SISTEM INFORMASI GEOTEKNIK BERBASIS DATA CPT DENGAN BANTUAN ArcGIS 9.2

SISTEM INFORMASI GEOTEKNIK BERBASIS DATA CPT DENGAN BANTUAN ArcGIS 9.2

(Studi Kasus Kota Surakarta)

GEOTECHNICAL INFORMATION SYSTEM BASED ON CPT DATA USING ArcGIS 9.2

(Case Study of Surakarta )

TUGAS AKHIR

Disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana teknik pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret

Disusun Oleh:

FENDI HARY YANTO

I 0108094

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

ABSTRAK

Fendi Hary yanto, 2012, SISTEM INFORMASI GEOTEKNIK BERBASIS

DATA CPT DENGAN BANTUAN ArcGIS 9.2 (Studi Kasus Kota Surakarta),

Tugas Akhir, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Kota Surakarta merupakan kota yang memiliki perkembangan infrastruktur yang begitu pesat. Bangunan-bangunan infrastruktur tumbuh pesat seiring dengan perkembangan kota. Hampir di setiap penjuru kota dapat ditemui bangunan seperti mall, pusat perbelanjaan, perkantoran, hotel, pasar, apartemen/rumah susun, rumah sakit, perguruan tinggi atau sekolah. Hanya saja Pemerintah Daerah belum mempunyai sistem informasi data yang lengkap mengenai CPT. Sistem informasi data tersebut berguna untuk tinjauan awal pembangunan infrastruktur yang baru, khususnya bagi investor yang akan mendirikan bangunan di kota Surakarta. Salah satu lembaga yang sering diminta untuk melakukan uji CPT adalah Laboratorium Mekanika Tanah FT UNS. Ratusan data pengujian CPT masih tersimpan di lemari arsip laboratorium, dan belum pernah dianalisis dan dikompilasi untuk seluruh wilayah Surakarta. Penelitian ini ditulis dalam rangka menyiapkan Sistem Informasi berbasis data CPT mengenai kedalaman tanah keras di seluruh wilayah kota Surakarta. Penelitian dilakukan dengan cara mengkompilasi seluruh data CPT yang ada, menganalisis, memplot pada peta, serta membuat profile tanah sepanjang wilayah Surakarta dengan menggunakan perangkat lunak ArcGIS 9.2. Permasalahan yang ada adalah penyebaran data CPT yang acak.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kedalaman tanah keras qc 250 kg/cm 2 di kota Surakarta yang paling dominan sedalam 3- 5 meter dari permukaan tanah. Evaluasi perbandingan kedalaman tanah keras sondir lapangan dengan GIS pada beberapa titik pengamatan menunjukan hasil yang hampir sesuai antara prediksi Sistem informasi GIS dengan hasil pengujian di lapangan. Disimpulkan bahwa sistem informasi geoteknik bebasis data CPT dengan menggunakan software ArcGIS mampu befungsi sebagai identifikasi pendahuluan dari suatu pekerjaan/proyek dan data penunjang.

Kata Kunci: CPT, sistem informasi geoteknik, ArcGIS.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ABSTRACT

Fendi Hary yanto, 2012, GEOTECHNICAL INFORMATION SYSTEM BASED ON CPT DATA USING ArcGIS 9.2 (Case Study of Surakarta ), Final Assignment, Civil Engineering Department, Engineering Faculty, Sebelas Maret University. Surakarta.

Surakarta is a city that has rapid development of infrastructure. The Buildings and Infrastructure are grow is rapidly in line with the growth of the city. Buildings like malls, shopping centers, office buildings, hotels, markets, apartments/flats, hospitals, universities, or school are found in almost every corner of the city. For the time bieng , unfortunable the governments does not have complete data the CPT. In front of geotechnical information system (GIS), this GIS of CPT data is able to be used for initial review of the construction of new buildings and infrastructure in Surakarata. Especially, for the investors who will build the buildings in the city of Surakarta. One institution that is often asked to perform CPT test is Soil Mechanics Laboratory FT UNS. Hundred of test data are still stored in laboratory. However , they have not been analyzed and compiled for further usage. This research was written in order to set up a data-based Information Systems CPT on hard stratum depth across the city of Surakarta. This research was conducted by compiling all existing CPT data, analyzed, plotted on a map, and make the soil profile throughout the region Surakarta using the software ArcGIS 9.2. The main problems is the position on distribution of the CPT data are random. The results of this research indicated that depth of 250 kg/cm2 qc of hard stratum in the city is dominantly 3-5 meters the depth in Surakarata. Comparative evaluation of the depth of field test of CPT a hard stratum and GIS at several observation points showed close results. Therefore, this geotechnical information system is adaptable to the data using the software ArcGIS CPT and able to be used as a preliminary identification of the work / projects and supporting data.

dasdasdasdasdasdasdasdasdasdasdasdasdsfgdfgdfgdfgdhadasdasd Keywords: CPT, geothecnic information systems, ArcGIS.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

MOTTO

“Karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang dikehendakiNya. Dan Dialah Maha Perkasa lagi Penyayang. Sebagai) janji yang sebenarnya dari Allah. Allah tidak akan menyalahi janjiNya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai. “ (Q.S. AR-Ruum (30) : 5-7)

“Barang siapa yang menempu suatu jalan yang menuntut ilmu, niscaya Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga” (HR. Muslim)

Ilmu lebih mulia dari harta, karena ilmu menjaga manusia, sedangkan harta dijaga oleh manusia. Orang yang berilmu banyak kawannya, sedangkan orang yang banyak hartanya banyak musuhnya. Ilmu bila diberikan akan bertambah, harta bila diberikan akan berkurang. Ilmu tidak bisa dicuri, sebaliknya harta bisa dicuri. Ilmu tidak akan habis sebelum pemiliknya meninggal, sedangkan harta sangat mungkin lenyap sebelum pemiliknya mati. Ilmu tidak dapat dihitung jumlahnya sedangkan harta bisa diketahui jumlahnya.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Alloh SWT atas limpahan berkat dan karunia-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan tugas akhir guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik di Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Dalam penyusunan laporan tugas akhir ini tentu tidak lepas dari berbagai pihak yang mendukung, membantu, dan membimbing sehingga dengan kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Pimpinan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta beserta staf.

