat memberikan saran dan
kritik yang bersifat konstruktif agar saya bisa memberikan yang lebih baik lagi
untuk kedepannya.
Semoga karya ini bisa bermanfaat khususnya bagi para sarjana pendidikan dalam
menyikapi persoalan di dunia kerja.
Jakarta, 08 Oktober 2017
Penyusun,
2
Daftar isi
Kata pengantar .............................................................................. 2
Daftar Isi ....................................................................................... 3
BAB 1
PENDAHULUAN ............................................. 4
1.
2.
3.
4.
Latar belakang ...............................................
Permasalahan .................................................
Tujuan ............................................................
Manfaat ..........................................................
4
5
5
5
BAB 2
PEMBAHASAN ............................................ 6-12
BAB 3
PENUTUP
1. Kesimpulan ................................................... 13
2. Saran ............................................................ 14
Daftar Pustaka ............................................................................... 15
3
BAB 1 PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Masalah lapangan pekerjaan di Indonesia merupakan masalah yang sangat kompleks dan
sulit untuk diatasi. Berbagai masalah pekerjaan bermunculan di negeri kita ini, salah satunya
ialah masalah pengangguran. Masalah ini telah ada sejak bertahun-tahun silam akan tetapi
hingga saat ini belum ada tindakan nyata dari semua pihak untuk mengatasi masalah tersebut.
Masalah pengangguran ini biasanya terjadi karena kurangnya lapangan pekerjaan dan lebihnya
sumber daya manusia yang ingin bekerja. Hal ini berdampak pada tingginya angka
pengangguran serta persaingan di antara pencari kerja tersebut untuk bisa bekerja di suatu
tempat.
Dalam dunia pendidikan sendiri banyak sarjana pendidikan yang tidak bekerja atau
menganggur karena tidak ada nya lapangan pekerjaan bagi sarjana tersebut. Selain itu banyak
dari mereka yang akhirnya merubah haluan dari pekerjaan yang seharusnya mereka geluti seperti
guru menjadi seorang staff finance dibank maupun dikantor karna merasa lapangan pekerjaan
sebagai guru telah terisi semua. Hal tersebut sangat disayangkan karna jika dilihat dari tingkat
pendidikan di Indonesia yang masih rendah khususnya di daerah membuktikan bahwa para guru
masih sangat dibutuhkan dalam dunia pendidikan, selain itu untuk menjadi seorang guru tidaklah
mudah perlu serangkaian pendidikan, pelatihan, dan keterampilan yang harus dimiliki oleh
seorang guru. Jika para sarjana pendidikan tersebut tidak menuangkan apa yang mereka pelajari
selama ini untuk menjadi seorang guru hal tersebut sangat disayangkan.
Untuk bisa mengatasi masalah yang kompleks ini kita harus mengetahui faktor-faktor apa
saja kah yang menyebabkan masalah ini terjadi. Jika kita lihat jumlah sekolah yang ada di
Indonesia menurut data pada tahun 2016, jumlah sekolah di Indonesia mencapai 297.368 unit.
Sekolah Dasar (SD) merupakan jenjang pendidikan dengan jumlah sekolah paling banyak, yakni
mencapai 147 ribu unit. Namun, untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) hanya mencapai 37
ribu unit sedangkan untuk jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK) cukup merata dengan jumlah masing-masing mencapai 12 ribu unit. Dari data
tersebut kita tau bahwa seharusnya lapangan pekerjaan bagi para sarjana pendidikan sangat
terbuka lebar lantas apa yang menyebabkan para sarjana tersebut tidak memiliki pekerjaan.
Menurut informasi yang saya dapatkan hal tersebut disebabkan karena kurangnya informasi
antara sarjana pencari pekerjaan tersebut dengan orang-orang pemberi kerja. Tidak ada
komunikasi yang baik antara kedua belah pihak, selain itu banyak dari calon guru enggan
mengajar di daerah-daerah terpencil karena berbagai alasan klasik.
Selain itu, pemerintah juga seringkali membeda-bedakan hak antara guru-guru yang
mengajar di kota dengan guru-guru yang mengajar di desa. Guru-guru di kota memiliki berbagai
macam tunjangan yang menunjang ekonominya, sedangkan guru-guru di desa seringkali digaji
dengan tidak wajar dan telat dari waktu yang seharusnya. Akhirnya hal tersebut menyebabkan
sekolah-sekolah didaerah kekurangan tenaga pengajar untuk mengajar disekolahnya. Selain
faktor-faktor tersebut masih terdapat banyak faktor lainnya, untuk itu mari kita bahas lebih jauh
masalah ini.
4
2. PERMASALAHAN
Pada pembahasan sebelumnya kita telah membahas sedikit mengenai sebab mengapa akhirnya
para sarjana pendidikan lebih memilih bekerja diluar dari keahliannya salah satunya ialah karena
kurangnya lapangan pekerjaan yang ada, tidak adanya komunikasi yang baik antar pihak pemberi
kerja dan pencari kerja serta faktor-faktor lainnya, untuk itu pada bab ini kita akan membahas
lebih dalam lagi mengenai permasalahan tersebut.
Menurut data yang saya dapat faktor-faktor penyebab hal ini dapat kita bedakan menjadi dua,
yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal ialah faktor dimana hal tersebut
dipengaruhi oleh hal-hal luar seperti jumlah lapangan pekerjaan, kurangnya relasi, kemampuan
yang kurang mumpuni dan faktor lainnya. Faktor ini lebih mudah kita atasi jika dibandingkan
dengan faktor internal dimana masalah yang menjadi penyebab hal tersebut ialah pribadi dari
sarjana itu sendiri.
Faktor internal itu sendiri meliputi perasaan kurangnya rasa cinta terhadap apa yang mereka
pelajari. Seorang sarjana pendidikan akan tetapi tidak mencintai ilmu nya dan tidak menyukai
bidang yang akan ia geluti. Tidak sedikit lulusan sarjana pendidikan yang enggan untuk menjadi
seorang guru. Rata-rata dari mereka terjebak didalam jurusan yang dipilihnya dan terpaksa
mengeluti sesuatu yang tidak mereka sukai hanya untuk mendapatkan status seorang sarjana,
akibatnya setelah mereka menyandang status tersebut mereka enggan mengaplikasikan ilmunya
dan memilih mengeluti ilmu yang berbeda dari yang seharusnya mereka geluti.
Selain itu faktor internal lainnya ialah kurangnya rasa empati para sarjana pendidikan terhadap
nasib pendidikan di Indonesia. Banyak dari mereka yang hanya ingin mengajar dikota dan
enggan mengabdi di desa dan daerah terpencil karena merasa kesejahteraan guru di kota dan desa
berbeda. Tidak jarang dari mereka hanya mementingkan berapa gaji yang mereka dapat setelah
mengajar tanpa memperdulikan segi pendidikan. Banyak dari mereka yang mencuri waktu kerja
untuk urusan pribadi sedangkan tugas mengajar mereka abaikan. Untuk itu marilah bersamasama kita atasi masalah-masalah tersebut agar nantinya dunia pendidikan di Indonesia menjadi
lebih baik lagi serta para sarjana pendidikan tidak hanya ada untuk sebuah kepentingan pribadi
tetapi demi kepentingan pendidikan itu sendiri, karena sejatinya pendidikan merupakan sebuah
pondasi bagi suatu bangsa untuk merubah dunia
3. TUJUAN
Tujuan dari pembuatan makalah ini ialah agar para pembaca khususnya sarjana pendidikan dan
pemerintah dapat mencari solusi bersama atas masalah yang dihadapi dalam mencari pekerjaan
yang sesuai dengan ilmu yang dimiliki oleh seorang sarjana pendidikan, serta masing-masing
pihak dapat mengintropeksi diri demi terciptanya pendidikan yang lebih baik lagi.
