BAB II DASAR HUKUM PENGATURAN DALAM PENYELENGGARAAN REKLAMASI PANTAI DI KOTA BATAM A. Reklamasi Pantai 1. Pengertian Reklamasi Pantai - Tinjauan Yuridis Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Batam Atas Tanah Hasil Reklamasi (Studi Pada HPL Yang Dikelola Pemerin

BAB II DASAR HUKUM PENGATURAN DALAM PENYELENGGARAAN REKLAMASI PANTAI DI KOTA BATAM A. Reklamasi Pantai

1. Pengertian Reklamasi Pantai

  Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil menyebutkan pengertian dari Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh orang dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara pengurugan,

  75 pengeringan lahan atau drainase.

  Reklamasi lahan adalah proses pembentukan lahan baru di pesisir atau bantaran sungai. Sesuai dengan definisinya, tujuan utama dari reklamasi pantai adalah menjadikan kawasan berair yang rusak atau tak berguna menjadi lebih baik dan bermanfaat.

  Kawasan tersebut nantinya akan dimanfaatkan untuk pembangunan kawasan permukiman, perindustrian, bisnis, pertokoan, pelabuhan udara, perkotaan, pertanian, serta objek wisata. Reklamasi pantai sendiri merupakan salah satu langkah

75 Pengurugan adalah kegiatan penimbunan tanah dan/atau batuan di atas permukaan tanah

  dan/atau batuan, Pengeringan lahan adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengubah perairan dan/atau daratan menjadi lahan kering dengan cara pemompaan dan/atau dengan drainase dan drainase adalah metode pengaliran air permukaan atau air tanah agar perairan berubah menjadi lahan. Lihat Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau- Pulau Kecil Pasal 1 angka(3), (4), (5).

  31 pemekaran kota. Biasanya reklamasi dilakukan oleh negara atau kota besar dengan laju pertumbuhan dan kebutuhan lahannya meningkat pesat.

  Bila dilihat dari penggunaan lahan kota yang sudah sangat mendesak, tindakan ini positif lebih strategis bila kawasan tersebut telah, sedang atau akan dikembangkan untuk menunjang ekonomi kota atau daerah.

  Secara umum bentuk reklamasi ada dua, yaitu reklamasi menempel pantai dan reklamasi lahan terpisah dari pantai daratan induk. Cara pelaksanaan reklamasi sangat tergantung dari sistem yang digunakan. Menurut Buku Pedoman Reklamasi di Wilayah Pesisir yang di keluarkan oleh Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (2005), reklamasi dibedakan atas 4 sistem, yaitu :

  a. Sistem Timbunan yaitu reklamasi dilakukan dengan cara menimbun perairan pantai sampai muka lahan berada di atas muka air laut tinggi (high water level).

  b. Sistem Polder yaitu reklamasi dilakukan dengan cara mengeringkan perairan yang akan direklamasi dengan memompa air yang berada didalam tanggul kedap air untuk dibuang keluar dari daerah lahan reklamasi.

  c. Sistem Kombinasi antara Polder dan Timbunan ini merupakan gabungan sistem polder dan sistem timbunan, yaitu setelah lahan diperoleh dengan metode pemompaan, lalu lahan tersebut ditimbun sampai ketinggian tertentu sehingga perbedaan elevasi antara lahan reklamasi dan muka air laut tidak besar.

  d. Sistem Drainase yaitu reklamasi sistem ini dipakai untuk wilayah pesisir yang datar dan relatif rendah dari wilayah di sekitarnya tetapi elevasi muka tanahnya masih lebih tinggi dari elevasi muka air laut.

  76 Sistem yang paling cocok diterapkan di daerah tropis seperti di Indonesia

  adalah sistem timbunan dikarenakan sistem ini dilakukan dengan cara menimbun perairan pantai sampai muka lahan berada di atas muka air laut tinggi (high water

  level ). 76 Reklamasi Pantai, diakses dari http://oceocean.blogspot.com/2012/04/reklamasipantai.html, pada tanggal 22 Maret 2013

  Sistem timbunan cocok dilakukan pada daerah tropis yang mempunyai curah hujan yang sangat tinggi dan sistem polder dilakukan pada lokasi dengan kondisi drainase yang baik. Reklamasi sistem polder kurang cocok untuk daerah yang mempunyai curah hujan yang sangat tinggi. Begitu juga yang saat ini sedang dikembangkan di Kota Batam.

  “Pantai merupakan daerah datar, atau bisa bergelombang dengan perbedaan ketinggian tidak lebih dari 200 M (dua ratus meter), yang dibentuk oleh endapan pantai dan sungai yang bersifat lepas, dicirikan dengan adanya bagian yang kering (daratan) dan basah (rawa). Garis pantai dicirikan oleh suatu garis batas pertemuan antara daratan dengan air laut. Oleh karena itu, posisi garis pantai bersifat tidak tetap dan dapat berpindah (walking land

  atau walking vegetation

  ) sesuai dengan pasang-surut air laut dan abrasi

  

77

  pantai atau pengendapan lumpur.” Untuk reklamasi biasanya memerlukan material urugan yang cukup besar yang tidak hanya diperoleh dari sekitar pantai, tetapi dapat didatangkan dari beberapa kawasan lain yang memerlukan jasa angkutan. Material reklamasi merupakan tanah dominan pasir dan tidak mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3).

  Sumber material yang dipilih sebagai alternatif lain untuk reklamasi dapat dengan melakukan pemotongan bukit yang istilahnya sering disebut “hill cut and

  refill”

  . Di Batam yang mengeluarkan izin material timbun yang berasal dari darat adalah Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas

77 Status Kepemilikan Lahan Pada Kawasan Pantai Dan Hutan Mangrove , diakses dari

  http://www.dephut.go.id/INFORMASI/RRL/STS_Mangrove.HTM, pada tanggal 12 Januari 2013

78 Batam (Otorita Batam). Cara lain yang relatif lebih aman dapat dilakukan dengan

  cara mengambil material dengan melakukan pengerukan (dredging) dasar laut di tengah laut dalam.

  Dengan demikian penyelenggaraan reklamasi pantai wajib memperhatikan kepentingan lingkungan, pelabuhan, kawasan pantai berhutan bakau, nelayan, dan fungsi-fungsi lain yang ada dikawasan pantai serta keberlangsungan ekosistem pantai sekitarnya. Bahan material untuk reklamasi pantai, diambil dari lokasi yang memenuhi persyaratan teknis dan lingkungan.

