FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT
PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG CATHETERASSOCIATED URINARY TRACT INFECTIONS
DI INTENSIVE CARE UNIT

SKRIPSI
“Untuk memenuhi Persyaratan mencapai Sarjana Keperawatan”

Oleh
TRIARINI WARAWIRASMI
NIM 22020110120041

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG, JULI 2014

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT
PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG CATHETERASSOCIATED URINARY TRACT INFECTIONS
DI INTENSIVE CARE UNIT

SKRIPSI

“Untuk memenuhi Persyaratan mencapai Sarjana Keperawatan”

Oleh
TRIARINI WARAWIRASMI
NIM 22020110120041

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG, JULI 2014

2

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang saya susun adalah hasil
karya sendiri. Tidak ada karya ilmiah atau sejenisnya yang diajukan untuk
memperoleh gelar kesarjanaan atau sejenisnya di Perguruan Tinggi manapun
seperti karya ilmiah yang saya susun.
Sepengetahuan saya juga, tidak terdapat karya ilmiah atau pendapat yang

pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu
dalam naskah karya ilmiah yang saya susun ini dan disebutkan dalam daftar
pustaka.
Apabila pernyataan tersebut terbukti tidak benar maka saya bersedia
menerima sanksi sesuai dengan ketentuan akademik yang berlaku.

`

Semarang, Juli 2014

Triarini Warawirasmi
NIM 22020110120041

3

SURAT PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
Yang bertanda tangan dibawah ini, saya:
Nama
NIM
Fakultas/Jurusan

Judul

:
:
:
:

Triarini Warawirasmi
22020110120041
Kedokteran / Ilmu Keperawatan
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengetahuan
Perawat

tentang

Catheter-Associated

Urinary

Tract


Infections di Intensive Care Unit
Dengan ini menyatakan bahwa saya menyutujui untuk :
1.

Memberikan hak bebas royalti kepada Perpustakaan Jurusan Keperawatan Undip

2.

atas penulisan karya ilmiah saya, demi pengembangan ilmu pengetahuan.
Memberikan hak menyimpan, mengalih mediakan/mengalih formatkan,
mengelola dalam bentuk pangkalan data (data base), mendistribusikannya, serta
menampilkannya dalam bentuk soft copy untuk kepentingan akademik kepada
Perpustakaan Jurusan Keperawatan Undip, tanpa perlu minta ijin dari saya selama

3.

tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta.
Bersedia dan menjamin untuk mananggung secara pribadi tanpa melibatkan pihak
Perpustakaan Jurusan Keperawatan Undip dari semua bentuk tuntutan hukum

yang timbul atas pelanggaran hak cipta dalam karya ilmiah ini.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan semoga dapat digunakan
sebagaimana semestinya.
Semarang, 17 September 2014
Yang Menyatakan,

Triarini Warawirasmi

4

PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya:
Nama
NIM
Fakultas/Jurusan
No. HP/Telephone
Judul


:
:
:
:
:

Triarini Warawirasmi
22020110120041
Kedokteran / Jurusan Keperawatan
08562621739
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Tingkat

Pengetahuan Perawat tentang Catheter-Associated
Urinary Tract Infections di Intensive Care Unit
Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penelitian saya yang
berjudul " Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengetahuan Perawat
tentang Catheter-Associated Urinary Tract Infections di Intensive Care Unit "
bebas dari plagiarisme dan bukan hasil karya orang lain.

Apablia dikemudian hari ditemukan seluruh atau sebagian dari penelitian dan
karya ilmiah dari hasil-hasil tersebut terdapat indikasi plagiarisme, saya bersedia
menerima sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Demikian pernyataan ini dibuat dalam keadaan sadar tanpa unsur paksaan dari
siapapun.
Semarang, 17 September 2014
Yang membuat peryataan,

Triarini Warawirasmi

HALAMAN PERSETUJUAN

5

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa
Riset Keperawatan yang berjudul :

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PENGETAHUAN
PERAWAT TENTANG CATHETER-ASSOCIATED URINARY TRACT
INFECTIONS DI INTENSIVE CARE UNIT


Dipersiapkan dan disusun oleh :
Nama : Triarini Warawirasmi
NIM

: 22020110120041

Telah disetujui untuk dapat dipertahankan dihadapan Tim Penguji

Pembimbing,

Ns. Reni Sulung Utami, S.Kep. M.Sc
NIP 198212312008122001

6

HALAMAN PENGESAHAN
Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa
Skripsi yang berjudul :
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PENGETAHUAN

PERAWAT TENTANG CATHETER-ASSOCIATED URINARY TRACT
INFECTIONS DI INTENSIVE CARE UNIT
Dipersiapkan dan disusun oleh :
Nama : Triarini Warawirasmi
NIM

: 22020110120041

Telah diuji pada tanggal 4 Juli 2014 dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk
mendapatkan gelar sarjana keperawatan
Penguji 1

Ns. Nana Rochana, S.Kep.,MN
NIK 201307111040
Penguji 2

Ns. Henni Kusuma, S.Kep.,M.Kep.,Sp.Kep.M.B
NIK 201209111039
Penguji 3


Ns. Reni Sulung Utami, S.Kep.,M.Sc
NIP 198212312008122001

7

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat, hidayah, dan
karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Tingkat Pegetahuan Perawat tentang Catheter-Associated Urinary Tract
Infections di Intensive Care Unit” ini dapat terselesaikan dengan baik. Tak lupa
penulis sampaikan rasa terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
memberikan bantuan dan perhatian baik secara langsung maupun tidak langsung
dalam proses penyelesaian skripsi ini. Secara khusus, penulis menyampaikan
terima kasih kepada:
1. Ibu Wahyu Hidayati, S.Kp., M.Kep., Sp. KMB selaku ketua Program Studi
Ilmu Keperawatan Universitas Diponegoro.
2. Ibu Ns. Reni Sulung Utami, S.Kep., MSc., sebagai pembimbing, atas segala
bimbingan, saran, dan semangat yang diberikan selama proses penyusunan
proposal penelitian ini.

3. Ibu Ns. Nana Rochana, S.Kep., MN dan Ibu Ns. Henni Kusuma, S.Kep.,
M.Kep., Sp.Kep.M.B selaku penguji skripsi.
4. Orang tua saya, Bapak Munhamir dan Ibu Yekti Puspalanti atas doa yang tulus
dan sebagai motivasi terbesar saya untuk terus belajar.
5. Kakak-kakak dan adik tercinta, Werdha Candratrilaksita, Dwisa Wukir
Hernusada, dan Acha Nadifah Azzahra atas perhatian, doa, dan dukungan yang
tidak ternilai harganya.
6. Rahmat Hidayat atas dukungan dan perhatian yang selalu diberikan.