2. Bapak selaku Dr. Tech. Ir. Sholihin As’ad, MT Dosen Pembimbing I tugas akhir.

3. Bapak Ir Agus Prijadi Saido, MSc selaku Dosen Pembimbing II tugas akhir.

4. Bapak Ir. Budi Laksito selaku Dosen Pembimbing Akademik.

5. Segenap Bapak dan Ibu dosen pengajar di Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelum Maret Surakarta.

6. Seluruh teman-teman mahasiswa Jurusan Teknik Sipil angkatan 2008.

7. Semua pihak yang telah membantu pelaksanaan laporan tugas akhir ini hingga selesai.

Penulis menyadari bahwa laporan tugas akhir ini masih jauh dari sempurna, dan masih banyak kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Akhir kata, semoga laporan ini bermanfaat bagi kita semua.

Surakarta, Juli 2012 Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN...................................................................... 76

5.1. Kesimpulan......................................................................................................... 76

5.2. Saran................................................................................................................... 76

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ xvi

LAMPIRAN.............................................................................................................. xvii

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 4.26.Cross Section Potongan 4………………...….................................... 70 Gambar 4.27. Perbandingan kedalaman tanah keras hasil sondir lapangan dengan

GIS pada Pembangunan DED Youth Center Kota Surakarta…..........72

Gambar 4.28. Perbandingan kedalaman tanah keras hasil sondir lapangan dengan

GIS pada Pembangunan Tennis Sport Centre....................................73

Gambar 4.29. Perbandingan kedalaman tanah keras hasil sondir lapangan dengan

GIS pada Pembangunan Rumah Tingal di Jl Kantil No 19 A Badran………………………………………………......................... 73

Gambar 4.30. Perbandingan kedalaman tanah keras hasil sondir lapangan dengan

GIS pada Pembangunan Audio Technica ……...................................74

Gambar 4.31. Perbandingan kedalaman tanah keras hasil sondir lapangan dengan

GIS pada Pembangunan Gedung Annisa RS PKU Muhammadiyah ………………………………………………..…............................... 74

Gambar 4.32. Perbandingan kedalaman tanah keras hasil sondir lapangan dengan

GIS pada Pembangunan Asrama Mahasiswa UNS………................. 75

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Metode In Situ Test dan Aplikasi secara umum....................................... 7 Tabel 2.2. Hubungan antara konsistensi terhadap tekanan conus dan undrained

cohesion …………………………………………................................... 18

Tabel 4.1. Jumlah Lokasi Data Pengujian CPT di Lab. Mekanika Tanah Fakultas

Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta........................................... 41

Tabel 4.2.a Contoh Hasil Rekapitulasi Pengujian CPT di SMP Muhammadiyah 1

Surakarta……………………………………......................................... 42

Tabel 4.2.b Contoh Hasil Rekapitulasi Pengujian CPT di SMP Muhammadiyah 1

Surakarta……………………………………......................................... 43

Tabel 4.2.c Contoh Hasil Rekapitulasi Pengujian CPT di SMP Muhammadiyah 1

Surakarta……………………………………......................................... 43

Tabel 4.3. Pebandingan kedalaman tanah keras (qc 250 kg/cm 2 ) hasil sondir

lapangan dengan GIS…………………………………………….......... 72

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Data Penelitian Lampiran Peta Lampiran Alat GPS Lampiran Dokumentasi Lampiran Surat-surat Lampiran Lembar Komunikasi dan Pemantauan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Kota Surakarta merupakan daerah dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat. Hal ini harus diantisipasi dengan perencanaan pembangunan prasarana fisik seperti : bangunan-bangunan sipil berupa jalan raya, gedung, terminal, jembatan, dan lain-lain.

Sebelum mendirikan bangunan infrastruktur perlu adanya surat ijin mendirikan bangunan (IMB). Hal ini sering diabaikan karena di dalamnya terdapat berbagai tinjauan antara lain investigasi geoteknik dari tempat tersebut seperti keadan fisik tanah.

Secara geografis, kota Surakarta terletak pada dataran rendah, dengan ketinggian +

90 m di atas permukaan laut, di tepi sungai besar, yaitu Sungai Bengawan Solo. Pada umumnya tanah di sekitar daerah wilayah sungai merupakan tanah endapan alluvial yang bersifat lunak (soft soil). Tanah lunak biasanya sering menimbulkan masalah terhadap bangunan sipil yaitu: kompresibilitas yang tinggi, daya dukung rendah, dan kadang-kadang merupakan tanah yang berpotensi mengembang (swelling soil). Mendirikan bangunan sipil pada tanah lunak umumnya perlu penanganan yang khusus terutama dalam disain pondasi. Untuk mendisain pondasi diperlukan informasi kualitas tanah yang mampu mendukung beban sehingga pondasi dapat bertumpu dengan baik di atasnya. Informasi tersebut dapat diperoleh melalui penyelidikan tanah di laboratorium maupun secara langsung di lapangan lapangan (in situ ) dengan Uji Penetrasi Standar (SPT) maupun dengan Uji Penetrasi Kerucut ( CPT).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tetapi Pemerintah Daerah belum mempunyai data yang lengkap mengenai Uji Penetrasi Kerucut (CPT). Padahal data tersebut digunakan untuk tinjauan awal pembangunan infrastruktur yang baru. Demikian juga oleh investor yang akan mendirikan bangunan di kota Surakarta. Salah satu lembaga yang sering diminta untuk melakukan uji CPT adalah Laboratorium Mekanika Tanah Fakultas Teknik Sipil UNS. Puluhan data pengujian masih tersimpan di lemari arsip laboratorium, dan belum pernah dianalisis dan dikompilasi untuk seluruh wilayah Surakarta.

Penelitian ini ditulis dalam rangka menyiapkan Sistem Informasi berbasis data CPT mengenai kedalaman tanah keras di seluruh wilayah kota Surakarta. Penelitian dilakukan dengan cara mengkompilasi seluruh data CPT yang ada, menganalisis, memplot pada peta, serta membuat profile tanah sepanjang wilayah Surakarta dengan menggunakan perangkat lunak ArcGIS 9.2. Permasalahan yang ada adalah penyebaran data CPT yang acak.

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1) Bagaimana menganalisa dan menyiapkan Sistem Informasi Geoteknik data hasil uji sondir ke dalam bentuk data spasial (peta dasar) yang telah ada (existing map)?

2) Bagaimana mengaplikasikan perangkat lunak ArcGIS 9.2 dalam pembuatan sistem informasi geografis berbasis CPT di Kota Surakarta?

1.3. Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah:

1) Peta dasar yang digunakan adalah peta rupa bumi digital yang dikeluarkan oleh Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL) tahun 2002.

