jiptummpp gdl shofirofay 51745 3 babii

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu yang berkenaan dengan pemenuhan wajib
pajak dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut ini:
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No Nama Peneliti

Judul

1

Komarawati
dan
Mukhtaruddin.
(2014)

Analisis
Kepatuhan
Wajib Pajak

Orang
Pribadi
Terhadap
Tingkat
Penerimaan
Pajak Di
Kabupaten
Lahat

2

Karlena (2009)

Analisis
Kegiatan
Ekstensifikasi
Terhadap
Penerimaan
Pajak
Penghasilan

Orang
Pribadi

Tenik
Pengumpulan
Data
Studi lapangan
(field research)
melalui
wawancara dan
observasi serta
studi
kepustakaan
(library
research).

Studi lapangan
(field research)
melalui
wawancara dan

observasi serta
studi
kepustakaan
(library
research).

8

Metode
Analisis

Hasil Analisis

Analisis
deskriptif

Salah satu
indikator dalam
meningkatnya
penerimaan pajak

penghasilan
orang pribadi
adalah tingkat
kepatuhan WP
OP dalam
membayarkan
pajak mereka.
Tingkat
kepatuhan WP
OP dalam
setahun terakhir
mengalami
peningkatan
sebesar 21.50%.

Analisis
deskriptif

Jumlah Wajib
Pajak yang

memiliki NPWP
mengalami
peningkatan
setiap tahunnya.
Namun, realisasi
jumlah
penerimaan dari
Pajak
Penghasilan
Orang Pribadi
tersebut belum
memenuhi target.

9

3

Wiranata
(2010)


Analisa Tingkat
Kepatuhan
Wajib Pajak
Orang Pribadi
Terhadap
Penyampaian
SPT Di Kota
Pontianak
Tahun 20072009

Studi lapangan
(field research)
melalui
wawancara dan
observasi serta
studi
kepustakaan
(library
research).


Analisis
deskriptif

Tingkat
kesadaran
Wajib Pajak
dalam
memenuhi
kewajiban
perpajakan
secara umum
masih sangat
rendah.
Persentase
pelaporan SPT
Tahunan
mengalami
penurunan,
yaitu pada
tahun 2008

adalah 43.29%
terjadi
kenaikan
sebesar 15.00%
dari 28.29%,
sedangkan pada
tahun 2009
selisih
penurunan
sangat
signifikan yaitu
18.21% dari
43.29%, dari
pelaporan SPT
Tahunan
tersebut untuk
jumlah wajib
pajak yang
terdaftar
mengalami

peningkatan
yang begitu
besar setiap
tahunnya.

4

Hidayat
(2014)

Faktor-Faktor
Yang
Mempengaruhi
Kepatuhan
Wajib Pajak
Penghasilan
(Studi Kasus
Pada KPP
Pratama


Studi lapangan
(field research)
melalui
wawancara dan
observasi serta
studi
kepustakaan
(library
research).

Analisis
deskriptif

Sistem yang
digunakan oleh
pemerintah
untuk membuat
Wajib Pajak
melakukan
penyampaian

SPT,
pendidikan

10

Gubeng
Surabaya)

pajak dan
sistem lainnya
sudah bisa
didapatkan
diinternet.
Hanya saja
wajib pajak
terkadang
malas untuk
melakukan hal
tersebut karena
terkadang
Wajib Pajak
juga banyak
yang belum
bisa memakai
komputer atau
sistem internet
dan wajib pajak
beranggapan
bahwa uang
dari hasil pajak
itu pasti
dikorupsi oleh
pihak-pihak
yang tidak
bertanggung
jawab.

Sumber: Penelitian terdahulu diolah

2.2. Landasan Teori
2.2.1. Pengertian, Fungsi dan Peran Pajak
Pajak merupakan sumber pendapatan kas negara yang digunakan untuk
pembelanjaan dan pembangunan negara dengan tujuan akhir kesejahteraan dan
kemakmuran rakyat. Definisi menurut pasal 1 nomor 1 Undang-Undang Nomor
28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menjelaskan:
“Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan

