SEJARAH PERKEMBANGAN EREKONOMIAN INDONES TRADISIONAL

1. PEMBAHASAN.
A. KONDISI PEREKONOMIAN INDONESIA.
Sudah hampir 70 tahun Indonesia merdeka. Namun sayangnya kondisi
perkenomian dinegara kita sekarang tidak juga membaik, bahkan untuk mencapai ketitik
normalpun rasanya sangat sulit. Sampai saat ini Masih banyak terdapat ketimpangan
ekonomi, tingkat kemiskinan dan pengangguran masih tinggi, serta pendapatan per kapita
masih rendah apalagi ditambah semakin anjloknya rupiah.
Berikut ini mari kita pelajari tentang sejarah perekonomian Indonesia dari masa
penjajahan, orde lama, orde baru hingga masa reformasi, dengan mempelajari sejarah
tersebut mak kita akan mengetahui kebijakan-kebijakan ekonomi apa saja yang sudah
diambil pemerintah dan bagaimana dampaknya terhadap perekonomian Indonesia serta
dapat memberikan kontribusi untuk mengatasi permasalah ekonomi yang ada.

B. PEREKONOMIAN INDONESIA PADA MASA PENJAJAHAN.
Sebelum merdeka, Indonesia mengalami masa penjajahan yang terbagi dalam
beberapa periode. Ada empat negara yang pernah menduduki Indonesia, yaitu Portugis,
Belanda, Inggris, dan Jepang. Portugis tidak meninggalkan jejak yang mendalam di
Indonesia karena diusir oleh Belanda, tapi Belanda yang kemudian berkuasa selama
sekitar 350 tahun, sudah menerapkan berbagai sistem yang masih tersisa hingga kini.
Untuk menganalisa sejarah perekonomian Indonesia pada masa penjajahan, berikut
adalah penjelasannya :


I.

MASA PENDUDUKAN BELANDA.
Pada masa penjajahan,Indonesia menerapkan system perekonomian monopolis.
Dimana setiap kegiatan perekonomian dijalankan sesuai dengan penguasa perdagangan
Indonesia saat itu. VOC adalah lembaga yang menguasai perdagangan Indonesia pada
saat itu, disini VOC menerapkan peraturan dan strategi agar mereka tetap menguasai
perekonomian Indonesia. Peraturan-peraturan yang diterapkan VOC seperti kewajiban
menyerahkan hasil bumi pada VOC dan pajak hasil bumi yang dirancang untuk
mendukung monopoli tersebut. Untuk mempermudah aksinya di Hindia Belanda.
VOC diberi hak Octrooi, yang antara lain meliputi:
a. Hak mencetak uang.
b. Hak mengangkat dan memberhentikan pegawai.
c. Hak untuk menyatakan perang dan damai.
d. Hak untuk membuat angkatan bersenjata sendiri.
e. Hak untuk membuat perjanjiandengan raja-raja.

Disamping itu VOC juga menjaga harga rempah-rempah tetap tinggi. antara lain dengan
diadakannya pembatasan jumlah tanaman rempah-rempah. Semua aturan itu pada

umumnya hanya diterapkan di Maluku yang memang sudah diisolasi VOC dari pola
pelayaran niaga samudera Hindia. Dengan monopoli rempah-rempah, diharapkan VOC
akan menambah isi kas negeri Belanda, dan dengan begitu akan meningkatkan pamor dan
kekayaan Belanda. Disamping itu juga diterapkan kewajiban menanam tanaman kopi
bagi penduduk Priangan. Bahkan ekspor kopi di masa itu mencapai 85.300 metrik ton,
melebihi ekspor cengkeh yang hanya 1.050 metrik ton. Dan pada tahun 1795, VOC bubar
karena dianggap gagal dalam mengeksplorasi kekayaan Hindia Belanda. Kegagalan itu
nampak pada defisitnya kas VOC, yang antara lain disebabkan oleh :
a. Peperangan yang terus-menerus dilakukan oleh VOC dan memakan biaya besar,
terutama perang Diponegoro.
b. Penggunaan tentara sewaan memebutuhkan biaya besar.
c. Korupsi yang dilakukan pegawai VOC sendiri.
d. Pembagian deviden kepada para pemegang saham, walaupun kas defisit.
II.