4. MANFAAT
5
Semoga dengan adanya makalah ini bisa menjadi pengetahuan tambahan bagi para calon sarjana
dalam menyikapi problematika menghadapi dunia kerja yang nyata. Serta bermanfaat bagi para
pembaca sebagai pengetahuan tambahan.
BAB 2 PEMBAHASAN
Perjalanan menempuh gelar Sarjana Pendidikan bukanlah hal yang mudah dan murah.
Seleksi Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dalam menjaring mahasiswa baru melalui SPMB
(Seleksi penerimaan Mahasiswa Baru), yang sekarang istilahnya menjadi SNMPTN (Seleksi
Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) sangatlah ketat, apalagi peminat ke jurusan keguruan
tidaklah sedikit. Selain harus bersaing dengan banyaknya pesaing untuk bisa memperoleh gelar
S.Pd orang tersebut juga perlu mengorbankan biaya yang tidak sedikit jumlahnya demi
menempuh pendidikan di perguruan tinggi.
Sebelum membahas mengenai sarjana pendidikan kita perlu mengetahui terlebih dahulu
apa yang dimaksud dengan pendidikan. Menurut Jhon Dewey “Pendidikan adalah proses
pembentukan kecakapan-kecakapan esensial baik secara intelektual maupun emosional.” Dari
pengertian tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa pendidikan memiliki peranan dalam
membentuk intelektual maupun emosional seseorang. Untuk itu peranan seorang pendidik sangat
diperlukan sebagai pengarah dan pembentuk sikap seseorang. 1
Sarjana Pendidikan ini biasanya memiliki profesi sebagai seorang guru “ Menurut Dr.
Sikun Pribadi profesi itu pada hakikatnya adalah suatu pernyataan atau suatu janji terbuka bahwa
seseorang akan mengabdikan dirinya kepada suatu jabatan atau pekerjaan dalam arti biasa karena
orang tersebut merasa terpanggil untuk menjabat pekerjaan itu”. 2 Sehingga mereka mengabdikan
dirinya tanpa mempersoalkan faktor-faktor lain seperti ekonomi.
Sedangkan menurut Husnul Chotimah “guru ialah mereka yang memfasilitasi transisi dari
pengetahuan dari sumber belajar ke peserta didik.”3 Jadi dapat disimpulkan bahwa guru ialah
pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik.
Apa pun materi pokok pembicaraan mengenai pendidikan, komponen guru hampir tidak
tertinggal untuk dibicarakan. Mungkin karena dianggap sebagai profesi terpenting dalam
jalannya pendidikan. Bahkan tidak mengherankan, bila kemudian ada yang mengatakan bahwa
garda terdepan keberhasilan pendidikan itu pada dasarnya adalah pada kelompok guru.
Dalam masyarakat kita, kerap dikenal ada ‘peribahasa’ guru itu adalah wajib digugu dan
ditiru. Digugu artinya didengar, diikuti dan ditaati, dan makna ditiru yaitu dicontoh. Dengan
penjelasan seperti ini, maka posisi guru mengandung makna sosial yang sangat tinggi.
1 Syarif Hidayat. Teori dan Prinsip Pendidikan. (Tangerang: Pustaka Mandiri, 2013) hlm.1
2 Barnawi & Mohammad Arifin. Etika dan Profesi Kependidikan. (Jogjakarta : Ar-Ruzz Media,
2012) hlm.109
3 http://www.gurupendidikan.co.id/8-pengertian-guru-menurut-para-ahli-pendidikan/
Tanggal 27 November 2017 pukul 19.28
6
Seiring dengan perkembangan zaman, pertanyaan mengenai status sosial guru layak
untuk diajukan kembali. Artinya, apakah posisi guru itu masih seperti itu? Ataukah sudah
bergeser? Inilah pertanyaan dasar yang perlu mendapat jawaban yang cermat, terkait dengan
iklim pembelajaran dan iklim demokrasi pendidikan sebagaimana yang terjadi dinegara kita ini.4
Masalah guru merupakan suatu pokok pembicaraan yang tidak kalah menariknya
dibanding dengan membicarakan masalah politik. Kemenarikannya itu dibuktikan dengan tidak
pernah habis-habisnya orang berbicara guru atau memainkan isus guru sebagai konsumsi politik.
Pada sisi lain, maraknya pembicaraan mengenai guru ini, karena terkait dengan masalah pribadi
setiap manusia.
Karena ketika membicarakan masalah guru, setiap orang akan terpaksa baik langsung
maupun tidak langsung memikirkan mengenai kondisi pendidikan dan masa depan putraputrinya masing-masing, kemudian akan mudah dialamatkan pada buruknya kinerja guru.
Hukum dalam dunia pendidikan itu, bila siswa berprestasi rendah, guru yang disalahkan,
sedangkan bila siswa berprestasi menonjol akan dipuji kecerdasan siswa tersebut. 5
Untuk itu guru memiliki pengaruh yang penting didalam dunia pendidikan. Seorang guru
menjadi tolak ukur dari keberhasilan pembelajaran yang ada di sekolah, jika perilaku seorang
anak menyimpang ke arah yang buruk guru dinilai tidak mampu membimbing siswanya dengan
baik padahal jika kita telaah kembali seharusnya orang tua lah yang memiliki peranan utama
dalam mendidik anak-anaknya agar dapat memiliki sikap yang baik, guru dan orang tua harus
bahu-membahu dalam mendidik siswa tersebut. Tanggung jawab pembelajaran tersebut harus
ditanggung secara bersama-sama bukan untuk mencari siapa yang patut untuk disalahkan.
Sebab pembelajaran yang berkualitas seharusnya ialah pembelajaran yang mampu
meletakkan posisi guru dengan tepat sehingga guru dapat memainkan perannya sesuai dengan
kebutuhan belajar peserta didik.6 Karena tidak semua peserta didik memiliki kebutuhan yang
sama dalam proses pembelajaran, sebagai seorang guru mereka dituntut untuk bisa memberikan
kebutuhan yang sesuai keinginan peserta didiknya.
Guru sebagi pelaku sosial dimasyarakat. Dengan adanya guru pula, proses sosial
dimasyarakat mengalami perubahan. Kendati pun, pada dasarnya para pelaku itu sendiri bukan
guru dalam pengertian guru formal (sebuah lembaga pendidikan) tetapi banyak yang
berlatarbelakang sebagai guru pendidikan non-formal.
Pada posisi inilah guru adalah pelaku sosial dan pelaku utama dalam proses rekayasa
sosial atau pembaharuan dimasyarakat. Guru adalah agen perubahan termasuk sekaligus menjadi
bagian penting dari perubahan sosial.
4 Momon Sudarma. Profesi Guru : Dipuji, Dikritisi, dan Dicaci. ( Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2013) hlm.6
5
Ibid.............................................................................................................................................
............... hlm.5
6 Opcit. Barnawi dan Mohammad
Arifin .................................................................................................... hlm.69
7
Dari banyaknya peran yang dilakukan seorang guru terdapat banyak problematika yang
harus dihadapi dalam menjalankan profesinya. Sebagai lulusan Sarjana, dengan gelar Sarjana
Pendidikan (S.Pd.), tentunya menjadi guru PNS (Pegawai Negeri Sipil) adalah cita-cita setiap
sarjana pendidikan. Pengertian guru PNS adalah guru Pegawai Negeri Sipil yang dijamin oleh
Pemerintah. Guru ini dibagi menjadi PNS, PNS Depag (Departemen Agama/Kementerian
Agama) dan PNS DPK (PNS Dinas yang dipekerjakan pada sekolah swasta).
