Penggunaan New Media Sebagai Sarana Virtual Display Of Affection Di Kalangan Mahasiswa (Studi Kasus Penggunaan New Media Instagram Sebagai Sarana Virtual Display Of Affection Di Kalangan Mahasiswa Ilmu Komunikasi Fisip Usu)

(1)

(Studi Kasus Penggunaan New Media Instagram Sebagai Sarana Virtual Display of Affection di Kalangan Mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP USU)

SKRIPSI

BAWANA SRI RAHAYU

100904055

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

MEDAN

2015


(2)

(Studi Kasus Penggunaan New Media Instagram Sebagai Sarana Virtual Display of Affection di Kalangan Mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP USU)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

BAWANA SRI RAHAYU

100904055

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

MEDAN

2015


(3)

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

LEM BAR PERSET U J U AN

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh:

Nama : BAWANA SRI RAHAYU

NIM : 100904055

Departemen : ILMU KOMUNIKASI

Judul : PENGGUNAAN NEW MEDIA SEBAGAI SARANA VIRTUAL DISPLAY AFFECTION DI KALANGAN MAHASISWA

(Studi Kasus Penggunaan New Media Instagram Sebagai Sarana Virtual Display of Affection di Kalangan Mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP USU)

Dosen Pembimbing Ketua Departemen Ilmu Komunikasi

Haris Wijaya, S.Sos, M.Comm Dra. Fatma Wardy Lubis, M.A NIP. 197711062005011001 NIP. 196208281987012001

Dekan FISIP USU

Prof. Dr. Badaruddin, M.Si NIP. 196805251992031002


(4)

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya cantumkan sumbernya dengan benar. Jika di

kemudian hari saya terbukti melakukan pelangaran (plagiat) maka saya bersedia diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.

Nama : BAWANA SRI RAHAYU

NIM : 100904055

Tanda Tangan : ………. Tanggal : Maret 2015


(5)

Nama : BAWANA SRI RAHAYU NIM : 100904055

Departemen : Ilmu Komunikasi

Judul Skripsi : PENGGUNAAN NEW MEDIA SEBAGAI SARANA VIRTUAL DISPLAY OF AFFECTION DI KALANGAN MAHASISWA (Studi Kasus Penggunaan New Media Instagram Sebagai Sarana Virtual Display of Affection di Kalangan Mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP USU)

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Majelis Penguji

Ketua Penguji : (………..)

Penguji : (………..)

Penguji Utama : (………..)

Ditetapkan di : Medan


(6)

membimbing, dan memberkati saya setiap saat selama proses penulisan skripsi ini. Atas berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penggunaan New Media Sebagai Sarana Virtual Display of Affection di Kalangan Mahasiswa (Studi Kasus Penggunaan New Media Instagram Sebagai Sarana Virtual Display of Affection di Kalangan Mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP USU)”. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Ucapan terima kasih juga saya persembahkan secara khusus kepada orang tua saya, Ibunda Hj. Masniar Hamid Chaniago dan Ayahanda Almarhum H. Misnan serta kedua saudara kandung saya, Nyoto Hamdani, dan Dhimas Wicaksono atas doa, dukungan materi dan moril yang diberikan untuk memotivasi saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini, diantaranya:

1. Bapak Prof. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara serta seluruh jajarannya.

2. Ibu Dra. Fatma Wardy Lubis, M.A, selaku Ketua Departemen Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Dayana, M.Si, selaku Sekretaris Departemen Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

4. Bang Haris Wijaya, S.Sos, M.Comm, selaku dosen pembimbing, terima kasih atas waktu, tenaga dan semua pikiran serta masukan yang telah diberikan dengan sabar untuk mengarahkan saya dalam penyusunan skripsi ini.


(7)

Universitas Sumatera Utara.

6. Para dosen dan staff di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara khususnya dari Departemen Ilmu Komunikasi atas ilmu dan pengalaman hidup yang dibagikan selama masa perkuliahaan.

7. Seluruh staff Departemen Ilmu Komunikasi dan Bagian Pendidikan yang telah membantu dalam proses administrasi.

8. Para informan dalam penelitian ini, Haritz Ardiansyah, Apriliyana Sinaga, Salmon Siregar dan Ade Tia Nuansyara yang telah bersedia memberikan waktu, tenaga, dan informasi yang diperlukan dalam penelitian ini.

9. Sahabat-sahabat saya yang terkasih, Taufik Al-madany, Dewi Silitonga, Dora Simbolon, Debby Sidabutar, Rere Sihombing, Artha Arihta, Laura Inggrit, Indra CM, Yuanita, Permata Sari, dan Rico Simanungkalit.

10.Seluruh teman-teman departemen Ilmu Komunikasi terkhusus angkatan 2010 yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu, kepada abang dan kakak senior serta adik-adik junior.

11.Rekan-rekan Studio Kantong Belakang, Bang Bayu, Bang Ikram, Bebe, Rahmat, Ridho dan Dodo serta rekan-rekan Pers Mahasiswa Pijar

12.Kedua etek saya, Sulasmi Hamid dan Sulastri Hamid yang memberikan dukungan berupa materi dan moril serta kakak saya, Rifdawati.

13.Semua pihak yang secara tidak sadar juga telah ikut membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini, saya ucapkan terima kasih.

Saya menyadari bahwa tulisan ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu dengan segala kerendahan hati saya berharap pembaca dapat memberikan saran dan kritik yang sifatnya membangun untuk perbaikan skripsi ini serta memperdalam pengetahuan dan pengalaman saya. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.

Medan, Maret 2015 Peneliti,


(8)

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : BAWANA SRI RAHAYU

NIM : 100904055 Departemen : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas : Sumatera Utara

Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non Eksklusif (Non exclusive Royalty – Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

PENGGUNAAN NEW MEDIA DI KALANGAN MAHASISWA SEBAGAI SARANA VIRTUAL DISPLAY AFFECTION (Studi Kasus Penggunaan New Media Instagram Sebagai Sarana Virtual Display of Affection di Kalangan Mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP USU)

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/ pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Medan Pada tanggal : Maret 2015 Yang Menyatakan,


(9)

Affection di Kalangan Mahasiswa (Studi Kasus Penggunaan New Media Instagram Sebagai Sarana Virtual Display of Affection di Kalangan Mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP USU). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui motif mahasiswa menggunakan Instagram, untuk mengetahui motif Virtual Display of Affection (VDA) dan untuk mengetahui peran Instagram dalam hubungan interpersonal. Teori yang relevan yang peneliti gunakan untuk membahas penelitian ini adalah New Media, Media Sosial, Instagram, Teori Uses and Gratification, Keintiman dalam Hubungan Interpersonal, Virtual Display of Affection (VDA), Motif dan Mahasiswa. Dalam penelitian ini, studi yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan studi kasus yang dapat menggambarkan penggunaan new media Instagram sebagai sarana VDA di kalangan mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP USU yang merupakan tujuan dalam penelitian ini dan dinarasikan secara interpretatif yang merupakan pemberian arti atau makna terhadap pengalaman dan kehidupan sehari-hari, sehingga melalui penelitian ini dapat dipahami bagaimana individu memberi arti atau makna terhadap penggunaan new media Instagram sebagai sarana Virtual Display of Affection (VDA). Informasi diperoleh melalui observasi dan wawancara mendalam (in-depth interview) terhadap empat mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP USU yang sedang berpacaran, aktif menggunakan Instagram dan pernah mengunggah foto bersama pacar di Instagram. Berdasarkan penelitian ini, ditemukan bahwa motif menggunakan Instagram adalah mengikuti perkembangan zaman, rasa penasaran, meniru teman dan smartphone yang mendukung aplikasi Instagram. Adapun tujuan VDA di Instagram adalah memenuhi permintaan pasangan, menunjukkan status hubungan, meniru teman yang melakukan VDA dan mengekspresikan rasa sayang. Selain itu, peran Instagram dalam hubungan interpersonal adalah sebagai media untuk mengekspresikan rasa sayang dan menunjukkan status hubungan berupa VDA.


(10)

Among Students (Case Study Using New Media Instagram As a Means of Virtual Display of Affection among Students in Social Communication Sciences USU). This study aims to determine the motives of students using Instagram, to know the motive Virtual Display of Affection (VDA) and to determine the role of Instagram in interpersonal relationships. Relevant theory that researchers use to discuss this study is New Media, Social Media, Instagram, Uses and Gratification Theory, Intimacy in Interpersonal Relations, Virtual Display of Affection (VDA), Motif and Students. In this study, the study used a qualitative case study approach to illustrate the use of new media as a means of VDA Instagram among students of Social Communication USU which is the goal of this research is interpretive and narrated which is giving the sense or meaning to the experience and life everyday, so it can be understood through the study of how individuals make sense or meaning to the use of new media as a means Instagram Virtual Display of Affection (VDA). Information obtained through observation and in-depth interviews (in-depth interviews) to four students of Social Communication USU who are dating, actively using Instagram and never upload photos on Instagram with a girlfriend. Based on this study, it was found that the motive for using Instagram is with the times, curiosity, imitating friends and smartphones that support the application Instagram. The purpose of the VDA in Instagram is to meet the demand partner, indicating the status of the relationship, imitating a friend who did VDA and express affection. Additionally, Instagram role in interpersonal relationships is as a medium to express affection and shows the status of the relationship embodied in the VDA.


(11)

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vi

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah ... 1

1.2 Fokus Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Paradigma Kajian ... 8

2.2 Kajian Pustaka ... 9

2.2.1 New Media ... 9

2.2.2 Media Sosial ... 12

2.2.3 Instagram ... 13

2.2.4 Teori Uses and Gratification ... 19

2.2.5 Keintiman dalam Hubungan Interpersonal ... 20

2.2.6 Public Display of Affection dan Virtual Display of Affection .. 25

2.2.7 Motif ... 30

2.2.8 Mahasiswa ... 30


(12)

3.2 Objek Penelitian ... 36

3.3 Subjek Penelitian ... 36

3.4 Kerangka Analisis ... 37

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 38

3.5.1 Penentuan Informan ... 38

3.5.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 39

3.5.3 Keabsahan Data ... 40

3.6 Teknik Analisis Data ... 41

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ... 42

4.1.1 Deskripsi Pelaksanaan Penelitian ... 42

4.1.2 Profil Informan ... 45

4.1.3 Hasil Pengamatan dan Wawancara ... 52

4.1.4 Penyajian Data ... 73

4.2 Pembahasan ... 79

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 86

5.2 Saran ... 87

DAFTAR REFERENSI

LAMPIRAN

- Hasil Wawancara

- Teks/ Dokumen yang Diteliti

- Struktur Organisasi dan Uraian Tugas - Struktur Keterangan Penelitian - Biodata Peneliti


(13)

Nomor Judul Halaman

2.1 Tampilan Instagram 18

2.2 Foto mesra yang memperlihatkan kontak fisik berupa

ciuman dan pelukan di Instagram 29

2.3 Foto mesra yang menunjukkan rasa cinta kepada Pasangan 29 4.1 Foto Haritz bersama pacar yang diunggah di Instagram 46 4.2 Foto Apriliyana bersama pacar yang diunggah di Instagram 47 4.3 Foto Salmon bersama pacar yang diunggah di Instagram 49 4.4 Foto Ade bersama pacar yang diunggah di akun Instagram 50


(14)

4.1.2 Tabel Profil Informan 51 4.1.4 Klasifikasi Tabel Sesuai Tujuan Penelitian 77


(15)

- Hasil wawancara - Dokumentasi penelitian - Biodata peneliti


(16)