  2. Konsep Kebijakan Reklamasi Pantai

  Reklamasi ditinjau dari sudut pengelolaan daerah pantai, harus diarahkan pada tujuan utama pemenuhan kebutuhan lahan baru karena kurangnya ketersediaan lahan darat. Usaha reklamasi janganlah semata-mata ditujukan untuk mendapatkan lahan dengan tujuan komersial belaka. Reklamasi di sekitar kawasan pantai dan di lepas pantai dapat dilaksanakan dengan terlebih dahulu diperhitungkan kelayakannya secara transparan dan ilmiah.

  Perencanaan reklamasi harus diselaraskan dengan rencana tata ruang kota. Tata ruang kota juga harus memperhatikan kemampuan daya dukung sosial dan ekologi bagi pengembangan Kota. Daya dukung sosial dan ekologi tidak dapat secara terus-menerus dipaksakan untuk mempertahankan kota sebagai pusat kegiatan 78 Nanang Hardiwibowo, Kasubdit Pengadaan Tanah Badan Pengusahaan Kawasan

  

Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (Otorita Batam), Wawancara, Batam, tanggal

  07 Mei 2013, pukul 15.00. W.I.B ekonomi dan politik. Fungsi kota sebagi pusat perdagangan, jasa dan industri harus secara bertahap dipisahkan dari fungsi kota ini sebagai pusat pemerintahan.

  79 Reklamasi Pantai juga harus mempunyai konsep. Konsep kebijakan

  reklamasi di Indonesia telah diatur dalam hukum positif Indonesia pada Pasal 34 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan

80 Pulau-Pulau Kecil.

  Pasal 34 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil ini menjadi suatu pranata hukum yang jelas dalam memberikan kepastian hukum terhadap pelaksanaan reklamasi pantai di Indonesia dengan mengedepankan sebuah konsep reklamasi berupa pembangunan dan pengelolaaan pantai terpadu.

  Merujuk pada Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Pada Pasal 34 Undang-Undang tersebut dijelaskan bahwa reklamasi hanya dapat dilaksanakan jika manfaat sosial dan 79

  pengertian konsep adalah ide abstrak yang dapat digunakan untuk mengadakan klasifikasi atau penggolongan yang pada umumnya dinyatakan dengan suatu istilah atau rangkaian kata. Pengertian lain dari konsep adalah satuan arti yang mewakili sejumlah objek yang mempunyai ciri yang sama. Orang yang memiliki konsep mampu mengadakan abstraksi terhadap objek-objek yang dihadapi, sehingga objek-objek ditempatkan dalam golongan tertentu. Objek-objek dihadirkan dalam kesadaran orang dalam bentuk representasi mental tak berperaga. Konsep sendiri pun dapat dilambangkan dalam bentuk suatu kata (lambang bahasa). lihat

http://www.lepank.com/2012/08/pengertian-konsep-menurut-beberapa-ahli.html diakses tanggal

  22 Maret 2013. 80 Pasal 34 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil menyebutkan:

  

1. Reklamasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dilakukan dalam rangka meningkatkan manfaat

dan/atau nilai tambah Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil ditinjau dari aspek teknis,

lingkungan, dan sosial ekonomi.

  2. Pelaksanaan Reklamasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menjaga dan memperhatikan:

  a. keberlanjutan kehidupan dan penghidupan masyarakat;

  

b. keseimbangan antara kepentingan pemanfaatan dan kepentingan pelestarian fungsi lingkungan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; serta c. persyaratan teknis pengambilan, pengerukan, dan penimbunan material ekonomi yang diperoleh lebih besar dari biaya sosial dan biaya ekonominya. Meski demikian, pelaksanaan reklamasi juga wajib menjaga dan memperhatikan beberapa hal. Seperti dukungan terhadap keberlanjutan kehidupan dan penghidupan masyarakat

  Adapun aspek-aspek yang harus diperhatikan dalam kegiatan reklamasi pantai dapat dijelaskan sebagai berikut :

  1. Aspek teknis meliputi hidro-oceanografi, hidrologi, batimetri, topografi,

  81 geomorfologi

  , dan/atau geoteknik. Penjelasannya adalah sebagai berikut :

  a. Hidro-oceanografi yaitu meliputi pasang surut, arus, gelombang, dan sedimen dasar laut.

  b. Hidrologi yaitu meliputi curah hujan, air tanah, debit air sungai/saluran, dan air limpasan.

  c. Batimetri yaitu meliputi kontur kedalaman dasar perairan.

  d. Topografi yaitu meliputi kontur permukaan daratan.

  e. Geomorfologi yaitu meliputi bentuk dan tipologi pantai.

  82 Geoteknik f. yaitu meliputi sifat-sifat fisis dan mekanis lapisan tanah.

  2. Aspek lingkungan hidup yaitu aspek yang melihat kondisi lingkungan hidup yang meliputi kualitas air laut, kualitas air tanah, kualitas udara, kondisi

  81 Lihat Pasal 5 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil 82 Lihat Pasal 6 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil ekosistem pesisir (mangrove, lamun, terumbu karang), flora dan fauna darat,

  83 serta biota perairan.

  3. Aspek sosial ekonomi meliputi demografi, akses publik, dan potensi relokasi.

  Penjelasannya adalah sebagai berikut:

  a. Demografi meliputi jumlah penduduk, kepadatan penduduk, pendapatan, mata pencaharian, pendidikan, kesehatan, dan keagamaan.

  b. Akses publik meliputi jalan dan jalur transportasi masyarakat serta informasi terkait pembangunan reklamasi.

  c. Potensi relokasi meliputi lahan yang bisa digunakan untuk relokasi

  84 penduduk serta fasilitas sarana dan prasarana lainnya.

  Kegiatan reklamasi akan mengubah kondisi dan ekosistem pesisir dan tentunya tidak akan sebaik ekosistem yang alami. Upaya reklamasi pesisir perlu direncanakan sedemikian rupa agar keberadaannya tidak mengubah secara radikal ekosistem pantai yang asli. Perencanaan tata ruang yang rinci, penelitian lingkungan untuk analisis dampak lingkungan, penelitian kondisi hidro oceanografi, perencanaan teknis reklamasi dan infrastruktur, perencanaan drainase dan sanitasi, perencanaan fasilitas

  85 sosial ekonomi.

