Analisis Tingkat Pengangguran Terbuka Di Indonesia

(1)

SKRIPSI

ANALISIS TINGKAT PENGANGGURAN

TERBUKA DI INDONESIA

OLEH

WIDYA AGMI RAFIKA

110501013

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN

DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015


(2)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan ekonomi, upah dan inflasi terhadap pengangguran terbuka di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitaf untuk mengetahui hubungan yang signifikan antara variabel yang diteliti sehingga kesimpulan yang akan memperjelas gambaran mengenai objek yang diteliti. Dalam penelitian ini penulis menggunakan analisis dengan metode regresi liniear berganda dengan alat analisis pengolahan data menggunakan Eviews selama kurun waktu 14 tahun dari tahun 2000-2013.

Hasil penelitian ini menunjukkan hubungan positif dan signifikan antara pertumbuhan ekonomi terhadap pengangguran terbuka di Indonesia, sedangkan terdapat pengaruh yang negatif dan signifikan antara tingkat upah terhadap pengangguran terbuka di Indonesia, dan tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara inflasi terhadap pengangguran terbuka di Indonesia selama periode 2000-2013.

Kata Kunci : Pengangguran terbuka, pertumbuhan ekonomi, upah tenaga kerja dan inflasi.


(3)

ABSTRACT

The purpose of This research is for knowing about the influence of the development of economic, salary, and inflation over the available of the unemployment in Indonesia. This research is a descriptive quantitative research for knowing the influence of the significant between the variables examined so that the conclusion will clarify the description over the object. In this research the writer is using an analysis with multiple linier regression method with analysis of the data processing Eviews during the priode 14 years start from 2000-2013.

The result indicates the positive and significant correlation between the development of economic over the available of unemployment in Indonesia, whereas over the influance of the negative and significant between the level of wage over the available of unemployment in Indonesia and there is no effect of the significant between inflation over the available of unemployment in Indonesia during the priode of 2000-2013.

Key: available unemployment, the development of economic, salary of labor and inflation


(4)

SURAT PERNYATAAN

Saya yang betanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Tingkat Pengangguran Terbuka Di Indonesia” adalah benar hasil karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai tugas akademik guna menyelesaikan beban akademik pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatra Utara.

Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari perusahaan atau lembaga, dan/atau saya kutip dari hasil karya orang lain telah mendapat izin, dan/atau dituliskan sumbernya secara jelas dan sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila dikemudian hari ditemukan adanya kecurangan dan plagiat dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, 12 Januari 2015 Penulis

110501013 Widya Agmi Rafika


(5)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat, kekuatan dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini berjudul “Analisis Tingkat Pengangguran Terbuka Di Indonesia”.

Dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini penulis telah dibantu berbagai pihak. Melalui kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kaih kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulisan skripsi ini, terutama kepada :

1. Kedua orang tua tercinta, Nurianto dan Sumiati, beserta seluruh keluarga besar yang telah memberikan banyak doa, dukungan dan bimbingan baik moral maupun materil.

2. Bapak Prof. Azhar Maksum, SE,M.Ec.Ac.CA selaku dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE,M.Ec selaku Ketua dan Bapak Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Si selaku Sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonom dan Bisnis Universitas Sumatera Utara. 4. Bapak Irsyad Lubis, SE,M.Soc,Sc,Ph.D selaku Ketua Program Studi S1

Ekonomi Pembangunan dan Bapak Paidi Hidayat, SE,M.Si selku Sekretaris Progran Studi S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Kasyful Mahalli, SE.M.si selaku Dosen Pembimbing.

6. Bapak Dr. Rujiman, MA dan Bapak Haroni Doli Hamoraon, SE,M.S selaku dosen pembanding yang telah banyak memberikan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Seluruh Dosen pengajar dan pegawai di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara, khususnya Departemen Ekonomi


(6)

Pembangunan yang telah mengajarkn berbagai disiplin ilmu dan membantu proses administrasi yang dibutuhkan.

8. Seluruh sahabat dan rekan yang tidak dapat disebutkan satu per satu, penulis mengucapan terima kasih atas motivasi, saran dan doanya.

Semoga Allh SWT membalas budi dan pengorbanan yang diberikan. Penulis menyadari atas keterbatasan yang dimiliki, dan masih terdapat kekurangan di dalam skripsi ini. Maka dari itu penulis menerima saran dan kritik yang membangun demi terwujudnya kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat berguna bagi para pembacanya, khususnya kepada rekan-rekan mahasiswa Ekonomi Pembangunan.

Medan, 12 Januari 2014 Penulis


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK .. ... ... i

ABTRACT .. ... ... ii

KATA PENGANTAR ... ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 6

1.3.2 Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Pengertian Pengangguran ... 8

2.2 Pengertian Pertumbuhan Ekonomi ... 10

2.3 Pengertian Upah ... 14

2.4 Pengertian Inflasi ... 16

2.5 Penelitian Terdahulu ... 24

2.6 Kerangka Konseptual ... 29

2.7 Hipotesis ... 31

BAB III METODE PENELITIAN ... 33

3.1 Jenis Penelitian ... 33

3.2 Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional ... 34

3.3 Jenis Data ... 35

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 35

3.5 Metode Analisis ... 35


(8)

4.1 Deskriptif Objek Penelitian ... 40

4.1.1 Tingkat Pengangguran Terbuka ... 40

4.1.2 Pertumbuhan Ekonomi ... 43

4.1.3 Upah ... 44

4.1.4 Inflasi ... 46

4.2 Hasil Analisis dan Pembahasan ... 48

4.2.1 Hasil Uji Asumsi Klasik ... 48

4.2.2 Hasil Regresi Linear Berganda ... 51

4.2.3 Uji Statistik ... 53

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 59

5.1 Kesimpulan ... 59

5.2 Saran ... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 61


(9)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul

Halaman

4.1 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2000-2013 ... 44

4.2 Upah Indonesia Tahun 2000-2013 ... 45

4.3 Tingkat Inflasi Indonesia Tahun 2000-2013 ... 47

4.4 Hasil Uji Multikolinearitas ... 50

4.5 Hasil Uji LM ... 50

4.6 Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 51

4.7 Hasil Olah Data Dengan Metode Regresi Linear Berganda ... 52


(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

2.1 Kerangka Konseptual ... 31

4.1 Tingkat Pengangguran Terbuka (%) Tahun 2000-2006 ... 41

4.2 Tingkat Pengangguran Terbuka (%) Tahun 2007-2013 ... 42


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul Halaman

1 Data Pengangguran Terbuka di Indonesia Tahun 2000-2013 .... 63

2 Data Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Tahun 2000-2013 .... 64

3 Data Upah Rata-Rata Nasional di Indoensia Tahun 2000-2013 .. 65

4 Data Tingkat Inflasi di Indonesia Tahun 2000-2013... 66

5 Uji Normalitas ... 67

6 Uji Multikolinearitas ... 68

7 Uji Autokorelasi ... 69

8 Uji Heteroskedastisitas ... 70


(12)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan ekonomi, upah dan inflasi terhadap pengangguran terbuka di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitaf untuk mengetahui hubungan yang signifikan antara variabel yang diteliti sehingga kesimpulan yang akan memperjelas gambaran mengenai objek yang diteliti. Dalam penelitian ini penulis menggunakan analisis dengan metode regresi liniear berganda dengan alat analisis pengolahan data menggunakan Eviews selama kurun waktu 14 tahun dari tahun 2000-2013.

Hasil penelitian ini menunjukkan hubungan positif dan signifikan antara pertumbuhan ekonomi terhadap pengangguran terbuka di Indonesia, sedangkan terdapat pengaruh yang negatif dan signifikan antara tingkat upah terhadap pengangguran terbuka di Indonesia, dan tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara inflasi terhadap pengangguran terbuka di Indonesia selama periode 2000-2013.

Kata Kunci : Pengangguran terbuka, pertumbuhan ekonomi, upah tenaga kerja dan inflasi.


(13)

ABSTRACT

The purpose of This research is for knowing about the influence of the development of economic, salary, and inflation over the available of the unemployment in Indonesia. This research is a descriptive quantitative research for knowing the influence of the significant between the variables examined so that the conclusion will clarify the description over the object. In this research the writer is using an analysis with multiple linier regression method with analysis of the data processing Eviews during the priode 14 years start from 2000-2013.

The result indicates the positive and significant correlation between the development of economic over the available of unemployment in Indonesia, whereas over the influance of the negative and significant between the level of wage over the available of unemployment in Indonesia and there is no effect of the significant between inflation over the available of unemployment in Indonesia during the priode of 2000-2013.

Key: available unemployment, the development of economic, salary of labor and inflation


(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Indonesia merupakan negara berkembang dimana salah satu masalah yang selalu dihadapi oleh negara-negara berkembang dalam bidang ketenagakerjaan adalah semakin tingginya angka pengangguran khususnya pengangguran terbuka dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan pertambahan tenaga kerja yang terus bertambah namun tanpa diikuti dengan peningkatan lapangan kerja yang tersedia. Besarnya angka pengangguran terbuka di Indonesia menjadi hal yang penting dalam pengukuran keberhasilan pembangunan ekonomi, karena pengangguran merupakan salah satu indikator kesejahteraan dalam pembangunan ekonomi. Masalah ini sudah selayaknya mendapat perhatian yang serius, karena masalah pengangguran terbuka mampu berdampak pada merosotnya daya beli masyarakat dan menurunnya produktivitas masyarakat. Selain itu, meningkatnya angka pengangguran terbuka juga akan berdampak pada aspek sosial, seperti tingginya angka kriminalitas.

Pengangguran terbuka biasanya terjadi pada angkatan kerja yang baru menyelesaikan pendidikan menengah dan tinggi. Kecenderungan dari mereka yang baru menyelesaikan pendidikannya berupaya untuk mencari pekerjaan yang sesuai dengan keinginan mereka. Biasanya mereka ingin bekerja di sektor modern atau di kantor. Sehingga, demi mendapatkan pekerjaan itu mereka bersedia untuk menunggu. Sehingga tidak menutup kemungkinan mereka


(15)

berusaha untuk mencari pekerjaan di kota, provinsi bahkan sampai ke ibu kota yang kegiatan industri dan perekonomiannya yang lebih berkembang dengan harapan memperoleh pekerjaan dengan upah yang diharapkan. Inilah yang menyebabkan angka pengangguran terbuka meningkat di kota atau daerah yang kegiatan industri dan perekonomiannya berkembang.

Jumlah penduduk yang setiap tahun semakin bertambah serta diikuti dengan jumlah angkatan kerja yang tinggi, namun tidak diikuti dengan penyediaan lapangan kerja yang banyak. Sehingga menyebabkan negara berkembang khususnya Indonesia sangat lambat dalam hal kesejahteraan penduduknya. Dengan meningkatnya jumlah pengangguran terbuka berimplikasi terhadap melambatnya pertumbuhan ekonomi dan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi itu sendiri merupakan salah satu indikator yang penting dalam menilai kinerja suatu perekonomian. Ekonomi dikatakan mengalami pertumbuhan apabila produksi barang dan jasa mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Selain itu, pertumbuhan ekonomi juga menunjukkan sejauh mana aktivitas perekonomian dalam meningkatkan pendapatan atau kesejahteraan masyarakat dalam suatu periode tertentu.

