HUBUNGAN KARYAWAN PERUSAHAAN DAN TANGGUN

HUBUNGAN KARYAWAN – PERUSAHAAN DAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL
PERUSAHAAN
A. KEWAJIBAN KARYAWAN DAN PERUSAHAAN
1. Kewajiban Karyawan terhadap Perusahaan
1.1. Tiga kewajiban karyawan yang penting
a. Kewajiban Ketaatan
Bagi orang yang memiliki ikatan kerja dengan perusahaan, salah satu implikasi dari
statusnya sebagai karyawan adalah bahwa ia harus mematuhi perintah dan petunjuk
dari atasannya. Tetapi, karyawan tidak perlu dan malah tidak boleh mematuhi
perintah yang menyuruh dia melakukan sesuatu yang tidak bermoral.
b. Kewajiban konfidensialitas
Merupakan kewajiban untuk menyimpan informasi yang bersifat konfidensial atau
rahasia. Dalam konteks perusahaan konfidensialitas memegang peranan penting.
Karena seseorang bekerja pada suatu perusahaan, bisa saja ia mempunyai akses
kepada informasi rahasia. Sehingga tidak perlu dipertanyakan lagi mengapa karyawan
harus menyimpan rahasia perusahaan karena alasan etika mendasari kewajiban ini
yaitu bahwa perusahaan menjadi pemilik informasi rahasia itu.
c. Kewajiban loyalitas
Dengan mulai bekerja di suatu perusahaan, karyawan harus mendukung tujuan-tujuan
perusahaan, karena sebagai karyawan ia melibatkan diri untuk turut merealisasikan
tujuan-tujuan tersebut, dan karena itu pula ia harus menghindari segala sesuatu yang

bertentangan dengannya. Dengan kata lain, ia harus menghindari apa yang bisa
merugikan kepentingan perusahaan.
Selain memiliki kewajiban karyawan pun memiliki hak. Hak itu dicantumkan dalam
kontrak kerja, dimana pasti ada ketentuan bahwa karyawan wajib memberitahaukan satu, dua,
tiga bulan sebelumnya (tergantung posisinya dan kesulitan mencari pengganti), jika ia ingin
meninggalkan perusahaan.

1.2.

Melaporkan kesalahan perusahaan
Whistle blowing mendapat arti khusus yaitu menarik perhatian dunia luar dengan

melaporkan kesalahan yang dilakukan oleh sebuah organisasi. Dalam ranah bisnis, whistle
blowing dibagi menjadi whistle blowing internal dan whistle blowing eksternal. Whistle blowing
internal merupakan pelaporan kesalahan di dalam perusahaan sendiri dengan melalui atasan
langsung. Sedangkan whistle blowing eksternal adalah pelaporan kesalahan perusahaan kepada
instansi di luar perusahaan, entah kepada instansi pemerintah atau kepada masyarakat melalui
media komunikasi.
Dari sudut pandang etika, whistle blowing jelas bertentangan dengan kewajiban
loyalitas. Kalau memang diperbolehkan whistle blowing dapat dipandang sebagai pengecualian

dalam bidang kewajiban loyalitas. Dasarnya adalah kewajiban lain yang lebih mendesak. Jadi,
kadang-kadang mungkin ada kewajiban untuk melaporkan suatu kesalahan demi kepentingan
orang banyak. Meskipun sulit sekali untuk memastikan kapan situasi seperti itu secara obyektif
terealisasi. Pada kenyataannya hati nurani si pelapor harus memutuskan hal itu, setelah
mempertimbangkan semua faktor terkait. Pelaporan bisa dibenarkan secara moral, bila
memenuhi syarat berikut:
1. Kesalahan perussahaan harus besar
2. Pelaporan harus didukung oleh fakta yang jelas dan benar
3. Pelaporan harus dilakukan semata-mata untuk mencegah terjadinya kerugian bagi pihak
ketiga, bukan karena motif lain.
4. Penyelesdaiaan masalah secara internal harus dilakukan dulu, sebelum kesalahan
perusahaan dibawa keluar.
5. Harus ada kemungkinan real bahwa pelaporan kesalahan akan mencatat sukses.
Adanya whistle blowing selalu menunjukan bahwa perusahaan gagal dalam menjalankan
kegiatannya sesuai dengan tuntutan etika. Asalkan perusahaan mempunyai kebijakan etika yang
konsisten dan konsekuen, semua kesulitan sekitar pelaporan kesalahan tidak perlu terjadi.

