teknik pangajuan rancangan air limbah
Pedoman Desain Teknik IPAL Agroindustri
Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Departemen Pertanian
Draft Pedoman Desain Teknik IPAL Agroindustri
© Agustus 2009
Pengarah:
Ir. Chairul Rachman, MM (Direktur Pengolahan Hasil Pertanian)
Penyusun:
Ir. Jamil Musanif (Editor) Dede Sulaeman, ST, M.Si
Penerbit:
Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Departemen Pertanian Telp/Fax: 021-78842569, 7815380 ext. 5334 E-mail: [email protected]
[Hak Cipta dilindungi Undang-undang. Diperbolehkan mengutip isi tulisan ini dengan menyebutkan sumbernya]
Kata Pengantar
Tantangan kedepan yang dihadapi oleh industri pengolahan hasil (agroindustri) adalah menjadikannya sebagai penggerak ekonomi perdesaan, menghasilkan produk yang berkualitas dan ramah lingkungan.
Upaya menciptakan agroindustri yang ramah lingkungan dapat dicapai dengan cara melakukan pengelolaan lingkungan dan limbah yang dihasilkan. Sebagaimana diketahui, kegiatan agroindustri menghasilkan air limbah yang relatif banyak dengan kandungan bahan pencemar didominasi oleh bahan organik dan padatan. Air limbah tersebut dapat mencemari lingkungan bila dibuang tanpa dilakukan pengolahan terlebih dahulu.
Untuk itu pengolahan air limbah menjadi bagian yang penting dalam keseluruhan aktivitas operasional usaha/kegiatan agroindustri. Dengan penerapan instalasi pengolahan air limbah IPAL) yang tepat bahan pencemar dalam air limbah dapat dikurangi hingga batas yang diperkenankan dibuang ke lingkungan sesuai Baku Mutu Air Limbah (BMAL) yang ditetapkan.
Pedoman ini secara umum menjelaskan prinsip dasar pengelolaan limbah yang terintegrasi yang meliputi produksi bersih dan minimasi limbah, informasi karakteristik limbah agroindustri, pengendalian pencemaran air limbah dan penerapan desain untuk memilih Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang tepat.
Buku pedoman ini ditujukan pada pelaku usaha/kegiatan agroindustri, petugas pembina dan masyarakat secara umum untuk memberikan acuan dalam menciptakan agroindustri yang ramah lingkungan.
Jakarta, Agustus 2009 Direktur Pengolahan Hasil Pertanian
Ir. Chairul Rachman, MM
Daftar ISI
halaman
Kata Pengantar
Daftar Isi
ii
Daftar Tabel
iv
Daftar Gambar
Bab 1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
1.2. Tujuan
1.3. Ruang Lingkup
Bab 2. Pengelolaan Limbah
2.1. Implementasi Produksi Bersih dan Minimasi Limbah
2.2. Pengolahan limbah
Bab 3. Karakteristik Limbah Agroindustri
3.1. Industri Pengolahan Buah dan Sayur
3.2. Industri Pengolahan Kedelai
3.3. Industri Pengolahan Daging
Bab 4. Pengendalian Pencemaran Air Limbah Agroindustri
4.1. Peraturan Perundangan
4.2. Kewajiban Pelaku Usaha Dalam Pemenuhan Baku Mutu Air Limbah
Bab 5. Pengolahan Air Limbah
5.1. Tahapan Pengolahan Air Limbah
5.2. Teknik Pengolahan Air Limbah
5.3. Peralatan Mekanik dan Elektrik
5.4. Anjuran Teknologi Pengolahan Air Limbah
5.5. Manajemen IPAL
Bab 6. Desain IPAL
6.1. Pengumpulan Data
6.1.1. Proses Produksi
6.1.2. Karakteristik Air Limbah
6.2. Teknik dan Metode Pengujian Sampel
6.3. Penentuan Desain IPAL
Daftar Pustaka
Daftar Tabel
halaman Tabel 3.1. Target Buangan Air Limbah Industri Pengolahan Buah dan Sayuran
8 Tabel 3.2. Karakteristik Limbah Cair RPH
9 Tabel 5.1. Teknologi Penanganan Limbah Pada Berbagai Industri Pengolahan
25 Pangan Tabel 5.2. Metode Penanganan Dan Pengolahan Limbah Berdasarkan Karakteristik
26 Air Limbah
Daftar Gambar
halaman Gambar 2.1. Diagram Integrasi Pengolahan Limbah
5 Gambar 5.1. Skema Diagram Pengolahan Air Limbah Secara Fisik
21 Gambar 5.2. Skema Diagram Pengolahan Air Limbah Secara Kimiawi
22 Gambar 5.3. Skema Diagram Pengolahan Air Limbah Secara Biologi
Bab 1. Pendahuluan
1.1. Latar belakang
Dalam kegiatan produksi diperlukan berbagai bahan, air dan energi untuk menghasilkan suatu produk tertentu. Namun demikian, dalam proses produksi tidak ada efisiensi yang sempurna, sehingga masih dihasilkan limbah baik padat, cair ataupun gas.
Berdasarkan definisinya, limbah adalah sisa hasil proses produksi yang sudah tidak dimanfaatkan lagi dan harus dikelola agar tidak menimbulkan pencemaran dan penurunan kualitas lingkungan. Sedangkan air limbah didefinisikan sebagai sisa hasil proses produksi yang bebentuk cair yang sudah tidak dimanfaatkan lagi dan harus dikelola agar tidak menimbulkan pencemaran dan penurunan kualitas lingkungan. Dengan demikian, setiap limbah yang dihasilkan perlu dikelola secara baik berdasarkan karakteristiknya agar dapat menurunkan kualitas bahan pencemar yang terkandung didalamnya dan aman di buang ke lingkungan.
Kegiatan agroindustri atau pengolahan hasil pertanian juga menghasilkan limbah padat, cair dan gas dengan karakteristik yang khas. Secara umum karakteristik limbah cairnya adalah mengandung bahan organik yang tinggi, bahan tersuspensi, lemak, dan volume limbah yang besar. Dengan karakteristik seperti itu maka pengelolaan dan pengolahan limbah yang dilakukan juga perlu dirancang secara khusus meliputi upaya minimasi limbah dan pengolahan air limbah di Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).
Buku ini secara khusus akan menguraikan mengenai pengelolaan air limbah dan prinsip untuk mendesain Instalasi Pengolaan Air Limbah (IPAL) pada kegiatan agroindustri.