Pertumbuhan ekonomi tanpa diikuti dengan penyediaan kesempatan kerja akan menimbulkan masalah yaitu, semakin meningkatnya angka kemiskinan. Peningkatan angkatan kerja yang lebih besar dibandingkan dengan lapangan kerja terus menunjukkan kesenjangan yang semakin melebar. Apalagi setelah kondisi krisis ekonomi di Indonesia yang terjadi pada tahun 1998, pemutusan hubungan


(16)

kerja (PHK) secara besar-besaran sehingga pengangguran di Indonesia dari tahun ke tahun terus semakin tinggi.

Pembangunan ekonomi maupun pembangunan pada bidang-bidang lainnya selalu melibatkan sumber daya manusia sebagai salah satu pelaku pembangunan. Oleh karena itu, jumlah penduduk di dalam suatu negara adalah unsur utama dalam pembangunan. Jumlah penduduk yang besar tidak selalu menjamin keberhasilan pembangunan bahkan dapat menjadikan beban bagi keberlangsungan pembangunan tersebut. Jumlah penduduk yang terlalu besar dan tidak sebanding dengan ketersediaan lapangan kerja akan menyebabkan sebagian dari penduduk yang berada pada usia kerja tidak memperoleh pekerjaan (Sulistiawati, 2012).

Permasalahan utama selanjutnya dalam tingkat pengangguran terbuka adalah upah minimum yang masih rendah sehingga secara langsung maupun tidak langsung juga berpengaruh pada tingginya tingkat pengangguran. Tingkat upah yang terlalu rendah menyebabkan lemahnya permintaan akan barang dan jasa, sehingga berdampak pada tersendatnya kegiatan usaha dan akhirnya menurunkan kesempatan kerja. Sebaliknya, kenaikan tingkat upah memberikan pengaruh terhadap meningkatnya kegiatan usaha dan memperluas penyediaan lapangan kerja sehingga, mampu menaiknya produktivitas yang tentunya tidak akan menimbulkan inflasi. Oleh karena itu, pemerintah memberlakukan ketetapan mengenai upah minimum regional (UMR) kepada masing-masing daerah. Penetapan upah dipandang sebagai sarana atau instrumen kebijakan yang tepat dalam mencapai kelayakan dalam hubungan kerja. Pemerintah sangat


(17)

berkepentingan dengan kebijakan pengupahan, di satu pihak untuk tetap dapat menjamin standar kehidupan layak bagi pekerja dan keluarganya, meningkatkan produktivitas dan meningkatkan daya beli masyarakat. Di lain pihak, kebijaksanaan pengupahan harus mendorong pertumbuhan ekonomi dan perluasan kesempatan kerja serta mampu menahan laju inflasi (Sulaiman, 2008). Di sisi lain, besarnya penjualan dalam suatu perusahaan juga mempengaruhi terhadap tingkat upah yang ditawarkan, semakin besar penjualan maka akan berpengaruh juga terhadap kemampuan perusahaan tersebut untuk membayar upah.

Kenaikan tingkat upah akan mengakibatkan terjadinya kenaikan biaya produksi dalam suatu perusahaan. Dan kenaikan biaya produksi akan berdampak terhadap peningkatan harga output sehingga permintaan terhadap output akan menurun. Dengan demikian, kenaikan upah tersebut menyebabkan perusahaan-perusahaan menurunkan permintaannya terhadap tenaga kerja. Hal inilah yang menjadi alasan mengapa tingkat pengangguran semakin meningkat. Di Indonesia, tingkat upah minimum selalu mengalami perubahan dari tahun ke tahunnya dan memiliki perbedaan antara satu daerah dengan daerah lainnya. Adanya perubahaan dan perbedaa tingkat upah minimum di setiap daerah tersebut tergantung dengan harga- harga kebutuhan pokok yang terus mengalami kenaikan serta biaya hidup yang selalu meningkat pada setiap tahunnya di masing-masing daerah.

Masalah selanjutnya yang mendasari meningkatnya angka pengangguran terbuka di Indonesia yaitu mengenai inflasi. Inflasi (inflation) itu sendiri adalah gejala yang menunjukkan kenaikan tingkat harga umum yang terjadi secara terus


(18)

menerus. Inflasi yang merupakan bagian dari variabel ekonomi makro selain pertumbuhan ekonomi dan pengangguran perlu mendapat perhatian dari pemerintah dalam mencapai kestabilan ekonomi di Indonesia. Tingkat inflasi yang terjadi di suatu negara menjadi tolak ukur untuk mengukur baik atau buruknya perekonomian di negara tersebut. Bagi negara yang perekonomiannya baik, tingkat inflasi berada dikisaran 2 sampai 4 persen atau bisa dikatakan tingkat inflasinya rendah. Sedangkan, negara yang perekonomiannya buruk, tingkat inflasinya cenderung tinggi.

Kondisi perekonomian dengan tingkat inflasi yang tinggi dapat menyebabkan perubahan-perubahan output dan kesempatan kerja. Tingkat inflasi yang tinggi berdampak pada pengangguran. Bila tingkat inflasi tinggi, maka dapat menyebabkan angka pengangguran tinggi, ini berarti perkembangan kesempatan kerja semakin kecil atau dengan kata lain jumlah tenaga kerja yang diserap juga akan semakin sedikit (Dharmayanti, 2011).

Dengan demikian pemerintah harus melakukan kebijakan makro yang tepat agar inflasi dapat ditangani dan kondisi perekonomian di suatu negara kembali pulih. Apabila inflasi meningkat, hal itu dapat menyebabkan harga-harga barang dan jasa juga akan naik, kemudian permintaan akan barang dan jasa menjadi berkurang. Sehingga permintaan akan tenaga kerja menurun dan mengakibatkan angka pengangguran terbuka samakin meningkat. Sehingga inflasi mempunyai pengaruh negatif terhadap tingkat pengangguran. Semakin tingginya tingkat inflasi akan berakibat terhadap pertumbuhan ekonomi yang menurun, sehingga akan berdampak pada meningkatnya jumlah pengangguran


(19)

terbuka. Oleh karena itu, inflasi berkaitan erat dengan tingkat pengangguran terbuka.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang telah disebutkan di atas, maka masalah yang dapat dirumuskan pada penilitian ini adalah:

1. Bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat pengangguran terbuka di Indonesia?

2. Bagaimana pengaruh upah terhadap tingkat pengangguran terbuka di Indonesia?

3. Bagaimana pengaruh inflasi terhadap tingkat pengangguran terbuka di Indonesia?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat pengangguran terbuka di Indonesia.

2. Untuk mengetahui pengaruh upah terhadap tingkat pengangguran terbuka di Indonesia.

3. Untuk mengetahui pengaruh inflasi terhadap tingkat pengangguran terbuka di Indonesia.


(20)

1.3.2 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mempunyai kegunaan, baik bersifat akademis maupun praktis, yaitu:

A. Kegunaan Akademis

1. Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai bahan akademik dan bahan pembanding bagi peneliti selanjutnya.

2. Sebagai salah satu sumber informasi mengenai tingkat pengangguran terbuka di setiap provinsi di Indonesia.

3. Diharapkan sebagai sarana pembelajaran dalam menambah wawasan dan ilmu pengetahuan bagi pembaca.

B. Kegunaan Praktis

1. Sebagai bahan masukan atau referensi bagi peneliti yang tertarik dengan persoalan mengenai jumlah penduduk usia produktif, upah minimum serta inflasi dan tingkat pengangguran terbuka di Indonesia serta pihak-pihak yang berkepentingan dengan masalah ini.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Pengangguran

Pengangguran adalah masalah makroekonomi yang mempengaruhi manusia secara langsung dan merupakan masalah yang paling berat. Bagi kebanyakan orang, kehilangan pekerjaan berarti penurunan standar kehidupan dan tekanan psikologis. Jadi, tidaklah mengejutkan jika pengangguran menjadi topik yang sering dibicarakan dalam perdebatan politik dan para politisi sering mengklaim bahwa kebijakan yang mereka tawarkan akan membantu menciptakan lapangan kerja (Mankiw, 2006: 154).

1. Jenis Pengangguran Berdasarkan Penyebabnya

Menurut Sukirno (2006), penganguran dapat digolongkan berdasarkan penyebabnya, yaitu sebagai berikut:

a) Pengangguran normal atau friksional. Apabila dalam suatu ekonomi terdapat pengangguran sebanyak dua atau tiga persen dari jumlah tenaga kerja maka ekonomi itu sudah dipandang sebagai mencapai kesempatan kerja penuh. Pengangguran sebanyak dua atau tiga persen tersebut dinamakan pengangguran normal atau friksional. Para penganggur ini tidak ada pekerjaan bukan karena tidak dapat memperoleh kerja, tetapi karena sedang mencari pekerjaan lain yang lebih baik. Dalam proses mencari kerja baru


(22)

ini untuk sementara para pekerja tersebut tergolong sebagai penganggur.

b) Pengangguran siklikal. Perekonomian tidak selalu berkembang dengan teguh. Terkadang permintaan agregat menurun sangat drastis. Hal ini berdampak kepada perusahaan yang akan mengurangi jumlah produksinya sehingga perusahaan akan mengurangi jumlah pekerjanya maka pengangguran akan bertambah.

c) Pengangguran struktural. Pencari kerja tidak mampu memenuhi persyaratan yang dibutuhkan untuk lowongan pekerjaan itu. Hal ini terjadi dalam perekonomian yang telah berkembang pesat. Makin tinggi dan rumitnya proses produksi atau teknologi produksi yang digunakan, menuntut persyaratan kerja yang semakin tinggi. dilihat dari sifatnya, pengangguran struktural lebih sulit diatasi dari pada pengangguran friksional. Ada dua yang menjadi penyebab terjadinya pengangguran struktural yaitu sebagai akibat kemerosotan permintaan atau semakin canggihnya teknologi produksi dan kemungkinan perusahaan menaikkan produksi dan pada waktu yang sama mengurangi pekerja.

d) Pengangguran teknologi. Pengangguran dapat pula ditimbulkan oleh adanya penggantian tenaga manusia oleh mesin-mesin dan bahan kimia. Penggunaan teknologi tersebut dapat mempercepat proses produksi dan mengurangi biaya produksi yang ditimbulkan


(23)

dari pembayaran upah bagi karyawan dibanding dengan menggunakan tenaga manusia.

2.2 Pengertian Pertumbuhan Ekonomi

Simon Kuznets (Jhingan, 2008) berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk mnyediakan semakin bnyak jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya yang terwujud dengan adanya kenaikan output nasional. Oleh karena itu, konsep yang sesuai dengan pertumbuhan ekonomi adalah GDP dengan harga konstan. GDP adalah nilai barang-barang dan jasa-jasa yang diproduksikan di dalam negara tersebut dalam satu tahun tertentu. Penilaian cepat atau lambatnya pertumbuhan ekonomi haruslah dengan membandingkan pertumbuhan ekonomi di masa lalu dengan pertumbuhan yang telah dicapai negara lain. Dengan kata lain, suatu daerah dapat dikatakan mengalami pertumbuhan yang cepat apabila dari tahun ke tahun mengalami kenaikan yang cukup berarti. Sedangkan dikatakan mengalami pertumbuhan yang lambat apabila dari tahun ke tahun mengalami penurunan atau fluktuatif (Alghofari, 2010).

