BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah - Penggunaan New Media Sebagai Sarana Virtual Display Of Affection Di Kalangan Mahasiswa (Studi Kasus Penggunaan New Media Instagram Sebagai Sarana Virtual Display Of Affection Di Kalangan Mahasiswa Ilmu Komunikasi Fi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Konteks Masalah
Komunikasi merupakan usaha penyampaian pesan antarmanusia. Pesan tersebut dimaknai sebagai segala sesuatu yang disampaikan komunikator kepada komunikan untuk mewujudkan motif komunikasinya. Komunikasi interpersonal merupakan jenis komunikasi yang paling mudah kita temui karena aktivitas ini dilakukan setiap hari. Keterlibatan dua orang dalam komunikasi interpersonal membuat komunikasi menjadi faktor utama dalam terciptanya sebuah hubungan (relationships). Komunikasi interpersonal biasanya dilakukan secara tatap muka. Namun, fleksibilitas media dan kemudahan akses internet membuat setiap orang dapat terhubung dan berkomunikasi satu dengan lainnya tanpa harus bertatap muka, di mana pun dan kapan pun. Kehadiran media baru (new media) memungkinkan perbedaan ruang dan waktu tidak lagi menjadi alasan penghambat komunikasi antarmanusia.
Creeber dan Martin dalam Mondry (2008: 13), mendefenisikan media baru atau new media atau media online sebagai produk dari komunikasi yang termediasi teknologi yang terdapat bersama dengan komputer digital. Contoh dari media yang sangat merepresentasikan media baru adalah internet. Jenis media baru sekaligus media online yang paling populer saat ini adalah media sosial (social media) yang juga sering disebut “social networking” (media sosial). Media sosial adalah aplikasi yang mengizinkan user atau penggunanya berbagi informasi pribadi seperti biodata dan foto aktivitas sehari-hari sehingga dapat terhubung dengan orang lain.
Media sosial disambut antusias oleh masyarakat Indonesia. Hal ini ditandai dengan semakin mewabahnya pengguna media sosial di Indonesia. Berdasarkan data yang dirilis Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kemenkominfo) tahun 2013, pengguna internet di Indonesia mencapai 63 juta orang. Dari jumlah tersebut, sebanyak 95% menggunakan internet untuk akses ke media sosial.
Salah satu media sosial yang sedang menjadi tren saat ini adalah
Instagram. Instagram adalah sebuayang memungkinkan
pengguna mengambil foto, menerapka Tumblr, dan yang tersedia di halaman untuk membagi foto tersebut termasuk milik
Instagram sendiri. Instagram berkembang dariyang berkembang.
Setelah 10 bulan dikeluarkan, Instagram menarik perhatian 7 juta pengguna baru yang telah mengunggah 150 juta foto di dalam Instagram. Sampai pada saat ini belum adadi antara para pengguna. Aktifitas dari para pengguna pun lebih sering untuk menyukai sebuah foto dan memberi komentar terhadap foto tersebut. Seiring berjalannya waktu, Instagram pun terus berkembang. Sampai Agustus 2014, pengguna Instagram sudah mencapai 200 juta pengguna dari seluruh dunia. Tidak hanya itu, untuk menyeimbangi makin bertambahnya para pengguna Instagram, versi Instagram pun terus meningkat.
Instagram terus mengeluarkan versi terbarunya dengan beberapa fitur-fitur yang
ditambahkan dan juga diperbaiki. Berkembangnya Instagram sendiri, maka makin banyak juga masyarakat yang ingin menggunakannya juga. Seperti apa yang tertulis dalam buku Roger F. Fidler mengenai mediamorphosis, bahwa perkembangan media itu terjadi melalui tahapan waktu tertentu dan beriringan dengan perkembangan teknologi yang ada.
Facebook boleh saja telah mengakuisisi Instagram. Namun, dalam sebuah survei, terungkap bahwa pengguna media sosial berbasis foto itu memiliki pertumbuhan pengguna aktif yang lebih pesat dibanding Facebook. Bahkan, saking pesatnya jumlah pengguna baru Instagram, sampai-sampai mengalahkan jumlah pengguna baru Facebook, Twitter dan Pinterest jika digabungkan. Survei ini dilakukan oleh firma penelitian pemasaran, Global Web Index. Dalam survei yang dilakukan pada kuartal empat 2013 dan dipublikasikan pada Januari 2014 tersebut, tercatat Facebook hanya memiliki pertumbuhan pengguna aktif sebesar 3 persen saja, sementara Instagram mencapai 23 persen. (Kompas.com)
Kini, media sosial menjadi bagian yang menyatu dalam kehidupan sehari- Kementerian Kominfo (Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia) dan PPPA (Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) bersama UNICEF pada 18 Februari 2014, tentang penggunaan media digital pada anak dan remaja.