1.2. Tujuan
Tujuan disusunnya pedoman ini adalah:
a. Memberikan informasi mengenai konsep pengelolaan dan pengolahan air limbah
b. Memberikan informasi mengenai cara merancang Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)
1.3. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dari pedoman ini meliputi:
a. Konsepsi-konsepsi dasar pengelolaan air limbah yang harus mengintegrasikan upaya minimasi limbah dan produksi bersih dalam keseluruhan proses produksi yang dilakukan. Selanjutnya, bila masih dihasilkan air limbah maka diperlukan unit proses yang dirancang khusus untuk mengolah air limbah tersebut yang biasa disebut dengan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).
b. Informasi karakteristik air limbah dari beberapa kegiatan pengolahan hasil pertanian (agroindustri). Informasi ini dapat menjadi dasar mengenai perlunya dilakukan pengelolaan air limbah pada kegiatan ini karena terdapat parameter-parameter air limbah yang dapat menyebabkan pencemaran lingkungan.
c. Pedoman ini juga menginformasikan Baku Mutu Air Limbah (BMAL) sebagai salah satu cara mengendalikan pencemaran air limbah agroindustri. Dipaparkan juga mengenai peraturan-peraturan yang terkait dengan pengendalian pencemaran air dan beberapa kewajiban pelaku usaha dalam pemenuhan Baku Mutu Air Limbah.
d. Selanjutnya disampaikan konsepsi pengolahan air limbah yang terdiri dari tahapan dan teknik pengolahan air limbah, peralatan yang diperlukan, anjuran teknologi pengolahan air limbah dan manajemen IPAL.
e. Pada bagian akhir disampaikan prinsip-prinsip dasar untuk menentukan desain IPAL yaitu diperlukannya pengumpulan data, tata cara dan metode pengujian sampel. Data tersebut selanjutnya digunakan sebagai penentuan desain IPAL.
Bab 2. Pengelolaan Limbah
Agroindustri atau industri pengolahan hasil pertanian merupakan salah industri yang menghasilkan air limbah yang dapat mencemari lingkungan. Bagi industri-industri besar, seperti industri pengolahan kelapa sawit, teknologi pengolahan limbah cair yang digunakan mungkin sudah memadai, namun tidak demikian bagi industri kecil atau sedang. Namun demikian, mengingat tingginya potensi pencemaran yang ditimbulkan oleh air limbah yang tidak dikelola dengan baik maka diperlukan pemahaman dan informasi mengenai pengelolaan air limbah secara benar.
Pengelolaan limbah adalah kegiatan terpadu yang meliputi kegiatan pengurangan (minimization), segregasi (segregation), penanganan (handling), pemanfaatan dan pengolahan limbah. Dengan demikian untuk mencapai hasil yang optimal, kegiatan-kegiatan yang melingkupi pengelolaan limbah perlu dilakukan dan bukan hanya mengandalkan kegiatan pengolahan limbah saja.
Bila pengelolaan limbah hanya diarahkan pada kegiatan pengolahan limbah maka beban kegiatan di Instalasi Pengolahan Air Limbah akan sangat berat, membutuhkan lahan yang lebih luas, peralatan lebih banyak, teknologi dan biaya yang tinggi. Kegiatan pendahuluan pada pengelolaan limbah (pengurangan, segregasi dan penanganan limbah) akan sangat membantu mengurangi beban pengolahan limbah di IPAL.
Saat inipun, tren pengelolaan limbah di industri adalah menjalankan secara terintergrasi kegiatan pengurangan, segregasi dan handling llimbah sehingga menekan biaya dan menghasilkan output limbah yang lebih sedikit serta minim tingkat pencemarnya. Integrasi dalam pengelolaan limbah tersebut kemudian dibuat menjadi berbagai konsep seperti: produksi bersih (cleaner production), atau minimasi limbah (waste minimization).
2.1. Implementasi Produksi Bersih dan Minimasi Limbah
Secara prinsip, konsep produksi bersih dan minimasi limbah mengupayakan dihasilkannya jumlah limbah yang sedikit dan tingkat cemaran yang minimum. Namun, terdapat beberapa penekanan yang berbeda dari kedua konsep tersebut yaitu: produksi bersih memulai implementasi dari optimasi proses produksi, sedangkan mnimasi limbah memulai implementasi dari upaya pengurangan dan pemanfaatan limbah yang dihasilkan.
Produksi Bersih
Produksi Bersih menekankan pada tata cara produksi yang minim bahan pencemar, limbah, minim air dan energi. Bahan pencemar atau bahan berbahaya diminimalkan dengan pemilihan bahan baku yang baik, tingkat kemurnian yang tinggi, atau bersih. Selain itu diupayakan menggunakan peralatan yang hemat air dan hemat energi. Dengan kombinasi seperti itu maka limbah yang dihasilkan akan lebih sedikit dan tingkat cemarannya juga lebih rendah. Selanjutnya limbah tersebut diolah agar memenuhi baku mutu limbah yang ditetapkan.
Strategi produksi bersih yang telah diterapkan di berbagai negara menunjukkan hasil yang lebih efektif dalam mengatasi dampak lingkungan dan juga memberikan beberapa keuntungan, antara lain a). Penggunaan sumberdaya alam menjadi lebih efektif dan efisien; b). Mengurangi atau mencegah terbentuknya bahan pencemar; c). Mencegah berpindahnya pencemaran dari satu media ke media yang lain; d). Mengurangi terjadinya risiko terhadap kesehatan manusia dan lingkungan; e). Mengurangi biaya penaatan hukum; f). Terhindar dari biaya pembersihan lingkungan (clean up); g). Produk yang dihasilkan dapat bersaing di pasar internasional; h). Pendekatan pengaturan yang bersifat fleksibel dan sukarela.
Minimasi limbah
Minimasi limbah merupakan implementasi untuk mengurangi jumlah dan tingkat cemaran limbah yang dihasilkan dari suatu proses produksi dengan cara pengurangan, pemanfaatan dan pengolahan limbah.
Pengurangan limbah dilakukan melalui peningkatan atau optimasi efisiensi alat pengolahan, optimasi sarana dan prasarana pengolahan seperti sistem perpipaan, meniadakan kebocoran, ceceran, dan terbuangnya bahan serta limbah.