Faktor-faktor yang menentukan pertumbuhan ekonomi (Sukirno, 2006) antara lain:

1. Tanah dan kekayaan alam lainnya

2. Jumlah dan mutu dari penduduk dan tenaga kerja 3. Barang-barang modal dan tingkat teknologi 4. Sistem sosial dan sikap masyarakat


(24)

a. Teori-teori pertumbuhan ahli ekonomi klasik

Beberapa ahli ekonomi klasik yang akan membahas mengenai teori pertumbuhan ekonomi sebagai berikut (Sukirno, 2007):

1) Pandangan Adam Smith

Menurut pandangan Adam Smith, kebijakan laissez-faire atau sistem mekanisme pasar akan memaksimalkan tingkat pembangunan ekonomi yang dapat dicapai oleh suatu masyarakat. Apabila pasar berkembang, pembagian kerja dan spesialisasi akan terjadi dan dapat menimbulkan kenaikan produktivitas. Spesialisasi yang bertambah tinggi dan pasar yang bertambah luas akan menciptakan teknoligi dan mengadakan inovasi. Hal itu dapat memicu pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat.

2) Pandangan Malthus dan Ricardo

Kedua ahli ekonomi klasik ini berpendapat bahwa dalam jangka panjan perekonomian akan mencapai stationary state atau suatu keadaan dimana perkembangan ekonomi tidak terjadi sama sekali. Perkembangan penduduk yang berjalan dengan cepat akan memperbesar jumlah penduduk hingga menjadi dua kali lipat dalam waktu satu generasi, akan menurun kembali tingkat pembangunan ke taraf yang lebih rendah. Pada tingkat ini pekerja akan menerima upah yang sangat minimal, yaitu upah yang hanya mencapai tingkat cukup hidup (subsistence level).


(25)

3) Teori Schumpeter

Teori Schumpeter (Sukirno, 2006) menekankan tentang pentingnya peranan pengusaha di dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi. Dalam teori ini ditunjukkan bahwa para pengusaha merupakan golongan yang akan terus-menerus membuat pembaharuan atau inovasi dalam kegiatan ekonomi. Inovasi tersebut meliputi, memperkenalkan barang-barang baru, mempertinggi efisien cara memproduksi dalam menghasilkan suatu barang, memperluas pasar suatu barang ke pasar yang baru, mengembangkan sumber bahan mentah yang baru dan mengadakan perubahan-perubahan dalam organisasi dengan tujuan mempertinggi keefesiensian kegiatan perusahaan. Untuk mewujudkan inovasi yang seperti ini investasi akan dilakukan dan pertambahan investasi ini akan meningkatkan kegiatan ekonomi.

4) Teori Harrod-Domar

Teori Harrod-Domar bertujuan untuk menerangkan syarat yang harus dipenuhi supaya suatu perekonomian dapat mencapai pertumbuhan yang teguh atau steady growth dalam jangka panjang. Analisis Harrod-Domar menggunakan pemisalan-pemisalan sebagi berikut: barang modal telah mencapai kapasitas penuh, tabungan adalah proporsional dengan pendapatan nasional, rasio modal-produksi tetap nilainya. Analisis Harrod-Domar merupakan pelengkap analisis keynes mengenai penentuan kegiatan ekonomi.


(26)

b. Teori pertumbuhan ekonomi neo-klasik

Dalam analisis Neo-Klasik, permintaan masyarakat tidak menentukan laju pertumbuhan. Perkembangan dilihat dari sejauh mana pertambahan faktor-faktor produksi dan tingkat kemajuan teknologi. Ahli ekonomi yang menjadi perintis pengembangan teori ini sebagai berikut:

1. Teori J.E. Meade

Profesor J.E. Meade dari Universitas Cambridge membangun suatu model pertumbuhan ekonomi neo-klasik yang dirancang untuk menjelaskan bagaimana bentuk paling sederhana dari sistem ekonomi klasik akan berperilaku selama proses pertumbuhan ekuilibrium (Jhingan, 2008: 265).

2. Teori Solow

Menurut Solow, keseimbangan yang peka antara Gw (yang tergantung pada keseimbangan rumah tangga dan perusahaan dalam menabung dan berinvestasi) dan Gn (yang dalam ketiadaan perubahan teknik, tergantung pada kenaikan tenaga buruh) tersebut timbul dari asumsi pokok mengenai proporsi produksi yang dianggap tetap, suatu keadaan yang memungkinkan untuk mengganti buruh dengan modal. Jika asumsi ini dilepaskan, keseimbangan tajam antara Gw dan Gn juga lenyap bersamanya. Oleh karena itu, Solow membangun model pertumbuhan jangka panjang tanpa asumsi proporsi produksi yang tetap seperti itu (Jhingan, 2008: 274).


(27)

2.3 Pengertian Upah

Upah adalah pendapatan yang diterima tenaga kerja dalam bentuk uang, yang mencakup bukan hanya komponen gaji/upah, tetapi juga lembur dan tunjangan-tunjangan yang diterima secara rutin (tunjangan transport, uang makan dan tunjangan lainnya sejauh diterima dalam bentuk uang), tidak termasuk Tunjangan Hari Raya (THR), tunjangan bersifat tahunan, kwartalan, tunjangan-tunjangan lain yang bersifat tidak rutin dalam bentuk natural.

Menurut Gilarso (1994), balas karya untuk faktor-faktor produksi tenaga kerja manusia disebut upah (dalam arti luas, termasuk gaji, honorium, uang lembur, tunjangan, dan sebagainya). Biasanya dibedakan upah nominal yaitu sejumlah uang yang diterima dan upah real yaitu jumlah barang dan jasa yang dapat dibeli dengan upah itu. Yang disebut tingkat upah adalah taraf balas karya rata-rata yang berlaku umum dalam masyarakat untuk segala macam pekerjaan yang dapat diperhitungkan per jam, hari, minggu, bulan atau tahun.

Ada berbagai cara atau sistem upah untuk memperhitung besarnya upah atau balas karya (Gilarso, 1994) yaitu:

a) Upah menurut prestasi (upah potongan)

Merupakan besarnya balas karya langsung dikaitkan dengan prestasi kerja, karena besarnya upah tergantung dari banyak sedikitnya hasil yang dicapai dalam waktu tertentu. Hal ini diterapkan kalau hasil kerja bisa diukur secara kuantitatif dengan memperhitungkan kecepatan mesin, kualitas bahan yang dipakai dan lain-lain.


(28)

b) Upah waktu

Besar upah ditentukan atas dasar lamanya waktu karyawan melakukan pekerjaan bagi majikan. Bisa dihitung per jam, per hari, per minggu atau per bulan. Sistem ini dipakai untuk jenis pekerjaan yang hasilnya sukar dihitung per potong. Cara ini memungkinkan mutu pekerjaan yang baik, karena karyawan tidak tergesa-gesa, administrasinya pun dapat sederhana. Tetapi perlu pengawasan apakah si karyawan sungguh-sungguh bekerja selama jam kerja atau hanya duduk-duduk sambil membaca surat kabar dan lain sebagainya.

c) Upah borongan

Upah borongan adalah balas jasa yang dibayar untuk suatu pekerjaan yang diborongkan. Cara memperhitungkan upah ini kerap kali dipakai pada suatu pekerjaan yang diselesaikan oleh suatu kelompok pekerja. Untuk seluruh pekerjaan yang ditentukan suatu balas karya yang kemudian dibagi-bagi antara para pelaksana.

d) Upah premi

Merupakan kombinasi dari upah waktu dan upah potongan. Upah dasar untuk prestasi normal bedasarkan waktu atau jumlah hasil. Apabila seseorang karyawan mencapai prestasi yang lebih dari itu, ia diberi premi. Premi dapat juga diberikan misalnya untuk penghematan waktu, penghematan bahan, kualitas yang baik dan sebagainya.


(29)

e) Upah bagi hasil

Bagi hasil merupakan cara yang biasa di bidang pertanian dan dalam usaha keluarga, tetapi juga dikenal di luar kalangan itu. Misalnya karyawan/pelaksana diberi bagian keuntungan bersih, direksi sebuah PT mendapat tantieme bahkan kaum buruh dapat diberi saham dalam PT tempat mereka bekerja sehingga kaum buruh menjadi pemilik perusahaan.

f) Peraturan Gaji Pegawai Negeri

Gaji Pegawai Negeri Sipil (GPNS) berdasarkan dua prinsip yaitu, pendidikan dan masa kerja. Setiap orang yang diangkat sebagai pegawai negeri mendapatkan gaji pokok yang ditentukan oleh golongan dan masa kerja.

2.4 Pengertian Inflasi

Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator suatu negara bagi kestabilan ekonomi yang selalu menjadi pusat perhatian pemerintah. Tingkat inflasi yang tinggi berdampak hal yang sangat merugikan bagi perekonomian negara. Boediono (2001) menyatakan bahwa defenisi singkat dari inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terus-menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada atau mengakibatkan kenaikan sebagian besar dari harga barang-barang lain. Kenaikan harga-harga karena musiman, menjelang hari raya atau menjelang hari perayaan lainnya yang terjadi hanya sekali saja dan tidak mempunyai pengaruh lanjutan tidak disebut inflasi.


(30)

Inflasi lebih menekankan pada nilai uang, dimana keseluruhan tingkat harga dalam perekonomian dapat dipandang dari dua sisi. Sisi pertama, tingkat harga sebagai harga sejumlah barang dan jasa yang mana ketika tingkat harga naik, orang-orang harus membayar lebih untuk membeli barang dan jasa. Sisi kedua, tingkat harga sebagai ukuran nilai uang dimana kenaikan tingkat harga berarti bahwa nilai uang menjadi lebih rendah karena sekarang satu dolar hanya dapat membeli barang dan jasa dalam jumlah yang lebih sedikit dibandingkan dulu (Mankiw, 2006: 195).

Dari defenisi di atas, ada tiga komponen yang harus dipenuhi agar dapat dikatakan telah terjadi inflasi (Prathama dan Mandala, 2008: 359), yaitu sebagai berikut:

• Kenaikan harga. Harga suatu komoditas dikatakan naik jika menjadi lebih tinggi daripada harga periode selanjutnya.

• Bersifat umum. Kenaikan harga suatu komoditas belum dapat dikatakan inflasi jika kenaikan harga tersebut tidak menyebabkan harga-harga secara umum naik.

• Berlangsung terus-menerus. Kenaikan harga yang bersifat umum juga belum akan memunculkan inflasi, jika terjadinya hanya sesaat. Karena itu perhitungan inflasi dilakukan dalam rentang waktu minimal bulanan.


