PERAN PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2006 - 2010

PENDAPATAN ASLI DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2006 - 2010

Diajukan untuk Melangkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh : DONI KURNIAWAN SUBARDO

F0108053

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

MOTTO

“ Sungguh bersama kesukaran pasti ada kemudahan..Karena itu apabila selesai suatu tugas, mulailah tugas yang lain dengan sungguh-sungguh. Hanya kepada Tuhanmu hendaknya kau berharap ” (Qs Asy Syarh : 94: 58)

“ Bahwa ilmu pengetahuan itu menambahkan mulia orang yang mulia dan meninggikan seseorang budak sampai ke tingkat raja-raja. “ (Hadits Nabi Muhammad SAW)

“Carilah ilmu dan kekayaan jika anda memilih cita-cita sebagai pemimpin.ilmu akan menyelesaikan masalah kelompok yang ‘khusus’ yang anda pimpin, sedangkan harta

akan membantu anda menyelesaikan masalah kelompok orang ‘umum.” (Ali Bin Abi Thalib)

“ Tak ada yang jatuh dengan cuma-cuma, semua usaha dan doa” (Lirik lagu “hidup adalah perjuangan”,Ahmad Dhani)

“Tuhan tidak menilai manusia dari 7 ditambah 3 sama dengan berapa, tetapi 10 itu berapa ditambah berapa.”

PERSEMBAHAN

Skripsi ini dipersembahkan untuk :

v Orang Tuaku v Keluarga besar Partomiharjo dan Prawiro Wiyatan v Dan Masa Depan ku

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim Assalamu’alaikum Wr. Wb.,

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Peran Pajak Hotel dan Pajak Restoran terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Surakarta Tahun 2006 - 2010” Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat wajib guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Sebalas Maret Surakarta, namun demikian penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat pula bagi berbagai pihak yang ingin memafaatkannya.

Dalam pembuatan skripsi ini, penulis banyak menemui hambatan, baik dari segi referensinya maupun keterbatasan pengetahuan yang penulis miliki, tetepi akhirnya semua hambatan itu dapat teratasi. Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini tidak akan dapat selesai tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Drs. Wahyu Agung S, M.Si selaku pembimbing skripsi yang dengan sabar telah membimbing dan mengarahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

2. Dr. Wisnu Untoro, M.S, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret.

3. Drs. Supriyono, MEP Selaku ketua jurusan Ekonomi Pembangunan

4. Dra. Izza Mafuhah, M.Si, selaku Sekertaris jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

5. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu, terima kasih atas segala ilmu, bimbingan, nasehat, dan kebaikan yang telah diberikan.

6. Seluruh Pegawai BAPPEDA , Kebangpol ,Litbang ,BPS dan terutama pegawai DPPKA Kota Surakarta, terima kasih atas kerja sama dan kebaikan bapak dan ibu dalam penulisan skripsi ini, semoga selalu diberi berkat dan rahmat oleh Allah SWT.aamiin.

7. Orang tua yang selalu memberi semangat dan bantuan dalam berbagai hal yang diberika kepada penulis.

8. Teman-teman EP angkatan 2008 yang selalu membantu saya dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Argo, Dwi, Donnie, Lukman , Bambang, Aris ,Cibie dan yang lain yang tidak bisa saya tulis namanya satu persatu, terima ksih atas segala bantuannya,

9. Teman teman diluar perkuliahan yang selalu member semangat, terutama Bintang, “ASK” always.

10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.Terima kasih.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna. Saran dan kritik yang membangun demi perbaikan sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat member manfaat bagi semua pihak dimasa kini dan mendatang.

Surakarta, Juli 2012

4.10 Kontribusi Pajak Restoran Terhadap pajak daerah.……………… 67

4.11 Matriks Kinerja Pajak Hotel dan restoran………………………... 69

4.12 Efektifitas Pemungutan Pajak Hotel disurakarta………………… 70

4.13 Efektifitas Pemugutan Pajak Restora di Surakarta ……………… 71

4.14 Efisiensi Pemungutan pajak Hotel Di Surakarta ………………… 73

4.15 Efisiensi Pemungutan Pajak Restora Di Surakarta ……………… 74

4.16 Elastisitas PAD terhadap Pajak Hotel Di Surakarta tahun 2006-2010……………………………………………………….. 77

4.17 Elastisitas PAD terhadap Pajak Restoran Di Surakarta Tahun 2006-2010………………………………………………………… 79

Daftar Gambar

Gambara Halaman

2.1 Kerangka Pemikiran …………………………………………………… 41

4.1 Persentase Luas Penggunaan Tanah Di Kota Surakarta Berdasar Penggunaannya tahun 2010 …………………………………. 54

ABSTRAK PERAN PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2006 – 2010 DONI KURNIAWAN SUBARDO F0108053

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peran pajak hotel dan pajak restoran dalam kontribusinya pada Penerimaan Asli Daerah dan Pajak Daerah Kota Surakarta serta mengetahui efektifitas dan efiensi pemungutannya. Dalam penelitian ini juga dikaji tingkat kepekaan pajak hotel dan restoran terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Surakarta

Penelitian ini adalah penelitian studi pustaka yang mengambil lokasi penelitian di Kota Surakarta dengan menggunakan data sekunder tahun 2006 sampai dengan 2010. Dalam mencapai usaha mencapai tujuan penelitian dan menguji hipotesis, maka digunakan analisis kontribusi, matrik kinerja dan analisis elastisitas. Untuk mengukur kinerja hasil pemungutan pajak hotel dan pajak restoran digunakan tolak ukur administrasi, yaitu efisiensi dan efektifitas.

Hasil penelitian ini adalah terdapat kontribusi yang tinggu antara pajak hotel dan pajak restoran dengan Pendapatan Asli daerah dan Pajak Daerah di Surakarta pada tahun 2006 sampai dengan 2010. Perhitungan matrik kinerja pajak hotel dan restoran tergolong kriteria berpotensi bahkan prima. Dalam mengkaji efektifitas dan efisiensi pemungutan pajak hotel dan pajak restoran sudah termasuk kriteria efisien dan efektif. Melalui analisis elastisitas menunjukkan bahwa tingkat elastisitas rata-rata dalam lima tahun pajak hotel sebesar 0,98 (inelastis) dan pajak resrotan sebesar 0,82 (inelastis) terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Surakarta.