MASA PENDUDUKAN INGGRIS (1811-1816)
Inggris berusaha merubah pola pajak hasil bumi yang telah hampir dua abad
diterapkan oleh Belanda, dengan menerapkan Landrent (pajak tanah). Sistem ini sudah
berhasil di India, dan Thomas Stamford Raffles mengira sistem ini akan berhasil juga di
Hindia Belanda. Selain itu, dengan menggunakan pajak tanah, maka penduduk pribumi

akan memiliki uang untuk membeli barang produk Inggris atau yang diimpor dari India.
Inilah imperialisme modern yang menjadikan tanah jajahan tidak sekedar untuk
dieksplorasi kekayaan alamnya, tapi juga menjadi daerah pemasaran produk dari negara
penjajah.
Akan tetapi, perubahan yang cukup mendasar dalam perekonomian ini sulit dilakukan,
dan bahkan mengalami kegagalan di akhir kekuasaan Inggris yang Cuma seumur jagung
di Hindia Belanda. Sebab-sebabnya antara lain :
a. Masyarakat Hindia Belanda pada umumnya buta huruf dan kurang mengenal uang.
b. Pegawai pengukur tanah dari inggris jumlahnya terlalu sedikit.
c. Kebijakan ini kurang didukung raja-raja dan para bangsawan, karena inggris tak
mampu mengakui suksesi jabatan secara turun temurun.

MASA CULTUUR STELSEL ( SISTEM TANAM PAKSA )
Cultuur stelstel (Sistem Tanam Paksa) mulai diberlakukan pada tahun
1836 atas inisiatif Van Den Bosch. Yang bertujuan untuk memproduksi berbagai komoditi
yang permintaannya ada di pasaran dunia. Sejak saat itu, diperintahkan pembudidayaan
produk-produk selain kopi dan rempah-rempah, yaitu gula, nila, tembakau, teh, kina,
karet dan kelapa sawit.
Sistem ini jelas menekan penduduk pribumi, akan tetapi sangat menguntungkan bagi
Belanda, apalagi dipadukan dengan sistem konsinyasi (monopoli ekspor). Setelah

penerapan kedua sistem ini, seluruh kerugian akibat perang dengan Napoleon di Belanda
langsung tergantikan berkali lipat. Sistem ini merupakan pengganti sistem landrent (pajak
tanah) dalam rangka memperkenalkan penggunaan uang pada masyarakat pribumi.
Masyarakat diwajibkan menanam tanaman komoditas ekspor dan menjual hasilnya ke
gudang-gudang pemerintah untuk kemudian dibayar dengan harga yang sudah ditentukan
oleh pemerintah.
Bagi masyarakat pribumi, sudah tentu cultuur stelstel sangat memeras keringat dan darah
mereka, apalagi aturan kerja rodipun masih diberlakukan. Namun segi positifnya adalah,
mereka mulai mengenal tata cara menanam tanaman komoditas ekspor yang pada
umumnya bukan tanaman asli Indonesia, dan masuknya ekonomi uang di pedesaan yang
memicu meningkatnya taraf hidup mereka. Bagi pemerintah Belanda, ini berarti bahwa
masyarakat sudah bisa menyerap barang-barang impor yang mereka datangkan ke Hindia
Belanda. Dan ini juga merubah cara hidup masyarakat pedesaan menjadi lebih komersial,
tercermin dari meningkatnya jumlah penduduk yang melakukan kegiatan ekonomi non
agraris.
Dengan menerapkan cultuur stelstel, pemerintah Belanda membuktikan teori sewa
tanah dari mazhab klasik, yaitu bahwa sewa tanah timbul dari keterbatasan kesuburan
tanah. Namun disini, pemerintah Belanda hanya menerima sewanya saja, tanpa perlu
mengeluarkan biaya untuk menggarap tanah yang kian lama kian besar. Biaya yang kian
besar itu meningkatkan penderitaan rakyat, sesuai teori nilai lebih (Karl Marx), bahwa