(31)

1. Teori Inflasi

Secara garis besar ada 3 kelompok teori mengenai inflasi, masing-masing menyoroti aspek-aspek tertentu dari proses inflasi dan masing-masing bukan teori inflasi yang lengkap yang mencakup semua aspek penting dari proses kenaikan harga ini. Ketiga teori ini adalah: teori kuantitas, teori Keynes dan teori strukturalis (Boediono 2001: 161). Masing-masing akan dibahas sebagai berikut:

a. Teori Kuantitas

Teori ini menyoroti peranan dalam proses inflasi dari jumlah uang yang beredar dan psikologi (harapan) masyarakat mengenai kenaikan harga-harga (expectations) (Boediono, 2001: 161). Inti dari teori ini adalah sebagai berikut:

1. Inflasi hanya bisa terjadi kalau ada penambahan volume uang yang beredar (apakah berupa penambahan uang kartal atau penambahan uang giral tidak menjadi soal). Tanpa ada kenaikan jumlah uang yang beredar misalnya, kegagalan panen, hanya akan menaikkan harga-harga untuk sementara waktu saja. Penambahan jumlah uang ibarat “bhan bakar” bagi api inflasi. Bila jumlah uang tidak ditambah, inflasi akan berhenti dengan sendirinya, apapun penyebab awal dari kenaikan harga tersebut.

2. Laju inflasi ditentukan oleh pertambahan jumlah uang yang beredar dan psikologi (harapan) masyarakat mengenai kenaikan harga-harga di masa mendatang.


(32)

b. Teori Keynes

Menurut teori ini, inflasi terjadi karena suatu masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuan ekonominya. Proses inflasi menurut pandangan ini, tidak lain adalah proses perebutan bagian rezeki di antara kelompok-kelompok social yang menginginkan bagian yang lebih besar daripada yang bisa disediakan oleh masyarakat tersebut. Proses perebutan ini akhirnya diterjemahkan menjadi keadaan dimana permintaan masyarakat akan barang-barang selalu melebihi jumlah barang-barang yang tersedia (timbul apa yang disebut dengan inflationary gap). Inflationary gap ini timbul karena golongan-golongan masyarakat tersebut berhasil menerjemahkan aspirasi mereka menjadi permintaan yang efektif akan barang-barang.

c. Teori Strukturalis

Teori inflasi “jangka panjang” karena menyoroti sebab-sebab inflasi yang berasal dari kekakuan struktur ekonomi, khususnya inflexibilitas penawaran bahan makanan dan barang-barang ekspor. Karena sebab-sebab structural pertambahan produksi barang-barang ini terlalu lambat disbanding dengan pertumbuhan kebutuhannya, sehingga menaikkan harga bahan makanan dan kelangkaan devisa. Akibat selanjutnya adalah kenaikan harga-harga lain sehingga terjadi inflasi. Inflasi semacam ini tidak bisa diatasi dengan misalnya, mengurangi jumlah uang beredar, tetapi harus juga dengan pembangunan sektor bahan makanan dan ekspor.


(33)

2. Macam-Macam Inflasi

Ada berbagai cara untuk menggolongkan macam inflasi (Boediono, 2001: 156), antara lain:

a) Inflasi ringan (di bawah 10% setahun) b) Inflasi sedang (antara 10 – 30% setahun) c) Inflasi berat (antara 30 – 100% setahun) d) Hiperinflasi (di atas 100% setahun)

Inflasi yang tinggi sangat merugikan bagi perekonomian suatu negara karena dapat menghambat kegiatan produksi terutama produksi barang yang akan di ekspor. Turunnya produksi tersebut diakibatkan harga bahan baku yang naik dan menyebakan harga pokok output yang dihasilkan juga ikut naik. Kita tidak bisa menentukan parah atau tidaknya suatu inflasi hanya dari sudut inflasi saja, tanpa mempertimbangkan siapa yang menanggung beban atau yang memperoleh keuntungan dari inflasi tersebut. Kalau seandainya laju inflasi adalah 20% dan semuanya berasal dari kenaikan harga barang-barang yang dibeli oleh golongan yang berpenghasilan rendah, maka seharusnya kita menamakannya inflasi parah.


(34)

3. Indikator Inflasi

Ada beberapa indikator ekonomi makro yang digunakan untuk mengetahui laju inflasi selama satu periode tertentu (Prathama dan Mandala, 2008: 367). Di antaranya sebagai berikut:

a. Indeks Harga Konsumen (Consumer Price Index)

Indek harga konsumen (IHK) adalah angka indeks yang menunjukkan tingkat harga barang dan jasa yang harus dibeli konsumen dalam satu periode tertentu. Angka IHK diperoleh dengan menghitung harga-harga barang dan jasa utama yang dikonsumsi masyarakat dalam satu periode tertentu. Masing-masing harga barang dan jasa tersebut diberi bobot (weigthed) berdasarkan tingkat keutamaannya. Barang dan jasa yang dianggap paling penting diberi bobot yang paling besar.

b. Indeks Harga Perdagangan Besar (Wholesale Price Index)

Jika IHK melihat inflasi dari sisi konsumen, maka Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) melihat inflasi dari sisi produsen. Oleh karena itu, IHPB sering juga disebut sebagai indeks harga produsen (producer price index). IHPB menunjukkan tingkat harga yang diterima produsen pada berbagai tingkat produksi.

c. Indeks Harga Implisit (GNP Deflator)

Deflator GNP mencakup jumlah barang dan jasa yang termasuk dalam perhitungan GNP. Deflator GNP diperoleh dengan membagi GNP nominal (atas


(35)

dasar harga berlaku) dengan GNP riil (atas harga konstan) dan dengan demikian dan diinterpretasikan sebagai bagian dari seluruh komponen GNP (konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah dan ekspor netto).

4. Inflasi Menurut Faktor Penyebabnya

Dilihat dari faktor penyebabnya, inflasi dapat dibedakan ke dalam tiga macam (Prathama dan Mandala, 2008: 365), yaitu:

• Inflasi Tekanan Permintaan (Demand-Pull Inflation)

Inflasi tekanan permintaan (demand-pull inflation) adalah inflasi yang terjadi karena dominannya tekanan permintaan agregat yang terlalu besar atau pesat dibandingkan dengan penawaran atau produksi agregat.

• Inflasi Dorongan Biaya (Cost-Push Inflation)

Inflasi dorongan biaya atau juga sering disebut inflasi sisi penawaran

(supply-side inflation) adalah inflasi yang terjadi sebagai akibat dari adanya kenaikan biaya produksi yang pesat dibandingkan dengan produktivitas dan efisien, yang menyebabkan perusahaan mengurangi

supply barang dan jasa mereka ke pasar. Secara grafik cost-push inflation


(36)

5. Dampak Inflasi

Inflasi yang terjadi di dalam perekonomian suatu negara dapat memicu akibat atau dampak, antara lain:

• Menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat. Tingkat kesejahteraan masyarakat, sederhananya diukur dengan tingkat daya beli pendapatan yang diperoleh. Inflasi menyebabkan daya beli pendapatan makin rendah, khususnya bagi masyarakat yang berpenghasilan kecil. Makin buruknya distribusi pendapatan. Dampak buruk inflasi terhadap tingkat kesejahteraan dapat dihindari jika pertumbuhan tingkat pendapatan lebih tinggi dari tingkat inflasi. Jika inflasi 20% per tahun, pertumbuhan tingkat pendapatan harus lebih besar dari 20% per tahun. Persoalannya adalah jika inflasi mencapai angka 20% per tahun, dalam masyarakat hanya segelintir orang yang mempunyai kemampuan meningkatkan pendapatannya ≥ 20% per tahun. Akibatnya, ada sekelompok masyarakat yang mampu meningkatkan pendapatan riil tetapi ada sebagian besar masyarakat mengalami penurunan pendapatan riil.

• Terganggunya stabilitas ekonomi. Inflasi menganggu stabilitas ekonomi dengan merusak perkiraan tentang masa depan para pelaku ekonomi. Inflasi yang kronis membutuhkan perkiraan bahwa harga-harga barang dan jasa akan terus naik.


(37)

2.5 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang dijadikan bahan referensi dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:

Purnomo dan Sukardi (2010) melakukan penelitian yang berjudul “Karakteristik Penganggur Terbuka, Setengah Penganggur dan Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Timur”. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu analisis data sekunder dengan menggunakan uji statistik yaitu Korelasi

Pearson. Hasil dari penelitian ini mengatakan bahwa karakteristik penganggur terbuka dan setengah penganggur di Jawa Timur tidak terlepas dari kondisi wilayahnya. Salah satunya adalah bahwa penganggur terbuka terkonsentrasi pada wilayah perkotaan atau wilayah yang bergerak di sektor non pertanian. Penganggur terbuka cenderung terpusat di Kota Surabaya dan sekitarnya serta ditopang 8 kota lainnya. Daerah pesisir selatan seperti Kabupaten Blitar, Trenggalek, Pacitan ditambah daerah timur seperti Kabupaten Jember, Bondowoso, Situbondo, Lumajang, Probolinggo, Sampang dan Sumenep memiliki penganggur yang rendah.

Surya (2011) melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Tingkat Pengangguran di Kota Semarang”. Variabel penelitian ini yaitu, penagngguran, PDRB, inflasi, angka beban tanggungan penduduk. Metode analisis data yang digunakan adalah Metode Regresi Linear Berganda. Hasil dari penelitian ini bahwa PDRB berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap tingkat pengangguran di Kota Semarang tahun 1989-2008. Hal ini berarti bahwa tingkat


(38)

pertumbuhan PDRB yang tinggi diikuti oleh terjadinya penurunan tingkat pengangguran di Kota Semarang. Inflasi memberikan pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap tingkat pengangguran artinya, semakin tinggi tingkat inflasi maka tingkat pengangguran semakin rendah. Tingkat beban tanggungan penduduk berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat pengangguran. Hal ini berarti bahwa perubahan yang ditimbulkan pada tingkat beban penduduk akan membawa pengaruh terhadap perubahan pada tingkat pengangguran.

Prihanto (2012) melakukan penelitian yang berjudul “Tren Determinan Pengangguran Terdidik di Provinsi Jambi”. Variabel dalam penelitian ini yaitu variabel independennya antara lain, tingkat upah, pendapatan per kapita, kesempatan kerja di sektor formal dan kesempatan kerja di sektor informal sedangkan variabel dependennya pengangguran terdidik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Regresi Linear Berganda. Hasil penelitian ini bahwa angka pengangguran terbuka di Provinsi Jambi dalam periode 1990-2009 rata-rata 5,4 persen dari total angkatan kerja. Lebih dari tiga perempatnya (79,5 persen) merupakan pengangguran terdidik yang jumlahnya terus bertambah. Hubungan antara variabel tingkat upah, pendapatan per kapita, kesempatan kerja di sektor formal dan kesempatan kerja di sektor informal dengan pengangguran terdidik adalah sangat kuat. Sedangkan berdasarkan uji hipotesis secara serentak menggunakan uji F dengan tingkat kepercayaan 95 persen ternyata tingkat upah, pendapatan per kapita, kesempatan kerja di sektor formal dan kesempatan kerja di sektor informal memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pengangguran terdidik.