2. Kewajiban Perusahaan terhadap Karyawan
2.1.


Perusahaan tidak boleh mempraktekan diskriminasi

a. Diskriminasi dalam konteks perusahaan
Diskriminasi dimaksudkan membedakan antara berbagai karyawan karena alasan tidak
relevan yang berakar dari prasangka. Deskriminasi terjadi karena 2 alasan, yang pertama
adalah alasan relevan seperti dalam hal imbalan, bisa terjadi bahwa suatu karyawan
mendapat bonus akhir tahun karena lebih berprestasi daripada karyawan lainnya. Kemudian
alasan tidak relevan, yakni bila beberapa karyawan diperlakukan dengan cara yang berbeda,
karena alasan yang berakar atas suatu pandangan stereotip terhdap ras, agama atau jenis
kelamin bersangkutan.
b.

Argumentasi etika melawan diskriminasi
-

Dari pihak utilitarisme.
Dikemukakan argumen bahwa diskriminasi merugikan perusahaan itu sendiri. Jika
perusahaan memperhatikan faktor-faktor lain selain kualitas karyawan ia bisa ketinggalan
dalam kompetisi dengan perusahaan lain. Karena itu perusahaan harus menghindari
diskriminasi demi kepentingannya sendiri.


-

Deontologi menyediakan argumentasi lain.
berpendapat bahwa diskriminasi melecehkan martabat dari orang yang didikriminasi.
Berarti tidak menghormati martabat manusia yang merupakan suatu pelanggaran etika
yang berat.

-

Teori keadilan
Berpendapat bahwa praktek diskriminasi bertentangan dengan keadilan, khususnya
keadilan distributif yang menuntut bahwa kita memperlakukan semua orang dengan cara
yang sama, selama tidak ada alasan khusus untuk memperlakukan mereka dengan cara
yang berbeda.

c.

Beberapa masalah terkait
Masalah yang berkaitan dengan diskriminasi tapi harus dibedakan dengannya adalah

favoritisme. Dalam konteks perusahaan, favoritisme dimaksudkan kecenderungan untuk
mengistimewakan orang tertentu (biasanya sanak saudara) dalam menyeleksi karyawan,
menyediakan promosi, bonus, fasilitas khusus dll. Seperti diskriminasi, favoritisme pun
memperlukan orang dengan cara tidak sama, tapi berbeda dengan diskriminasi, favoritisme

tidak terjadi karena prasangka buruk, melainkan justru prefensi dan bersifat positif
(mengutamakan orang-orang tertentu). Favoritisme terjadi, bila perusahaan mengutamakan
karyawan yang berhubungan famili, berasal dari daerah yang sama, memeluk agama yang
sama, dll.
2.2.

Perusahaan harus menjamin kesehatan dan keselamatan kerja

a. Beberapa aspek keselamatan kerja
Di Indonesia masalah keselamatan dan kesehatan kerja dikenal sebagai K3 dan banyak
perusahaan mempunyai Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3).
Sedangkan di Amerika Serikat didirikan Occupational Safety and Health Administration
(OSHA) untuk mengawaasi pelaksanaan UU yang bertujuan untuk to assure as far as
possible every working man and woman in the nation safe and healthful working conditions.
b. Pertimbangan etika

Tiga pendasaran segi etika dari masalah perlindungan kaum pekerja.
1. The right of survival (hak untuk hidup)
2. Manusia selalu diperlakukan sebagai tujuan pada dirinya dan tidak pernah sebagai sarana
belaka.
3. Kewajiban etis harus sejalan dengan cost benefit analysis. Masyarakat sendiri dan
terutama ekonomi negara akan mengalami kerugian besar jika proses produksi tidak
berlangsung dalam kondisi aman dan sehat.
c. Dua masalah khusus
Si pekerja sendiri harus mengambil keputusan, setelah diberi informasi tentang risiko
bagi pekerja. Mereka sendiri harus mempertimbangkan kesejahteraan ekonomis mereka (gaji
yang lebih tinggi) dan resiko bagi keturunannya. Jika tidak sanggup bisa mengajukan
permohonan untuk dipindahkan ke bagian produksi lain dengan konsekuensi gaji yang lebih
rendah. Begitupun dengan kebijakan yang diterapkan suatu perusahaan, terkadang secara
tidak langsung terlihat memaksakan kepada para pekerja jika didukung juga oleh suasana
resesi ekonomi saat mencari pekerjaan lain menjadi sulit. Sehingga membuat para pekerja
tidak memiliki alternatif lain dan akhirnya bertahan dengan resiko yang tidak kecil.

2.3.

Kewajiban memberi gaji yang adil

-

Menurut keadilan distributif
Bahwa dalam menentukan gaji yang adil, baik prestasi maupun kebutuhan harus
berperan. Gaji semua karyawan memang tidak perlu sama, tetapi perbedaan juga tidak
boleh terlalu besar. Jelas pemerataan pendapatan adalah tuntutan etis yang berkaitan
dengan prinsip ini. Prinsip-prinsip hak, usaha dan kontribusi kepada masyarakat ikut pula
menentukan gaji yang adil.