nilai leih ini meningkatkan kesejahteraan Belanda sebagai kapitalis.
SISTEM EKONOMI PINTU TERBUKA (LIBERAL)
Dengan adanya dorongan dari kaum humanis belanda yang menginginkan
perubahan nasib warga pribumi ke arah yang lebih baik, mendorong pemerintah Hindia
Belanda untuk mengubah kebijakan ekonominya. Maka dibuatlah peraturan-peraturan
agraria yang baru, yang antara lain mengatur tentang penyewaan tanah pada pihak swasta

untuk jangka 75 tahun, dan aturan tentang tanah yang boleh disewakan dan yang tidak
boleh.
Hal ini sepertinya juga masih tak lepas dari teori-teori mazhab klasik, antara lain terlihat
pada :
1. Keberadaan pemerintah Hindia Belanda sebagai tuan tanah, pihak swasta yang
mengelola perkebunan swasta sebagai golongan kapitalis, dan masyarakat pribumi
sebagai buruh penggarap tanah.
2. Prinsip keuntungan absolut : Bila di suatu tempat harga barang berada diatas ongkos
tenaga kerja yang dibutuhkan, maka pengusaha memperoleh laba yang besar dan
mendorong mengalirnya faktor produksi ke tempat tersebut.
3. Laissez faire laissez passer, ( Perekonomian diserahkan Kepada Pihak Swasta ) walau
jelas, pemerintah Belanda masih memegang peran yang besar sebagai penjajah yang
sesungguhnya.

Pada akhirnya, sistem ini bukannya meningkatkan kesejahteraan masyarakat pribumi,
tapi malah menambah penderitaan, terutama bagi para kuli kontrak yang pada umumnya
diperlakukan tidak layak.

III.

MASA PENDUDUKAN JEPANG (1942-1945)
Pemerintah militer Jepang menerapkan suatu kebijakan pengerahan
sumber daya ekonomi mendukung gerak maju pasukan Jepang dalam perang Pasifik.
Sebagai akibatnya, terjadi perombakan besar-besaran dalam struktur ekonomi
masyarakat. Kesejahteraan rakyat merosot tajam dan terjadi bencana kekurangan pangan,
karena produksi bahan makanan untuk memasok pasukan militer dan produksi minyak
jarak untuk pelumas pesawat tempur menempati prioritas utama. Impor dan ekspor
macet, sehingga terjadi kelangkaan tekstil yang sebelumnya didapat dengan jalan impor.
Segala hal diatur oleh pusat guna mencapai kesejahteraan bersama yang diharapkan akan
tercapai seusai memenangkan perang Pasifik.

PEREKONOMIAN INDONESIA MASA ORDE LAMA DAN ORDE BARU.
A. PEREKONOMIAN INDONESIA MASA ORDE LAMA ( 1945 – 1966 )