Berdasarkan data Kemendikbud pada BPSDMPK, jumlah guru PNS di seluruh
Indonesia mencapai 1.330.512 guru. Terdiri dari Guru PNS (1.297.670 orang), PNS Depag
(6.819 orang) dan PNS DPK (26.023 orang). Guru PNS saat ini adalah kategori guru yang
cukup sejahtera dengan segala tunjangan dan jaminan hidup yang mereka dapatkan
dibandingkan dengan yang lain. 7
Selain menjadi guru PNS banyak dari mereka sarjana pendidikan menyalurkan
kemampuannya menjadi guru honorer sebagai batu loncatan karier agar bisa menjadi seorang
guru PNS, sebab untuk bisa menjadi seorang PNS dibutuhkan kualifikasi dan pengalaman
bekerja yang mumpuni. Secara kasat mata, mereka sering tampak jauh berbeda dari guru tetap
(PNS). Guru honorer memiliki gaji pokok yang jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan guru
PNS, selain itu tunjangan yang diberikan kepada guru honorer sangat berbeda dengan guru PNS
dengan berbagai macam tunjangan yang diberikan. Berikut adalah gambaran perbandingan
antara gaji guru PNS dan Non PNS :
Hal ini lah yang biasanya menjadi problematika dalam dunia pendidikan dimana guru
honorer merasa kesejahteraan hidupnya tidak terpenuhi padahal jika dibandingkan dengan guru
7 http://www.mildaini.com/2015/11/guru-beda-status-beda-perlakuan-beda.html
Tanggal 27 November 2017 pukul 19.30
8
PNS mereka memiliki kualifikasi dan jam kerja serta kemampuan yang sama dalam memberikan
pelajaran di sekolah. Tidak hanya itu, status sosial antara guru honorer dengan guru PNS juga
sangat berbeda guru honorer sering kali dipandang sebelah mata dan tidak dihormati dalam
lingkungan masyarakat maupun pendidikan banyak guru PNS yang merasa dirinya memiliki
derajat yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan guru honorer.
Terobosan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengakui keberadaan guru honorer
adalah melalui tunjangan fungsional (Jafung). Jafung merupakan tunjangan yang diberikan
kepada guru non PNS, dengan besarnya Rp. 300.000 per bulan yang pembayarannya dicairkan
setiap enam bulan sekali dan kriteria penerimaan jafung ditetapkan berdasarkan kuota masingmasing kabupaten/kota dengan syarat jumlah mengajar minimal 24 jam tatap muka per minggu.
Sebelum pencairan jafung, terlebih dahulu harus mendapatkan persetujuan dari Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud). Dalam hal ini, Mendikbud melihat berdasarkan data
dari Dapodik (Data Pokok Pendidik). Permasalahan baru pun muncul, pasalnya data yang
tercantum dalam Dapodik tak luput dari manipulasi, terutama bagi sekolah yang kelebihan guru,
mengapa? Salah satu faktor penyebabnya adalah sertifikasi guru. Berdasarkan aturan, guru yang
telah bersertifikasi jumlah jam mengajar yang harus terpenuhi adalah 24 jam tatap muka per
minggu. Jika kurang dari 24 jam, maka guru bersangkutan berkewajiban melakukan pemenuhan
di sekolah lain. Oleh karena itu, yang menjadi korban adalah guru honorer, karena sebagian
jumlah ngajar mereka diberikan kepada guru bersertifikasi untuk memenuhi kuotanya.
Hal ini, seperti diungkapkan oleh salah satu guru honorer yang bekerja di salah satu
instansi pendidikan Kota Tasikmalaya “Jumlah mengajar dalam Dapodik hanya 4 jam, sementara
hampir setiap hari mengajar di sekolah tersebut”. Lebih ironis lagi ada salah satu temannya yang
mengaku biasanya suka mendapatkan jafung secara rutin, namun setelah adanya Dapodik
pencairan jafung tidak lagi diterimanya.
Sarjana pendidikan berstatus sebagai guru honorer sama halnya dengan abdi Negara,
bertugas untuk mendidik dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Harus mendapatkan perhatian
khusus dan serius berkenaan dengan honor yang layak untuk mereka dapatkan. Minimalnya,
honor yang mereka dapatkan sesuai dengan gaji UMR (Upah Minimum Regional) berdasarkan
daerah tempat mereka mengabdikan diri. Dengan begitu, setiap guru honorer akan merasa bahwa
keberadaan dirinya benar-benar diakui oleh pemerintah. Bukan sebatas robot belaka yang harus
taat dan terus mengabdi tanpa mendapatkan penghidupan yang layak.8
8 https://www.kompasiana.com/dedetaufik/rendahnya-harga-sarjanapendidikan_54f4172d745513992b6c8746
Tanggal 27 November 2017 pukul 19.33
9
Maka dari itu pemerintah harus memperhatikan nasib guru honorer, bagaimana agar
kesejahteraan mereka dan PNS tidak berketimpangan jauh sehingga tidak menimbulkan
kecemburuan sosial antar pihak, selain itu dengan meningkatnya kesejahteraan guru honorer
akan meningkatkan produktifitas dan semangat kerja di kalangan mereka sehingga mereka tidak
memiliki pemikiran untuk berhenti menjadi seorang guru honorer karena akan berpengaruh para
dunia pendidikan yang hingga kini masih memiliki kekurangan dalam jumlah pendidik. Kondisi
tersebut akan diperparah jika guru honorer memiliki pemikiran untuk berhenti menjadi seorang
guru.9
Jika kita lihat beberapa tahun terakhir jumlah sarjana pendidikan yang bekerja sebagai
seorang guru semakin menurun jumlahnya, banyak dari mereka yang memilih untuk berkarier
menjadi seorang karyawan disebuah perusahaan maupun menjadi pegawai bank. Hal tersebut
dirasa sangat disayangkan karena kompetensi yang telah dimiliki oleh seorang sarjana
pendidikan seharusnya dapat diterapkan dan disalurkan kedalam dunia pendidikan agar nantinya
pendidikan di Indonesia menjadi lebih baik lagi. Jumlah guru di Indonesia dirasa masih belum
cukup untuk menunjang pendidikan di Indonesia terbukti dengan diagram dibawah ini yang
menunjukan rasio perbandingan antara jumlah guru dan murid di Indonesia :
9 https://www.kompasiana.com/dedetaufik/rendahnya-harga-sarjanapendidikan_54f4172d745513992b6c8746
http://www.gurupendidikan.co.id/8-pengertian-guru-menurut-para-ahli-pendidikan/
http://www.mildaini.com/2015/11/guru-beda-status-beda-perlakuan-beda.html
tanggal 27 November 2017 pukul 19.30
10
Dari diagram tersebut kita dapat melihat rasio perbandingan antara jumlah guru dan
murid di Indonesia mencapai angka 18,2 %. Hal tersebut menunjukan bahwa terdapat 18,2 %
jumlah guru yang masih dibutuhkan oleh murid atau siswa. Jika kita bandingkan dengan negara
maju lainnya jumlah tersebut dirasa masih sangat besar. Jepang misalnya, negara tersebut hanya
membutuhkan 13,1% jumlah guru yang belum terpenuhi.