Saran yang diharapkan, pemerintah Kota Surakarta khususnya DPPKA Surakarta melakukan intensifikasi pajak, guna meningkatkan kontribusi, efektifitas dan efisiensi pajak. Dalam hal peningkatan elastisitas Pendapatan Asli Daerah terhadap pajak Hotel dan pajak Restoran, diharapkan pemerintah kota Surakarta bekerja sama dengan departrmen terkait untuk meningkatkan dan memajukan sektor pariwisata guna memajukan pajak hotel dan pajak restoran.

Kata Kunci : PAD, Pajak Daerah, Pajak Hotel Pajak Restoran, Kontribusi, Efisiensi , Efektifitas, Kota Surakarta.

ABSTRACT ROLE OF THE HOTEL TAX AND RESTAURANT TAX AGAINST THE ORIGINAL CITY REVENUE OF SURAKARTA IN YEAR 2006 – 2010 DONI KURNIAWAN SUBARDO F0108053

The purpose of this study was to determine the role of taxation in the hotel and restaurant tax contribution to the Revenue of Local and Regional Tax Surakarta City, and the effectiveness and efficiency of the collection. This research also examined the sensitivity of the hotel and restaurant tax to the Revenue Surakarta City.

The study was a literature study which took place in the city of Surakarta research using secondary data from 2006 to 2010. In achieving the business goals of research and test the hypotheses, we used analysis of contribution, and performance matrix elasticity analysis. To measure the performance results of hotel tax collection and tax administration restaurant used benchmarks, the efficiency and effectiveness.

The results of this study is that there is a high contribution between tax and hotel tax revenue to the local restaurant and Local Taxes in Surakarta in 2006 until 2010. The calculation of the performance metrics hotel and restaurant taxes potentially classified criteria even prime. In reviewing the effectiveness and efficiency of tax collection and the hotel include a restaurant tax efficient and effective criteria. Through analysis shows that the elasticity of the elasticity of the average in the five years the hotel tax amounting to 0.98 (inelastic) and restaurant tax of 0.82 (inelastic) to the Revenue Surakarta.

Suggestion expected, the government of Surakarta Surakarta especially DPPKA intensification taxes, in order to enhance the contribution, effectiveness and efficiency of the tax. In terms of increasing the elasticity of the tax Revenue hotel and restaurant tax, the government is expected to Surakarta in cooperation with relevant departemen to enhance and promote the tourism sector in order to promote the hotel tax and restaurant tax.

Keywords: PAD, Local Tax, Hotel Tax, restaurant tax, contribution, Efficiency, Effectiveness, Surakarta.

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pergeseran paradigma dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan dari pola sentralisali menjadi pola desentralisasi ditandai dengan lahirnya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dan Undang - undang No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, yang kemudian direvisi menjadi undang- undang No.32 Tahun 2004 dan Undang-undang No. 33 Tahun 2004, membawa implikasi yang mendasar terhadap keberadaan tugas, fungsi, dan tanggung jawab lembaga serta aparatur. Kedua undang - undang ini merupakan landasan utama bagi desentralisasi pemerintahan dengan memberikan kewenangan pada daerah untuk mengelola berbagai urusan pemerintahan kecuali urusan pertahanan, keamanan, kehakiman, internasional, dan moneter.

Pelaksanaan otonomi daerah yang dimulai secara penuh sejak tanggal

1 Januari 2001 ini diharapkan menghasilkan dua manfaat yaitu yang pertama mendorong peningkatan partisipasi, prakarsa, dan kreativitas masyarakat dalam pembangunan daerah serta mendorong pemerataan hasil-hasil pembangunan di seluruh daerah dengan memanfaatkan sumber daya dan potesi yang tersedia dimasing-masing daerah. Manfaat kedua adalah 1 Januari 2001 ini diharapkan menghasilkan dua manfaat yaitu yang pertama mendorong peningkatan partisipasi, prakarsa, dan kreativitas masyarakat dalam pembangunan daerah serta mendorong pemerataan hasil-hasil pembangunan di seluruh daerah dengan memanfaatkan sumber daya dan potesi yang tersedia dimasing-masing daerah. Manfaat kedua adalah

Guna menunjang keberhasilan pembanguan diperlukan penerimaan yang kuat, dimana sumber pembiayaan diusahakan tetap bertumpu pada penerimaan dalam negeri dan penerimaan dari sumber-sumber luar negeri hanya sebagai pelengkap. Kemandirian pembangunan diperlukan baik ditingkat pusat maupun ditingkat daerah. Hal ini tidak terlepas dari keberhasilan penyelenggaraan pemerintah propinsi maupun kabupaten/kota yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pemerintah pusat dengan kebijaksanaannya.

Dalam upaya mendukung pelaksanaan pembangunan nasional yang maksimal, pemerintah mengeluarkan kebijaksanaan dibidang penerimaan daerah yang berorientasi pada peningkatan kemampuan daerah untuk membiayai urusan rumah tangganya sendiri dan diprioritaskan pada penggalian dana mobilisasi sumber-sumber daerah. Sumber pendapatan daerah menurut Undang-Undang No. 33 tahun 2004 adalah :

1. Pendapatan Asli Daerah (PAD), terdiri dari:

a. Hasil pajak daerah.

b. Hasil retribusi daerah.

c. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan.

d. Pendapatan asli daerah yang sah.

2. Dana perimbangan.

3. Lain-lain pendapatan daerah yang sah Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber pendapatan daerah yang secara bebas dapat digunakan oleh masing-masing daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan daerah. Tapi pada kenyataannya kontribusi Pendapatan Asli Daerah terhadap pendapatan dan belanja daerah masih kecil. Selama ini dominasi sumbangan pemerintah pusat kepada daerah masih besar. Oleh karenanya untuk mengurangi ketergantungan kepada pemerintah pusat, pemerintah daerah perlu berusaha meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang salah satunya dengan penggalian potensi daerah.