Pada awal kemerdekaan, pembangunan ekonomi Indonesia mengarah perubahan
struktur ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional, yang bertujuan untuk memajukan
industri kecil untuk memproduksi barang pengganti impor yang pada akhirnya diharapkan
mengurangi tingkat ketergantungan luar negeri. Sistem moneter tentang perbankan
khususnya bank sentral masih berjalan seperti wajarnya. Hal ini dibuktikan dengan adanya
hak ekslusif untuk mencetak uang dan memegang tanggung jawab perbankan untuk
memelihara stabilitas nasional. Bank Indonesia mampu menjaga tingkat kebebasan dari
pengambilan keputusan politik.
Masa orde lama dimulai dari tanggal 17 Agustus 1945 saat Indonesia merdeka. Pada saat itu,
keadaan ekonomi Indonesia mengalami kegiatan produksi yang terhenti pada tingkat inflasi
yang tinggi.
Indonesia pernah mengalami sistem politik yang demokratis yakni pada periode 1949 sampai
1956. Pada tahun tersebut, terjadi konflik politik yang berkepanjangan dimana rata-rata
umur kabinet hanya dua tahun sehingga pemerintah yang berkuasa tidak fokus memikirkan
masalah-masalah sosial dan ekonomi yang terjadi pada saat itu. Selama periode 1950an
struktur ekonomi Indonesia masih peninggalan jaman kolonial, struktur ini disebut dual
society dimana struktur dualisme menerapkan diskriminasi dalam setiap kebijakannya baik
yang langsung maupun tidak langsung. Keadaan ekonomi Indonesia menjadi bertambah
buruk dibandingkan pada masa penjajahan Belanda. Sejak tahun 1955, pembangunan
ekonomi mulai meramba ke proyek-proyek besar. Hal ini dikuatkan dengan keluarnya

kebijakan Rencana Pembangunan Semesta Delapan Tahun (1961). Kebijakan ini berisi
rencana pendirian proyek-proyek besar dan proyek kecil. Namun sayangnya Rencana
Pembangunan Semesta Delapan Tahun ini tidak berjalan atau dapat dikatakan gagal karena
beberapa sebab seperti adanya kekurangan devisa untuk menyuplai modal serta kurangnya
tenaga ahli. Perekonomian Indonesia pada masa ini mengalami penurunan atau memburuk.
Terjadinya pengeluaran besar-besaran yang bukan ditujukan untuk pembangunan dan
pertumbuhan ekonomi melainkan berupa pengeluaran militer untuk biaya konfrontasi Irian
Barat, Impor beras, proyek mercusuar, dan dana bebas (dana revolusi) untuk membalas jasa
teman-teman dekat dari rezim yang berkuasa.
Selain itu Indonesia mulai dikucilkan dalam pergaulan internasional dan mulai dekat dengan
negara-negara komunis.

Untuk lebih jelas nya berikut ini adalah penjelasan terperinci nya. Pemerintahan pada masa
orde lama dibagi menjadi tiga yaitu :
1. MASA PASCA KEMERDEKAAN (1945-1950)
Pada masa awal kemerdekaan, keadaan ekonomi Indonesia sangat buruk, yang antara lain
disebabkan oleh :
 Inflasi yang sangat tinggi, hal ini disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata
uang secara tidak terkendali. Pada waktu itu, untuk sementara waktu pemerintah RI
menyatakan tiga mata uang yang berlaku di wilayah RI, yaitu mata uang De Javashe

Bank, mata uang pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang.
Pada tanggal 6 Maret 1946, Panglima AFNEI (Allied Forces for Netherlands East
Indies/pasukan sekutu) mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah-daerah yang
dikuasai sekutu. Pada bulan Oktober 1946, pemerintah RI juga mengeluarkan uang
kertas baru, yaitu ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai pengganti uang Jepang.
Berdasarkan teori moneter, banyaknya jumlah uang yang beredar mempengaruhi
kenaikan tingkat harga.
 Adanya blockade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk menutup
pintu perdagangan luar negeri RI.
 Kas Negara kosong.
 Eksploitasi besar-besaran di masa penjajahan
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan ekonomi,antara lain :
 Program Pinjaman Nasional dilaksanakan oleh menteri keuangan IR. Surachman pada
bulan Juli 1946.
 Upaya menembus blockade dengan diplomasi beras ke, mengadakan kontak dengan
perusahaan swasta Amerika, dan menembus blockade Belanda di Sumatera dengan
tujuan ke Singapura dan Malaysia.
 Konferensi Ekonomi Februari 1946 dengan tujuan untuk memperoleh kesepakatan
yang bulat dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang mendesak, yaitu :
masalah produksi dan distribusi makanan, masalah sandang, serta status dan

administrasi perkebunan-perkebunan.
 Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947
Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948, mengalihkan tenaga
bekas angkatan perang ke bidang-bidang produktif.
Kasimo Plan yang intinya mengenai usaha swasembada pangan dengan beberapa
petunjuk pelaksanaan yang praktis. Dengan swasembada pangan, diharapkan
perekonomian akan membaik (mengikuti Mazhab Fisiokrat : sektor pertanian merupakan
sumber kekayaan).