Pemanfaatan ditujukan pada bahan atau air yang telah digunakan dalam proses untuk digunakan kembali dalam proses yang sama atau proses lainnya. Pemanfaatan perlu dilakukan dengan pertimbangan yang cermat dan hati-hati agar tidak menimbulkan gangguan pada proses produksi atau menimbulkan pencemaran pada lingkungan.
Setelah dilakukan pengurangan dan pemanfaatan limbah, maka limbah yang dihasilkan akan sangat minimal untuk selanjutnya diolah dalam instalasi pengolahan limbah.
Berdasarkan uraian di atas maka implementasi pengelolaan limbah yang terintegarasi dapat digambarkan sebagai berikut
Gambar 2.1. Diagram Integrasi Pengolahan Limbah
Pada kegiatan pra produksi dapat dilakukan pemilihan bahan baku yang baik, berkualitas dan tingkat kemunian bahannya tinggi. Saat produksi dilakukan, fungsi alat proses menjadi penting untuk menghasilkan produk dengan konsumsi air dan energi yang minimum, selain itu diupayakan mencegah adanya bahan yang tercecer dan keluar dari sistem produksi.
Dari tiap tahapan proses dimungkinkan dihasilkan limbah. Untuk mempermudah pemanfaatan dan pengolahan maka limbah yang memiliki karakteristik yang berbeda dan akan menimbulkan pertambahan tingkat cemaran harus dipisahkan. Sedangkan limbah yang memiliki kesamaan karekteristik dapat digabungkan dalam satu aliran limbah. Pemanfaatan limbah dapat dilakukan pada proses produksi yang sama atau digunakan untuk proses produksi yang lain.
Limbah yang tidak dapat dimanfaatkan selanjutnya diolah pada unit pengolahan limbah untuk menurunkan tingkat cemarannya sehingga sesuai dengan baku mutu yang ditetapkan. Limbah yang telah memenuhi baku mutu tersebut dapat dibuang ke lingkungan. Bila memungkinkan, keluaran (output) dari instalasi pengolahan limbah dapat pula dimanfaatkan langsung atau melalui pengolahan lanjutan.
2.2. Pengolahan Limbah
Pengolahan limbah adalah upaya terakhir dalam sistem pengelolaan limbah setelah sebelumnya dilakukan optimasi proses produksi dan pengurangan serta pemanfaatan limbah. Pengolahan limbah dimaksudkan untuk menurunkan tingkat cemaran yang terdapat dalam limbah sehingga aman untuk dibuang ke lingkungan.
Limbah yang dikeluarkan dari setiap kegiatan akan memiliki karakteristik yang berlainan. Hal ini karena bahan baku, teknologi proses, dan peralatan yang digunakan juga berbeda. Namun akan tetap ada kemiripan karakteristik diantara limbah yang dihasilkan dari proses untuk menghasilkan produk yang sama.
Karakteristik utama limbah didasarkan pada jumlah atau volume limbah dan kandungan bahan pencemarnya yang terdiri dari unsur fisik, biologi, kimia dan radioaktif. Karakteristik ini akan menjadi dasar untuk menentukan proses dan alat yang digunakan untuk mengolah air limbah.
Untuk mengolah air limbah dapat ditentukan tahapan prosesnya, jenis proses dan alat yang digunakan sebagai berikut:
a. Tahapan proses Pengolahan air limbah biasanya menerapkan 3 tahapan proses yaitu pengolahan pendahuluan (pre-treatment), pengolahan utama (primary treatment), dan pengolahan akhir (post treatment). Pengolahan pendahuluan ditujukan untuk mengkondisikan alitan, beban limbah dan karakter lainnya agar sesuai untuk masuk ke pengolahan utama. Pengolahan utama adalah proses yang dipilih untuk menurunkan pencemar utama dalam air limbah. Selanjutnya pada pengolahan akhir dilakukan proses lanjutan untuk mengolah limbah agar sesuai dengan baku mutu yang ditetapkan.
b. Jenis proses dan alat pengolahan Terdapat 3 (tiga) jenis proses yang dapat dilakukan untuk mengolah air limbah yaitu: proses secara fisik, biologi dan kimia. Proses fisik dilakukan dengan cara memberikan perlakuan fisik pada air limbah seperti menyaring, mengendapkan, atau mengatur suhu proses dengan menggunakan alat screening, grit chamber, settling tank/settling pond, dll. Proses biologi deilakukan dengan cara memberikan perlakuan atau proses biologi terhadap air limbah seperti penguraian atau penggabungan substansi biologi dengan lumpur aktif (activated sludge), attached growth filtration, aerobic process dan an- aerobic process. Proses kimia dilakukan dengan cara membubuhkan bahan kimia atau larutan kimia pada air limbah agar dihasilkan reaksi tertentu. Untuk suatu jenis air limbah tertentu, ketiga jenis proses dan alat pengolahan tersebut dapat diaplikasikan secara sendiri-sendiri atau dikombinasikan.
Pilihan mengenai teknologi pengolahan dan alat yang digunakan seharusnya dapat mempertimbangkan aspek teknis, ekonomi dan pengelolaannya.
Bab 3. Karakteristik Limbah Agroindustri
Pengetahuan akan karakteristik limbah agroindustri/industri pengolahan hasil pertanian sangat penting untuk mengembangkan sistem pengelolaan limbah yang sesuai. Metode penanganan dan pengolahan limbah yang telah berhasil dilakukan untuk limbah industri lain belum tentu dapat diterapkan langsung pada industri pengolahan hasil, namun perlu ada beberapa penyesuaian yang dilakukan karena setiap industri memiliki karakteristik limbahnya masing-masing.
Limbah yang dihasilkan oleh industri pengolahan hasil pertanian bervariasi dalam kuantitas dan kualitasnya. Limbah dari industri ini memiliki karakteristik beban pencemaran yang rendah dan volume cairan tinggi atau beban pencemaran tinggi tetapi volume limbahnya rendah. Pada umumnya dalam air limbah pengolahan pangan, bahan kimia yang membutuhkan oksigen berada dalam bentuk terlarut, sedangkan dalam limbah peternakan sebagian besar terdapat dalam bentuk partikulat.
3.1. Industri Pengolahan Buah dan Sayur
Karakteristik limbah dari industri pengolahan buah dan sayur memiliki perbedaan yang disebabkan perbedaan jenis bahan baku, dan proses produksi yang dilakukan. Namun demikian terdapat persamaan yaitu mempunyai kadar pH yang tinggi karena penggunaan kaustik seperti alkali dalam proses pengupasan kulit. Karakteristik lainnya yang relatif sama yaitu kandungan bahan pencemarnya yang terdiri dari padatan tersuspensi dan bahan organik yang tinggi. Berikut ini ditampilkan tabel target buangan air limbah dari industri pengolahan buah dan sayuran.