-

Enam faktor khusus
Berikut adalah usulan dari Thomas Garrett dan Richard Klonoski supaya gaji / upah itu
adil / fair:
a. Peraturan Hukum
b. Upah yang lazim dalam sektor industri tertentu / daerah tertentu
c. Kemampuan perusahaan
d. Sifat khusus pekerjaan tertentu
e. Perbandingan dengan upah / gaji lain dalam perusahaan
f. Perundingan upah / gaji yang fair


-

Senioritas dan imbalan rahasia
Senioritas sebagai kriteria untuk menentukan gaji karena dilihat dari pengalamannya
bekerja dengan waktu yang begitu lama dan kesetiaannya pada perusahaan, zaman
sekarang sudah tidak diperhitungkan lagi. Zaman modern sekarang lebih memperhatikan
prestasi dan hak. Pembayaran sama untuk pekerjaan yang sama memang dilatarbelakangi
suasana modern itu dan karenanya dapat di mengerti jika tekanan pada senioritas akan
berkurang.

2.4.

Perusahaan tidak boleh memberhentikan karyawan dengan semena-mena
Menurut Garret dan Klonoski, dengan lebih konkret lewajiban majikan (perusahaan)

dalam memberhentikan perusahaan dapat dijabarkan ke dalam 3 poin sebagai berikut:
a. Majikan hanya boleh memberhentikan karena alasan yang tepat
b. Majikan harus berpegang pada prosedur yang semestinya.
c. Majikan harus membatasi akibat negatif bagi karyawan samapai seminimal

mungkin.

2.5.

Beberapa Kasus
Berikut adalah beberapa kasus yang terkait dengan Kewajiban Karyawan dan

Perusahaan:
1. Donald Wohlgemuth dan Goodrich
2. Pertamina vs Ny. Kartika Thahir c.s
3. Golden Key Group dan Bapindo. Dll.
B. TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN
1. Tanggung Jawab Legal dan Tanggung Jawab Moral Perusahaan
Perusahaan memiliki tanggung jawab legal karena sebagai badan hukum ia memiliki
status legal. Karena berbadan hukum, perusahaan memiliki banyak hak dan kewajiban legal yang
dimiliki juga oleh manusia perorangan dewasa seperti menuntut di pengadilan, dituntut di
pengadilan, memiliki milik, mengadakan kontrak dll. Perusahaan pun harus mentaati peraturan
hukum dan harus memenuhi hukumannya bila terjadi pelanggaran. Singkatnya ia memiliki
tanggung jawab legal.
Lebih lanjut, perusahaan juga merupakan suatu pelaku moral / tidak memiliki argumen

yang pro dan kontra. Di satu pihak harus diakui bahwa hanya individu / manusia perorangan
memiliki kebebasan untuk mengambil keputusan dan akibatnya hanya individu dapat memikul
tanggung jawab. Di lain pihak sulit juga untuk menerima pandangan bahwa perusahaan hanyalah
semacam benda mati yang dikemudikan oleh manajer. Banyak pertanda yang menunjukan bahwa
perusahaan mempunyai kepribadian tersendiri.
Di antara para ahli etika bisnis terutama Peter French dengan gigih membela status moral
perusahaan. Argumennya, pertama, ada keputusan yang diambil oleh korporasi yang hanya bisa
dihubungkan dengan korporasi itu sendiri dan tidak beberapa orang yang bekerja untuk korporasi
tersebut. Kedua, korporasi melakukan perbuatan seperti itu dengan maksud (intention) yang
hanya bisa dihubungkan dengan korporasi itu sendiri dan tidak dengan beberapa orang yang
bekerja di korporasi tersebut. Sehingga tidak ada konsekuensi untuk praktek bisnis sebab
seandainya perusahaan sendiri terlepas dari orang-orang yang bekerja di dalamnya tidak
merupakan pelaku moral dan karena itu tidak bisa memikul tanggung jawab moral, namun
pimpinan perusahaan tetap merupakan pelaku moral dan akibatnya memikul tanggung jawab
moral atas keputusan yang mereka ambil.

2. Pandangan Milton Friedman tentang Tanggung Jawab
Yang dimaksud disini adalah tanggung jawab moral perusahaan terhadap masyarakat.
Tanggung jawab moral perusahaan bisa diarahkan kepada banyak hal: kepada diri sendiri, kepada
para karyawan, kepada perusahaan lain, dan sebagainya. Namun yang paling disoroti adalah