2) Data yang digunakan adalah data CPT yang diambil dari Lab. Mekanika Tanah

Jurusan Teknik Sipil UNS serta lokasi proyeknya telah teridentifikasi.

3) Kedalaman yang digunakan adalah kedalaman tanah keras rata-rata dalam lokasi proyek dengan pembatasan lapisan tanah keras di q c 250 kg/cm 2 .

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

4) Plotting titik sondir dalam peta menggunakan tiga cara yaitu : interpretasi berdasarkan alamat lokasi, penentuan koordinat lokasi dengan bantuan GPS (Global Positioning System) dan Google earth.

5) Koordinat lokasi bukan menunjukan posisi titik pengujian CPT melainkan lokasi proyek.

6) Nilai q c setiap lokasi hasil sondir diambil nilai terdalam.

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah: Menyiapkan Sistem Informasi berbasis data CPT mengenai mapping kedalaman tanah keras berdasarkan nilai end bearing resistance sebagai identifikasi pendahuluan dari suatu pekerjaan/proyek, membuat peta tematik baru berdasrakan sebaran data CPT di wilayah kota Surakarta, dan membandingkan hasil sondir

lapangan dengan prediksi kedalaman tanah keras q c 250 kg/cm 2 berdasarkan ArcGIS

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat Penelitian ini adalah:

1) Manfaat teoritis Mengembangkan peta geoteknik yang didasarkan pada data CPT di kota Surakarta sehingga bisa dijadikan referensi dan basis data bagi yang membutuhkan baik personal maupun institusional.

2) Manfaat praktis

a. Mengetahui distribusi atau sebaran lapisan tanah keras di kota Surakarta.

b. Mendapatkan peta tematik baru berupa peta berbasis data CPT di kota Surakarta.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB 2 LANDASAN TEORI

3.1. Tinjauan Pustaka

Dalam perancangan bangunan geoteknik dikenal dua kelompok metode pengujian yaitu, laboratory test, dan in situ test. Laboratory test menggunakan sampel tanah tak terganggu dan terganggu yang didapatkan dari hasil pengujian trial pits dan boring kemudian dianalisis di laboratorium. In situ test merupakan pengujian tanah di lapangan yang sering dipakai untuk mendukung atau sebagai kombinasi dari pengujian laboratorium. In situ test yang digunakan secara luas antara lain CPT (Cone Penetration Test) dan SPT (Standard Penetration Test) yang berbasis penetrometer. Beberapa in situ test lain yang juga sering dipraktekkan adalah : VST (Vane Shear Test), DMT (Dilatometer Test) dan PMT (Pressuremeter Test).

Aplikasi CPT dalam bidang penyelidikan tanah semakin berkembang dan luas cakupannya. Beberapa aplikasi terkini dari CPT antara lain : mengukur ketebalan dan kuantitas properti tanah, menggambarkan deposit sedimen rekaman pra-historis gempa bumi, mengidentifikasi gejala geologi, hidrologi dan lingkungan dan memetakan elevasi horisontal stratigrafi (U.S Geological Survey, 2003). Namun secara garis besar parameter hasil pengujian CPT mempunyai fungsi utama yaitu :

a. Estimasi kekuatan dan karakteristik deformasi tanah.

b. Pendugaan stratifikasi dan tipe tanah.

c. Penentuan parameter kekuatan geser.

d. Secara praktis, dapat digunakan sebagai acuan desain pondasi.

Beberapa keuntungan penggunaan CPT dibandingkan dengan prosedur pemboran konvensional meliputi :

a. Memberikan data secara cepat, akurat dan detail.

b. Tidak meninggalkan material hasil galian.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

c. Interval pengujian yang lebih pendek memungkinkan mengidentifikasi lapisan-lapisan tanah bawah permukaan yang lebih tinggi.

d. Kecepatan pendugaan yang lebih tinggi dan ekonomis.

Walaupun demikian terdapat beberapa keterbatasan metode CPT, antara lain:

a. Tidak dapat menyajikan sample tanah undisturbed.

b. Prosedur terbatas bagi tanah-tanah yang tidak mengandung batuan besar atau

lapisan-lapisan keras (cemented), yang menghalangi penetrasi konus.

c. Efektif hanya pada kedalaman kurang dari 30 m.

d. Sulit mengetahui jenis dan warna lapisan tanah. (Dunn et al, 1980)

Penyelidikan tanah telah diketahui sebagai salah satu informasi penting untuk keperluan desain dan konstruksi di bidang teknik sipil. Ketersediaan dan aksesibilitas data tanah akan mampu mengurangi waktu dan biaya proyek, terutama selama tahap studi kelayakan. Di dunia rekayasa geoteknik, formasi tanah dan sifat fisis tanah merupakan informasi yang berharga bagi seorang engineer dalam membuat keputusan dan desain yang tepat. Aplikasi teknologi informasi, termasuk Sistem Informasi Geografis dan sistem basis data mampu menghasilkan suatu manajemen dan interpretasi data dalam bidang geoteknik secara efektif (Suwanwiwattana, 2001).

Menurut Zakariya (2011) penyusunan basis data jembatan rangka baja dengan menggunakan software ArcGIS 9.2 dirasakan mampu untuk memperbaiki beberapa kekurangan sistem yang sudah ada. Maulana (2005) menyimpulkan nilai kedalaman lapisan tanah keras dengan analisis manual, kedalaman tanah keras rata-rata di wilayah kota Surakarta mempunyai interval 2 – 15 meter dari muka tanah. Nilai rata- rata kedalaman 4.5-7.0 meter dari muka tanah merupakan nilai yang mendominasi. Penelitian ini merupakan lanjutan dari penelitian Maulana namun fokus pada penambahan data, pengamplikasian software ArcGIS 9.2 dan membandingkan hasil sondir lapangan data baru dengan prediksi yang dibuat ArcGIS 9.2.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

3.2. Dasar Teori

2.2.1 Parameter Tanah

Variabel alami suatu profil tanah membutuhkan perkiraan realistis parameter tanah dengan cara penyelidikan dan pengujian tanah. Parameter-parameter tanah dapat diperoleh melalui laboratory test dan in situ test. Kedua pengujian dapat berupa sampel tanah terganggu (disturbed sample) ataupun sampel tak terganggu (undisturbed sample) . Disturbed samples, adalah sampel yang diperoleh dari pengujian dengan alat boring antara lain : bor auger, split-spoon sampler pada SPT, dan sampel hasil galian trial pits. Sedangkan undisturbed sample adalah sampel yang diperoleh dari hasil pengeboran dengan alat tabung (thin walled tube). Sampel ini dapat

lebih menggambarkan

struktur

in situ lebih akurat dan

nyata.(Tomlinson,1995). Beberapa parameter tanah yang dibutuhkan dalam analisis dan desain antara lain : kekuatan geser ( τ), kepadatan relatif (D r ), indeks kompresibilitas (Cc), dan data gravimetrik-volumetrik seperti porositas (n), rasio air pori (e), spesifik gravitasi (G s ), berat volume tanah (γb), dan kadar air tanah (w n ).(Bowles, 1988) Keterbatasan dalam memperoleh undisturbed sample untuk pengujian laboratorium terutama pada deposit tanah non kohesif, maka parameter tanah seperti kekuatan, densitas dan kompresibilitas tanah biasanya diuji dengan in situ tests.