Affection di Kalangan Mahasiswa (Studi Kasus Penggunaan New Media Instagram Sebagai Sarana Virtual Display of Affection di Kalangan Mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP USU). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui motif mahasiswa menggunakan Instagram, untuk mengetahui motif Virtual Display of Affection (VDA) dan untuk mengetahui peran Instagram dalam hubungan interpersonal. Teori yang relevan yang peneliti gunakan untuk membahas penelitian ini adalah New Media, Media Sosial, Instagram, Teori Uses and Gratification, Keintiman dalam Hubungan Interpersonal, Virtual Display of Affection (VDA), Motif dan Mahasiswa. Dalam penelitian ini, studi yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan studi kasus yang dapat menggambarkan penggunaan new media Instagram sebagai sarana VDA di kalangan mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP USU yang merupakan tujuan dalam penelitian ini dan dinarasikan secara interpretatif yang merupakan pemberian arti atau makna terhadap pengalaman dan kehidupan sehari-hari, sehingga melalui penelitian ini dapat dipahami bagaimana individu memberi arti atau makna terhadap penggunaan new media Instagram sebagai sarana Virtual Display of Affection (VDA). Informasi diperoleh melalui observasi dan wawancara mendalam (in-depth interview) terhadap empat mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP USU yang sedang berpacaran, aktif menggunakan Instagram dan pernah mengunggah foto bersama pacar di Instagram. Berdasarkan penelitian ini, ditemukan bahwa motif menggunakan Instagram adalah mengikuti perkembangan zaman, rasa penasaran, meniru teman dan smartphone yang mendukung aplikasi Instagram. Adapun tujuan VDA di Instagram adalah memenuhi permintaan pasangan, menunjukkan status hubungan, meniru teman yang melakukan VDA dan mengekspresikan rasa sayang. Selain itu, peran Instagram dalam hubungan interpersonal adalah sebagai media untuk mengekspresikan rasa sayang dan menunjukkan status hubungan berupa VDA.


(17)

Among Students (Case Study Using New Media Instagram As a Means of Virtual Display of Affection among Students in Social Communication Sciences USU). This study aims to determine the motives of students using Instagram, to know the motive Virtual Display of Affection (VDA) and to determine the role of Instagram in interpersonal relationships. Relevant theory that researchers use to discuss this study is New Media, Social Media, Instagram, Uses and Gratification Theory, Intimacy in Interpersonal Relations, Virtual Display of Affection (VDA), Motif and Students. In this study, the study used a qualitative case study approach to illustrate the use of new media as a means of VDA Instagram among students of Social Communication USU which is the goal of this research is interpretive and narrated which is giving the sense or meaning to the experience and life everyday, so it can be understood through the study of how individuals make sense or meaning to the use of new media as a means Instagram Virtual Display of Affection (VDA). Information obtained through observation and in-depth interviews (in-depth interviews) to four students of Social Communication USU who are dating, actively using Instagram and never upload photos on Instagram with a girlfriend. Based on this study, it was found that the motive for using Instagram is with the times, curiosity, imitating friends and smartphones that support the application Instagram. The purpose of the VDA in Instagram is to meet the demand partner, indicating the status of the relationship, imitating a friend who did VDA and express affection. Additionally, Instagram role in interpersonal relationships is as a medium to express affection and shows the status of the relationship embodied in the VDA.


(18)

1.1 Konteks Masalah

Komunikasi merupakan usaha penyampaian pesan antarmanusia. Pesan tersebut dimaknai sebagai segala sesuatu yang disampaikan komunikator kepada komunikan untuk mewujudkan motif komunikasinya. Komunikasi interpersonal merupakan jenis komunikasi yang paling mudah kita temui karena aktivitas ini dilakukan setiap hari. Keterlibatan dua orang dalam komunikasi interpersonal membuat komunikasi menjadi faktor utama dalam terciptanya sebuah hubungan (relationships). Komunikasi interpersonal biasanya dilakukan secara tatap muka. Namun, fleksibilitas media dan kemudahan akses internet membuat setiap orang dapat terhubung dan berkomunikasi satu dengan lainnya tanpa harus bertatap muka, di mana pun dan kapan pun. Kehadiran media baru (new media) memungkinkan perbedaan ruang dan waktu tidak lagi menjadi alasan penghambat komunikasi antarmanusia.

Creeber dan Martin dalam Mondry (2008: 13), mendefenisikan media baru atau new media atau media online sebagai produk dari komunikasi yang termediasi teknologi yang terdapat bersama dengan komputer digital.Contoh dari media yang sangat merepresentasikan media baru adalah internet. Jenis media baru sekaligus media online yang paling populer saat ini adalah media sosial (social media) yang juga sering disebut “social networking” (media sosial). Media sosial adalah aplikasi yang mengizinkan user atau penggunanya berbagi informasi pribadi seperti biodata dan foto aktivitas sehari-hari sehingga dapat terhubung dengan orang lain.

Media sosial disambut antusias oleh masyarakat Indonesia. Hal ini ditandai dengan semakin mewabahnya pengguna media sosial di Indonesia. Berdasarkan data yang dirilis Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kemenkominfo) tahun 2013, pengguna internet di Indonesia mencapai 63 juta orang. Dari jumlah tersebut, sebanyak 95% menggunakan internet untuk akses ke media sosial


(19)

Salah satu media sosial yang sedang menjadi tren saat ini adalah

Instagram. Instagram adalah sebua

pengguna mengambil foto, menerapka

berbagai layanan

Instagram sendiri. Instagram berkembang dari

hingga sekarang menjadi sebuah perusahaan sosial Setelah 10 bulan dikeluarkan, Instagram menarik perhatian 7 juta pengguna baru yang telah mengunggah 150 juta foto di dalam Instagram. Sampai pada saat ini belum ada pengguna pun lebih sering untuk menyukai sebuah foto dan memberi komentar terhadap foto tersebut. Seiring berjalannya waktu, Instagram pun terus berkembang. Sampai Agustus 2014, pengguna Instagram sudah mencapai 200 juta pengguna dari seluruh dunia. Tidak hanya itu, untuk menyeimbangi makin bertambahnya para pengguna Instagram, versi Instagram pun terus meningkat. Instagram terus mengeluarkan versi terbarunya dengan beberapa fitur-fitur yang ditambahkan dan juga diperbaiki. Berkembangnya Instagram sendiri, maka makin banyak juga masyarakat yang ingin menggunakannya juga. Seperti apa yang tertulis dalam buku Roger F. Fidler mengenai mediamorphosis, bahwa perkembangan media itu terjadi melalui tahapan waktu tertentu dan beriringan dengan perkembangan teknologi yang ada.

Facebook boleh saja telah mengakuisisi Instagram. Namun, dalam sebuah survei, terungkap bahwa pengguna media sosial berbasis foto itu memiliki pertumbuhan pengguna aktif yang lebih pesat dibanding Facebook. Bahkan, saking pesatnya jumlah pengguna baru Instagram, sampai-sampai mengalahkan jumlah pengguna baru Facebook, Twitter dan Pinterest jika digabungkan. Survei ini dilakukan oleh firma penelitian pemasaran, Global Web Index. Dalam survei yang dilakukan pada kuartal empat 2013 dan dipublikasikan pada Januari 2014 tersebut, tercatat Facebook hanya memiliki pertumbuhan pengguna aktif sebesar 3 persen saja, sementara Instagram mencapai 23 persen. (Kompas.com)

Kini, media sosial menjadi bagian yang menyatu dalam kehidupan sehari-hari anak muda Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan hasil studi yang diluncurkan


(20)

Kementerian Kominfo (Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia) dan PPPA (Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) bersama UNICEF pada 18 Februari 2014, tentang penggunaan media digital pada anak dan remaja. Hasil studi tersebut menemukan fakta bahwa 98% dari anak-anak dan remaja yang disurvei tahu tentang internet dan bahwa 79,5% diantaranya adalah pengguna interne

Media sosial selain menjadi tempat untuk bersosialisasi, kerap juga digunakan sebagai ajang narsis. Bukan hanya memajang foto atau status mengenai dirinya, mereka juga tidak segan memamerkan kemesraan dengan pasangan. Kita tentu sering menemukan orang-orang yang gemar memamerkan kemesraan dengan pasangannya. Entah saling menyapa ataupun mengunggah foto bersama pasangannya dan menunjukkan kebahagiaan. Menurut psikolog Monty Satiadarm merupakan kebanggaan serta mencari eksistensi diri di lingkungan sosialnya. Pengamat media sosial Nukman Luthfie (m.koran-sindo.com) pun berpendapat sama yaitu memandang tujuan utama orang membuat akun media sosial adalah untuk pembuktian eksistensi diri. Namun, bagi sebagian orang lain, ini akan dirasakan sebagai hal yang menjemukan, bahkan adakalanya kurang pantas untuk di publikasikan.

Hal inilah yang kemudian membuat pengguna media sosial mudah tergelincir pada tingkah laku yang menjurus pada hal negatif. Beberapa pengguna media sosial termasuk kalangan selebriti bahkan tidak segan memamerkan foto mesra bersama pacar di media sosial seperti Facebook, Instagram, Path, atau Twitter. Abdul Qodir Jaelani atau Dul, putra musisi Ahmad Dhani yang baru berusia 13 tahun ini pernah memamerkan foto mesra dengan pacarnya di akun media sosial Instagram miliknya hingga mendapat kritikan dari berbagai pihak. Selain itu, ada juga Aurel Hermansyah, putri pasangan selebriti Anang Hermansyah dan Krisdayanti yang berusia 16 tahun. Baru-baru ini foto mesra Aurel dengan pacarnya yang merupakan seorang mahasiswa terekpos di akun Instagram miliknya. Tidak hanya di kalangan remaja, pamer foto mesra di Instagram oleh kalangan orang dewasa pun juga menjadi tren. Pada akhirnya,


(21)

sederetan artis lokal maupun mancanegara seolah-olah menjadikan pamer foto mesra di Instagram menjadi tren di kalangan masyarakat pengguna media sosial.

Yang menjadi pertanyaan, apakah orang-orang yang memamerkan kemesraan di media sosial itu memang bahagia pada kenyataannya? Ada sebuah penelitian yang dipulikasikan pada bulan Juli 2013 dalam Social Psychological and Personality Science yang dilansir dari Merdeka.com. Hasilnya mengungkapkan bahwa pasangan yang sehari-harinya menunjukkan kemesraan di Facebook lebih bahagia dari pasangan lainnya yang tidak melakukannya. Tim peneliti, yang dipimpin oleh Laura R. Saslow postdoctoral fellow di Departemen Kedokteran di UCSF Osher Pusat Kedokteran Integratif, melakukan tiga percobaan di antara pengguna Facebook yang telah menikah dan berusia di atas usia 18 tahun. Pada percobaan pertama ditemukan bahwa mereka yang sering mengunggah foto bersama pasangan sebagai gambar profil facebook merasa bahagia dalam hubungannya. Tingkat kepuasaan perkawinan dan kedekatan dengan pasangan pada peserta percobaan kedua dinyatakan lebih tinggi setelah mengunggah foto bersama sejak setahun lalu. Sedangkan pada percobaan ke tiga ditemukan bahwa mereka lebih cenderung mengirim informasi tentang hubungan mereka di Facebook pada hari-hari tertentu, terutama ketika mereka merasa puas dengan hubungannya.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Western Illinois University menemukan bahwa pasangan yang memiliki interaksi yang cukup banyak di Facebook juga lebih bahagia di dunia nyata. Dilansir Dailymail (26/4), Profesor Christopher Carpenter mengatakan bahwa mereka yang lebih sering menggunggah foto bersama pasangan dan menandai foto satu sama lain dilaporkan memiliki hubungan yang lebih dekat. Namun, seperti yang dikatakan Amy Muise, kepuasan atau kebahagiaan sebuah hubungan tidak dapat dinilai hanya melalui status atau foto di media sosialnya saja, banyak juga aspek yang menentukan (Merdeka.com)

Mengumbar kemesraan di depan umum atau sering disebut dengan Public Display of Affection (PDA) adalah salah satu bentuk komunikasi nonverbal yang menunjukkan ikatan dengan orang lain dengan cara demonstrasi fisik dari hubungan antar-pasangan di mana ada orang lain yang melihatnya. Berpegangan


(22)

tangan atau berciuman di muka umum biasanya dianggap sebagai bentuk PDA yang tidak dapat diterima di Indonesia. Namun, PDA dewasa ini tidak hanya dilakukan di ruang publik, melainkan juga di media sosial yang dikenal dengan istilah Virtual Display of Affection. Menurut Urban Dictionary, Virtual Display of Affection (VDA) mirip dengan Public Display of Affection (PDA), namun berbeda dengan PDA yang memamerkan kemesraan di depan umum, VDA dilakukan di dunia virtual dan berkaitan dengan penggunaan new media khususnya media sosial. Bentuk VDA tidak hanya berupa visual atau gambar. Kata atau text mesra yang dipamer ke media sosial juga merupakan bentuk VDA.

