Proses PAI dalam Keluarga Pranikah

Proses PAI dalam Keluarga Pranikah
1. Pengertian Pendidikan Pranikah
Pendidikan adalah usaha yang dilakukan seseorang terhadap seseorang agar tercapai
perkembangan maksimal yang positif. Sedangkan nikah adalah dihalalkannya seorang lakilaki dan perempuan untuk bersenang-senang, melakukan hubungan seksual.[1]
Dari pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan pranikah adalah
proses transformasi prilaku dan sikap didalam kelompok atau unit sosial terkecil dalam
masyarakat terhadap calon mempelai.
2. Kriteria Memilih Calon Istri dan Suami Menurut Islam
Setiap muslim yang ingin beruntung dunia akhirat hendaklah mengidam-idamkan
sosok suami dan istri dengan kriteria sebagai berikut :
a) Taat kepada Allah dan Rasul-Nya
Ini adalah kriteria yang paling utama. Maka dalam memilih calon pasangan hidup
minimal harus terdapat satu syarat ini. Allah berfirman yang artinya : “ sesungguhnya yang
paling mulia di antara kalian adalah yang paling bertaqwa.” (QS.AL-Hujurat :13)
b) Al kafa’ah (sekufu)
Yang dimaksud sekufu secara bahasa adalah sebanding dalam hal kedudukan, agama,
nasab, rumah dan selainnya (Lisaanul arab, Ibnu manzhur). Al kafa’ah secara syari’at
menurut mayoritas aulama adalah sebanding dengan agama, nasab, kemerdekaan dan
pekerjaan. Dengan kata lain kesetaraan dalam agama dan status sosial. Banyak dalil yang
menunjukan anjuran ini, diantaranya firman Allah Ta’ala : “wanita yang keji untuk laki-laki
yang keji. Dan laki-laki yang keji untuk wanita-wanita yang keji pula wanita yang baik untuk

laki-laki yang baik. Dan laki-laki yang baik untuk wanita-wanita yang baik pula.” (QS. An
Nur : 26)
c) Menyenangkan Jika Dipandang
Rasulullah SAW dalam hadis yang telah disebutkan membolehkan kita untuk
menjadikan faktor fisik sebagai salah satu kriteria memilih calon pasangan hidup. Karena
paras yang cantik atau tampan, juga keadaan fisik yang menarik lainnya dari calon pasangan
hidup kita adalah salah satu faktor penunjang keharmonisan rumah tangga. Maka
mempertimbangkan hal tersebut sejalan dengan tujuan dari pernikahan, yaitu untuk
mencipatakan ketentraman dalam hati. Allah Berfirman : “ dan diantara tanda kekuasaan
Allah ialah ia menciptakan bagimu istri-istri dari jenismu sendiri agar kamu merasa tentram
dengannya.” (QS. Ar rum : 21)
d) Subur (mampu enghasilakan keturunan)
Diantara hikmah pernikahan yaitu untuk meneruskan keturunan dan memperbanyak
jumlah kaum muslimin dan memperkuat izzah (kemuliaan) kaum muslimin. Oleh karena itu,
Rasulullah SAW menganjurkan untuk memilih calon Istri yang subur. Sebagaimana sabdanya
: “ nikahilah wanita yang subur ! karena aku berbangga dengan banyaknya umatku.” (HR. An
Nasa’i, Abu Daud. Dihasankan oleh Albani dalam Misykatul Mashabih)[2]
3. Kurikulum Pendidikan Pra Nikah
Untuk mencapai keluarga sakinah mawadah warahmah warabbul ghafur yang mampu
menghadapi tatanan sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam membina keluarga

terdapat beberapa pendidikan yang harus dijalankan oleh suami istri sehingga proses
transformasi prilaku dan sikap di dalam kelompok atau unit sosial terkecil dalam masyarakat

akan tercapai sesuai dengan tuntunan syari’at. Maka Islam menawarkan beberapa macam
konsep pembelajaran pendidikan pra nikah bagi calon mempelai, yaitu :
a) Materi hubungan suami istri dan konsep pembinaan keluarga sakinah mawadah warahmah
warabbul ghafur.
b) Materi hak dan tanggung jawab
c) Materi hubungan antara suami dengan istri dengan anak dan keluarga dan juga masyarakat
B. Proses PAI dalam Keluarga saat Nikah
1. Pengertian Nikah
Nikah menurut bahasa mempunyai arti mengumpulkan, menggabungkan,
menjodohkan atau bersenggama (wath’i). Dalam pasal I bab I, UU perkawinan No 1 tahun
1974, perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan wanita sebagai suami
istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang
maha Esa.
Pernikahan adalah ikatan lahir batin seorang laki-laki dalam suatu rumah tangga
berdasarkan kepada tuntunan agama. Ada juga yang mendefinisikan dengan suatu perjanjian
atau aqad (ijab dan qabul) antara laki-laki dan perempuan untuk menghalalkan hubungan
badanniyah sebagaimana suami istri yang sah yang mengandung syarat-syarat dan rukunrukun yang ditentukan oleh syariat islam.[3]