(39)

Sulistiawati (2012) melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Upah Minimum Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Masyarakat di Provinsi Indonesia”. Penelitian ini dilakukan secara sensus dengan data berbentuk time-series dari tahun 2006-2010 dan data cross-section yang terdiri atas 33 provinsi. Variabel yang digunakan yaitu upah minimu, penyerapan tenaga kerja dan kesejahteraan masyarakat. Hasil penelitian ini bahwa upah memiliki pengaruh yang signifikan dan mempunyai hubungan yang negatif terhadap penyerapan tenaga kerja. Artinya, apabila terjadi kenaikan upah maka berpotensi untuk menurunkan penyerapan tenaga kerja, terutama tenaga kerja yang produktivitasnya rendah. Penyerapan tenaga kerja berpengaruh tidak signifikan dan mempunyai hubungan yang positif terhadap kesejahteraan masyarakat. Hal itu berarti bahwa penyerapan tenaga kerja terhadap kesejahteraan masyarakat berjalan searah. Artinya, apabila penyerapan tenaga kerja meningkat, maka akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Yacoub (2012) melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Tingkat Penagngguran Terhadap Tingkat Kemiskinan Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Barat”. Terdapat dua variabel yang diteliti dalam penelitian ini yaitu: tingkat penagngguran dan tingkat kemiskinan dengan teknik analisis regresi. Hasil penelitian ini bahwa tingkat penagngguran berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemiskinan di kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Barat. Penagngguran yang ada di rumah tangga tidak secara otomatis menjadi miskin karena ada anggota keluarga yang lain memiliki pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup anggota keluarga lainnya. Sedangkan pada kelompok


(40)

keluarga yang sangat miskin justru tingkat penagngguran rendah karena sebagian besar anggota keluarga bekerja untuk bisa bertahan hidup. Terkadang anak-anak dilibatkan bekerja dengan alasan penghasilan kepala keluarga tidak mencukupi.

Hajji dan Nugroho (2013) melakukan penelitian yang berjudul “Analisis PDRB, Inflasi, Upah Minimum Provinsi, dan Angka Melek Huruf Terhadap Tingkat Pengangguran Terbuka di Provinsi Jawa Tengah Tahun 1190-2011”. Variabel independen penelitian ini meliputi: PDRB harga konstan yang dihitung dengan satuan jutaan rupiah, inflasi tahunandengan satuan persen, UMP yang dilihat dari empat kota besar di Provinsi Jawa Tengah dengan satuan ribu rupiah, AMH usia 15 tahun ke atas. Metode penelitian ini menggunakan analisis

Ordinary Least Square (OLS). Hasil penelitian ini bahwa UMP dan AMH berpengaruh positif terhadap tingkat penagngguran terbuka, sedangkan PDRB tidak berpengaruh pada besar kecilnya tingkat penagngguran terbuka. Inflasi terhadap tingkat pengangguran terbuka berniali positif dan tidak signifikan, artinya inflasi di Jawa Tengah tidak memilihi pengaruh terhadap tingkat pengngguran terbuka. Hubungan variabel UMP dan tingkat pengangguran terbuka adalah positif dan signifikan. Hal ini dapat diartikan bahwa besar kecilnya UMP berpengaruh terhadap jumlah pengangguran terbuka di Provinsi Jawa Tengah. Kualitas pendidikan yang dimiliki masyarakat Jawa Tengah memiliki hubungan positif terhadap jumlah pengangguran terbuka. Peneliti menganggap dengan semakin tingginya pendidikan yang dimiliki masyarakat Jawa Tengah membuat mereka menuntut upah yang tinggi sesuai dengan apa yang mereka inginkan, jika perusahaan dirasa tidak memberikan upah yang


(41)

sesuai, merekan akan memilih menunggu pekerjaan yang sesuai dengan keinginan mereka.

Kurniawan (2013) meneliti tentang “Analisis Pengaruh PDRB, UMK, dan Inflasi Terhadap Tingkat Pengangguran Terbuka di Kota Malang”. Variabel yang digunakan yaitu produk domestik regional bruto, upah minimum kabupaten/kota, inflasi dan pengangguran terbuka. Metode yang digunakan yaitu analisis deskriptif dengan bantuan Metode Regresi Linear Berganda. Penelitian ini menggunakan data sekunder berbentuk time series dari tahun 1980-2011 pada Kota Malang. Dari penelitian ini dihasilkan bahwa Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) mempunyai penagruh negatif terhadap pengangguran terbuka. Kedua, Upah Minimum Kota (UMK) yang mempunyai pengaruh yang positif terhadap pengangguran terbuka. Ketiga, inflasi mempunyai pengaruh negatif terhadap tingkat pengangguran terbuka.

Wijaya (2014) melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Upah Minimum, PDRB, dan Populasi Penduduk Terhadap Tingkat Pengangguran Terbuka di Gerbangkertasusila Tahun 2007-2012)”. Penelitian ini menggunakan analisis kuantitatif dengan pendekatan deskriptif. Jenis data yang digunakan adalah data panel yang merupakan gabungan dari dara time-series dan cross-section dengan menggunakan Random Effect Model (REM) dengan pendekatan GLS (Generalized Least Square). Hasil dari penelitian ini bahwa upah minimum mempunyai hubungan negatif terhadap tingkat pengangguran terbuka mengindikasikan apabila upah minimum meningkat maka tingkat pengangguran terbuka Gerbangkertasusila akan menurun. Kedua, PDRB menpunyai hubungan


(42)

positif terhadap tingkat pengangguran terbuka, jika PDRB meningkat maka tingkat pengangguran tebuka di wilayah Gerbangkertasusila akan meningkat. Dikarenakan pertumbuhan ekonomi di Gerbangkertasusila berorientasi pada modal sehingga banyak perusahaan yang mengurangi biaya inputnya untuk mendapatkan keuntungan salah satunya dengan mengurangi tenaga kerja manusia dan menggantikannya dengan teknologi. Ketiga, populasi penduduk mempunyai hubungan negatif terhadap tingkat pengangguran terbuka karena jika populasi penduduk meningkat maka tingkat pengangguran terbuka menurun. Hal ini terjadi karena banyak anak sekolah (15 tahun ke bawah) yang sudah masuk ke dalam pasar kerja untuk dapat membantu keluarganya dan bonus demografi yang terdapat di setiap wilayah sekitar 75% dapat melakukan pekerjaan atau bahkan menciptakan lapangan pekerjaan sehingga pengangguran dapat menurun.

2.6 Kerangka Konseptual

Pertumbuhan ekonomi merupaka suatu indikator dalam menilai kinerja suatu perekonomian, terutama untuk menganalisis tentang pembangunan ekonomi yang telah dilaksanakan di suatu negara. Ekonomi dikatakan mengalami pertumbuhan apabila produksi barang dan jasa meningkat dari tahun sebelumnya. Dengan begitu, pertumbuhan ekonomi dapat menunjukkan sejauh mana aktivitas perekonomian dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan di suatu negara. Pertumbuhan ekonomi yang terus menunjukkan peningkatan, maka itu menggambarkan bahwa kondisi perekonomian negara tersebut baik.


(43)

Tingkat upah yang ditawarkan akan mempengaruhi jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan. Karena besaran upah dapat memiliki hubungan positif maupun negatif terhadap pengangguran. Jika upah minimum yang akan diterima oleh pencari kerja rendah, hal itu membuat pekerja akan menganggur dalam waktu tertentu sampai pekerja menemukan pekerjaan yang terbaik dan upah yang tinggi. Namun dipihak perusahaan, penetapan upah minimum yang tinggi akan menyebabkan jumlah pengangguran bertambah. Karena perusahaan menerapkan efisiensi pada biaya produksi dengan mengurangi tenaga kerja.

Meningkatnya inflasi akan berimbas pada bertambahnya jumlah pengangguran. Karena tingginya tingkat inflasi mnyebabkan rendahnya investasi, akibatnya jumlah pengangguran meningkat dengan seiring berkurangnya kesempatan kerja. Menurut A.W. Phillips inflasi memberikan pengaruh positif terhadap jumlah pengangguran. Hal ini terjadi karena didasarkan pada asumsi bahwa inflasi merupakan cerminan dari adanya kenaikan permintaan agregat. Dengan naiknya permintaan agregat, berdasarkan teori permintaan, permintaan naik harga akan naik pula. Dengan tingginya harga (inflasi) maka untuk memenuhi permintaan konsumen tersebut produsen akan meningkatkan kapasitas produksinya dengan menambah jumlah tenaga kerja. Maka akibat dari peningkatan permintaan tenaga kerja dengan naiknya harga-harga (inflasi) mampu mengurangi pengangguran.


(44)

Berdasarkan penjelasan sebelumnya dapat diperoleh kerangka pemikiran sebagai berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

2.7 Hipotesis

Hipotesis adalah teori semetara yang kebenarannya masih perlu diuji setelah peneliti mendalami permasalahan penelitiannya dengan seksama serta menetapkan anggapan dasar (Arikunto, 2006). Berdasarkan studi empiris penelitian yang pernah dilakukan dibidang ini, maka akan diajukan hipotesis sebagai berikut:

H1: Terdapat pengaruh negatif antara pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat

pengangguran terbuka di Indonesia. Pertumbuhan

Ekonomi

Upah

Inflasi

Pengangguran Terbuka


(45)

H2: Terdapat pengaruh negatif antara upah terhadap tingkat pengangguran

terbuka di Indonesia.

H3: Terdapat pengaruh negatif antara inflasi terhadap tingkat pengangguran


(46)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif dimana akan diketahui hubungan yang signifikan antara variabel yang diteliti sehingga kesimpulan yang akan memperjelas gambaran mengenai objek yang diteliti.

3.2 Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional

Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang akan menjadi objek penelitian, sedangkan defenisi operasional adalah defenisi yang diberikan kepada suatu variabel dengan memberikan arti. Jadi, variabel penelitian ini meliputi faktor-faktor yang berperan dalam peristiwa atau gejala yang akan diteliti.

Dalam penelitian ini digunakan dua variabel, yaitu variabel dependen (terikat) dan variabel independen (bebas).

a. Variabel dependen

Variabel yang digunakan pada penelitian ini sebagai variabel dependen adalah jumlah pengangguran terbuka, yaitu bagian dari angkatan kerja yang tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaan atau sedang mempersiapkan suatu usaha.

b. Variabel independen

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi dan upah.


(47)

a. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi adalah pertumbuhan output atau pertambahan pendapatan daerah agregatif dalam kurun waktu tertentu berdasarkan sektor produksi atas harga konstan.

b. Inflasi

Inflasi adalah gejala yang menunjukkan kenaikan tingkat harga umum yang terjadi secara terus-menerus.

c. Upah

Upah adalah suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha kepada pekerja untuk pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang.

3.3 Jenis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dalam bentuk angka yang sudah diolah dari Badan Pusat Statistik (BPS). Selain itu, penelitian ini juga menggunakan sumber dari literatur baik buku maupun jurnal penelitian.

