Mendidik dengan Kasih bukan Kekerasan
Mendidik dengan Kasih, bukan Kekerasan
FAJAR KURNIANTO
Salah satu arti dari kata “islam” menurut bahasa adalah “salamah” (kedamaian). Ini
menunjukkan bahwa Islam adalah agama damai dan harus diajarkan oleh umatnya dalam koridor
“mendamaikan”, bukan “mengacaukan.” Kedamaian menurut ajaran Islam dengan demikian
meniscayakan adanya proses yang juga “damai” dan membuat orang lain merasa “damai,”
hingga kedamaian sebagai tujuan akhirnya terwujud.
Karena itu, salah satu inti metode dalam mendidik manusia yang diajarkan Islam adalah
menghindari kekerasan. Allah SWT berfirman, “Serulah manusia ke jalan Tuhanmu dengan katakata santun dan bijaksana, isinya pesan-pesan yang baik. Jika mereka menentang, ajaklah mereka
dialog dengan cara-cara yang baik. Tuhanmu lebih tahu siapa yang sesat dari jalan-Nya dan
orang-orang yang diberi petunjuk.” (QS An-Nahl [16]: 125).
Kekerasan dalam mendidik tidak hanya bertentangan dengan pesan-pesan dan teladan
yang diajarkan Rasulullah SAW, tetapi juga dapat menimbulkan dampak-dampak lanjutan yang
negatif di kemudian hari. Suatu pengetahuan, apalagi dilanjutkan dengan contoh perilaku nyata,
jika diajarkan dalam bentuk kekerasan, berpotensi besar akan melahirkan kekerasan pula di
kemudian hari. Pendidikan kekerasan dengan kata lain mendidik manusia melakukan kekerasan
pula.
Dalam al-Quran disebutkan, para rasul utusan Allah SWT menyampaikan ajaran-ajaran
Allah SWT dengan cara-cara yang arif dan bijaksana, tanpa kekerasan sedikit pun. Karena, jika
pendidikan diajarkan dengan kekerasan, para murid akan lari menghindar, “Maka disebabkan
rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap
keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.” (QS Ali ‘Imran [3]:
159).
Pendidikan kekerasan tidak hanya dilarang dalam ruang lingkup pendidikan formal
maupun nonformal, tetapi juga dalam pergaulan sosial yang itu secara tidak langsung mendidik
manusia melalui perilaku dan ucapan. Karena itu, dalam sebuah hadis sahih disebutkan,
jangankan melakukan tindak kekerasan terhadap orang lain. Melakukan hal-hal yang berpotensi
menimbulkan terjadinya kekerasan pun dilarang. “Siapa yang menunjukkan senjata pada
saudaranya dengan maksud mengancam, maka ia akan dilaknat oleh para malaikat.” (HR
Tirmidzi dari Abu Hurairah). Logikanya, menunjukkan senjata saja dilarang, apalagi sampai
membuat kekerasan dengan senjata tersebut.
Kekerasan menurut ajaran Islam hanya diperbolehkan saat kondisi perang sedang
berkecamuk yang mengharuskan seseorang mempertahankan hidup demi membela agama Allah
SWT. “Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah
keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka.” (QS Al-Fath [48]: 29)
Jika kondisi damai, maka tidak ada alasan untuk menebarkan benih-benih kekerasan terhadap
siapapun, apalagi di dunia pendidikan yang meniscayakan interaksi langsung antara murid dan
guru begitu intens.
Ajaran Islam, sekali lagi, melarang keras tindakan kekerasan apalagi itu dilakukan di
dalam institusi pendidikan, baik formal maupun nonformal. Islam mengajarkan tata cara
penyampaian pendidikan secara damai. Dengan model pendidikan yang damai dan
mendamaikan, dalam alam pikiran dan perilaku pada murid nantinya juga akan terbentuk
karakter yang damai dan mendamaikan. Sebaliknya, jika model pendidikan menggunakan
kekerasan, alam pikiran dan perilakunya juga akan demikian. Pada gilirannya, karakter
kekerasan akan melekat pada manusia.