tanggung jawab moral terhadap masyarakat dalam kegiatan perusahaan tersebut.
Tanggung jawab perusahaan adalah meningkatkan keuntungan menjadi sebanyak
mungkin. Tanggung jawab ini diletakkan dalam tangan manajer. Pelaksanaanya tentu harus
sesuai dengan aturan-aturan main yang berlaku di masyarakat, baik dari segi hukum, maupun
dari segi kebiasaan etis.
Menurut Friedman maksud dari perusahaan adalah perusahaan publik dimana kepemilkan
terpisah dari manajemen. Para manajer hanya menjalakan tugas yang dipercayakan kepada
mereka oleh para pemegang saham. Sehingga tanggung jawab social boleh dijalankan oleh para
manajer secara pribadi, seperti juga oleh orang lain, akan tetapi sebagai manajer mereka mereka
mewakili pemegang saham dan tanggung jwab mereka adlah mengutamakan kepentingan
mereka, yakni memperoleh keuntungan sebanyak mungkin.
Friedman menyimpulkan bahwa doktrin tanggung jawab social dari bisnis merusak
system ekomoni pasar bebas. Terdapat satu dan hanya satu tanggung jawab social untuk bisnis,
yakni memanfaatkan sumber dayanya dan melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan yang
bertujuan meningkatkan keuntungan, selama masih dalam batas aturan main, artinya melibatkan
diri dalam kompetisi yang terbuka dan bebas tanpa penipuan atau kecurangan.
3. Tanggung Jawab Ekonomis dan Tanggung Jawab Sosial
Masalah tanggung jawab social perusahaan dapat menjadi lebih jelas, jika kita
membedakan dari tanggung jawab lain. Bisnis selalu mempunya dua tanggung jawab, yakni
tanggung jawab ekonomis dan tanggung jawab social.
Jika Milton Friedman menyebutkan peningkatan keuntungan perusahaan sebagai
tanggung jawab sosialnya, sebenarnya hal ini justru membicarakan tanggung jawab ekonomi
saja, bukan tanggung jawab social. Kinerja setiap perusahaan menyumbangkan kepada kinereja
ekonomi nasioal sebuah Negara.

Tanggung jawab social perusahaan adalah tanggung jawab terhadap masyarakat di luar tanggung
jawab ekonomis. Secara positif perusahaan bisa melakukan kegiatan yang tidak membawa
keuntungan ekonomis dan semata-mata dilangsungkan demi kesejahteraan masyarakat atau salah
satu kelompok di dalamnya. Secara negative perusahaan bisa menahan diri untuk tidak
melakukan kegiatan-kegiatan tertentu yang sbenarnya menguntungkan dari segi bisnis, tetapi
akan merugikan masyarakat atau sebagian masyarakat.
Dalam mengambil keputusan, perusahaan tentu tidak boleh menutup mata terhadap akibat-akibat
sosialnya., tetapi jika sudah diusahakan perbaikan ekononomis dan tidak berhasil mereka tidak
wajib menerima kerugian ekonomis itu demi suatu tujuan di luar bisnis.
4. Kinerja Sosial Perusahaan
Jika kita menyimak sejarah industri, memang ada pengusaha-pengusaha besar yang
memperoleh nama harum bukan saja karena keberhasilan dibidang bisnis, tetapi juga sebagai
filantrop.
Ada beberpa alasan mengapa bisnis menyalurkan sebagian labanya kepada karya amal
melalui yayasan independent. Alasan pertama berkaitan dengan perusahaan-perusahaan itu
berstatus public. Rapat umum pemegang saham dapat menyetujui bahwa sebagian laba tahunan
disisihkan untuk karya amal sebuah yayasan khusus. Disamping alasan financial seperti
pajak,alasan lain lagi adalah bahwa pemimpin perusahaan tidak bisa ikut campur dalam urusan
suatu yayasan independent, dan dengan demikian bantuan mereka lebuh tulus, bukan demi
kepentingan perusahaan saja.
Upaya kinerja sosial perusahaan sebaiknya tidak dikategorikan sebagai pelaksanaan
tanggung jawab sosial perusahaan. Walaupun secara langsung tidak dikejar keuntungan, namun
usaha-usaha kinerja social perusahaan ini tidak bisa dilepaskan dari tanggung jawab ekonomis
perusahaan.
Konsepsi kinerja sosial perusahaan ini memang tidak asing terhadap tanggung jawab
ekonomis perusahaan, tetapi konsepsi ini sangat cocok juga dengan paham stakeholders
management.
5. Beberapa Kasus
-

Susu formula Nestle

Hanya sebagian kecil ibu-ibu muda tidak dapat menyusui anaknya sendiri. Maka, untuk
membantu mereka pada abad ke-19 dikembangkan susu formula sebagai pengganti Air
Susu Ibu (ASI). Nestle mengkampanyekan promosi besar-besaran yang akhirnya menurut
banyak pengamat melanggar etika. Beberapa LSM mengadakan aksi melawan Nestle,
hingga jutaan orang dari puluhan negara memboikot semua produk Nestle dan
berlangsung selama enam setengah tahun. Pada Mei 1981, WHO dan UNICEF
menyelenggarakan World Health Assembly, sehingga diterimanya kode etik pemasaran
susu formula. Kode etik yang melarang pemasaran setiap kegiatan pemasran yang tidak
mengakui dengan jelas keunggulan ASI di atas susu formula. Lama kelamaan Nestle
menerima semua ketentuan hingga boikot di hentikan.
-

