Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program Partisipasi Masyarakat Melalui Komite Sekolah di SD Negeri 2 Purbosari Temanggung

BAB II KAJIAN TEORI

2.1 Manajemen Berbasis Sekolah ( MBS ) Mulyasa, (2009:24) menyatakan, Manajemen

Berbasis Sekolah (MBS) adalah model pengelolaan manajemen sekolah yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah (pelibatan masyarakat) dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Pada sistem MBS, sekolah dituntut untuk secara mandiri menggali, mengalokasikan,

prioritas, mengendalikan,

menentukan

mempertanggungjawabkan pemberdayaan

dan

baik kepada masyarakat maupun pemerintah. Sedangkan Rohiat (2010:47) memberikan arti Manajemen Berbasis Sekolah sebagai model pengeloaan yang

sumber-

sumber,

(kewenangan dan tanggungjawab)

memberikan

otonomi

besar kepada sekolah,memberikan fleksibilitas/keluwesan kepada sekolah, mendorong partisipasi secara langsung dari warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, karyawan) dan masyarakat (orang tua siswa, tokoh masyarakat, ilmuwan, pengusaha) dan meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan otonomi sekolah mempunyai kewenangan dan tanggung jawab untuk mengambil keputusan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan sekolah serta tuntutan masyarakat yang ada.

yang

lebih

MBS, yang ditandai dengan otonomi sekolah dan pelibatan masyarakat merupakan respons pemerintah MBS, yang ditandai dengan otonomi sekolah dan pelibatan masyarakat merupakan respons pemerintah

masyarakat yang memungkinkan pemerintah lebih berkonsentrasi pada kelompok tertentu. Hal ini dimungkinkan karena pada sebagian masyarakat tumbuh rasa kepemilikan yang tinggi terhadap sekolah ( Mulyasa, 2009:25).

partisipasi

Penerapan MBS bisa disebut suatu pergeseran paradigma dalam pengelolaan pendidikan. MBS bermaksud

“mengembalikan” sekolah kepada pemiliknya yaitu masyarakat, yang diharapkan akan merasa bertanggung jawab kembali sepenuhnya terhadap pendidikan yang diselenggarakan di sekolah- sekolah.

Dalam penyelenggaraan pendidikan, masyarakat mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk berpartisipasi dalam pengelolaan satuan pendidikan pada berbagai jenis dan jenjang (Surya Mohamad, 2002). Untuk penyelenggaraan pendidikan di

masyarakat itu perlu disederhanakan (simplified) agar menjadi mudah bagi sekolah melakukan hubungan dengan masyarakat. Penyederhanaan konsep masyarakat itu dilakukan

sekolah,

konsep konsep

Dedi Supriadi, ( 2004:18) menyatakan, pada prinsipnya MBS bertujuan untuk memberdayakan sekolah dalam menetapkan berbagai kebijakan internal sekolah yang mengarah pada peningkatan mutu dan kinerja sekolah secara keseluruhan.

Sementara Mulyasa (2009:13) menyatakan bahwa tujuan utama MBS adalah meningkatkan efisiensi,

pemerataan pendidikan. Peningkatan efisiensi diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumber daya yang ada, partisipasi masyarakat,

mutu,

dan

penyederhanaan birokrasi. Peningkatan mutu diperoleh melalui partisipasi orang tua, kelenturan pengelolaan sekolah, peningkatan profesionalisme guru, adanya hadiah dan hukuman sebagai control, serta hal lain yang dapat menumbuhkembangkan suasana yang kondusif. Pemerataan pendidikan tampak pada tumbuhnya partisipasi masyarakat terutama yang mampu dan peduli, sementara yang kurang mampu akan menjadi tanggung jawab pemerintah.

dan

MBS diterapkan dengan tujuan agar sekolah diberi wewenang untuk mengelola sekolahnya semaksimal mungkin sesuai dengan visi dan misi MBS diterapkan dengan tujuan agar sekolah diberi wewenang untuk mengelola sekolahnya semaksimal mungkin sesuai dengan visi dan misi

Tujuan Penerapan MBS menurut Rohiat (2010:48-49) adalah meningkatkan kinerja sekolah melalui pemberian kewenangan dan tanggung jawab yang lebih besar kepada sekolah yang dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip tata pengelolaan sekolah yang baik, yaitu partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas. Kinerja sekolah meliputi peningkatan kualitas, efektivitas, efisiensi, produktivitas, dan inovasi pendidikan.

Depdiknas (2001: 4) Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah bertujuan untuk :

pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam megelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia.

1. Meningkatkan

mutu

2. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama.

3. Meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orang tua, masyarakat, dan pemerintah tentang mutu sekolahnya.

4. Meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang akan dicapai.

Dari pendapat pakar di atas tentang tujuan diterapkannya MBS pada dasarnya sama yaitu memberi kewenangan dan kemandirian pada sekolah dengan melibatkan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan untuk meningkatkan mutu pendidikan.

Depdiknas (2001) menjelaskan ada tiga pilar dalam MBS, yaitu Manajemen Sekolah, Pembelajaran yang Aktif Kreatif dan Menyenangkan ( PAKEM ), serta Peran serta Masyarakat yang diwakili komite sekolah. Dijelaskan tiga pilar tersebut sebagai berikut :

1. Manajemen Sekolah Manajemen sekolah adalah segala proses pendayagunaan

komponen baik komponen manusia maupun non manusia yang dimiliki sekolah dalam rangka mencapai tujuan secara efisien.

semua

2. PAKEM PAKEM merupakan inovasi pembelajaran yang menekankan keaktifan siswa pada setiap kegiatan pembelajaran.PAKEM singkatan dari Pembelajaran

Kreatif,Efektif, dan Menyenangkan.Dengan

Aktif,

adanya inovasi pembelajaran ini, siswa diharapkan untuk lebih aktif dan kreatif dalam setiap kegiatan pembelajaran. Suasana pembelajaran PAKEM yang

menyenangkan, akan menciptakan kepercayaan diri dari siswa dengan tidak merasa tegang dan pembelajaran yang berlangsung tidak terasa membosankan.

perkembangan teknologi informasi dan kominikasi dewasa ini, sangat membantu warga sekolah terutama guru dan siswa dalam mengembangkan dan mengatasi permasalahan pembelajaran.Perbedaan individu setiap siswa seperti minat, bakat dan kemampuan tidak perlu dikhawatirkan, karena

Seiring

dengan dengan

3. Peran Serta Masyarakat (PSM) Masyarakat adalah mitra sekolah yang dapat diandalkan. Masyarakat terkait langsung dengan penyelenggaraan pendidikan di sekolah, karena keberadaan sekolah ada di tengah - tengah masyarakat dan menjadi tujuan masyarakat sekitar untuk menuntut ilmu. Sekolah dan masyarakat harus selalu bersinergi untuk mewujudkan outcome sekolah yang berkualitas.Dukungan

masyarakat kepada sekolah hendaknya bukan hanya bersifat material tapi juga dukungan moril seperti memberikan rasa aman kepada semua warga sekolah.