Dengan Kasih Sayang
Sebagai kebalikan dari pendidikan tanpa kekerasan, pendidikan harus menggunakan
perasaan dan sikap kasih sayang. Dan, memang, sebagai khalifah di atas muka bumi ini, manusia
harus mengembangkan sikap ini. Kasih sayang adalah pondasi dasar untuk mengurus bumi
dengan baik. Bumi yang tidak diurus dengan kasih sayang justru akan membuat manusia
memperoleh kemaslahatan. Yang diperoleh justru kemadharatan.
Dalam al-Quran, misalnya, Allah SWT menggambarkan bahwa orang-orang yang saling
berwasiat satu sama lain untuk saling berkasih sayang akan mendapatkan keberkahan, baik di
dunia maupun di akhirat, “Sesungguhnya, orang-orang yang beriman dan beramal saleh, yang
saling berwasiat dalam kesabaran dan kasih sayang, mereka akan mendapatkan keberkahan
hidup.” (QS Al-Balad [90]: 18).
Allah SWT juga menyatakan bahwa ia memiliki kasih sayang yang luas, “Katakanlah,
sesungguhnya Allah memiliki kasih sayang yang sangat luas. Dan, siksanya tidak akan dapat
ditolak oleh orang-orang pendosa.” (QS Al-An’am [6]: 147).
Dalam beberapa hadisnya, Rasulullah SAW juga menggambarkan betapa Allah SWT
memiliki kasih sayang yang sangat luas. “Allah menjadikan kasih sayangnya ke dalam seratus
bagian. Ia menahan yang sembilan puluh sembilan bagian. Dan, Ia menurunkan satu bagian ke
atas muka bumi. Dengan satu bagian itu, semua mahluk saling mengasihi satu sama lain. Sampai,
seekor kuda yang mengangkat perutnya demi menjaga anaknya agar tidak tertimpa badannya.”
(HR Bukhari dari Abu Hurairah).
Pada kesempatan yang lain, Rasulullah SAW mengatakan, “Kasihilah segala apa yang
ada di muka bumi ini, niscaya engkau akan dikasihi oleh mahluk-mahluk Allah di langit.” (HR
Muslim) Orang yang tidak mengasihi dan menyayangi orang lain tidak akan dikasihi oleh Allah
SWT. “Siapa yang tidak mengasihi orang lain, ia tidak akan dikasihi oleh Allah.” (HR Bukhari
dari Abu Hurairah).
Kasih sayang sangat penting dalam kehidupan umat manusia. Pergaulan hidup, termasuk
di dalamnya lingkup pendidikan formal maupun nonformal, yang dilandasi rasa kasih sayang
akan berujung pada terciptanya satu bentuk masyarakat yang aman, tenteram, dan sejahtera.
Karena, masing-masing individunya selalu menyelesaikan persoalan atas dasar kasih sayang,
bukan dengan emosi kemarahan. Segala macam konflik yang terjadi, akan dengan mudah
terselesaikan jika dilandaskan atas dasar kasih sayang.
Kasih sayang di antara umat manusia yang terwujud akan mampu membentuk ikatan
batin yang sangat kuat dan kokoh. Ini yang Rasulullah SAW katakan saat menggambarkan
pribadi-pribadi beriman yang saling mengasihi dan menyayangi satu sama lain, “Lihatlah oleh
kalian terhadap orang-orang yang beriman. Mereka saling mengasihi dan menyayangi satu sama
lain. Mereka juga saling mencinta dan bersikap lemah lembut. Semua itu menyebabkan mereka
menjadi laksana satu jasad. Jika satu bagiannya merasakan sakit, maka yang lainnya juga akan
merasakan sakit dalam bentuk gelisah dan panas dingin.” (HR Bukhari dari Nu’man bin Basyir).
Allah SWT adalah Dzat yang Maha pengasih dan Maha penyayang kepada setiap
mahluk-Nya. Sebagai pribadi beriman yang selalu taat dan patuh dengan yang Allah SWT dan
rasul-Nya ajarkan, kasih sayang adalah salah satu teladan yang harus dipraktikkan dalam
kehidupan, terkhusus dalam dunia pendidikan. Inilah pesan Islam yang berorientasi ke depan
yang begitu baik. Semoga, tidak ada kekerasan lagi di dunia pendidikan kita. Wallahu a’lam.