2. MASA DEMOKRASI LIBERAL (1950 – 1957).
Permasalah ekonomi yang dihadapi oleh bangsa Indonesia masih sama seperti
sebelumnya. Tetapi Indonesia telah melakukan usaha-usaha yang dilakukan untuk
mengatasi masalah ekonomi, usaha-usaha tersebut adalah sebagai berikut:
a) Program Benteng (Kabinet Natsir), yaitu upaya menumbuhkan wiraswastawan
pribumi dan mendorong importir nasional agar bisa bersaing dengan perusahaan
impor asing dengan membatasi impor barang tertentu dan memberikan lisensi
impornya hanya pada importir pribumi serta memberikan kredit pada perusahaanperusahaan pribumi agar nantinya dapat berpartisipasi dalam perkembangan ekonomi
nasional.
Namun usaha ini gagal, karena sifat pengusaha pribumi yang cenderung konsumtif
dan tak bisa bersaing dengan pengusaha non-pribumi. Pada kabinet ini untuk pertama

kalinya terumuskan suatu perencanaan pembangunan yang disebut Rencana Urgensi
Perekonomian (RUP).
b) Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember 1951
lewat UU No. 24 th 1951 dengan fungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi.
c) Sistem ekonomi Ali (kabinet Ali Sastroamijoyo I) yang diprakarsai Mr Iskak
Cokrohadisuryo, yaitu penggalangan kerjasama antara pengusaha Cina dan
pengusaha pribumi. Pengusaha non-pribumi diwajibkan memberikan latihan-latihan
pada pengusaha pribumi, dan pemerintah menyediakan kredit dan lisensi bagi usahausaha swasta nasional. Program ini tidak berjalan dengan baik, karena pengusaha
pribumi kurang berpengalaman, sehingga hanya dijadikan alat untuk mendapatkan
bantuan kredit dari pemerintah.
d) Pembatalan sepihak atas hasil-hasil Konferensi Meja Bundar, termasuk pembubaran
Uni Indonesia-Belanda. Akibatnya banyak pengusaha Belanda yang menjual
perusahaannya sedangkan pengusaha-pengusaha pribumi belum bisa mengambil alih
perusahaan-perusahaan tersebut.

3. MASA DEMOKRASI TERPIMPIN (1959-1967)
Sebagai akibat dari dekrit presiden 5 Juli 1959, maka Indonesia menjalankan
sistem demokrasi terpimpin dan struktur ekonomi Indonesia menjurus pada sistem
etatisme (segala-galanya diatur oleh pemerintah). Dengan sistem ini, diharapkan akan
membawa pada kemakmuran bersama dan persamaan dalam sosial, politik,dan ekonomi.

Akan tetapi, kebijakan-kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah di masa ini belum
mampu memperbaiki keadaan ekonomi Indonesia, antara lain :


Devaluasi yang diumumkan pada 25 Agustus 1959 menurunkan nilai uang sebagai
berikut : Uang kertas pecahan Rp 500 menjadi Rp 50, uang kertas pecahan Rp 1000
menjadi Rp 100, dan semua simpanan di bank yang melebihi 25.000 dibekukan.



Pembentukan Deklarasi Ekonomi (Dekon) untuk mencapai tahap ekonomi sosialis
Indonesia dengan cara terpimpin. Dalam pelaksanaannya justru mengakibatkan stagnasi
bagi perekonomian Indonesia. Bahkan pada 1961-1962 harga barang-baranga naik 400%.