Salah satu potensi penting dari Pendapatan Asli Daerah adalah pajak daerah. Pajak daerah adalah pajak yang ditetapkan oleh daerah untuk kepentingan pembiayaan rumah tangga pemerintah daerah tersebut. Penerimaan potensial sumber Pendapatan Asli Daerah hanya sebahagian dari beberapa pajak dalam arti disini pajak daerah itu tidak semuanya terlaksana secara efisien. Hal ini terbukti karena untuk pemerintah daerah salah satu penerimaan yang potensial berasal dari pajak hotel dan restoran, pajak tontonan, pajak reklame. Semakin tinggi peranan Pendapatan Asli Daerah merupakan cerminan keberhasilan usaha atau tingkat kemampuan daerah dalam membiayai penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan.

Sesuai dengan Undang-unadang No. 34 tahun 2000 tentang pajak Sesuai dengan Undang-unadang No. 34 tahun 2000 tentang pajak

Tabel 1.1

Perkembangan Jumlah Hotel dan Restoran di Kota Surakarta

Tahun 2006 – 2012

Jenis

Jumlah Restoran Tahun

Jumlah Hotel

821 Sumber : DPPKA dan BPS Kota Surakarta

Dari tahun ke tahun pertumbuhan sektor pajak perhotelan dan restoran di Kota Surakarta menunjukkan perkembangan yang berarti. Pada tahun 2006 jumlah masing-masing hotel dan restoran adalah 129 dan 555, selanjutnya pada 6 tahun kemudian yaitu tahun 2012 menjadi 147 dan 821. Untuk mendapatkan gambaran mengenai pertumbuhan pajak hotel dan pajak Dari tahun ke tahun pertumbuhan sektor pajak perhotelan dan restoran di Kota Surakarta menunjukkan perkembangan yang berarti. Pada tahun 2006 jumlah masing-masing hotel dan restoran adalah 129 dan 555, selanjutnya pada 6 tahun kemudian yaitu tahun 2012 menjadi 147 dan 821. Untuk mendapatkan gambaran mengenai pertumbuhan pajak hotel dan pajak

Tabel 1.1 Perkembangan Penerimaan Pajak Hotel dan Pajak Restoran Kota Surakarta Tahun 2006 s/d 2010

Total Pajak Tahun

Pajak Hotel

Pajak

Total PAD (Rp) (Rp)

Restoran (Rp)

Daerah (Rp)

61,641,623,410 Sumber : Departemen Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota

Pertumbuhan Penerimaan Pajak Hotel dan Pajak Restoran di Surakarta Tahun 2006 s/d 2010

Pertumbuhan Tahun

Pertumbuhan Pertumbuhan Pertumbuhan

Pajak Hotel

Total PAD Total Pajak (%)

48.93 19.40 11.93 18.17 Sumber : Departemen Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah

Kota Surakarta, diolah.

Dari data tersebut dapat diperoleh gambaran singkat tentang perkembangan Pajak daerah dan Penerimaan Asli daerah khususnya pajak hotel dan pajak restoran di Kota Surakarta pada lima tahun terakir yaitu pada tahun 2006 sampai dengan tahun 2010. Pada tahun 2006 pajak hotel sebesar Dari data tersebut dapat diperoleh gambaran singkat tentang perkembangan Pajak daerah dan Penerimaan Asli daerah khususnya pajak hotel dan pajak restoran di Kota Surakarta pada lima tahun terakir yaitu pada tahun 2006 sampai dengan tahun 2010. Pada tahun 2006 pajak hotel sebesar

Berdasarkan data perkembangan dan pertumbuhan penerimaan pajak hotel dan pajak restoran Kota Surakarta tahun 2006 sampai dengan 2010 diatas, maka diperlukan studi lebih lanjut mengenai perkembangan dan konntribusinya terhadap Pendapatan Asli daerah dan Pajak daerah Kota Surakarta guna mempelajari serta menelaah persoalan tentang pajak hotel dan pajak restoran di Kota Surakarta.

B. Rumusan Masalah

Berdararkan latar belakang yang dikemukaan, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah kontribusi pajak hotel dan restoran terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kota Surakarta?

2. Bagaimanakah kontribusi pajak hotel dan restoran terhadap pajak daerah di Kota Surakarta?

3. Bagaimana status kinerja pajak hotel dan restoran di Kota Surakarta?

4. Bagaimana efektifitas dan efisiensi pemungutan pajak hotel dan restoran di Kota Surakarta?

5. Bagaimanakah elastisitas Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap pajak hotel dan pajak restoran di Kota Surakarta.

C. Tujuan Penulisan

Tujuan penelitian ini dilakukan untuk melihat peranan Pajak Hotel dan Restoran terhadap PAD Kota Surakarta , yaitu :

1. Untuk mengetahui kontribusi pajak hotel dan restoran terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kota Surakarta.

2. Untuk mengetahui kontribusi pajak hotel dan restoran terhadap pajak daerah di Kota Surakarta.

3. Untuk mengetahui status kinerja pajak hotel dan restoran di Kota Surakarta.

4. Untuk mengetahui efektifitas dan efisiensi pemungutan pajak hotel dan restoran di Kota Surakarta.

5. Untuk mengetahui elastisitas Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap pajak hotel dan pajak restoran di Kota Surakarta.

D. Manfaat Penulisan

1. Sebagai masukan pihak-pihak terkait, khususnya pemerintah Daerah Kota Surakarta sebagai penentu kebijakan dalam mengambil langkah- langkah yang diperlukan dalam hubungannya dengan peningkatan penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari Pajak Hotel dan Restoran serta sebagai acuan dlam mengambil kebijakan dalam hal perpajakan khususnya pajak hotel dan restoran.

2. Sebagai referensi bagi para pebisnis khususnya dalam bidang perhotelan dan restoran guna meningkatkan potensi penerimaan dari hotel dan restoran secara maksimal.

3. Sebagai informasi dan masukan bagi peneliti lain yang berminat pada permasalahan yang sama.

4. Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi Sebelas Maret Surakarta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pajak

1. Pengertian dan Fungsi Pajak

Masalah pajak adalah masalah negara dan setiap orang yang hidup dalam suatu Negara pasti berurusan dengan pajak, oleh karena itu masalah pajak juga menjadi masalah seluruh rakyat dalam negara tersebut. Dengan demikian setiap anggota masyarakat harus mengetahui segala persoalan tentang pajak, baik tentang asas-asasnya, jenis atau macam-macamnya yang berlaku di negara, tata cara pembayaran pajak serta hal dan kewajiban sebagai wajib pajak.