Tabel 3.1. Target Buangan Air Limbah Industri Pengolahan Buah dan Sayuran (milligrams per liter, kecuali pH)
Parameter
Nilai Maksimum
Oil and grease
Total nitrogen
Total phosphorus
Sumber: World Bank, 1998
3.2. Industri Pengolahan Kedelai
Industri pengolahan berbahan dasar kedelai dapat menghasilkan produk tahu, tempe, kecap, tauco, dll. Dari jenis industri tersebut, pengolahan tahu dan kecap menghasilkan air limbah yang relatif banyak dan memiliki kandungan pencemar yang tinggi.
Pengolahan Tahu
Bahan dasar yang digunakan pada industri pengolahan tahu adalah kedelai. Limbah cair tahu mengandung bahan organik yang tinggi sehingga bila terurai akan menimbulkan bau yang tidak sedap. Limbah cair dari proses produksi tahu kuning berwarna kuning keruh dan berbau rebusan kedelai jika masih segar, sedangkan limbah cair dari proses produksi tahu putih berwarna putih keruh dengan bau kedelai jika masih segar.
Kapasitas produksi, teknik pengolahan kedelai, dan penggunaan air akan mempengaruhi karakteristik limbah yagg dihasilkan. Pengrajin yang kapasitas produksinya kecil akan menghasilkan limbah cair dengan konsentrasi yang lebih rendah dibandingkan dengan pengrajin tahu kapasitas besar.
Perajin tahu putih dengan kapasitas produksi di bawah 100 kg/hari menghasilkan limbah cair sebanyak 150 – 430 liter dengan nilai BOD 2.800 – 4.300 mg/l, TSS 615 – 629 mg/l, pH 3,4 – 3,8 dan DO 1,5 – 2,2 mg/l, sedangkan pada kapasitas produksi di atas 100 kg/hari jumlah limbah cair yang dihasilkan melebihi 1.000 liter, BOD 4.100 mg/l, TSS di atas 640 mg/l, pH 3,56 dan DO 1,93 mg/l.
Limbah cair pada pengolahan tahu kuning dengan kapasitas produksi di bawah 100 kg/hari menghasilkan jumlah limbah cair dihasilkan sebanyak 460 – 780 liter dengan nilai BOD 3.500 – 4.600 mg/l, TSS 716 – 760 mg/l, pH 3,8 – 3,9 dan DO 1,3 – 1,5 mg/l, sedangkan kapasitas produksi di atas 100 kg/hari menghasilkan jumlah limbah cair di atas 2.000 liter, BOD 5.800 mg/l, TSS di atas 800 mg/l, pH 3,66 dan DO 1,2 mg/l.
3.3. Industri Pengolahan Daging
Kategori industri yang termasuk dalam pengolahan daging adalah industri yang melakukan kegiatan penyembelihan hewan, mengolah karkas menjadi daging segar, kaleng atau produk lainnya.
Industri pengolahan daging berpotensi untuk menghasilkan limbah padat dan air limbah dalam jumlah besar dengan kandungan BOD dapat mencapai 600 mg/l. Pada proses pemotongan hewan BOD mencapai 8.000 mg/liter dan suspended solid (SS) mencapai 800 mg/liter atau lebih. Selain itu pada kegiatan ini juga dihasilkan bau yang menyengat.
Limbah cair Rumah Potong Hewan dihasilkan dari kegiatan pengkandangan dan pemotongan ternak. Dari pengkandangan ternak limbah cair dihasilkan dari kegiatan pencucian/sanitasi kandang, urine ternak dan air atau limbah cair yang terkontaminasi limbah padat (sisa pakan dan kotoran ternak).
Tabel 3.2. Karakteristik Limbah Cair RPH
No Jenis Limbah
Karakteristik 1. Darah
Jumlah
14,67 kg
BOD = 156.500 – 183.000 mg/l COD = 218.300 – 246.000 mg/l
2. Air bekas pencucian jeroan (alat
viceral) 3. Air pencucian kandang
5. Cairan rumen
4,5 kg
BOD = 50.200 mg/l COD = 177.300 mg/l
6. Limbah cair (campuran)
BOD 400-3.000 mg/l, Padatan tersuspensi 400-3.000 mg/l Lemak 200-1.000 mg/l.
Keterangan: Jenis limbah cair berasal dari RPH yang memotong ternak sapi *) Jumlah limbah bergantung pada pemakaian air oleh pengelola RPH Sumber: KLH (2003) dan Wahyono dkk (2003)
Dari kegiatan pemotongan ternak, limbah cair yang dihasilkan meliputi: darah dari penyembelihan,
air limbah pencucian ruang pemotongan, air limbah pencucian jeroan, dan cairan rumen.
Berdasarkan karekteristiknya, limbah cair dari kegiatan RPH adalah mengandung bahan organik, padatan tersuspensi, lemak, nitrogen dan fosfor. Berikut ini ditampilkan karakteristik limbah cair RPH dari kegiatan pengkandangan dan pemotongan ternak.
Bab 4. Pengendalian Pencemaran Air Limbah Agroindustri
Dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup maka perlu dilakukan upaya pengendalian terhadap usaha dan/atau kegiatan yang berpotensi menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Salah satu upaya pengendalian pencemaran tersebut adalah dengan mewajibkan pelaku usaha pengolahan hasil pertanian untuk melakukan pengelolaan dan pengolahan air limbah yang dihasilkannya.
Instrumen pengendali pencemaran air limbah oleh pelaku usaha dapat terdiri dari dua cara, yaitu:
a. Penetapan Baku Mutu Air Limbah (Effluent Standard) Baku mutu air limbah adalah ukuran atau batas atau kadar maksimum unsur pencemar dan/atau jumlah pencemar yang ditenggang keberadaanya dalam air limbah kegiatandan/usaha yang akan dibuang atau dilepas ke media lingkungan.
b. Penetapan Baku Mutu Sungai (Stream Standard) Baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air
Saat ini instrumen pengendali pencemaran air oleh pelaku usaha yang banyak diterapkan adalah dengan baku mutu air limbah. Dengan instrumen ini setiap pelaku usaha harus mematuhi baku mutu air limbah yang ditetapkan untuk kegiatan/usahanya tersebut.