8

7. Yudea Atalia, Rara Shizuka, Hayu Naafi Hidayanti, dan Henricha Evalina
Sinaga sebagai sahabat terbaik yang selalu memberikan warna dalam hidup
saya.
8. Sahabat penghuni “Wisma L”, Ela, Indah, Eno, Danny, Intan, Dini, Dian,
Cindy, Ricka yang selalu memberikan semangat positif setiap harinya.
9. Farida Maera Rosita, Anita N. Fauziah, Norma Anggelina, Layar Mutiara, dan
Arniati

Dwikatsari

atas

diskusi

dan

kebersamaan

selama

proses

pembimbingan dan penyusunan skripsi.
10. Sahabat Alifah Anggun Pratiwi atas bantuan yang diberikan selama penelitian.
11. Teman-teman seperjuangan A.10.1 yang banyak memberi semangat dan tawa.
Penulis menyadari karena keterbatasan dan kemampuan yang dimiliki, masih
terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, kritik
dan saran serta masukan berbagai pihak sangat diharapkan. Peneliti berharap
semoga penelitian ini kelak dapat bermanfaat bagi kita semua.

Semarang, Juli 2014
Penulis

9

DAFTAR ISI

HALAMAN

i

SAMPUL....................................................................................

ii

HALAMAN JUDUL....................................................................................... iii
SURAT PERNYATAAN................................................................................

iv

SURAT PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH.........................

v

PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME................................................... vi
HALAMAN

vii

PERSETUJUAN........................................................................

viii

HALAMAN

PENGESAHAN... x

……………………………………………..

xiv

KATA PENGANTAR..................................................................................... xv
DAFTAR

xvii

ISI....................................................................................................

xviii

DAFTAR GAMBAR...................................................................................... i
DAFTAR TABEL............................................................................................ xix
DAFTAR SINGKATAN................................................................................. xx
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................... 1
ABSTRAK………………………………………...…………………...

1

……..

5

ABSTRACT……………………………………………………………..

6

……

7

10

BAB

I 9

PENDAHULUAN……………………………………………………
A. Latar

9

Belakang

Masalah....................................................................
B. Perumusan
Masalah..........................................................................
C. Tujuan Penelitian..............................................................................
D. Manfaat
Penelitian............................................................................
BAB

II

TINJAUAN

PUSTAKA…………………………………………….
A. Tinjauan
Teori...................................................................................
1. Catheter-Associated Urinary Tract Infections (CAUTI) 9
……….

11

a. Definisi……………………………………......................

12

b. Patogenesis...……………..…………………………........

13

c. Manifestasi Klinis…………...……………………………. 14
d. Faktor Risiko……………….…………...………………...

17

e. Pencegahan CAUTI…………………………..…………... 28
2. Pengetahuan……………………………………….................

28

a. Definisi……………………………………………….…… 29
b. Proses Adopsi Perilaku…….…………………………..…. 30
c. Tingkatan Pengetahuan…………………………………… 32

11

d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengetahuan.. 34
e. Sumber Pengetahuan Keperawatan………...………….….

35

3. Penelitian Terkait………………………………………...…… 38
B. Kerangka Teori.......................................................................

39

C. Kerangka Konsep....................................................................

39

D. Hipotesis……………………….………………………………….. 40
BAB III METODOLOGI PENELITIAN...............................................

40

A. Jenis dan Rancangan Penelitian.................................................

41

B. Populasi Penelitian..................................................................

41

C. Sampel Penelitian...................................................................

42

D. Tempat dan Waktu Penelitian...................................................

43

E. Variabel Penelitian………………...……………….....................

46

F. Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data...............................
1. Alat

46

Penelitian.............................................................................

48

2. Uji Validitas dan Reliabilitas...................................................... 53
3. Metode

Pengumpulan 55

Data.........................................................

59

G. Teknik Pengolahan dan Analisa Data............................................... 61
H. Etika

61

Penelitian.................................................................................
BAB

IV

HASIL 65

PENELITIAN……………………………………………..
A. Analisa

61

67

Univariat…………………………………….…………. 67

12


1. Karakteristik Responden…………………...…………………. 68
2. Tingkat Pengetahuan Perawat tentang CAUTI….…………….
B. Analisa

Bivariat…………………………………………….. 68

……...

69

1. Hubungan antara Usia dengan Tingkat Pengetahuan……..
……

70

2. Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Tingkat 70
Pengetahuan…………………………………………..

78

………..
3. Hubungan

antara

Lama

Bekerja

dengan

Tingkat 80

Pengetahuan…………………………………………………...
.

82

4. Hubungan antara Kepemilikan Sertifikat dengan Tingkat
Pengetahuan…….

84

……………………………………………...
BAB

V 86

PEMBAHASAN……………………………………………………..
A. Gambaran

Karakteristik

Demografi

87

Responden……………. 90

……..

90

B. Gambaran Tingkat Pengetahuan Perawat tentang CAUTI…. 91
……..
C. Hubungan Antara Usia dengan Tingkat Pengetahuan tentang

13

CAUTI………………………….……………...……………..
……
D. Hubungan

Antara

Pengetahuan

Tingkat
tentang

Pendidikan

dengan

Tingkat

CAUTI…………………...

……………….....
E. Hubungan Antara Lama Bekerja dengan Tingkat Pengetahuan
tentang

CAUTI…….

……………………………………………….
F. Hubungan Antara Kepemilikan Sertifikat

dengan Tingkat

Pengetahuan tentang CAUTI…...…………………………………
G. Keterbatasan Penelitian………………………….………………...
BAB

VI

KESIMPULAN

DAN

SARAN…………………………………….
A. Kesimpulan…………………………………...……………………
B. Saran……………………………….………………………………
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

14

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Judul Gambar

Halaman

Gambar
1
2

Kerangka Teori
Kerangka Konsep

38
39

15

DAFTAR TABEL

Nomor

Judul Tabel

Halaman

Tabel
3.1

Definisi Operasional Penelitian

44

3.2

Tingkat Reliabilitas Berdasarkan Nilai Alpha

52

3.3

Hasil Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov

57

4.1

Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Responden di

61

ICU dan ICVCU RSUD Dr. Moewardi Surakarta
4.2

Distribusi Frekuensi Usia Responden di ICU dan

62

ICVCU RSUD Dr. Moewardi Surakarta
4.3

Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan Responden

62

di ICU dan ICVCU RSUD Dr. Moewardi Surakarta
4.4

Distribusi Frekuensi Lama Bekerja Responden di

63

ICU dan ICVCU RSUD Dr. Moewardi Surakarta
4.5

Distribusi Frekuensi Jabatan Responden di ICU dan

63

ICVCU RSUD Dr. Moewardi Surakarta
4.6

Distribusi Frekuensi Kepemilikan Sertifikat terkait

64

Infeksi Nosokomial maupun Perawatan Intensif
Responden di ICU dan ICVCU RSUD Dr.
Moewardi Surakarta
4.7

Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Perawat
tentang CAUTI di ICU dan ICVCU RSUD Dr.