Musibah pabrik Union Carbide di Bhopal
Pada 3 desember 1984 terjadi kecelakaan besar dalam pabrik pestisida milk Union
Carbide di kota Bhopal, India. Timbul pertanyaan siapa yang bertanggung jawab atsa
kejadian tragis ini. Kecelakaan yang disebabkan oleh beberapa faktor berbeda yang
memainkan peran skaligus. Sebagai pemilik mayoritas saham, Union Carbide Amerika
mempunyai tanggung jawab khusus. Pada saat itu ditemukannya kekurangan pada tangkitangki MIC, sehingga hal ini diperbaiki saat kecelakaan. Terdapat lima system pengaman
tangki yang bisa mencegah kecelakaan.

-

Pabrik Multi Bintang Surabaya
Membangun fasilitas pengolahan limbah di Surabaya pada 1984, sehingga tidak akan ada
pengaduan dan protes masyarakat terhadap limbah.

C. BISNIS, LINGKUNGAN HIDUP, DAN ETIKA
1.

Krisis Lingkungan Hidup
Masalah sekitar lingkungan hidup baru mulai disadari sepenuhnya pada tahun 1960-an.

Sekaligus disadari pula bahwa masalah itu secara langsung / tidak langsung disebabkan oleh
bisnis modern, khususnya oleh cara berproduksi dalam industri yang berlandaskan ilmu dan
teknologi maju. Industri mengakibatkan timbulnya kota-kota yang suram dan kotor. Sekarang
polusi yang disebabkan oleh bisnis modern mencapai suatu tahap global dan tidak terbatas pada
beberapa daerah industri saja. Kita sungguh-sungguh mengalami krisis lingkungan hidup akibat
pencemaran dan perusakan lingkungan, kelanjutan hidup sendiri terancam di bumi kita, termasuk

hidup manusia. Terutama ada 6 problem yang dengan jelas menunjukan dimensi global masalah
lingkungan hidup. Antara lain:
-

Akumulasi bahan beracun

-

Efek rumah kaca

-

Perusakan lapisan ozon

-

Hujan asam

-

Deforestasi dan penggurunan

-

Keanekaragaman hayati

2. Lingkungan Hidup dan Ekonomi
2.1. Lingkungan hidup sebagai “the commons”
The commons adalah ladang umum yang dulu dapat ditemukan dalam banyak daerah
pedesaan di Eropa dan dimanfaatkan secara bersama-sama oleh semua penduduknya. Sering kali
diartikan padang rumput yang dipakai oleh semua penduduk kampung sebagai tempat
pengangonan bagi ternaknya.lam zaman modern, seiring bertambahnya penduduk sistem itu
tidak bisa dipertahankan lagi dan ladang umum itu diprivatisasi dengan menjualnya kepada
penduduk perorangan. Kejadian itu merupakan suatu perubahan sosial-ekonomi yang besar
antara lain karena menjadi awal mula pemilikan tanah dalam kuantitas besar oleh orang kaya (the
landlords).
Menurut Hardin, masalah lingkungan hidup dan masalah kependudukan dapat
dibandingkan dengan proses menghilangnya the commons. Solusi teknis hanya bersifat
sementara dan tidak menangani masalahnya pada akarnya. Jalan keluar yang efektif terletak di
bidang moral, yakni dengan membatasi kebebasan. Solusi itu memang bersifat moral karena
pembatasan kebebasan harus dilaksanakan dengan adil. Membiarkan kebebasan dari semua
orang justru akan mengakibatkan kehancuran bagi semua orang.
The tragedy of commons dapat dipandang sebagai kebalikannya dari the invisible hand
menurut Adam Smith. Smith berpendapat bahwa kemakmuran umum dengan sendirinya akan
terwujud, jika semua orang mengejar kepentingan diri di pasar bebas. Tetapi jika semua orang
mengejar kepentingan diri masing-masing dalam konteks lingkungan hidup, tidak akan
dihasilkan kemakmuran umum, melainkan kehancuran bersama.