Kedekatan hubungan pihak-pihak yang berkomunikasi akan tercermin pada jenis-jenis pesan atau respons nonverbal mereka, seperti sentuhan, tatapan mata yang ekspresif, dan jarak fisik yang sangat dekat. Kita biasanya menganggap pendengaran dan penglihatan sebagai indra primer, padahal sentuhan dan penciuman juga sama pentingnya dalam menyampaikan pesan-pesan bersifat intim. Demikian halnya dengan virtual affection yang memberi respon nonverbal dalam bentuk kontak fisik yang merupakan bentuk komunikasi antarpribadi di antara mereka. Pasangan yang berpacaran umumnya ingin tampil di muka umum dan menunjukkan hubungan di antara keduanya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rudolph F. Verderber dalam Mulyana (2005: 4) yang mengemukaan salah satu fungsi komunikasi adalah fungsi sosial, yakni untuk tujuan kesenangan, untuk menunjukkan ikatan dengan orang lain, membangun dan memelihara hubungan.

Terkadang ada batasan-batasan yang entah sengaja atau tidak dilanggar seperti mengunggah foto mesra bersama pasangan seperti berciuman atau berpelukan di Instagram. VDA juga tidak menjamin hubungan semakin harmonis, bisa saja malah menimbulkan cap negatif yang diberikan masyarakat dan berujung pada retaknya suatu hubungan.Namun demikian, peneliti menyadari batasan VDA masih belum jelas. VDA berkaitan dengan kebudayaan yang berlaku di suatu daerah sehingga setiap orang dalam daerah tertentu memiliki persepsi sendiri tentang VDA dan batasan yang berbeda dalam mentolerir apakah VDA dianggap wajar atau tidak. Peneliti juga belum menemukan penelitian ilmiah yang mengkaji VDA secara mendalam. Hasil observasi sementara, peneliti menemukan tidak


(23)

sedikit mahasiswa yang mengunggah foto berdua bersama kekasihnya di media sosial Instagram.

Dengan demikian, peneliti tertarik untuk meneliti penggunaan new media Instagram sebagai sarana VDA di kalangan mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP USU. Adapun alasan mengapa peneliti memilih mahasiswa karena mahasiswa juga mengikuti perkembangan teknologi dan memiliki rasa ingin tahu terhadap kemajuan teknologi sehingga mahasiswa umumnya cenderung untuk mencari tahu bahkan ada yang membuat inovasi di bidang teknologi. Oleh sebab itu, mahasiswa menjadi mudah terpengaruh dengan apa yang sedang marak pada saat itu. Salah satunya penggunaan Instagram.

Dalam hal berhubungan dengan lawan jenis, mahasiswa merupakan kategori remaja akhir dimana tingkat keseriusan dalam berhubungan dengan pasangan tinggi. Mahasiswa juga dituntut untuk mengembangkan keintiman (intimacy) dalam hubungannya tersebut. Keintiman dengan lawan jenis ini akan membantu mahasiswa untuk memenuhi tugas perkembangannya dalam rangka persiapan untuk hidup berumah tangga. Sebelum berumah tangga mahasiswa akan memilih pasangan yang paling tepat untuk dijadikan pendamping. Biasanya mereka yang menikah adalah mereka yang telah melalui tahap-tahap berpacaran. Saat menjalani hubungan pacaran, mahasiswa akan lebih sering berinteraksi dengan pasangannya, menghabiskan waktu lebih banyak untuk bersama-sama, saling terbuka dan juga saling memahami satu sama lain. Sementara itu, mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi dianggap memahami penggunaan new media karena new media berkaitan dengan kajian Ilmu Komunikasi.

1.2 Fokus Masalah

Berdasarkan konteks masalah yang telah diuraikan di atas, maka fokus masalah dalam penelitian ini adalah : “Bagaimanakah penggunaan new media Instagram sebagai media Virtual Display of Affection (VDA) di kalangan mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP USU?”

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:


(24)

2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui motif Virtual Display of Affection (VDA).

3. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran Instagram dalam hubungan interpersonal.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Secara akademis, penelitian ini dapat disumbangkan kepada Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU, guna memperkaya bahan penelitian dan sebagai sumber bacaan dalam bidang komunikasi.

2. Secara teoritis, penelitian ini dapat membuka wawasan dan pengetahuan peneliti maupun mahasiswa lainnya mengenai penggunaan Instagram sebagai sarana Virtual Display of Affection.

3. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi pihak terkait dalam memahami penggunaan Instagram sebagai media Virtual Display of Affection.


(25)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Paradigma Kajian

Penelitian pada hakekatnya merupakan suatu upaya untuk menemukan suatu kebenaran atau untuk lebih mudah membenarkan kebenaran. Usaha untuk mencari kebenaran dilakukan oleh para filsuf, peneliti maupun para praktisi melalui model-model tertentu. Model-model tertentu biasanya disebut dengan paradigma. Paradigma merupakan pola atau model tentang bagaimana sesuatu distruktur (bagian dan hubungannya) atau bagaimana bagian-bagian yang berfungsi (Moleong, 2010: 49).

Paradigma bukanlah teori-teori, namun lebih merupakan cara pandang atau pola-pola untuk penelitian yang diperluas dan dapat menuju pembentukan suatu teori. Setiap penelitian memerlukan paradigma teori dan model teori sebagai dasar dalam menyusun kerangka penelitian. Menurut Sandjaya (2007: 5), paradigma adalah pandangan dalam kepercayaan yang telah diterima dan disepakati bersama oleh masyarakat ilmuwan berkaitan dengan suatu keilmuan.

Harmon (1970) dalam Moleong (2010: 49), mendefinisikan paradigma sebagai cara mendasar untuk mempersepsi, berpikir, menilai dan melakukan yang berkaitan dengan sesuatu yang secara khusus tentang visi realitas. Baker (1992) dalam Moleong (2010: 50), mendefinisikan paradigma sebagai seperangkat aturan yang melakukan dua hal yaitu: hal itu membangun atau mendefinisikan batas-batas dan hal itu menceritakan kepada kita bagaimana seharusnya melakukan sesuatu di dalam batas-batas itu agar bisa berhasil.

Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma interpretatif (pandangan/ pendapat) dan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan studi kasus. Paradigma interpretatif melihat kebenaran sebagai sesuatu yang subjektif dan diciptakan oleh partisipan di mana peneliti sendirilah yang bertindak sebagai salah satu partisipan. Pada paradigma interpretatif, terdapat lebih sedikit penekanan pada objektivitas karena sifat objektif yang mutlak sangat tidak mungkin. Akan tetapi, dalam hal ini tidak berarti bahwa penelitian pada tradisi ini harus bergantung pada apa yang dikatakan oleh partisipan tanpa ada


(26)

penilaian di luar diri peneliti. Peneliti percaya bahwa nilai-nilai sangat relevan dalam mengkaji komunikasi sehingga peneliti harus waspada terhadap nilai pribadinya dan ia harus menyatakan secara jelas kepada pembacanya karena nilai-nilai akan secara alami masuk ke dalam penelitian (West dan Turner, 2008: 75).

Selain itu, paradigma interpretatif memandang realitas sosial tidak pasti namun nisbi atau relatif. Karena kerelatifannya, maka pemaknaan setiap orang tergantung bagaimana ia terlibat dalam peristiwa sosial tertentu. Seseorang hanya dapat mengerti dari sisi dalam, bukan dari luar realitas sosial. Dalam konteks ini ilmu sosial bersifat subyektif.

Paradigma interpretatif digunakan dalam penelitian ini karena paradigma ini menyatakan bahwa pengetahuan dan pemikiran awam berisikan arti atau makna yang diberikan individu terhadap pengalaman dan kehidupannya sehari-hari. Sehingga melalui paradigma interpretatif, dalam penelitian ini peneliti dapat memahami bagaimana penggunaan new media Instagram sebagai media Virtual Display of Affection (VDA) di kalangan mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP USU. 2.2 Kajian Pustaka

Kajian pustaka merupakan acuan atau landasan berpikir peneliti dengan basis pada bahan pustaka yang membahas tentang teori atau hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian yang akan dijalankan. Pencarian dan penelusuran kepustakaan atau literatur yang berhubungan dengan masalah penelitian sangat diperlukan. Penelitian tidak dilakukan di ruang kosong dan tidak pula dapat dikerjakan dengan baik, tanpa basis teoritis yang jelas. Penelitian kekinian sesungguhnya menelusuri atau meneruskan peta jalan yang telah dirintis oleh peneliti terdahulu (Iskandar, 2009: 100).

Dengan adanya kajian teori, peneliti akan memiliki landasan dalam menentukan tujuan arah penelitiannya. Adapun teori-teori yang dianggap relevan dalam penelitian ini adalah: Psikologi Komunikasi, Keintiman dalam Hubungan Interpersonal, Virtual Displayof Affection dan Mahasiswa.

2.2.1 New Media

Creeber dan Martin dalam Mondry (2008: 13), mendefenisikan media baru atau new media atau media online sebagai produk dari komunikasi yang


(27)

termediasi teknologi yang terdapat bersama dengan komputer digital. New media terdiri dari gabungan berbagai elemen. Itu artinya terdapat konvergensi media di dalamnya, di mana beberapa media dijadikan satu. Selain itu, new media merupakan media yang menggunakan internet, media online berbasis teknologi, berkarakter fleksibel, berpotensi interaktif dan dapat berfungsi secara privat maupun secara publik.

Menurut situs komunikasipraktis.com, media baru atau new media merupakan sarana atau alat komunikasi yang baru muncul atau baru berkembang. Istilah media baru merujuk pada digital devices, yakni alat komunikasi elektronik yang hanya butuh sentuhan jari. Sedangkan situs ensiklopedia online Wikipedia mendefenisikan media baru sebagai sebuah terminologi untuk menjelaskan konvergensi antara teknologi komunikasi digital yang terkomputerisasi serta terhubung ke dalam jaringan. Contoh media yang merepresentasikan media baru adalah internet. Program televisi, film, majalah, buku, surat kabar dan jenis media cetak lain tidak termasuk media baru.