Devaluasi yang dilakukan pada 13 Desember 1965 menjadikan uang senilai Rp 1000
menjadi Rp 1. Sehingga uang rupiah baru mestinya dihargai 1000 kali lipat uang rupiah
lama, tapi di masyarakat uang rupiah baru hanya dihargai 10 kali lipat lebih tinggi. Maka
tindakan pemerintah untuk menekan angka inflasi ini malah meningkatkan angka inflasi.

B. PEREKONOMIAN INDONESIA PADA MASA ORDE BARU (1966-1997)
Pada awal orde baru, stabilisasi ekonomi dan stabilisasi politik menjadi prioritas
utama. Program pemerintah berorientasi pada usaha pengendalian inflasi, penyelamatan
keuangan negara dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat. Pengendalian inflasi mutlak
dibutuhkan, karena pada awal 1966 tingkat inflasi kurang lebih 650 % per tahun.
Setelah melihat pengalaman masa lalu, dimana dalam sistem ekonomi liberal ternyata
pengusaha pribumi kalah bersaing dengan pengusaha nonpribumi dan sistem etatisme tidak
memperbaiki keadaan, maka dipilihlah sistem ekonomi campuran dalam kerangka sistem
ekonomi demokrasi pancasila. Ini merupakan praktek dari salahsatu teori Keynes tentang
campur tangan pemerintah dalam perekonomian secara terbatas. Jadi, dalam kondisi-kondisi
dan masalah-masalah tertentu, pasar tidak dibiarkan menentukan sendiri. Misalnya dalam
penentuan UMR dan perluasan kesempatan kerja. Ini adalah awal era Keynes di Indonesia.
Kebijakan-kebijakan pemerintah mulai berkiblat pada teori-teori Keynesian.
Kebijakan ekonominya diarahkan pada pembangunan di segala bidang, tercermin dalam 8
jalur pemerataan : kebutuhan pokok, pendidikan dan kesehatan, pembagian pendapatan,
kesempatan kerja, kesempatan berusaha, partisipasi wanita dan generasi muda, penyebaran
pembangunan, dan peradilan. Maka sejak tahun 1969, Indonesia dapat memulai membentuk
rancangan pembangunan yang disebut Rencana Pembangunan Lima Tahun (REPELITA).

KELEBIHAN PADA MASA ORDE BARU :
1. Perkembangan GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada
1996 telah mencapai lebih dari AS$1.000.
2. Sukses transmigrasi.
3. Sukses KB.
4. Sukses memerangi buta huruf.
5. Sukses swasembada pangan.
6. Pengangguran minimum.
7. Sukses REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun).
8. Sukses Gerakan Wajib Belajar.
9. Sukses Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh.
10. Sukses keamanan dalam negeri.
11. Investor asing mau menanamkan modal di Indonesia.
12. Sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri.

KEKURANGAN ORDE BARU
1. Semaraknya korupsi, kolusi, nepotisme.
2. Pembangunan Indonesia yang tidak merata dan timbulnya kesenjangan pembangunan
antara pusat dan daerah, sebagian disebabkan karena kekayaan daerah sebagian besar
disedot kepusat.
3. Munculnya rasa ketidakpuasan di sejumlah daerah karena kesenjangan pembangunan,
terutama di Aceh dan Papua.
4. Kecemburuan antara penduduk setempat dengan para transmigran yang memperoleh
tunjangan pemerintah yang cukup besar pada tahun-tahun pertamanya.
5. Bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak merata bagi si kaya
dan si miskin).
6. Kritik dibungkam dan oposisi diharamkan.
7. Kebebasan pers sangat terbatas.
8. Penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan, antara lain dengan program
“Penembakan Misterius” (petrus).
9. Tidak ada rencana suksesi.