Definisi pajak menurut Rochmat Soemitro dalam bukunya Dasar- dasar Hukum Pajak dan Pendapatan (1990:5) adalah sebagai berikut (Halim, 2004:129) :

“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang- undang (yang dapat dipaksa) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra- prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.

Dalam kontes daerah, pajak daerah yang selanjutnya disebut pajak adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepala daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan Dalam kontes daerah, pajak daerah yang selanjutnya disebut pajak adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepala daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan

32 Tahun 2004)

Dilihat dari aspek pemungutannya, pajak mempunyai dua fungsi, yaitu (Halim, 2004: 131) :

a. Fungsi Budgeter. Fungsi ini terletak dan lazim dilakukan pada sektor publik dan pajak disini merupakan suatu alat yang dipergunakan untuk memasukkan uang sebanyak-banyaknya kedalam kas negara / daerah sesuai dengan waktunya dalam rangka membiayai seluruh pengeluaran rutin dan pembangunan pemerintah pusat atau daerah.

b. Fungsi Pengaturan.

Merupakan fungsi yang dipergunakan oleh pemerinah pusat atau daerah untuk mencapai tujuan tertentu yang berada diluar sektor keuangan negara atau daerah, konsep ini paling sering dipergunakan kepada sektor swasta.

2. Sistem Pemungutan Pajak.

Pada dasarnya ada 3 sistem pemungutan pajak yang berlaku, yaitu :

a. Official Assessment System Official Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi kewenangan kepada pemerintah untuk menentukan

Ciri-ciri Official Assessment System :

1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang pada pemerintah.

2) Wajib pajak bersifat pasif.

3) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh pemerintah.

b. Self Assessment System Self Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.

Cirri-ciri Self Assessment System:

1) Wewenang untuk menentukan pajak terutang ada pada wajib pajak itu sendiri.

2) Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang.

3) Pemerintah tidak ikut campur dan hanya mengawasi.

c. With Holding System With Holding System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada pihak ketiga (bukan pemerintah) untuk menentukan besaran pajak yang terutang oleh wajib pajak. Ciri-cirinya adalah wewenang yang menentukan besaran pajak yang terutang ada pada pihak ketiga selain pemerintah dan wajib pajak.

3. Macam-macam Pajak

a. Menurut Golongannya (Mulyanto, 2007)

1) Pajak Langsung Pajak langsung dapat dibedakan menjadi dua pengertian, yaitu pengertian administrasi dan ekonomi. Dalam pengertian administrasi, pajak adalah pajak yang dipungut secara priodik (terus-menerus) dalam waktu tertentu menurut mulyanto (ketetapan pajak). Sedangkan dalam pengertian ekonomis, pajak langsung adalah beban pajaknya tidak dapat digeserkan kepada pihak lain, atau pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib paja.

2) Pajak tidak Langsung Pajak tidak langsung adalah suatu pajak yang dapat dilumpuhkan (digeserkan) kepada pihak lain, misalnya pajak pembangunan. Konsumen (pihak ketiga) menjadi tujuan pajak, sedangkan pihak kedua adalah pemilik rumah makan dan pemilik penginapan atau wakilnya.

b. Munurut Sifatnya (Mulyanto, 2007)

1) Pajak Subyektif Pajak subyektif adalah pajak yang dipungut dengan memperlihatkan keadaan wajib pajak menjadi ukuran terhadap besar kecilnya jumlah pajak yang dibayar.

2) Pajak Obyektif Pajak Obyektif adalah pajak yang pungutannya berpangkal pada keadaan obyektifnya. Pajak ini dipungut karena keadaan, 2) Pajak Obyektif Pajak Obyektif adalah pajak yang pungutannya berpangkal pada keadaan obyektifnya. Pajak ini dipungut karena keadaan,

4. Tarif Pajak

Tarif pajak merupakan alat ukur untuk menilai tingkatan besarnya pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak. Secara teoritis terdapat 4 macam tarif pajak (Mulyanto, 2007) yaitu :

a. Tarif proporsional Tarif pajak yang prosentasenya tidak tergantung pada besarnya dasar pengenaan pajak

b. Tarif Progresif Tarif pajak yang presentasenya meningkat, sesuai besarnya dasar pengenaan pajak.

c. Tarif Degresif Tarif pajak yang presentasenya menurun, sesuai meningkatnya dasar pengenaan pajak.

d. Tarif Tetap Tarif pajak yang jumlah atau angkanya tidak tergantung pada besarnya dasar pengenaan pajak.

5. Syarat Pemungutan Pajak

Pemungutan pajak hendaknya dilakukan secara proporsional, agar tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan dalam pemungutannya. Pemungutan pajak (Musgrave, 1993: 235) harus memenuhi sebagai berikut (Halim, 2004: 132): Pemungutan pajak hendaknya dilakukan secara proporsional, agar tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan dalam pemungutannya. Pemungutan pajak (Musgrave, 1993: 235) harus memenuhi sebagai berikut (Halim, 2004: 132):

Pemungutan pajak harus sesuai dengan tujuan hukum mencapai keadilan undang-undang dan pelaksanaannya pemungutannya harus adil. Adil dalam perundang-undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing.

dalam pelaksanaannya pemungutannya yakni dengan memberi hak bagi wajib pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak.

Sedangkan

adil

b. Syarat Yuridis

Pemungutan pajak harus didasarkan pada undang-undang. Hal ini memberi jaminan hukum untuk menyatakan keadilan bagi Negara maupun warganya.

c. Syarat Ekonomis

Pemungutan pajak tidak sampai mengganggu perekonomian khususnya pada kegiatan perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuhan perekonomian masyarakat.

d. Syarat Finansial

Pemungutan pajak harus efisien dan didasarkan pada fungsi budgeter dalam artian biaya pemungutan pajak harus ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutan.

e. Sistem Pemungutan Pajak Harus Sederhana

Sistem pemungutan pajak yang sederhana akan memudahkan dan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

6. Teori-Teori yang Mendukung Pemungutan Pajak

Teori-teori yang mendukung pemungutan pajak antara lain adalah (Mulyanto, 2007: 23) :

a. Teori Asuransi

Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak-hak rakyatnya. Oleh karena itu rakyat harus membayar pajak yang diibaratkan sebagai suatu premi asuransi karena memperoleh jaminan perlindungan tersebut.

b. Teori Kepentingan

Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada kepentingan masing-masing orang. Semakin besar kepentingan seseorang terhadap negara, makin tinggi pajak yang harus dibayar.

c. Teori Daya Pikul

Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya, artinya pajak harus dibayar sesuai dengan daya pikul masing-masing orang. Untuk mengukur daya pikul dapat digunakan dua pendekatan yaitu :

1) Unsur objektif, dengan melihat besarnya penghasilan atau kekayaan yang dimiliki oleh seseorang.