Pengertian media baru tersebut sebenarnya masih terlalu umum. Belum ditemukan definisi baku tentang media baru karena ada kesulitan dalam merumuskan definisinya. Bailey Socha dan Barbara Eber-Schmid dari

dengan internet, teknologi, gambar, dan suara. Namun, dalam kenyataannya definisi media baru berubah setiap hari dan akan terus demikian (komunikasipraktis.com).

Pakar komunkasi Denis McQuail dalam buku Teori Komunikasi Massa (2011: 43) menjelaskan, ciri utama new media antara lain adanya saling keterhubungan (interkonektivitas), aksesnya terhadap khalayak individu sebagai penerima maupun pengirim pesan, interaktivitasnya (interaksi dengan khalayaknya seakan-akan melakukan percakapan langsung), kegunaan yang beragam sebagai karakter yang terbuka serta sifatnya yang ada di mana-mana. Jenis new media dapat dinilai dari dua aspek, yaitu berbasis internet atau berupa digital. New media yang berbasis internet, misalnya adalah website, sedangkan yang berwujud digital, misalnya adalah CD-ROM atau DVD. Namun demikian,


(28)

dalam penelitian ini new media difokuskan ke arah media yang berbasis internet, baik yang diakses melalui komputer maupun telepon selular.

Internet adalah salah satu bentuk dari media baru (new media). Internet dinilai sebagai alat informasi paling penting untuk dikembangkan kedepannya. Internet memiliki kemampuan untuk mengkode, menyimpan, memanipulasi dan menerima pesan (Ruben, 1998: 110). Internet merupakan sebuah media dengan segala karakteristiknya. Internet memiliki teknologi, cara penggunaan, lingkup layanan, isi dan image sendiri. Internet tidak dimiliki, dikendalikan atau dikelola oleh sebuah badan tunggal tetapi merupakan sebuah jaringan komputer yang terhubung secara intensional dan beroperasi berdasarkan protokol yang disepakati bersama. Sejumlah organisasi khususnya provider dan badan telekomunikasi berperan dalam operasi internet (McQuail, 2009: 28-29).

Menurut Septiawan Santana Kurnia dalam bukunya Jurnalisme Kontemporer, internet adalah sebuah medium terbaru yang mengkonvergensikan seluruh karakteristik media dari bentuk-bentuk yang terdahulu. Apa yang membuat bentuk-bentuk komunikasi berbeda satu sama lain bukanlah penerapan aktualnya, namun perubahan dalam proses komunikasi seperti kecepatan komunikasi, harga komunikasi, persepsi pihakpihak yang berkomunikasi, kapasitas storage dan fasilitas mengakses informasi, densitas (kepekatan atau kepadatan) dan kekayaan arus-arusinformasi, jumlah fungsionalitas atau intelijen yang dapat ditransfer. Jadi menurut Santana, titik esensinya adalah bahwa keunikan internet terletakpada esensinya sebagai sebuah medium (Setyani, 2013: 5).

Sebagai media komunikasi, internet mempunyai peranan penting sebagai alat (channel) untuk menyampaikan pesan (message) dari komunikator/penyalur pesan (source) kepada komunikan/penerima pesan (receiver). Sifat dari internet sebagai media komunikasi adalah transaksional, dalam artian terdapat interaksi antar individu secara intensif (terus-menerus) dan ada umpan balik (feedback) dari antar individu dalam setiap interaksi tersebut. Selain itu, terdapat partisipasi antar individu dengan mempertimbangkan untung/rugi dalam setiap interaksi. Seseorang membutuhkan koneksi Internet dan piranti keras seperti komputer, smart phone, tablet dan lain sebagainya untuk mengakses internet. Internet


(29)

dianggap sebagai gabungan dari beberapa bentuk media dan fasilitas email, website, newsgroup, e-commerce dan sebagainya (Lievrouw, 2006: 221).

2.2.2 Media Sosial

Ditelusuri dari asal katanya, media sosial berasal dari dua kata yaitu media yang dapat dimaknai sebagai medium atau wadah dan sosial yang berarti masyarakat. Dari dua kata tersebut, dapat dipahami bahwa media sosial adalah wadah di mana banyak orang yang dapat berinteraksi layaknya di dalam sebuah masyarakat melalui medium internet. Di dalam media sosial, kita bisa menemukan orang-orang saling ngobrol, berbagi informasi atau file, berkomentar, berdebat, mencari pasangan hingga memasarkan produk. Semua hal itu sama seperti aktivitas di masyarakat. Namun, aktivitas masyarakat di media sosial terjadi dengan perantara internet.

Andreas Kaplan dan Michael Haenlein (2010: 59) mendefinisikan media sosial sebagai “sebuah kelompok aplikasi berbasis internet yang dibangun di atas dasar ideologi dan teknologi Web 2.0 dan memungkinkan penciptaan dan pertukaran user-generated content”. Menurut Kaplan dan Haenlein (2010: 59-68), ada enam jenis media sosial, yaitu:

1. Proyek Kolaborasi

Website mengizinkan usernya untuk dapat mengubah, menambah ataupun menghapus konten-konten yang ada di website tersebut. Contohnya Wikipedia.

2. Blog dan Microblog

User lebih bebas dalam mengekspresikan sesuatu di blog ini seperti curhat ataupun mengkritik kebijakan pemerintah. Contohnya twitter.

3. Konten

Para user dari pengguna website ini saling meng-share konten-konten media, baik video, ebook, gambar dan lain-lain. Contohnya youtube. 4. Situs Jejaring Sosial

Aplikasi yang mengizinkan user untuk dapat terhubung dengan cara membuat informasi pribadi sehingga dapat terhubung dengan orang lain. Informasi itu bisa berupa foto-foto. Contohnya Instagram.


(30)

Dunia virtual, di mana mengreplikasikan lingkungan 3D, di mana user bisa muncul dalam bentuk avatar-avatar yang diinginkan serta berinteraksi dengan orang lain seayaknya di dunia nyata. Contohnya game online. 6. Virtual Social World

Dunia virtual yang membuat penggunanya merasa hidup di dunia virtual, sama seperti virtual game world, berinteraksi dengan yang lain. Namun, virtual social world lebih bebas dan lebih ke arah kehidupan. Contohnya second life.

Jenis new media sekaligus media online yang paling populer saat ini adalah media sosial (social media) yang juga sering disebut “social networking” atau jejaring sosial, antara lain:Facebook, Twitter, Instagram, Google Plus dan Path (komunikasipraktis.com). Kemunculan situs jejaring sosial ini diawali dengan adanya inisiatif untuk menghubungkan orang-orang dari seluruh belahan dunia. Situs jejaring sosial pertama, yaitu Sixdegrees.com mulai muncul pada tahun 1997. Situs ini memiliki aplikasi untuk membuat profil, menambah teman dan mengirim pesan. Tahun 1999 dan 2000 muncul situs sosial Lunarstorm, Live Journal, Cyword yang berfungsi memperluas informasi secara searah. Tahun 2001, muncul Ryze.com yang berperan untuk memperbesar jejaring bisnis. Tahun 2002, muncul Friendster sebagai situs anak muda untuk saling berkenalan dengan pengguna lain. Tahun 2003, muncul situs sosial interaktif lain menyusul kemunculan Friendster, Flick R, Youtube, Myspace. Hingga akhir tahun 2005, Friendster dan Myspace merupakan situs jejaring sosial yang paling diminati. Lalu para pengguna sosial media beralih ke facebook yang sebenarnya telah dibuat pada tahun 2004, tetapi baru saja booming pada tahun 2006. Tahun 2006, kemunculan twitter ternyata menambah jumlah pemakai media sosial, Twitter merupakan microblog yang memiliki batasan karakter tulisan bagi penggunanya, yaitu 140 karakter. Lalu setelah lahirnya Twitter muncul jejaring sosial lain seperti Path, Instagram yang hanya bisa diakses melalui perangkat iOs atau Android. 2.2.3 Instagram

Instagram adalah salah satu media sosial jenis jejaring sosial yang menghubungkan penggunanya lewat foto. Tiap pengguna Instagram bebas untuk mengambil foto dari kamera telepon seluler, menerapkan filter, kemudian


(31)

membagikannya dengan sesama pengguna Instagram atau pengguna media sosial lain. Instagram didirikan untuk mewujudkan momen bersama teman-teman menjadi foto yang lebih hidup. Instagram dideskripsikan sebagai sebagai penghubung masyarakat di berbagai belahan dunia lewat foto yang dibagikan dari

berbagai pengguna Instagram di berbagai belahan dunia

(http://Instagram.com/about/us/#).

Salah satu fitur yang unik di Instagram adalah memotong foto menjadi bentuk persegi sehingga terlihat seperti hasil kamera Koda kamera pada peralatan bergerak. Instagram dapat digunakan di terbaru. Aplikasi ini tersebar melalui

Sejarah Instagram dimulai dari perusah

tahun 2010. Burbn, Inc. merupakan sebuah teknologi startup yang hanya berfokus kepada pengembangan aplikasi unt Inc. sendiri memiliki fokus yang terlalu banyak di dalamobile. Namun, kedua CEO, fokus pada satu hal saja. Setelah satu minggu mereka mencoba untuk membuat sebuah ide yang bagus, pada akhirnya mereka membuat sebuah versi pertama dari Burbn, namun di dalamnya masih ada beberapa hal yang belum sempurna. Versi Burbn yang sudah final, aplikasi yang sudah dapat digunakan di dalam yang di mana isinya terlalu banyak dengan fitur-fitur. Sulit bagi Kevin Systrom dan Mike Krieger untuk mengurangi fitur-fitur yang ada dan memulai lagi dari awal. Namun akhirnya, mereka hanya memfokuskan pada bagian foto, komentar dan juga kemampuan untuk menyukai sebuah foto. Itulah yang akhirnya menjadi Instagram.

Nama Instagram berasal dari pengertian dari keseluruhan fungsi aplikasi ini. Kata “insta” berasal dari kata “instan”, seperti kamer masanya lebih dikenal dengan sebutan “foto instan”. Instagram juga dapat menampilkan foto-foto secara instan, seperti Sedangkan untuk kata “gram” berasal dari kata “telegram”, di mana cara kerja


(32)

cepat. Sama halnya dengan Instagram yang dapat mengunggah foto dengan menggunakan jaringan diterima dengan cepat. Oleh karena itu, Instagram berasal dari instan-telegram.

Adapun fitur-fitur yang terdapat di dalam Instagram (http://id.wikipedia.org/wiki/Instagram), yaitu:

1. Home

Pada halaman utama kita bisa melihat foto atau video yang diunggah oleh orang yang menjadi teman kita di Instagram (following).

2. Profile

Pada halaman ini akan data diri pemilik akun Instagram serta seluruh foto atai video yang pernah di posting di akun Instagram seseorang.

3. Pengikut (Follower)

Sistem sosial di dalam Instagram adalah dengan menjadi mengikuti akun pengguna lainnya, atau memiliki pengikut Instagram. Dengan demikian komunikasi antara sesama pengguna Instagram sendiri dapat terjalin dengan memberikan tanda suka dan juga mengomentari foto-foto yang telah diunggah oleh pengguna lainnya. Pengikut juga menjadi salah satu unsur yang penting, dimana jumlah tanda suka dari para pengikut sangat mempengaruhi apakah foto tersebut dapat menjadi sebuah foto yang populer atau tidak. Untuk menemukan teman-teman yang ada di dalam Instagram. Juga dapat menggunakan teman-teman mereka yang juga menggunakan Instagram melalui jejaring sosial seper

4. Mengunggah Foto

Kegunaan utama dari Instagram adalah sebagai tempat untuk mengunggah dan berbagi foto-foto kepada pengguna lainnya. Foto yang hendak ingin diunggah dapat diperoleh melalui kamera iDevice ataupun foto-foto yang ada di album foto di iDevice tersebut.