C. PEREKONOMIAN PADA MASA “ REFORMASI ”
Pemerintahan reformasi diawali pada tahun 1998. Peristiwa ini dipelopori oleh
ribuan mahasiswa yang berdemo menuntut presiden Soeharto untuk turun dari jabatannya
dikarenakan pemerintahan Bapak Soerhato dianggap telah banyak merugikan Negara dan
banyak yang melakukan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Tahun 1998 merupakan
tahun terberat bagi pembangunan ekonomi di Indonesia sebagai akibat krisis moneter di Asia
yang dampaknya sangat terasa di Indonesia.
Nilai rupiah yang semula 1 US$ senilai Rp. 2.000,- menjadi sekitar Rp. 10.000,- bahkan
mencapai Rp. 12.000,- (5 kali lipat penurunan nilai rupiah terhadap dolar). Artinya, nilai Rp.
1.000.000,- sebelum tahun 1998 senilai dengan 500 US$ namun setelah tahun 1998 menjadi
hanya 100 US$. Hutang Negara Indonesia yang jatuh tempo saat itu dan harus dibayar dalam
bentuk dolar, membengkak menjadi lima kali lipatnya karena uang yang dimiliki berbentuk
rupiah dan harus dibayar dalam bentuk dolar Amerika. Ditambah lagi dengan hutang swasta
yang kemudian harus dibayar Negara Indonesia sebagai syarat untuk mendapat pinjaman dari
International Monetary Fund (IMF). Tercatat hutang Indonesia membengkak menjadi US$
70,9 milyar (US$20 milyar adalah hutang komersial swasta).
Pemerintahan reformasi dari tahun 1998 sampai sekarang sudah mengalami beberapa
pergantian presiden, antara lain yaitu :
1. Bapak B.J Habibie (21 Mei 1998 – 20 Oktober 1999).
Pada saat pemerintahan presdiden B.J Habibie yang mengawali masa reformasi
belum melakukan perubahan-perubahan yang cukup berarti di bidang ekonomi.
Kebijakan-kebijakannya diutamakan untuk menstabilkan keadaan politik di Indonesia.
Presiden B.J Habibie jatuh dari pemerintahannya karena melepaskan wilayah Timortimor dari Wilayah Indonesia melalui jejak pendapat
2. Bapak Abdurrahman Wahid (20 Oktober 1999 – 23 Juli 2001).
Pada masa kepemimpinan presiden Abdurrahman wahid pun belum ada tindakan
yang cukup berati untuk menyelamatkan Indonesia dari keterpurukan. Kepemimpinan
Abdurraman Wahid berakhir karena pemerintahannya mengahadapi masalah konflik antar
etnis dan antar agama.

3. Ibu Megawati Soekarno Puteri (23 Juli 2001 – 20 Oktober 2004).
Masa kepemimpinan Megawati mengalami masalah-masalah yang mendesak
yang harus diselesaikan yaitu pemulihan ekonomi dan penegakan hokum. Kebijakankebijakan yang ditempuh untuk mengatasai persoalan-persoalan ekonomi antara lain:
a. Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 milyar pada pertemuan Paris
Club ke-3 dan mengalokasikan pembayaran utang luar negeri sebesar Rp 116.3
triliun.
b. Kebijakan privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual perusahaan negara di dalam
periode krisis dengan tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi kekuatankekuatan politik dan mengurangi beban negara. Hasil penjualan itu berhasil
menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,1 %. Namun kebijakan ini
memicu banyak kontroversi, karena BUMN yang diprivatisasi dijual ke perusahaan
asing. Megawati bermaksud mengambil jalan tengah dengan menjual beberapa asset
Negara untuk membayar hutang luar negeri. Akan tetapi, hutang Negara tetap saja
menggelembung karena pemasukan Negara dari berbagai asset telah hilang dan
pendapatan Negara menjadi sangat berkurang.
4. Bapak Susilo Bambang Yudhoyono (20 Oktober 2004-sekarang).
Masa kepemimpinan SBY terdapat kebijakan yang sikapnya kontroversial yaitu :
a. Mengurangi subsidi BBM atau dengan kata lain menaikkan harga BBM. Kebijakan
ini dilatarbelakangi oleh naiknya harga minyak dunia. Anggaran subsidi BBM
dialihkan ke sektor pendidikan dan kesehatan, serta bidang-bidang yang mendukung
kesejahteraan masyarakat.
b. Kebijakan kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan kontroversial kedua,
yakni Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin. Kebanyakan BLT
tidak sampai ke tangan yang berhak, dan pembagiannya menimbulkan berbagai
masalah sosial.
c. Mengandalkan pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi serta mengundang investor asing dengan janji memperbaiki iklim investasi.
Salah satunya adalah diadakannya Indonesian Infrastructure Summit pada bulan
November 2006 lalu, yang mempertemukan para investor dengan kepalakepaladaerah. Investasi merupakan faktor utama untuk menentukan kesempatan kerja.
Mungkin ini mendasari kebijakan pemerintah yang selalu ditujukan untuk memberi
kemudahan bagi investor, terutama investor asing, yang salah satunya adalah revisi
undang-undang ketenagakerjaan. Jika semakin banyak investasi asing di Indonesia,
diharapkan jumlah kesempatan kerja juga akan bertambah.