Hasil studi tersebut menemukan fakta bahwa 98% dari anak-anak dan remaja yang disurvei tahu tentang internet dan bahwa 79,5% diantaranya adalah pengguna interne
Media sosial selain menjadi tempat untuk bersosialisasi, kerap juga digunakan sebagai ajang narsis. Bukan hanya memajang foto atau status mengenai dirinya, mereka juga tidak segan memamerkan kemesraan dengan pasangan. Kita tentu sering menemukan orang-orang yang gemar memamerkan kemesraan dengan pasangannya. Entah saling menyapa ataupun mengunggah foto bersama pasangannya dan menunjukkan kebahagiaan. Menurut psikolog Monty Satiadarm, bagi sebagian orang memasang foto di media sosial merupakan kebanggaan serta mencari eksistensi diri di lingkungan sosialnya. Pengamat media sosial Nukman Luthfie (m.koran-sindo.com) pun berpendapat sama yaitu memandang tujuan utama orang membuat akun media sosial adalah untuk pembuktian eksistensi diri. Namun, bagi sebagian orang lain, ini akan dirasakan sebagai hal yang menjemukan, bahkan adakalanya kurang pantas untuk di publikasikan.
Hal inilah yang kemudian membuat pengguna media sosial mudah tergelincir pada tingkah laku yang menjurus pada hal negatif. Beberapa pengguna media sosial termasuk kalangan selebriti bahkan tidak segan memamerkan foto mesra bersama pacar di media sosial seperti Facebook, Instagram, Path, atau
Twitter . Abdul Qodir Jaelani atau Dul, putra musisi Ahmad Dhani yang baru
berusia 13 tahun ini pernah memamerkan foto mesra dengan pacarnya di akun media sosial Instagram miliknya hingga mendapat kritikan dari berbagai pihak. Selain itu, ada juga Aurel Hermansyah, putri pasangan selebriti Anang Hermansyah dan Krisdayanti yang berusia 16 tahun. Baru-baru ini foto mesra Aurel dengan pacarnya yang merupakan seorang mahasiswa terekpos di akun
Instagram miliknya. Tidak hanya di kalangan remaja, pamer foto mesra di
Instagram oleh kalangan orang dewasa pun juga menjadi tren. Pada akhirnya, sederetan artis lokal maupun mancanegara seolah-olah menjadikan pamer foto mesra di Instagram menjadi tren di kalangan masyarakat pengguna media sosial.
Yang menjadi pertanyaan, apakah orang-orang yang memamerkan kemesraan di media sosial itu memang bahagia pada kenyataannya? Ada sebuah penelitian yang dipulikasikan pada bulan Juli 2013 dalam Social Psychological and Personality Science yang dilansir dari Merdeka.com. Hasilnya mengungkapkan bahwa pasangan yang sehari-harinya menunjukkan kemesraan di
Facebook lebih bahagia dari pasangan lainnya yang tidak melakukannya. Tim
peneliti, yang dipimpin oleh Laura R. Saslow postdoctoral fellow di Departemen Kedokteran di UCSF Osher Pusat Kedokteran Integratif, melakukan tiga percobaan di antara pengguna Facebook yang telah menikah dan berusia di atas usia 18 tahun. Pada percobaan pertama ditemukan bahwa mereka yang sering mengunggah foto bersama pasangan sebagai gambar profil facebook merasa bahagia dalam hubungannya. Tingkat kepuasaan perkawinan dan kedekatan dengan pasangan pada peserta percobaan kedua dinyatakan lebih tinggi setelah mengunggah foto bersama sejak setahun lalu. Sedangkan pada percobaan ke tiga ditemukan bahwa mereka lebih cenderung mengirim informasi tentang hubungan mereka di Facebook pada hari-hari tertentu, terutama ketika mereka merasa puas dengan hubungannya.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Western Illinois University menemukan bahwa pasangan yang memiliki interaksi yang cukup banyak di
Facebook juga lebih bahagia di dunia nyata. Dilansir Dailymail (26/4), Profesor
Christopher Carpenter mengatakan bahwa mereka yang lebih sering menggunggah foto bersama pasangan dan menandai foto satu sama lain dilaporkan memiliki hubungan yang lebih dekat. Namun, seperti yang dikatakan Amy Muise, kepuasan atau kebahagiaan sebuah hubungan tidak dapat dinilai hanya melalui status atau foto di media sosialnya saja, banyak juga aspek yang menentukan (Merdeka.com)
Mengumbar kemesraan di depan umum atau sering disebut dengan Public
Display of Affection (PDA) adalah salah satu bentuk komunikasi nonverbal yang
menunjukkan ikatan dengan orang lain dengan cara demonstrasi fisik dari tangan atau berciuman di muka umum biasanya dianggap sebagai bentuk PDA yang tidak dapat diterima di Indonesia. Namun, PDA dewasa ini tidak hanya dilakukan di ruang publik, melainkan juga di media sosial yang dikenal dengan istilah Virtual Display of Affection. Menurut Urban Dictionary, Virtual Display of
Affection (VDA) mirip dengan Public Display of Affection (PDA), namun berbeda
dengan PDA yang memamerkan kemesraan di depan umum, VDA dilakukan di dunia virtual dan berkaitan dengan penggunaan new media khususnya media sosial. Bentuk VDA tidak hanya berupa visual atau gambar. Kata atau text mesra yang dipamer ke media sosial juga merupakan bentuk VDA.