11

tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”
Berikut ini adalah definisi pajak dari beberapa ahli:
1. Definisi pajak yang dikemukakan oleh Mardiasmo (2011:1):
“Pajak adalah iuran rakyat iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan
undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal
(tegen prestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk
membayar pengeluaran umum“
2. Definisi pajak yang dikemukakan oleh Waluyo (2011:2):
“Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang
terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan
tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang
gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung
dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan”
Dari berbagai definisi yang telah dikemukakan di atas dapat ditarik
kesimpulan tentang ciri- ciri atau unsur pokok yang terdapat pada pengertian
pajak, yaitu:
a. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang
b. Pajak dapat dipaksakan
c. Diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah
d. Tidak dapat ditunjukkannya kontraprestasi secara langsung
e. Berfungsi sebagai budgeter dan regulerend

12

Pajak memiliki peranan penting dalam tata kelola negara, khususnya
membiayai

semua

pengeluaran

termasuk

pengeluaran

pembangunan.

Berdasarkan hal diatas maka pajak mempunyai beberapa fungsi seperti yang
terdapat dalam buku Waluyo (2011:6), yaitu:
a. Fungsi Anggaran (budgetary)
Pajak

sebagai

sumber

dana

bagi

pemerintah

untuk

membiayai

pengeluaran-pengeluarannya guna pembiayaan pembangunan.
b. Fungsi Mengatur (Regulerend)
Suatu fungsi dimana pajak dipergunakan oleh pemerintah sebagai alat
untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah untuk
mencapai tujuan tertentu. Misalnya dalam rangka melindungi produksi
dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk
produk luar negeri.
c. Fungsi Stabilitas
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan
kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat
dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur
peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang
efektif dan efisien.
d. Fungsi Redistribusi Pendapatan
Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai
semua kepentingan umum, termasuk untuk membiayai pembangunan.

13

2.2.2. Kepatuhan Pajak
Kondisi perpajakan yang menuntut keikutsertaan aktif Wajib Pajak dalam
menyelenggarakan perpajakannya membutuhkan kepatuhan Wajib Pajak yang
tinggi, yaitu kepatuhan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan yang sesuai
dengan kebenarannya. Kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan secara
sukarela (voluntary of complience) merupakan tulang punggung dari self
assesment system, dimana Wajib Pajak bertanggung jawab menetapkan sendiri

kewajiban perpajakan kemudian secara akurat dan tepat waktu dalam membayar
dan melaporkan pajaknya.
Pengertian

kepatuhan

Wajib

Pajak

menurut

Nurmantu

(2011),

didefinisikan sebagai suatu keadaan di mana Wajib Pajak memenuhi semua
kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya.
Pengertian kepatuhan Wajib Pajak menurut Devano dan Rahayu (2006):
1. Kepatuhan Wajib Pajak dalam mendaftarkan diri.
2. Kepatuhan untuk menyetorkan kembali Surat pemberitahuan.
3. Kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran pajak terutang.
4. Kepatuhan dalam pembayaran tunggakan.
Sedangkan menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 544/KMK.04/2000,
menyatakan bahwa kepatuhan perpajakan adalah tindakan Wajib Pajak dalam
pemenuhan kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan dan peraturan pelaksanaan perpajakan yang berlaku dalam
suatu negara.

14

Adapun jenis-jenis kepatuhan Wajib Pajak menurut Devano dan Rahayu
(2006) adalah:
1. Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi
kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang
perpajakan.
2. Kepatuhan material adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak secara
substantif/hakikatnya memenuhi semua ketentuan material perpajakan yaitu
sesuai isi dan jiwa Undang-undang pajak kepatuhan material juga dapat
meliputi kepatuhan formal. Misalnya ketentuan batas waktu pelaporan Surat
Pemberitahuan Pajak Penghasilan (SPT PPh) Tahunan tanggal 31 Maret.
Apabila Wajib Pajak telah melaporkan Surat Pemberitahuan Pajak
Penghasilan Tahunan sebelum atau pada tanggal 31 Maret maka Wajib Pajak
telah memenuhi ketentuan formal, akan tetapi isinya belum tentu memenuhi
ketentuan material, yaitu suatu keadaan dimana Wajib Pajak secara subtantive
memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa
undang-undang perpajakan. Kepatuhan material dapat meliputi kepatuhan
formal. Wajib Pajak yang memenuhi kepatuhan material adalah Wajib Pajak
yang mengisi dengan jujur, lengkap dan benar Surat Pemberitahuan (SPT)
sesuai ketentuan dan melaporkannya ke KPP sebelum batas waktu berakhir.
Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak
dilakukan dalam hal:
1. SPT menunjukkan kelebihan pembayaran pajak, termasuk yang telah
diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak.

