Pelajaran dari dalam Perang Badar

Pelajaran dari Perang Badar


7 September 2009, 3:05 pm


Saudaraku sesama muslim…
Marilah sejenak kita melakukan kilas balik terhadap berbagai peristiwa di
bulan Ramadhan yang penuh berkah ini. Kita berharap mudah-mudahan
dengan mempelajari dan mengamati peristiwa ini, kita bisa mendapatkan
banyak hikmah dan pelajaran berharga bagi kehidupan kita sehari-hari.
Dua tahun setelah Nabi kita tercinta Muhammad shallallahu ‘alaihi wa
sallam berhijrah ke madinah, bertepatan dengan bulan Ramadhan yang
mulia ini, terjadilah satu peristiwa besar namun sering dilupakan kaum
muslimin. Peristiwa tersebut adalah perang Badar.
Disebut sebagai peristiwa besar, karena perang Badar merupakan awal
perhelatan senjata dalam kapasitas besar yang dilakukan antara pembela
Islam dan musuh Islam. Saking hebatnya peristiwa ini, Allah namakan hari
teradinya peristiwa tersebut dengan Yaum Al Furqan (hari pembeda)
karena pada waktu itu, Allah, Dzat yang menurunkan syariat Islam,
hendak membedakan antara yang haq dengan yang batil. Di saat itulah

Allah mengangkat derajat kebenaran dengan jumlah kekuatan yang
terbatas dan merendahkan kebatilan meskipun jumlah kekuatannya 3 kali
lipat. Allah menurunkan pertolongan yang besar bagi kaum muslimin dan
memenangkan mereka di atas musuh-musuh Islam.
Sungguh sangat disayangkan, banyak di antara kaum muslimin di masa
kita melalaikan kejadian bersejarah ini. Padahal, dengan membaca
peristiwa ini, kita dapat mengingat sejarah para shahabat yang mati-

matian memperjuangkan Islam, yang dengan itu, kita bisa merasakan
indahnya agama ini.
Sebelum melanjutkan tulisan, kami mengingatkan bawa tujuan tulisan
bukanlah mengajak anda untuk mengadakan peringatan hari perang
badar, demikian pula tulisan tidak mengupas sisi sejarahnya, karena ini
bisa didapatkan dengan merujuk buku-buku sejarah. Tulisan ini hanya
mencoba mengajak pembaca untuk merenungi ibrah dan pelajaran
berharga di balik serpihan-serpihan sejarah perang Badar.
Latar Belakang Pertempuran
Suatu ketika terdengarlah kabar di kalangan kaum muslimin Madinah
bahwa Abu Sufyan beserta kafilah dagangnya, hendak berangkat pulang
dari Syam menuju Mekkah. Jalan mudah dan terdekat untuk perjalanan

Syam menuju Mekkah harus melewati Madinah. Kesempatan berharga ini
dimanfaatkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat
untuk merampas barang dagangan mereka. Harta mereka menjadi halal
bagi kaum muslimin. Mengapa demikian? Bukankah harta dan darah
orang kafir yang tidak bersalah itu haram hukumnya?
Setidaknya ada dua alasan yang menyebabkan harta Orang kafir Quraisy
tersebut halal bagi para shahabat:
1. Orang-orang kafir Quraisy statusnya adalah kafir harbi, yaitu orang
kafir yang secara terang-terangan memerangi kaum muslimin,
mengusir kaum muslimin dari tanah kelahiran mereka di Mekah, dan
melarang kaum muslimin untuk memanfaatkan harta mereka
sendiri.

2. Tidak ada perjanjian damai antara kaum muslimin dan orang kafir
Quraisy yang memerangi kaum muslimin.
Dengan alasan inilah, mereka berhak untuk menarik kembali harta yang
telah mereka tinggal dan merampas harta orang musyrik.
Selanjutnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berangkat bersama tiga
ratus sekian belas shahabat. Para ahli sejarah berbeda pendapat dalam
menentukan jumlah pasukan kaum muslimin di perang badar. Ada yang

mengatakan 313, 317, dan beberapa pendapat lainnya. Oleh karena itu,
tidak selayaknya kita berlebih-lebihan dalam menyikapi angka ini,
sehingga dijadikan sebagai angka idola atau angka keramat, semacam
yang dilakukan oleh LDII yang menjadikan angka 313 sebagai angka
keramat organisasi mereka dengan anggapan bahwa itu adalah jumlah
pasukan Badar.
Di antara tiga ratus belasan pasukan itu, ada dua penunggang kuda dan
70 onta yang mereka tunggangi bergantian. 70 orang di kalangan
Muhajirin dan sisanya dari Anshar.
Sementara di pihak lain, orang kafir Quraisy ketika mendengar kabar
bahwa kafilah dagang Abu Sufyan meminta bantuan, dengan sekonyongkonyong mereka menyiapkan kekuatan mereka sebanyak 1000 personil,
600 baju besi, 100 kuda, dan 700 onta serta dengan persenjataan
lengkap. Berangkat dengan penuh kesombongan dan pamer kekuatan di
bawah pimpinan Abu Jahal.
Allah Berkehendak Lain
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama para shahabat keluar dari
Madinah dengan harapan dapat menghadang kafilah dagang Abu Sufyan.