Untuk itu seharusnya kita perlu mencontoh Jepang sebagai negara di Asia yang mampu
berkembang menjadi negara maju, padahal jika kita lihat melalui kilas balik sejarah dahulu
Jepang merupakan negara kecil dengan pusat kota Hirosima dan Nagasaki yang dijatuhi oleh
bom atom sehingga meluluhlantahkan wilayahnya, akan tetapi hal utama yang ditanyakan oleh
pemimpin Jepang saat itu adalah “berapa jumlah guru yang tersisa”. Hal tersebut menunjukan
betapa pentingnya peran seorang pendidik dalam membangun sebuah negara, terbukti dengan
Jepang yang akhirnya bisa bangkit kembali dan berkembang menjadi negara yang maju.
Selain itu sebagai calon guru sarjana pendidikan juga perlu memiliki rasa cinta terhadap
profesinya sehingga kecintaan terhadap profesi tersebut tidak bisa dihalangi oleh masalah
pribadi seperti faktor ekonomi dan lainnya. Guru perlu memahami bahwa profesinya adalah
anugerah Tuhan yang tak ternilai harganya. Pekerjaan guru merupakan pekerjaan yang mulia,
mulia dihadapan Tuhan dan di hadapan manusia, Jadi kerjakanlah pekerjaan guru dengan
penuh tanggung jawab dan jangan semata-mata mengejar materi. 10
10 Barnawi dan Mohammad Arifin. Etika dan Profesi Kependidikan. (Jogjakarta : Ar-Ruzz
Media, 2012) hlm.103
11
Untuk itu, sarjana pendidikan perlu menjalani profesinya dengan keiklasan hati tanpa
paksaan, serta belajar bagaimana cara agar dapat menjadi seorang guru yang prefesional. Sebab
seorang guru memerlukan komponen yang membentuk profesionalisme seperti : 1. Menjadi
sumber penghasilan kehidupan, 2. Memerlukan keahlian, 3. Memerlukan kemahiran, 4.
Memerlukan kecakapan, 5. Adanya standar mutu dan 6. Memerlukan pendidikan profesi. Halhal tersebut dapat membentuk profesionalisme seorang guru. 11
Dihadapan peserta didiknya, guru memiliki dua buah pilihan. Apakah ia akan menjadi
insan yang membosankan atau menjadi insan yang selalu memberi pengaruh positif dalam
hidup peserta didiknya. Sebab guru dituntut memiliki kemampuan lebih terutama dalam
mengelola semua sumber daya. 12
11 Momon Sudarma. Profesi Guru : Dipuji, Dikritisi dan Dicaci. (Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada, 2013) hlm.29
12 Barnawi dan Mohammad Arifin
loc.cit .................................................................................................... hlm.103
12
BAB 3 PENUTUP
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Guru merupakan elemen yang penting di dalam dunia pendidikan, guru sebagai
fasilitator dalam pembelajaran harus memiliki kemampuan yang mumpuni dalam mendidik
peserta didik agar menjadi generasi yang membanggakan. Pembelajaran yang baik haruslah
pembelajaran yang mampu meletakkan posisi guru dengan tepat sehingga guru dapat
memainkan perannya sesuai dengan kebutuhan belajar peserta didik.
Orang tua dan guru memiliki peran yang sama-sama penting dalam mendidik anakanaknya, mereka harus bahu-membahu bekerjasama dalam membimbing anak-anaknya agar
dapat menjadi generasi yang membanggakan, bukan malah saling menyalahkan satu dengan
yang lainnya. Orang tua tidak bisa hanya berpangku tangan dan menyerahkan pendidikan
anaknya kepada guru disekolah saja, begitupun dengan seorang guru.
Selain itu, guru harus memiliki kecintaan terhadap profesinya. Mereka harus
memahami betul makna menjadi seorang guru yang baik bagi peserta didiknya.
Profesionalisme yang ada pada diri seorang guru harus terpupuk dan menjadi jati dirinya,
sehingga jika terdapat faktor-faktor penghambat dan permasalahan yang dihadapi seperti
masalah ekonomi dan kesejahteraan, guru tidak mudah menyerah dan beralih posisi ke
bidang lain.
Begitupun dengan peran pemerintah, pemerintah perlu menata ulang kebijakan
yang ada. Kesejahteraan guru baik PNS maupun Non PNS perlu mendapatkan perhatian
lebih agar nantinya kehidupan dan kesejahteraan guru meningkat. Guru sebagai abdi Negara,
bertugas untuk mendidik dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Harus mendapatkan perhatian
khusus dan serius berkenaan dengan honor yang layak untuk mereka dapatkan , sehingga
tidak ada lagi guru yang merasakan kesejahteraannya tertinggal.
Saran
Dalam upaya meningkatkan pendidikan di Indonesia semua elemen dalam dunia
pendidikan memiliki peranannya masing-masing. Guru sebagai fasilitator perlu memiliki
13
kecintaan dan dedikasi yang tinggi terhadap profesinya sehingga dari kecintaan itu lah
nantinya membentuk profesionalisme diri seorang guru.
Orang tua wajib memperhatikan pendidikan anak-anaknya tidak hanya berpangku
tangan menyerahkan tugas tersebut kepada guru. Mereka harus bahu-membahu dalam
mendidik generasi muda yang baik dalam berfikir maupun bertindak. Kewajiban orang tua
sebagai madrasah utama bagi anak-anaknya tidak dapat ditinggalkan dan mengantinya
dengan peran guru. Kewajiban tersebut perlu diterapkan, guru hanya sebatas bonus bagi
orang tua untuk membantu dalam mendidik anak-anaknya bukan sebagai pengganti tanggung
jawab sebagai orang tua.
Peran pemerintah juga dibutuhkan dalam merombak kebijakan-kebijakan yang
dirasa kurang dalam pendidikan di Indonesia. Kebijakan yang menimbulkan banyak
permasalahan harus dikaji kembali dan dicari penyelesaiaannya. Kesejahteraan guru juga
perlu mendapatkan perhatian khusus, sebab guru merupakan abdi negara dan pahlawan tanpa
tanda jasa yang memiliki peranan dalam menghasilkan generasi yang gemilang. Sudah
sepantasnya kesejahteraan guru terjamin jika kita lihat dari perannya yang begitu besar bagi
sebuah negara.
14
Daftar Pustaka
Barnawi dan Mohammad Arifin, Etika dan Profesi Kependidikan. Jogjakarta : Ar-Ruzz Media,
2012
Hidayat Syarif, Teori dan Prinsip Pendidikan. Tangerang : Pustaka Mandiri, 2013
Sudarmo Momon, Profesi Guru : Dipuji, Dikritisi dan Dicaci. Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada, 2013
http://www.gurupendidikan.co.id/8-pengertian-guru-menurut-para-ahli-pendidikan/
https://www.kompasiana.com/dedetaufik/rendahnya-harga-sarjana-pendidikan
54f4172d745513992b6c8746
http://www.mildaini.com/2015/11/guru-beda-status-beda-perlakuan-beda.html
https://www.kompasiana.com/dedetaufik/rendahnya-harga-sarjanapendidikan_54f4172d745513992b6c8746
http://www.gurupendidikan.co.id/8-pengertian-guru-menurut-para-ahli-pendidikan/
http://www.mildaini.com/2015/11/guru-beda-status-beda-perlakuan-beda.html
15
Dosen : Dra. Yasmis, M.Hum.
Mata Kuliah : Bahasa Indonesia
D
I
S
U
S
U
N
Oleh
Nurma Safitri 1407617029
Prodi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Jakarta
1
Kata pengantar
Dengan mengucap syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, dalam waktu yang
relatif singkat ini akhirnya karya ilmiah yang saya buat dapat terselesaikan.