2. Dorongan untuk melangsungkan pernikahan
Mengenai pernikahan Rasulullah saw memberi dorongan kepada para pemuda yang
telah mampu, rasulullah saw bersabda : “ wahai para pemuda, siapa saja di antara kamu
sudah mampu (lahir dan batin) untuk berkeluarga, maka kawinlah. Sesungguhnya hal yang
demikian lebih memelihara pandangan mata, memelihara kehormatan, dan siapa yang belum
mampu untuk berkeluarga, dianjurkan baginya untuk berpuasa, karena hal itu akan menjadi
pelindung dari segala perbuatan memperturutkan syahwat.” (HR. Mutafaqq ‘alaih )
Maka, islam sangat mengecam pola hidup yang lebih menyukai membujang, yaitu
hidup tanpa ada ikatan perkawinan yang sah. Islam juga melarang kalau keadaan tersebut
terjadi dalam kondisi ia mampu untuk nikah, kecuali ada alasan biologis, seperti impoten.[4]
Menikah itu sangat penting karena merupakan sunnah Rasul yang sangat sakral,
karenanya nikah juga merupakan ikatan yang sangat kuat dalam al-qur’an disebut mitsaqon
ghalidzo. Oleh karena itu pernikahan harus dilaksanakan yang sesuai dengan ajaran Islam.
Karena itu pernikahan jangan sampai dinodai dengan hal-hal yang bernilai maksiat dan
musyrik.
C. Proses PAI dalam Keluarga Pasca Nikah
Setelah proses pernikahan, pasangan baru yang biasa disebut pengantin baru, akan
selalu mendapatkan perasaan yang penuh suka cita. Mungkin masa inilah puncak keindahan
dan dambaan setiap insan baik laki-laki maupun perempuan.
 Membangun keluarga bahagia

Ada 5 prinsip membangun keluarga bahagia berdasrkan surat ar-Rum : 21 : “ dan
diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu
sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikannya diantara

a)
b)
c)
d)
e)

rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
bagi kaum yang berfikir.”
Ada 5 prinsip yang harus dilakukan untuk mencapai rasa tentram, kasih sayang dalam
rumah tangga :
Sikap santun dan bijak
Saling mengingatkan dalam kebaikan
Lebih mengutamakan melaksanakan kewajiban daripada menuntut hak
Saling menutupi kekurangan pasangan
Saling tolong menolong[5]


 Pendidikan agama dalam keluarga
Dalam hadist nabi, rasulullah memerintahkan kepada sahabatnya untuk memberikan
taklim (pengajaran) kepada keluarga dan menyampaikan kepada mereka ilmu yang
didapatkan saat bermajelis dengan orang alim. Dengan penjelasan tersebut dapat difahami
bahwa seorang suami harus memiliki ilmu yang cukup untuk mendidik anak dan istrinya,
mengarahkan kepada kebenaran, dan menjauhkan mereka dari penyimpangan.
Dalam Mendidik istri memasuki masa-masa awal pernikahan, semestinya seorang
suami telah merencanakan pendidikan agama bagi istrinya. Dan sebelum menjadi seorang
ayah, semestinya ia telah menyiapkan istrinya untuk menjadi pendidik anak-anaknya kelak
karena “ibu merupakan sekolah bagi anak-anaknya, kata penyair arab.
Perlu diperhatikan bahwa mendapatkan pengajaran agama termasuk salah satu hak
istri yang seharusnya ditunaikan oleh suami dan termasuk hak seorang wanita yang harus
ditunaikan walinya. Namun pada prakteknya, hak ini sering sekali tidak terpenuhi
sebagaimana mestinya. Sehingga tepat sekali ucapan Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i
yang membagi manusia menjadi tiga macam dalam mengurusi wanita :
a) Mereka yang melepaskan wanita begitu saja sekehendaknya, membiarkannya bepergian jauh
tanpa mahram, bercampur baur diskolah, perguruan tinggi dan ditempat kerja dan lainnya
sehingga mengakibatkan rusaknya keadaan kaum muslimin
b) Mereka yang menyia-nyiakan wanita tanpa taklim, membiarkannya seperti binatang ternak,
sehingga ia tidak tahu sedikit pun kewajiban yang Allah bebankan padanya.

c) Mereka yang memberikan pengajaran agama kepada wanita sesuai dengan kandungan AlQur’an dan As sunnah, karena melaksanakan perintah Allah SWT : “wahai orang-orang yang
beriman, jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya adalah
manusia dan batu.” (QS. At-Tahrim : 6) dan Rasulullah SAW bersabda : “setiap kalian adalah
pemimpin dan setiap kalian akan ditanya dan dimintai tanggung jawb tentang apa yang
dipimpinnya?” (HR. Bukhari no 893 dan Muslim no 1829)
Seorang istri perlu diajari tentang perkara yang dibutuhkannya dalam kehidupan
sehari-hari siang dan malamnya, tentang tauhid, bahaya sirik, maksiat dan penyakit-penyakit
hati berikut pengobatannya.
Gambaran seorang alim terdahulu terhadap keluarga mereka sangat mementingkan
pendidikan agama. Disamping mereka berdakwah ekpada umat diluar rumah, mereka juga
tidak melupakan orang-orang yang berada dalam rumah mereka (keluarga). Tidak seperti
kebanyakan manusia pada hari ini yang sibuk dengan urusan mereka diluar rumah sehingga
melalaikan pendidikan istrinya.[6]

Oleh karena itu, dalam rumah tangga harus memungsikan keluarga seoptimal
mungkin, sehingga rumah tangga itu tidak sekedar tempat singgah tapi harus difungsikan
juga sebagai tempat pendidikan serta memperkokoh hubungan dengan sesama keluarga, dan
yang akan menjadi teladan bagi anak-anak.