15

2. SPT tahunan pajak penghasilan menunjukkan rugi
3. SPT tidak disampaikan atau disampaikan tidak pada waktu yang stelah
ditetapkan
4. SPT yang memenuhi kriteria seleksi yang ditentukan Direktur Jendral Pajak
5. Ada indikasi kewajiban pajak yang tidak dipatuhi.
2.2.3. Teori Pajak Penghasilan Pasal 21 Orang Pribadi
Menurut Republik Indonesia (2015), Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh
Pasal 21) adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan,
dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan
pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi
subyek pajak dalam negeri. Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21
adalah sebagai berikut:
1. Penghasilan kena pajak yang berlaku bagi:
a. Pegawai tetap.
b. Penerima pensiun berkala.
c. Pegawai tidak tetap yang penghasilannya dibayar secara bulanan atau
jumlah kumulatif penghasilan yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender
telah melebihi Rp 3.000.000,00 (tiga rupiah).
2. Jumlah penghasilan yang melebihi Rp 250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu
rupiah) sehari, yang berlaku bagi pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas
yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan atau upah borongan,
sepanjang penghasilan kumulatif yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender
belum melebihi Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah).

16

3. Sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto yang berlaku
bagi bukan pegawai sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Direktorat
Jenderal Pajak No. PER-32/PJ/2015 Pasal 3 huruf c yang menerima imbalan
yang tidak bersifat berkesinambungan.
4. Jumlah penghasilan bruto yang berlaku bagi penerima penghasilan selain
penerima penghasilan di atas.
Penghasilan Kena Pajak Penghasilan Pasal 21 menurut Peraturan
Direktorat Jenderal Pajak No. PER-32/PJ/2015 adalah sebagai berikut:
1. Pegawai tetap dan penerima pensiun berkala dikenakan PKP sebesar
penghasilan neto dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
2. Pegawai tidak tetap dikenakan PKP sebesar penghasilan bruto dikurangi
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
3. Pegawai yang disebutkan dalam Peraturan Direktorat Jenderal Pajak No. PER32/PJ/2015 Pasal 3 huruf c, PKP yang dikenakan sebesar 50% (lima puluh
persen) dari jumlah penghasilan bruto dikurangi PTKP per bulan.
Besarnya penghasilan neto bagi pegawai tetap yang dipotong PPh Pasal 21
adalah jumlah seluruh penghasilan bruto dikurangi dengan:
1. Biaya jabatan, sebesar 5% (lima persen) dari penghasilan bruto, setinggitingginya Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) sebulan atau Rp6.000.000,00
(enam juta rupiah) setahun;
2. Iuran yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai kepada dana pensiun
atau jaminan hari tua yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan.

17

Besarnya penghasilan neto bagi penerima pensiun berkala yang dipotong
PPh Pasal 21 adalah sebagai berikut:
1. Seluruh jumlah penghasilan bruto dikurangi dengan biaya pensiun.
2. Sebesar 5,7% (lima koma tujuh persen) dari penghasilan bruto.
3. Setinggi-tingginya Rp 250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) sebulan
atau Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah) setahun.
Bila bukan pegawai seperti yang dimaksud dalam Peraturan Direktorat
Jenderal Pajak No. PER-32/PJ/2015 Pasal 3 huruf c namun ia memberikan jasa
kepada pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26, maka:
1. Bila pemotong PPh Pasal 21 mempekerjakan orang lain sebagai pegawainya,
maka besarnya jumlah penghasilan bruto adalah sebesar jumlah pembayaran
setelah dikurangi dengan bagian gaji atau upah dari pegawai yang
dipekerjakan tersebut, kecuali apabila dalam kontrak/perjanjian tidak dapat
dipisahkan dengan bagian gaji atau upah pegawai tersebut maka besar
penghasilan bruto adalah sebesar jumlah yang dibayarkan;
2. Bila ia hanya melakukan penyerahan material atau barang, maka besarnya
jumlah penghasilan bruto hanya atas pemberian jasanya saja, kecuali apabila
dalam kontrak/perjanjian tidak dapat dipisahkan antara pemberian jasa dengan
material atau barang maka besarnya penghasilan bruto tersebut termasuk
pemberian jasa dan material atau barang.
Untuk jumlah penghasilan bruto yang dibayarkan kepada dokter yang
melakukan praktik di rumah sakit dan/atau klinik, maka jumlahnya adalah sebesar