  83 Lihat Pasal 7 dan Pasal 8 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil 84 Lihat Pasal 10 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil 85 diakses dari http://repository.ipb.ac.id, pada tanggal

  Pengelolaan Wilayah Pesisir,

20 Februari 2013

3. Manfaat dan Dampak Reklamasi Pantai

  Suatu kegiatan yang dilakukan oleh manusia pasti memiliki manfaat juga dampak pada sekelilingnya, begitu juga dengan kegiatan reklamasi pantai. Reklamasi mempunyai dampak positif sebagai daerah pemekaran kawasan dari lahan yang semula tidak berguna menjadi daerah bernilai ekonomis tinggi. Dan di sisi lain jika tidak diperhitungkan dengan matang dapat berdampak negatif terhadap lingkungan. Di sinilah diperlukan kepedulian dan kerja sama sinergis dari semua komponen stakeholders.

  “Pembangunan kawasan komersial jelas akan mendatangkan banyak keuntungan ekonomi bagi wilayah tersebut. Asumsi yang digunakan disini adalah semakin banyak kawasan komersial yang dibangun maka dengan sendirinya juga akan menambah pendapatan asli daerah (PAD). Reklamasi memberikan keuntungan dan dapat membantu kota dalam rangka penyediaan lahan untuk berbagai keperluan (pemekaran kota), penataan daerah pantai, pengembangan wisata bahari, dan lain-lain. Namun harus diingat pula bahwa bagaimanapun juga reklamasi adalah bentuk campur tangan (intervensi) manusia terhadap keseimbangan lingkungan alamiah pantai yang selalu dalam keadaan seimbang dinamis sehingga akan melahirkan perubahan ekosistem seperti perubahan pola arus, erosi dan sedimentasi pantai, dan berpotensi gangguan lingkungan.”

  86 Keuntungan yang diperoleh dengan cara melakukan reklamasi pantai adalah

  tanah diperoleh tanpa melakukan penggusuran penduduk dan tidak membayar ganti rugi.

  87 Reklamasi pantai bisa sangat bermanfaat jika dikelola dan dianalisis dengan baik.

  86 Reklamasi Pantai Dan Dampaknya Terhadap Wilayah Pesisir, diakses dari http://darius-

arkwright.blogspot.com/2010/04/pendahuluan-reklamasi-adalah-suatu.htm, pada tanggal

  20 Februari 2013 87 Hasni, Op.Cit., hlm. 348.

  Reklamasi pesisir dan pulau-pulau kecil diharapkan dapat memberikan manfaat sumber daya lahan baik secara lingkungan maupun sosial ekonomi budaya seperti peningkatan ekonomi skala makro dan mikro (investasi dan peluang bisnis, lapangan kerja terbuka, aktifitas pariwisata meningkat, dan alternatif pendapatan

  88 terbuka).

  Di kota Batam terlihat pembangunan dengan membuat daratan di lepas pantai. Salah satunya adalah Coastarina. Berbentuk miniatur dunia dengan membendung laut saat surut, lalu ditimbun dan dibangun dengan pondasi beton perumahan dan kavling di atasnya.

  Perumahan di pantai ini dikembangkan menjadi pusat hunian dengan suasana tepi laut. Sebagian areanya diperoleh dari hasil reklamasi. Siteplannya dirancang bak lagoon raksasa yang bagian tengahnya ditata menyerupai peta dunia dengan miniatur berbagai benua. Di Coastarina, akan dibangun total 1.000 (seribu) rumah di kawasan

  89 total 150 hektar (25 hektar termasuk taman dan fasilitas umum).

  Tetapi harus diingat bahwa bagaimanapun juga reklamasi adalah bentuk campur tangan (intervensi) manusia terhadap keseimbangan lingkungan alamiah pantai yang selalu dalam keadaan seimbang dinamis sehingga akan melahirkan perubahan ekosistem seperti perubahan pola arus, erosi dan sedimentasi pantai,

  90 berpotensi meningkatkan bahaya banjir, dan berpotensi gangguan lingkungan.

  88 89 Redaksi Butari, Loc.Cit.

  Coastarina di Pesisir Batam, diakses dari http://duaribuan.wordpress.com, pada tanggal 27 Maret 2013 90 M. Faiqun Ni’am, diakses dari

  Pro Kontra Reklamasi di Semarang, http://faiqun.edublogs.org, pada tanggal 27 Maret 2013 Khusus untuk kota Batam telah diatur bahwa kegiatan pengembangan kawasan pantai yang mengubah ekosistem dan lingkungan perairan laut harus didahului dengan studi yang mendalam dan dilengkapi dengan Analisi dampak lingkungan (AMDAL) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang

  91 berlaku.

  Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) adalah Kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan

  92 keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.

  AMDAL ini dibuat saat perencanaan suatu proyek yang diperkirakan akan memberikan pengaruh terhadap lingkungan hidup di sekitarnya. Yang dimaksud lingkungan hidup di sini adalah aspek abiotik, biotik dan kultural. Dasar hukum AMDAL di Indonesia adalah Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.

  Pasal 45 ayat 4 Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 2 Tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batam 2004-2014 menyebutkan bahwa kawasan pengembangan pantai melalui reklamasi pantai di kota Batam hanya diperuntukkan bagi pengembangan kegiatan perdagangan dan jasa, perkantoran, perumahan, pariwisata, dan kegiatan perkotaan lain yang memiliki daya tarik investasi dan nilai ekonomi yang tinggi, dan harus dilengkapi dengan sistem prasarana transportasi, 91 Lihat Pasal 45 ayat 4 Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 2 Tahun 2004 tentang Rencana

  Tata Ruang Wilayah Kota Batam 2004-2014 92 Lihat Pasal 1 Butir 1 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup fasilitas umum, dan utilitas umum Kota yang disediakan oleh pihak investor atau pengembang kawasan.

  Selain itu untuk kegiatan industri tidak diperbolehkan berada di Kawasan Pengembangan Pantai, kecuali yang sifatnya perluasan dari kawasan-kawasan industri yang sudah ditetapkan di kota Batam dengan memperhatikan kondisi

  93 lingkungan perairan dan peruntukan di sekitarnya.