16

64

Moewardi Surakarta
4.8

Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Perawat
tentang

CAUTI

Berdasarkan

65

Karakteristik

Responden di ICU dan ICVCU RSUD Dr.
Moewardi Surakarta
4.9

Hubungan antara Usia dengan Tingkat Pengetahuan

66

Perawat tentang CAUTI di ICU dan ICVCU RSUD
Dr. Moewardi Surakarta
4.10

Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan

67

Tingkat Pengetahuan Perawat tentang CAUTI di
ICU dan ICVCU RSUD Dr. Moewardi Surakarta
4.11

Hubungan antara Lama Bekerja dengan Tingkat

67

Pengetahuan Perawat tentang CAUTI di ICU dan
ICVCU RSUD Dr. Moewardi Surakarta
4.12

Hubungan antara Kepemilikan Sertifikat terkait
Infeksi Nosokomial maupun Perawatan Intensif
dengan Tingkat Pengetahuan Perawat tentang
CAUTI di ICU dan ICVCU RSUD Dr. Moewardi
Surakarta

DAFTAR SINGKATAN

17

68

ARDS
CAUTI
CLAB
GAG
ICU
ILO
IN
INICC
ISK
UTI
VAP
WHO

Acute Respiratory Distress Syndrome
Catheter-Associated Urinary Tract Infection
Central Line-Associated Bloodstream Infection
Glikosaminoglikan
Intensive Care Unit
Infeksi Luka Operasi
Infeksi Nosokomial
International Nosocomial Infection Control Consortium
Infeksi Saluran Kemih
Urinary Tract Infection
Ventilator-Associated Pneumonia
World Health Organization

18

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor
Lampiran
1
2

Keterangan
Waktu Pelaksanaan Penelitian
Permohonan Ijin Pengkajian Data Awal Proposal

3

Penelitian
Permohonan Uji Expert Kuesioner Penelitian

4

Permohonan

Uji

Validitas

dan

Reliabilitas

Kuesioner Penelitian
5

Perijinan Uji Validitas Kuesioner Penelitian

6

Hasil Uji Validitas Instrumen Penelitian

7

Hasil Reliabilitas Instrumen Penelitian

8

Ethical Clearance

9

Permohonan Ijin Penelitian

10

Pengantar Penelitian

11

Permohonan Penelitian

12

Lembar Persetujuan Menjadi Responden

13

Kuesioner Penelitian

14

Hasil SPSS Penelitian

19

Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro
Semarang, Juli 2014

ABSTRAK
Triarini Warawirasmi
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengetahuan Perawat tentang
Catheter-Associated Urinary Tract Infections di Intensive Care Unit
Catheter-Associated Urinary Tract Infections (CAUTI) merupakan salah satu bentuk
infeksi yang berkaitan dengan pemakaian kateter yang dapat meningkatkan angka
kematian, perpanjangan waktu rawat di rumah sakit, dan peningkatan biaya yang
dikeluarkan selama perawatan. Tingkat pengetahuan perawat terkait CAUTI dapat
mempengaruhi sikap perawat dalam pencegahan CAUTI.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat
pengetahuan perawat tentang Catheter-Associated Urinary Tract Infections (CAUTI).
Penelitian ini menggunakan metode cross-sectional dan teknik pengambilan sampel
dengan total sampling. Total responden berjumlah 52 perawat.
Hasil penelitian menunjukkan prosentase terbanyak adalah responden berjenis kelamin
wanita (73,1%), memasuki usia dewasa awal (71,2%), berpendidikan DIII Keperawatan
(53,8%), memiliki masa kerja >10 tahun (38,5%), bekerja sebagai perawat pelaksana
(73,1%), dan memiliki sertifikat pelatihan (51,9%). Responden yang memiliki
pengetahuan baik yaitu sebanyak 27 responden (51,9%) dan 25 responden (48,1%)
memiliki pengetahuan kurang. Hasil uji chi square diperoleh faktor yang berpengaruh
terhadap tingkat pengetahuan perawat tentang CAUTI adalah lama bekerja (p
value=0,003). Sedangkan, faktor yang tidak memiliki pengaruh adalah usia (p
value=0,020), tingkat pendidikan (p value=0,416), dan kepemilikan sertifikat (p
value=0,262).

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden memiliki pengetahuan baik
tentang CAUTI. Lama bekerja dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan responden
tentang CAUTI. Berdasarkan hasil tersebut diharapkan setiap perawat untuk senantiasa
meningkatkan pengetahuan tentang CAUTI, baik melalui pelatihan, workshop, atau
seminar.
Kata Kunci: CAUTI, pengetahuan perawat, faktor yang mempengaruhi

20

School of Nursing
Faculty of Medicine
Diponegoro University
Semarang, July 2014
ABSTRACT
Triarini Warawirasmi
Factors Affecting Nurses Knowledge Level about Catheter-Associated
Urinary Tract Infections in Intensive Care Units
Catheter-Associated Urinary Tract Infections (CAUTI) is one form of infection
associated with the use of catheters that can increase mortality, extra time of
hospital stay, and costs incurred during treatment. Therefore, the level of nurses'
knowledge related to CAUTI may affect attitudes of nurses in the prevention of
CAUTI.
This study aims to determine the factors that may affect the level of nurses'
knowledge about Catheter-Associated Urinary Tract Infections (CAUTI). This
study uses cross-sectional method and total sampling techniques. Total of
respondent are 52 nurses.
The results showed that the highest percentage of respondents were female
(73.1%), early adulthood (71.2%), Diploma degree (53.8%), have length of work
> 10 years (38.5%), working as nurses associate (73.1%), and have a certificate of
training (51.9%). There were 27 respondents (51.9%) who have a good
knowledge and 25 respondents (48.1%) have less knowledge. Factors that affect
the level of nurses' knowledge is working experience (p value = 0.003).
Meanwhile, there is no influence of age (p value = 0.020), education level (p
value = 0.416), and a certificate of ownership (p value = 0.262) with the level of
nurses' knowledge about CAUTI.
In conclusion, the majority of critical nurse in Moewardi Hospital had a good
knowledge of CAUTI. Working experience affect the level of knowledge. It is
recommended for nurses to continuously increase the knowledge of CAUTI for
the better, either through training, workshops, or seminars.
Keywords: CAUTI, nurses' knowledge, factors that affect