2.2.2 Pengujian Tanah In Situ (In situ Test)

In situ test merupakan metode penyelidikan tanah yang proses dan hasilnya dapat diperoleh langsung dari suatu lokasi tanah yang ditinjau. Pada umumnya tanah pondasi itu terdiri dari suatu zona pelapukan yang terbentuk di atas batuan dasar yang segar dan keras. Metode in situ test seringkali digunakan untuk mengetahui atau menduga suatu struktur geologi tanah yang digunakan sebagai dasar pondasi. In situ test seringkali digunakan karena mampu memberikan data informasi tanpa adanya efek gangguan seperti pada boring atau sampling tests. Secara umum metode ini cocok dipraktekkan pada tanah soft sensitive clays, silts atau loose sands In situ test merupakan metode penyelidikan tanah yang proses dan hasilnya dapat diperoleh langsung dari suatu lokasi tanah yang ditinjau. Pada umumnya tanah pondasi itu terdiri dari suatu zona pelapukan yang terbentuk di atas batuan dasar yang segar dan keras. Metode in situ test seringkali digunakan untuk mengetahui atau menduga suatu struktur geologi tanah yang digunakan sebagai dasar pondasi. In situ test seringkali digunakan karena mampu memberikan data informasi tanpa adanya efek gangguan seperti pada boring atau sampling tests. Secara umum metode ini cocok dipraktekkan pada tanah soft sensitive clays, silts atau loose sands

(Tomlinson,1995). SPT dan CPT termasuk pengujian in situ yang berbasis penetrometer. Penjabaran ringkas jenis pengujian in situ dapat dilihat pada Tabel

2.1. Tabel 2.1. Metode In Situ Test dan aplikasi secara umum

Reference Acoustic probe

Koerner and Lord (1986)

Borehole Permeability

ASTM STP No.322, ASTM STP 417

Cone

Dynamic C A B C C - C - - - - - C

Electrical friction

Electrical piezo

Electrical piezo/friction

Impact

Daly and Alien (1973)

Mechanical

Seismic CPT dwon-hole

Dilatometer (DMT)

Hydraulic fracture

Ko stepped blade

Nuclear tests

C ASTM STP 412 Plate load test

B A B C C B B ASTM D 1194 Pressuremeter menard

Self boring

Screw plate

Petrick et al (1980), Dahlberg (1974a)

Seismic Cross-hole C C B - - - - A - - - B B Woods (1986)+ Dwon-hole

B B Woods (1986)+ Surface refraction

C Leet (1950) Shear

Borehole C C - B B - C C - - - C -

Vane

Standard penetration test (SPT)

* In ASCE Conference Use of In Situ Test in Geotechnical Engineering GT SP No.6 (1986) Code : A= Most applicable; B = May be used; C=Least applicable

(Bowles, 1988) (Bowles, 1988)

2.2.3 Cone Penetration Test (CPT)

2.2.3.1 Perkembangan Uji Sondir dan Hubungannya Dengan Indonesia

Uji sondir dikembangkan di Negara Belanda pada tahun 1932. Salah satu tokoh mekanika tanah Belanda yang memimpin perkembangan sondir adalah AS Keverling Buisman. Pada tahun 1934, Profesor Buisman mendirikan Delft Soil Mechanic University yang menjadi suatu lembaga mekanika tanah yang terkenal dengan penelitiannya dan pekembangan yang dilakukannya.

Tahun 1939, Buisman berangkat ke Indonesia untuk bertugas selama satu tahun di ‘de Thecnologi Highschool in Bandung (THB), yaitu suatu universitas teknik yang kemudian menjadi Institut Teknologi Bandung (ITB) yang terkenal sampai sekarang. Setelah terjadi peperangan Eropa, Buisman tidak dapat kembali ke Belanda dan diberi tugas di daerah Bandung sampai akhir perang Eropa. Sayang, perang juga mulai di daerah pantai pada bulan Desember 1941 dengan serangan Jepang di Pearl Harbour di Hawai. Tidak lama juga Indonesia di duduki tentara jepang dan semua orang Belanda termasuk Buisman, tertahan dan dimasukan “intermment camps”. Dia meninggal dunia pada tahun 1944. Saat meninggal, usianya masih muda, yaitu 54 tahun. Makam beliau tidak diketahui, mungkin di Bandung tetapi mungkin juga di tempat lain.

Selain Buisman yang bertugas di Indonesia, ada juga Begemann, yang bertugas di Bandung setelah Perang Dunia. Seperti halnya nama Buisman nama Begemann juga terkait erat dengan perkembangan alat sondir, khususnya ujung alat yang disebut konus. Di Belanda, alat sondir dipakai terutama untuk menentukan daya dukung tiang pancang. Tiang semacam ini yang banyak ada di Belanda, dipancang sampai lapisan pasir yang terdapat dibawah lapisan tanah lanau yang lunak. Dengan demikian, daya dukungnya bergantung terutama pada perlawanan ujung, yang dapat ditentukan dengan nilai konus saja. Perlawanan gesekan tidak diperhitungan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Kedaaan di Indonesia sangat berbeda , lapisan pasir sering ditemukan dan tanah umumnya terdiri atas lempung. Oleh karena itu, daya dukung ultimite tiang bergantung pada gaya gesekan atau hambatan pelekat (skin friction) antara tiang dengan tanah. Begemann mencari jalan untuk menentukan gaya gesek ini dengan memakai alat sondir. Semula mengharapkan dapat dipakai stang luar saja, yaitu dengan mengukur gaya untuk menekan masuk stang luar. Jadi dengan cara ini perlawanan gesekan yang di ukur adalah jumlah sepanjang stang.