2) Unsur subjektif, dengan memperhatikan besarnya kebutuhan materiil yang harus dipenuhi.

d. Teori Bakti

Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat dengan negaranya. Sebagai warga negara yang berbakti, rakyat harus selalu menyadari bahwa pembayaran pajak adalah sebagai suatu kewajiban.

e. Teori Asas Daya Beli

Dasar keadilan terletak pada akibat pemungutan pajak. Maksudnya memungut pajak berarti menarik daya beli dari rumah tangga masyarakat untuk rumah tangga negara. Selanjutnya Negara akan menyalurkannya dalam bentuk pemeliharaan

kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian kepentingan seluruh masyarakat lebih diutamakan.

B. Kebijaksanaan Keuangan Daerah di Indonesia

Kebijaksanaan keuangan daerah diarahkan untuk meningkatkan pendapatan yang dapat digunakan oleh daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan daerah sesuai dengan kebutuhannya. Dari beberapa jenis pendapatan asli daerah sendiri yang merupakan sumber penerimaan terbesar bagi pendapatan asli daerah adalah pajak daerah (Halim,

Prinsip otonomi daerah yang merata dan bertanggung jawab, penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan secara bertahap akan semakin banyak melimpahkan kepada daerah. Untuk itu daerah dituntut untuk lebih efektif dalam memobilisasi sumber daya sendiri, disamping mengelolah dana yang diterima dari pemerintah pusat secara efisien.Masalah yang tampak dalam pengaturan ekonomi daerah aalah kemandirian daerah dalam membiayai pembangunan daerah. Karena pada era sekarang ini sumber investasi yang dahulu melalui sektor migas sekarang beralih kesektor non migas memungkinkan peningkatan kemandirian pemerintah daerah, karena setiap daerah tidak dapat ditafsirkan biaya pembangunan daerahnya berasal dari pendapatan asli daerahnya.

Untuk lebih mendukung terciptanya tujuan pemerintah daerah yang merata diseluruh daerah sesuai dengan prinsip otonomi daerah, maka ada lima kebijaksanaan pokok dibidang keuangan daerah, yaitu:

1. Kebijaksanaan yang meningkatkan pendapatan asli daerah

2. Kebijaksanaan dibidang pengeluaran pemerintah

3. Peningkatan kemampuan organisasi pemerintah daerah

4. Peningkatan sistem informasi keuangan daerah dan pengendalian pemerintah daerah.

5. Kebiksanaan untuk mendorong keikutsertaan swasta dalam pelayanan masyarakat daerah.

C. Pajak Daerah

Dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ditetapkan ketentuan-ketentuan pokok yang memberikan pedoman kebijakan dan arahan bagi daerah dalam pelaksanaan pemungutan pajak dan retribusi, sekaligus menetapkan pengaturan untuk menjamin penerapan prosedur umum Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah. Pajak Daerah dan Pajak Nasional merupakan suatu sistem perpajakan Indonesia yang pada dasarnya merupakan beban masyarakat, sehingga perlu dijaga agar kebijakan tersebut dapat memberikan beban yang adil.

Pajak secara umum adalah iuran wajib anggota masyarakat kepada negara karena undang-undang, dan atas pembayaran tersebut pemerintah tidak memberikan balas jasa yang langsung dapat ditunjuk. Dalam konteks daerah, Pajak Daerah yang selanjutnya disebut pajak, adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Pajak Daerah digolongkan ke dalam dua kategori menurut tingkat Pemerintah Daerah, yaitu:

1. Pajak-Pajak Daerah di Indonesia

Mengenai pajak daerah dapat dibedakan menjadi dua yaitu pajak daerah tingkat I dan pajak daerah tingkat II, yaitu : Mengenai pajak daerah dapat dibedakan menjadi dua yaitu pajak daerah tingkat I dan pajak daerah tingkat II, yaitu :

1) Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air.

2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor.

3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.

4) Pajak Pengambilan Dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan.

b. Pajak Daerah Tingkat II (Kabupaten atau Kota) Sedangkan menurut UU No. 34 tahun 2000 disebutkan bahwa pajak daerah yang dapat dipungut oleh Daerah Tingkat II, antara lain:

1) Pajak Hotel dan Restoran

2) Pajak Hiburan

3) Pajak Reklame

4) Pajak Penerangan Jalan

5) Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C

6) Pajak Parkir

2. Tarif Pajak Daerah

Sejalan dengan sistem perpajakan nasional, pembinaan pajak daerah dilakukan secara terpadu dengan Pajak Nasional. Pembinaan dilakukan secara terus menerus,terutama mengenai objek dan tarif pajak, sehingga antara pajak pusat dan pajak daerah saling melengkapi. Meskipun beberapa jenis pajak daerah dan retribusi daerah sudah ditetapkan dalam Undang- Sejalan dengan sistem perpajakan nasional, pembinaan pajak daerah dilakukan secara terpadu dengan Pajak Nasional. Pembinaan dilakukan secara terus menerus,terutama mengenai objek dan tarif pajak, sehingga antara pajak pusat dan pajak daerah saling melengkapi. Meskipun beberapa jenis pajak daerah dan retribusi daerah sudah ditetapkan dalam Undang-

Berdasarkan UU No 34 Tahun 2004 tentang pajak Daerah dan Retribusai daerah, pengenaan tarif Pajak Daerah Kabupaten atau Kota dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.1 Penetapan Tarif Pajak Daerah

No. Jenis Pajak Tarif Pajak Pengenaan Tarif Pajak

1 Pajak Hotel

Atas jumlah pembayaran yang dilakukan kepada hotel

2 Pajak Restoran

Atas Jumlah pembayaran yang dilakukan kepada restoran.

