Pengaruh dukungan sosial terhadap kualit

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masa dewasa awal merupakan masa usia yang menuntut produktivitas
pada seorang individu. Seorang individu yang telah mencapai usia dewasa awal di
tuntut untuk mencapai tugas perkembangannya dengan baik, karena pada masa ini
dikatakan sebagai masa produktif, masa komitmen, masa penyesuaian, dan masa
kreatif. Tugas-tugas perkembangan masa dewasa awal dipusatkan pada harapanharapan masyarakat yang mencakup mendapatkan suatu pekerjaan, memilih
seorang teman hidup, mengatur rumah tangganya sendiri, dan bertanggung jawab
atas dirinya dan keluarganya.
Duffy & Atwater (dalam Junady & Surjaningrum, 2014) mengatakan
bahwa dewasa awal merupakan salah satu fase yang krusial dalam tahapan
perkembangan. Pada tahap ini, seseorang yang mampu hidup secara mandiri
sudah dianggap melewati masa remaja. Pemilihan karier yang tepat merupakan
salah satu usaha menuju kemandirian baik secara finansial maupun psikologis.
Karier dianggap sebagai hal yang merupakan bentuk ekspresi diri, status dan
memberikan kepuasan serta harga diri.
Pekerjaan bagi individu yang berada pada usia dewasa awal merupakan
salah satu tugas perkembangan yang memerlukan banyak tenaga, karena pada
masa ini individu dianggap sudah harus terlepas dari ketergantungan terhadap
orang tua terutama dalam segi perekonomian sehingga dituntut untuk


mendapatkan pekerjaan yang bisa mencukupi kebutuhan ekonomi individu
tersebut. Pada masa dewasa awal ini pekerjaan memberikan banyak makna bagi
individu, terutama dalam hal pengembangan diri karena masa dewasa awal ini
merupakan kesempatan yang besar untuk mengembangkan produktivitas dan
kreativitas.
Pada masa dewasa awal ini merupakan waktu untuk pembentukan
kemandirian pribadi dan ekonomi. Pada masa ini pengembangan karir menjadi
lebih penting jika dibandingkan dengan usia remaja. Kebebasan ekonomi bisa
menjadi

kriteria

kedewasaan

namun

mengembangkan

mengembangkan


kemandirian ekonomi merupakan proses yang berlangsung lama.
Pekerjaan dalam hal ini penunjang dalam aspek ekonomi menjadi faktor
penentu terhadap kualitas hidup individu. Karena dengan pekerjaan individu
mampu memenuhi kebutuhan hidup, baik sandang, pangan, dan papan, serta
kesehatan individu tersebut. Selain itu pekerjaan juga menjadi kesempatan
individu untuk meningkatkan harga dirinya. Berdasarkan pemaparan sebelumnya,
yaitu tidak dimilikinya pekerjaan pada usia dewasa awal akan mempengaruhi
kualitas hidup seseorang. Maka kondisi tersebut juga akan mempengaruhi kondisi
psikologis individu. Hal ini diperkuat oleh Izawa (dalam Junaidy & Surjaningrum,
2014) yang menyatakan pekerjaan sebagai salah satu faktor demografi yang
penting dalam mempengaruhi kualitas hidup dibandingkan faktor demografi lain.

Afiyanti (2010) mengemukakan bahwa secara umum, kualitas hidup
adalah perasaan dan pernyataan rasa puas seorang individu akan kehidupan secara
menyeluruh dan secara status mental orang lain disekitarnya harus mengakui
bahwa individu tersebut hidup dalam menjalani kehidupannya dalam kondisi yang
nyaman, jauh dari ancaman dan secara adekuat memenuhi kebutuhan dasarnya.
Frank-Stomberg (dalam Afiyanti, 2010) mendefinisikan kualitas hidup individu
secara murni dengan mengukur melalui ukuran indikator objektif dari pendapatan,

pekerjaan, edukasi, dan fungsi fisik individu.
Manfaat yang diperoleh dari bekerja diantaranya adalah keuangan,
hubungan pertemanan, bahkan kepuasan pribadi dengan mendapatkan komunitas
yang

cocok

untuk

dirinya,

mampu

mengembangkan

kreatifitas

dan

produktifitasnya yang akan mempengaruhi kualitas hidupnya. Bagi individu yang

tidak bekerja, tidak memiliki pekerjaan tidak hanya membuat seseorang tidak
memiliki penghasilan dan tidak dapat memenuhi kebutuhan finansial, namun juga
memberikan dampak tambahan berupa psikologis dan sosial, seperti kehilangan
harga diri dan status sosial yang diperoleh dari pekerjaan.
Mahasiswa sebagai individu yang telah mencapai masa dewasa awal
diharapkan telah mampu mendapatkan penghasilan demi memenuhi keperluan
selama belajar di perguruan tinggi. Dengan terjaminnya finansial, mahasiswa akan
mampu memenuhi keperluannya selama dalam perguruan tinggi, seperti
membayar biaya semester, membeli buku dan alat tulis, serta keperluan lainnya
yang akan diperlukan selama masa perkuliahan. Oleh karena itu, tidak sedikit
mahasiswa yang memilih untuk bekerja paruh waktu untuk memenuhi keperluan