Data yang diperlukan dalam penelitian ini, antara lain adalah:

1. Data mengenai besarnya tingkat pengangguran terbuka di Indonesia tahun 2000-2013.

2. Data mengenai pertumbuhan ekonomi di Indonesia tahun 2000-2013.


(48)

4. Data mengenai besarnya tingkat upah di Indonesia tahun 2000-2013.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini data dihimpun dengan menggunakan data sekunder dimana data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak lain (yang sudah tersedia) dan yang biasanya dalam bentuk publikasi. Jenis data yang digunakan adalah data time-series (runtutan waktu) dari tahun 2000-2013. Sumber data diperoleh dari Badan Pusat Statitik. Data tersebut meliputi:

1. Pengangguran Terbuka 2. Pertumbuhan Ekonomi 3. Upah

4. Inflasi

3.5 Metode Analisis

Dalam penelitian ini untuk mengolah data dari hasil penelitian menggunakan analisis deskriptif kuantitatif dimana dalam pengolahan data menggunakan Eviews. Analisis data dilakukan dengan bantuan Metode Regresi Linear Berganda yang dirumuskan sebagai berikut:

TPT = β0+ β1PE + β2UPAH + β3INF + U

Dimana:


(49)

PE : Tingkat Pertumbuhan Ekonomi (%)

UPAH : Tingkat Upah Rata-Rata Nasional (ribuan)

INF : Tingkat Inflasi di Indonesia (%)

β0 : Konstanta

β1 : Koefisien Pertumbuhan Ekonomi

β2 : Koefisien Upah Rata-rata Nasional

β3 : Koefisien Inflasi

U : Faktor Penganggu

Untuk memenuhi analisa regresi tersebut perlu dilakukan uji asumsi klasik yang meliputi uji normalitas, uji multikolinearitas, uji autokorelasi dan uji heterokesdastisitas.

1. Uji Asumsi Klasik a. Uji Normalitas Data

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, dependen variabel dan independen variabel keduanya mempunyai distribusi normal ataukah tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati normal. Mendeteksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik normal P-P Plot. Adapun pengambilan keputusan didasarkan kepada :


(50)

a) Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.

b) Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan atau tidak mengikuti arah garis diagonal, atau grafik histogram tidak menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.

b. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas di dalam model regresi adalah dengan menganalisa matrik korelasi variabel bebas jika terdapat korelasi antar variabel bebas yang cukup tinggi (lebih besar dari 0,90) hal ini merupakan indikasi adanya multikolinearitas.

c. Uji Autokorelasi

Autokorelasi adalah terjadinya korelasi antara variabel itu sendiri pada pengamatan yang berbeda. Pengujian autokorelasi dilakukan dengan uji

Breusch-Godfrey Serial Correlation Lagrange Multiplier Test (uji LM). Uji ini sangat berguna untuk mengidentifikasi masalah autokorelasi tidak hanya pada derajat pertama tetapi bisa juga digunakan pada tingkat derajat. Dikatakan terjadi autokorelasi jika nilai X2 (Obs* R-squared) hitung > X2 tabel atau nilai probability < derajat kepercayaan yang ditentukan.


(51)

d. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Metode untuk dapat mendeteksi ada tidaknya masalah heteroskedastisitas dalam model empiris menggunakan uji White. Untuk menguji heteroskedastisitas, program olah data Eviews menyediakan metode pengujian dengan menggunakan uji White, dimana dalam program olah data Eviews dibedakan menjadi dua bentuk uji White Heteroskedastisitas (no cross term) dan White Heteroskedastisitas (cross term). Dikatakan terdapat masalah heteroskedastisitas dari hasil estimasi jika X2 (Obs* R-squared) untuk uji White baik cross term maupun no cross term > X2 tabel atau nilai probability < derajat kepercayaan yang telah ditentukan.

2. Uji Statistik

a. Pengujian secara parsial (Uji t)

Uji t bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh satu variabel bebas secara individual dalam menjelaskan variasi variabel dependen. Pengujian setiap koefisien regresi dikatakan signifikan bila nilai mutlak tstat > nilai ttabel maka hipotesis nol (H0) ditolak dan hipotesis

alternatif (Ha) diterima, sebaliknya dikatakan tidak signifikan bila nilai

tstat < nilai ttabel maka hipotesis nol (H0) diterima dan hipotesis


(52)

b. Pengujian secara simultan (Uji F)

Untuk menguji secara bersama-sama antara variabel bebas dengan variabel terikat dengan melihat tingkat signifikansi (Fstat) pada α = 5%.

Pengujian setiap koefisien regresi bersama-sama dikatakan signifikan bila nilai Fstat > Ftabel maka hipotesis nol (H0) ditolak dan hipotesis

alternatif (Ha) diterima, sebaliknya dikatakan tidak signifikan bila nilai

Fstat < Ftabel maka hipotesis nol (H0) diterima dan hipotesis alternatif

(Ha) ditolak.

c. Koefisien determinasi (R2)

Koefisien determinasi mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependennya. Nilai koefisisen determinasi adalah nol dan satu, nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independennya dalam menjelaskan variasi variabel sangat terbatas dan nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independennya memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependennya.


(53)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskriptif Objek Penelitian

Setiap tahun jumlah penduduk di Indonesia selalu meningkat rata-rata dalam 10 tahun terakhir jumlah penduduk Indonesia meningkat dengan laju pertumbuhan per tahun sekitar 1,49 persen. Wilayah pulau yang paling padat penduduk adalah Jawa (1055 jiwa/km2), pulau terpadat kedua adalah Bali dan Nusa Tenggara (179 jiwa/km2), yang ketiga adalah Sumatera (105 jiwa/km2), lalu keempat Sulawesi (92 jiwa/km2) dan berikutnya Maluku (32 jiwa/km2), Kalimantan (25 jiwa/km2), serta yang paling jarang penduduk adalah Papua (8 jiwa/km2).

4.1.1 Tingkat Pengangguran Terbuka

Pengangguran di Indonesia menjadi masalah yang terus menerus menjadi perhatian yang serius bagi pemerintah. Menurut Badan Pusat Statistik pengangguran terbuka adalah pengangguran yang terjadi karena pertambahan lapangan kerja lebih rendah daripada pertambahan pencari kerja. Masalah utama dan yang paling mendasar dalam ketenagakerjaan di Indonesia adalah masalah upah yang rendah, tingkat pengangguran yang tinggi serta kesempatan kerja yang terbatas. Hal tersebut disebabkan karena pertambahan tenaga kerja baru setiap tahunnya jauh lebih besar dibandingkan dengan peningkatan lapangan kerja yang dapat disediakan setiap tahunnya.


(54)

Tingkat pengangguran terbuka pada umumnya didefinisikan secara konvensional sebagai proporsi angkatan kerja yang tidak bekerja dan mencari pekerjaan. Ukuran ini dapat digunakan untuk mengindikasikan seberapa besar penawaran kerja yang tidak dapat terserap dalam pasar kerja di sebuah negara atau wilayah. Tingkat pengangguran terbuka dapat dihitung dengan melihat jumlah orang yang menganggur dibagi dengan jumlah angkatan kerja kemudian dikalikan 100%. Perkembangan tingkat pengangguran terbuka Indonesia tahun 2000-2006 dapat dilihat dari grafik sebagai berikut.

Gambar 4.1

Tingkat Pengangguran Terbuka (%) Tahun 2000-2006

Sumber : Badan Pusat Statistik

Berdasarkan grafik di atas, dapat disimpulkan bahwa perkembangan tingkat pengangguran terbuka Indonesia selama tahun 2000 sampai dengan tahun 2006 terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2006 tingkat pengangguran terbuka mengalami peningkatan yang paling tinggi dibandingkan

6,08

8,1

9,06 9,67

9,86 11,24 10,28 0 2 4 6 8 10 12

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006

T

PT

Tahun

TPT (%)


(55)

tahun sebelumnya yaitu 11.24 persen. Hal ini dikarenakan tidak sebandingnya antara jumlah pengangguran dengan kesempatan kerja yang ada. Akibatnya pengangguran mengalami kenaikan yang tinggi dari tahun sebelumnya.

Gambar 4.2

Tingkat Pengangguran Terbuka (%) Tahun 2007-2013

Sumber : Badan Pusat Statistik

Berdasarkan grafik di atas perkembangan pengangguran terbuka di Indonesia mengalami penurunan mulai tahun 2007-2013. Hal itu dapat dilihat dari persentase angka tingkat pengangguran terbuka yang dimulai dari tahun 2007 sebsar 9,11 kemudian mengalami penurunan pada tahun 2008 sebesar 8,39 persen, tahun 2009 sebesar 7,87 persen dan begitu seterusnya. Penurunan tingkat pengangguran terbuka tersebut diharapkan mampu memberikan dampak yang baik bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia selanjutnya.

9,11

8,39

7,87

7,14

6,56

6,14 6,25

0 2 4 6 8 10

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

TPT (%)


(56)

4.1.2Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu indikator yang sangat penting untuk menilai kinerja suatu perekonomian pada setiap negara terutam untuk melakukan analisis tentang hasil pembangunan yang telah dicapai suatu negara apakah mengalami kenaikan maupun penurunan. Dengan begitu, pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauh mana aktivitas perekonomian dapat menghasilkan pertambahan pendapatan maupun kesejahteraan masyarakat pada periode tertentu. Pertumbuhan ekonomi dapat digunakan sebagai indikator kesejahteran penduduk suatu negara, semakin tinggi pertumbuhan ekonominya maka sektor riil di dalam negara tersebut juga mengalami peningkatan. Pertumbuhan ekonomi yang baik adalah yang mampu menyerap tenaga kerja dan mengurangi kemiskinan.

Salah satu target trilogi pembangunan adalah meningkatkan pendapatan nasional, yaitu dapat dilihat dari perkembangan Produk Domestik Bruto baik atas dasar harga konstan maupun atas dasar harga yang berlaku. PDB adalah nilai barang-barang dan jasa-jasa yang diproduksi di dalam negeri dalam satu tahun tertentu. Perekonomian Indonesia dari tahun ke tahun mengalami perkembangan seiring dengan peningkatan aktivitas ekonomi. Untuk lebih jelasnya bagaimana kondisi perkembangan pertumbuhan ekonomi Indonesia selama 14 tahun disajikan dalam tabel sebagai berikut:


(57)

Table 4.1

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2000-2013

No Tahun Pertumbuhan

Ekonomi (%)

1. 2000 0

2. 2001 3.64

3. 2002 4.50

4. 2003 4.78

5. 2004 5.03

6. 2005 5.69

7. 2006 5.50

8. 2007 6.35

9. 2008 6.01

10. 2009 4.63

11. 2010 6.22

12. 2011 6.49

13. 2012 6.26

14. 2013 5.78

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)

Dari tabel 4.1 Di atas dapat kita lihat bahwa perkembangan pertumbuhan ekonomi mengalami kenaikan dan penurunan yang tidak terlalu signifikan. Hal itu didorong oleh peningkatan sektor pemerintah maupun swasta.

4.1.3 Upah

Setiap kenaikan upah pasti akan diikuti dengan rendahnya tenaga kerja yang diminta. Yang berarti akan bertambahnya jumlah pengangguran terbuka di Indonesia. Demikian sebaliknya jika tingkat upah turun maka akan diikuti oleh meningkatnya kesempatan kerja, sehingga dapat dikatakan bahwa kesempatan


(58)

kerja mempunyai hubungan yang timbal balik dengan tingkat upah. Semakin tinggi tingkat upah yang ditetapkan akan berpengaruh pada meningkatnya biaya produksi, sehingga untuk melakukan efisiensi perusahaan terpaksa melakukan pengurangan tenaga kerja.