3 Pajak Hiburan

Atas jumlah pembayaran atau seharusnya dibayar untuk menonton dan atau menikmati hiburan.

4 Pajak Reklame

Atas nilai sewa reklame yang didasarkan pada nilai jual objek.

5 Pajak Penerangan jalan

Atas nilai jual tenaga listrik yang terpakai. 6 Pajak Bahan galian

Atas nilai jual hasil galian golongan C Gol. C 7 Pajak Parkir

Atas penerimaan penyelenggaraan parkir yang berasal dari pembiayaan yang seharusnya dibayar untuk pemakaian lahan parker kendaraan bermotor

Sumber : UU No. 34 Tahun 2000 tentang pajak daerah dan retribusi daerah.

3. Indikator-Indikator Penilaian Pajak dan Retribusi Daerah

Ada beberapa indikator yang biasa digunakan untuk menilai Pajak dan Reribusi daerah, yaitu (Halim, 2004: 96) :

a. Hasil (Yield) Hasil (Yield) yaitu memadai tidaknya hasil suatu pajak dalam kaitannya dengan berbagai layanan yang dibiayainya, stabilitas dan mudah tidaknya memperkirakan besarnya hasil pajak tersebut, perbandingan hasil pajak dengan biaya pungut, dan elastisitas hasil pajak terhadap inflasi, pertambahan penduduk, pertambahan pendapatan dan sebagainya.

b. Keadilan (Equity) Dalam hal ini dasar pajak dan kewajiban membayarnya harus jelas dan tidak sewenang-wenang; pajak harus adil secara horizontal, artinya beban pajak harus sama antara berbagai kelompok yang berbeda tetapi dengan kedudukan ekonomi yang sama; adil secara vertikal artinya beban pajak harus lebih banyak ditanggung oleh kelompok yang memiliki sumber daya yang lebih besar; dan pajak / retribusi haruslah adil dari suatu daerah ke daerah lain, kecuali memang suatu daerah mampu memberikan fasilitas pelayanan sosial yang lebih tinggi.

c. Efisiensi ekonomi Pajak / Retribusi Daerah hendaknya mendorong atau setidaktidaknya c. Efisiensi ekonomi Pajak / Retribusi Daerah hendaknya mendorong atau setidaktidaknya

d. Kemampuan melaksanakan (Ability to Implement) Dalam hal ini suatu pajak haruslah dapat dilaksanakan, baik dari aspek politik maupun administratif.

e. Kecocokan sebagai sumber penerimaan daerah (Suitability as local revenue source)

Ini berarti, haruslah jelas kepada daerah mana suatu pajak harus dibayarkan; dan tempat memungut pajak sedapat mungkin sama dengan tempat akhir beban pajak; pajak tidak mudah dihindari, dengan cara memindahkan objek pajak dari suatu daerah ke daerah lain; pajak daerah hendaknya jangan mempertajam perbedaan-perbedaan antara daerah dari segi potensi ekonomi masing-masing; dan pajak hendaknya tidak menimbulkan beban yang lebih besar dari kemampuan tata usaha pajak daerah.

4. Azas Pemungutan Pajak Daerah

Pemungutan pajak daerah selain didasarkan dan dilaksanakan menurut asas-asas dan norma-norma hukum, juga perlu diperhatikan bahwa prinsip bagi pengenaan pajak yang baik kepada wajib pajak. Prinsip-prinsip tersebut yaitu:

a. Prinsip kesamaan a. Prinsip kesamaan

b. Prinsip kepastian Pajak jangan sampai membuat rumit bagi wajib pajak, sehingga mudah di mengerti oleh mereka dan juga akan memudahkan administrasi pemerintah sendiri.

c. Prinsip kecocokan Pajak jangan sampai menekan bagi wajib pajak, sehingga wajib pajak akan dengan suka dan senang hati melakukan pembayaran pajak kepada pemerintah.

D. Pajak Hotel dan Pajak Restoran

1. Pajak Hotel

a. Pengertian Pajak Hotel Sesuai dengan Peraturan Daerah Kota SurakartaNo. 9 tahun 2002 tentang pajak hotel, pengertian Pajak Hotel adalah Pungutan pajak atas pelayanan yang disediakan hotel dengan pembayaran.

b. Subjek Pajak Restoran, Obyek Pajak Restoran dan Tidak Termasuk Obyek Pajak Restoran Yang termasuk objek pajak adalah pelayanan yang disediakan hotel dengan pembanyaran termasuk fasilitas sebagai berikut:

2) Pelayanan penunjang sebagai kelengkapan fasilitas penginapan

atau tempat tinggal jangka pendek yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan;

3) Fasilitas olahraga dan hiburan yang disediakan khusus untuk tamu hotel dan bukan untuk umum;

4) Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel;

Pengecualian dari objek pajak yang terkandung dalam Peraturan Daerah Kota Surakarta No. 9 tahun 2002 tetang pajak hotel adalah :

1) Penyewaan rumah atau kamar, apartemen dan atau fasilitas tempat tinggal lainnya yang tidak menyatu dengan hotel;

2) Pelayanan tinggal di asrama dan pondok pesantren;

3) Fasiitas olahraga dan hiburan yang disediakan di Hotel yang dipergunakan oleh bukan tamu hotel, dengan pembayaran;

4) Pertokoan, perkantoran, perbankan salon yang dipakai oleh umum di hotel;

5) Pelayanan perjalanan wisata yang diselenggarakan oleh hotel dan dapat dimanfaatkan oleh umum.

Subyek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran atas pelayanan hotel. Wajib Pajak adalah Pengusaha Hotel. Pengusaha Hotel adalah perorangan atau badan yang menyelenggarakan usaha hotel untuk dan atas namanya sendiri atau untuk dan atas nama Subyek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran atas pelayanan hotel. Wajib Pajak adalah Pengusaha Hotel. Pengusaha Hotel adalah perorangan atau badan yang menyelenggarakan usaha hotel untuk dan atas namanya sendiri atau untuk dan atas nama

Dasar Pengenakan Pajak adalah jumlah pembayaran yang dilakukan Subyek Pajak kepada Hotel atas pelayanan yang diberikan. Pembagiannya sebagai berikut :

1) Tarip Pajak Hotel ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah pembayaran.