Peran serta masyarakat adalah ikut sertanya seluruh

masyarakat dalam memecahkan permasalahan - permasalahan masyarakat

anggota

tersebut.Dalam Manajemen Berbasis Sekolah peran serta masyarakat berarti partisipasi seluruh anggota masyarakat dalam memecahkan permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan sekolah tersebut.

Berkaitan dengan peran serta masyarakat, Sediono dkk (2003) menyatakan , jenis peran serta masyarakat, termasuk orang tua/wali murid, dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah diklasifikasikan dari peran serta pada tingkatan yang terendah sampai tingkatan tertinggi, yaitu dari hanya sekedar menggunakan jasa pelayanan yang disediakan oleh sekolah sampai keikut-sertaannya dalam pengambilan keputusan pada berbagai jenjang. Lebih rinci, jenis peran serta masyarakat, termasuk orangtua/wali murid, dapat diklasifikasikan:

1. Peran serta pada tingkatan terendah adalah hanya menggunakan jasa pelayanan yang disediakan oleh sekolah, misalnya: masyarakat mau menyekolahkan anaknya ke sekolah tersebut.

2. Peran serta orangtua/wali murid dan masyarakat dengan cara memberikan kontribusi baik dana, bahan maupun tenaga, misalnya: membantu pembangunan gedung sekolah atau pengadaan fasilitas pendidikan yang lain, dengan dana, barang ataupun tenaga mereka.

3. Peran serta dalam bentuk menerima secara pasif apa yang telah diputuskan oleh pihak sekolah, atau sekolah bersama-sama dengan komite sekolah,

orangtua/wali murid menerima apa yang telah diputuskan oleh komite sekolah bersama-sama dengan sekolah mengenai besarnya iuran yang harus mereka bayar.

misalnya:

4. Peran serta melalui adanya konsultasi mengenai hal-hal tertentu, misalnya: kepala sekolah 4. Peran serta melalui adanya konsultasi mengenai hal-hal tertentu, misalnya: kepala sekolah

masalah perbaikan pembelajaran bersama dengan komite sekolah dan orangtua siswa.

mengenai

5. Keterlibatan dalam memberikan pelayanan tertentu,

komite sekolah dan orangtua/wali murid mewakili sekolah bersama dengan Puskesmas setempat mengadakan penyuluhan kepada masyarakat mengenai masalah-masalah kesehatan dan gizi anak.

misalnya:

6. Keterlibatan sebagai pelaksana kegiatan yang didelegasikan oleh sekolah, misalnya: sekolah meminta bantuan kepada komite sekolah dan orangtua/wali murid tertentu untuk memberikan penyuluhan kepada masyarakat umum mengenai masalah-masalah pendidikan.

7. Peran serta dalam pengambilan keputusan, misalnya: orangtua/wali murid ikut ambil bagian dalam pengambilan keputusan mengenai rencana kegiatan atau program-program sekolah serta konsekuensi pendanaannya.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, partisipasi masyarakat yang diwakili Komite Sekolah dapat membantu sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan yaitu dengan memberi masukan, dan dalam pengambilan keputusan.

2.2 Komite Sekolah

Pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah, keluarga, dan masyarakat. Dengan keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan pendidikan memberi tanggung jawab pada masyarakat akan penyelenggaraan dan keberhasilan pendidikan. Hal ini berarti dalam pengelolaan sekolah, Kepala Sekolah bekerja sama dengan masyarakat. Oleh karena itu dibutuhkan wadah yang dapat mewakili masyarakat untuk mengemban amanat tersebut. Wadah tersebut adalah Komite Sekolah.

Komite Sekolah dibentuk sebagai bagian dari penerapan Manajemen Berbasis Sekolah ( MBS ). Pembentukannya berdasarkan Kepmendiknas No.044/U/ 2002 yang menyatakan bahwa, Komite Sekolah adalah badan mandiri yang mewadahi peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efisiensi pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan, baik pada pendidikan pra sekolah, jalur pendidikan sekolah maupun jalur pendidikan di luar sekolah. Berdasarkan pasal 1 poin 25 UUSPN No.20/2003

bahwa Komite Sekolah/Madrasah adalah lembaga mandiri yang beranggotakan orang tua/wali peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan. Selanjutnya pasal 56 ayat (1) menegaskan bahwa masyarakat berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan melalui dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah.

dinyatakan

Berkaitan dengan Komite Sekolah, UUSPN No. 20/2003 pasal 56 ayat (3) menyatakan bahwa Komite Sekolah/Madrasah, sebagai lembaga mandiri, dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan

tingkat satuan pendidikan. Komite sekolah yang berkedudukan di setiap satuan pendidikan, merupakan badan mandiri yang tidak memiliki hubungan hierarkis dengan lembaga pemerintahan. Adapun tujuan komite sekolah yaitu: 1) mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat dalam melahirkan kebijakan operasional dan program pendidikan di satuan pendidikan, 2) meningkatkan tanggung jawab dan peran masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan, dan 3) menciptaan suasana dan kondisi transparansi, akuntabel, dan demokratis dalam penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang bermutu di satuan pendidikan (Tilaar, 2004: 84).

pendidikan

pada

Agus Haryanto ( 2008 : 81 ) mengatakan bahwa tujuan pembentukan Komite Sekolah adalah:

1. Mewadahi dan menyalurkan aspirasi serta prakarsa

dalam melahirkan kebijakan operasional dan program pendidikan di satuan pendidikan,

masyarakat

2. Meningkatkan tanggung jawab dan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan,

3. Menciptakan suasana dan kondisi transparan, akuntabel,

demokratis dalam penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang bermutu di satuan pendidikan (Kepmendiknas nomor: 044/U/2002).

dan

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, tujuan pembentukan Komite Sekolah adalah sebagai wadah dan tempat penyaluran aspirasi masyarakat guna meningkatkan tanggung jawabnya dalam penyelenggaraan pendidikan.