18

jasa dokter yang dibayar oleh pasien sebelum dipotong biaya-biaya atau bagi hasil
oleh rumah sakit dan/atau klinik.
Besarnya

PTKP

berdasarkan

Peraturan

Menteri

Keuangan

No.

122/PMK010/2015 ditentukan berdasarkan keadaan pada awal tahun kalender,
kecuali PTKP untuk pegawai baru dan menetap di Indonesia ditentukan
berdasarkan keadaan awal bulan dari bagian tahun kalender yang bersangkutan.
Besarnya PTKP per tahun adalah sebagai berikut:
1. Rp 36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang
pribadi;
2. Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin;
3. Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga
sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat
yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk
setiap keluarga.
Besarnya PTKP bagi karyawati berlaku ketentuan sebagai berikut:
1. Bagi karyawati kawin, besarnya PTKP adalah sebesar PTKP untuk dirinya
sendiri;
2. Bagi karyawati tidak kawin, besarnya PTKP adalah sebesar PTKP untuk
dirinya sendiri ditambah PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungan
sepenuhnya.
3. Bagi karyawati kawin yang suaminya tidak menerima atau memperoleh
penghasilan dan menunjukan keterangan tertulis dari pemerintah daerah
(kecamatan), maka besarnya PTKP adalah PTKP untuk dirinya sendiri

19

ditambah PTKP untuk status kawin dan PTKP untuk keluarga yang menjadi
tanggungan sepenuhnya.
Bagi pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas yang penghasilannya
tidak dibayar secara bulanan atau jumlah kumulatifnya dalam 1 (satu) bulan
kalender belum melebihi Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah), maka berlaku
ketentuan berikut ini:
1. Tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 21, jika penghasilan sehari belum
melebihi Rp 250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah);
2. Dilakukan pemotongan PPh Pasal 21, jika penghasilan sehari sebesar atau
melebihi Rp 250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) tersebut merupakan
jumlah yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto;
3. Bila pegawai tidak tetap memperoleh penghasilan kumulatif dalam 1 (satu)
bulan kalender melebihi Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah) maka jumlah yang
dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah sebesar PTKP yang
sebenarnya;
4. Bila pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas tersebut mengikuti program
jaminan atau tunjangan hari tua, maka iuran yang dibayar sendiri dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto.
Tarif pemotongan pajak atas penghasilan dijelaskan pada Pasal 17 ayat (1)
huruf a. Tarif berikut berlaku pada Wajib Pajak yang memiliki Nomor Pokok
Wajib Pajak (NPWP):
1. Tarif Wajib Pajak dengan penghasilan tahunan sampai dengan Rp50.000.000,adalah 5%

20

2. Tarif Wajib Pajak dengan penghasilan tahunan di atas Rp 50.000.000,- sampai
dengan Rp250.000.000,- adalah 15%
3. Tarif Wajib Pajak dengan penghasilan tahunan di atas Rp 250.000.000,sampai dengan Rp500.000.000,- adalah 25%
4. Tarif Wajib Pajak dengan penghasilan tahunan di atas Rp 500.000.000,adalah 30%
5. Untuk Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP, dikenai tarif 20% lebih tinggi
dari mereka yang memiliki NPWP.
2.2.4. Pengertian, Fungsi dan Jenis Surat Pemberitahuan (SPT)
Menurut UU No. 28 tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas UndangUndang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan dikutip dari buku Perpajakan Indonesia karangan Waluyo (2011:31),
menyatakan bahwa:
“Surat Pemberitahuan/SPT adalah: surat yang oleh Wajib Pajak digunakan
untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak
dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan.”
Menurut Mardiasmo (2011: 31), Fungsi Surat Pemberitahuan bagi Wajib
Pajak Pajak Penghasilan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan
mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terhutang
dan untuk melaporkan tentang:
1. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan atau
melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 (satu) tahun pajak
atau bagian tahun pajak.
2. Penghasilan yang merupakan objek pajak dan atau bukan objek pajak.