2) Tarip Pajak Hotel lainnya sebesar 5% (lima persen) dari jumlah pembayaran.

d. Tata Cara Pemungutan Pajak

1) Pajak dibayar sendiri oleh Wajib Pajak atau dipungut berdasarkan penetapan Walikota atau Pejabat yang ditunjuk

2) Wajib Pajak memenuhi kewajiban pajak yang dibayar sendiri dengan menggunakan SPTPD, SKPD, SKPDKB dan atau SKPDKBT.

3) Wajib Pajak memenuhi kewajiban pajak yang dipungut dengan menggunakan SKPD, atau dokumen lain yang dipersamakan

4) Terhadap Wajib Pajak sebagaimana dimaksud nomor (2) dan (3) di atas, dapat diterbitkan STPD, Surat Ketetapan Pembetulan,Surat Ketetapan Keberatan dan Putusan Banding sebagai dasar pemungutan dan penyetoran pajak.

e. Masa Pajak dan Saat Terutang Pajak Masa pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) bulan atau jangka waktu lain yang ditetapkan oleh Walikota.Saat terutangnya pajak adalah pada saat terjadinya pelayanan hotel.Pajak yang terutang dipungut di Wilayah Daerah. Pemungutan Pajak tidak dapat diborongkan.

f. Tata Cara Pembayaran Pajak Pembayaran pajak daerah tidak terdapat perbedaan yang signifikan dengan pajak pusat. Prosedur-prosedurnya tercantum dalam peraturan dan Undang-Undang. Prosedur pembayaran pajak dan sanksi pajak bersifat mengikat terhadap Wajib Pajak dalam melaksanakan pemenuhan kewajiban perpajakan. Tata cara pembayaran pajak hotel, antara lain:

1) Pembayaran pajak dilakukan di Kas Daerah atau tempat lain yang ditunjuk oleh Walikota sesuai waktu yang ditentukan dalam SPTPD, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT dan STPD.

2) Apabila pembayaran pajak dilakukan ditempat lain yang ditunjuk, hasil penerimaan pajak harus disetor ke Kas Daerah selambat- lambatnya 1 x 24 jam atau dalam waktu yang ditentukan oleh Walikota.

3) Pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dilakukan dengan menggunakan SSPD.

g. Sanksi Administrasi Pajak Hotel g. Sanksi Administrasi Pajak Hotel

h. Penagihan Pajak Penagihan pajak dilakukan sesuai dengan prosedur di bawah ini:

1) Surat Teguran atau Surat Peringatan sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan pajak dikeluarkan 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pembayaran.

2) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal Surat Teguran atau Surat Peringatan, Wajib Pajak harus melunasi pajak yang terutang.

3) Surat Teguran atau Surat Peringatan sebagaimana di atas dikeluarkan oleh Pejabat.

4) Apabila jumlah pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran atau Surat Peringatan, jumlah pajak yang harus dibayar ditagih dengan Surat Paksa.

5) Pejabat menerbitkan Surat Paksa segera setelah lewat 21 (dua puluh satu) hari sejak tanggal penerbitan Surat Teguran atau Surat Peringatan.

2. Pajak Restoran

a. Pengertian Pajak Restoran Berdasarkan Peratur an Daerah Kota Surakata No. 10 tahun 2002 tentang Pajak Restoran, pengertian pajak restoran adalah Pungutan pajak atas pelayanan penjualan makanan dan atau minuman yang disediakan di restoran.

b. Subjek Pajak Restoran, Obyek Pajak Restoran dan Tidak Termasuk Obyek Pajak Restoran

Subjek Pajak Restoran adalah orang pribadi atau badan yang melaksanakan pembayaran atas pelayanan restoran berupa penjualan makanan dan/ atau minuman.

Obyek Pajak Restoran adalah setiap pelayanan atas penjualan makanan dan/ atau minuman yang disediakan di restoran dengan melaksanakan pembayaran, termasuk pesanan atau yang dibawa pulang.

Tidak Termasuk Obyek Pajak Restoran adalah :

1) Pelayanan usaha jasa boga atau katering,

2) Pelayanan yang disediakan di restoran yang peredarannya tidak melebihi batas tertentu yang ditetapkan oleh Walikota.

c. Dasar Pengenaan Pajak dan Tarif Pajak Dasar Pengenaan Pajak atas Pajak Restoran adalah jumlah pembayaran yang dilakukan kepada restoran atas pelayanan yang diberikan. Tarif Pajak Restoran ditetapan sebagai berikut.

1) Kategori A, yaitu restoran atau rumah makan yang memiliki fasilitas minimal berupa konstruksi bangunan permanen dan/ atau semi permanen, dikenakan tarif 10% (sepuluh persen).

2) Kategori B, yaitu restoran atau rumah makan yang memiliki fasilitas konstruksi berupa tenda atau knock down, dikenakan tarif 5% (lima persen).

3) PKL (Pedagang Kaki Lima) dikenakan pajak berupa karcis.

d. Masa Pajak dan Saat Pajak Terhutang

1) Masa Pajak Restoran adalah waktu yang lamanya 1 (satu) bulan

2) Saat Pajak Restoran terhutang adalah pada saat pelayanan atas penjualan makanan dan/ atau minuman di restoran.

e. Pembayaran dan Sanksi

1) Pembayaran Pajak Restoran dilakukan di Kas Daerah atau tempat lain yang ditunjuk oleh Walikota, sesuai waktu yang ditentukan dalam Surat Ketetapan Pajak.

2) Pembayaran harus dilakukan secara tunai atau lunas paling lambat

10 (sepuluh) hari sejak berakhirnya masa pajak.

3) Kelambatan atas pembayaran pajak dikenakan sanksi administrasi berupa bunga 2% (dua persen) setiap bulan.

f. Tata Cara Pemungutan

1) Pajak Restoran dibayar sendiri oleh Wajib Pajak atau dipungut berdasarkan penetapan Walikota atau Pejabat yang ditunjuk.