21

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu bagian dari rumah sakit yang
mandiri, dengan staf dan perlengkapan yang khusus ditujukan untuk
observasi perawatan dan terapi pasien-pasien yang menderita penyakit akut,
cedera atau penyulit-penyulit yang mengancam nyawa atau potensial
mengancam nyawa dengan prognosis dubia yang diharapkan masih
reversible.1 Pasien-pasien kritis dengan sakit berat atau dengan kondisi medis
tidak stabil yang memerlukan pemantauan kontinu serta pengelolaan fungsi
sistem organ tubuh secara terkoordinasi akan mendapatkan perawatan total di
ICU.1,2
Kelompok pasien dalam ICU perlu dipantau secara khusus untuk
mengevaluasi dan menjaga kestabilan kondisi kesehatannya secara periodik,
dimana pemantauan tersebut harus didasarkan pada pelayanan yang
profesional dan berkualitas dengan mengedepankan keselamatan pasien,
sehingga setiap perawatan yang diberikan harus menjunjung tinggi prinsipprinsip sterilitas.1 Pemantauan yang dilakukan antara lain adalah pemantauan
dari fungsi miksi, yaitu memantau pengeluaran urin setiap jam serta
menentukan perubahan jumlah urin sisa dalam kandung kemih setelah pasien

1

2

buang air kecil. Pemantauan fungsi miksi tersebut dilakukan dengan
menggunakan kateter mengingat kondisi pasien ICU dengan bedrest total.3
Kateterisasi perkemihan adalah tindakan memasukkan selang karet atau
plastik melalui uretra ke dalam kandung kemih untuk mengeluarkan air
kemih yang terdapat di dalamnya.4 Tindakan ini harus dilakukan
menggunakan prinsip steril karena terdapat resiko bahaya masuknya
mikroorganisme ke dalam kandung kemih.5 Pemasangan kateter akan
menurunkan sebagian besar daya tahan pada saluran kemih bagian bawah
dengan menyumbat saluran di sekeliling uretra, mengiritasi mukosa kandung
kemih dan menimbulkan jalur masuknya kuman ke dalam kandung kemih
yang dapat menyebabkan urinary tract infection (UTI).3
Urinary tract infection pasca kateterisasi merupakan salah satu bentuk
infeksi nosokomial yang berkaitan dengan pemakaian kateter dan sistem
drainase kemih atau prosedur atau peralatan urologis lainnya. Kurang lebih
80% UTI nosokomial disebabkan oleh penggunaan kateter uretra. 6,7 Hal ini
dapat menimbulkan tanda dan gejala pada pasien, seperti demam, nafsu
makan menurun, kencing tidak lancar, jumlah koloni bakteri dalam kultur
urin menunjukkan 100.000 CFU /mL atau lebih, adanya leukosit, yeast, dan
pertumbuhan jamur pada preparat sampel urin.8–10 Kejadian UTI terkait
kateterisasi pada pasien rawat inap tersebut juga dapat meningkatkan angka
kematian secara substansial, hal ini terkait dengan terjadinya urosepsis.7,11,12
Selain itu, kejadian tersebut bertanggungjawab atas 10-15% perpanjangan

3

waktu rawat di rumah sakit, dimana hal tersebut berkaitan dengan
peningkatan biaya yang dikeluarkan selama perawatan.9,11,13
Infeksi saluran kemih

masih merupakan masalah umum di dalam

praktik pelayanan kesehatan, baik di rumah sakit maupun di luar rumah sakit.
International Nosocomial Infection Control Consortium (INICC) melaporkan
bahwa pada tahun 2004-2009, tingkat infeksi saluran kemih terkait dengan
penggunaan kateter (CAUTI) adalah 6,3% dalam 1000 penggunaan kateter
per hari. Tingkat terjadinya UTI tersebut merupakan urutan ketiga setelah
tingkat terjadinya pneumonia terkait ventilator (VAP) dan infeksi aliran darah
(CLAB) di 36 negara di benua Amerika Latin, Asia, Afrika, dan Eropa.14
Tingginya infeksi setelah pemasangan kateter dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu lamanya penggunaan kateter; jenis kelamin, pada wanita
mempunyai resiko yang lebih besar daripada pria karena uretra wanita lebih
pendek dan lebih dekat dengan rektal; usia, lansia dan anak-anak beresiko
lebih besar; penyakit yang telah ada; dan penggunaan antibiotik dalam jangka
waktu panjang. Hal tersebut juga dapat sebagai akibat dari kurangnya
pengontrolan dan praktik perawatan dalam pemeliharaan kateter pada
penderita yang memerlukan pemasangan kateter yang lama.6,15–18 Prosentase
kejadian infeksi nosokomial saluran kemih pada responden yang terpasang
dower kateter dan dilakukan perawatan kateter yang kurang, lebih besar
dibandingkan dengan responden yang dilakukan perawatan dengan kualitas
yang cukup dan baik.19

4

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di sebuah rumah sakit di Kota
Semarang, diperoleh hasil bahwa kejadian infeksi nosokomial saluran kemih
masih ditemukan pada kualitas perawatan kateter yang baik, yaitu sebesar
22,22%. Sedangkan, pada tingkat kualitas perawatan kateter cukup, angka
kejadian infeksi sedikit lebih tinggi 4,45%, yaitu sebesar 26,67%. Angka ini
semakin meningkat mencapai tiga kali lipat (83,33%) pada tingkat kualitas
perawatan kateter yang kurang.19 Dari hasil penelitian tersebut, dapat
disimpulkan bahwa kualitas perawatan kateter berpengaruh terhadap kejadian
infeksi saluran kemih pada pasien yang terpasang kateter. Data PPI sebuah
rumah sakit di Kota Semarang pada tahun 2012 juga menunjukkan angka
kejadian UTI berada pada urutan kedua terbanyak setelah infeksi luka operasi
(7,56%), yaitu sebesar 6,25%.
Peran perawat dalam pencegahan CAUTI sangat penting, karena ratarata setiap harinya 7-8 jam perawat melakukan kontak dengan pasien,
sehingga peluang CAUTI yang terjadi akibat kontak pasien dengan perawat
cukup besar. Peran perawat dalam mengikuti pelatihan dan pendidikan terkait
CAUTI dapat meningkatkan pengetahuan perawat yang juga akan
meningkatkan kinerja dan sikap perawat.20,21 Hal ini selaras dengan hasil
sebuah penelitian yang menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan dapat
mempengaruhi sikap.22,23 Jadi, pengetahuan dan pemahaman perawat yang
cukup terkait CAUTI serta pencegahan CAUTI akan mempengaruhi sikap
perawat terhadap pencegahan terjadinya CAUTI pada pasien. Namun, belum

5

terdapat penelitian yang terkait dengan pengetahuan perawat tentang CAUTI
yang dapat mempengaruhi sikap.
Berdasarkan teori Notoatmodjo disebutkan bahwa tingkat pengetahuan
seseorang dipengaruhi oleh faktor-faktor, seperti pendidikan, pengalaman,
sumber informasi, lingkungan, dan usia. Hal ini didukung oleh penelitian
yang menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan
(pendidikan, pengalaman, dan sumber informasi) berhubungan secara
keseluruhan dengan tingkat pengetahuan.24
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di RSUD Dr. Moewardi
Surakarta, menjelaskan bahwa semua pasien ICU wajib terpasang kateter
karena kaitannya dengan pemantauan balance cairan pasien, kecuali pada
pasien sadar yang menolak untuk terpasang kateter. Perawat menjelaskan
bahwa perawatan kateter pada pasien di ICU masih kurang. Menurut
beberapat perawat di ICU dan ICVCU, perawatan kateter hanya dilakukan
dengan mengganti kateter setiap tujuh hari sekali tanpa ada perawatan yang
lain. Disamping itu, terdapat perawat yang menyatakan bahwa terdapat protap
(SOP) perawatan kateter, namun jarang ada perawat yang melaksanakan
prosedur sesuai SOP yang ada. Pendidikan perawat terendah di ICU dan
ICVCU RSUD Dr. Moewardi adalah DIII Keperawatan.