perkuliahannya. Dengan bekerja, mahasiswa merasa telah mampu untuk
meringankan beban orang tuanya sebagai tanggung jawab yang harus dipenuhi
dalam usia dewasa awal.
Dari sebuah hasil penelitian yang dilakukan di Swedia, dimana individu
yang bekerja memiliki kualitas hidup yang lebih baik dibandingkan individu yang
tidak bekerja. Dalam penelitian tersebut aspek finansial dan menjadi perbedaan
yang paling menonjol antara individu yang bekerja dan tidak.. (Hultman, Hemlin,
dan Hörnquist, dalam Junaidy & Surjaningrum, 2014). Maka dapat dikatakan

bahwa aspek finansial merupakan aspek yang mempengaruhi kualitas hidup dari
individu yang tidak bekerja.
Dinas Tenaga Kerja Kota Makassar (Amiruddin, 2014) mencatat sebanyak
908.202 orang warga Makassar terdaftar sebagai pencari kerja. Data ini
merupakan data akhir tahun 2011. Mereka terdaftar sebagai pencari kerja di kantor
pemerintah dan perusahaan swasta. Menurut kepala Dinas Tenaga Kerja Kota
Makassar, jumlah ini lebih dari separuh jumlah warga Makassar sebanyak 1,6 juta,
kemudian pada tahun 2012 mengalami pengurangan dengan jumlah tenaga kerja
di Makassar sebanyak 540 ribu. Sementara jumlah pengangguran sebanyak
76.268 orang, meskipun mengalami penurunan tetapi jika melihat keadaan yang
sebenarnya masih banyak masyarakat bahkan sarjana yang baru lulus di perguruan
tinggi belum mepunyai pekerjaan. Berdasarkan statistik dinas Tenga Kerja kota
Makassar, tercatat bahwa sekitar 5.393 berstatus sarjana dengan usia dewasa awal
yaitu 20-40 tahun dari 11.246 pencari kerja.

Terkait dengan pemaparan diatas, terlihat bahwa banyak individu dengan
kategori usia dewasa awal yang masih memiliki kualitas hidup yang rendah dari
segi kemandirian ekonomi. Hal ini tentu memberikan dampak terhadap
keberlangsungan hidup individu yang juga akan mempengaruhi kualitas hidupnya
dalam beberapa aspek. Dampak yang besar adalah pada kondisi psikologis dari

individu yang tidak bekerja.Individu yang tidak bekerja kehilangan kesempatan
untuk mencapai prestasi, kemungkinan pengenalan diri, kemajuan, dan
pengembangan pribadi (Herzberg dalam Junaidy & Surjaningrum, 2014).
Berdasarkan fakta-fakta yang telah dipaparkan sebelumnya, peneliti
tertarik untuk meneliti merasa penting untuk mengetahui seperti apakualitas hidup
dari individu yang tidak bekerja khususnya pada usia dewasa awal agar
masyarakat

mampu

lebih

memahami

pentingnya

menggunakan

potensi


produktifitas dan kreatifitas pada masa dewasa awal untuk meningkatkan kualitas
hidup masyarakat.
B. Fokus Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka peneliti
bermaksud meneliti dan menjawab pertanyaan di bawah ini :
1. Apakah terdapat pengaruh dukungan sosial terhadap kualitas hidup
mahasiswa yang bekerja paruh waktu ?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui pengaruh dukungan sosial terhadap kualitas hidup
mahasiswa yang bekerja paruh waktu.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat praktis
Secara praktek, manfaat dari penelitian bagi ilmu sosial maupun
masyarakat adalah menguak sedikit dari pengaruh dukungan social
terhadap kualitas hidup dari individu pada usia dewasa awal berstatus
mahasiswa yang juga bekerja, sehingga lebih membuka wawasan
terhadap tugas perkembangan dewasa awal untuk bekerja.