Dalam penelitian Begemann bahwa makin dalam pengujian makin kecil gesekan antara stang dan tanah. Oleh karena itu Begemann mengusahakan supaya gesekan dapat di ukur langsung, yaitu pada setiap kedalaman nilai sondir dapat diukur. Hasilnya disebut Biconus mekanis yang masih sering di pakai di Indonesia dan negara-negara lain. Dengan bikonus, gaya hambatan pelekat di ukur pada setiap kedalaman, kemudian dijumlahkan untuk mendapatkan hambatan total.( Wesley,2012)

2.2.3.2 Peralatan Umum

Piranti CPT yang digunakan dalam pengujian, baik tipe mekanik maupun elektrik telah ditetapkan dengan standar ASTM D 3441. Dimensi standar yang umumnya dipakai pada CPT mekanik atau DCPT (Dutch Cone Penetration Test) adalah ujung

konus bersudut 60 ˚, diameter 35.7 mm, dan luas penampang 10 cm 2 . Komponen- komponen CPT dapat dijabarkan sebagai berikut :

a. Mesin sondir ringan kapasitas 2,5 ton ditunjukkan pada Gambar 2.1 atau mesin sondir berat kapasitas 10 ton ditunjukkan pada Gambar 2.2.

b. Seperangkat pipa sondir lengkap dengan batang dalam sesuai dengan kebutuhan dengan panjang masing-masing 1 (satu) meter.

c. Manometer masing-masing 2 (dua) buah dengan kapasitas : Sondir ringan 0-50 kg/cm 2 dan 0-250 kg/cm 2 atau sondir berat 0 -250 kg/cm 2

dan 0 - 600 kg/cm 2 .

d. Konus dan bikonus

e. Alat pendukung seperti angker, kunci pipa, oli dll.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Untuk mencapai hasil optimal telah dikembangkan mesin sondir dengan kapasitas lebih besar dari 10 ton yang dikombinasikan dengan truk seperti terlihat dalam Gambar 2.3. CPT berkapasitas lebih besar dari 30 ton memungkinkan melakukan penetrasi lebih baik di daerah berpasir padat (dense sand) serta mampu menjangkau kedalaman lebih dari 60 meter.

Keterangan :

1. jangkar helisoid

2. rak persneling

3. gear

4. loading head Gambar 2.1. Alat DCPT kapasitas 2,5 ton dengan penetrometer konus friksi (Sanglerat,1972)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 2.2.Alat DCPT kapasitas 10 ton (RMU Testing Equipment,1995)

Gambar 2.3.CPT kapasitas 20 ton dengan kombinasi truk (Fugro Civil & Environmental Engineering. Building) Gambar 2.3.CPT kapasitas 20 ton dengan kombinasi truk (Fugro Civil & Environmental Engineering. Building)

2.2.3.3 Tipe Penetrometer CPT

Menurut bentuk dan sifat kerjanya, konus pada CPT dibedakan menjadi dua, yaitu : konus tunggal (Gambar 2.4.a) dan bikonus (Gambar 2.4.b). Konus tunggal adalah

alat yang mula-mula digunakan untuk mendapatkan nilai q c . Bikonus merupakan

pengembangan dari konus tipe pertama yang dapat digunakan untuk menentukan

nilai q c dan f s (lekatan/friksi) secara bersama. Kedua tipe biasa disebut konus friksi

mekanik, karena alat penetrometer digerakkan secara hidrolis. Tipe konus elektrik dikembangkan untuk mempermudah dalam aplikasi disertai alat pencatat otomatis. Gambar alat konus elektrik ditunjukkan pada Gambar 2.5.

Gambar 2.4.a. Penetrometer konus tunggal mekanik Gambar 2.4.b. Penetrometer konus-friksi mekanik (ASTM,1997) Gambar 2.4.a. Penetrometer konus tunggal mekanik Gambar 2.4.b. Penetrometer konus-friksi mekanik (ASTM,1997)

Gambar 2.5. Penetrometer konus-friksi elektrik (ASTM,1997)

2.2.3.4 Prosedur Kerja

Langkah-langkah kerja dari pengujian CPT baik mekanik maupun elektrik pada dasarnya tidak jauh berbeda. Prosedur kerja untuk alat CPT dengan kapasitas 2,5 ton dapat dilihat dari ilustrasi Gambar 2.6. Langkah pertama pemasangan jangkar helisoid agar alat kuat menahan reaksi dari tanah. Pada kondisi awal ujung konus diletakkan di atas tanah dan siap ditekan. Bagian inti didorong/ditekan sehingga ujung konus masuk ke dalam tanah dengan kecepatan konstan (1–2 cm/detik). Gaya penahan terukur disebabkan oleh tekanan dasar tanah yaitu ketika ujung konus ditekan ke bawah saat batang dalam (inner rod) bergerak independen dari pipa sondir luar (outer sounding tube).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 2.6. Ilustrasi prosedur kerja alat CPT kapasitas 2.5 ton (Sanglerat, 1972) Pengukuran awal pada konus friksi sama dengan konus mantel, kemudian lengan

penahan (retaining sleeve) mengikutsertakan selubung friksi, akan didapat nilai pengukuran kedua yaitu bikonus. Nilai friksi didapat dari hasil pengurangan nilai bikonus dengan nilai konus. Prosedur ini diulangi dengan interval kedalaman tertentu. Biasanya dilakukan setiap 0.2 m atau 0.25 m. Selama proses penetrasi, gaya perlawanan ujung konus dan gaya friksi selubung akan terekam/terukur dalam kertas kerja.

2.2.3.5 Parameter CPT

Hasil pengukuran dari pengujian CPT adalah sebagai berikut :

1) Tahanan konus (Cone Resistance), q c

Tahanan atau perlawanan tanah terhadap ujung konus yang dinyatakan dalam gaya per satuan luas. Nilai q c secara langsung dapat digunakan untuk mengestimasi nilai relative density, D r serta nilai undrained strength, c u untuk tanah kohesi ( www.cee.princeton.edu ). Secara tidak langsung, nilai q c digunakan untuk menentukan kapasitas daya dukung ultimit, q ult dari suatu lapisan tanah berdasarkan variasi model dan persamaan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2) Tahanan lekat (Friction Resistance ), f s Perlawanan geser tanah terhadap selubung bikonus (sleeve friction) dalam gaya persatuan luas. Tahanan lekat didapatkan dari hasil pengurangan nilai bikonus dan nilai konus.