Baku mutu air limbah bagi kegiatan pengolahan hasil pertanian ditetapkan dengan tujuan:
a. menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup;
b. menurunkan beban pencemaran lingkungan melalui upaya pengendalian pencemaran dari kegiatan RPH.
Sedangkan, sasaran penetapan baku mutu air limbah kegiatan pengolahan hasil pertanian dimaksudkan untuk mendorong penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan pengolahan hasil pertanian mengolah air limbah sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan.
Dalam penerapannya, baku mutu air limbah dapat ditetapkan secara nasional oleh Menteri Lingkungan Hidup, untuk lingkup propinsi oleh Gubernyr dan untuk lingkup kabupaten.kota oleh Bupati/Walikota.
Terdapat kemungkinan, pemerintah daerah telah menetapkan peraturan mengenai baku mutu air limbah untuk kegiatan pengolahan hasil pertanian, maka penaatan dan penggunaan peraturan tersebut adalah sebagai berikut:
bila baku mutu daerah tersebut lebih longgar dari yang ditetapkan secara nasional, maka pemerintah daerah harus menggunakan baku mutu nasional tersebut; bila baku mutu daerah tersebut lebih ketat dari yang ditetapkan secara nasional maka pemerintah daerah harus tetap menggunakan baku mutu yang berlaku untuk daerah
bersangkutan.
Selain itu bila analisis lingkungan berupa AMDAL atau UKL-UPL dan hasil kajian pembuangan limbah menyatakan persyaratan yang lebih ketat maka pengaturannya adalah sebagai berikut:
a. Dalam hal hasil kajian kelayakan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) atau rekomendasi Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) dari usaha dan/atau kegiatan pengolahan hasil pertanian mensyaratkan baku mutu air limbah lebih ketat daripada baku mutu air limbah sebagaimana diatur dalam peraturan mengenai baku mutu air limbah untuk kegiatan pengolahan hasil pertanian, maka diberlakukan baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan hasil pertanian tersebut sebagaimana yang dipersyaratkan oleh AMDAL atau rekomendasi UKL dan UPL.
b. Dalam hal hasil kajian mengenai pembuangan air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan hasil pertanian mensyaratkan baku mutu air limbah lebih ketat daripada baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam peraturan mengenai baku mutu air limbah untuk kegiatan pengolahan hasil pertanian, maka dalam persyaratan izin pembuangan air limbah diberlakukan baku mutu air limbah berdasarkan hasil kajian.
4.1. Peraturan Perundangan
Terdapat berbagai peraturan perundangan yang terkait dengan pengelolaan lingkungan dan limbah kegiatan pengolahan hasil pertanian, yaitu:
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274);
2. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3495);
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699);
5. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377);
6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
7. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5015);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1983 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3253);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3816);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4161);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
14. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 12 Tahun 2006 tentang Persyaratan dan Tata Cara Perizinan Pembuangan Air Limbah Ke Laut;
Sedangkan peraturan yang mengatur mengenai baku mutu air limbah untuk kegiatan pengolahan hasil pertanian adalah:
1. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 1991 tentang Baku Mutu Limbah Cair Industri Usaha dan/atau kegiatan industri yang diatur dalam peraturan ini meliputi berbagai industri termasuk industri pengolahan hasil pertanian yaitu: pengolahan kelapa sawit, karet, pengolahan susu, tapioka, dll.
Industri yang baku mutunya belum diatur secara sprsifik dalam KepmenLH ini, maka dapat menggunakan Lampiran C Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 1991 ini.
2. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 02 Tahun 2006 Tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Kegiatan Rumah Pemotongan Hewan Usaha dan/atau kegiatan RPH yang diatur dalam peraturan ini meliputi: pemotongan, pembersihan lantai tempat pemotongan, pembersihan kandang penampungan, pembersihan kandang isolasi, dan/atau pembersihan isi perut dan air sisa perendaman;
Baku mutu air limbah dalam Peraturan Menteri ini berlaku untuk kegiatan RPH:
a. Sapi;
b. Kerbau;
c. Babi;
d. Kuda;
e. Kambing dan/atau;
f. Domba.
3. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun 2007 Tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha Dan/Atau Kegiatan Pengolahan Buah-buahan dan/atau Sayuran Usaha dan/atau kegiatan pengolahan buah-buahan dan/atau sayuran adalah usaha dan/atau kegiatan pengolahan yang langsung menggunakan bahan baku yang meliputi buah nanas, buah lainnya, jamur, dan/atau sayuran jenis lainnya.
Jenis usaha dan/atau kegiatan pengolahan buah-buahan dan/atau sayuran yang diatur dalam Peraturan Menteri ini meliputi industri:
a. Pengalengan; a. Pengalengan;
c. Penggorengan;
d. Pengeringan;
e. Pembuatan manisan;
f. Pembuatan jus;
g. Pembuatan konsentrat;
h. Pembuatan saos; dan/atau
i. Pembuatan pasta.
4. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 09 Tahun 2009 Tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha Dan/Atau Kegiatan Pengolahan Obat Tradisional/Jamu Jenis usaha dan/atau kegiatan pengolahan obat tradisional/jamu yang diatur dalam Peraturan Menteri ini meliputi usaha dan/atau kegiatan pengolahan obat tradisional/jamu yang memanfaatkan bahan atau ramuan bahan alami dengan bahan baku utama yang berasal dari tumbuhan.
5. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha Dan/Atau Kegiatan Peternakan Sapi Dan Babi Usaha dan/atau kegiatan peternakan sapi dan babi adalah usaha peternakan sapi dan babi yang dilakukan di tempat yang tertentu serta perkembangbiakan ternaknya dan manfaatnya diatur dan diawasi oleh peternak-peternak
6. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun 2008 Tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha Dan/Atau Kegiatan Pengolahan Kelapa Usaha dan/atau kegiatan pengolahan kelapa adalah usaha dan/atau kegiatan di bidang pengolahan kelapa untuk dijadikan produk santan, produk tepung, minyak goreng kelapa, dan/atau produk olahan lainnya yang digunakan untuk konsumsi manusia dan pakan.
7. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha Dan/Atau Kegiatan Pengolahan Daging Usaha dan/atau kegiatan pengolahan daging adalah kegiatan pengolahan daging menjadi produk akhir berupa daging beku, produk olahan setengah jadi, dan/atau produk olahan siap konsumsi
Jenis usaha dan/atau kegiatan pengolahan daging yang diatur dalam Peraturan Menteri ini meliputi usaha dan/atau kegiatan pengolahan daging:
a. ayam; a. ayam;
c. kerbau;
d. kuda;
e. kambing atau domba;
f. babi; dan/atau
g. gabungan.
Jenis usaha dan/atau kegiatan pengolahan daging meliputi kegiatan usaha dan/atau pengolahan daging yang melakukan dan/atau tanpa kegiatan pemotongan hewan.
8. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 15 Tahun 2008 Tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha Dan/Atau Kegiatan Pengolahan Kedelai
Usaha dan/atau kegiatan pengolahan kedelai adalah usaha dan/atau kegiatan yang memanfaatkan kedelai sebagai bahan baku utama yang tidak bisa digantikan dengan bahan lain.
Jenis usaha dan/atau kegiatan pengolahan kedelai yang diatur dalam Peraturan Menteri ini meliputi usaha dan/atau kegiatan pengolahan kedelai yang menghasilkan:
a. kecap;
b. tahu; dan/atau
c. tempe.
4.2. Kewajiban Pelaku Usaha Dalam Pemenuhan Baku Mutu Air Limbah
Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan pengolahan hasil pertanian dalam pelaksanaan pengelolaan dan pengolahan air limbah wajib untuk melaksanakan hal-hal sebagai berikut:
a. melakukan pengolahan air limbah sehingga mutu air limbah yang dibuang tidak melampaui baku mutu air limbah sesuai dengan perundangan yang berlaku;
b. menggunakan sistem saluran air limbah kedap air sehingga tidak terjadi perembesan air limbah ke lingkungan;
c. memasang alat ukur debit atau laju alir air limbah pada inlet IPAL, outlet IPAL dan/atau inlet pemanfaatan kembali
d. melakukan pencatatan pH air limbah harian dan debit air limbah harian baik untuk air limbah yang dibuang ke sumber air dan/atau yang dimanfaatkan kembali;
e. tidak melakukan pengenceran air limbah ke dalam aliran buangan air limbah;
f. melakukan pencatatan jumlah bahan baku dan produk harian senyatanya;
g. memisahkan saluran pembuangan air limbah dengan saluran air hujan; g. memisahkan saluran pembuangan air limbah dengan saluran air hujan;
i. memeriksa kadar parameter air limbah sebagaimana dipersyaratkan oleh peraturan perundangan secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan di laboratorium yang terakreditasi atau yang ditunjuk oleh gubernur dengan format standar.
j. menyampaikan laporan debit air limbah harian, pH harian, penggunaan bahan baku, jumlah produk, dan kadar parameter air limbah sebagaimana dimaksud dalam huruf d, huruf f dan huruf I secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan kepada instansi terkait sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
k. melaporkan kepada bupati/walikota dengan tembusan kepada gubernur dan Menteri Negara Lingkungan Hidup mengenai kejadian tidak normal dan/atau keadaan darurat yang mengakibatkan baku mutu air limbah dilampaui serta upaya penanggulangannya paling lama 2 x 24 jam.
Parameter uji yang dilakukan oleh pelaku usaha dan/atau kegiatan meliputi: Kadar maksimum bahan pencemar dalam air limbah dinyatakan dalam satuan mg/liter Beban pencemaran maksimum yang dinyatakan dalam satuan kg/ton bahan baku yang
digunakan untuk kegiatan yang memproduksi bahan pangan, atau gram/ekor ternak/hari
Kuantitas air limbah maksimum yang dinyatakan dalam satuan m 3 /ton bahan baku yang digunakan atau liter/ekor ternak/hari
Bab 5. Pengolahan Air Limbah
5.1. Tahapan Pengolahan Air Limbah
Pada prinsipnya pengolahan air limbah dapat dikelompokkan menjadi enam tahapan pengolahan. Namun hal ini juga bergantung kepada jenis air limbah dan tujuan pengolahan tersebut.
Keenam tahapan pengolahan air limbah tersebut adalah: - Pengolahan Pendahuluan (Pre Tratment); - Pengolahan Primer (Primary Treatment); - Pengolahan Sekunder (Secondary Treatment); - Pengolahan Tersier (Tertiary Treatment); - Pembunuhan Kuman (Desinfektion); Dan - Pembuangan Lanjutan (Ultimate Disposal)
Dari setiap fase di atas terdapat berbagai jenis pengolahan yang dapat diterapkan. Dari beberapa jenis pengolahan tersebut dapat dipilih gabungan pengolahan yang efektif untuk mengolah air limbah yang ada. Selain itu, untuk mengolah air limbah tidak selelu harus mengikuti tahapan-tahapan seperti di atas, akan tetapi perlu dilakukan penyesuaian sesuai dengan kebutuhan yang ada. Dengan demikian setiap unit bangunan/instalasi pengolahan air limbah akan ada perbeda tahapan dan jenis proses yang dipilih.
Pengolahan Pendahuluan (Pre Tratment)
Pengolahan pendahuluan ditujukan untuk menyaring benda terapung dan mengendapkan benda yang berukuran besar seperti sampah, lemak, kerikil atau pasir. Tahap selanjutnya adalah melakukan penyeragaman kondisi air limbah (equalization) yang meliputi debit dan keasaman air limbah.
Pengolahan Primer (Primary Treatment)
Pengolahan primer bertujuan untuk menghilangkan zat padat tersuspensi melalui pengendapan (sedimentatio) atau pengapungan (flotation).
Proses pengendapan tahap pertama ini masih sederhana karena partikel-partikel yang ada diendapkan dengan cara gravitasi. Bahan kimia dapat digunakan untuk membantu Proses pengendapan tahap pertama ini masih sederhana karena partikel-partikel yang ada diendapkan dengan cara gravitasi. Bahan kimia dapat digunakan untuk membantu
Proses pengapungan dilakukan dengan menghembuskan udara dari bawah sehingga partikel akan mengapung kemudian dipisahkan dari cairan.
Pengolahan Sekunder (Secondary Treatment)
Pengolahan sekunder bertujuan untuk mengurangi kadar bahan organik dalam air limbah dengan menggunakan proses biologi seperti lumpur aktif, trickling filter, anaerobic digester, biogas, dll. Terdapat dua hal penting dalam proses ini adalah penambahan oksigen dan pertumbuhan bakteri.