2.2. Lingkungan Hidup tidak lagi eksternalis
Sumber daya alam pun ditandai dengan kelangkaan. Akibatnya, faktor lingkungan hidup
pun termasuk urusan ekonomi, karena ekonomi adalah usaha untuk memanfaatkan barang yang
langka dengan cara paling efisien, sehingga bisa dinikmati semua peminat. Kini environmental
economics diterima sebagai suatu cabang penting dari ilmu ekonomi.
Karena sumber daya alam pun barang langka dan harus diberi suatu harga ekonomis,
komponen-komponen lingkungan hidup itu tidak lagi merupakan eksternalities. Maksudnya
adalah faktor-faktor yang sebenarnya bersifat ekonomis, tapi tetap tinggal di luar perhitungan
ekonomis. Eksternalitas seperti itu mengakibatkan pasar menjadi tidak sempurna.
Sekarang lebih mudah disetujui bahwa efek atas lingkungan hidup itu tidak lagi boleh
diperlakukan sebagai eksternalitas ekonomis. Bukan saja dari sudut moral, tetapi dai sudut
ekonomis pun hal itu tidak sehat. Namun demikian belum disetujui bagaimana sebaiknya faktor
lingkungan diperhitungkan secara ekonomis.
2.3. Pembangunan berkelanjutan
Ekonomi selalu menekankan perlunya pertumbuhan. Ekonomi yang sehat merupakan
ekonomi yang tumbuh. Makin besar pertumbuhan, semakin sehat pula kondisi ekonomi tersebut.
Kapasitas alam untuk menampung tekanan dari polusi udara, air, degradasi tanah dsb, tidak dapat
diimbangi dengan teknologi baru. Ekonomi harus memikirkan kemungkinan “zero growth” atau
tidak pertumbuhan sama sekali.
Sebuah langkah penting dalam refleksi tentang konsekuensi masalah lingkungan hidup
untuk ekonomi adalah laporan dari World Commision on Environment and Development
(WCED) yang diberi judul Our Common Future (Masa Depan kita bersama) tahun 1987. Disebut
juga The Brundtland Report yang mempopulerkan pengertian sustainable development
(pembangunan yang

berkelanjutan).

Sedangkan WCED

mendefinisikan

pembangunan

berkelanjutan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan dari generasi
sekarang, tanpa membahayakan kesanggupan generasi-generasi mendatang untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan mereka sendiri.
3. Hubungan Manusia dengan Alam

Pada dasarnya manusia adalah sebagian alam. Pandangan modern tentang alam yang
dibutuhkan adalah antroposentris karena menempatkan manusia dalam pusatnya. Aliran dalm
filsafat lingkungan yang dengan paling radikal mengemukakan pandangan ini adalah deep
ecology. Gagasan itu pertama kali dikemukakan oleh filsuf Norwegia, Arne Naess. Deep ecology
sangat menekankan kesatuan alam. Semua makhluk hidup termasuk manusia tercantum dalam
alam menurut relasi-relasi tertentu.
Deep ecology harus dibedakan dari shallow ecology, ekologi dangkal. Ekologi dangkal itu
tidak pernah sampai pada akar masalah-masalah lingkungan hidup dan hanya mengakui nilai
instrumental dari alam. Berikut adalah 8 prinsip sebagai pandangan yang rata-rata dianut oleh
pendukung ekologi dalam :
1. Kesejahteraan dan keadaan baik dari kehidupan manusiawi maupun bukan manusiawi di
bumi memiliki nilai intrinsik.
2. Kekayaan dan keanekaan bentuk-bentuk hidup menyumbangkan kepada terwujudnya
nilai-nilai ini dan merupakan nilai-nilai sendiri.
3. Manusia tidak berhak mengurangi kekayaan dan keanekaan ini, kecuali untuk memenuhi
kebutuhan vitalnya.
4. Keadaan baik dari kehidupan dfan kebudayaan manusia dapat dicocokan dengan
dikuranginya secara substansial jumlah penduduk.
5. Campur tangan manusia dengan dunia bukan manusiawi kini terlalu besar dan situasi
memburuk dengan pesat.
6. Kebijakan umum harus berubah yang harus menyangkut struktur-struktur dasar di bidang
ekonomi, teknologis dan ideologis.
7. Perubahan ideologis adalah terutama menghargai kualitas kehidupan.
8. Berkewajiban secara langsung dan tidak langsung untuk berusaha mengadakan
perubahan yang diperlukan.
Pandangan ekosentris adalah benar sejauh manusia tidak mungkin dilepaskan dari alam.
Perlu diakui alam memiliki nilai intrinsik yang tidak tergantung kepada manfaatnya untuk
manusia. Maka tidak boleh jatuh dalam ekstrim lain yakni ekofasisme di mana manusia sebagai
individu dikorbankan kepada alam sebagai keseluruhan. Namun demikian, dengan mengenakan
martabat istimewa kepada pribadi manusia, martabat alam tidak dikurangi sedikitpun tetapi

justru ditingkatkan. Karenas itu manusia adalah makhluk yang memiliki tanggung jawab moral.
Melalui manusia, alam bertanggung jawab atas nasibnya sendiri.

4. Mencari Dasar Etika untuk Tanggung Jawab Terhadap Lingkungan Hidup
Dasar etika untuk tanggung jawab manusia itu sendiri disajikan oleh beberapa
pendekatan berbeda, anatara lain :
-

Hak dan deontology
Manusia berhak atas lingungan yang berkualitas karena ia mempunyai hak moral atas
segala sesuatu yang perlu untuk hidup dengan pantas sebagai manusia, artinya yang
memungkinkan dia memenuhi kesanggupan sebagai makhluk yang rasional dan bebas.