Merampas harta mereka sebagai ganti rugi terhadap harta yang
ditinggalkan kaum muhajirin di Makah. Meskipun demikian, mereka

merasa cemas bisa jadi yang mereka temui justru pasukan perang. Oleh
karena itu, persenjataan yang dibawa para shahabat tidaklah selengkap
persenjataan ketika perang. Namun, Allah berkehendak lain. Allah
mentakdirkan agar pasukan tauhid yang kecil ini bertemu dengan
pasukan kesyirikan. Allah hendak menunjukkan kehebatan agamanya,
merendahkan kesyirikan. Allah gambarkan kisah mereka dalam
firmanNya:
‫كون ل وك مم ويريد الل ل و‬
‫فتين أ ونها ل وك مم وتودو و‬
‫دى ال ل‬
‫ت ال ل‬
‫ن غ وي ذور و‬
‫ن‬
‫ذا إ‬
‫هأ ذ‬
‫ذ وم إ م‬
‫شوذك وةإ ت و م م‬
‫نأ ل‬
‫ذ وو و د و‬
‫ح و‬

‫ه إإ ذ‬
‫م‬
‫م الل ل م‬
‫ووإ إذ ذ ي وعإد مك م م‬
‫طائ إ و و ذ إ ل و‬
‫داب إور ال ذ و‬
‫ن‬
‫مات إهإ ووي و ذ‬
‫يم إ‬
‫قط وعو و‬
‫ح ق ل ال ذ و‬
‫حقل ب إك ول إ و‬
‫ري و‬
‫كافإ إ‬
“Dan (ingatlah), ketika Allah menjanjikan kepadamu bahwa salah satu
dari dua golongan (yang kamu hadapi) adalah untukmu, sedang kamu
menginginkan bahwa yang tidak mempunyai kekekuatan senjata-lah yang
untukmu (kamu hadapi, pent. Yaitu kafilah dagang), dan Allah
menghendaki untuk membenarkan yang benar dengan ayat-ayat-Nya dan
memusnahkan orang-orang kafir.” (Qs. Al Anfal: 7)

Demikianlah gambaran orang shaleh. Harapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam dan para shahabat tidak terwujud. Mereka menginginkan harta
kafilah dagang, tetapi yang mereka dapatkan justru pasukan siap perang.
Kenyataan ini memberikan pelajaran penting dalam masalah aqidah
bahwa tidak semua yang dikehendaki orang shaleh selalu dikabulkan oleh
Allah. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, tidak ada yang mampu
mengendalikan keinginan Allah. Sehebat apapun keshalehan seseorang,

setinggi apapun tingkat kiyai seseorang sama sekali tidak mampu
mengubah apa yang Allah kehendaki.
Keangkuhan Pasukan Iblis
Ketika Abu Sufyan berhasil meloloskan diri dari kejaran pasukan kaum
muslimin, dia langsung mengirimkan surat kepada pasukan Mekkah
tentang kabar dirinya dan meminta agar pasukan Mekkah kembali pulang.
Namun, dengan sombongnya, gembong komplotan pasukan kesyirikan
enggan menerima tawaran ini. Dia justru mengatakan,
“Demi Allah, kita tidak akan kembali sampai kita tiba di Badar. Kita akan
tinggal di sana tiga hari, menyembelih onta, pesta makan, minum khamr,
mendengarkan dendang lagu biduwanita sampai masyarakat jazirah arab
mengetahui kita dan senantiasa takut kepada kita…”

Keangkuhan mereka ini Allah gambarkan dalam FirmanNya,
‫و‬
‫كومنوا و‬
‫ووول ت و م‬
‫ما‬
‫ن و‬
‫جوا إ‬
‫كال ل إ‬
‫دو و‬
‫ص د‬
‫خور م‬
‫ن و‬
‫ه بإ و‬
‫ل الل لهإ ووالل ل م‬
‫ن د إويارإه إ ذ‬
‫س ووي و م‬
‫سإبي إ‬
‫ن عو ذ‬
‫م ذ‬
‫ذي و‬