Adapun tujuan dari karya ini adalah sebagai bentuk rasa simpati terhadap
problematika yang dihadapi oleh seorang sarjana khusunya sarjana pendidikan.
Disadari bahwa dalam karya ini masih saya dapati kekurangan dan kekhilafan oleh
karena itu, untuk yang terhormat ibu Dosen Dra. Yasmis, M.Hum dimohon
sekiranya untuk dimaafkan dan saya berharap ibu dapat memberikan saran dan
kritik yang bersifat konstruktif agar saya bisa memberikan yang lebih baik lagi
untuk kedepannya.
Semoga karya ini bisa bermanfaat khususnya bagi para sarjana pendidikan dalam
menyikapi persoalan di dunia kerja.
Jakarta, 08 Oktober 2017
Penyusun,
2
Daftar isi
Kata pengantar .............................................................................. 2
Daftar Isi ....................................................................................... 3
BAB 1
PENDAHULUAN ............................................. 4
1.
2.
3.
4.
Latar belakang ...............................................
Permasalahan .................................................
Tujuan ............................................................
Manfaat ..........................................................
4
5
5
5
BAB 2
PEMBAHASAN ............................................ 6-12
BAB 3
PENUTUP
1. Kesimpulan ................................................... 13
2. Saran ............................................................ 14
Daftar Pustaka ............................................................................... 15
3
BAB 1 PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Masalah lapangan pekerjaan di Indonesia merupakan masalah yang sangat kompleks dan
sulit untuk diatasi. Berbagai masalah pekerjaan bermunculan di negeri kita ini, salah satunya
ialah masalah pengangguran. Masalah ini telah ada sejak bertahun-tahun silam akan tetapi
hingga saat ini belum ada tindakan nyata dari semua pihak untuk mengatasi masalah tersebut.
Masalah pengangguran ini biasanya terjadi karena kurangnya lapangan pekerjaan dan lebihnya
sumber daya manusia yang ingin bekerja. Hal ini berdampak pada tingginya angka
pengangguran serta persaingan di antara pencari kerja tersebut untuk bisa bekerja di suatu
tempat.
Dalam dunia pendidikan sendiri banyak sarjana pendidikan yang tidak bekerja atau
menganggur karena tidak ada nya lapangan pekerjaan bagi sarjana tersebut. Selain itu banyak
dari mereka yang akhirnya merubah haluan dari pekerjaan yang seharusnya mereka geluti seperti
guru menjadi seorang staff finance dibank maupun dikantor karna merasa lapangan pekerjaan
sebagai guru telah terisi semua. Hal tersebut sangat disayangkan karna jika dilihat dari tingkat
pendidikan di Indonesia yang masih rendah khususnya di daerah membuktikan bahwa para guru
masih sangat dibutuhkan dalam dunia pendidikan, selain itu untuk menjadi seorang guru tidaklah
mudah perlu serangkaian pendidikan, pelatihan, dan keterampilan yang harus dimiliki oleh
seorang guru. Jika para sarjana pendidikan tersebut tidak menuangkan apa yang mereka pelajari
selama ini untuk menjadi seorang guru hal tersebut sangat disayangkan.
Untuk bisa mengatasi masalah yang kompleks ini kita harus mengetahui faktor-faktor apa
saja kah yang menyebabkan masalah ini terjadi. Jika kita lihat jumlah sekolah yang ada di
Indonesia menurut data pada tahun 2016, jumlah sekolah di Indonesia mencapai 297.368 unit.
Sekolah Dasar (SD) merupakan jenjang pendidikan dengan jumlah sekolah paling banyak, yakni
mencapai 147 ribu unit. Namun, untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) hanya mencapai 37
ribu unit sedangkan untuk jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK) cukup merata dengan jumlah masing-masing mencapai 12 ribu unit. Dari data
tersebut kita tau bahwa seharusnya lapangan pekerjaan bagi para sarjana pendidikan sangat
terbuka lebar lantas apa yang menyebabkan para sarjana tersebut tidak memiliki pekerjaan.
Menurut informasi yang saya dapatkan hal tersebut disebabkan karena kurangnya informasi
antara sarjana pencari pekerjaan tersebut dengan orang-orang pemberi kerja. Tidak ada
komunikasi yang baik antara kedua belah pihak, selain itu banyak dari calon guru enggan
mengajar di daerah-daerah terpencil karena berbagai alasan klasik.
Selain itu, pemerintah juga seringkali membeda-bedakan hak antara guru-guru yang
mengajar di kota dengan guru-guru yang mengajar di desa. Guru-guru di kota memiliki berbagai
macam tunjangan yang menunjang ekonominya, sedangkan guru-guru di desa seringkali digaji
dengan tidak wajar dan telat dari waktu yang seharusnya. Akhirnya hal tersebut menyebabkan
sekolah-sekolah didaerah kekurangan tenaga pengajar untuk mengajar disekolahnya. Selain
faktor-faktor tersebut masih terdapat banyak faktor lainnya, untuk itu mari kita bahas lebih jauh
masalah ini.
4
2. PERMASALAHAN
Pada pembahasan sebelumnya kita telah membahas sedikit mengenai sebab mengapa akhirnya
para sarjana pendidikan lebih memilih bekerja diluar dari keahliannya salah satunya ialah karena
kurangnya lapangan pekerjaan yang ada, tidak adanya komunikasi yang baik antar pihak pemberi
kerja dan pencari kerja serta faktor-faktor lainnya, untuk itu pada bab ini kita akan membahas
lebih dalam lagi mengenai permasalahan tersebut.
Menurut data yang saya dapat faktor-faktor penyebab hal ini dapat kita bedakan menjadi dua,
yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal ialah faktor dimana hal tersebut
dipengaruhi oleh hal-hal luar seperti jumlah lapangan pekerjaan, kurangnya relasi, kemampuan
yang kurang mumpuni dan faktor lainnya. Faktor ini lebih mudah kita atasi jika dibandingkan
dengan faktor internal dimana masalah yang menjadi penyebab hal tersebut ialah pribadi dari
sarjana itu sendiri.
Faktor internal itu sendiri meliputi perasaan kurangnya rasa cinta terhadap apa yang mereka
pelajari. Seorang sarjana pendidikan akan tetapi tidak mencintai ilmu nya dan tidak menyukai
bidang yang akan ia geluti. Tidak sedikit lulusan sarjana pendidikan yang enggan untuk menjadi
seorang guru. Rata-rata dari mereka terjebak didalam jurusan yang dipilihnya dan terpaksa
mengeluti sesuatu yang tidak mereka sukai hanya untuk mendapatkan status seorang sarjana,
akibatnya setelah mereka menyandang status tersebut mereka enggan mengaplikasikan ilmunya
dan memilih mengeluti ilmu yang berbeda dari yang seharusnya mereka geluti.
Selain itu faktor internal lainnya ialah kurangnya rasa empati para sarjana pendidikan terhadap
nasib pendidikan di Indonesia. Banyak dari mereka yang hanya ingin mengajar dikota dan
enggan mengabdi di desa dan daerah terpencil karena merasa kesejahteraan guru di kota dan desa
berbeda. Tidak jarang dari mereka hanya mementingkan berapa gaji yang mereka dapat setelah
mengajar tanpa memperdulikan segi pendidikan. Banyak dari mereka yang mencuri waktu kerja
untuk urusan pribadi sedangkan tugas mengajar mereka abaikan. Untuk itu marilah bersamasama kita atasi masalah-masalah tersebut agar nantinya dunia pendidikan di Indonesia menjadi
lebih baik lagi serta para sarjana pendidikan tidak hanya ada untuk sebuah kepentingan pribadi
tetapi demi kepentingan pendidikan itu sendiri, karena sejatinya pendidikan merupakan sebuah
pondasi bagi suatu bangsa untuk merubah dunia
3. TUJUAN
Tujuan dari pembuatan makalah ini ialah agar para pembaca khususnya sarjana pendidikan dan
pemerintah dapat mencari solusi bersama atas masalah yang dihadapi dalam mencari pekerjaan
yang sesuai dengan ilmu yang dimiliki oleh seorang sarjana pendidikan, serta masing-masing
pihak dapat mengintropeksi diri demi terciptanya pendidikan yang lebih baik lagi.