Adapun fungsi Komite Sekolah, sebagai berikut:

1. Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat

penyelenggaraan pendidikan yang bermutu,

terhadap

2. Melakukan kerjasama dengan masyarakat (perorangan/organisasi/

dunia usaha/dunia industri) dan pemerintah berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu,

3. Menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat.

Secara kontekstual, peran Komite Sekolah sebagai berikut :

1. Pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan pelaksanan kebijakan pendidikan di satuan pendidikan,

2. Pendukung (supporting agency), baik yang berwujud finansial, pemikiran, maupun tenaga 2. Pendukung (supporting agency), baik yang berwujud finansial, pemikiran, maupun tenaga

3. Pengontrol (controlling agency) dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan,

4. Mediator antara pemerintah (eksekutif) dengan masyarakat di satuan pendidikan (Kepmendiknas nomor: 044/U/2002).

Depdiknas ( 2001: 17 ) menguraikan tujuh peran Komite Sekolah terhadap penyelenggaraan sekolah, yakni:

kelancaran penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar di sekolah baik sarana, prasarana maupun teknis pendidikan,

1. Membantu

meningkatkan

2. Melakukan pembinaan sikap dan perilaku siswa. Membantu usaha pemantapan sekolah dalam mewujudkan pembinaan dan pengembangan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, pendidikan demokrasi sejak dini (kehidupan berbangsa

bernegara, pendidikan pendahuluan bela negara, kewarganegaraan, berorganisasi, dan kepemimpinan), keterampilan dan kewirausahaan, kesegaran jasmani dan berolah raga, daya kreasi dan cipta, serta apresiasi seni dan budaya,

dan

3. Mencari sumber pendanaan untuk membantu siswa yang tidak mampu,

sekolah untuk pengembangan pelaksanaan kurikulum, baik intra maupun ekstrakurikuler dan pelaksanaan

4. Melakukan

penilaian penilaian

kepala/wakil kepala sekolah, guru, siswa, dan karyawan,

sekolah,

5. Memberikan penghargaan atas keberhasilan manajemen sekolah,

tentang usulan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS),

6. Melakukan

pembahasan

7. Meminta sekolah agar mengadakan pertemuan untuk kepentingan tertentu.

Sementara itu Agus Haryono ( 2008 : 81 ), menjelaskan bahwa peran komite sekolah tidak dapat berdiri sendiri, melainkan peran yang saling terkait antara peran satu dengan peran lainnya. Peran tersebut adalah :

1. Pemberi pertimbangan ( advisoryagency ) Komite sekolah merupakan badan yang memberi pertimbangan kepada sekolah atau yayasan. Idealnya, sekolah dan yayasan pendidikan harus meminta pertimbangan kepada Komite Sekolah dalam merumuskan kebijakan, program, dan kegiatan

juga dalam merumuskan visi, misi, dan tujuan sekolah. Ada visi, misi, dan tujuan sekolah yang bersifat given, tetapi ada yang harus dirumuskan bersama Komite Sekolah, seperti program unggulan apa saja yang ingin diterapkan oleh sekolah.

sekolah,

termasuk

2. Pemberi dukungan ( supporting agency ) Komite sekolah merupakan badan yang memberikan dukungan berupa dana, tenaga, dan pikiran. Jika dahulu BP3 lebih sebagai pendukung dana, maka penekanan peran Komite

Sekolah seharusnya bukan pada aspek dana saja melainkan aspek lainnya, terutama berupa gagasan dalam rangka penyelenggaraan mutu pendidikan.

3. Melakukan pengawasan ( controlling agency )

Merupakan

melaksanakan pengawasan social kepada sekolah. Pengawasan ini tidak sebagai pengawas intruksional sebagaimana yang dilakukan oleh lembaga maupun

badan

yang

pengawasan fungsional. Pengawasan sosial yang dilakukan lebih memiliki implikasi soaial, dan lebih dilaksanakan secara preventif, seperti ketika sekolah menyusun RAPBS, atau ketika sekolah menyusun laporan pertanggungjawaban pada masyarakat.

badan

4. Mediator Komite sekolah memiliki peran sebagai mediator antara sekolah dengan orang tua dan masyarakat. Keberadaan Komite Sekolah di lembaga pendidikan swasta akan menjadi tali pengikat ukhuwah antara sekolah dengan orang tua dan masyarakat. Dengan demikian diharapkan akan menjadi kunci keberhasilan upaya peningkatan pendidikan.

Fungsi komite sekolah menurut Agus Haryono ( 2008 : 81 ) sebenarnya merupakan penjabaran dari peran Komite Sekolah tersebut. Artinya, satu peran Komite Sekolah terkait dengan fungsi Komite Sekolah sebagai berikut:

1. Memberikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi

satuan pendidikan mengenai:

kepada

a. kebijaka dan program pendidikan,

b. RAPBS,

c. kriteria tenaga kependidikan,

d. kriteria fasilitas pendidikan, dan

e. hal-hal yang terkait dengan pendidikan,

2. Menolong orang tua dan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pendidikan,

3. Menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan pendidikan,

4. Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat

penyelenggaraan pendidikan yang bermutu,

terhadap

5. Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan program, penyelenggaraan, dan keluaran pendidikan,

6. Melakukan kerjasama dengan masyarakat. Sementara itu Hasballah (2010:93) komite

sekolah juga berfungsi dalam hal sebagai berikut:

1. mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat

penyelenggaraan pendidikan yang bermutu;

terhadap

2. melakukan upaya kerjasama dengan masyarakat (perorangan/organisasi/dunia

usaha/dunia industri) dan pemerintah berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu;

3. menampung dan menganalasis aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai keluhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat;

4. memberikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi

satuan pendidikan mengenai:

kepada

a. kebijakan dan program pendidikan;

b. Rencana Anggaran Pendidikan dan Belanja Sekolah (RAPBS);

c. Kriteria kinerja satuan pendidikan;

d. Kriteria tenaga pendidik dan kependidikan;

e. Kriteria fasilitas dan sarana pendidikan;

f. Hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan;

dan masyarakat berpartisipasi

pendidikan guna mendukung peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan;

dalam

6. menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan;

7. melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan

program,

penyelenggaraan, dan

keluaran pendidikan di satuan pendidikan.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa fungsi serta peran komite adalah melakukan kerjasama dengan pemerintah dan masyarakat untuk dapat mendorong dan menampung aspirasi akan kebutuhan pendidikan bagi masyarakat, yang selanjutnya disampaikan kepada sekolah sehingga masyarakat akan mendapatkan pendidikan sesuai dengan kebutuhannya. Dalam penelitian ini, peneliti berpedoman pada peran dan fungsi Komite Sekolah Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa fungsi serta peran komite adalah melakukan kerjasama dengan pemerintah dan masyarakat untuk dapat mendorong dan menampung aspirasi akan kebutuhan pendidikan bagi masyarakat, yang selanjutnya disampaikan kepada sekolah sehingga masyarakat akan mendapatkan pendidikan sesuai dengan kebutuhannya. Dalam penelitian ini, peneliti berpedoman pada peran dan fungsi Komite Sekolah

Dalam menjalankan kinerjanya tersebut, komite sekolah harus membuat program kerja sesuai dengan fungsi dan perannya. Selain itu, program yang disusun harus disesuaikan dengan kebutuhan sekolah dan pada akhirnya pelaksanaan program kerja komite sekolah tersebut harus dipertanggungjawabkankepada sekolah dan masyarakat. Untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan dari kinerja komite tersebut, maka perlu diadakan evaluasi program dari komite sekolah.

Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk mengevaluasi kinerja komite sekolah, seperti yang dilakukan Tina Rahmawati, tentang Pemberdayaan Komite Sekolah di SMA Unggulan Kota Yogyakarta dan Armansyah yang melakukan penelitian tentang peran komite sekolah di Kota Binjai. Selain itu Zulkifli yang meneliti tentang Pemberdaaan komite sekolah di Kota Tebing Tinggi. Dari penelitian tersebut, semua meneliti tentang peran dan fungsi komite sekolah. Adapun penelitian tentang evaluasi program komite sekolah belum penulis temukan. Oleh karena itu penulis berusaha melakukan penelitian tentang evaluasi program komite sekolah. Dengan mengadakan penelitian ini, penulis berharap untuk mengetahui apakah program partisipasi masyarakat melalui komite sekolah benar-benar telah berjalan, khususnya di SD Negeri 2 Purbosari.

2.3 Evaluasi

2.3.1 Pengertian Evaluasi Program Evaluasi

bahasa Inggris yaitu“evaluation” kemudian kata tersebut diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi “evaluasi” yang berarti penilaian. Arikunto dan Jabar (2008) mengemukakan bahwa evaluasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam sebuah keputusan. Melakukan evaluasi program adalah kegiatan yang dimaksudkan untuk mengetahui seberapa tinggi tingkat keberhasilan dari kegiatan yang direncanakan (Arikunto, 2009: 3).

berasal

dari

Menurut Tyler (1950) yang dikutip oleh Arikunto dan Jabar (2009: 5), evaluasi program adalah proses untuk mengetahui apakah tujuan pendidikan telah terealisasikan. Selanjutnya menurut Cronbach (1963) dan Stufflebeam (1971) yang dikutip oleh Arikunto dan Jabar (2009:5), evaluasi program adalah upaya menyediakan informasi untuk disampaikan kepada pengambil keputusan.

Sedangkan evaluasi menurut Gay dalam Sukardi (2014:8) adalah sebuah proses sistimatika pengumpulan dan penganalisisan data untuk pengambilan keputusan. Dari aspek program, evaluasi dapat dikatakan suatu kegiatan pengevaluasian yang dilakukan secara berkesinambungan dan ada dalam suatu organisasi. Program dapat diartikan menjadi dua hal yaitu sebagai rencana dan juga sebagai kesatuan kegiatan pengelolaan.

Adapun menurut Wirawan (2012: 17), Program adalah kegiatan atau aktivitas yang dirancang untuk melaksanakan kebijakan dan dilaksanakan untuk waktu yang terbatas. Kebijakan bersifat umum dan untuk merealisasikan kebijakan disusun berbagai jenis program. Semua program tersebut perlu dievaluasi untuk menentukan apakah layanan atau intervensinya telah mencapai tujuan yang ditetapkan. Evaluasi program

sistematik untuk mengumpulkan, menganalisis, dan memakai informasi untuk menjawab pertanyaan dasar mengenai program.

adalah

metode

Dari beberapa pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa evaluasi program merupakan proses pengumpulan data atau informasi yang ilmiah yang hasilnya dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi pengambil keputusan dalam menentukan alternatif kebijakan.

2.3.2 Fungsi dan Tujuan Evaluasi Program Michael Scriven dalam Arikunto, (2007: 222- 223) mengemukakan bahwa secara garis besar fungsi penelitian evaluasi dapat dibedakan menjadi dua yakni:

difungsikan sebagai pengumpulan data pada waktu pendidikan masih berlangsung. Data hasil evaluasi ini dapat digunakan untuk “membentuk” (to form) dan memodifikasi program kegiatan. Jika pada pertengahan kegiatan sudah diketahui hal-hal apa yang negatif dan para pengambil keputusan sudah dapat menentukan sikap tentang kegiatan yang sedang berlangsung maka terjadinya

a. Evaluasi

formatif formatif

b. Evaluasi sumatif dilangsungkan jika program kegiatan sudah betul-betul selesai dilaksanakan. Evaluasi

dilaksanakan untuk menentukan sejauh mana sesuatu program mempunyai nilai kemanfaatan, terutama jika dibandingkan dengan pelaksanaan program- program yang lain. Penilaian sumatif bermanfaat datanya bagi para pendidik yang akan mengadopsi program yang dievaluasi berkenaan dengan hasil, program atau prosedur. Sedangkan menurut Tayipnapis (2008: 4):

sumatif

Evaluasi dapat mempunyai dua kegunaan, yaitu fungsi formatif dan fungsi sumatif. Fungsi formatif, evaluasi digunakan untuk perbaikan dan pengembangan kegiatan yang sedang berjalan (program, orang, produk, dsb). Fungsi sumatif, evaluasi digunakan untuk pertanggungjawaban,

seleksi atau lanjutan.Jadi

keterangan,

hendaknya membantu pengembangan, implementasi, kebutuhan suatu program, perbaikan program, pertanggungjawaban, seleksi, motivasi, menambah pengetahuan dan dukungan dari pihak yang terlibat.

evaluasi

Pada prinsipnya tujuan evaluasi program harus dirumuskan dengan titik tolak tujuan program yang akan dievaluasi (Dwiyogo, 2006: 50). Ada dua tujuan evaluasi yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum biasanya diarahkan pada program secara keseluruhan, sedangkan tujuan khusus diarahkan pada tiap-tiap komponen dari program.