‫م ب وطررا وورإوئاوء اللنا إ‬
‫حي ط‬
‫ط‬
‫م إ‬
‫مملو و‬
‫ن م‬
‫ي وعذ و‬
“Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang keluar dari
kampungnya dengan rasa angkuh dan dengan maksud riya’ kepada
manusia serta menghalangi (orang) dari jalan Allah. Dan (ilmu) Allah
meliputi apa yang mereka kerjakan…” (Qs. Al-Anfal: 47)
Mereka tidak menyadari bahwa apa yang mereka lakukan itu di bawah
pengaturan Allah, karena ditutupi dengan kesombongan mereka. Mereka
tidak sadar bahwa Allah kuasa membalik keadaan mereka. Itulah
gambaran pasukan setan, sangat jauh dari kerendahan hati dan tawakal
kepada Yang Kuasa.
Kesetiaan yang Tiada Tandingnya

Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam merasa yakin bahwa yang
nantinya akan ditemui adalah pasukan perang dan bukan kafilah dagang,

beliau mulai cemas dan khawatir terhadap keteguhan dan semangat
shahabat. Beliau sadar bahwa pasukan yang akan beliau hadapi
kekuatannya jauh lebih besar dari pada kekuatan pasukan yanng beliau
pimpin. Oleh karena itu, tidak heran jika ada sebagian shahabat yang
merasa berat dengan keberangkatan pasukan menuju Badar. Allah
gambarkan kondisi mereka dalam firmanNya,
‫ن لو و‬
‫ن ب وي ذت إ و‬
‫ك ورب د و‬
‫ج و‬
‫ن‬
‫ري ر‬
‫ما أ و ذ‬
‫كارإ م‬
‫مؤ ذ إ‬
‫قا إ‬
‫ك إ‬
‫هو و‬
‫حقق ووإ إ ل‬
‫ك إبال ذ و‬

‫خور و‬
‫ن ال ذ م‬
‫كو و‬
‫مإني و‬
‫م و‬
‫م ذ‬
‫ن فو إ‬
“Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi dari rumahmu dengan
kebenaran, padahal sesungguhnya sebagian dari orang-orang yang
beriman itu tidak menyukainya.” (Qs. Al Anfal: 5)
Sementara itu, para komandan pasukan Muhajirin, seperti Abu Bakr dan
Umar bin Al Khattab sama sekali tidak mengendor, dan lebih baik maju
terus. Namun, ini belum dianggap cukup oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam. Beliau masih menginginkan bukti konkret kesetiaan dari
shahabat yang lain. Akhirnya, untuk menghilangkan kecemasan itu, beliau
berunding dengan para shahabat, meminta kepastian sikap mereka untuk
menentukan dua pilihan: (1) tetap melanjutkan perang apapun
kondisinya, ataukah (2) kembali ke madinah.
Majulah Al Miqdad bin ‘Amr seraya berkata, “Wahai Rasulullah, majulah
terus sesuai apa yang diperintahkan Allah kepada anda. Kami akan

bersama anda. Demi Allah, kami tidak akan mengatakan sebagaimana
perkataan Bani Israil kepada Musa: ‘Pergi saja kamu, wahai Musa
bersama Rab-mu (Allah) berperanglah kalian berdua, kami biar duduk

menanti di sini saja. [1]'” Kemudian Al Miqdad melanjutkan: “Tetapi
pegilah anda bersama Rab anda (Allah), lalu berperanglah kalian berdua,
dan kami akan ikut berperang bersama kalian berdua. Demi Dzat Yang
mengutusmu dengan kebenaran, andai anda pergi membawa kami ke
dasar sumur yang gelap, kamipun siap bertempur bersama engkau
hingga engkau bisa mencapai tempat itu.”
Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan komentar yang
baik terhadap perkataan Al Miqdad dan mendo’akan kebaikan untuknya.
Selanjutnya, majulah Sa’ad bin Muadz radhiyallahu ‘anhu, komandan
pasukan kaum anshar.
Sa’ad mengatakan, “Kami telah beriman kepada Anda. Kami telah
membenarkan Anda. Andaikan Anda bersama kami terhalang lautan lalu
Anda terjun ke dalam lautan itu, kami pun akan terjun bersama Anda….”
Sa’ad radhiyallahu ‘anhu juga mengatakan, “Boleh jadi Anda khawatir,
jangan-jangan kaum Anshar tidak mau menolong Anda kecuali di
perkampungan mereka (Madinah). Sesungguhnya aku berbicara dan
memberi jawaban atas nama orang-orang anshar. Maka dari itu, majulah
seperti yang Anda kehendaki….”
Di Sudut Malam yang Menyentuh Jiwa…
Pada malam itu, malam jum’at 17 Ramadhan 2 H, Nabi Allah
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih banyak mendirikan shalat di
dekat pepohonan. Sementara Allah menurunkan rasa kantuk kepada
kaum muslimin sebagai penenang bagi mereka agar bisa beristirahat.
Sedangkan kaum musyrikin di pihak lain dalam keadaan cemas. Allah
menurunkan rasa takut kepada mereka. Adapun Beliau senantiasa