5. Kamera

Foto yang telah diambil melalui Instagram dapat disimpan di dalam iDevice tersebut. Penggunaa


(33)

langsung menggunakan efek-efek yang ada, untuk mengatur pewarnaan dari foto yang dikehendaki oleh sang pengguna. Ada juga efek kamera tilt-shift yang fungsinya adalah untuk memfokuskan sebuah foto pada satu titik tertentu. Setelah foto diambil melalui kamera di dalam Instagram, foto tersebut pun juga dapat diputar arahnya sesuai dengan keinginan para pengguna. Foto-foto yang akan diunggah melalui Instagram tidak terbatas atas jumlah tertentu, melainkan Instagram memiliki keterbatasan ukuran untuk foto. Ukuran yang digunakan di dalam Instagram adalah dengan rasio 3:2 atau hanya sebatas berbentuk kotak saja. Para pengguna hanya dapat mengunggah foto dengan format itu saja, atau harus menyunting foto tersebut dulu untuk menyesuaikan format yang ada. Setelah para pengguna memilih sebuah foto untuk diunggah di dalam Instagram, maka pengguna akan dibawa ke halaman selanjutnya untuk menyunting foto tersebut.

6. Efek Foto

Pada versi awalnya, Instagram memiliki 15 efek-efek yang dapat digunakan oleh para pengguna pada saat mereka hendak menyunting sebuah foto. Efek tersebut terdiri dari: X-Pro II, Lomo-fi, Earlybird, Sutro, Toaster, Brannan, Inkwell, Walden, Hefe, Apollo, Poprockeet, Nashville, Gotham, 1977 dan Lord Kelvin. Namun tepat pada tanggal 20 September yang lalu Instagam telah menambahkan 4 buah efek terbaru yaitu; Valencia, Amaro, Rise, Hudson dan telah menghapus 3 efek, Apollo, Poprockeet dan Gotham dari dalam fitur tersebut. Dalam pengaplikasian efek sekalipun, para pengguna juga dapat menghilangkan bingkai-bingkai foto yang sudah termasuk di dalam efek tersebut. Fitur lainnya yang ada pada bagian penyuntingan adalah Tilt-Shift. Tilt-shift ini, sama fungsinya dengan efek kamera melalui instagram, yaitu untuk memfokuskan satu titik pada sebuah foto, dan sekelilingnya menjadi buram. Dalam penggunaannya, aplikasi Tilt-Shift memiliki 2 bentuk, yaitu persegi panjang dan juga bulat. Kedua bentuk tersebut dapat diatur besar dan kecilnya, juga titik fokus yang diinginkan. Tilt-shift juga mengatur rupa


(34)

foto disekeliling titik fokus tersebut, sehingga para pengguna dapat mengatur tingkat buram pada sekeliling titik fokus di dalam foto tersebut. 7. Judul Foto

Setelah foto tersebut disunting, maka foto akan dibawa ke halaman selanjutnya, dimana foto tersebut akan diunggah ke dalam Instagram sendiri ataupun ke jejaringan sosial lainnya. Dimana di dalamnya tidak hanya ada pilihan untuk mengunggah pada jejaringan sosial atau tidak, tetapi juga untuk memasukkan judul foto, dan menambahkan lokasi foto tersebut. Sebelum mengunggah sebuah foto, para pengguna dapat memasukkan judul untuk menamai foto tersebut sesuai dengan apa yang ada dipikiran para pengguna. Judul-judul tersebut, para pengguna dapat menyinggung pengguna Instagram lainnya dengan mencantumkan akun dari orang tersebut. Para pengguna juga dapat memberikan label pada judul foto tersebut, sebagai tanda untuk mengelompokkan foto tersebut di dalam sebuah kategori.

8. Geotagging

Setelah memasukkan judul foto tersebut, bagian selanjutnya adalah bagian Geotag. Bagian ini akan muncul ketika para pengguna iDevice mengaktifkan demikian, iDevice tersebut dapat mendeteksi lokasi dimana para pengguna Instagram tersebut berada. Geotagging sendiri adalah identifikasi penguna dapat terdeteksi dimana mereka telah mengambil foto tersebut atau dimana foto tersebut telah diunggah.

9. Jejaring Sosial

Dalam membagi foto tersebut, para pengguna juga tidak hanya dapat membaginya di dalam Instagram saja, melainkan foto tersebut dapat dibagi

juga melalui


(35)

Gambar 2.1 Tampilan Instagram 2.2.4 Teori Uses and Gratification

Pendekatan ini pertama kali dinyatakan oleh Elihu Katz (1959) sebagai reaksi terhadap Bernard Berelson yang menyatakan bahwa penelitian komunikasi mengenai efek komunikasi masa sudah mati. Sementara penelitian yang mulai hidup adalah penelitian tentang usaha untuk menjawab pertanyaan “what do people do with media?”. Penggunaan media adalah salah satu cara untuk memperoleh pemenuhan kebutuhan sehingga efek media sekarang di defenisikan sebagai situasi ketika pemuasan kebutuhan terjadi (Rakhmat, 2004: 199).

Penelitian Uses and Gratification bermula dari pandangan komunikasi (khususnya media massa) tidak mempunyai kekuatan mempengaruhi khalayak. Inti dari Teori Uses and Gratification adalah khalayak pada dasarnya menggunakan media massa berdasarkan motif-motif tertentu. Media dianggap berusaha memenuhi motif khalayak. Jika motif ini terpenuhi maka kebutuhan khalayak akan terpenuhi. Pada akhirnya, media yang mampu memenuhi kebutuhan khalayak disebut media yang efektif (Kriyantono, 2006: 204).

2.2.5 Keintiman Dalam Hubungan Interpersonal

Hubungan interpersonal berawal dari ketertarikan interpersonal. Ketertarikan interpersonal menurut Baron dan Byrne dalam Rahman (2013: 155)


(36)

adalah penilaian kita terhadap orang lain berdasarkan pada apakah kita menyukai orang tersebut atau tidak menyukainya. Ketertarikan interpersonal ini kemudian akan menentukan apakah kita akan menjalain hubungan interpersonal atau tidak. Jika terdapat ketertarikan, maka hubungan interpersonal dimulai.

Pada awalnya, proses hubungan interpersonal bersifat dangkal. Pertukaran informasi sudah terjadi tapi terbatas pada informasi yang sifatnya umum. Frekuensi pertemuan masih jarang dan terbatas pada aktivitas-aktivitas tertentu saja. Jika hubungan interpersonal tersebut dianggap cukup memuaskan, maka hubungan interpersonal akan berlanjut menuju tahapan yang lebih intim. Teori yang secara khusus membahas perkembangan hubungan interpersonal adalah teori penetrasi sosial dari Altman dan Taylor.

Teori penetrasi sosial (dalam West dan Turner, 2008: 205-209) terdiri dari empat tahapan hubungan, yaitu: tahap orientasi, pertukaran penjajakan afektif (exploratory affective exchanges), pertukaran afeksi (affective axchanges) dan pertukaran stabil (stable exchanges). Tahap paling awal dari interaksi disebut dengan tahap orientasi yang terjadi pada tingkat publik. Artinya, hanya sedikit mengenai diri kita yang terbuka untuk orang lain. Tahapan selanjutnya adalah tahap pertukaran penjajakan afektif yang merupakan perluasan area publik dari diri dan terjadi ketika aspek-aspek dari kepribadian seorang individu muncul. Pada tahap ini terdapat sedikit spontanitas dalam komunikasi karena individu-individu merasa lebih nyaman satu sama lain. Mereka tidak begitu hati-hati akan kelepasan berbicara mengenai sesuatu yang nantinya akan mereka sesalkan. Sementara itu, pada tahapan pertukaran afektif ditandai oleh persahabatan yang dekat dan pasangan yang lebih intim. Menurut Altman dan Taylor (1987) dalam West dan Turner (2008: 207), tahap pertukaran afektif termasuk interaksi yang lebih “tanpa beban dan santai” di mana komunikasi sering kali berjalan spontan dan individu membuat keputusan yang cepat, sering kali dengan sedikit memberikan perhatian untuk hubungan secara keseluruhan. Tahap pertukaran afektif menggambarkan komitmen lebih lanjut kepada individu lainnya di mana para interaktan merasa nyaman satu dengan lainnya. Tahap keempat dan terakhir, pertukaran stabil, dicapai dalam sedikit hubungan. Tahap pertukaran stabil berhubungan dengan pengungkapan pemikiran, perasaan dan perilaku secara


(37)

terbuka yang mengakibatkan munculnya spontanitas dan keunikan hubungan yang tinggi. Dalam tahap ini, pasangan berada dalam tingkat keintiman yang tinggi dan sinkron: maksudnya, perilaku-perilaku di antara keduanya kadang kala terjadi kembali, dan pasangan mampu untuk menilai dan menduga perilaku pasangannya dengan cukup akurat.

Teori penetrasi sosial pada intinya berkaitan dengan kemajuan sebuah hubungan yang romantis. Ada empat asumsi teori penetrasi sosial (West dan Turner, 2008: 197), yaitu:

1. Hubungan-hubungan mengalami kemajuan dari tidak intim menjadi intim. 2. Secara umum, perkembangan hubungan sistematis dan dapat diprediksi. 3. Perkembangan hubungan mencakup depenetrasi (penarikan diri) dan

disolusi.

4. Pembukaan diri (self-disclosure) adalah inti dari perkembangan hubungan. Self-disclosure merupakan dasar untuk menjalin keintiman. Keintiman berkembang melalui penyingkapan informasi, pikiran, dan perasaan kepada pasangan. Sternberg dalam “The Triangular Theory of Love”, menjelaskan bahwa keintiman adalah perasaan yang menciptakan kehangatan dan ikatan dalam hubungan cinta, seperti saling berbagi, memberikan dukungan emosional, dan berkomunikasi. Sementara, Erikson mendefinisikan keintiman sebagai perasaan saling percaya, terbuka, dan saling berbagi dalam sebuah hubungan. Di sisi lain, Olforsky berpendapat bahwa keintiman merupakan kemampuan untuk membentuk dan mempertahankan hubungan yang akrab. Keakraban ini terlihat dari kedekatan, penghargaan, keterbukaan, komunikasi, tanggung jawab, hubungan timbal balik, komitmen, dan seksualitas. Seksualitas di sini tidak mengacu kepada hubungan seks, melainkan kepuasan yang dirasakan seseorang ketika berinteraksi dengan orang lain. Adapun Fieldman menyebutkan keintiman adalah proses seseorang mengkomunikasikan perasaan-perasaannya serta informasi diri kepada orang lain melalui proses keterbukaan diri (Amalia, 2013: 14).

Berdasarkan sejumlah pemahaman di atas, maka dapat kita simpulkan jika keintiman merupakan perilaku afeksi seseorang kepada orang lain, termasuk di dalamnya adalah komitmen, saling percaya, keterbukaan diri, hubungan timbal


(38)

balik dan saling ketergantungan. Adapun keintiman tidak bisa terjadi pada satu orang, melainkan harus dua orang. Oleh sebab itu, keintiman erat kaitannya dengan hubungan antarmanusia. Keintiman dapat dicirikan dengan ikatan dan intensitas interaksi yang tinggi dalam berbagai bentuk.