Menurut Arikunto (2009: 18), evaluasi program dilakukan

untuk mengetahui pencapaian

dengan

tujuan

dengan langkah mengetahui keterlaksanaan kegiatan program, dan ingin mengetahui bagian mana dari komponen dan subkomponen yang belum terlaksana dan apa sebabnya.

tujuan

program

Dilihat dari tujuannya, yaitu ingin mengetahui kondisi sesuatu, maka evaluasi program dapat dikatakan merupakan salah satu bentuk penelitian evaluatif. Oleh karena itu, dalam evaluasi program, pelaksana berfikir dan menentukan langkah bagaimana melaksanakan penelitian.

Adapun Wirawan (2012:22) menguraikan evaluasi dilaksanakan untuk mencapai berbagai tujuan sesuai

evaluasinya. Tujuan melaksanakan evaluasi antara lain adalah : a) mengukur pengaruh program terhadap masyarakat, b) menilai apakah program telah dilaksanakan sesuai dengan rencana, c) mengukur apakah pelaksanaan program sesuai dengan standar, d) evaluasi program dapat mengidentifikasi dan menemukan mana dimensi program yang jalan, mana yang tidak berjalan, e) pengembangan staf program, f) memenuhi ketentuan undang-undang, g) akreditasi program, h) mengukur cost effectiveness dan cost efficiency, i) mengambil keputusan mengenai program, j) accountabilitas, k) memberikan balikan kepada pimpinan dan staf program,

dengan

objek

posisi politik, m) mengembangkan teori ilmu evaluasi atau riset evaluasi.

l)

memperbaiki

Berdasarkan beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian evaluasi mempunyai dua fungsi yaitu 1) Fungsi formatif, untuk pengumpulan data pada kegiatan yang sedang berjalan dan digunakan untuk perbaikan, pengembangan, dan modifikasi program. 2) Fungsi sumatif yang dilaksanakan setelah program selesasi dilaksanakan. Digunakan untuk pertanggungjawaban program dan penentuan sejauh mana kemanfaatan program. Penelitian evaluasi bertujuan untuk mengevaluasi komponen-komponen program dan program secara menyeluruh.

Menurut Arikunto dan Jabar (2009: 7),terdapat perbedaan yang mencolok antara penelitian dan evaluasi program adalahsebagai berikut:

a. Dalam kegiatan penelitian, peneliti ingin mengetahui gambaran tentang sesuatu kemudian hasilnya dideskripsikan, sedangkan dalam evaluasi program pelaksanan ingin mengetahui seberapa tinggi mutu atau kondisi sesuatu sebagai hasil pelaksanaan program, setelah datayang terkumpul dibandingkan dengan kriteria atau standar tertentu.

b. Dalam kegiatan penelitian, peneliti dituntut oleh rumusan masalah karena ingin mengetahui jawaban dari penelitiannya, sedangkan dalam evaluasi program pelaksanan ingin mengetahui tingkat ketercapaian tujuan program, dan apabila tujuan belum tercapai sebagaimana ditentukan, pelaksanan ingin mengetahui letak kekurangan itu dan apa sebabnya.

Menurut Sukardi (2014:7) agar evaluasi program tetap memiliki kebermaknaan dalam fungsinya, perlu memeliki prinsip penting, yaitu sebagai berikut :

1. Jujur merupakan prinsip pertama di mana para pihak yang terlibat perlu memberikan data, keterangan atau informasi sesuai dengan kenyataan dan dukungan dengan bukti fisik yang mendukung.

2. Objektif, yaitu para pihak yang terlibat perlu mendasarkan penilaian atas dasar informasi dan kriteria yang ada daan tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor lain di luar informasi dan kriteria yang ada.

3. Tanggung jawab, yaitu para pihak yang terlibat memberikan data dan informasi yang benar dan nyata serta bisa diberikan alasannya secara rasional.

4. Transparansi, yaitu hasil evaluasi dapat dikomunikasikan untuk memperoleh hasil yang lebih baik bisa dipertanggunggugatkan.

Dari uraian diatas, dapat dikatakan bahwa evaluasi program merupakan penelitian evaluatif. Pada dasarnya penelitian evaluatif dimaksudkan untuk mengetahui akhir dari adanya kebijakan, dalam rangka menentukan rekomendasi atas kebijakan yang lalu, yang pada tujuan akhirnya adalah untuk menentukan kebijakan selanjutnya.

2.3.3 Model Evaluasi CIPP Terdapat beberapa model evaluasi sebagai strategi atau pedoman kerja pelaksanaan evaluasi program,di antaranya adalah: (1) Model Evaluasi UCLA (2). Model evaluasi Brinkerhoff, (3) Fixed vs Emergant evaluation design, (4) Formatif vs Summative evaluation, (5) Desain eksperimental dan Quasi eksperimental vs Natural inquiry, (6) Model Evaluasi Stake, (7) Model Evaluasi CIPP. Adapun penelitian ini menggunakan Model Evaluasi CIPP.