*Artikel ini dimuat di koran Duta Masyarakat, Sabtu 14 April 2007
FAJAR KURNIANTO
Salah satu arti dari kata “islam” menurut bahasa adalah “salamah” (kedamaian). Ini
menunjukkan bahwa Islam adalah agama damai dan harus diajarkan oleh umatnya dalam koridor
“mendamaikan”, bukan “mengacaukan.” Kedamaian menurut ajaran Islam dengan demikian
meniscayakan adanya proses yang juga “damai” dan membuat orang lain merasa “damai,”
hingga kedamaian sebagai tujuan akhirnya terwujud.
Karena itu, salah satu inti metode dalam mendidik manusia yang diajarkan Islam adalah
menghindari kekerasan. Allah SWT berfirman, “Serulah manusia ke jalan Tuhanmu dengan katakata santun dan bijaksana, isinya pesan-pesan yang baik. Jika mereka menentang, ajaklah mereka
dialog dengan cara-cara yang baik. Tuhanmu lebih tahu siapa yang sesat dari jalan-Nya dan
orang-orang yang diberi petunjuk.” (QS An-Nahl [16]: 125).
Kekerasan dalam mendidik tidak hanya bertentangan dengan pesan-pesan dan teladan
yang diajarkan Rasulullah SAW, tetapi juga dapat menimbulkan dampak-dampak lanjutan yang
negatif di kemudian hari. Suatu pengetahuan, apalagi dilanjutkan dengan contoh perilaku nyata,
jika diajarkan dalam bentuk kekerasan, berpotensi besar akan melahirkan kekerasan pula di
kemudian hari. Pendidikan kekerasan dengan kata lain mendidik manusia melakukan kekerasan
pula.
Dalam al-Quran disebutkan, para rasul utusan Allah SWT menyampaikan ajaran-ajaran
Allah SWT dengan cara-cara yang arif dan bijaksana, tanpa kekerasan sedikit pun. Karena, jika
pendidikan diajarkan dengan kekerasan, para murid akan lari menghindar, “Maka disebabkan
rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap
keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.” (QS Ali ‘Imran [3]:
159).
Pendidikan kekerasan tidak hanya dilarang dalam ruang lingkup pendidikan formal
maupun nonformal, tetapi juga dalam pergaulan sosial yang itu secara tidak langsung mendidik
manusia melalui perilaku dan ucapan. Karena itu, dalam sebuah hadis sahih disebutkan,
jangankan melakukan tindak kekerasan terhadap orang lain. Melakukan hal-hal yang berpotensi
menimbulkan terjadinya kekerasan pun dilarang. “Siapa yang menunjukkan senjata pada
saudaranya dengan maksud mengancam, maka ia akan dilaknat oleh para malaikat.” (HR
Tirmidzi dari Abu Hurairah). Logikanya, menunjukkan senjata saja dilarang, apalagi sampai
membuat kekerasan dengan senjata tersebut.
Kekerasan menurut ajaran Islam hanya diperbolehkan saat kondisi perang sedang
berkecamuk yang mengharuskan seseorang mempertahankan hidup demi membela agama Allah
SWT. “Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah
keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka.” (QS Al-Fath [48]: 29)
Jika kondisi damai, maka tidak ada alasan untuk menebarkan benih-benih kekerasan terhadap
siapapun, apalagi di dunia pendidikan yang meniscayakan interaksi langsung antara murid dan
guru begitu intens.
Ajaran Islam, sekali lagi, melarang keras tindakan kekerasan apalagi itu dilakukan di
dalam institusi pendidikan, baik formal maupun nonformal. Islam mengajarkan tata cara
penyampaian pendidikan secara damai. Dengan model pendidikan yang damai dan
mendamaikan, dalam alam pikiran dan perilaku pada murid nantinya juga akan terbentuk
karakter yang damai dan mendamaikan. Sebaliknya, jika model pendidikan menggunakan
kekerasan, alam pikiran dan perilakunya juga akan demikian. Pada gilirannya, karakter
kekerasan akan melekat pada manusia.