  Kegiatan reklamasi tanah pantai dilaksanakan dengan mengubah air laut menjadi daratan/lahan. Hal ini merupakan salah satu upaya manusia untuk memaksimalkan pemanfaatan alam yang terbatas. Salah satu faktor positif yang mendorong pendekatan ini adalah pesatnya pembangunan yang mengakibatkan kebutuhan akan lahan di satu pihak dan harus menghadapi kelangkaan ketersediaan

  94 lahan di pihak lain.

  “Di sisi lain reklamasi pantai juga memiliki dampak. Dampak-dampak tersebut antara lain dampak lingkungan, sosial budaya maupun ekonomi. Dampak lingkungan misalnya mengenai perubahan arus laut, kehilangan ekosistem penting, kenaikan muka air sungai yang menjadi terhambat untuk masuk ke laut yang memungkinkan terjadinya banjir yang semakin parah, kondisi lingkungan di wilayah tempat bahan timbunan, sedimentasi, perubahan hidrodinamika yang semuanya harus tertuang dalam analisis mengenai dampak lingkungan. Dampak sosial budaya diantaranya adalah kemungkinan terjadinya pelanggaran HAM (dalam pembebasan tanah), perubahan kebudayaan, konflik masyarakat, dan isolasi masyarakat. Sementara dampak ekonomi diantaranya berapa kerugian masyarakat, nelayan, petambak yang kehilangan mata pencahariannya akibat reklamasi

  95

  pantai.”

  93 Selengkapnya lihat Pasal 38 ayat 5 dan Pasal 45 ayat 5 Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 2 Tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batam 2004-2014 94 95 Hasni, Op.Cit., hlm. 352. diakses dari http://repository.ipb.ac.id, pada tanggal 20 Februari 2013

  Reklamasi Pantai, Reklamasi pantai, apabila dilaksanakan secara terpadu, dengan teknologi yang tepat, dan sesuai dengan kondisi biogeofisik serta memperhatikan kondisi sosial ekonomi, maka kegiatan ini akan memberikan keuntungan dan manfaat seperti dalam hal : a. mendapatkan tambahan lahan yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, seperti untuk untuk tempat wisata, daerah industri, pelabuhan bahkan perumahan atau hotel,

  b. memperbaiki kondisi fisik pantai yang telah mengalami kerusakan seperti akibat erosi, c. memperbaiki kualitas lingkungan pantai secara keseluruhan,

  d. memberikan kejelasan tanggung jawab pengelolaan pantai Sedangkan, reklamasi yang dilakukan secara parsial dan tidak terpadu justru akan memberikan kondisi yang sebaliknya.

  Banyak kegiatan reklamasi di Indonesia baik yang telah maupun yang sedang berjalan pada akhirnya menimbulkan permasalahan. Permasalahan ini terkait dengan teknis pelaksanaan kegiatan, masalah sosial, ekonomi, budaya dan khususnya masalah lingkungan. Masalah tersebut muncul pada semua tahap baik pra, pelaksanaan, maupun pasca kegiatan, yang seringkali membuat kegiatan reklamasi menjadi terbengkalai dan bahkan menimbulkan masalah. Kegiatan reklamasi, secermat apapun dilakukannya, tetap akan mengubah kondisi dan ekosistem pesisir dan tentunya tidak akan sebaik ekosistem yang alami.

  Upaya reklamasi pesisir perlu direncanakan sedemikian rupa agar keberadaannya tidak mengubah secara radikal ekosistem pantai yang asli. Perencanaan tata ruang yang rinci, penelitian lingkungan untuk analisis dampak lingkungan, penelitian kondisi hidrooseanografi, perencanaan teknis reklamasi dan infrastruktur, perencanaan drainase dan sanitasi, perencanaan fasilitas sosial ekonomi, dan lain sebagainya sangat dibutuhkan sebelum kegiatan reklamasi tersebut dilakukan. Diperlukan suatu kebijakan, dukungan dan pengawasan dari pemerintah dan seluruh stake holder.

B. Wilayah Pesisir Kota Batam sebagai Kawasan Pengembangan Pantai Kota Batam

  Berbicara tentang wilayah pesisir tidak terlepas dari area kelautan. Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia adalah jalur laut diluar laut wilayah Indonesia sebagaimana diatur dalam dalam Undang-Undang Nomor 4 Prp Tahun 1960 Tentang Perairan Indonesia, dengan lebar 200 mil laut diukur dari garis-garis pangkal.

  Menurut Konvensi Hukum Laut PBB 1982 , garis pangkal ada dua jenis yaitu garis pangkal biasa (normal base lines) dan garis pangkal lurus (straight base lines).

  Garis pangkal biasa adalah garis yang ditarik pada saat air surut terjauh dari pantai. Sedangkan garis pangkal lurus adalah garis yang ditarik dengan menghubungkan titik-titik terluar dari pulau-pulau terluar. Kearah luar garis pangkal itu, suatu negara

  96 dapat menetapkan lebar laut territorial maksimum 12 mil.

  Didalam ZEE tersebut Indonesia memiliki dan melaksanakan :

  a. Hak-hak berdaulat untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi, pengelolaan dan pelestarian sumber daya hayati dan non hayati dari dasar dan tanah dibawahnya serta air diatasnya, dan hak-hak berdaulat untuk melakukan kegiatan-kegiatan

96 I Made Pasek Diantha, Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia Berdasarkan Konvensi Hukum Laut PBB 1982, (Bandung : CV.Mandar Madju, 2002), hlm. 15.

  eksplorasi dan eksploitasi ekonomi lainnya di jalur tersebut, seperti pembangkitan tenaga dari air, arus dan angin.

  b. Jurisdiksi yang berhubungan dengan : (1) Pembuatan dan penggunaan pulau-pulau buatan, instalasi-instalasi dan bangunan-bangunan lain; (2) Penelitian ilmiah mengenai laut; (3) Pelestarian lingkungan laut;

  97 (4) Hak-hak lain berdasarkan hukum internasional.