3) Rasio friksi (Friction Ratio), R f

Perbandingan tahanan lekat (f s ) dengan tahanan ujung (q c ), f s / q c yang dinyatakan dalam persen. Nilai ini secara langsung dapat digunakan untuk mengestimasi klasifikasi jenis tanah dalam batas yang ditentukan dalam suatu pengujian. (Bowles, 1988)

2.2.4 Interpretasi Data CPT

Hasil pengujian CPT digunakan untuk menduga jenis lapisan tanah dan mengevaluasi parameter geoteknik dari suatu lapisan tanah.

a. Identifikasi Karakteristik Tanah

Dalam pengujian CPT ketika konus didorong ke dalam tanah, tekanan yang terjadi di ujung dari konus merupakan indikasi langsung dari kekuatan dan kekakuan tanah yang ditinjau. Pengujian yang dilakukan terhadap tanah berkarakteristik pasir padat akan lebih sulit ditekan daripada tanah dengan karakteristik lempung. Dalam melakukan identifikasi variasi lapisan tanah terdapat tiga kriteria baik untuk pasir maupun lempung, yaitu :

1) Pasir § Penetrasi konus ke dalam tanah berpasir akan menghasilkan tahanan ujung tinggi. § Penetrasi konus ke dalam tanah berpasir akan menghasilkan friksi rasio rendah.

§ Penetrasi konus ke dalam tanah berpasir akan menghasilkan tekanan pori rendah

(permeabilitas tinggi).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2) Lempung § Penetrasi konus ke dalam tanah lempung akan menghasilkan tahanan ujung

rendah. § Penetrasi konus ke dalam tanah lempung akan menghasilkan friksi rasio tinggi.

§ Penetrasi konus ke dalam tanah lempung akan menghasilkan tekanan pori tinggi

(permeabilitas rendah). Contoh pola grafik tahanan ujung (q c ) tanah pasir dan lempung dapat dilihat pada Gambar 2.7.a dan 2.7.b.

a b Gambar 2.7.a Pola grafik tahanan ujung (q c ) untuk tanah pasir

Gambar 2.7.b Pola grafik tahanan ujung (q c ) untuk tanah lempung

(Bowles, 1988) (Bowles, 1988)

Pengidentifikasian tanah secara praktis salah satunya dapat menggunakan pendekatan yang dikembangkan Schmertmann tahun 1978 yang ditunjukkan pada Gambar 2.8 di bawah.

Gambar 2.8 Diagram korelasi q c dan Rf Schmertmann untuk Identifikasi Tanah Brouwer, 2002)

b. Parameter Geoteknik

Parameter kuat geser tanah dijelaskan dari dua jenis tanah yaitu : Tanah berkohesi (lempung) yang termasuk di dalamnya adalah kekuatan geser tak terdrainase (undrained shear strength, c u ). Hubungan antara konsistensi terhadap tekanan conus dan undrained cohesion adalah sebanding dimana semakin tinggi nilai

c dan qc maka semakin keras tanah tersebut. Seperti yang terlihat dalam Tabel 2.2: c dan qc maka semakin keras tanah tersebut. Seperti yang terlihat dalam Tabel 2.2:

Tabel 2.2. Hubungan antara konsistensi terhadap tekanan conus dan undrained cohesion (Bowles, 1988)

Konsentrasi tanah

Tekanan Konus qc

(kg/cm 2 )

Undrained Cohesion (T/m 2 )

Very Soft

< 1,25 Soft

2,50 - 5,0

1,25 - 2,50 Medium Stiff

5,0 - 10,0

2,50 - 5,0 Stiff

10,00 -20,00

5,0 - 10,0 Very Stiff

20,0 - 40,0

10,0 - 20,0 Hard

Tanah non kohesi/granular (pasir) yang termasuk di dalamnya adalah sudut geser

dalam (internal friction angle, ф). Korelasi antara tahanan kerucut (q c ) dan sudut geser dalam (internal friction angle, ф terlihat pada Gambar 2.9.

Gambar 2.9 Korelasi antara tahanan kerucut (q c ) dan sudut geser dalam ( ф)

(Bowles, 1988) (Bowles, 1988)

2.2.5 Konsep Sistem Informasi Geografis

Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah sistem informasi yang berfungsi untuk mengelola data yang berupa informasi keruangan (spasial). Secara umum terdapat dua jenis data yang digunakan untuk memodelkan suatu objek, yaitu:

1) Jenis data yang mempresentasikan aspek-aspek keruangan dari objek yang bersangkutan. Jenis data ini sering disebut dengan data posisi, koordinat, ruang atau spasial.

2) Jenis data yang merepresentasikan aspek-aspek deskriptif dari objek yang dimodelkan. Aspek deskriptif mencakup items atau properties dari objek yang bersangkutan hingga dimensi waktunya. Jenis data ini sering disebut dengan data atribut atau non spasial.

Menurut Prahasta (2001), sub sistem yang ada dalam sistem informasi geografis adalah:

1) Data Input. Sub sistem ini bertugas untuk mengumpulkan dan mempersiapkan data spasial serta data atribut dari berbagai sumber serta mengonversi format-format data asli kedalan format yang digunakan oleh SIG.

2) Data Output. Sub sistem ini menampilkan atau menghasilkan keluaran basis data, baik dalam bentuk softcopy maupun hardcopy seperti tabel, grafik dan peta.

3) Penyimpanan Data (Manajemen Data). Sub sistem ini mengorganisasikan data spasial dan data atribut ke dalam sebuah basis data sedemikian rupa sehingga mudah dipanggil, diperbaharui (update) maupun diedit.

4) Manipulasi dan Analisis Data. Sus sistem ini menentukan informasi yang dapat dihasilkan oleh SIG dan melakukan manipulasi serta pemodelan data untuk menghasilkan informasi yang diharapkan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ArcGIS merupakan salah satu aplikasi perangkat lunak sistem informasi geografis yang dikembangkan oleh Environmental Systems Research Institute (ESRI). Dalam penelitian ini menggunakan perangkat lunak ArcGIS Versi 9.2. Didalam ArcGIS terdapat ArcMap dan ArcCatalog. ArcMap adalah jendela untuk membuat, meng- edit , menganalisis, dan manajemen sistem informasi geografis. Sedangkan ArcCatalog adalah jendela untuk mengelola dan mengatur semua informasi dari sistem informasi geografis. Gambar Jendela Awal ArcMap dan ArcCatalog ditunjukkan pada Gambar 2.10 dan 2.11.