B. Perumusan Masalah
Angka kejadian UTI akibat dari pemasangan kateter banyak terjadi pada
pasien rawat inap maupun pasien yang menjalani perawatan intensif di ICU.

6

Hal ini mengindikasikan bahwa kurangnya tindakan, baik dalam prosedur
pemasangan kateter yang benar maupun tindakan perawatan kateter yang
dilakukan oleh perawat dalam pencegahan terjadinya CAUTI. Sikap dan
kinerja perawat yang kurang dalam perawatan kateter tersebut, dapat
dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh perawat.
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya didapatkan bahwa pendidikan,
pengalaman, dan sumber informasi mempengaruhi tingkat pengetahuan. Studi
pendahuluan yang dilakukan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta didapatkan
fenomena bahwa terdapat tingkat pendidikan yang beragam pada perawat
ICU dan ICVCU, dan tingkat pendidikan terendah adalah DIII Keperawatan.
Mengingat adanya berbagai macam faktor yang dapat mempengaruhi
tingkat pengetahuan seseorang, maka rumusan masalah yang dapat diambil
dalam penelitian ini adalah ”Bagaimana tingkat pengetahuan perawat dan apa
faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan perawat tentang
Catheter-Associated Urinary Tract Infections di RSUD Dr. Moewardi
Surakarta?”

C. Tujuan Penelitian
1.

Tujuan Umum
Mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat
pengetahuan perawat tentang Catheter-Associated Urinary Tract
Infections (CAUTI).

7

2.

Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan karakteristik perawat yang meliputi jenis kelamin,
usia, tingkat pendidikan, lama bekerja menjadi perawat, jabatan
struktural, dan kepemilikan sertifikat terkait pelatihan infeksi
nosokomial maupun sertifikat perawatan intensif.
b. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan perawat tentang CAUTI.
c. Mengidentifikasi hubungan antara usia dengan tingkat pengetahuan
perawat tentang CAUTI.
d. Mengidentifikasi hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat
pengetahuan perawat tentang CAUTI.
e. Mengidentifikasi hubungan antara lama bekerja dengan tingkat
pengetahuan perawat tentang CAUTI.
f. Mengidentifikasi hubungan antara kepemilikan sertifikat terkait
pelatihan infeksi nosokomial maupun perawatan intensif dengan
tingkat pengetahuan perawat tentang CAUTI.

D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan akan bermanfaat bagi:
1. Rumah Sakit
Hasil penelitian ini dapat dijadikan informasi pada rumah sakit
tentang tingkat pengetahuan perawat dan faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi tingkat pengetahuan mengenai CAUTI. Sehingga, dapat
dijadikan landasan dalam merancang strategi pencegahan CAUTI.

8

2. Perawat
Sebagai bahan masukan, khususnya bagi perawat dalam
mengevaluasi

tingkat

pengetahuan

terkait

CAUTI

dan

praktik

pencegahan terjadinya CAUTI pada pasien yang terpasang kateter.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Memberikan informasi mengenai tingkat pengetahuan perawat di
rumah sakit terkait CAUTI dan faktor-faktor yang berpengaruh. Hal ini
berfungsi agar institusi pendidikan mempunyai fokus dalam memperkaya
khasanah teori peserta didik khususnya dalam hal CAUTI, sehingga dapat
menghasilkan perawat yang professional nantinya.
4. Bagi Peneliti
Peneliti berharap hasil penelitian ini dapat menambah wawasan di
bidang keperawatan dan memberikan gambaran mengenai tingkat
pengetahuan perawat tentang CAUTI serta sebagai data awal untuk
penelitian selanjutnya, misalnya sebagai data awal untuk penelitian yang
bertujuan untuk mengetahui keefektifan seminar dalam meningkatkan
tingkat pengetahuan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori
Tinjauan teori berisi mengenai teori-teori yang berkaitan dengan
topik/masalah penelitian. Tinjauan teori dalam penelitian ini meliputi teori
mengenai CAUTI dan pengetahuan yang diambil dari berbagai literatur.
Buku, artikel penelitian, dan hasil riset keperawatan dijadikan sebagai
literatur dalam penelitian ini.
1. Catheter-Associated Urinary Tract Infection (CAUTI)
Seorang pasien yang masuk rumah sakit untuk menjalani perawatan
tentu berharap mendapat kesembuhan atau perbaikan penyakitnya,
setidaknya mendapat keringanan keluhannya. Namun, ada kalanya,
terutama pada pengidap penyakit kronik atau yang keadaan umumnya
buruk, justru seorang pasien acap terkena infeksi baru yang menyebabkan
penyakitnya bertambah berat dan mungkin menyebabkan kematian.
Infeksi yang didapat di rumah sakit tersebut dikenal sebagai Infeksi
Nosokomial (IN).25
Angka infeksi nosokomial pada suatu rumah sakit yang mempunyai
ICU akan lebih tinggi dibandingkan dengan rumah sakit yang tidak
mempunyai ICU. Kejadian infeksi nosokomial juga lebih tinggi di rumah
sakit pendidikan oleh karena lebih banyak dilakukan tindakan
pemeriksaan (diagnostik) dan pengobatan yang bersifat invasif.25–27

9

10

Dari penelitian klinis, IN terjadi terutama disebabkan karena infeksi
dari kateter urin, infeksi jarum infus, infeksi saluran napas, infeksi kulit,
infeksi luka operasi, dan septikemia. Infeksi nosokomial merupakan suatu
problem besar yang banyak terjadi di ruang perawatan intensif pada kasus
pasca bedah dan kasus dengan pemakaian/pemasangan infus dan kateter
lama.25
Lebih dari 25% dari pasien rawat inap di rumah sakit menggunakan
kateter uretra dan hampir 100% dari pasien yang mendapat perawatan di
Critical Care Unit atau Intensive Care Unit terpasang kateter selama
perawatannya, meskipun terkadang pasien terpasang kateter tanpa
indikasi yang tepat. Hal ini merupakan penyebab hingga 80% dari infeksi
saluran kemih berhubungan dengan penggunaan kateter jangka
panjang.14,28,29 Infeksi saluran kemih terkait kateter (CAUTI) yang dapat
meningkatkan pengeluaran biaya rumah sakit dan berhubungan dengan
peningkatan morbiditas dan mortalitas, merupakan kejadian infeksi
nosokomial tertinggi ketiga setelah ventilator-associated pneumonia
(VAP) dan central line-associated bloodstream infection (CLAB).14,28
Pemasangan kateter jangka panjang pada pasien merupakan faktor
risiko utama untuk CAUTI. Penggunaan kateter indwelling yang lama
memungkinkan akses berkelanjutan organisme ke dalam kandung kemih.
Analisis multivariat telah menekankan bahwa durasi kateterisasi
merupakan faktor risiko yang paling penting dalam menimbulkan
bakteriuria terkait kateter.29