Keintiman diterjemahkan ke dalam beberapa perilaku (Kjeldskov dalam Amalia, 2013: 15) sebagai berikut:

1. Self-disclosure; keintiman menunjukkan seberapa terbuka seseorang kepada orang lain yang sesungguhnya membuat dirinya rentan.

2. Communicate emotion; keintiman kadang tak terucap dan minim informasi, namun sangat berarti dan kuat secara emosional. Seiring dengan perkembangan jaman, keintiman tersebut dapat dikomunikasikan melalui media (telefon dan e-mail).

3. Presence in absence; keintiman kuat akan perasaan kehadiran orang lain, meskipun sebenarnya keberadaan orang tersebut di tempat yang berbeda. 4. Ambiguous and incomplete; keintiman bersifat tersirat dan muncul pada

konteks perilaku tertentu. Keintiman membagi dan mengisyaratkan dunia masing-masing individu.

5. Private; keintiman biasanya sengaja dibangun oleh pasangan dan tidak terlihat oleh orang lain.

6. Strong mutuality; keintiman merupakan ikatan timbal balik dalam pesan dan tindakan.

Keintiman adalah sebuah kesatuan perasaan. Oleh sebab itu, kita tidak dapat memisahkan satu bentuk keintiman dengan bentuk keintiman yang lain. Biasanya satu bentuk keintiman diikuti dengan bentuk keintiman lainnya. Dalam penelitiannya, Kjeldskov (2005) dalam Amalia (2013: 19-21) merumuskan sepuluh bentuk keintiman, antara lain:

1. Self-disclosure adalah sebuah tindakan pemberian informasi pribadi, seperti perasaan kita terhadap orang lain. Self-disclosure menekankan kepada keterbukaan (openness) dan pengertian (receptive) seseorang kepada orang lain sehingga tidak adanya dinding pemisah dalam sebuah hubungan. Dua orang yang melakukan selfdisclosure dengan baik, maka mampu menciptakan keintiman lainnya. Begitu pun sebaliknya, apabila


(39)

mereka gagal dalam hal ini, maka tidak dapat membentuk keintiman lainnya.

2. Trust adalah kepercayaan atau keyakinan terhadap pasangan bahwa ia tidak akan merusak hubungan. Tingginya tingkat kepercayaan berbanding lurus dengan toleransi masing-masing pihak. Begitu pun dengan keintiman, semakin tinggi kepercayaan, maka dialog-dialog keintiman akan semakin berkembang. Keintiman ini bersifat kenyamanan dan privat. 3. Commitment adalah sekumpulan tindakan yang dilakukan untuk

meningkatkan atau memeliharan keintiman. Kesalahpahaman komitmen dapat mengubah bentuk hubungan, dengan demikian komitmen menjadi salah satu dasar dari bentuk sebuah hubungan. Komitmen bukan hanya janji tidak berselingkuh, tetapi juga konsistensi menjalankan tanggung jawab dalam sebuah hubungan, melibatkan pasangan dalam kehidupan dibanding berperilaku individualis, termasuk juga “cost and reward” saat hidup bersama.

4. Emotional adalah perasaan yang dikomunikasikan melalui tindakan atau simbol tertentu. Biasanya hal ini hanya dapat dirasakan oleh orang yang dituju dan melalui bentuk pesan yang sederhana.

5. Reciprocity adalah hubungan timbal balik atau respon yang diberikan oleh pasangan. Hal ini sering kita temukan ketika seseorang mengucapkan “I love you” atau pesan selamat malam sebelum tidur. Dari respon yang diberikan kita dapat menilai seberapa dalam keintiman yang terjalin dalam sebuah hubungan. Apabila pesan-pesan yang dikomunikasikan tidak mendapatkan respon (diabaikan), maka dalam hubungan tersebut masih ada dinding pemisah.

6. Expressive adalah keintiman non-verbal yang tak jarang bersifat ambigu. Meski dua orang telah lama menjalani hubungan masih ada kemungkinan terjadi kesalahpahaman. Hal tersebut dikarenakan keintiman jenis ini bergantung pada kreativitas manusia. Bentuk pesan dapat berubah sesuai dengan media dan perasaan yang ingin disampaikannya.

7. Physical adalah pertemuan fisik, mulai dari kedekatan secara fisik hingga hubungan seksual. Dalam konteks keintiman termediasi, kedekatan fisik


(40)

diekspresikan secara verbal dan non-verbal, misalnya bertukar foto, webcam, atau mengirim hadiah. Meskipun demikian, tak jarang orientasi keintiman ini mengekspresikan keinginan kedekatan secara fisik nyata atau aktivitas seksual.

8. Public & Private adalah keintiman yang dilakukan pasangan, baik di depan publik atau pun tidak. Setiap pasangan memiliki caranya sendiri untuk menunjukkan komitmen dan rasa sayangnya. Oleh sebab itu, tak jarang keintiman ini dihubungkan dengan public display affection, yakni pengekspresian kasih sayang terhadap pasangan di depan publik secara verbal dan non-verbal, misalnya ciuman, kata-kata mesra, dan sebagainya. Adapun pesan yang dikomunikasikan dapat secara terang-terangan atau simbol-simbol yang hanya dimengerti beberapa pihak.

9. Presence-in-absence adalah perasaan subjektif terhadap keberadaan orang lain, baik secara fisik maupun non-fisik. Perasaan ini dapat muncul disebabkan hal-hal yang bersifat simbolik. Beberapa peneliti menyatakan bentuk keintiman ini bersifat irrational (tidak masuk akal), namun sangat mampu untuk menciptakan dan memelihara keintiman.

10.Strong yet vulnerable adalah perasaan tidak aman pada masing-masing pihak. Keintiman memang menguatkan hubungan, namun keintiman pun dapat menumbuhkan kekhawatiran dari masing-masing pihak akan keberlanjutan hubungan mereka ke depannya.

Menurut Brehm dan Kassin dalam Rahman (2013: 172-173), suatu hubungan dapat dikatakan intim atau erat, secara umum memiliki ciri-ciri antara lain: terdapat kelekatan emosional, satu sama lain mampu memenuhi kebutuhan pasangannya, satu sama lain saling tergantung dan saling mempengaruhi secara kuat. Salah satu hubungan erat atau intim adalah hubungan yang dibangun atas dasar cinta. Sebagian ahli mengatakan bahwa cinta merupakan perasaan suka dengan intensitas yang tinggi. Sebagian lagi mengatakan bahwa cinta dan suka tidak berada pada satu garis yang kontinum. Keduanya memiliki karakteristik yang berbeda. Cinta tidak selalu didasari oleh perasaan suka, dan perasaan suka pun tidak selalu berujung pada emosi cinta.


(41)

Dalam “Wheel Theory”, Reiss dalam Amalia (2013: 17) menggambarkan perkembangan cinta seperti sebuah roda yang melalui empat tahap, yaitu rapport, self-revelation, mutual depedency, dan intimacy need fulfillment. Rapport adalah tahap di mana kita mendapatkan kenyaman dengan orang lain karena beberapa kesamaan, seperti sosial, budaya, pendidikan, dan sebagainya. Dari sini kita mulai mengembangkan komunikasi menjadi lebih baik dan mendalam, misalnya bertukar ide. Self-revelation merupakan tahap seseorang mulai terbuka dengan perasaannya. Masing-masing mulai berani mengutarakan ketakutan, harapan, dan ambisi, bahkan terkadang mulai melakukan hubungan seksual secara fisik. Pada tahap mutual depedency, dua orang mulai menjadi pasangan (couple). Mereka semakin intens melakukan berbagai hal bersama-sama, misalnya berolahraga, pergi ke bioskop, sampai tidur bersama. Di tahap ini pun perbedaan usia, budaya, nilainilai, dan prinsip mulai dikesampingkan. Sampai akhirnya pada tahap intimacy need fulfillment, hubungan menjadi lebih konsisten, masing-masing saling ketergantungan, dan mengisi kebutuhan. Mereka saling mendukung dan memperdalam cintanya. Meskipun demikian, keempat tahap tersebut layaknya roda, ia terus berputar dan melewati tahap-tahap itu berkali-kali hingga akhirnya menjadi semakin dalam atau berhenti menjadi hubungan yang singkat.

2.2.6 Public Display of Affection (PDA) dan Virtual Display of Affection (VDA)

Mengumbar kemesraan di depan umum atau sering disebut dengan Public Display Affection (PDA) merupakan salah satu pengungkapan kasih sayang dalam bentuk demonstrasi fisik dari hubungan antar-pasangan di mana ada orang lain yang melihatnya. Adapun bentuk kemesraan itu berpegangan tangan, berpelukan atau berciuman (Waspada.co.id). Gulledge dalam The American Journal of Family Therapy mendefinisikan kasih sayang secara fisik sebagai setiap sentuhan yang bertujuan untuk membangkitkan perasaan cinta antara pemberi sentuhan maupun penerima sentuhan. Beberapa penelitian menemukan kasih sayang secara fisik terkait dengan hasil positif dalam hubungan romantis. Hal itu berupa hubungan dengan pembentukan ikatan, keterikatan dan keintiman psikologis. Kasih sayang fisik dapat ditampilkan dalam berbagai bentuk, antara lain


(42)

memegang tangan, memeluk, memijat, membelai, mencium di wajah dan mencium di bibir.

Kedekatan hubungan pihak-pihak yang berkomunikasi akan tercermin pada jenis-jenis pesan atau respons nonverbal mereka, seperti sentuhan, tatapan mata yang ekspresif, dan jarak fisik yang sangat dekat. Kita biasanya menganggap pendengaran dan penglihatan sebagai indra primer, padahal sentuhan dan penciuman juga sama pentingnya dalam menyampaikan pesan-pesan bersifat intim. Demikian halnya dengan virtual affection yang memberi respon nonverbal dalam bentuk kontak fisik yang merupakan bentuk komunikasi antarpribadi di antara mereka. Pasangan yang berpacaran umumnya ingin tampil di muka umum dan menunjukkan hubungan di antara keduanya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rudolph F. Verderber dalam Mulyana (2005: 4) yang mengemukaan salah satu fungsi komunikasi adalah fungsi sosial, yakni untuk tujuan kesenangan, untuk menunjukkan ikatan dengan orang lain, membangun dan memelihara hubungan.

Berbeda tempat, berbeda pula cara perlakuannya. Dikutip dari Wikipedia.com, setiap kebudayaan memiliki aturan yang tertulis dan nontertulis mengatur masalah PDA di publik. Ada pasangan yang menikmati dilihat kemesraannya di depan publik dan ada yang merasa lebih menginginkan privasi, tapi masih mentolerir dilihat oleh segelintir orang. Di Eropa, Australia, Kanada dan Amerika Serikat, merupakan hal yang umum untuk melihat pasangan berpegangan tangan atau berciuman di depan publik. Di Amerika Latin, remaja banyak berkumpul di taman umum untuk berciuman dan berpelukan. Sementara itu, Afrika Selatan menetapkan pelanggaran hukum bagi remaja di bawah 16 tahun ikut bagian di dalam PDA. Di India sendiri, PDA dianggap ilegal dan memberlakukan hukuman penjara tiga bulan atau denda. Namun, pada dasarnya, batasan PDA masih belum jelas.

Daftar yang dilansir dari voices.yahoo.com menjelaskan bahwa PDA yang dapat diterima antara lain (www.vemale.com):

1. Bergandengan tangan, ini adalah salah satu cara klasik yang dilakukan sejak lama untuk menunjukkan perhatian. Untuk itu, sah-sah saja bergandengan tangan di depan umum bersama pasangan.