4. MANFAAT
5
Semoga dengan adanya makalah ini bisa menjadi pengetahuan tambahan bagi para calon sarjana
dalam menyikapi problematika menghadapi dunia kerja yang nyata. Serta bermanfaat bagi para
pembaca sebagai pengetahuan tambahan.
BAB 2 PEMBAHASAN
Perjalanan menempuh gelar Sarjana Pendidikan bukanlah hal yang mudah dan murah.
Seleksi Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dalam menjaring mahasiswa baru melalui SPMB
(Seleksi penerimaan Mahasiswa Baru), yang sekarang istilahnya menjadi SNMPTN (Seleksi
Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) sangatlah ketat, apalagi peminat ke jurusan keguruan
tidaklah sedikit. Selain harus bersaing dengan banyaknya pesaing untuk bisa memperoleh gelar
S.Pd orang tersebut juga perlu mengorbankan biaya yang tidak sedikit jumlahnya demi
menempuh pendidikan di perguruan tinggi.
Sebelum membahas mengenai sarjana pendidikan kita perlu mengetahui terlebih dahulu
apa yang dimaksud dengan pendidikan. Menurut Jhon Dewey “Pendidikan adalah proses
pembentukan kecakapan-kecakapan esensial baik secara intelektual maupun emosional.” Dari
pengertian tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa pendidikan memiliki peranan dalam
membentuk intelektual maupun emosional seseorang. Untuk itu peranan seorang pendidik sangat
diperlukan sebagai pengarah dan pembentuk sikap seseorang. 1
Sarjana Pendidikan ini biasanya memiliki profesi sebagai seorang guru “ Menurut Dr.
Sikun Pribadi profesi itu pada hakikatnya adalah suatu pernyataan atau suatu janji terbuka bahwa
seseorang akan mengabdikan dirinya kepada suatu jabatan atau pekerjaan dalam arti biasa karena
orang tersebut merasa terpanggil untuk menjabat pekerjaan itu”. 2 Sehingga mereka mengabdikan
dirinya tanpa mempersoalkan faktor-faktor lain seperti ekonomi.
Sedangkan menurut Husnul Chotimah “guru ialah mereka yang memfasilitasi transisi dari
pengetahuan dari sumber belajar ke peserta didik.”3 Jadi dapat disimpulkan bahwa guru ialah
pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik.
Apa pun materi pokok pembicaraan mengenai pendidikan, komponen guru hampir tidak
tertinggal untuk dibicarakan. Mungkin karena dianggap sebagai profesi terpenting dalam
jalannya pendidikan. Bahkan tidak mengherankan, bila kemudian ada yang mengatakan bahwa
garda terdepan keberhasilan pendidikan itu pada dasarnya adalah pada kelompok guru.
Dalam masyarakat kita, kerap dikenal ada ‘peribahasa’ guru itu adalah wajib digugu dan
ditiru. Digugu artinya didengar, diikuti dan ditaati, dan makna ditiru yaitu dicontoh. Dengan
penjelasan seperti ini, maka posisi guru mengandung makna sosial yang sangat tinggi.
1 Syarif Hidayat. Teori dan Prinsip Pendidikan. (Tangerang: Pustaka Mandiri, 2013) hlm.1
2 Barnawi & Mohammad Arifin. Etika dan Profesi Kependidikan. (Jogjakarta : Ar-Ruzz Media,
2012) hlm.109
3 http://www.gurupendidikan.co.id/8-pengertian-guru-menurut-para-ahli-pendidikan/
Tanggal 27 November 2017 pukul 19.28
6
Seiring dengan perkembangan zaman, pertanyaan mengenai status sosial guru layak
untuk diajukan kembali. Artinya, apakah posisi guru itu masih seperti itu? Ataukah sudah
bergeser? Inilah pertanyaan dasar yang perlu mendapat jawaban yang cermat, terkait dengan
iklim pembelajaran dan iklim demokrasi pendidikan sebagaimana yang terjadi dinegara kita ini.4
Masalah guru merupakan suatu pokok pembicaraan yang tidak kalah menariknya
dibanding dengan membicarakan masalah politik. Kemenarikannya itu dibuktikan dengan tidak
pernah habis-habisnya orang berbicara guru atau memainkan isus guru sebagai konsumsi politik.
Pada sisi lain, maraknya pembicaraan mengenai guru ini, karena terkait dengan masalah pribadi
setiap manusia.
Karena ketika membicarakan masalah guru, setiap orang akan terpaksa baik langsung
maupun tidak langsung memikirkan mengenai kondisi pendidikan dan masa depan putraputrinya masing-masing, kemudian akan mudah dialamatkan pada buruknya kinerja guru.
Hukum dalam dunia pendidikan itu, bila siswa berprestasi rendah, guru yang disalahkan,
sedangkan bila siswa berprestasi menonjol akan dipuji kecerdasan siswa tersebut. 5
Untuk itu guru memiliki pengaruh yang penting didalam dunia pendidikan. Seorang guru
menjadi tolak ukur dari keberhasilan pembelajaran yang ada di sekolah, jika perilaku seorang
anak menyimpang ke arah yang buruk guru dinilai tidak mampu membimbing siswanya dengan
baik padahal jika kita telaah kembali seharusnya orang tua lah yang memiliki peranan utama
dalam mendidik anak-anaknya agar dapat memiliki sikap yang baik, guru dan orang tua harus
bahu-membahu dalam mendidik siswa tersebut. Tanggung jawab pembelajaran tersebut harus
ditanggung secara bersama-sama bukan untuk mencari siapa yang patut untuk disalahkan.
Sebab pembelajaran yang berkualitas seharusnya ialah pembelajaran yang mampu
meletakkan posisi guru dengan tepat sehingga guru dapat memainkan perannya sesuai dengan
kebutuhan belajar peserta didik.6 Karena tidak semua peserta didik memiliki kebutuhan yang
sama dalam proses pembelajaran, sebagai seorang guru mereka dituntut untuk bisa memberikan
kebutuhan yang sesuai keinginan peserta didiknya.
Guru sebagi pelaku sosial dimasyarakat. Dengan adanya guru pula, proses sosial
dimasyarakat mengalami perubahan. Kendati pun, pada dasarnya para pelaku itu sendiri bukan
guru dalam pengertian guru formal (sebuah lembaga pendidikan) tetapi banyak yang
berlatarbelakang sebagai guru pendidikan non-formal.
Pada posisi inilah guru adalah pelaku sosial dan pelaku utama dalam proses rekayasa
sosial atau pembaharuan dimasyarakat. Guru adalah agen perubahan termasuk sekaligus menjadi
bagian penting dari perubahan sosial.
4 Momon Sudarma. Profesi Guru : Dipuji, Dikritisi, dan Dicaci. ( Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2013) hlm.6
5
Ibid.............................................................................................................................................