Pengolahan Tersier (Tertiary Treatment)
Pengolahan tersier dilakukan apabila setelah pengolahan pertama dan kedua masih banyak bahan polutan yang terdapat dalam air limbah. Pengolahan ini dilakukan secara khusu tergantung jenis bahan polutan yang ada. Beberapa alat yang biasa digunakan untuk pengolahan tersier adalah saringan pasir, saringan multimedia, vacum filter, penyerapan, dll.
Pembunuhan Kuman (Desinfektion)
Pembuhunah bakteri bertujuan untuk mengurangi atau membunuh mikroorganisme patogen yang ada dalam air limbah. Bahan kimia biasanya digunakan dalam proses ini seperti clorin.
Pembuangan Lanjutan (Ultimate Disposal)
Dari pengolahan air limbah biasanya dihasilkan lumpur. Lumpur tersebut perlu diolah lebih lanjut untuk menghilangkan tingkat polutannya dan kemudian dapat dimanfaatkan atau dibuang ke lingkungan. Beberapa proses pengolahan lumpur adalah pemekatan, penstabilan, pengurangan air, dan pengeringan.
5.2. Teknik Pengolahan Air Limbah
Industri pengolahan hasil pertanian merupakan salah satu penyumbang limbah cair yang signifikan bagi lingkungan. Bagi industri-industri besar, seperti industri kelapa sawit, teknologi pengolahan limbah cair yang dihasilkannya mungkin sudah memadai, namun tidak demikian bagi industri kecil atau sedang yang memiliki keterbatasan dalam pemahaman mengenai pentingnya pengelolaan limbah.
Teknologi pengolahan air limbah merupakan salah satu teknik untuk menurunkan tingkat pencemaran dan bahaya dari air limbah bagi lingkungan dan manusia. Terdapat beragam teknologi pengolahan air limbah yang dapat diterapkan namun perlu dipertimbangkan beberapa hal yaitu:
harus dapat dioperasikan dan dipelihara oleh pihak industri harus dapat menurunkan pencemaran dalam air limbah ke tingkat yang sesuai atau lebih
rendah dari baku mutu yang ditetapkan harus layak secara ekonomi dalam pembangunan (konstruksi), operasional dan
pemeliharaannya
Berbagai teknik pengolahan air limbah untuk mengurangi bahan polutan didalamnya telah dicoba dan dikembangkan selama ini. Pengolahan air limbah yang telah dikembangkan tersebut secara umum terbagi menjadi 3 teknik pengolahan yaitu pengolahan secara fisika, kimia dan biologi. Untuk mengolah suatu jenis air limbah tertentu, ketiga teknik pengolahan tersebut dapat diaplikasikan secara sendiri-sendiri, kombinasi dari dua teknik atau ketiganya.
a. Pengolahan Secara Fisika
Pada umumnya, sebelum dilakukan pengolahan lanjutan terhadap air limbah, bahan-bahan tersuspensi berukuran besar dan mudah mengendap atau bahan-bahan yang terapung disisihkan terlebih dahulu. Terdapat 5 cara untuk melakukan pemisahan bahan-bahan cemaran tersebut dalam air limbah yaitu dengan penyaringan, presipitasi, flotasi, filtrasi dn sentrifugasi.
Penyaringan (screening) merupakan cara yang efisien dan murah untuk menyisihkan bahan tersuspensi yang berukuran besar. Sedangkan bahan tersuspensi yang mudah mengendap dapat disisihkan secara mudah dengan proses pengendapan. Parameter desain yang utama untuk proses pengendapan ini adalah kecepatan mengendap partikel dan waktu detensi hidrolis di dalam bak pengendap.
Proses flotasi banyak digunakan untuk menyisihkan bahan-bahan yang mengapung seperti minyak dan lemak agar tidak mengganggu proses pengolahan berikutnya. Flotasi juga dapat digunakan sebagai cara penyisihan bahan-bahan tersuspensi (clarification) atau pemekatan lumpur endapan (sludge thickening) dengan memberikan aliran udara ke atas (air flotation).
Proses filtrasi di dalam pengolahan air limbah, biasanya dilakukan untuk mendahului proses adsorbsi atau proses reverse osmosis-nya, akan dilaksanakan untuk menyisihkan sebanyak Proses filtrasi di dalam pengolahan air limbah, biasanya dilakukan untuk mendahului proses adsorbsi atau proses reverse osmosis-nya, akan dilaksanakan untuk menyisihkan sebanyak
Gambar 5.1. Skema Diagram Pengolahan Air Limbah Secara Fisik
Proses adsorbsi, biasanya dengan karbon aktif, dilakukan untuk menyisihkan senyawa aromatik (misalnya: fenol) dan senyawa organik terlarut lainnya, terutama jika diinginkan untuk menggunakan kembali air limbah tersebut. Teknologi membran (reverse osmosis) biasanya diaplikasikan untuk unit-unit pengolahan kecil, terutama jika pengolahan ditujukan untuk menggunakan kembali air yang diolah. Biaya instalasi dan operasinya sangat mahal.
b. Pengolahan Secara Kimia
Pengolahan air limbah secara kimia biasanya dilakukan untuk menghilangkan partikel- partikel yang tidak mudah mengendap (koloid), logam-logam berat, senyawa fosfor, dan zat organik beracun; dengan membubuhkan bahan kimia tertentu yang diperlukan. Penyisihan bahan-bahan tersebut pada prinsipnya berlangsung melalui perubahan sifat bahan-bahan tersebut, yaitu dari tak dapat diendapkan menjadi mudah diendapkan (flokulasi-koagulasi), baik dengan atau tanpa reaksi oksidasi-reduksi, dan juga berlangsung sebagai hasil reaksi oksidasi.
Gambar 5.2. Skema Diagram Pengolahan Air Limbah Secara Kimiawi
Pengendapan bahan tersuspensi yang tak mudah larut dilakukan dengan membubuhkan elektrolit yang mempunyai muatan yang berlawanan dengan muatan koloidnya agar terjadi netralisasi muatan koloid tersebut, sehingga akhirnya dapat diendapkan. Penyisihan logam berat dan senyawa fosfor dilakukan dengan membubuhkan larutan alkali (air kapur misalnya) sehingga terbentuk endapan hidroksida logam-logam tersebut atau endapan hidroksiapatit. Endapan logam tersebut akan lebih stabil jika pH air > 10,5 dan untuk hidroksiapatit pada pH > 9,5. Khusus untuk krom heksavalen, sebelum diendapkan sebagai
krom hidroksida [Cr(OH) 3 ], terlebih dahulu direduksi menjadi krom trivalent dengan
membubuhkan reduktor (FeSO 4 , SO 2 , atau Na 2 S 2 O 5 ).