Gambar 2.10. Jendela awal ArcMap

Gambar 2.11. Jendela awal ArcCatalog Gambar 2.11. Jendela awal ArcCatalog

Suatu model aplikasi dari perangkat lunak ArcGIS memerlukan kerjasama seluruh sub sistem yang ada. Data-data yang diperlukan dimasukkan oleh User atau pengguna kemudian hardware/mesin komputer akan melakukan analisis dan manipulasi data menggunakan perangkat lunak ArcGIS dan menyimpannya apabila diperlukan sehingga menghasilkan output data sesuai dengan kebutuhan user. Sistem informasi geografis menampilkan obyek geografis dalam bentuk peta yang memuat beberapa informasi atau data spasial yang masing-masing ditampilkan dalam bentuk layer per layer. Berikut ini adalah contoh beberapa layer data spasial dalam ArcGIS pada Gambar 2.12.

Gambar 2.12. Contoh beberapa layer data spasial dalam ArcGIS (Sumber: What is ArcGIS) Beberapa sistem pendukung didalam perangkat lunak ArcGIS yang diperlukan dalam melengkapi informasi geografis dapat dilihat pada Gambar 2.11.

Gambar 2.13. Sistem pendukurng informasi geografis dalam ArcGIS (Sumber: What is ArcGIS) Gambar 2.13. Sistem pendukurng informasi geografis dalam ArcGIS (Sumber: What is ArcGIS)

Sistem Pendukung Informasi Geografis terdiri dari 3 elemen yaitu: goedatabase, geoprocessing , dan geovisualization yang masing-masing mempunyai fungsi yang berbeda yaitu:

2.2.5.1 Geodatabase.

Geodatabase adalah sistem manajemen database yang berisi kumpulan data-data spasial yang mempresentasikan informasi geografis, dari model data SIG yang umum seperti raster, topologi, dan jaringan. Sub sistem ini dijalankan di ArcCatalog. Model representasi permukaan bumi dalam SIG ada dua macam yaitu data vektor dan raster.

a. Model Data Vektor.

Model data vektor adalah model data berbasis koordinat yang menampilkan, menempatkan dan menyimpan data spasial dengan menggunakan titik, garis, dan bidang. Sebagian besar aplikasi pemetaan digital dilakukan dalam format data vektor karena memiliki keuntungan menghasilkan ukuran file yang lebih kecil dibandingakn dengan data raster. Definisi titik, garis dan bidang dalam ArcGIS adalah:

1) Titik (point). Titik adalah representasi obyek tidak berdimensi dan merupakan sepasang koordinat x,y. Titik merepresentasikan obyek yang terlalu kecil untuk ditampilkan sebgaia garis atau poligon dalam skala peta tersebut. Contoh data yang ditampilkan sebagai titik antara lain: gedung, bandara, ibu kota, dan lain-lain.

2) Garis (line). Garis adalah representasi obyek satu dimensi yang memiliki panjang dan arah tetapi tidak memiliki luasan dan menghubungkan minimal dua pasang koordinat x,y. Garis merepresentasikan obyek yang terlalu kecil untuk ditampilkan sebagai poligon dalam skala peta tersebut atau obyek yang tidak memiliki luas tetapi membentuk batas dari poligon. Contoh data yang ditampilkan sebgai garis antara lain: jalan, sungai, kontur, dan lain-lain.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

3) Bidang (polygon). Bidang/poligon adalah representasi obyek dua dimensi yang memiliki minimal tiga sisi yang merepresentasikan luasan. Contoh data yang ditampilkan sebagai luasan antara lain: wilayah administrasi, lautan, dan lain-lain.

Gambar 2.14. Data spasial dalam bentuk titik, garis, dan poligon (Sumber: What is ArcGIS)

b. Model Data Raster.

Model data raster adalah model data berupa array dua dimensi atau sel dimana setiap selnya memiliki nilai. Selain itu tinggi dan lebar setiap sel adalah sama. Nilai sel di dalam setiap model data raster dapat merepresentasikan empat tipe data yaitu nominal data, ordinal data, interval data, dan ratio data.

Geodatabase memiliki beberapa tipe data penyusun antara lain feature dataset, feature class , table, relationship class, topology, geometric network, survey dataset, raster dataset , metadata document, dan geoprocessing tool.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 2.15. Tipe data penyusun geodatabase

(Sumber: What is ArcGIS)

1) Feature Dataset. Feature dataset merupakan kumpulan dari feature class yang memiliki referensi spasial yang sama. Di dalam penelitian ini feature dataset dibagi ke dalam 3 jenis yaitu administrasi, jalan dan jembatan.

2) Feature Class. Feature class merupakan objek spasial yang berbentuk titik, garis, maupun poligon dan bereferensi spasial yang sama. Di dalam penelitian ini feature class berupa objek spasial jembatan (objek spasial titik), jalan (objek 2) Feature Class. Feature class merupakan objek spasial yang berbentuk titik, garis, maupun poligon dan bereferensi spasial yang sama. Di dalam penelitian ini feature class berupa objek spasial jembatan (objek spasial titik), jalan (objek

spasial garis) dan batas administrasi (objek spasial poligon). Semua data yang ada di dalam kelompok ini merupakan data geografi.

3) Table. Table merupakan kumpulan data dalam bentuk baris dan kolom (tabel). Table adalah salah satu unsur geodatabase yang tidak bereferensi geometri dan spasial. Fungsi dari table adalah memberikan input data pada geodatabase selain objek spasial.

4) Relationship Class. Relationship class merupakan penghubung objek dari feature class atau tabel ke objek di feature class atau table lain. Relationship class di dalam ArcGIS ada 3 macam yaitu one to one, one to many, dan many to many. Masing-masing objek dihubungkan satu dengan yang lainnya menggunakan foreign key dan primary key. Kedua key tersebut harus memiliki karakteristik yang sama sehingga dapat saling terkoneksi satu dengan yang lain.