............... hlm.5
6 Opcit. Barnawi dan Mohammad
Arifin .................................................................................................... hlm.69
7
Dari banyaknya peran yang dilakukan seorang guru terdapat banyak problematika yang
harus dihadapi dalam menjalankan profesinya. Sebagai lulusan Sarjana, dengan gelar Sarjana
Pendidikan (S.Pd.), tentunya menjadi guru PNS (Pegawai Negeri Sipil) adalah cita-cita setiap
sarjana pendidikan. Pengertian guru PNS adalah guru Pegawai Negeri Sipil yang dijamin oleh
Pemerintah. Guru ini dibagi menjadi PNS, PNS Depag (Departemen Agama/Kementerian
Agama) dan PNS DPK (PNS Dinas yang dipekerjakan pada sekolah swasta).
Berdasarkan data Kemendikbud pada BPSDMPK, jumlah guru PNS di seluruh
Indonesia mencapai 1.330.512 guru. Terdiri dari Guru PNS (1.297.670 orang), PNS Depag
(6.819 orang) dan PNS DPK (26.023 orang). Guru PNS saat ini adalah kategori guru yang
cukup sejahtera dengan segala tunjangan dan jaminan hidup yang mereka dapatkan
dibandingkan dengan yang lain. 7
Selain menjadi guru PNS banyak dari mereka sarjana pendidikan menyalurkan
kemampuannya menjadi guru honorer sebagai batu loncatan karier agar bisa menjadi seorang
guru PNS, sebab untuk bisa menjadi seorang PNS dibutuhkan kualifikasi dan pengalaman
bekerja yang mumpuni. Secara kasat mata, mereka sering tampak jauh berbeda dari guru tetap
(PNS). Guru honorer memiliki gaji pokok yang jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan guru
PNS, selain itu tunjangan yang diberikan kepada guru honorer sangat berbeda dengan guru PNS
dengan berbagai macam tunjangan yang diberikan. Berikut adalah gambaran perbandingan
antara gaji guru PNS dan Non PNS :
Hal ini lah yang biasanya menjadi problematika dalam dunia pendidikan dimana guru
honorer merasa kesejahteraan hidupnya tidak terpenuhi padahal jika dibandingkan dengan guru
7 http://www.mildaini.com/2015/11/guru-beda-status-beda-perlakuan-beda.html
Tanggal 27 November 2017 pukul 19.30
8
PNS mereka memiliki kualifikasi dan jam kerja serta kemampuan yang sama dalam memberikan
pelajaran di sekolah. Tidak hanya itu, status sosial antara guru honorer dengan guru PNS juga
sangat berbeda guru honorer sering kali dipandang sebelah mata dan tidak dihormati dalam
lingkungan masyarakat maupun pendidikan banyak guru PNS yang merasa dirinya memiliki
derajat yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan guru honorer.
Terobosan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengakui keberadaan guru honorer
adalah melalui tunjangan fungsional (Jafung). Jafung merupakan tunjangan yang diberikan
kepada guru non PNS, dengan besarnya Rp. 300.000 per bulan yang pembayarannya dicairkan
setiap enam bulan sekali dan kriteria penerimaan jafung ditetapkan berdasarkan kuota masingmasing kabupaten/kota dengan syarat jumlah mengajar minimal 24 jam tatap muka per minggu.
Sebelum pencairan jafung, terlebih dahulu harus mendapatkan persetujuan dari Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud). Dalam hal ini, Mendikbud melihat berdasarkan data
dari Dapodik (Data Pokok Pendidik). Permasalahan baru pun muncul, pasalnya data yang
tercantum dalam Dapodik tak luput dari manipulasi, terutama bagi sekolah yang kelebihan guru,
mengapa? Salah satu faktor penyebabnya adalah sertifikasi guru. Berdasarkan aturan, guru yang
telah bersertifikasi jumlah jam mengajar yang harus terpenuhi adalah 24 jam tatap muka per
minggu. Jika kurang dari 24 jam, maka guru bersangkutan berkewajiban melakukan pemenuhan
di sekolah lain. Oleh karena itu, yang menjadi korban adalah guru honorer, karena sebagian
jumlah ngajar mereka diberikan kepada guru bersertifikasi untuk memenuhi kuotanya.
Hal ini, seperti diungkapkan oleh salah satu guru honorer yang bekerja di salah satu
instansi pendidikan Kota Tasikmalaya “Jumlah mengajar dalam Dapodik hanya 4 jam, sementara
hampir setiap hari mengajar di sekolah tersebut”. Lebih ironis lagi ada salah satu temannya yang
mengaku biasanya suka mendapatkan jafung secara rutin, namun setelah adanya Dapodik
pencairan jafung tidak lagi diterimanya.
Sarjana pendidikan berstatus sebagai guru honorer sama halnya dengan abdi Negara,
bertugas untuk mendidik dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Harus mendapatkan perhatian
khusus dan serius berkenaan dengan honor yang layak untuk mereka dapatkan. Minimalnya,
honor yang mereka dapatkan sesuai dengan gaji UMR (Upah Minimum Regional) berdasarkan
daerah tempat mereka mengabdikan diri. Dengan begitu, setiap guru honorer akan merasa bahwa
keberadaan dirinya benar-benar diakui oleh pemerintah. Bukan sebatas robot belaka yang harus
taat dan terus mengabdi tanpa mendapatkan penghidupan yang layak.8
8 https://www.kompasiana.com/dedetaufik/rendahnya-harga-sarjanapendidikan_54f4172d745513992b6c8746
Tanggal 27 November 2017 pukul 19.33
9
Maka dari itu pemerintah harus memperhatikan nasib guru honorer, bagaimana agar
kesejahteraan mereka dan PNS tidak berketimpangan jauh sehingga tidak menimbulkan
kecemburuan sosial antar pihak, selain itu dengan meningkatnya kesejahteraan guru honorer
akan meningkatkan produktifitas dan semangat kerja di kalangan mereka sehingga mereka tidak
memiliki pemikiran untuk berhenti menjadi seorang guru honorer karena akan berpengaruh para
dunia pendidikan yang hingga kini masih memiliki kekurangan dalam jumlah pendidik. Kondisi
tersebut akan diperparah jika guru honorer memiliki pemikiran untuk berhenti menjadi seorang
guru.9
Jika kita lihat beberapa tahun terakhir jumlah sarjana pendidikan yang bekerja sebagai
seorang guru semakin menurun jumlahnya, banyak dari mereka yang memilih untuk berkarier
menjadi seorang karyawan disebuah perusahaan maupun menjadi pegawai bank. Hal tersebut
dirasa sangat disayangkan karena kompetensi yang telah dimiliki oleh seorang sarjana
pendidikan seharusnya dapat diterapkan dan disalurkan kedalam dunia pendidikan agar nantinya
pendidikan di Indonesia menjadi lebih baik lagi. Jumlah guru di Indonesia dirasa masih belum
cukup untuk menunjang pendidikan di Indonesia terbukti dengan diagram dibawah ini yang
menunjukan rasio perbandingan antara jumlah guru dan murid di Indonesia :
9 https://www.kompasiana.com/dedetaufik/rendahnya-harga-sarjanapendidikan_54f4172d745513992b6c8746
http://www.gurupendidikan.co.id/8-pengertian-guru-menurut-para-ahli-pendidikan/
http://www.mildaini.com/2015/11/guru-beda-status-beda-perlakuan-beda.html
tanggal 27 November 2017 pukul 19.30
10
Dari diagram tersebut kita dapat melihat rasio perbandingan antara jumlah guru dan
murid di Indonesia mencapai angka 18,2 %. Hal tersebut menunjukan bahwa terdapat 18,2 %
jumlah guru yang masih dibutuhkan oleh murid atau siswa. Jika kita bandingkan dengan negara
maju lainnya jumlah tersebut dirasa masih sangat besar. Jepang misalnya, negara tersebut hanya
membutuhkan 13,1% jumlah guru yang belum terpenuhi.