11

a. Definisi
Spesimen urin yang memperlihatkan bakteri >105 CFU/mL
ditetapkan sebagai kriteria bakteriuria pada pasien yang terpasang
kateter uretra.10,19 Diagnosis UTI yang disebabkan oleh penggunaan
kateter uretra ditegakkan apabila dalam kultur urin terdapat 100
CFU/mL kuman atau lebih. Mikroorganisme yang diidentifikasi
dalam urin pada pasien yang menggunakan kateter uretra dapat
berkembang cepat dengan konsentrasi kuman >105 CFU/mL dalam
waktu 72 jam jika tidak menggunakan antibiotik.7,28,30
Mikroorganisme patogen yang menyebabkan infeksi traktus
urinarius yang berkaitan dengan kateter mencakup: Escherichia coli,
Klebsiella,
Serratia,

Proteus,
Candida

Pseudomonas
spp,

dan

aeruginosa,

Enterococcus

Enterobacter,

spp.3,31,32

Banyak

mikroorganisme ini merupakan bagian dari flora endogenus atau flora
usus normal, atau didapat melalui kontaminasi silang oleh pasien atau
petugas rumah sakit atau melalui kontak dengan peralatan yang tidak
steril.3
b. Patogenesis
Terbentuknya UTI yang disebabkan oleh penggunaan kateter
uretra terjadi secara bertahap. Pemasangan kateter akan menurunkan
sebagian besar daya tahan alami pada traktus urinarius inferior
dengan menyumbat duktus periuretralis, mengiritasi mukosa kandung
kemih dan menimbulkan jalur artifisial untuk masuknya kuman ke

12

dalam kandung kemih. Pada pasien yang menggunakan kateter,
mikroorganisme dapat menjangkau traktus urinarius melalui tiga
lintasan utama, yaitu: 1) dari uretra ke dalam kandung kemih pada
saat kateterisasi; 2) melalui jalur dalam lapisan tipis cairan uretra
yang berada di luar kateter ketika kateter dan membran mukosa
bersentuhan; 3) cara yang paling sering, melalui migrasi ke dalam
kandung kemih di sepanjang lumen internal kateter setelah kateter
terkontaminasi.3
Kateter

uretra

juga

dapat

menghambat

atau

memotong

mekanisme pertahanan tertentu yang biasanya akan mencegah atau
meminimalkan

interaksi

glikosaminoglikan

sel

(GAG) dan

bakteri-epitel,
pembentukan

misalnya

lapisan

biofilm.

Biofilm

merupakan kumpulan mikroorganisme pada suatu permukaan yang
dikelilingi matrik ekstraseluler terbuat dari material terutama
polisakarida. Biofilm menyebabkan mikroorganisme melekat pada
permukaan kateter uretra.30,33
Bakteri dapat masuk ke saluran kemih pada pasien yang
terpasang kateter secara ekstraluminer dengan inokulasi langsung
pada saat pemasangan kateter atau dengan migrasi pada selubung
seperti lendir di sekeliling permukaan luar kateter uretra. Hal ini,
terutama sering terjadi pada pasien dengan kebersihan perineum dan
uretra distal yang kurang. Koloni bakteri perineum akan naik ke
uretra setelah pemasangan kateter uretra.7,33

13

Bakteri juga dapat masuk pada kateter uretra melalui jalan
intraluminer yang terjadi karena kegagalan sistem drainase tertutup
atau kontaminasi kantong penampung urin. Bakteri yang masuk
seringkali merupakan hasil transmisi silang dari tangan orang yang
merawat. Jalan intraluminer menunjukkan pendakian bakteri yang
lebih cepat (32-48 jam) daripada ekstraluminal (72-168 jam).
Kantong drainase urin umumnya menjadi terkontaminasi saat
dilakukan pembukaan reguler saat mengalirkan urin maupun
penempatan kantong drainase yang tidak tepat. Bakteri yang terdapat
pada kantong drainase urine tersebut dapat bermigrasi pada kateter,
kemudian dapat masuk ke dalam kandung kemih. Pemutusan kateter
dari tabung drainase juga telah terbukti menyebabkan kontaminasi
dari sistem.33
c. Manifestasi Klinis
Pasien yang mengalami CAUTI akan mengalami demam (suhu >
38oC), menggigil, perubahan status mental, malaise atau kelesuan
yang terjadi ketika infeksi memburuk, nyeri pinggang, nyeri
suprapubik, dan rasa terbakar selama berkemih (disuria) ketika urin
mengalir melalui jaringan yang meradang setelah kateter dilepas.
Kandung kemih yang teriritasi menyebabkan timbulnya sensasi ingin
berkemih yang mendesak dan sering. Iritasi pada kandung kemih dan
mukosa

uretra

menyebabkan

darah

bercampur

dalam

urin

14

(hematuria). Urin tampak pekat dan keruh (lekosituria) karena adanya
sel darah putih atau bakteri.4,9,34,35
Tanda dan gejala yang lainnya yaitu terdapat perasaan nikuria
(anyang-anyangan), biakan urin porsi tengah (midstream) > 105
kuman per ml urin dengan jenis kuman tidak lebih dari 2 spesies,
analisis dipstick positif atau leukosit esterase (leukosit ≥ 3/LPB atau
≥ 10 leukosit per ml.26
d. Faktor Resiko
Diketahui terdapat beberapa faktor yang berkaitan dengan
kejadian infeksi saluran kemih pada pasien yang terpasang kateter,
yaitu faktor yang berhubungan dengan usia, jenis kelamin, lama
pemasangan, diagnosa penyakit, prosedur pemasangan dan perawatan
kateter, ukuran kateter, dan kebersihan ruangan.3,4,15–18,25,33,36
1) Usia
UTI dapat terjadi pada semua kalangan, baik pada bayi, anakanak, remaja, dewasa, maupun pada usia lanjut. Namun, pada
pasien bayi dan pasien dengan karakteristik usia lanjut merupakan
pasien yang beresiko tinggi, karena berhubungan dengan
kerentanan terhadap infeksi.
2) Jenis kelamin
Dari kedua jenis kelamin antara wanita dan pria, ternyata
wanita lebih sering dari pria dengan angka populasi umum kurang
lebih 5-15%. Hal ini dipengaruhi oleh faktor anatomi, dikarenakan