Dengan Kasih Sayang
Sebagai kebalikan dari pendidikan tanpa kekerasan, pendidikan harus menggunakan
perasaan dan sikap kasih sayang. Dan, memang, sebagai khalifah di atas muka bumi ini, manusia
harus mengembangkan sikap ini. Kasih sayang adalah pondasi dasar untuk mengurus bumi
dengan baik. Bumi yang tidak diurus dengan kasih sayang justru akan membuat manusia
memperoleh kemaslahatan. Yang diperoleh justru kemadharatan.
Dalam al-Quran, misalnya, Allah SWT menggambarkan bahwa orang-orang yang saling
berwasiat satu sama lain untuk saling berkasih sayang akan mendapatkan keberkahan, baik di
dunia maupun di akhirat, “Sesungguhnya, orang-orang yang beriman dan beramal saleh, yang
saling berwasiat dalam kesabaran dan kasih sayang, mereka akan mendapatkan keberkahan
hidup.” (QS Al-Balad [90]: 18).
Allah SWT juga menyatakan bahwa ia memiliki kasih sayang yang luas, “Katakanlah,
sesungguhnya Allah memiliki kasih sayang yang sangat luas. Dan, siksanya tidak akan dapat
ditolak oleh orang-orang pendosa.” (QS Al-An’am [6]: 147).
Dalam beberapa hadisnya, Rasulullah SAW juga menggambarkan betapa Allah SWT
memiliki kasih sayang yang sangat luas. “Allah menjadikan kasih sayangnya ke dalam seratus
bagian. Ia menahan yang sembilan puluh sembilan bagian. Dan, Ia menurunkan satu bagian ke
atas muka bumi. Dengan satu bagian itu, semua mahluk saling mengasihi satu sama lain. Sampai,
seekor kuda yang mengangkat perutnya demi menjaga anaknya agar tidak tertimpa badannya.”
(HR Bukhari dari Abu Hurairah).
Pada kesempatan yang lain, Rasulullah SAW mengatakan, “Kasihilah segala apa yang
ada di muka bumi ini, niscaya engkau akan dikasihi oleh mahluk-mahluk Allah di langit.” (HR
Muslim) Orang yang tidak mengasihi dan menyayangi orang lain tidak akan dikasihi oleh Allah
SWT. “Siapa yang tidak mengasihi orang lain, ia tidak akan dikasihi oleh Allah.” (HR Bukhari
dari Abu Hurairah).
Kasih sayang sangat penting dalam kehidupan umat manusia. Pergaulan hidup, termasuk
di dalamnya lingkup pendidikan formal maupun nonformal, yang dilandasi rasa kasih sayang
akan berujung pada terciptanya satu bentuk masyarakat yang aman, tenteram, dan sejahtera.
Karena, masing-masing individunya selalu menyelesaikan persoalan atas dasar kasih sayang,
bukan dengan emosi kemarahan. Segala macam konflik yang terjadi, akan dengan mudah
terselesaikan jika dilandaskan atas dasar kasih sayang.
Kasih sayang di antara umat manusia yang terwujud akan mampu membentuk ikatan
batin yang sangat kuat dan kokoh. Ini yang Rasulullah SAW katakan saat menggambarkan
pribadi-pribadi beriman yang saling mengasihi dan menyayangi satu sama lain, “Lihatlah oleh
kalian terhadap orang-orang yang beriman. Mereka saling mengasihi dan menyayangi satu sama
lain. Mereka juga saling mencinta dan bersikap lemah lembut. Semua itu menyebabkan mereka
menjadi laksana satu jasad. Jika satu bagiannya merasakan sakit, maka yang lainnya juga akan
merasakan sakit dalam bentuk gelisah dan panas dingin.” (HR Bukhari dari Nu’man bin Basyir).
Allah SWT adalah Dzat yang Maha pengasih dan Maha penyayang kepada setiap
mahluk-Nya. Sebagai pribadi beriman yang selalu taat dan patuh dengan yang Allah SWT dan
rasul-Nya ajarkan, kasih sayang adalah salah satu teladan yang harus dipraktikkan dalam
kehidupan, terkhusus dalam dunia pendidikan. Inilah pesan Islam yang berorientasi ke depan
yang begitu baik. Semoga, tidak ada kekerasan lagi di dunia pendidikan kita. Wallahu a’lam.
*Artikel ini dimuat di koran Duta Masyarakat, Sabtu 14 April 2007