21

3. Harta dan Kewajiban.
4. Pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau
pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam 1 (satu) Masa Pajak,
yang ditentukan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
Bagi PKP adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan
Atas Barang Mewah yang sebenarnya terutang. Bagi pemotong atau pemungut
pajak adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan
pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkannya.
Dilihat dari pelaporannya, SPT dapat dibedakan menjadi SPT Masa
dan SPT Tahunan dikutip dari buku Perpajakan karangan Thomas (2010:35),
menyatakan bahwa:
Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu
masa pajak, seperti :
a. SPT masa PPh Pasal 4(2)
b. SPT masa PPh Pasal 15
c. SPT masa PPh Pasal 21/26
d. SPT masa PPh Pasal 23/26
e. SPT masa PPh Pasal 25
f. SPT masa PPN dan PPnBM
g. SPT masa PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah bagi Pemungut.
5. Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun
Pajak atau Bagian Tahun Pajak, seperti :

22

a. SPT Tahunan PPh Orang Pribadi yang melakukan pekerjaan bebas atau
kegiatan usaha (1770)
b. SPT Tahunan PPh Orang Pribadi yang memberitahukan perpanjangan
jangka waktu pelaporan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi
(1770 Y)
c. SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Karyawan yang tidak melakukan
pekerjaan bebas atau kegiatan usaha tetapi menerima penghasilan dari satu
pemberi kerja; menerima penghasilan dalam negeri lainnya dan menerima
penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan bersifat Final (1770S)
d. SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Karyawan yang tidak melakukan
pekerjaan bebas atau kegiatan usaha yang penghasilan brutonya tidak
melebihi Rp. 60 juta per tahun (1770SS) sesuai dengan SE-21/PJ./2009
dan PP 07/PJ./2009
e. SPT Tahunan PPh Wajib pajak(1771)
f. SPT Tahunan PPh Wajib pajakyang diizinkan untuk menyelenggarakan
pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata uang dolar Amerika Serikat
(1771$)
g. SPT Tahunan PPh Wajib pajak yang mengajukan pemberitahuan
perpanjangan jangka waktu pelaporan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak
(1771Y)
Batas waktu pelaporan SPT menurut Mardiasmo (2011:35) diatur
sebagai berikut:

23

a. Surat Pemberitahuan Masa, paling lama 20 (dua puluh) hari setelah akhir
Masa Pajak. Khusus untuk Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan
Nilai disampaikan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya
masa pajak.
b. Untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak
Orang Pribadi, paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak atau
c. Untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak
Badan, paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak.
2.2.5. Sanksi Terlambat/Lapor Surat Pemberitahuan (SPT)
1. Apabila SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan
atau batas waktu perpanjangan pelaporan SPT Tahunan maka akan dikenai
sanksi administrative berupa denda sebesar Rp. 1.000.000 untuk SPT Tahunan
Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan.
2. Wajib Pajak karena kealpaan tidak melaporkan SPT Tahunan atau melaporkan
SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan
yang tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan
Negara tidak dikenakan sanksi pidana apabila dilakukan pertama kali oleh
Wajib Pajak dan Wajib Pajak tersebut wajib melunas kenaikan 200% dari
jumlah yang kurang dibayar.
3. Wajib Pajak dengan sengaja tidak melaporkan SPT sehingga menimbulkan
kerugian pada pendapatan Negara dipidana paling singkat 6 (enam) bulan
penjara dan paling lama 6 (enam) tahun penjara dan denda paling sedikit dua
kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang bayar dan paling banyak 4