-

Utilitarisme
Teori ini bisa menunjukan jalan keluar bagi beberapa kesulitan yang dalam hal ini
ditimbulkan oleh pandangan hak. Menurut teori ini suatu perbuatan dipandang baik kalau
membawa kesenangan paling besar untuk jumlah orang paling besar / dengan kata lain
kalau memaksimalkan manfaat. Jelas, pelestarian lingkungan hidup membawa keadaan
paling menguntungkan untuk seluruh umat manusia, termasuk juga generasi-generasi
yang akan datang. Sehingga lingkungan hidup tidak boleh lagi diperlakukan sebagai
suatu eksternalitas ekonomis.

-

Keadilan
Keadilan di sini harus dipahami sebgai keadilan distributif, artinya keadilan yang
mewajibkan untuk membagi dengan adil. Lingkungan hidup pun menyangkut soal
kelangkaan dan karena itu harus dibagi dengan adil. Hal itu dapat dijelaskan dengan 3
cara untuk mengaitkan keadilan dengan masalah lingkungan hidup:
a. Persamaan.
Lingkungan hidup harus dilestarikan karena hanya dengan cara memakai sumber
daya alam itulah memajukan persamaan (equality) sedangkan cara memanfaatkan
alam yang merusak lingkungan mengakibatkan ketidaksamaan karena membawa
penderitaan tambahan khusunya untuk orang kurang mampu.
b. Prinsip penghematan adil

John Rawls merumuskan the just savings principle yang artinya kita harus
menghemat dalam memakai sumber daya alam, sehingga masih tersisa bagi
generasi-generasi yang akan datang. Karena itu dalam posisi asali, semua generasi
akan menerima prinsip penghematan adil sebagai cara yang adil untuk membagi.
c. Keadilan sosial
Kini sudah tampak beberapa gejala yang menunjukan bagaimana lingkungan
hidup memang mulai disadari sebagai masalah keadilan sosial yang berdimensi
global. Meskipun para individu masing-masing tidak berdaya, itu tidak berarti
bahwa manusia perorangan sebaiknya diam saja. Tetap aktual seperti semboyan
yang dilontarkan Rene Dubos: think globally but act locally. Sehingga jika
dipraktekan bersama-sama berdasarkan kesadaran umum pada skala besar, pasti
dapat dicapai kemajuan besar dalam memperbaiki dan melestarikan lingkungan
hidup.
5. Implementasi Tanggung Jawab Terhadap Lingkungan Hidup
Tanggung jawab moral untuk melindungi lingkungan harus dipertimbangkan terhadap
faktor-faktor lain, khususnya kegiatan-kegiatan ekonomis seperti berikut ini :
5.1.

Siapa harus membayar ?
Dalam konteks bisnis setiap tindakan untuk melindungi atau memperbaiki lingkungan

mempunyai konsekuensi finansial juga. Pertanyaannya kepada siapa finansial tersebut harus
dibebankan. Pertama, the polluter pays (si pencemar membayar). Orang atau perusahaan yang
mengakibatkan pencemaran harus juga menanggung biaya untuk membersihkannya. Namun
dalam prakteknya sangat sulit diterapkan karena kuantitas disini mengakibatkan perubahan
kualitas. Kedua yaitu those who will benefit from environment improvement should pay the
costs, yang ingin menikmati lingkungan bersih harus menanggung juga biayanya. Namun pada
kenyataannya prinsip ini tidak menghiraukan tanggung jawab.
Kesimpulannya jawaban yang tepat adalah yang pertama dengan tekanan lebih besar.
Lingkungan yang bersih dan sehat memang menjadi tanggung jawab kita semua tapi terutama
yang mengakibatkan polusi.

5.2.

Bagaimana beban dibagi ?
Beban finansial dapat dibagi dengan fair jika dilakukan oleh pemerintah dengan bekerja

sama dengan bisnis.Bisa juga dengan memanfaatkan instrumen ekonomis seperti mekanisme
pasar. Terutama 3 cara telah diusahakan yang masing-masing mempunyai kekuatan dan
kelemahan.
1. Pengaturan
Kekuatan pengaturan kelebihannya adalah pelaksanaanya bisa dipaksakan secara hukum.
Bagi yang melanggar ada sanksinya. Tetapi kelemahannya :
o Pelaksanaan