15

uretra wanita lebih pendek dan terletak lebih dekat pada anus dan
perubahan hormonal yang mempengaruhi pelekatan bakteri pada
mukosa. Sedangkan, uretra laki-laki bermuara saluran kelenjar
prostat dan sekret prostat dikenal sebagai anti bakteri yang kuat.
3) Lamanya terpasang kateter
Lamanya pasien terpasang kateter sangat berpengaruh
terhadap timbulnya UTI. Apalagi apabila kateter dipasang tanpa
alasan yang tepat dan pelepasan kateter yang tidak dilakukan
meskipun indikasi berakhir. Hal ini dikarenakan kateter dapat
menimbulkan terjadinya iritasi mukosa uretra dan sebagai pintu
masuk mikroorganisme, sehingga semakin lama kateter terpasang
menetap, akan semakin tinggi resiko terjadinya UTI.
4) Diagnosa penyakit
Pasien dengan diagnosa penyakit infeksi juga beresiko tinggi
terjadinya infeksi saluran kemih pada pemasangan kateter. Begitu
juga pada pasien dengan penyakit kronis, daya tahan tubuh yang
menurun, dan penggunaan imunosupresan. Pasien diabetes sangat
beresiko

karena

peningkatan

kadar

glukosa

dalam

urin

menyebabkan suatu infeksi akibat lingkungan pada traktus
urinarius. Kehamilan dan gangguan neurologi juga meningkatkan
resiko UTI karena kondisi ini menyebabkan pengosongan
kandung kemih yang tidak lengkap dan stasis urin.3,37

16

5) Prosedur pemasangan dan perawatan kateter
Prosedur pemasangan dan perawatan kateter harus sesuai
dengan standar yang telah ditentukan. Resiko terjadinya UTI akan
semakin tinggi apabila prosedur pemasangan kateter dan
perawatan kateter menetap tidak dilakukan sesuai dengan standar.
6) Ukuran kateter
Trauma uretra harus diminimalkan dengan menggunakan
pelumas yang adekuat dan menggunakan kateter yang paling
kecil. Ukuran kateter yang terlalu besar dan ketat dalam meatus
dapat menyebabkan nekrosis pada meatus, sehingga dianjurkan
menggunakan ukuran kateter sekecil mungkin tetapi aliran tetap
lancar dan tidak ada kebocoran dari samping. Semakin besar
ukuran kateter dan semakin ketat kateter terpasang dalam meatus
semakin meningkatkan resiko terjadinya UTI.
7) Kebersihan ruangan
Kejadian infeksi nosokomial dapat disebabkan oleh kuman
yang berasal dari benda atau bahan tidak bernyawa yang berada di
ruangan perawatan. Semakin bersih kondisi ruangan akan semakin
kecil resiko terjadinya infeksi nosokomial, termasuk UTI.
e. Pencegahan CAUTI
Tingkat

CAUTI

yang

tinggi

dapat

dicegah

dengan

memperhatikan beberapa hal yang berkaitan dengan pemasangan dan
perawatan kateter urin, yaitu:

17

1) Peningkatan fokus pada CAUTI
Penelitian terbaru menunjukkan pencegahan CAUTI telah
menjadi prioritas rendah dibandingkan dengan jenis infeksi lain
yang didapat di rumah sakit. Hal ini ditunjukkan dengan banyak
rumah sakit yang belum mempunyai strategi dasar dalam
pencegahan CAUTI. Peningkatan perhatian pada infeksi saluran
kemih terkait kateter (CAUTI) dan pencegahannya akan
meningkatkan perawatan pasien, sehingga akan mengurangi
resiko terjadinya CAUTI. Salah satu upaya dalam meningkatkan
fokus terkait CAUTI adalah dengan meningkatkan kinerja para
pemberi perawatan, yaitu:28,38
a) Kepatuhan terhadap program pendidikan maupun pelatihan
terkait kateter.
b) Kepatuhan dalam mendokumentasikan tanggal pemasangan
dan pelepasan kateter.
c) Kepatuhan terhadap dokumentasi indikasi untuk pemasangan
kateter.
2) Mengurangi pemasangan/penggunaan kateter yang tidak perlu
Kateterisasi dapat diindikasikan untuk berbagai alasan.
Apabila waktu kateterisasi pendek dan upaya meminimalkan
infeksi merupakan suatu prioritas, maka metode kateterisasi
intermiten adalah yang terbaik. Sedangkan, kateterisasi menetap

18

digunakan jika diperlukan pengosongan kandung kemih dalam
jangka panjang.39
Indikasi pemasangan kateter, yaitu:39,40
a) Indikasi kateterisasi intermiten
(1) Tidak mampu berkemih 8-12 jam setelah operasi.
(2) Retensi akut setelah trauma uretra.
(3) Tidak mampu berkemih akibat obat sedatif atau
analgesik.
(4) Cedera tulang belakang.
(5) Degenerasi neuromuskular secara progresif.
(6) Untuk mengeluarkan urine residual.
b) Indikasi kateterisasi indwelling
(1) Pasien memiliki retensi urin akut atau obstruksi kandung
kemih.
(2) Penggunaan perioperatif untuk prosedur bedah yang
dipilih:
(a) Pasien yang menjalani operasi urologi atau lainnya
pada struktur yang berdekatan saluran genitourinari.
(b) Diduga durasi operasi berkepanjangan, kateter
dimasukkan karena alasan ini harus dihapus dalam
unit perawatan post anesthesia.
(c) Pasien diantisipasi untuk menerima infus volume
besar atau diuretik selama operasi.

19

(d) Perlu untuk pemantauan intraoperatif output urin.
(3) Obstruksi uretra.
(4) Inkontinensia dan disorientasi berat.
(5) Perlu untuk pengukuran yang akurat dari output urin pada
pasien kritis.
(6) Untuk membantu penyembuhan luka terbuka sakral atau
perineal pada pasien inkontinensia.
(7) Pasien memerlukan imobilisasi lama (misalnya, toraks
atau lumbar tulang belakang berpotensi tidak stabil,
beberapa luka-luka traumatis seperti patah tulang
panggul).
(8) Untuk meningkatkan kenyamanan bagi perawatan pasien
end of life jika diperlukan.
CAUTI dapat dikurangi dengan intervensi yang memfasilitasi
penghapusan pemasangan kateter yang tidak perlu. Penggunaan
kateter yang sesuai:28,38,40–42
a) Penggunaan kateter hanya untuk indikasi yang tepat.
(1) Meminimalkan penggunaan kateter urin dan jangka
waktu penggunaan pada semua pasien, terutama pasien
yang berisiko tinggi untuk terkena CAUTI atau kematian
akibat kateterisasi seperti perempuan, orang tua, dan
pasien dengan kekebalan tubuh yang menurun.