24

(empat) kali jumlah pajak yang terutang yang tidak atau kurang bayar.
Perundang-undangan

yang

berhubungan

dengan

perpajakan

terus

disempurnakan agar pajak dapat lebih diterima oleh masyarakat. Kepatuhan
membayar pajak pada Wajib Pajak PPh Pasal 25 didasarkan pada kepatuhan
pelaporan SPT Tahunan. Berdasarkan Undang-undang Perpajakan No. 36
Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan, Pajak Penghasilan Pasal 25
merupakan besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus
dibayar sendiri oleh Wajib Pajak Badan. Penanganan angsuran pembayaran
pajak dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Departemen Keuangan
dan Pelaksanaannya ditingkat daerah dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak
(KPP). Aparat Pajak (DJP atau KPP) bertugas memonitor dan mengendalikan
pembayaran pajak dengan sistem administasi perpajakan yang diharapkan
dapat dilaksanakan dengan sistematis, terkendali, sederhana dan mudah
dimengerti oleh anggota masyarakat Wajib Pajak Badan. Selain itu
memberikan informasi kepada masyarakat maupun Wajib Pajak mengenai
kemudahan pelaporan pajak.
2.2.6. Pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT)
Terhadap SPT yang telah diisi selanjutnya Wajib Pajak melaporkan SPT
tersebut ke Kantor Pajak atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jendral
Pajak, dapat dilakukan:
1.

Secara langsung

2.

Melalui pos dengan bukti pengiriman surat;atau

3.

Cara lain

25

Pelaporan SPT cara lain ini dilakukan:
a.

Melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir (perusahaan yang
berbentuk badan hukum yang memberikan jasa pengiriman surat jenis
tertentu termasuk pengiriman SPT ke Direktorat Jendral Pajak) dengan
bukti pengiriman surat; atau

b.

E-Filling melalui ASP (Application Service Provider )

ASP atau penyedia jasa aplikasi ini sebagai perusahaan penyedia jasa
aplikasi yang telah ditunjuk dengan Keputusan Direktur Jendral Pajak
sebagai perusahaan yang dapat menyalurkan pelaporan SPT atau
pemberitahuan perpanjangan SPT Tahunan secara elektronik ke
Direktorat Jendral Pajak.
Setiap SPT yang disampaikan oleh Wajib Pajak diperlukan tanda
penerimaan surat (tanda terima) atau bukti penerimaan SPT, tetapi juga mengikuti
cara pelaporan SPT. Terhadap SPT yang disampaikan:
1. Secara langsung, akan diberikan tanda penerimaan surat melalui Tempat
Pelayanan Terpadu (TPT) Kantor Pelayanan Pajak
2. Melalui pos dengan bukti pengiriman surat itulah
2.2.7. Perlawanan Terhadap Pajak
Betapa pentingnya peran masyarakat untuk membayar pajak dalam peran
sertanya menanggung pembiayaan Negara, maka dituntut kesadaran warga negara
untuk memenuhi kewajiban kenegaraan. Terlepas dari kesadaran sebagai warga
negara, pada sebagian besar masyarakat tidak memenuhi kewajiban membayar
pajak. Dalam hal demikian timbul perlawanan terhadap pajak.

26

Perlawanan terhadap pajak dapat dibedakan menjadi perlawanan pasif dan
perlawanan aktif. Thomas (2010:8) membagi bahasan sebagai berikut:
1. Perlawanan pasif
Perlawanan pasif berupa hambatan yang mempersulit pemungutan pajak dan
mempunyai hubungan erat dengan struktur ekonomi. Contoh: Wajib Pajak
dituntut untuk menghitung sendiri pendapatan nettonya. Untuk itu diperlukan
adanya pembukuan. Namun, menghitung pendapatan netto akan sangat sulit
dilakukan oleh masyarakat agraris. Selain karena pencatatan pendapatan yang
akurat sulit dilakukan, mereka juga tidak mampu melakukan pembukuan,
sehingga pembayaran pajaknya lebih kecil daripada seharusnya.
2. Perlawanan Aktif
Perlawanan aktif adalah semua usaha dan perbuatan yang secara langsung
ditujukan kepada pemerintah (fiskus) dengan tujuan untuk menghindari pajak.
Ada 3 cara perlawanan aktif terhadap pajak, yaitu: Penghindaran Pajak (Tax
Avoidance), Pengelakan Pajak (Tax Evasion), Melalaikan Pajak.
a.

Penghindaran Pajak (Tax Avoidance)
Penghindaran pajak terjadi sebelum SKP keluar. Dalam penghindaran
pajak ini, Wajib Pajak tidak secara jelas melanggar undang- undang
sekalipun kadang- kadang dengan jelas menafsirkan undang- undang tidak
sesuai dengan maksud dan tujuan pembuat undang- undang. Penghindaran
Pajak dilakukan dengan tiga cara, yaitu :

27

1) Menahan Diri
Yang dimaksud dengan menahan diri yaitu Wajib Pajak tidak
melakukan

sesuatu

yang

bisa

dikenai

pajak.