2. Manfaat teoritis
a. Menjadi tambahan referensi mengenai pengaruh dukungan sosial
terhadap kualitas hidup.
b. Menjadi bahan acuan dalam membenarkan dan membantah hasil
peneliltian dan teori yang telah ada.
c. Dapat menjadi acuan bagi peneliti lain yang meneliti hal yang
terkait dalam penelitian ini.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kualitas hidup
1. Definisi
Konsep kualitas hidup saat ini telah banyak digunakan dalam
berbagai bidang, baik itu kesehatan, keperawatan, industri dan sosial.Saat
ini sangat banyak definisi tentang kualitas hidup dari berbagai pandangan
ahli.Namun belum ada pengertian soal kualitas hidup yang jelas dan
spesifik dalam memberikan pengertian. Dalam bab ini akan dijelaskan
mengenai pengertian kualitas hidup namun akan diberikan batasan pada
pembahasan analisis pengertian kualitas hidup dalam mengklarifikasi
berbagai pandangan mengenai kualitas hidup. Konsep kualitas hidup

pertama kali digunakan dalam budaya Cina yang menggambarkan tentang
nilai tertinggi dari hidup yang sering kali dihubungkan dengan
kesejahteraan dalam hidup.
Frank-Stomberg (dalam Afiyanti, 2010) mendefiniskan kualitas
hidup individu secara murni dengan mengukur melalui ukuran indikator
objektif dari pendapatan, pekerjaan, edukasi dan fungsi fisik individu.
Pendapat lain dari Pearlman (dalam Afiyanti, 2010) menjelaskan definisi
kualitas hidup dari indikator subjektif individu, yaitu persepsi seorang
individu terhadap perasaan kesejahteraannya secara subjektif. Kualitas
hidup lebih menekankan pada persepsi terkait dengan posisi dan keadaan

individu dalam hidupnya dan cenderung dipengaruhi oleh sejauh mana
pencapaian individu dalam hal ekonomi dan sosial serta perkembangan
individu dalam hidupnya sehingga konsep kualitas hidup sering
digambarkan dalam persepsi objektf dan subjektif.
2. Faktor-faktor
Goodinson dan Singleton (dalam Putri, 2009) menyebutkan tiga
faktor umum yang mempengaruhi kualitas hidup individu, yaitu keadaan
lingkungan fisik, lingkungan sosial, dan lingkungan personal individu.
Selain faktor-faktor tersebut, O’Connor (dalam Putri, 2009) mengatakan

bahwa kualitas hidup juga dapat dipengaruhi oleh domain-domain
kepuasan seperti pernikahan, kesehatan, pekerjaan, dll, peristiwa dalam
hidup yang berarti, serta standard referensi (harapan, aspirasi, perasaan
mengenai persamaan).
Namun persepsi mengenai bagaimana aspek dan faktor yang telah
disebutkan mempengaruhi tingkat kualitas hidup individu tergantung
sejauh mana seorang individu menganggap penting dan menilai aspek
tersebut dalam kehidupannya. Penilaian terhadap kualitas hidup individu
melihat persepsi subjektif individu terhadap kehidupannya.
3. Aspek-aspek
Aspek dilihat dari seluruh kualitas hidup dan kesehatan secara
umum (WHOQOL Group dalam Larasati, 2012):

a. Kesehatan fisik : penyakit dan kegelisah, tidur dan beristirahat,
energi

dan

kelelahan,


mobilitas,

aktivitas

sehari-hari,

ketergantungan pada obat dan bantuan medis, kapasitas pekerjaan.
b. Psikologis : perasaan positif, berfikir; belajar; mengingat; dan
konsentrasi,

self-esteem,penampilan

dan

gambaran

jasmani,

perasaan negatif, kepercayaan individu.
c. Hubungan sosial : hubungan pribadi, dukungan sosial, aktivitas
seksual.
d. Lingkungan : kebebasan; keselamatan fisik dan keamanan,
lingkungan rumah, sumber keuangan, kesehatan dan kepedulian
sosial, peluang untuk memperoleh keterampilan dan informasi
baru, keikutsertaan dan peluang untuk berekreasi, aktivitas di
lingkungan, transportasi.
Dimensi dari kualitas hidup yang diungkapkan oleh Raphael
(dalam Diatmi, 2014 ), yaitu: being yang mencakup 3 aspek, yakni
physical being, psychological being dan spiritual being. Dimensi kedua
adalah belonging yang terdiri dari 3 aspek, yakni physical belonging,
social belonging dan community belonging.Dimensi yang terakhir dari
kualitas hidup adalah becoming yang mencakup 3 aspek, yaitu practical
becoming, leisure becoming dan growth becoming.

Proposal Penelitian

“Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kualitas Hidup Mahasiswa Yang
Bekerja Paruh Waktu”

Andry Ardian
1471 041 016

Fakultas Psikologi
Universitas Negeri Makassar
2016
DAFTAR PUSTAKA

Afiyanti, Yati. 2010. Analisis Konsep Kualitas Hidup. Universitas Indonesia.
Jurnal Keperawatan Indonesia (13) No. 2 Hal 81-86.
Amiruddin.2014. https://www.change.org/p/dinas-tenaga-kerja-kota-makassarperhatikan-pengangguran-berantas-kemiskinan diakses 9 Maret 2016.
Junaidy, Debby. Surjaningrum, E.R. 2014.Perbedaan Kualitas Hidup Pada
Dewasa Awal yang Bekerja dan yang Tidak Bekerja.Universitas
Airlanggga.Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi (3) No. 2 Hal 102107.