kontrol

terhadap

peraturan-peraturan

macam

itu

menuntut

tersedianya teknologi tinggi serta personel berkualitas sehingga mahal.
o Pengontrolan efektif menjadi suatu kesulitan ekstra untuk negara-negara
berkembang.
o Meskipun bisa diterapkan dengan cara egalitarian untuk semua industri dan
karena itu harus dianggap fair tetapi dilain pihak situasi semua industri dan lokasi
tidak sama sehingga penerapan norma-norma yang sama kadang-kadang menjadi
tidak efektif.
o Pengaturan di bidang polusi industri dapat menimbulkan suatu sikap minimalistis
pada bisnis.
o Pengaturan ketat bisa menimbulkan efek negatif untuk ekonomi.
2. Insentif
Cara menangani biaya perbaikan lingkungan yang menemui lebih banyak simpati pada
bisnis adalah emmberikan insentif kepada industri yang bersedia mengambil tindakan
khusus untuk melindungi lingkungan / insentif berupa penghargaan bagi perusahaan yang
mempunyai jasa khusus dalam memperbaiki lingkungan. Kekuatannya adalah peranan
pemerintah dapat dikurangi dan inisiatif bebas dari bisnis dimajukan sehingga penutupan
perusahaan / perpindahan pabrik ke tempat lain dapat dihindari. Tetapi kelemahannya :
o Metodenya berjalan dengan perlahan-lahan.
o Menguntungkan para pencemar.
3. Mekanisme harga

Mereka yang mementingkan ekonomi pasar bebas cenderung memasang harga pada
polusi yang disebabkan industri. Sehingga cara berproduksi yang paling bersih menjadi
juga cara berproduksi yang paling murah. Mekanisme harga itu memungkinkan lagi
beberapa variasi sesuai dengan situasi. Keuntungannya, yang harus membayar adalah si
pencemar namun kelemahannya berarti secara implisit tetap mengizinkan polusi dan
perusakan lingkungan. Dengan demikian hanya toleransi ekonomis dari masyarakat
dipertimbangkan bukan toleransi alam / kemampuan alam untuk membersihkan diri.
Sehingga dapat disimpulkan dari 3 metode untuk membiayai perusakan lingkungan tadi tidak ada
yang memuaskan 100 % karena terdapat kelemahan dan kelebihannya masing-masing.
5.3.

Etika dan hukum lingkungan hidup
Apa yang berlaku tentang etika bisnis pada umumnya berlaku pula mengenai masalah

lingkungan hidup.Pebisnis belum tentu memenuhi norma etika berpegang pada aturan-aturan
hukum.Memang benar sebagian besar hukum mempertegas norma-norma etika tetapi hal itu
tidak berarti bahwa hukum menampung semua nilai dan norma etika. Etika secara logis
mendahului hukum dan refleksi etis selalu mendampingi dan menilai hukum. Lingkungan hidup
hanya bisa dilindungi dengan baik jika tercipta peraturan hukum yang efektif dan lengkap demi
tujuan itu. Mestinya bisnis membantu dalam membuat sistem peraturan hukum lingkungan yang
baik. Tetapi jika bisnis memiliki tanggung jawab moral dalam arti kewajiban positif untuk
memajukan kepentingan lingkungan hidup, hal itu tidak berarti bahwa seluruh tanggung jawab
harus dipikul oleh produsen saja. Produsen dan konsumen bersama-sama memikul tanggung
jawab itu.Sangat diharapkan kesadaran lingkungan pada konsumen akan bertambah besar.
Jumlah produsen dalam masyarakat sangat terbatas sedangkan jumlah konsumen luas sekali
sehingga pengaruhnya besar pula.
6. Beberapa Kasus Lingkungan Hidup
a. Musibah reaktor nuklir di Chernobyl Pada 26 april 1986 dini hari terjadi kecelakaan
dahsyat dengan reaktor no. 4 di kompleks Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir di
Chernobyl, Ukraina, suatu republik dari Uni Soviet. Kecelakaan terjadi dalam rangka
menguji run down system-nya, yang dikombinasikan dengan pemeliharaan dan pengisian
beberapa elemen.

b. PT. Inti Indorayon Utama dan Danau Toba Pada 19 Maret 1999 Presiden B.J. Habibie
memutuskan untuk menghentikan sementara kegiatan operasional industri bubur
kertas (pupl) yang berlokasi di Sosor Ladang, Kecamatan Porsea, Kabupaten Toba
Samosir. Penutupan pabrik PT. IIU diperintahkan sebagai percobaan meredakan
keresahan masyarakat, karena menjadi penyebab utama kerusakan lingkungan sekitar
Danau Toba, yang permukaan airnya menurun drastis.
c. Kecelakaan kapal tangki Exxon Valders Kecelakaan paling besar dalam sejarah Amerika
Serikat terjadi pada malam 23-24 Maret 1989, ketika kapal tangki raksasa Exxon Valders,
milik perusahaan minyak Oxxon, kandas pada Bligh Reef dalam selat Prince William
Sound, Alaska. Kira-kira 41 juta liter minyak bumi, hanya 27 persen muatan mengalir
kelaut dan mencemari kawasan ekologis yang sangat berharga itu.