Penyisihan bahan-bahan organik beracun seperti fenol dan sianida pada konsentrasi rendah Penyisihan bahan-bahan organik beracun seperti fenol dan sianida pada konsentrasi rendah
kimia.
c. Pengolahan secara biologi
Semua air limbah yang mengandung bahan organik dapat diolah secara biologi (biodegradable). Sebagai pengolahan sekunder, pengolahan secara biologi banyak diterapkan karena merupakan pengolahan yang murah, efisien dan lebih ramah lingkungan.
Gambar 5.3. Skema Diagram Pengolahan Air Limbah Secara Biologi
Pada dasarnya, reaktor pengolahan secara biologi dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu:
1. Reaktor pertumbuhan tersuspensi (suspended growth reactor);
2. Reaktor pertumbuhan lekat (attached growth reactor).
Di dalam reaktor pertumbuhan tersuspensi, mikroorganisme tumbuh dan berkembang dalam keadaan tersuspensi. Proses lumpur aktif yang banyak dikenal berlangsung dalam reaktor jenis ini. Proses lumpur aktif terus berkembang dengan berbagai modifikasinya, antara lain: oxidation ditch dan kontak-stabilisasi. Dibandingkan dengan proses lumpur aktif konvensional, oxidation ditch mempunyai beberapa kelebihan, yaitu efisiensi penurunan BOD dapat mencapai 85%-90% (dibandingkan 80%-85%) dan lumpur yang dihasilkan lebih Di dalam reaktor pertumbuhan tersuspensi, mikroorganisme tumbuh dan berkembang dalam keadaan tersuspensi. Proses lumpur aktif yang banyak dikenal berlangsung dalam reaktor jenis ini. Proses lumpur aktif terus berkembang dengan berbagai modifikasinya, antara lain: oxidation ditch dan kontak-stabilisasi. Dibandingkan dengan proses lumpur aktif konvensional, oxidation ditch mempunyai beberapa kelebihan, yaitu efisiensi penurunan BOD dapat mencapai 85%-90% (dibandingkan 80%-85%) dan lumpur yang dihasilkan lebih
Kolam oksidasi dan lagoon, baik yang diaerasi maupun yang tidak, juga termasuk dalam jenis reaktor pertumbuhan tersuspensi. Untuk iklim tropis seperti Indonesia, waktu detensi hidrolis selama 12-18 hari di dalam kolam oksidasi maupun dalam lagoon yang tidak diaerasi, cukup untuk mencapai kualitas efluen yang dapat memenuhi standar yang ditetapkan. Di dalam lagoon yang diaerasi cukup dengan waktu detensi 3-5 hari saja. Di dalam reaktor pertumbuhan lekat, mikroorganisme tumbuh di atas media pendukung dengan membentuk lapisan film untuk melekatkan dirinya. Berbagai modifikasi telah banyak dikembangkan selama ini, antara lain trickling filter, cakram biologi, filter terendam dan reaktor fludisasi
Seluruh modifikasi ini dapat menghasilkan efisiensi penurunan BOD sekitar 80%-90%. Ditinjau dari segi lingkungan dimana berlangsung proses penguraian secara biologi, proses ini dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
1. Proses aerob, yang berlangsung dengan hadirnya oksigen;
2. Proses anaerob, yang berlangsung tanpa adanya oksigen.
Apabila BOD air limbah tidak melebihi 400 mg/l, proses aerob masih dapat dianggap lebih ekonomis dari anaerob. Pada BOD lebih tinggi dari 4.000 mg/l, proses anaerob menjadi lebih ekonomis.
5.3. Peralatan Mekanik dan Elektrik
Pada umumnya IPAL dilengkapi dengan peralatan mekanik dan elektrik yang mendukung operasi pengolahan. Pilihan jenis peralatan mekanik dan elektrik harus disesuaikan tengan teknik pengolahan yang dipilih, misalnya pengolahan aerasi membutuhkan peralatan mekanik seperti jet aerator atau bubble aerator.
Peralatan Mekanik
Peralatan mekanik dalam unit pengolahan air limbah dapat dibedakan menjadi beberapa kelompok sebagai berikut:
1. Peralatan pemisah (liquid and solid separator)
Peralatan pemisah dapat berupa bar screen, comunitor, compactor, grit removal, clarifier, tickener, dll
2. Peralatan untuk proses-prose biologi (biological treatment) Peralatan ini dapat berupa aerator, batch reactor, blower, plastic media, RBC, lagoon treatment system, dll.
3. Peralatan penanganan dan pengolahan bahan padatan (solid tratment and handling)
Peralatan ini fapat berupa digester gas mixing, sludge heater, centrifuges, lime stabilization, conveyor, dll
4. Peralatan desinfeksi (disinfektion equipment) Peralatan ini dapat berupa clorine analyzer, clorin scrubber, chemical metering pump, dll
5. Peralatan untuk menyaring bau (odor and vapor scrubber) Peralatan ini dapat berupa emergency vapor scrubber, chemical mist, digester gas, dll.
Peralatan Elektrik
Peralatan elektrik yang diperlukan dalam instalasi pengolahan air limbah meliputi pompa, mixer, aerator, scrapper, thickener, dan plan control.
5.4. Anjuran Teknologi Pengolahan Air Limbah
Pilihan pengolahan air limbah dapat didasarkan pada jenis industri yang bersangkutan atau dengan melakukan modifikasi berdasarkan karakteristik limbah cair yang dihasilkannya.
Tabel 5.1. Teknologi Penanganan Limbah Pada Berbagai Industri Pengolahan Pangan
Jenis Industri Teknologi Pengelolaan dan Pengolahan Limbah
Produk susu Pengndalian di pabrik, penanganan biologi dan filtrasi pasir
Penggilingan biji-bijian Pengndalian di pabrik, penanganan biologi dan filtrasi pemisahan padatan biologi
Pengalengan dan Penanganan biologi, pemisahan padatan dari effluen, pengawetan buah serta
desinfeksi, peningkatan pengendalian dalam pabrik sayur Pemurnian gula