Model evaluasi CIPP adalah model evaluasi yang tujuannya untuk mengambil keputusan dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengembangkan suatu program (Fuddin, 2007). Model CIPP merupakan singkatan (akronim) dari contect evaluation, input evaluation,

evaluation, dan product evaluation yang dikembangkan oleh Daniel Stufflebeam dan kawan-kawannya pada tahun 1968 di Ohio State University dan berorientasi pada pengambilan keputusan.

process

1. Context evaluation to serve planning decision. Konteks evaluasi ini membantu merencanakan keputusan, menentukan kebutuhan yang akan dicapai oleh program dan merumuskan tujuan program (Tayibnapis, 2008: 14). Evaluasi konteks meliputi penggambaran latar belakang program yang dievaluasi, memberikan perkiraan kebutuhan dan tujuan program, menentukan sasaran program dan menentukan sejauh mana tawaran ini cukup responsif terhadap kebutuhan yang 1. Context evaluation to serve planning decision. Konteks evaluasi ini membantu merencanakan keputusan, menentukan kebutuhan yang akan dicapai oleh program dan merumuskan tujuan program (Tayibnapis, 2008: 14). Evaluasi konteks meliputi penggambaran latar belakang program yang dievaluasi, memberikan perkiraan kebutuhan dan tujuan program, menentukan sasaran program dan menentukan sejauh mana tawaran ini cukup responsif terhadap kebutuhan yang

a) analisis masalah/kebutuhan yang berhubungan dengan lingkungan. Suatu kebutuhan dirumuskan

sebagai suatu kesenjangan antara kondisi yang ada sekarang dengan kondisi yang diharapkan. Apabila kebutuhan-kebutuhan tersebut telah diidentifikasikan, maka langkah selanjutnya adalah:

b) menggambarkan secara jelas dan terperinci tujuan program yang akan memperkecil kesenjangan antara kondisi yang ada sekarang dengan kondisi yang diharapkan. Dengan singkat dapat dikemukakan bahwa evaluasi konteks adalah evaluasi terhadap kebutuhan-kebutuhan, tujuan pemenuhan kebutuhan serta karakteristik individu yang melaksanakan evaluasi.

2. Input evaluation, structuring decision. Evaluasi ini menolong mengatur keputusan, menentukan sumber-sumber yang ada, alternatif apa yang diambil, apa rencana dan strategi untuk mencapai kebutuhan. Bagaimana prosedur kerja untuk mencapainya (Tayibnapis, 2008: 14) Edison (2009) evaluasi masukan dilaksanakan dengan tujuan dapat menilai relevansi rancangan program, strategi yang dipilih, prosedur, sumber baik yang berupa manusia (guru, siswa) atau mata pelajaran serta sarana prasarana yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.

Singkatnya masukan (input) merupakan model yang digunakan untuk menentukan bagaimana cara agar penggunaan sumber daya yang ada bisa mencapai tujuan serta secara esensial memberikan informasi tentang apakah perlu mencari bantuan dari pihak lain atau tidak. Aspek input juga membantu menentukan prosedur dan desain untuk mengimplementasikan program.

3. Process evaluation, to serve implementing decision. Evaluasi

membantu mengimplementasi keputusan. Sampai sejauh mana rencana telah diterapkan? Apa yang yang harus direvisi? Begitu pertanyaan tersebut terjawab, prosedur dapat dimonitor, dikontrol, dan diperbaiki (Tayibnapis, 2008; 14). Evaluasi proses dipergunakan untuk membantu memberikan dan menyediakan informasi balikan dalam rangka mengimplementasi keputusan, sampai sejauh mana rencana-rencana atau tindakan-tindakan yang hendak dilakukan untuk mengetahui pelaksanaan program sudah sesuai dengan prosedur dan penjadwalan yang ditetapkan. Evaluasi Proses dilaksanakan dengan harapan dapat memperoleh informasi mengenai bagaimana program telah diimplementasikan sehari- hari didalam maupun diluar kelas, pengalaman belajar apa saja yang telah diperoleh siswa, serta bagaimana kesiapan guru dan siswa dalam implementasi program tersebut dan untuk memperbaiki kualitas program dari program yang berjalan serta memberikan informasi sebagai alat

proses

untuk

untuk menilai apakah sebuah proyek relatif sukses/gagal (Edison, 2009).

4. Product evaluation, to serve recycling decision. Evaluasi produk untuk menolong keputusan selanjutnya. Apa hasil yang telah dicapai? Apa yang dilakukan setelah program berjalan? (Tayibnapis, 2008: 14). Edison (2009) evaluasi produk

mengakomodasi informasi untuk meyakinkan dalam kondisi apa tujuan dapat dicapai dan juga untuk menentukan jika strategi yang berkaitan dengan prosedur dan metode yang diterapkan guna mencapai tujuan sebaiknya berhenti, modifikasi atau dilanjutkan dalam bentuk yang seperti sekarang. Evaluasi produk meliputi penentuan dan penilaian dampak umum dan khusus suatu program, mengukur dampak yang terantisipasi, mengidentifikasi dampak yang tak terantisipasi, memperkirakan kebaikan program serta mengukur efektifitas program.

Fungsi dari evaluasi model CIPP adalah sebagai berikut:

1. Membantu penanggung jawab program tersebut (pembuat

dalam mengambil keputusan apakah meneruskan, modifikasi, atau menghentikan program.

kebijakan)

2. Apabila tujuan yang ditetapkan program telah mencapai keberhasilannya, maka ukuran yang digunakan tergantung pada kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.

Daniel Stufflebeam dalam Wirawan (2012:94) mengembangkan 10 chek list sebagai panduan bagi evaluator, klien dan pemangku kepentingan lainnya dalam melaksanakan Model Evaluasi CIPP. Fungsi dari ceck list untuk membantu para evaluator mengevaluasi program yang secara relatif mempunyai tujuan jangka panjang. Pertama, check list agar evaluator dapat menyelesaikan laporan evaluasi tepat waktu, jadi membantu kelompok evaluator untuk merencanakan, melaksanakan,

menginstitusionalisasikan, melaksanakan layanan yang efektif kepada para penerima manfaat yang ditargetkan. Di samping itu, check list membantu untuk menelaah dan menilai sejarah program dan menyediakan alaporan evaluasi sumatif dan nilai serta manfaatnya secara signifikan.