Untuk itu seharusnya kita perlu mencontoh Jepang sebagai negara di Asia yang mampu
berkembang menjadi negara maju, padahal jika kita lihat melalui kilas balik sejarah dahulu
Jepang merupakan negara kecil dengan pusat kota Hirosima dan Nagasaki yang dijatuhi oleh
bom atom sehingga meluluhlantahkan wilayahnya, akan tetapi hal utama yang ditanyakan oleh
pemimpin Jepang saat itu adalah “berapa jumlah guru yang tersisa”. Hal tersebut menunjukan
betapa pentingnya peran seorang pendidik dalam membangun sebuah negara, terbukti dengan
Jepang yang akhirnya bisa bangkit kembali dan berkembang menjadi negara yang maju.
Selain itu sebagai calon guru sarjana pendidikan juga perlu memiliki rasa cinta terhadap
profesinya sehingga kecintaan terhadap profesi tersebut tidak bisa dihalangi oleh masalah
pribadi seperti faktor ekonomi dan lainnya. Guru perlu memahami bahwa profesinya adalah
anugerah Tuhan yang tak ternilai harganya. Pekerjaan guru merupakan pekerjaan yang mulia,
mulia dihadapan Tuhan dan di hadapan manusia, Jadi kerjakanlah pekerjaan guru dengan
penuh tanggung jawab dan jangan semata-mata mengejar materi. 10
10 Barnawi dan Mohammad Arifin. Etika dan Profesi Kependidikan. (Jogjakarta : Ar-Ruzz
Media, 2012) hlm.103
11
Untuk itu, sarjana pendidikan perlu menjalani profesinya dengan keiklasan hati tanpa
paksaan, serta belajar bagaimana cara agar dapat menjadi seorang guru yang prefesional. Sebab
seorang guru memerlukan komponen yang membentuk profesionalisme seperti : 1. Menjadi
sumber penghasilan kehidupan, 2. Memerlukan keahlian, 3. Memerlukan kemahiran, 4.
Memerlukan kecakapan, 5. Adanya standar mutu dan 6. Memerlukan pendidikan profesi. Halhal tersebut dapat membentuk profesionalisme seorang guru. 11
Dihadapan peserta didiknya, guru memiliki dua buah pilihan. Apakah ia akan menjadi
insan yang membosankan atau menjadi insan yang selalu memberi pengaruh positif dalam
hidup peserta didiknya. Sebab guru dituntut memiliki kemampuan lebih terutama dalam
mengelola semua sumber daya. 12
11 Momon Sudarma. Profesi Guru : Dipuji, Dikritisi dan Dicaci. (Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada, 2013) hlm.29
12 Barnawi dan Mohammad Arifin
loc.cit .................................................................................................... hlm.103
12
BAB 3 PENUTUP
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Guru merupakan elemen yang penting di dalam dunia pendidikan, guru sebagai
fasilitator dalam pembelajaran harus memiliki kemampuan yang mumpuni dalam mendidik
peserta didik agar menjadi generasi yang membanggakan. Pembelajaran yang baik haruslah
pembelajaran yang mampu meletakkan posisi guru dengan tepat sehingga guru dapat
memainkan perannya sesuai dengan kebutuhan belajar peserta didik.
Orang tua dan guru memiliki peran yang sama-sama penting dalam mendidik anakanaknya, mereka harus bahu-membahu bekerjasama dalam membimbing anak-anaknya agar
dapat menjadi generasi yang membanggakan, bukan malah saling menyalahkan satu dengan
yang lainnya. Orang tua tidak bisa hanya berpangku tangan dan menyerahkan pendidikan
anaknya kepada guru disekolah saja, begitupun dengan seorang guru.
Selain itu, guru harus memiliki kecintaan terhadap profesinya. Mereka harus
memahami betul makna menjadi seorang guru yang baik bagi peserta didiknya.
Profesionalisme yang ada pada diri seorang guru harus terpupuk dan menjadi jati dirinya,
sehingga jika terdapat faktor-faktor penghambat dan permasalahan yang dihadapi seperti
masalah ekonomi dan kesejahteraan, guru tidak mudah menyerah dan beralih posisi ke
bidang lain.
Begitupun dengan peran pemerintah, pemerintah perlu menata ulang kebijakan
yang ada. Kesejahteraan guru baik PNS maupun Non PNS perlu mendapatkan perhatian
lebih agar nantinya kehidupan dan kesejahteraan guru meningkat. Guru sebagai abdi Negara,
bertugas untuk mendidik dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Harus mendapatkan perhatian
khusus dan serius berkenaan dengan honor yang layak untuk mereka dapatkan , sehingga
tidak ada lagi guru yang merasakan kesejahteraannya tertinggal.
Saran
Dalam upaya meningkatkan pendidikan di Indonesia semua elemen dalam dunia
pendidikan memiliki peranannya masing-masing. Guru sebagai fasilitator perlu memiliki
13
kecintaan dan dedikasi yang tinggi terhadap profesinya sehingga dari kecintaan itu lah
nantinya membentuk profesionalisme diri seorang guru.
Orang tua wajib memperhatikan pendidikan anak-anaknya tidak hanya berpangku
tangan menyerahkan tugas tersebut kepada guru. Mereka harus bahu-membahu dalam
mendidik generasi muda yang baik dalam berfikir maupun bertindak. Kewajiban orang tua
sebagai madrasah utama bagi anak-anaknya tidak dapat ditinggalkan dan mengantinya
dengan peran guru. Kewajiban tersebut perlu diterapkan, guru hanya sebatas bonus bagi
orang tua untuk membantu dalam mendidik anak-anaknya bukan sebagai pengganti tanggung
jawab sebagai orang tua.
Peran pemerintah juga dibutuhkan dalam merombak kebijakan-kebijakan yang
dirasa kurang dalam pendidikan di Indonesia. Kebijakan yang menimbulkan banyak
permasalahan harus dikaji kembali dan dicari penyelesaiaannya. Kesejahteraan guru juga
perlu mendapatkan perhatian khusus, sebab guru merupakan abdi negara dan pahlawan tanpa
tanda jasa yang memiliki peranan dalam menghasilkan generasi yang gemilang. Sudah
sepantasnya kesejahteraan guru terjamin jika kita lihat dari perannya yang begitu besar bagi
sebuah negara.
14
Daftar Pustaka
Barnawi dan Mohammad Arifin, Etika dan Profesi Kependidikan. Jogjakarta : Ar-Ruzz Media,
2012
Hidayat Syarif, Teori dan Prinsip Pendidikan. Tangerang : Pustaka Mandiri, 2013
Sudarmo Momon, Profesi Guru : Dipuji, Dikritisi dan Dicaci. Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada, 2013
http://www.gurupendidikan.co.id/8-pengertian-guru-menurut-para-ahli-pendidikan/
https://www.kompasiana.com/dedetaufik/rendahnya-harga-sarjana-pendidikan
54f4172d745513992b6c8746
http://www.mildaini.com/2015/11/guru-beda-status-beda-perlakuan-beda.html
https://www.kompasiana.com/dedetaufik/rendahnya-harga-sarjanapendidikan_54f4172d745513992b6c8746
http://www.gurupendidikan.co.id/8-pengertian-guru-menurut-para-ahli-pendidikan/
http://www.mildaini.com/2015/11/guru-beda-status-beda-perlakuan-beda.html
15