5) Topology. Topology merupakan pendefinisian secara matematis yang menerangkan hubungan relatif antara objek yang satu dengan objek yang lain. Dalam ArcGIS , topology didefinisikan oleh user sesuai dengan karakteristik data seperti titik, garis, maupun poligon. Setiap karakteristik data tertentu memiliki rule (aturan) tertentu. Rule tersebut secara default telah disediakan oleh perangkat lunak ArcGIS. Sebagai contoh untuk objek titik aturan umum yang dipergunakan adalah: 5) Topology. Topology merupakan pendefinisian secara matematis yang menerangkan hubungan relatif antara objek yang satu dengan objek yang lain. Dalam ArcGIS , topology didefinisikan oleh user sesuai dengan karakteristik data seperti titik, garis, maupun poligon. Setiap karakteristik data tertentu memiliki rule (aturan) tertentu. Rule tersebut secara default telah disediakan oleh perangkat lunak ArcGIS. Sebagai contoh untuk objek titik aturan umum yang dipergunakan adalah:

a) Titik harus berada di dalam poligon (must be properly inside polygons).

Gambar 2.16. Aturan topologi titik must be properly inside polygons (Sumber: Topology Rules Poster)

b) Titik harus berada di dalam garis (must be covered by line).

Gambar 2.17. Aturan topologi titik must be covered by line

(Sumber: Topology Rules Poster) Untuk objek tipe garis aturan umum yang diberlakukan adalah:

a) Antar objek tidak boleh saling tumpang-tindih (must not overlap).

Gambar 2.18. Aturan topologi garis must not overlap

(Sumber: Topology Rules Poster) (Sumber: Topology Rules Poster)

b) Antar poligon tidak boleh saling memotong (must not have gaps).

Gambar 2.19. Aturan topologi garis must not intersect

(Sumber: Topology Rules Poster)

Sedangkan objek tipe poligon aturan umum yang diberlakukan adalah:

a) Antar poligon tidak boleh saling tumpang-tindih (must not overlap).

Gambar 2.20. Aturan topologi poligon must not overlap (Sumber: Topology Rules Poster)

b) Antar poligon tidak boleh ada celah (must not have gaps).

Gambar 2.21. Aturan topologi poligon must not have gaps

(Sumber: Topology Rules Poster)

6) Geometric Network. Geometric network merupakan aturan untuk mengatur hubungan antar fitur didalam satu set feature class. Contoh penerapan dari elemen ini adalah pembuatan model network untuk utility dan transportasi.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

7) Survey Dataset. Survey dataset terdiri atas pengukuran survei yang digunakan dalam perhitungan koordinat yang terhubung dengan geometri feature dalam survey-aware feature classes .

8) Raster Dataset. Raster Dataset terdiri atas objek spasial raster yang merepresentasikan fenomena geografis.

9) Metadata Document. Metadata Document merupakan suatu dokumen XML yang dapat di gabungkan dengan tiap dataset. Secara umum digunakan dalam ArcIMS dan aplikasi server lainnya.

10) Geoprocessing Tools. Geoprocessing Tools merupakan kumpulan dari proses aliran data dan pekerjaan untuk melakukan manajemen, analisis, dan pemodelan data.

Terdapat 3 tipe dari geodatabase, yaitu:

a. File Geodatabase.

b. Personal Geodatabase.

c. ArcSDE Geodatabase.

Langkah dasar dalam mendesain geodatabase yaitu:

a. Membuat model dari data yang ditinjau.

b. Mendefinisikan objek dan hubungannya (relationship).

c. Memilih model geografi dari objek tersebut.

d. Memasukkan data ke dalam elemen geodatabase.

e. Mengorganisasikan struktur geodatabase.

Dalam penelitian ini tipe geodatabase yang dipergunakan adalah personal geodatabase karena memiliki kelebihan dibandingkan dengan tipe yang lain yaitu Dalam penelitian ini tipe geodatabase yang dipergunakan adalah personal geodatabase karena memiliki kelebihan dibandingkan dengan tipe yang lain yaitu

personal geodatabase menyimpan data dalam bentuk file Microsoft Access sehingga memungkinkan pengguna aplikasi berbasis Microsoft Access untuk mengakses file tersebut.

2.2.5.2 Geoprocessing. Geoprocessing merupakan sekumpulan tool pengubah informasi yang dapat menghasilkan informasi geografis baru dari kumpulan data yang sudah ada. Sub sistem ini dijalankan dalam ArcMap yang dilengkapi dengan ArcToolbox.

2.2.5.3 Geovisualization. Geovisualization merupakan kemampuan dari ArcGIS untuk memperlihatkan data- data spasial beserta hubungan antar data spasial tersebut yang merupakan representasi dari permukaan bumi dalam berbagai bentuk digital seperti peta interaktif, tabel dan grafik, peta dinamis, dan skema jaringan. Sub sistem ini dijalankan dalam ArcMap.

Sistem informasi geografis selalu berkaitan dengan 2 hal, yaitu referensi geografis dan skala. Adapun penjabaran kedua hal tersebut yaitu:

a. Referensi Geografis.

Referensi geografis merupakan syarat mutlak bagi data spasial di dalam sistem informasi geografis agar bisa digambarkan dengan tepat. Eddy Prahasta (2002) menyebutkan bahwa referensi geografis terdiri dari beberapa hal, antara lain:

1) Datum. Datum adalah besaran atau konstanta yang bertindak sebagai referensi atau dasar untuk hitungan besaran-besaran lainnya. Ada beberapa jenis datum antara lain datum lokal, datum regional, dan datum global. Saat ini datum global yang digunakan adalah datum WGS 1984.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2) Sistem Proyeksi. Sistem proyeksi adalah konversi matematika yang digunakan untuk membuat lengkungan bumi (elipsoid 3 dimensi) menjadi gambar pada bidang datar (2 dimensi). Setiap proyeksi peta akan membuat distorsi pada jarak, luasan, bentuk dan arah. Untuk itu diperlukan konversi matematika agar jarak, luasan, bentuk dan arah di dunia dengan di peta setelah diproyeksi.

Gambar 2.22. Sistem Proyeksi (Sumber: Using ArcGIS Desktop)

Di Indonesia sistem yang telah dibakukan atau digunakan oleh BAKOSURTANAL adalah UTM (Universal Transvers Mecator). Awaludin, Nur (2010) menyebutkan proyeksi UTM digunakan karena kondisi geografis negara Indonesia membujur di sekitar garis khatulistiwa atau garis lingkar equator dari barat sampai ke timur yang relatif seimbang. Dengan proyeksi UTM distorsi yang dihasilkan bisa minimal. Proyeksi UTM membagi permukaan bumi menjadi 60 bagian yang disebut zona UTM. Setiap zona

dibatasi oleh meridian selebar 6 0 dan memiliki meridian tengah sendiri. Wilayah Indonesia terbagi dalam 9 zona UTM yaitu mulai zona 46 sampai 54.