Contoh:

tidak

menggunakan mobil mewah, untuk menghindari pengenaan Pajak
Penjualan Barang Mewah, tidak mengkonsumsi minuman keras
(alkohol) untuk menghindari cukai alkohol.
2) Lokasi Terpencil
Memindahkan lokasi usaha atau domisili dari lokasi yang tarif
pajaknya tinggi ke lokasi yang tarif pajaknya rendah. Contoh: Di
Indonesia diberikan keringanan bagi investor yang ingin menanamkan
modalnya di Indonesia bagian Timur. Oleh karena itu, pengusaha yang
baru membuka usaha, atau perusahaan yang akan membuka cabang
baru. Mereka membuka cabang baru di tempat yang tarif pajaknya
lebih rendah.
b.

Pengelakan Pajak (Tax Evasion)
Hal ini merupakan pelanggaran terhadap undang- undang dengan maksud
melepaskan diri dari pajak/ mengurangi dasar penetapan pajak dengan cara
menyembunyikan sebagian dari penghasilan. Contohnya: Konsultan/
profesional bebas menyembunyikan sebagian pendapatannya, kecil
kemungkinan diketahui oleh fiskus karena dia sendiri yang mencatat
penghasilannya.

28

c.

Melalaikan Pajak
Melalaikan pajak adalah tidak melakukan kewajiban perpajakan yang
seharusnya dilakukan. Contoh: Menolak membayar pajak yang telah
ditetapkan dan menolak memenuhi formalitas- formalitas yang harus
dipenuhi oleh Wajib Pajak. Pengusaha yang telah memotong pajak
karyawannya tetapi pajak tersebut tidak disetorkan dan dilaporkan ke
Kantor Pajak.

2.2.8 Sistem Pemungutan Pajak

Sistem pemungutan pajak yang dianut oleh Indonesia berdasarkan Undangundang :

1. Official Assessment System
Official assessement system adalah suatu sistem pengenaan pajak yang
memberi wewenang kepada pemerintah (kantor pajak) untuk menentukan
besarnya pajak terutang oleh wajib pajak.
Sistem ini umumnya diterapkan terhadap jenis pajak yang melibatkan
masyarakat luas di mana masyarakat selaku subjek/wajib pajak dipandang belum
mampu untuk diserahi tanggung jawab untuk menghitung dan menetapkan pajak.
Salah satu contoh pajak yang masih menggunakan sistem ini adalah pajak
bumi dan bangunan. Pajak bumi dan bangunan yang dikenakan atas bumi dan/atau
bangunan mau tidak mau akan melibatkan masyarakat dari semua lapisan, yakni
mereka yang memiliki, menguasai, atau mengambil manfaat dari bumi dan atau
bangunan sebagai subjek pajak (wajib pajak).

29

2. Self Assessement System
Self assessement system adalah suatu sistem pengenaan pajak yang memberi
wewenang kepada wajib pajak untuk memnentukan sendiri besarnya pajak yang
terutang.
Sistem ini umumny diterapkan pada jenis pajak di mana wajib pajak
dipandang cukup mampu untuk diserahi tanggung jawab untuk menghitung dan
menetapkan utang pajak sendiri.
Salah satu contoh pajak yang masih menggunakan sistem ini adalah Pajak
penghasilan (PPn), pajak pertambahan nilai atas barang dan jasa (PPN), dan pajak
penjualan atas barang mewah (PPn.BM).
3. With Holding System
With Holding System adalah sistem pengenaan pajak yang memberi
wewenang kepada pihak ketiga (bukan pemerintah dan bukan wajib pajak yang
bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.
Dengan demikian, yang banyak melakukan tangguang jawab adalah pihak
ketiga. Hal seperti ini dapat dilihat misalnya dalam pajak penghasilan pasal 21
dimana pemberi kerja, bendaharawan pemerintah, dana pensiun dan sebagainya
yang kepadanya diserahi tanggung jawab untuk memotong pajak atas penghasilan
yang mereka bayarkan.