  Secara Umum Indonesia terdiri dari beberapa pulau-pulau baik kecil maupun besar sehingga Indonesia terkenal dengan Negara Kepulauan dan begitu juga dengan Batam yang terdiri dari beberapa pulau yang besarnya seperti Pulau Batam, Rempang dan Galang dan ada beberapa pulau-pulau kecil. Pulau-pulau kecil dikenal dengan

  98 Daerah Hiterland dan Pulau-pulau Besar dikenal dengan sebutan Mainland.

  Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batam Tahun 2004 – 2014 Luas Wilayah Kota Batam, Kota Batam di Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Singapura, sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Senayang, Sebelah Barat dengan Wilayah Kecamatan Karimun dan Moro Kabupaten Karimun dan sebelah Timur dengan Kecamatan Bintan Utara sehingga Batam lebih banyak dominan wilayah lautan dan terdapat banyak pulau-pulau.

  Sesuai Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 juncto Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 2 Tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batam 2004-2014 wilayah Kota Batam dengan batas ruang darat dan ruang laut ditetapkan

  97 98 Ibid. , hlm. 63.

  Kewenangan Pemerintah dalam memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Batam Ditinjau Dari Kewenangan Daerah(Studi Kasus terhadap Pulau

Setokok dan Pulau Janda Berhias), diakses dari http://dc415.4shared.com/doc/gKPnU9xa/preview.html, pada tanggal 5 April 2013 sejauh 4 (empat) Mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan.

  Luas laut yang dilegitimasi dan boleh di reklamasi menurut peraturan yang ada di Batam adalah 0 (nol) mil sampai dengan 4 (empat) Mil laut diukur dari garis

  99 pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan.

  Secara historis, wilayah pesisir telah berfungsi sebagai pusat kegiatan masyarakat mengingat berbagai keunggulan fisik dan geografis yang dimiliki.

  Pengembangan wilayah pada wilayah pesisir sebagaimana pengembangan wilayah pada kawasan lainnya, tujuan utamanya adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

  Semakin meningkatnya kegiatan pembangunan dan jumlah penduduk, serta semakin menipisnya sumber daya alam daratan, maka sumberdaya pesisir dan lautan akan menjadi tumpuan harapan bagi kesinambungan pembangunan ekonomi nasional di masa mendatang.

  Wilayah pesisir adalah kawasan peralihan yang menghubungkan ekosistem darat dan ekosistem laut, yang sangat rentan terhadap perubahan akibat aktifitas manusia di darat dan di laut, secara geografi ke arah darat sejauh pasang tertinggi dan

  100 ke arah laut sejauh pengaruh dari darat.

99 Wahyu Daryatin, Kasubdit Pengukuran dan Pemetaan Badan Pertanahan Daerah Kota Batam, Wawancara, Batam, tanggal 06 Mei 2013, pukul 09.00 W.I.B. 100 Nurkhotimah, Op,Cit., hlm. 32.

  Wilayah pesisir yang merupakan salah satu sumber daya yang potensial di Indonesia. Sumber daya ini sangat besar, hal ini didukung oleh adanya garis pantai

  101 Indonesia sepanjang sekitar 81.000 Km (delapan puluh satu ribu kilometer).

  Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil menjelaskan bahwa wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan didarat dan laut.

  Selanjutnya dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil menyebutkan Ruang lingkup pengaturan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil meliputi daerah peralihan antara Ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut, ke arah darat mencakup wilayah administrasi kecamatan dan ke arah laut sejauh 12 (dua

  102

  belas) mil laut diukur dari garis pantai “Sebagai kawasan daratan, wilayah pesisir yang masih dipengaruhi oleh proses dan dinamika laut seperti pasang surut, intrusi air laut dan kawasan laut yang masih mendapat pengaruh dari proses dan dinamika daratan seperti sedimentasi dan pencemaran. Sementara itu pendekatan administrasi membatasi wilayah pesisir sebagai wilayah administrasi pemerintahan memiliki batas terluar sebelah hulu dari kecamatan atau kabupaten/kota yang

  101 Emy Rossanty, Dampak Reklamasi Pantai Marina Kota Semarang, Tugas Akhir, Fakultas Teknik Jurusan Perencanaan Wilayah Dan Kota, Universitas Diponegoro, Semarang, 2008, hlm.1.

  102 Dalam penjelasannya menerangkan bahwa ruang lingkup pengaturan dalam Undang- Undang ini meliputi Wilayah Pesisir, yakni ruang lautan yang masih dipengaruhi oleh kegiatan di daratan dan ruang daratan yang masih terasa pengaruh lautnya, serta Pulau-Pulau Kecil dan perairan sekitarnya yang merupakan satu kesatuan dan mempunyai potensi cukup besar yang pemanfaatannya berbasis sumber daya, lingkungan,dan masyarakat. Dalam implementasinya, ke arah laut ditetapkan sejauh 12 (dua belas) mil diukur dari garis pantai sebagaimana telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sedangkan ke arah daratan ditetapkan sesuai dengan batas kecamatan untuk kewenangan provinsi. Kewenangan kabupaten/kota ke arah laut ditetapkan sejauh sepertiga dari wilayah laut kewenangan provinsi sebagaimana telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, sedangkan ke arah daratan ditetapkan sesuai dengan batas kecamatan. mempunyai laut dan ke arah laut sejauh 12 (dua belas) mil laut dari garis

  103 pantai untuk provinsi dan sepertiganya untuk kabupaten/kota.

  “Di Indonesia pengertian yang digunakan adalah wilayah pesisir sebagai wilayah yang merupakan kawasan pertemuan antara daratan dan lautan, ke arah darat meliputi bagian daratan baik kering maupun terendam air yang masih dipengaruhi oleh proses-proses yang berkaitan dengan laut atau sifat- sifat laut seperti pasang surut, angin laut dan perembesan air asin. Sedangkan ke arah laut kawasan pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan kegiatan manusia di darat seperti penggundulan

  104

  hutan dan pencemaran.” “Secara ekologis, batas ke arah laut dari suatu wilayah pesisir mencakup daerah perairan laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alamiah (seperti aliran air tawar dari sungai maupun run-off) maupun kegiatan manusia (seperti pencemaran dan sedimentasi) yang terjadi di daratan. Sementara itu, batas ke arah darat adalah mencakup daerah daratan yang masih dipengaruhi oleh proses-proses laut, seperti jangkauan pengaruh pasang surut, salinitas air laut, dan angin laut. Oleh karena itu, batas ke arah darat dan ke arah laut dari suatu wilayah pesisir bersifat sangat site specific atau bergantung pada kondisi biogeofisik wilayah berupa topografi dan geomorfologi pesisir, keadaan pasang surut dan gelombang, kondisi DAS

  105

  (Daerah Aliran Sungai).” Pemerintah Kota Batam juga merumuskan pengertian wilayah pesisir adalah suatu daerah pertemuan antara darat dan laut, ke arah darat meliputi bagian darat, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut dan lain-lain, sedangkan ke arah laut mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses alami maupun kegiatan manusia di darat seperti sedimentasi, aliran air tawar, penggundulan hutan, pencemaran lingkungan dan lain-

  106 lain. 103 Batasan Laut, Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, diakses dari http://repository.ipb.ac.id, pada tanggal 27 Maret 2013 104 105 Nurkhotimah, Loc.Cit 106 Ibid., hlm. 33.