Wirawan (2012:95) mengembangkan aktivitas evaluator dalam tiap tahap yaitu sebagai berikut :

1. Evaluasi konteks mengakses kebutuhan- kebutuhan, aset, dan problem-problem dalam lingkungan yang terdefinisi. Aktivitas evaluator pada tahap ini yaitu ; a) mengumpulkan dan mengakses kebutuhan informasi, latar belakang benefisiari yang dituju, dari sumber-sumber, b) mewawancarai para pemimpin

menelaah dan mendiskusikan perspektif mereka mengenai kebutuhan para benefisiari untuk mengidentifikasi setiap problem,

program

untuk

c) mewawancarai para pemangku kepentingan untuk memperoleh pandangan lebih lanjut mengenai kebutuhan-kebutuhan dan nilai benefisiari yang dituju dan potensial problem-problem untuk program, d) menilai tujuan program dalam kaitannya dengan c) mewawancarai para pemangku kepentingan untuk memperoleh pandangan lebih lanjut mengenai kebutuhan-kebutuhan dan nilai benefisiari yang dituju dan potensial problem-problem untuk program, d) menilai tujuan program dalam kaitannya dengan

dan pemangku kepentingan yang disepakati, suatu draf laporan mengemukakan kebutuhan-kebutuhan program yang berhubungan, asset-aset, dan problem-problem, bersama-sama dengan asesmen tujuan dan prioritas program, h) secara periodik atau bila perlu, mendiskusikan temuan-temuan evaluasi konteks sebagai balikan kepada klien, i) memfinalkan laporan- laporan evaluasi konteks dan alat-alat bantu visual dan menyediakannya kepada klien dan para pemangku kepentingan yang disepakati.

kepada

klien

2. Evaluasi input atau masukan menjaring, menganalisis dan menilai mengenai strategi, rencana kerja dan anggaran berbagai pendekatan. Yang dilakukan evaluator adalah : a) mengidentifikasi dan meneliti program lain yang ada yang dapat dipergunakan sebagai model untuk program yang direncanakan, b) menilai strategi program yang diusulkan mengenai keresponden terhadap kebutuhan dan fasibilitasnya, c) menilai anggaran program untuk menentukan

kecukupannya dalam membiayai pekerjaan yang dibutuhkan, d) menilai strategi program dengan penelitian dan literature yang berhubungan, e) menilai

program dengan membandingkannya dengan alternatif strategi yang

manfaat

strategi strategi

masukan dan menyampaikan

laporan

evaluasi

dan pemangku kepentingan.

kepada

klien

memonitor, mendokumentasikan, dan menilai aktivitas program. Pada tahap ini aktivitas evaluator adalah sebagai berikut : a) menugaskan staf program dan konsultan dan/ atau anggota tim evaluasi untuk menyusun suatu direktori orang-orang dan kelompok- kelompok yang dilayani, membuat catatan mengenai kebutuhan- kebutuhan mereka, dan mencatat layanan program yang mereka terima, b) mengumpulkan dan menilai sampai seberapa tinggi individu dan kelompok yang dilayani konsisten dengan kemanfaatan program yang direncanakan, c) secara periodik mewancarai para pemangku kepentingan di wilayah program untuk mempelajari perspektif mereka mengenai bagaimana program mempengaruhi masyarakat, d) memasukkan informasi yang diperoleh dan penilaian evaluator ke dalam profil program secara periodic, e) menilai sampai seberapa banyak program secara tidak pantas menyediakan layanan kepada kelompok yang tidak ditargetkan, f) membuat draf laporan evaluasi pengaruh program dan menyediakan kepada klien para

3. Evaluasi

proses

pemangku kepentingan

disetujui, g) mendiskusikan temuan evaluasi pengaruh (impack evaluation)dalam lokakarya balikan, h) memfinalisasi laporan evaluasi proses dan bantuan visual yang berkaitan dan disepakati para pemangku kepentingan.

yang

Wirawan (2012: 92) menggambarkan bagan evaluasi CIPP sebagai berkut :

Gambar 2.1 Bagan Evaluasi CIPP

Evaluation Evaluation

 Berupaya untuk

mencari jawaban atas

jawaban atas jawaban pertanyaan:

Apa yang

pertanyan:

Apa program pertanyan:

dilaksanaka program  Waktu

dilakukan ? harus

pelaksanaan pelaksanaa

ketika n: ketika

program  Keputusan :

sedang  Keputusan: dilaksanaka

Resikel: ya

atau tidak

turan

 Keputusa:

Program Pelaksana program

Sumber: Wirawan ( 2012:92)

Berdasarkan beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Model evaluasi untuk mengambil keputusan dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengembangkan suatu program dengan menggunakan evaluasi konteks, evaluasi masukan, evaluasi proses, dan evaluasi produk. Adapun penelitian ini, menggunakan

model

CIPP

karena dengan karena dengan

1. Merupakan sistem kerja yang dinamis

2. Memiliki pendekatan yang bersifat holistik dalam proses evaluasinya yang bertujuan memberikan gambaran yang detail dan luas terhadap suatu proyek, mulai dari konteks hingga saat proses implementasinya.

3. Dapat melakukan perbaikan selama program berjalan maupun dapat memberikan informasi final.

4. Memiliki potensi untuk bergerak pada evaluasi formatif dan sumatif

5. Lebih komperenhensif dari model lainnya Sedangkan kelemahannya adalah :

1. Tidak terlalu mementingkan bagaimana proses seharusnya dari pada kenyataan yang sedang berlangsung.

2. Kurang adanya modifikasi juga berdampak pada

tingkat keterlaksanaan yang kurang tinggi.

3. Cenderung fokus pada rational management daripada mengakui realita yang ada

4. Terkesan top down dengan sifat manajerial dalam pendekatannya

5. Bila diterapkan secara terpisah (partial) akan melemahkan ide dasar

2.4. Kajian Empiris Penelitian ini juga didasaran pada penelitian yang telah dilakukan oleh Tina Rahmawati, M.Pd dalam penelitiannya yang berjudul “Pemberdayaan Komite Sekolahdi SMA Unggulan Kota Yogyakarta” Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Pelaksanaan program kerja komite sekolah di SMA Unggulan Kota Yogyakarta telah berjalan secara efektif. Hal ini ditandai dengan adanya pemahaman pengurus komite sekolah dan kepala sekolah terhadap tugas dan peran komite sekolah dan peran serta aktif komite sekolah dalam penyelenggaraan program kerja sekolah. Faktor pendukung pelaksanaan program komite sekolah di SMA Unggulan Kota Yogyakarta meliputi: adanya komitmen yang tinggi dari komite sekolah untuk membantu sekolah; dukungan dana, ide, tenaga dan fasilitas yang memadai; terjalinnya komunikasi yang baik; koordinasi yang baik; latar belakang pendidikan anggota komite sekolah; dan kepala sekolah yang selalu proaktif. Faktor penghambat pelaksanaan program komite sekolah di SMA Unggulan Kota Yogyakarta adalah faktor kesibukan pengurus komite sekolah dan jadwal/waktu