20

(2) Menghindari penggunaan kateter urin pada pasien usia
lanjut untuk manajemen inkontinensia.
(3) Menggunakan kateter urin pada pasien operasi hanya
seperlunya, tidak secara rutin.
(4) Untuk pasien operasi yang diindikasikan terpasang
kateter, pelepasan kateter sesegera mungkin pasca operasi
dalam waktu 24 jam dianjurkan, kecuali terdapat indikasi
yang tepat untuk penggunaan kateter jangka panjang.
b) Mempertimbangkan untuk menggunakan alternatif untuk
kateterisasi indwelling pada pasien tertentu pada saat yang
tepat.
(1) Mempertimbangkan

untuk

menggunakan

kateter

eksternal sebagai alternatif pada pasien laki-laki tanpa
retensi urin atau obstruksi kandung kemih.
(2) Mempertimbangkan alternatif untuk kateter indwelling
kronis, seperti kateter kondom, kateter suprapublik, dan
kateterisasi intermiten (pada pasien cedera tulang
belakang).
(3) Kateterisasi intermiten lebih baik digunakan pada pasien
dengan disfungsi dalam mengosongkan kandung kemih.
(4) Mempertimbangkan kateterisasi intermiten pada anakanak dengan myelomeningocele dan kandung kemih

21

neurogenik untuk mengurangi risiko kerusakan saluran
kemih.
Sistem drainase tertutup merupakan tindakan yang esensial
dilakukan apabila pemasangan kateter indwelling tidak bisa
dihindari. Sistem drainase ini harus dirancang untuk mencegah
agar kateter yang sudah terpasang tidak lepas dan dengan
demikian akan mengurangi resiko kontaminasi. Sistem seperti ini
dapat terdiri atas kateter indwelling, saluran konektor, dan
kantong penampung urin yang dikosongkan melalui katup
drainase, atau kateter indwelling triple-lumen yang dihubungkan
dengan sistem drainase tertutup yang steril. Pada kateter triplelumen, drainase urin terjadi melalui satu saluran, balon untuk
menahan kateter dikembangkan dengan menyemprotkan air steril
atau udara lewat saluran kedua, dan kandung kemih secara
kontinyu diirigasi dengan larutan antibakteri melalui saluran
ketiga.3,4
3) Penggunaan teknik yang tepat dalam pemasangan kateter33,41
a) Cuci tangan sebelum dan segera setelah insersi atau
manipulasi perangkat kateter.
b) Pemasangan kateter hanya dikerjakan oleh tenaga yang betulbetul memahami dan terampil dalam teknik pemasangan
kateter secara aseptik dan perawatan kateter.

22

c) Melakukan pemasangan kateter urin menggunakan teknik
aseptik dan peralatan steril.
(1) Menggunakan sarung tangan steril, tirai, spons, cairan
steril atau antiseptik yang tepat untuk pembersihan
periuretral,

dan

penggunaan

pelumas

jelly

untuk

pemasangan.
(2) Penggunaan rutin pelumas antiseptik tidak diperlukan.
d) Menjaga kateter indwelling dengan benar untuk mencegah
gerakan dan traksi uretra dengan memfiksasi kateter.
e) Melakukan kateterisasi secara berkala untuk mencegah
kelebihan distensi kandung kemih apabila menggunakan
kateterisasi intermiten.
f) Mempertimbangkan
ultrasound

portabel

dalam
untuk

menggunakan
menilai

volume

perangkat
urin

dan

mengurangi insersi kateter yang tidak perlu pada pasien yang
menjalani kateterisasi intermiten.
4) Perawatan kateter yang tepat
Kateter urin antimikroba dapat mencegah bakteriuria pada
pasien rawat inap selama kateterisasi jangka pendek, tergantung
pada lapisan antimikroba dan beberapa variabel lain dibandingkan
dengan kateter standar.42 Kateterisasi urin dilakukan dengan
memasukkan selang karet atau plastik melalui uretra ke dalam
kandung kemih untuk mengeluarkan air kemih yang terdapat di

23

dalamnya.4Kateterisasi

dapat

menjadi

tindakan

yang

menyelamatkan jiwa, khususnya bila traktus urinarius tersumbat
atau pasien tidak mampu melakukan urinasi maupun apabila
pasien tidak mampu mengontrol perkemihan. Kateter juga
menjadi alat untuk mengkaji haluaran urin per jam pada pasien
yang status hemodinamiknya tidak stabil.3,4
Teknik yang tepat dalam perawatan kateter urin adalah:26,33,41
a) Setelah

pemasangan

kateter

dengan

sistem

aseptik,

pertahankan sistem drainase tertutup. Jika dalam penggunaan
teknik aseptik terhenti atau kebocoran terjadi, ganti kateter
dan kumpulkan semua peralatan dengan menggunakan teknik
aseptik dan peralatan steril.
b) Mempertahankan aliran urin agar tidak terhalang.
(1) Menjauhkan urine bag di bawah tingkat kandung kemih
setiap saat. Jangan meletakkan urine bag di lantai.
(2) Mengosongkan urine bag secara teratur menggunakan
wadah terpisah, membersihkan wadah pengumpul urin
untuk setiap pasien, menghindari cipratan, dan mencegah
kontak keran kantong drainase (urine bag) dengan wadah
pengumpul urin non steril.
c) Menggunakan standar kewaspadaan, termasuk penggunaan
sarung tangan dan celemek yang sesuai dalam setiap
manipulasi kateter atau pengumpulan urin.

24

d) Sistem drainase kemih Complex (memanfaatkan mekanisme
untuk mengurangi masuknya bakteri seperti katrid rilis
antiseptik di drainase urin) tidak diperlukan untuk penggunaan
rutin.
e) Mengganti kateter atau urin bag secara rutin. Interval yang
tetap

tidak

dianjurkan.

Sebaliknya,

disarankan

untuk

mengganti kateter dan urin bag berdasarkan indikasi klinis,
seperti infeksi, obstruksi, atau ketika sistem tertutup
dikompromikan.
f) Kecuali ada indikasi klinis (misalnya, pada pasien dengan
bakteriuria atas penghapusan pasca bedah urologi kateter),
penggunaan
mencegah

antimikroba
CAUTI

pada

sistemik
pasien

secara
yang

rutin

untuk

membutuhkan

kateterisasi, baik jangka panjang maupun pendek tidak
diperlukan.
g) Membersihkan daerah periuretral dengan antiseptik untuk
mencegah CAUTI selama terpasang kateter tidak dianjurkan.
Kebersihan rutin (misalnya, pembersihan permukaan meatus
saat mandi) menggunakan sabun dan air adalah cara yang
tepat untuk membersihkan daerah periuretral.
h) Kecuali obstruksi diantisipasi (misalnya, yang mungkin terjadi
dengan perdarahan setelah operasi