  Lihat Pasal 1 huruf p Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 2 Tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batam 2004-2014 Dalam konsep normatif batasan pengertian wilayah pesisir yang digunakan adalah sebagaimana dalam Pedoman Umum Perencanaan Pengelolaan Pesisir Terpadu yang menyatakan : “Wilayah peralihan ekosistem darat dan laut yang saling mempengaruhi di mana ke arah laut 12 mil dari garis pantai untuk provinsi dan sepertiga dari wilayah laut itu

  107 untuk kabupaten/kota dan ke arah darat batas administrasi kabupaten/ kota”.

  Pasal 1 ayat 8 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil menyebutkan kawasan pesisir merupakan wilayah pesisir tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan kriteria tertentu, seperti karakteristik fisik, biologi, sosial, dan ekonomi, untuk dipertahankan keberadaannya.

  Berdasarkan Pasal 45 ayat 1 Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batam Tahun 2004-2014 menyebutkan Kawasan Pengembangan Pantai di Kota Batam yang merupakan kawasan pesisir di bagian utara Pulau Batam diukur dari garis pantai saat pasang tertinggi ke arah laut yang ditetapkan untuk pengembangan berbagai kegiatan perkotaan melalui reklamasi pantai.

  Kawasan pesisir di Pulau Batam yang ditetapkan sebagai Kawasan Pengembangan Pantai mencakup kawasan pesisir Teluk Tering, kawasan pesisir

  108

  Bengkong Laut, dan kawasan pesisir Teluk Jodoh. Kawasan reklamasi pantai

  107 108 Nurkhotimah, Op.Cit., hlm. 34.

  Lihat Pasal 45 ayat 2 Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batam Tahun 2004-2014 adalah kawasan hasil perluasan daerah pesisir pantai melalui rekayasa teknis untuk

  109 pengembangan kawasan baru.

  Kawasan reklamasi pantai termasuk dalam kategori kawasan yang terletak di tepi pantai, dimana pertumbuhan dan perkembangannya baik secara sosial, ekonomi,

  110 dan fisik sangat dipengaruhi oleh badan air laut.

  Reklamasi yang dilakukan di kawasan pengembangan pantai Teluk Tering

  111

  sudah sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batam. Perencanaan reklamasi sudah diselaraskan dengan rencana tata ruang kota. Tata ruang kota yang baru nantinya harus memerhatikan kemampuan daya dukung sosial dan ekologi bagi pengembangan Kota.

  Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batam Tahun 2004-2014 pada bagian Kawasan Budidaya Wilayah Laut yang meliputi : a. Kawasan Pengembangan Pantai;

  b. Kawasan Penangkapan Ikan;

  c. Kawasan Budidaya Akuakultur;

  d. Kawasan Pariwisata Laut;

  e. Kawasan Pengembangan Industri Kelautan; dan

  112 f. Kawasan Alur Pelayaran.

  Kawasan Pengembangan Pantai hanya diperuntukkan bagi pengembangan kegiatan perdagangan dan jasa, perkantoran, perumahan, pariwisata, dan kegiatan perkotaan lain yang memiliki daya tarik investasi dan nilai ekonomi yang tinggi, dan 109

  Pasal 1 ayat 2 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 40 /PRT/M/2007 Tentang Pedoman Perencanaan Tata Ruang Kawasan Reklamasi Pantai 110 Lampiran Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 40 /PRT/M/2007 Tentang Pedoman Perencanaan Tata Ruang Kawasan Reklamasi Pantai, hlm. ix 111 Wahyu Daryatin, Kasubdit Pengukuran dan Pemetaan Badan Pertanahan Daerah Kota Batam, Wawancara, Batam, tanggal 06 Mei 2013, pukul 09.00 W.I.B. 112 Lihat Pasal 44 Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batam Tahun 2004-2014 harus dilengkapi dengan sistem prasarana transportasi, fasilitas umum, dan utilitas umum Kota yang disediakan oleh pihak investor atau pengembang kawasan.

  Kawasan pantai umumnya merupakan wilayah yang merupakan koridor pembangunan yang diminati. Hal tersebut disebabkan karena wilayah tersebut mengandung banyak hal yang memberi kemudahan dan memberi daya dukung untuk pembangunan. Kemudahan dan daya dukung tersebut adalah : 1) Wilayah pantai sebagian besar merupakan wilayah dataran dengan kemiringan lereng yang datar atau hampir datar, sehingga mudah dicapai dan banyak pembangunan dapat dilaksanakan. 2) Berbatasan dengan laut sehingga di beberapa tempat dapat dikembangkan menjadi pelabuhan sehingga dapat terjalin komunikasi ke luar pulau, serta adanya wilayah penangkapan dan budidaya perikanan laut. 3) Banyak sungai mengalir dan bermuara di wilayah pantai ini. Sungai dapat menjadi sumbu air tawar, dan muara sungai menjadi wilayah pelabuhan. 4) Tanah di wilayah dataran pantai mempunyai tanah yang lunak, gembur, berpori sehingga dapat menjadi akifer air tanah yang baik dan dangkal dibandingkan dengan wilayah pegunungan. Tanah yang lunak dan gembur merupakan tanah yang relatif mudah digarap menjadi kawasan pertanian dan sawah. 5) Wilayah pantai yang merupakan pertemuan antara daratan dan lautan pada umumnya mempunyai pemandangan yang indah dan mempesona, sehingga dapat berkembang menjadi daerah pariwisata bahari, lebih-lebih jika terdapat terumbu karang. 6) Wilayah pantai merupakan berbagai ekosistem seperti wilayah hutan bakau, terumbu karang, laguna, serta gua-gua pada tebing terjal di pantai, muara

  113 sungai/delta, dan pantai landai berpasir.