terbatas. (2) Pemberdayaan komite sekolah di SMA Unggulan Kota Yogyakarta dilakukan dengan berbagai upaya komunikasi intensif dan terbuka antara pihak sekolah dengan komite sekolah, dan pelibatan komite sekolah dalam penyelenggaraan program kerja sekolah yang bersifat strategis. Secara umum kinerja komitesekolah berdampak positif terhadap terhadap mutu pendidikan di SMA Unggulan Kota Yogyakarta. Hal ini ditandai

pertemuan

yang yang

Berbeda dengan Tina Rahmawati, M.Pd., penelitian yang dilakukan oleh Armansyahdengan judul Peranan dan Pemberdayaan Komite Sekolah dalam Penyelenggaraan Pendidikan SMA Negeri di Kota Binjai, menunjukkan bahwa, dalam pelaksanaan perannya hanya sebagai pemberi pertimbangan dan pengawasan yang lebih utama, sedang peran lainnya sebagai pendukung

belum sepenuhnya terlaksana. Adapun dalam dukungan dana belum berhasil sepenuhnya, karena baru mendapatkan dukungan dana dari wali murid melalui iuran komite, sedang dana dari masyarakat sekitar seperti dari dunia usaha maupun masyarakat yang peduli akan pendidikan belum berhasil.

dan

mediator

Penelitian yang serupa juga dilakukan oleh Zulkifli Matondang dengan Judul Pemberdayaan Komite Sekolah dalam Meningkatkan KualitasManajemen Sekolah di Kota Tebing Tinggi.

Dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa, pemberdayaan

masih rendah. Umumnya tingkat pendidikan pengurus/anggota komite sekolah adalah sarjana dengan profesi guru. Pengurus komite sekolah telah pernahmengikuti pelatihan, namun materi yang diikuti belum tepat dalam pemberdayaan komite sekolah. Fasilitas dan sarana yang dimiliki penguruskomite masih kurang. Pengurus komite masih banyak yang belum paham

komite

sekolah sekolah

Penelitian serupa juga dilaksanakan di Nigeria dalam jurnal pendidikan yang diterbitkan oleh Canadian Pusat Sains dan Pendidikan dengan judulA Conceptual Model for School-Based Management Operation and Quality Assurance in Nigerian Secondary Schools oleh Adeolu Joshua Ayeni1 & Williams Olusola Ibukun. Model konseptual untuk operasi manajemen berbasis sekolah dan jaminan kualitas sekolah menengah di Nigeria, dikatakan bahwa:

Effective school-based management committee is the engine room for school and community partnership and vital for school effectiveness and students’ success, while the challenges that teachers and principals faced in the tasks of instructional performance and supervision require strong political will to stimulate desired commitment and goal- oriented partnership between the school and other stakeholders

for

optimal

resource inputs,

organization, utilization and management of learning facilities to maximize the quality of teaching and improve the standard of students’ learning outcome in Nigerian secondary schools.

Komite manajemen berbasis sekolah yang efektif adalah wadahpenggerak kemitraan sekolah dan masyarakat dan berpenting bagi efektivitas sekolah serta keberhasilan siswa, sementara tantangan bahwa guru dan kepala sekolah dihadapi dalam tugas-tugas instruksional kinerja dan pengawasan kuat memerlukan kemauan politik untuk merangsang komitmen yang berorientasi pada tujuan kemitraan antara sekolah dan stakeholder lainnya untuk mengoptimalkan sumber daya input, organisasi, pemanfaatan dan pengelolaan fasilitas belajar untuk memaksimalkan kualitas pengajaran dan meningkatkan standar hasil belajar siswa dalam Sekolah menengah di Nigeria.

Selain di Nigeria, di Zimbabwe juga dilakukan penelitian serupa oleh Joyce Nyandoro, John Mapfumo, Richard Makonidengan judul Effectiveness of School Development Committees in Financial Management in Chimanimani West Circuit Primary Schools in Zimbabwe Dalam penelitian tersebut dikatakan :

Dokumen yang terkait

BAB III METODE PENELITIAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pembinaan Guru untuk Meningkatkan Kedisiplinan Guru pada Kegiatan Ekstrakurikuler Pramuka di SDIT Cahaya Insani Temanggung

0 0 12

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Subyek Penelitian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pembinaan Guru untuk Meningkatkan Kedisiplinan Guru pada Kegiatan Ekstrakurikuler Pramuka di SDIT Cahaya Insani Tema

0 0 23

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pembinaan Guru untuk Meningkatkan Kedisiplinan Guru pada Kegiatan Ekstrakurikuler Pramuka di SDIT Cahaya Insani Temanggung

0 0 34

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Peran Komite Sekolah dalam Penyusunan Rencana Anggaran Kegiatan Sekolah (RAKS) dengan Model in House Training di Gugus Lokantara Kecam

0 0 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peningkatan Peran Badan Pertimbangan Komi te Sekolah 2.1.1 Hakikat Peningkatan - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Peran Komite Sekolah dalam Penyusunan Rencana Anggaran Kegiatan Sekolah

0 0 16

BAB III METODE PENELITIAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Peran Komite Sekolah dalam Penyusunan Rencana Anggaran Kegiatan Sekolah (RAKS) dengan Model in House Training di Gugus Lokantara Kecamatan Temanggung

0 1 12

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Subyek Penelitian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Peran Komite Sekolah dalam Penyusunan Rencana Anggaran Kegiatan Sekolah (RAKS) dengan Model in House Training di Gugus

0 0 44

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Peran Komite Sekolah dalam Penyusunan Rencana Anggaran Kegiatan Sekolah (RAKS) dengan Model in House Training di Gugus Lokantara Kecamatan Temanggung

0 0 20

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Peran Komite Sekolah dalam Penyusunan Rencana Anggaran Kegiatan Sekolah (RAKS) dengan Model in House Training di Gugus Lokantara Kecamatan Temanggung

0 0 54

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program Partisipasi Masyarakat Melalui Komite Sekolah di SD Negeri 2 Purbosari Temanggung

0 0 10