d. Lembaga kenegaraan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) yang dijalankan pada
pemerintahan SBY mampu memberantas para koruptor tetapi masih tertinggal jauh
dari jangkauan sebelumnya karena SBY menerapkan sistem Soft Law bukan Hard
Law. Artinya SBY tidak menindak tegas orang-orang yang melakukan KKN sehingga
banyak terjadi money politic dan koruptor-koruptor tidak akan jera dan banyak yang
mengulanginya. Dilihat dari semua itu Negara dapat dirugikan secara besar-besaran
dan sampai saat ini perekonomian Negara tidak stabil.
e. Program konversi bahan bakar minyak ke bahan bakar gas dikarenakan persediaan
bahan bakar minyak semakin menipis dan harga di pasaran tinggi.
f. Kebijakan impor beras, tetapi kebijakan ini membuat para petani menjerit karena
harga gabah menjadi anjlok atau turun drastic.
Pada tahun 2006 Indonesia melunasi seluruh sisa hutang pada IMF (International Monetary
Fund). Dengan ini, maka diharapkan Indonesia tak lagi mengikuti agenda-agenda IMF dalam
menentukan kebijakan dalam negeri. Namun wacana untuk berhutang lagi pada luar negri
kembali mencuat, setelah keluarnya laporan bahwa kesenjangan ekonomi antara penduduk kaya
dan miskin menajam, dan jumlah penduduk miskin meningkat dari 35,10 jiwa di bulan Februari
2005 menjadi 39,05 juta jiwa pada bulan Maret 2006.
Hal ini disebabkan karena beberapa hal, antara lain karena pengucuran kredit perbankan ke
sektor riil masih sangat kurang (perbankan lebih suka menyimpan dana di SBI), sehingga kinerja
sektor riil kurang dan berimbas pada turunnya investasi. Pengeluaran Negara pun juga semakin
membengkak dikarenakan sering terjadinya bencana alam yang menimpa negeri ini.

KESIMPULAN:
Perekonomian Indonesia sejak masa penjajahan, pemerintahan masa orde lama hingga
masa reformasi masih mengalami hal sangat jauh dari yang kita harapkan. Apalagi dengan jatuh
bangunnya perekonomian kita sampai saat ini, hal tersebut bisa kita lihat dari segi ;
1. Kemiskinan yang masih ada.
2. Pengangguran tingkat tinggi dikarenakan jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia tidak
sebanding dengan jumlah angkatan kerja.
3. Maraknya para koruptor karena hukum di negeri ini kurang tegas (Indonesia termasuk
dalam 5 terbesar Negara terkorup didunia).
4. Masih terjadi kesenjangan ekonomi antara penduduk yang miskin dan yang kaya.
5. Masih memiliki hutang ke luar negeri.

DAFTAR PUSTAKA:
1. http://hafizasmenta.blogspot.com/2012/03/perekonomian-indonesia-padamasa-orde.html
2. http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/03/sejarah-perekonomian-indonesia-8/
3. http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Indonesia
4. Dumairy, Perekonomian Indonesia, Erlangga, Jakarta, 1996.