  Salah satu kawasan pengembangan pantai di Batam adalah Coastarina. Konsep Coastarina adalah gabungan antara perumahan mewah dengan fasilitas wisata

  113 Sampurno, Pengembangan Kawasan Pantai Kaitannya Dengan Geomorfologi, Makalah, Departemen Geologi, Institut Teknik Bandung, Bandung, hlm.23. superlengkap. Coastarina dibangun di kawasan pusat kota Batam, terletak di pinggir pantai Teluk Tering, Batam Centre.

  Pengelolaan sumberdaya pesisir pantai dalam kerangka pengembangan wilayah, akan lebih efektif bila dilaksanakan secara bersama-sama dari seluruh

  

stakeholder yang terkait baik di tingkat pusat maupun daerah. Otonomi daerah telah

membuka peluang desentralisasi pengelolaan sumber daya pesisir.

  Untuk kawasan pesisir Teluk Tering saat ini telah dilakukan reklamasi,

  2

  luasnya kurang lebih 750.339 M (tujuh ratus lima puluh ribu tiga ratus tiga puluh sembilan meter persegi), dengan status Hak Pengelolaan yang dipegang oleh Pemerintah Kota Batam.

C. Penataan Ruang Wilayah Kota Batam Dan Kaitannya Dengan Reklamasi Pantai

  Pasal 1 ayat 5 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang menyebutkan pengertian penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Penataan ruang sebagai suatu sistem perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan antara yang satu dan yang lain dan harus dilakukan sesuai dengan kaidah penataan ruang sehingga diharapkan dapat: a. dapat mewujudkan pemanfaatan ruang yang berhasil guna dan berdaya guna serta mampu mendukung pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan; b. tidak terjadi pemborosan pemanfaatan ruang; dan

  114 c. tidak menyebabkan terjadinya penurunan kualitas ruang.

  Kita bedakan Tata Ruang sebagai wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan maupun tidak dengan penataan ruang. Demikian pula

  115 pengertian rencana tata ruang adalah hasil dari perencanaan tata ruang.

  “Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) merupakan pedoman untuk penyusunan rencana pembangunan jangka panjang nasional; penyusunan rencana pembangunan jangka menengah nasional; pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah nasional; mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antar wilayah provinsi, serta keserasian antar sektor; penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi; penataan ruang kawasan strategis nasional; dan

  116

  penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota.” “Oleh karena itu, RTRWN disusun dengan memperhatikan dinamika pembangunan yang berkembang, antara lain, tantangan globalisasi, otonomi dan aspirasi daerah, keseimbangan perkembangan antara Kawasan Barat Indonesia dengan Kawasan Timur Indonesia, kondisi fisik wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang rentan terhadap bencana, dampak pemanasan global, pengembangan potensi kelautan dan pesisir, pemanfaatan ruang kota pantai, penanganan kawasan perbatasan negara, dan peran

  117

  teknologi dalam memanfaatkan ruang.” “Untuk mengantisipasi dinamika pembangunan tersebut, upaya pembangunan nasional juga harus ditingkatkan melalui perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian pemanfaatan ruang yang lebih baik agar seluruh pikiran dan sumber daya dapat diarahkan secara berhasil guna dan berdaya guna. Salah satu hal penting yang dibutuhkan untuk mencapai maksud tersebut adalah peningkatan keterpaduan dan keserasian pembangunan di segala bidang

  118

  pembangunan, yang secara spasial dirumuskan dalam RTRWN.”

  114 Butir 5 Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

  115 A.P.Parlindungan [4], Komentar Atas Undang-Undang Penataan Ruang (U.U.NO.24TH.1992) , (Bandung : CV.Mandar Madju, 1993), hlm. 12. 116 Penjelasan Umum Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata

  Ruang Wilayah Nasional 117 118 Ibid.

  Ibid. Dalam konsiderans Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batam Tahun 2004-2014 pada butir (c) menyebutkan bahwa Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batam sebagai pedoman dan arahan lokasi investasi pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat di ruang wilayah darat dan wilayah laut perlu senantiasa antisipatif terhadap setiap dinamika perubahan dan tuntutan perkembangan.

  Pasal 2 ayat 1 Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 2 Tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batam 2004-2014 menyebutkan Ruang lingkup O wilayah Kota Batam terbentang antara 0 25’29” LU - 1 15’00” LU dan 103 34’35” BT - 104 26’04” BT dengan total wilayah darat dan wilayah laut seluas 3.990,00

2 Km , meliputi lebih dari 400 (empat ratus) pulau, 329 (tiga ratus dua puluh sembilan)

  di antaranya telah bernama, termasuk di dalamnya pulau-pulau terluar di wilayah perbatasan negara, yang secara administrasi pemerintahan terdiri dari 8 (delapan) wilayah kecamatan, yaitu :

  a. Kecamatan Sekupang, yang mencakup :

  1. Kelurahan Sungai Harapan;

  2. Kelurahan Tanjung Pinggir;

  3. Kelurahan Tanjung Riau;

  4. Kelurahan Tanjung Uncang;

  5. Kelurahan Tiban Indah;

  6. Kelurahan Patam Lestari;

  7. Kelurahan Tiban Asri;

  8. Kelurahan Tiban Lama; b. Kecamatan Lubuk Baja, yang mencakup :

  1. Kelurahan Batu Selicin;

  2. Kelurahan Lubuk Baja Kota;

  3. Kelurahan Kampung Pelita;

  4. Kelurahan Pangkalan Petai;

  5. Kelurahan Tanjung Uma;

  c. Kecamatan Batu Ampar, yang mencakup :

  1. Kelurahan Bukit Senyum;

  2. Kelurahan Sungai Jodoh;

  3. Kelurahan Batu Merah;

  4. Kelurahan Kampung Seraya;

  5. Kelurahan Bengkong Harapan;

  6. Kelurahan Bukit Jodoh;

  7. Kelurahan Harapan Baru;

  8. Kelurahan Bengkong Laut;

  d. Kecamatan Nongsa, yang mencakup :