Pada tabel 4.2 Berikut ini disajikan gambaran tentang kenaikan tingkat upah di Indonesia tahun 2000-2013 sebagai berikut:

Tabel 4.2

Upah Indonesia Tahun 2000-2013

No Tahun Upah (Rp)

1. 2000 216.500

2. 2001 290.500

3. 2002 362.700

4. 2003 414.700

5. 2004 458.500

6. 2005 507.700

7. 2006 602.200

8. 2007 667.900

9. 2008 743.200

10. 2009 830.700

11. 2010 908.800

12. 2011 988.800


(59)

14. 2013 1.332.400 Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS)

Dari Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa rata-rata tingkat upah pekerja Indonesia dari tahun 2000-2013 setiap tahunnya terlihat mengalami perkembangan. Peningkatan rata-rata tingkat upah di sebabkan pertumbuhan ekonomi dan harga-harga kebutuhan pokok yang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Di awali pada tahun 2000 sebesar Rp 216.500 dan pada tahun selanjutnya tingkat upah terus mengalami peningkatan. Pemerintah berupaya menyejahterahkan buruh dengan memberikan upah yang layak untuk memenuhi kebutuhan hidup. Dengan meningkatnya tingkat upah berdampak pada penyerapan tenaga kerja atau perluasan tenaga kerja dimasa yang akan datang.

4.1.4 Inflasi

Kondisi perekonomian suatu negara dengan tingkat inflasi yang tinggi dapat menyebabkan perubahan-perubahan output dan kesempatan kerja. Inflasi yang tinggi berdampak pada meningkatnya jumlah pengangguran terbuka, ini berartti perkembangan kesempatan kerja menjadi kecil atau dengan kata lain jumlah tenaga kerja yang diserap juga sedikit.

Inflasi adalah kecenderungan dari harga yang naik secara umum dan terus-menerus. Kenaikan harga satu atau dua barang saja tidak dapat dikatakan inflasi, kecuali kenaikan tersebut meluas dan mengakibatkan pada sebagian besar dari harga-harga barang lain (Boediono, 2001: 161). Jika inflasi terus mengalami kenaikan, maka kegiatan perekonomian cenderung menjadi tidak stabil. Dampak


(60)

dari kenaikan tingkat inflasi akan menurunkan daya beli masyarakat. Perkembangan inflasi dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:

Tabel 4.3

Tingkat Inflasi di Indonesia Tahun 2000-2013

No. Tahun Inflasi (%)

1. 2000 9,35

2. 2001 12,55

3. 2002 10,03

4. 2003 5,06

5. 2004 6,40

6. 2005 17,11

7. 2006 6,60

8. 2007 6,59

9. 2008 11,06

10. 2009 2,78

11. 2010 6,96

12. 2011 3,79

13. 2012 4,30

14 2013 8,38


(61)

4.2Hasil Analisis Dan Pembahasan 4.2.1 Hasil Uji Asumsi Klasik

Sebelum melakukan pengujian analisis regresi linear berganda maka yang harus dilakukan adalah menguji data-data yang akan dianalisis agar data tersebut valid dan memenuhi persyaratan maka digunakan uji klasik. Adapun penjelasan uji asumsi klasik adalah sebagai berikut

a. Hasil Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, dependen variabel dan independen variabel atau keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah berdistribusi normal atau mendekati normal. Identifikasi ada atau tidaknya permasalahan normalitas dilakukan dengan melihat nilai Jarque-Bera.

Untuk melihat data berdistribusi normal atau tidak, apabila nilai Jarque-Bera < X2, maka data tersebut bersdistribusi normal. Begitupun sebaliknya jika nilai Jarque-Bera > X2 maka data tersebut tidak terdistribusi normal.

Setelah data di olah dengan menggunakan aplikasi Eviews 5, maka terlihat hasil sebagai berikut.


(62)

Gambar 4.3 Hasil Uji Normalitas

Sumber : hasil Eviews 5

Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat nilai jarque-Bera adalah 1,194452. Nilai X2 untuk data ini adalah 7,82. Berdasarkan nilai Jarque-Bera (1,194452) < X2 (7,82), maka data tersebut dinyatakan terdistribusi normal. Sehingga bisa dilanjutkan ke pengujian selanjutnya

b. Hasil Uji Multikolinearitas

Uji ini bertujuan untuk menguji apakah model regresi tersebut memiliki korelasi antar independen. Jika terjadi korelasi maka terdapat multikolinearitas dimana pada model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi multikolinearitas. Keadaan ini hanya terjadi pada regresi linear berganda karena jumlah variabel bebasnya lebih dari satu. Apabila hubungan diantara variabel independen yang satu dengan yang lainnya di atas 0,99 maka dapat dipastikan adanya multikolinearitas. Setelah data diolah maka dapat terlihat hasilnya sebagai berikut: 0.0 0.4 0.8 1.2 1.6 2.0 2.4 2.8 3.2

-1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5

Series: Residuals Sample 2000 2013 Observations 14

Mean -2.70e-16 Median -0.229989 Maximum 1.320126 Minimum -1.184541 Std. Dev. 0.854282 Skewness 0.166443 Kurtosis 1.608304 Jarque-Bera 1.194452 Probability 0.550336


(63)

Tabel 4.4

Hasil Uji Multikolinearitas

INF PE PT UPAH

INF 1.000000 -0.195457 0.382860 -0.414387

PE -0.195457 1.000000 0.185776 0.651864

PT 0.382860 0.185776 1.000000 -0.509843

UPAH -0.414387 0.651864 -0.509843 1.000000

Sumber : hasil Eviews 5

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa nilai korelasi antara variabel independen yaitu nilai pertumbuhan ekonomi adalah -0,195224, nilai korelasi upah adalah 0,356075. Karena nilai korelasi menjauhi angka 1 (0,99), maka tidak terdapat gejala multikolinieritas antara variabel independen.

c. Hasil Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah model regresi linear memiliki korelasi antara error term pada periode t dengan kesalahan pengangganggu pada periode t-1. Pengujian autokorelasi dapat dilakukan dengan uji Lagrange Multiplier (LM). Hasil pengolahan data dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 4.5 Hasil Uji LM

Sumber : hasil Eviews 5

Berdasarkan hasil estimasi tersebut dapat dilihat nilai probability adalah 0.371057. dengan nilai signifikan 5% yang berarti nilai probability (0.371057) > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa hasil estimasi tersebut adalah tidak signifikan.

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 0.659987 Probability 0.542877


(64)

Dengan demikian, menurut uji serial korelasi (LM test), bahwa tidak terdapat autokorelasi dalam estimasi dan dapat dilanjutkan ke pengujian selanjutnya

d. Hasil Uji Heteroskedastisitas

Pengujian ini dilakukan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari hasil satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Identifikasi ada atau tidaknya masalah heteroskedastisitas dilakukan melalui Uji

White Heteroskedasticity test no cross term. Tabel 4.6

Hasil Uji Heteroskedastisitas White Heteroskedasticity Test:

F-statistic 0.508980 Probability 0.785661

Obs*R-squared 4.252519 Probability 0.642546

Sumber : hasil Eviews 5

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa nilai probability untuk Obs*R-squared adalah 4.252519 dengan alpha (α) 5%. Karena nilai 4.252519 > derajat

kesalahan (α) = 5% (0,05), maka tidak terdapat heteroskedastisitas.

4.2.2 Hasil Regresi Linear Berganda

Estimasi hubungan antara variabel-variabel yang mempengaruhi pengangguran terbuka di Indonesia dilakukan melalui pendekaran Regresi Linear Berganda yang ditampilkan pada tabel berikut ini:


(65)

Tabel 4.7

Hasil Olah Data Dengan Metode Regresi Linear Berganda

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 6.905478 1.171300 5.895566 0.0002

PE 0.881923 0.213262 4.135402 0.0020

UPAH -0.005247 1.17E-06 -4.484776 0.0012

INF 0.055277 0.077300 0.715098 0.4909

Sumber : hasil Eviews 5

Berdasarkan tabel di atas, variabel PE mempunyai nilai signifikansi 0,0020. Pada penelitian ini alpha yang digunakan yaitu 5% (0,05). Variabel PE mempunyai nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan alpha 5% (0,0020 < 0,05). Karena nilai signifikansi lebih kecil dibandingkan dengan alpha maka variabel PE mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel pengangguran terbuka. Variabel UPAH mempunyai nilai signifikansi 0,0012, pada penelitian ini alpha yang digunakan yaitu 5% (0,05). Variabel UPAH mempunyai nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan alpha 5% (0,0012 < 0,05). Karena nilai signifikansi lebih kecil daripada alpha maka variabel UPAH mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel pengangguran terbuka. Selanjutnya variabel INF mempunyai nilai signifikansi 0,4909 dengan alpha yang digunakan yaitu 5% (0,05). Variabel INF mempunyai nilai yang lebih besar dibandingkan dengan alpha 5% (0,4909 > 0,05). Karena nilai signifikansi lebih besar daripada alpha maka variabel INF tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel pengangguran terbuka


(66)

4.2.3. Uji Statistik

a. Pengujian secara parsial (Uji-t)

Uji statistik menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual dalam menjelaskan variabel dependen. Untuk melakukan uji t dengan cara Quick Look, yaitu dengan melihat nilai probability dan derajat kepercayaan yang ditentukan dalam penelitian. Jika nilai probability < derajat kepercayaan yang ditentukan, maka suatu variabel independen secara individual mempengaruhi variabel dependennya.

Berikut disajikan tabel uji t statistik pertumbuhan ekonomi (PE), upah (UPAH), dan inflasi (INF) terhadap pengangguran terbuka di Indonesia tahun 20090 sampai tahun 2013.

Tabel 4.8 Hasil Uji t

Variabel Coefficient

Regresi

Probability Standard Prob (α)

Pertumbuhan Ekonomi (PE) 0.881923 0,0020 5% (0,05)

Upah -0.005247 0,0012 5% (0,05)

Inflasi (INF) 0.055277 0,4909 5% (0,05)

Sumber: hasil Eviews 5

1) Pengujian t statistik untuk variabel pertumbuhan ekonomi (PE)

Pengujian untuk uji t ini adalah apabila nilai probabilitas (signifikan) < alpha maka terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel pertumbuhan ekonomi (independen) terhadap variabel pengangguran terbuka (dependen). Begitu pula sebaliknya, jika nilai probablitas (signifikan) > alpha maka tidak


(67)

terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel pertumbuhan ekonomi (independen) terhadap variabel pengangguran terbuka (dependen).