2) Wajib Pajak yang menjalankan restoran dengan omset Rp.300 juta per tahun atau lebih, wajib meyelenggarakan pembukuan.

3) Pembukuan sebagaimana dimaksud dapat dijadikan dasar untuk menghitung besarnya pajak terutang.

4) Walikota atau Pejabat yang berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Daerah dalam rangka melaksanakan Peraturan Daerah.

E. Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Munir, 2003: 38).

Adapun sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) meliputi :

a. Hasil Pajak Daerah Diperoleh dari kewajiban penduduk menyerahkan sebagian dari kekayaan kepada daerah disebabkan suatu keadaan, kejadian atau perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman. Dalam hal ini, pajak daerah memenuhi beberapa persyaratan, antara lain :

1) Tidak bertentangan atau harus searah dengan kebijakan pemerintah pusat;

2) Harus sederhana dan tidak terlalu banyak jenisnya;

3) Biaya administrasi harus mudah;

4) Tidak mencampuri sistem perpajakan pusat menurut perturan peraturan yang ditetapkan oleh daerah, serta dapat dipaksakan.

b. Hasil Retribusi Daerah Berupa pemungutan uang sebagai pembayaran pemakaian karena memperoleh jasa pekerjaan, usaha atau milik pemerintah, baik yang berkepentingan atau karana jasa yang diberikan pemerintah daerah dan berdasarkan peraturan daerah.

c. Hasil Perusahaan Milik Daerah Dari pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan. Jenis penerimaan yang termasuk hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan, antara lain : bagian laba, deviden, dan penjualan saham milik daerah.

d. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah Antara lain berupa penjualan aset tetap daerah dan jasa giro.

F. Potensi Pendapatan Asli Daerah

Potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah kekuatan yang ada di suatu daerah untuk menghasilkan sejumlah penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Untuk mengetahui potensi sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) dibutuhkan pengetahuan tentang analisis perkembangan beberapa variabel yang dapat dikendalikan (yaitu variabel-variabel kebijakan dan kelembagaan), dan yang tidak dapat dikendalikan, (yaitu variabel- Potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah kekuatan yang ada di suatu daerah untuk menghasilkan sejumlah penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Untuk mengetahui potensi sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) dibutuhkan pengetahuan tentang analisis perkembangan beberapa variabel yang dapat dikendalikan (yaitu variabel-variabel kebijakan dan kelembagaan), dan yang tidak dapat dikendalikan, (yaitu variabel-

1. Kondisi awal suatu daerah Keadaan struktural ekonomi dan sosial suatu daerah sangatlah menentukan, yakni :

a. Besar kecilnya keinginan pemerintah daerah untuk menetapkan pungutan. Hal ini disebabkan karena struktur ekonomi dan sosial suatu masyarakat menentukan tinggi rendahnya tuntutan akan adanya pelayanan publik dalam kuantitas dan kualitas tertentu. Pada masyarakat agraris (berbasis pertanian) misalnya, tuntutan akan ketersediaan fasilitas pelayanan publik dalam kuantitas dan kualitas tertentu akan lebih rendah daripada tuntutan yang ada di masyarakat industri (daerah yang berbasis industri). Pada masyarakat agraris pemerintah tidak akan terpacu untuk menarik pungutan-pungutan dari masyarakat, sementara dalam masyarakat industri pemerintah akan terpacu untuk menarik pungutan-pungutan untuk memenuhi tuntutan akan ketersediaan fasilitas pelayanan publik.

b. Kemampuan masyarakat untuk membayar segala pungutan-pungutan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah. Karena perbedaan pada struktur ekonomi dan sosialnya, kemampuan membayar segala pungutan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah akan lebih tinggi di masyarakat industri daripada masyarakat agraris. Kondisi awal suatu

1) Kemampuan industri yang ada di daerah.

2) Struktur sosial, politik, dan institusional serta berbagai kelompok masyarakat yang relatif memiliki kekuatan.

3) Kemampuan (kecakapan) administratif, kejujuran dan integritas dari semua cabang-cabang perpajakan pemerintah.

4) Tingkat ketimpangan (ketidakmerataan) dalam distribusi pendapatan. Indikator untuk mengetahui kondisi awal suatu daerah adalah dengan melihat kontribusi sektor-sektor ekonomi terhadap PDRB suatu daerah.

2. Peningkatan cakupan atau ekstensifikasi penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Kegiatan ini merupakan upaya memperluas cakupan penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Ada tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam usaha peningkatan cakupan ini, yaitu :

a. Menambah objek dan subjek pajak dan atau retribisi.

b. Meningkatkan besarnya penetapan.

c. Mengurangi tunggakan.

3. Perkembangan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Per Kapita Riil

Semakin tinggi pendapatan seseorang maka akan semakin tinggi pada kemampuan seseorang untuk membayar (ability to pay) berbagai pungutan yang ditetapkan oleh pemerintah. Dengan logika yang sama, pada tingkat distribusi pendapatan tertentu yang tetap, semakin tinggi Semakin tinggi pendapatan seseorang maka akan semakin tinggi pada kemampuan seseorang untuk membayar (ability to pay) berbagai pungutan yang ditetapkan oleh pemerintah. Dengan logika yang sama, pada tingkat distribusi pendapatan tertentu yang tetap, semakin tinggi

4. Pertumbuhan Penduduk. Besarnya pendapatan dapat dipengaruhi oleh jumlah penduduk. Jika jumlah penduduk meningkat, maka pendapatan yang dapat ditarik akan meningkat. Tetapi pertumbuhan penduduk mungkin tidak mempengaruhi pertumbuhan pendapatan secara proporsional.

5. Tingkat Inflasi Inflasi akan meningkatkan penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang penetapannya didasarkan pada omset penjualan, misalnya pajak hotel, pajak restoran. Untuk pajak atau retribusi yang penetapannya didasarkan pada tarif secara tetap, maka inflasi diperlukan dalam pertimbangan perubahan tarif.

6. Penyesuaian Tarif Peningkatan pendapatan sangat tergantung pada kebijakan penyesuaian tarif. Untuk pajak atau retribusi yang tarifnya ditentukan secara tetap (flat) , maka dalam penyesuaian tarif perlu mempertimbangkan laju inflasi. Kegagalan untuk menyesuaikan tarif