  1. Kelurahan Batu Besar;

  2. Kelurahan Nongsa;

  3. Kelurahan Kabil;

  4. Kelurahan Teluk Tering;

  5. Kelurahan Belian;

  6. Kelurahan Baloi Permai;

  7. Kelurahan Baloi;

  8. Kelurahan Ngenang;

  e. Kecamatan Sei Beduk, yang mencakup :

  1. Kelurahan Muka Kuning;

  2. Kelurahan Batuaji;

  3. Kelurahan Sagulung;

  4. Kelurahan Tanjung Piayu;

  f. Kecamatan Galang, yang mencakup :

  1. Kelurahan Sijantung;

  2. Kelurahan Karas;

  3. Kelurahan Galang Baru;

  4. Kelurahan Sembulang;

  5. Kelurahan Rempang Cate;

  6. Kelurahan Subang Mas;

  7. Kelurahan Pulau Abang;

  g. Kecamatan Bulang, yang mencakup :

  1. Kelurahan Bulang Lintang;

  2. Kelurahan Pulau Buluh;

  3. Kelurahan Temoyong;

  4. Kelurahan Batu Legong;

  5. Kelurahan Pantai Gelam;

  6. Kelurahan Pulau Setokok;

  h. Kecamatan Belakang Padang, yang mencakup :

  1. Kelurahan Belakang Padang;

  2. Kelurahan Pemping;

  3. Kelurahan Kasu;

  4. Kelurahan Pecong; dan 5. Kelurahan Pulau Terong.

  Selanjutnya dalam ayat 2 Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 2 Tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batam 2004-2014 menyebutkan bahwa Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batam ini mencakup strategi dan struktur pemanfaatan ruang wilayah Kota Batam sampai dengan batas ruang darat dan ruang laut sejauh 4 (empat) mil laut dari garis pantai.

  Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batam sendiri meliputi :

  a. Tujuan pemanfaatan ruang wilayah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan, yang diwujudkan melalui strategi pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah untuk tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas; b. Rencana struktur tata ruang wilayah dan sistem kegiatan pelayanan kota;

  c. Rencana alokasi pemanfaatan ruang wilayah darat dan wilayah laut;

  d. Rencana sistem prasarana transportasi, fasilitas umum, dan utilitas umum kota;

  119 e. Pedoman pengendalian pemanfaatan ruang wilayah.

  Lebih tegasnya tujuan pemanfaatan ruang wilayah Kota Batam, yaitu :

  a. Terwujudnya tata ruang wilayah yang madani di Kota Batam untuk mendukung visi pembangunan daerah, yakni “Terwujudnya Batam Sebagai Bandar Dunia yang Madani”;

  b. Terselenggaranya pemanfaatan ruang wilayah darat dan wilayah laut yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan sesuai dengan kemampuan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, serta kebijakan pembangunan nasional dan daerah; c. Terselenggaranya pengaturan pemanfaatan ruang wilayah darat dan wilayah laut, serta pelaksanaan kegiatan pembangunan dan pemanfaatan ruang kawasan budidaya di kawasan perkotaan, kawasan perdesaan, kawasan strategis, kawasan 119

Pasal 3 Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 2 Tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batam 2004-2014

  khusus, dan kawasan-kawasan yang diprioritaskan pengembangannya di Kota

  120

  Batam; Beberapa pedoman yang ada tentang Rencana Tata Ruang Wilayah/Kota dirasakan masih terlalu umum dan belum secara konseptual meletakkan landasan pemanfaatan dan pengembangan kawasan tepian pantai/sungai. Akibatnya adalah pengembangan kegiatan di atas pantai dan sungai, serta darat tidak terintegrasi secara baik, sehingga Pemerintah Kota harus menghadapi berbagai permasalahan seperti:

  a. Pemanfaatan lahan yang tidak efisien (tidak sesuai dengan potensi yang dimilikinya) ditinjau dari kontribusinya terhadap ekonomi kota. In efisiensi penggunaan lahan ini terutama terjadi pada daerah pusat kota.

Dokumen yang terkait

Tinjauan Yuridis Tentang Pelaksanaan atas Perpanjangan Sertipikat Hak Guna Bangunan yang Berada di Atas Tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pakanbaru

4 112 105

Analisis Yuridis Pelaksanaan Jual Beli Bangunan Di Atas Tanah Yang Hak Guna Bangunannya Telah Berakhir Diatas Hak Pengelolaan Nomor 1/Petisah Tengah Yang Dikelola Pemerintah Kota Medan

0 68 135

Tinjauan Yuridis Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Batam Atas Tanah Hasil Reklamasi (Studi Pada HPL Yang Dikelola Pemerintah Kota Batam)

11 112 162

Kegiatan Reklamasi Lahan Pada Bekas Tambang

0 25 6

BAB II KAJIAN TEORI A. KAJIAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan tentang Konservasi dalam Lingkungan Hidup. - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kebijakan Reklamasi Pantai di Teluk Benoa Provinsi Bali: Studi terhadap Peraturan Presiden Repub

0 0 44

BAB II HAMBATAN PELAKSANAAN PERPANJANGAN SERTIPIKAT HAK GUNA BANGUNAN ATAS TANAH HAK PENGELOLAAN PEMERINTAH KOTA PEKANBARU A. Hak Pengelolaan 1. Pengertian Hak Pengelolaan - Tinjauan Yuridis Tentang Pelaksanaan atas Perpanjangan Sertipikat Hak Guna Bangun

0 0 35

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Yuridis Tentang Pelaksanaan atas Perpanjangan Sertipikat Hak Guna Bangunan yang Berada di Atas Tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pakanbaru

0 0 24

Analisis Yuridis Pelaksanaan Jual Beli Bangunan Di Atas Tanah Yang Hak Guna Bangunannya Telah Berakhir Diatas Hak Pengelolaan Nomor 1/Petisah Tengah Yang Dikelola Pemerintah Kota Medan

0 0 8

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Yuridis Pelaksanaan Jual Beli Bangunan Di Atas Tanah Yang Hak Guna Bangunannya Telah Berakhir Diatas Hak Pengelolaan Nomor 1/Petisah Tengah Yang Dikelola Pemerintah Kota Medan

0 2 27

Tinjauan Yuridis Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Batam Atas Tanah Hasil Reklamasi (Studi Pada HPL Yang Dikelola Pemerintah Kota Batam)

0 1 9