Berdasarkan tabel 4.8 dapat dilihat bahwa nilai probabilitas (signifikan)

sebesar 0,0020. Karena nilai probabilitas (signifikan) < alpha (α = 0,05), yang

berarti bahwa variabel pertumbuhan ekonomi berpengaruh secara signifikan terhadap pengangguran terbuka. Nilai koefisien sebesar 0,881640, arah koefisien regresi untuk variabel pertumbuhan ekonomi yaitu bernilai positif. Artinya variabel yang bernilai positif itu mempunyai arti semakin tinggi nilai dari variabel pertumbuhan ekonomi maka akan diikuti dengan kenaikan tingkat pengangguran terbuka. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah nilai variabel pertumbuhan ekonomi maka akan semakin rendah pula tingkat pengangguran terbuka.

Pertumbuhan ekonomi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pengangguran terbuka yang dapat dijelaskan secara sederhana. Jika pada saat pertumbuhan ekonomi suatu negara mengalami kenaikan dengan laju positif dan secara terus menerus. Hal itu berarti tingkat pendapatan masyarakat meningkat karena banyaknya lapangan kerja. Namun kenyataanya di lapangan tidak demikian, angka pengangguran terbuka terus semakin bertambah. Salah satu penyebab angka pengangguran terbuka naik, diantaranya pertumbuhan ekonomi lebih dipengaruhi industri padat modal yang banyak menggunakan teknologi. Pertumbuhan ekonomi yang berasal dari industri padat modal tidak dapat menghasilkan lapangan pekerjaan yang banyak karena lebih mengandalkan tenaga mesin atau teknologi, sehingga angka pengangguran terbuka terus meningkat walaupun pertumbuhan ekonomi naik. Menurut penelitian yang dilakukan


(68)

Alghofari (2010), pertumbuhan melalui GDP yang bersifat positif dikarenakan pertumbuhan ekonomi tidak dibarengi dengan peningkatan kapasitas produksi sehingga pengangguran tetap bertambah. Pertumbuhan ekonomi yang meningkat ini berorientasi pada padat modal, dimana kegiatan produksi untuk memacu output dan menghasilkan pendapatan yang meningkat lebih diutamakan daripada pertumbuhan ekonomi yang berorientasi pada padat karya yang mampu menampung tenaga kerja lebih banyak. Dengan begitu dapat dikatakan bahwa kualitas pertumbuhan ekonomi di Indonesia belum mampu mnyerap tenaga kerja yang banyak.

2) Pengujian t statistik untuk variabel upah (UPAH)

Pengujian untuk uji t ini adalah apabila nilai probabilitas (signifikan) < alpha maka terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel upah (independen) terhadap variabel pengangguran terbuka (dependen). Begitu pula sebaliknya, jika nilai probablitas (signifikan) > alpha maka tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel upah (independen) terhadap variabel pengangguran terbuka (dependen).

Berdasarkan tabel 4.8 dapat dilihat bahwa nilai probabilitas (signifikan) sebesar 0.0012. Karena nilai probabilitas (signifikan) < alpha (α = 0,05), yang berarti bahwa variabel upah berpengaruh secara signifikan terhadap pengangguran terbuka. Nilai koefisien sebesar -0.005247, arah koefisien regresi untuk variabel upah yaitu bernilai negatif. Artinya variabel yang bernilai negatif itu mempunyai arti semakin tinggi nilai dari variabel upah maka akan diikuti dengan menurunnya


(69)

tingkat pengangguran terbuka. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah nilai variabel upah maka akan semakin meningkat pula tingkat pengangguran terbuka.

Tingkat upah berpengaruh terhadap meningkat atau menurunya angka pengangguran terbuka di Indonesia dimana tenaga kerja akan menetapkan tingkat upah minimum. Jika upah yang ditawarkan besarnya di bawah tingkat upah yang diharapkan, maka tenaga kerja akan menolak upah tersebut. Dari penelitian ini dapat dilihat bahwa upah memiliki pengaruh yang negatif terhadap pengangguran terbuka. Tingginya tingkat upah yang ditawarkan maka jumlah pengangguran terbuka akan menurun. Sebaliknya, jika tingkat upah yang ditawarkan rendah maka jumlah pengangguran terbuka akan meningkat. Namun untuk menaikkan tingkat upah pengusaha harus memikirkan dampak apa yang akan muncul di masa yang akan datang. Karena jika dilihat dari sisi pengusaha, ketika upah meningkat maka biaya yang akan dikeluarkan cukup tinggi yang berarti akan mengurangi efisiensi pengeluaran. Sehingga pengusaha akan mengambil kebijakan pengurangan tenaga kerja guna mengurangi biaya produksi. Dengan demikian meningkatlah angka pengangguran terbuka di Indonesia.

3) Pengujian t statistik untuk variabel inflasi (INF)

Pengujian untuk uji t ini adalah apabila nilai probabilitas (signifikan) < alpha maka terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel inflasi (independen) terhadap variabel pengangguran terbuka (dependen). Begitu pula sebaliknya, jika nilai probablitas (signifikan) > alpha maka tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel inflasi (independen) terhadap variabel pengangguran terbuka (dependen).


(70)

Berdasarkan tabel 4.8 dapat dilihat bahwa nilai probabilitas (signifikan) sebesar 0.4904. Karena nilai probabilitas (signifikan) < alpha (α = 0,05), yang berarti bahwa variabel inflasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pengangguran terbuka. Hasil pengujian ini sama seperti penelitian sebelumnya (Ningsih, 2010) yang menjelaskan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel inflasi terhahap variabel pengangguran terbuka. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dibarengi dengan kebijakan moneter agar terciptanya kestabilan harga dalam perekonomian serta mampu mengendalikan jumlah uang beredar. Dengan kebijakan tersebut pemerintah mampu menekan angka inflasi sehingga inflasi tidak memiliki pengaruh yang berarti terhadap tingkat pengangguran terbuka di Indonesia.

2. Pengujian secara simultan (Uji F)

Pengujian ini dilakukan bertujuan untuk melihat apakah terdapat pengaruuh yang signifikan antara variabel independen dengan variabel dependen secara serentah. Dalam penelitian ini pengujian secara serentak ingin melihat apakah variabel pertumbuhan ekonomi, upah dan inflasi berpengaruh terhadap pengangguran terbuka atau tidak.

Untuk melihat ada atau tidaknya pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel terikat terlihat dari nilai signifikansinya. Apabila nilai signifikansi < alpha, maka terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel bebas terhadap variabel terikat, yang berarti terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel pertumbuhan ekonomi, upah dan inflasi terhadap variabel pengangguran terbuka.


(71)

Begitu pula sebaliknya, jika nilai signifikansi > alpha, maka tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel bebas terhadap variabel terikat.

Setelah dilakukan pengujian diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,002843. Karena nilai probabilitas < alpha ( α = 5%), yaitu 0,002843 < 0,05 yang berarti bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara variabel independen (pertumbuhan ekonomi, upah dan inflasi) terhadap variabel dependen (pengangguran terbuka) di Indonesia selama periode tahun 2000-2013.

3. Koefisien determinasi (R2)

Hasil pengujian data menunjukkan bahwa R2 yang diperoleh dari hasil estimasi sebesar 0,740047. Maka besarnya pengaruh total variabel bebas pada variabel terikat sekita 74% dan sisanya sebesar 26% dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian.


(1)

DATA TINGKAT INFLASI DI INDONESIA TAHUN 2000-2013

No. Tahun Inflasi (%)

1. 2000 9,35

2. 2001 12,55

3. 2002 10,03

4. 2003 5,06

5. 2004 6,40

6. 2005 17,11

7. 2006 6,60

8. 2007 6,59

9. 2008 11,06

10. 2009 2,78

11. 2010 6,96

12. 2011 3,79

13. 2012 4,30

14 2013 8,38


(2)

UJI NORMALITAS

0.0 0.4 0.8 1.2 1.6 2.0 2.4 2.8 3.2

-1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5

Series: Residuals Sample 2000 2013 Observations 14

Mean -2.70e-16 Median -0.229989 Maximum 1.320126 Minimum -1.184541 Std. Dev. 0.854282 Skewness 0.166443 Kurtosis 1.608304 Jarque-Bera 1.194452 Probability 0.550336


(3)

UJI MULTIKOLINEARITAS

INF PE PT UPAH

INF 1.000000 -0.195457 0.382860 -0.414387 PE -0.195457 1.000000 0.185776 0.651864 PT 0.382860 0.185776 1.000000 -0.509843 UPAH -0.414387 0.651864 -0.509843 1.000000


(4)

UJI AUTOKORELASI Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 0.659987 Probability 0.542877 Obs*R-squared 1.982800 Probability 0.371057

Test Equation:

Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 12/13/14 Time: 10:32

Presample missing value lagged residuals set to zero.

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -0.083840 1.251834 -0.066974 0.9482 PE -0.007899 0.240409 -0.032858 0.9746 UPAH 1.35E-07 1.30E-06 0.103683 0.9200 INF 0.006312 0.081420 0.077520 0.9401 RESID(-1) 0.357315 0.374839 0.953249 0.3684 RESID(-2) -0.316547 0.385561 -0.821002 0.4354 R-squared 0.141629 Mean dependent var -2.70E-16 Adjusted R-squared -0.394854 S.D. dependent var 0.854282 S.E. of regression 1.008941 Akaike info criterion 3.153206 Sum squared resid 8.143691 Schwarz criterion 3.427088 Log likelihood -16.07244 F-statistic 0.263995 Durbin-Watson stat 1.932199 Prob(F-statistic) 0.920588


(5)

UJI HETEROSKEDASTISITAS White Heteroskedasticity Test:

F-statistic 0.508980 Probability 0.785661 Obs*R-squared 4.252519 Probability 0.642546

Test Equation:

Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares

Date: 12/13/14 Time: 10:35 Sample: 2000 2013

Included observations: 14

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -0.248819 2.124008 -0.117146 0.9100 PE 0.308984 0.356801 0.865984 0.4152 PE^2 -0.065039 0.059332 -1.096188 0.3093 UPAH 3.80E-06 5.39E-06 0.705501 0.5033 UPAH^2 -1.90E-12 2.96E-12 -0.639650 0.5428 INF -0.113473 0.233043 -0.486919 0.6412 INF^2 0.007685 0.011075 0.693958 0.5101 R-squared 0.303751 Mean dependent var 0.677670 Adjusted

R-squared -0.293033 S.D. dependent var 0.548492 S.E. of regression 0.623699 Akaike info criterion 2.200557 Sum squared

resid 2.723007 Schwarz criterion 2.520085 Log likelihood -8.403896 F-statistic 0.508980 Durbin-Watson

stat 2.196407 Prob(F-statistic) 0.785661


(6)

UJI LINEAR BERGANDA

Dependent Variable: PT Method: Least Squares Date: 12/13/14 Time: 10:25 Sample: 2000 2013

Included observations: 14

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 6.905478 1.171300 5.895566 0.0002 PE 0.881923 0.213262 4.135402 0.0020 UPAH -0.005247 0.001170 -4.484776 0.0012 INF 0.055277 0.077300 0.715098 0.4909 R-squared 0.740047 Mean dependent var 8.267857 Adjusted

R-squared 0.662061 S.D. dependent var 1.675535 S.E. of regression 0.974032 Akaike info criterion 3.020210 Sum squared resid 9.487374 Schwarz criterion 3.202798 Log likelihood -17.14147 F-statistic 9.489475 Durbin-Watson