(43)

2. Menyatakan cinta, yaitu mengucapkan kata cinta di muka umum boleh saja dilakukan. Namun, jika mengatakannya berulang-ulang bisa membuat orang-orang risih. Jadi, sebaiknya ucapkan seperlunya saja.

3. Mencium secara cepat, seperti ciuman cepat di dahi, pipi atau bahkan bibir masih dapat diterima publik khususnya di negara-negara barat. Sedangkan di negara-negara Timur, bentuk PDA semacam ini, terutama ciuman di bibir, dianggap tidak sopan untuk dipertontonkan di depan khalayak ramai. 4. Memainkan rambut pasangan, boleh saja dilakukan asalkan tidak

berlebihan.

5. Memeluk pasangan, boleh dilakukan asal posisi tangan yang digunakan untuk memeluk berada di tempat yang sewajarnya, seperti pundak atau pinggang.

Sementara itu, PDA yang tidak dapat diterima antara lain:

1. Mencium berlebihan, yaitu ciuman berlebihan pada bibir maupun anggota badan lain hingga menimbulkan suara tidak etis untuk diperlihatkan di muka umum.

2. Menyentuh atau meraba bagian tubuh yang tidak semestinya. PDA ini tidak selayaknya dipertontonkan pada publik.

3. Berhubungan seksual, bercintalah di rumah atau tempat-tempat privat, jangan di muka umum.

Adapun jenis-jenis PDA dikutip dari laman askmen.com (www.vemale.com), yaitu:

1. Bergandengan tangan. Menggandeng tangan pasangan ketika berjalan di luar rumah merupakan bentuk PDA yang paling banyak terjadi. Menggandeng tangan merupakan bentuk rasa sayang dan proteksi yang diberikan oleh suami kepada istri. PDA bentuk ini dianggap sebagai suatu yang wajar yang diterima oleh banyak orang.

2. Berciuman. Bagi masyarakat di Indonesia, berciuman bibir di depan umum adalah bentuk PDA yang kurang bisa diterima oleh masyarakat sekalipun itu dilakukan oleh suami istri. Namun, di beberapa negara yang mengklaim diri sebagai negara yang bebas seperti Amerika Serikat,


(44)

berciuman di depan umum adalah jenis PDA yang dapat diterima, namun dengan batasan-batasan tertentu.

3. Mengungkapkan rasa cinta di depan orang banyak. Hal ini biasanya dilakukan oleh sebagian pria yang ingin melamar kekasihnya di depan khalayak ramai. Beberapa orang melihat bahwa PDA jenis ini adalah hal yang romantis. Namun, banyak juga orang yang menganggap bahwa seharusnya mengungkapkan rasa cinta kepada kekasih adalah hal yang bersifat privasi.

Seiring perkembangan teknologi, ungkapan perasaan seseorang terhadap pasangan tidak lagi terbatas pada surat tertulis, panggilan telepon, atau komunikasi secara langsung. Sekarang, jika dua orang bertemu dan kemudian saling tertarik, orang tersebut akan mencari akun media sosial seperti akun Facebook milik seseorang yang diminatinya. Di Facebook, mereka mencari informasi seperti status hubungan, kesukaan, foto-foto atau aktivitas sehari-hari. Setelah hubungan dimulai, beberapa pasangan menyiarkan keberhasilan hubungan mereka di Facebook dengan membagikan aktiivitas bersama-sama, mengunggah gambar satu sama lain bersama-sama dan mengubah status hubungan mereka.

Namun, seiring perkembangan zaman, Facebook mulai tergeser dengan kehadiran media sosial baru seperti Instagram, Path, Blackberry Messenger dan lain sebagainya. Instagram kini mulai menggantikan Facebook, hal ini dapat dilihat dari pengguna Facebook yang mulai berpindah menggunakan Instagram. Facebook boleh saja mengakuisisi Instagram, namun aplikasi besutan Apple ini tidak kalah saing ditambah dengan keunikan fitur fotonya. Hal inilah yang kemudian menjadikan Instagram digunakan sebagai media pamer foto mesra pada kebanyakan pengguna akun tesebut.

Saat ini, PDA tidak hanya dilakukan di ruang publik, melainkan juga di media sosial yang dikenal dengan istilah Virtual Display of Affection. Virtual Display of Affection (VDA) mirip dengan Public Display of Affection (PDA), namun berbeda dengan PDA yang memamerkan kemesraan di depan umum, VDA dilakukan di dunia virtual dan berkaitan dengan penggunaan new media khususnya media sosial. Bentuk VDA tidak hanya berupa visual atau gambar. Kata atau text mesra yang diposting ke media sosial juga merupakan bentuk VDA.


(45)

Contoh kasus VDA:

Gambar 2.2. Foto mesra yang memperlihatkan kontak fisik berupa ciuman dan pelukan di Instagram


(46)

Gambar 2.3. Teks mesra yang menunjukkan rasa cinta kepada pasangan di Instagram

2.2.7 Motif

Semua tingkah laku manusia pada hakikatnya mempunyai motif tertentu. Motif merupakan suatu pengertian yang melingkupi semua penggerak, alasan-alasan atau dorongan-dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan manusia berbuat sesuatu (Ardianto, 2004: 87).


(47)

Menurut M. Ngalim purwanto (1990: 60), motif adalah suatu dorongan yang timbul dari dalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut mau bertindak melakukan sesuatu. Menurut Rochman Natawijaya (1980: 78), motif adalah setiap kondisi atau keadaan seseorang atau suatu organisme yang menyebabkan atau kesiapannya untukmemulai atau melanjutkan suatu serangkaian tingkah lakuatau perbuatan. Hal ini diperjelas oleh Sudibyo Setyobroto (1989: 24), bahwa motif adalah sumber penggerak dan pendorong tingkah laku individu untuk memenuhi kebutuhan dalam mencapai tujuan tertentu. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa motif mempunyai peranan yang sangat penting dalam setiap tindakan atau perbuatan manusia yang dapat diartikan sebagai latar belakang dari tingkah laku manusia itu sendiri. Motif merupakan suatu keadaan tertentu pada diri manusia yang mengakibatkan manusia itu bertingkah laku untuk mempunyai tujuan. Motivasi adalah “pendorong”; suatu usaha yang disadari untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang agar seseorang tersebut tergerak hatinya untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu, (Ngalim Purwanto, 1990: 71).

2.2.8 Mahasiswa

Mahasiswa merupakan mahluk yang tidak pernah berhenti berubah. Semenjak pembuahan hingga akhir kehidupan selalu terjadi perubahan, baik dalam kemampuan fisik maupun kemampuan psikologis. Perkembangan kehidupan manusia terjadi secara bertahap, dan setiap tahap perkembangan tersebut memiliki karakteristik, tugas-tugas perkembangan serta risiko-risiko yang harus dihadapi. Memasuki periode dewasa awal, individu memiliki tugas perkembangan yang berbeda dengan periode sebelumnya. Salah satu tugas perkembangan pada masa ini adalah membangun hubungan dengan lawan jenis dan kemudian menikah. Salah satu kelompok individu yang berada pada masa ini adalah mahasiswa.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, mahasiswa adalah mereka yang belajar di perguruan tinggi. Mahasiswa dinilai memiliki tingkat intelektualitas yang tinggi, kecerdasan dalam berpikir dan memiliki perencanaan dalam bertindak. Karakteristik mahasiswa secara umum yaitu stabilitas dalam


(48)

kepribadian yang mulai meningkat karena berkurangnya gejolak-gejolak di dalam perasaan serta memiliki pandangan yang realistik tentang diri sendiri dan lingkungannya. Selain itu, mahasiswa cenderung lebih dekat dengan teman sebaya untuk saling bertukar pikiran dan saling memberikan dukungan karena di sisi lain sebagian besar mahasiswa berada jauh dari orang tua dan keluarga. Karakteristik mahasiswa yang paling menonjol adalah mereka mandiri dan memiliki prakiraan di masa depan baik dalam hal karir maupun percintaan. Mereka akan memperdalam keahhlian di bidangnya masing-masing untuk mempersiapkan diri menghadapi dunia kerja. Mahasiswa juga mengikuti perkembangan teknologi dan memiliki rasa ingin tahu terhadap kemajuan teknologi sehingga mahasiswa umumnya cenderung untuk mencari tahu bahkan ada yang membuat inovasi di bidang teknologi. Oleh sebab itu, mahasiswa menjadi mudah terpengaruh dengan apa yang sedang marak pada saat itu.

Dari sisi psikologi, mahasiswa memasuki akhir dari tahap perkembangan remaja akhir dan memasuki awal dari tahap perkembangan dewasa awalnya. Mahasiswa yang berada pada tahap perkembangan dewasa awal mempunyai masalah sebagai mahluk sosial. Sebagai mahluk sosial, mahasiswa mengalami perkembangan psikososial dan salah satunya adalah dengan membentuk hubungan intim dengan lawan jenis. Masalah ini berkaitan dengan tugas perkembangannya yang berada pada masa dewasa awal di mana sebagian besar mahasiswa berada pada rentang umur dari 18 tahun sampai dengan 25 tahun (Maeri, 2011: 1-2).

Mahasiswa bukan hanya dituntut untuk sekedar menjalin hubungan dengan lawan jenis. Akan tetapi, mahasiswa juga dituntut untuk mengembangkan keintiman (intimacy) dalam hubungannya tersebut. Keintiman dengan lawan jenis ini akan membantu mahasiswa untuk memenuhi tugas perkembangannya dalam rangka persiapan untuk hidup berumah tangga. Sebelum berumah tangga mahasiswa akan memilih pasangan yang paling tepat untuk dijadikan pendamping. Biasanya mereka yang menikah adalah mereka yang telah melalui tahap-tahap berpacaran. Melalui pacaran, seseorang menjalankan suatu hubungan di mana dua orang saling bertemu dan melakukan serangkaian aktivitas bersama agar dapat saling mengenal satu sama lain sebelum memasuki dunia pernikahan.


(49)

Oleh karena itu, hubungan pacaran akan diwarnai dengan keintiman. Keduanya pun terlibat perasaan cinta dan saling mengakui pasangan sebagai pacar.

Mahasiswa diharapkan mampu menyelesaikan periode pencarian identitas diri. Mahasiswa melakukan eksplorasi yang mempertanyakan kembali, mengkaji dan mendalami berbagai hal mengenai masalah yang menimpanya. Seiring dengan eksplorasi maka mahasiswa melakukan suatu komitmen yaitu penentuan sikap atau pilihan yang pasti terhadap suatu permasalahan. Akan tetapi, di satu pihak mahasiswa begitu penuh harap, terbuka, bangga, tetapi dilain pihak mahasiswa dipenuhi ketakutan, keraguan, kecemasan, tidak yakin dirinya mampu atau tidak, tidak mengetahui tujuan hidupnya, tidak mengetahui akan menjadi apa dikemudian hari dan sebagainya. Mahasiswa sering dipenuhi konflik dan tantangan tentang masa depan. (Maeri, 2011: 6).


(50)

2.3 Model Teoretik

Objek Penelitian

Penggunaan Instagram oleh mahasiswa sebagai media Virtual Display of Affection

Tujuan penelitian

1. Motif menggunakan

Instagram.