Kedekatan hubungan pihak-pihak yang berkomunikasi akan tercermin pada jenis-jenis pesan atau respons nonverbal mereka, seperti sentuhan, tatapan mata yang ekspresif, dan jarak fisik yang sangat dekat. Kita biasanya menganggap pendengaran dan penglihatan sebagai indra primer, padahal sentuhan dan penciuman juga sama pentingnya dalam menyampaikan pesan-pesan bersifat intim. Demikian halnya dengan virtual affection yang memberi respon nonverbal dalam bentuk kontak fisik yang merupakan bentuk komunikasi antarpribadi di antara mereka. Pasangan yang berpacaran umumnya ingin tampil di muka umum dan menunjukkan hubungan di antara keduanya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rudolph F. Verderber dalam Mulyana (2005: 4) yang mengemukaan salah satu fungsi komunikasi adalah fungsi sosial, yakni untuk tujuan kesenangan, untuk menunjukkan ikatan dengan orang lain, membangun dan memelihara hubungan.
Terkadang ada batasan-batasan yang entah sengaja atau tidak dilanggar seperti mengunggah foto mesra bersama pasangan seperti berciuman atau berpelukan di Instagram. VDA juga tidak menjamin hubungan semakin harmonis, bisa saja malah menimbulkan cap negatif yang diberikan masyarakat dan berujung pada retaknya suatu hubungan.Namun demikian, peneliti menyadari batasan VDA masih belum jelas. VDA berkaitan dengan kebudayaan yang berlaku di suatu daerah sehingga setiap orang dalam daerah tertentu memiliki persepsi sendiri tentang VDA dan batasan yang berbeda dalam mentolerir apakah VDA dianggap wajar atau tidak. Peneliti juga belum menemukan penelitian ilmiah yang mengkaji
VDA secara mendalam. Hasil observasi sementara, peneliti menemukan tidak sedikit mahasiswa yang mengunggah foto berdua bersama kekasihnya di media sosial Instagram.
Dengan demikian, peneliti tertarik untuk meneliti penggunaan new media
Instagram sebagai sarana VDA di kalangan mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP
USU. Adapun alasan mengapa peneliti memilih mahasiswa karena mahasiswa juga mengikuti perkembangan teknologi dan memiliki rasa ingin tahu terhadap kemajuan teknologi sehingga mahasiswa umumnya cenderung untuk mencari tahu bahkan ada yang membuat inovasi di bidang teknologi. Oleh sebab itu, mahasiswa menjadi mudah terpengaruh dengan apa yang sedang marak pada saat itu. Salah satunya penggunaan Instagram.
Dalam hal berhubungan dengan lawan jenis, mahasiswa merupakan kategori remaja akhir dimana tingkat keseriusan dalam berhubungan dengan pasangan tinggi. Mahasiswa juga dituntut untuk mengembangkan keintiman (intimacy) dalam hubungannya tersebut. Keintiman dengan lawan jenis ini akan membantu mahasiswa untuk memenuhi tugas perkembangannya dalam rangka persiapan untuk hidup berumah tangga. Sebelum berumah tangga mahasiswa akan memilih pasangan yang paling tepat untuk dijadikan pendamping. Biasanya mereka yang menikah adalah mereka yang telah melalui tahap-tahap berpacaran. Saat menjalani hubungan pacaran, mahasiswa akan lebih sering berinteraksi dengan pasangannya, menghabiskan waktu lebih banyak untuk bersama-sama, saling terbuka dan juga saling memahami satu sama lain. Sementara itu, mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi dianggap memahami penggunaan new
media karena new media berkaitan dengan kajian Ilmu Komunikasi.
1.2 Fokus Masalah
Berdasarkan konteks masalah yang telah diuraikan di atas, maka fokus masalah dalam penelitian ini adalah : “Bagaimanakah penggunaan new media
Instagram sebagai media Virtual Display of Affection (VDA) di kalangan
mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP USU?”
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui motif menggunakan Instagram.
2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui motif Virtual Display of Affection (VDA).
3. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran Instagram dalam hubungan interpersonal.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Secara akademis, penelitian ini dapat disumbangkan kepada Departemen
Ilmu Komunikasi FISIP USU, guna memperkaya bahan penelitian dan sebagai sumber bacaan dalam bidang komunikasi.
2. Secara teoritis, penelitian ini dapat membuka wawasan dan pengetahuan peneliti maupun mahasiswa lainnya mengenai penggunaan Instagram sebagai sarana Virtual Display of Affection.
3. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi pihak terkait dalam memahami penggunaan Instagram sebagai media
Virtual Display of Affection.