2. Motif Virtual Display of Affection (VDA).

3. Peran Instagram dalam hubungan interpersonal.

Teori : - New media

- Uses and Gratification - Keintiman dalam

Hubungan Interpersonal - Motif


(51)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Metode merupakan proses, prinsip dan prosedur yang digunakan peneliti untuk mendekati suatu masalah dan mencari jawabannya. Dengan kata lain, metodologi adalah sebuah pendekatan umum untuk mengkaji topik penelitian. Metode kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia. Pada pendekatan ini, peneliti membuat suatu gambaran kompleks, meneliti kata-kata, laporan terinci dari pandangan responden, dan melakukan studi pada situasi yang alami (Mulyana, 2001: 145-146).

Penelitian kualitatif menggunakan metode pengamatan, wawancara atau penelaahan dokumen. Metode kualitatif ini digunakan karena karena beberapa pertimbangan. Pertama, menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan jamak. Kedua, metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan responden. Ketiga, metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama terhadap pola-pola nilai yang dihadapi (Indranata, 2008: 11).

Penelitian kualitatif bertujuan untuk menjelaskan fenomena melalui pengumpulan data yang sedalam-dalamnya. Penelitian ini tidak mengutamakan besarnya populasi atau sampling. Jika data yang terkumpul sudah mendalam dan dapat menjelaskan fenomena yang diteliti, maka tidak perlu mencari sampling yang lainnya. Hal yang lebih ditekankan adalah kualitas data bukan banyak (kuantitas) data. Dalam penelitian kualitatif, peneliti adalah bagian integral dari data yang ikut aktif dalam menentukan jenis data yang diinginkan. Dengan demikian, peneliti adalah instrument riset yang harus terjun langsung di lapangan. Oleh sebab itu, penelitian ini bersifat subjektif dan hasilnya lebih kasuistik bukan untuk digeneralisasikan (Kriyantono, 2010: 56-57).

Keuntungan utama penelitian kualitatif ialah melibatkan pengamatan perilaku berdasarkan latar alamiah menurut dugaan. Pemahaman peneliti akan


(1)

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian mengenai penggunaan new media Instagram sebagai sarana Virtual Display of Affection (VDA) di kalangan mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP USU, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Motif menggunakan Instagram di kalangan mahasiswamunculkarena rasa penasaran dan ingin mencoba hal baru yang sedang menjadi tren saat itu. Banyaknya teman-teman dalam lingkungan pergaulan mahasiswa yang menggunakan Instagram, juga menjadi motif mahasiswa untuk menggunakan Instagram. Selain itu, mahasiswa menggunakan Instagram karena didukung oleh smartphone yang mereka miliki.

2. Virtual Display of Affection (VDA) merupakan bentuk komunikasi

antarpribadi di antara pasangan yang berpacaran dalam wujud komunikasi verbal yaitu teks mesra dan nonverbal yaitu foto yang memperlihatkan kontak fisik yang dilakukan di media sosial untuk tujuan kesenangan, untuk menunjukkan ikatan dengan orang lain, membangun dan memelihara hubungan. Pasangan yang berpacaran umumnya ingin tampil di muka umum dan menunjukkan hubungan di antara keduanya. Namun, seiring perkembangan teknologi, pasangan yang berpacaran menunjukkan hubungan mereka di media sosial yang di kenal dengan istilah Virtual Display of Affection (VDA). VDA merupakan bentuk keintiman dalam suatu hubungan karena VDA umumnya dilakukan oleh pasangan yang telah memasuki tahap hubungan yang lebih intim. Dalam penelitian ini, peneliti mengetahui bahwa motif Virtual Display of Affection (VDA) yaitu untuk memenuhi permintaan pasangan, menunjukkan status hubungan, meniru teman yang melakukan VDA dan mengekspresikan rasa sayang. Motif VDA juga didukung oleh teman-teman mereka yang terlebih dahulu mengunggah foto bersama pacar (melakukan VDA) di media sosial.

3. Peran Instagram dalam hubungan interpersonal cukup efektif sebagai salah satu media untuk mewujudkan motif VDA mahasiswa yaitu menunjukkan hubungan kepada umum. Hal tersebut terlihat dari komentar

followers di Instagram yang mengetahui bahwa pasangan yang


(2)

sebagai salah satu media untuk mengungkapkan rasa sayang kepada pasangan dengan cara mengunggah foto yang memiliki makna khusus bagi kedua pasangan. Peneliti juga menilai bahwa Instagram menjadikan komunikasi di antara pasangan menjadi lebih menyenangkan, simpel dan praktis karena mudah diakses melaui smartphone.

5.2 Saran

Setelah melakukan penelitian mengenai penggunaan new media Instagram sebagai sarana Virtual Display of Affection (VDA) di kalangan mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP USU, peneliti memiliki beberapa saran yang kiranya bisa bermanfaat bagi berbagai pihak, yaitu sebagai berikut:

1. Peneliti mendapati banyak hal yang masih dapat dikaji mengenai penggunaan new media sebagai sarana VDA, sehingga kiranya penelitian ini mendorong pihak akademis untuk bisa membantu mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi melakukan penelitian serupa sehingga bisa menambah kekurangan-kekurangan yang masih di dapati dalam penelitian ini atau bahkan memperluas kajian penelitian ini.

2. Pesatnya perkembangan teknologi yang mendukung penggunaan new media, membuat peneliti mengajak setiap mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi untuk memperluas pengetahuan dan wawasannya tentang isu-isu terbaru yang berkaitan dengan new media dalam kehidupan sehari-hari, yang bisa diterapkan dalam berbagai bidang terutama bidang Ilmu Komunikasi.

3. Melalui penelitian ini, peneliti mendorong setiap orang untuk bijak dalam menggunakan media sosial. Menyaring segala informasi khususnya yang berkaitan dengan data pribadi perlu dilakukan sebelum mengunggahnya di media sosial. Peneliti juga menghimbau agar pengguna media sosial lebih menyadari efek positif dan negatif penggunaan media sosial.

4. Peneliti juga mendorong kepada setiap mahasiswa agar memberikan contoh yang baik kepada pengguna media sosial khususnya kalangan remaja tentang perilaku VDA di media sosial. Mahasiswa yang melakukan VDA harusnya mempertimbangkan kenyamanan pengguna media sosial


(3)

(4)

Adrianto, Elvinaro. 2004. Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Amalia, Gita Meina. 2013. Virtual Romance: Studi Etnografi Partisipasi Observasi Tentang Keintiman yang Termediasi dalam Komunikasi Interpersonal Melalui New Media Diantara Pasangan Homoseksual. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Bungin, Burhan. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Chadwik, Bruce A dkk. 1991. Metode Penelitian Ilmu Pengetahuan Sosial. Semarang: Ikip Semarang Press.

Indranata, Iskandar. 2008. Pendekatan Kualitatif Untuk Pengendalian Kualitas. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.

Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo. 2009. Metodologi Penelitian Bisnis. Yogyakarta: BPFE.

Kaplan, Andreas M & Michael Haenlein. 2010. Users of The World, Unite! The Challenges and Opportunities of Social Media. Business Horizons.

Kriyantono, Rachmat. 2010. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kharisma Putra Utama.

Lievrouw, L.A. dan Sonia Livistone, 2006. The Handbook of New Media. London: SAGE Publications.

Maeri. 2011. Perbedaan Intimacy dalam Berpacaran Ditinjau dari Status Identitas pada Mahasiswa. Medan: Universitas Sumatera Utara.

McQuail, Dennis. 2009. Mass Communication Theory. London: Stage Publication, Ltd

______. 2011. Teori Komunikasi Massa. Jakarta: Salemba Humanika.

Moleong, Lexi J. 2010. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Kencana Rosda Karya.

Mondry. 2008. Pemahaman Teori dan Praktik Jurnalistik. Bogor: Ghalia Indonesia.

Mulyana, Deddy. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.


(5)

______. 2005. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Rahman, Agus Abdul. 2013. Psikologi Sosial: Integrasi Pengetahuan Wahyu dan Pengetahuan Empirik. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Ruben, Brent D. dan Lea P. Stewart, 1998. Communication and Human Behavior. USA: Viacom Company.

Ruslan, Rosady. 2003. Metode Penelitian Public Relation dan Komunikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Sandjaya, Sasa Djuarsa, 2007. Teori Komunikasi. Jakarta: Universitas Terbuka. Setyani, Novia Ika. 2013. Penggunaan Media Sosial Sebagai Sarana Komunikasi

Bagi Komunitas. Surakarta: Universitas SebelasMaret.

Sugiyono. 2007. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: ALFABETA

West, Richard dan Lynn H Turner. 2008. Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Humanika.

Sumber lain:

pukul 15.00 WIB

WIB.

2014 pukul 03.16 WIB.

10 Mei 2014 pukul 10:58 WIB.


(6)

WIB.

diakses pada 6 Februari 2015 pukul 04.24 WIB.

WIB.


Dokumen yang terkait

Instagram dan Pemenuhan Kebutuhan Pengguna Instagram di Kalangan Mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP USU (Studi Korelasional antara Motif Penggunaan Instagram dan Pemenuhan Kebutuhan Pengguna Instagram di Kalangan Mahasiswa Ilmu Komunikasi Angkatan 2011

12 104 186

Pola Penggunaan Twitter di Kalangan Mahasiswa FISIP USU” (Studi Deskriptif Kuantitatif Untuk Mengetahui Pola Penggunaan Twitter di Kalangan Mahasiswa FISIP USU).

1 41 110

Pemanfaatan Youtube Di Kalangan Mahasiswa (Studi Penggunaan Youtube Di Kalangan Mahasiswa Ilmu Komunikasi Fisip Usu Medan Dengan Pendekatan Uses And Gratification)

16 91 97

BLACKBERRY SEBAGAI NEW MEDIA DI KALANGAN MAHASISWA FIKOM UNPAD.

0 0 2

Penggunaan New Media Sebagai Sarana Virtual Display Of Affection Di Kalangan Mahasiswa (Studi Kasus Penggunaan New Media Instagram Sebagai Sarana Virtual Display Of Affection Di Kalangan Mahasiswa Ilmu Komunikasi Fisip Usu)

0 0 26

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah - Penggunaan New Media Sebagai Sarana Virtual Display Of Affection Di Kalangan Mahasiswa (Studi Kasus Penggunaan New Media Instagram Sebagai Sarana Virtual Display Of Affection Di Kalangan Mahasiswa Ilmu Komunikasi Fi

0 0 7

Penggunaan New Media Sebagai Sarana Virtual Display Of Affection Di Kalangan Mahasiswa (Studi Kasus Penggunaan New Media Instagram Sebagai Sarana Virtual Display Of Affection Di Kalangan Mahasiswa Ilmu Komunikasi Fisip Usu)

0 0 15

Instagram dan Pemenuhan Kebutuhan Pengguna Instagram di Kalangan Mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP USU (Studi Korelasional antara Motif Penggunaan Instagram dan Pemenuhan Kebutuhan Pengguna Instagram di Kalangan Mahasiswa Ilmu Komunikasi Angkatan 2011 dan 2

0 0 36

Instagram dan Pemenuhan Kebutuhan Pengguna Instagram di Kalangan Mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP USU (Studi Korelasional antara Motif Penggunaan Instagram dan Pemenuhan Kebutuhan Pengguna Instagram di Kalangan Mahasiswa Ilmu Komunikasi Angkatan 2011 dan 2

0 0 17

Pola Penggunaan Twitter di Kalangan Mahasiswa FISIP USU” (Studi Deskriptif Kuantitatif Untuk Mengetahui Pola Penggunaan Twitter di Kalangan Mahasiswa FISIP USU).

0 0 10