memanjatkan do’a kepada Allah. Memohon pertolongan dan bantuan dariNya. Di antara do’a yang dibaca Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam berulang-ulang adalah,
“…Ya Allah, jika Engkau berkehendak (orang kafir menang), Engkau tidak
akan disembah. Ya Allah, jika pasukan yang kecil ini Engkau binasakan
pada hari ini, Engkau tidak akan disembah…..”
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengulang-ulang do’a ini sampai
selendang beliau tarjatuh karena lamanya berdo’a, kemudian datanglah
Abu Bakar As Shiddiq radhiyallahu ‘anhu memakaikan selendang beliau
yang terjatuh sambil memeluk beliau… “Cukup-cukup, wahai
Rasulullah…”
Tentang kisah ini, diabadikan Allah dalam FirmanNya,
‫م‬
‫و‬
‫ذي و‬
‫حي ورب د و‬
‫ب‬
‫إ إذ ذ ميو إ‬
‫ب ال ل إ‬
‫سأل ذ إ‬
‫ن ك وفومروا الدرع ذ و‬
‫ممنوا و‬
‫نآ و‬
‫معوك م ذ‬
‫مولئ إك وةإ أقني و‬
‫ك إ إولى ال ذ و‬
‫قي إفي قمملو إ‬
‫ذي و‬
‫م فوث وب قمتوا ال ل إ و‬
‫( ذ ول و و‬12) ‫ل بنان‬
‫و‬
‫ن يم و‬
‫م و‬
‫ق‬
‫إ‬
‫ضرإمبوا إ‬
‫ق ووا ذ‬
‫وفا ذ‬
‫ه ووور م‬
‫ه وو و‬
‫سول و م‬
‫شادقوا الل ل و‬
‫ك ب إأن لهم ذ‬
‫من ذهم ذ‬
‫م ذ‬
‫م كم ل و و ن‬
‫ضرإمبوا فووذقو اذلع ذونا إ‬
‫شاقإ إ‬
‫ه و‬
(13) ‫ب‬
‫ديد م ال ذعإ و‬
‫ش إ‬
‫ه فوإ إ ل‬
‫ه ووور م‬
‫ن الل ل و‬
‫سول و م‬
‫الل ل و‬
‫قا إ‬
“Ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat:
“Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkan (pendirian) orangorang yang telah beriman”. Kelak akan Aku jatuhkan rasa ketakutan ke
dalam hati orang-orang kafir, maka penggallah kepala mereka dan
pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka. (Ketentuan) yang demikian itu
adalah karena sesungguhnya mereka menentang Allah dan Rasul-Nya;
dan barangsiapa menentang Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya
Allah amat keras siksaan-Nya.” (Qs. Al Anfal: 12-13)
Bukti kemukjizatan Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam

Seusai beliau menyiapkan barisan pasukan shahabatnya, kemudian
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berjalan di tempat pertempuran dua
pasukan. Kemudian beliau berisyarat, “Ini tempat terbunuhnya fulan, itu
tempat matinya fulan, sana tempat terbunuhnya fulan….”
Tidak satupun orang kafir yang beliau sebut namanya, kecuali meninggal
tepat di tempat yang diisyaratkan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Bara Peperangan Mulai Menyala
Yang pertama kali menyulut peperangan adalah Al Aswad Al Makhzumi,
seorang yang berperangai kasar dan akhlaknya buruk. Dia keluar dari
barisan orang kafir sambil menantang. Kedatangannya langsung disambut
oleh Hamzah bin Abdul Muthallib radhiyallahu ‘anhu. Setelah saling
berhadapan, Hamzah radhiyallahu ‘anhu langsung menyabet pedangnya
hingga kaki Al Aswad Al Makhzumi putus. Setelah itu, Al Aswad
merangkak ke kolam dan tercebur di dalamnya. Kemudian Hamzah
menyabetkan sekali lagi ketika dia berada di dalam kolam. Inilah korban
Badar pertama kali yang menyulut peperangan.
Selanjutnya, muncul tiga penunggang kuda handal dari kaum Musyrikin.
Ketiganya berasal dari satu keluarga. Syaibah bin Rabi’ah, Utbah bin
Rabi’ah, dan anaknya Al Walid bin Utbah. Kedatangan mereka ditanggapi
3 pemuda Anshar, yaitu Auf bin Harits, Mu’awwidz bin Harits, dan
Abdullah bin Rawahah. Namun, ketiga orang kafir tersebut menolak adu
tanding dengan tiga orang Anshar dan mereka meminta orang
terpandang di kalangan Muhajirin. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam memerintahkan Ali, Hamzah, dan Ubaidah bin Harits untuk maju.
Ubaidah berhadapan dengan Al Walid, Ali berhadapan dengan Syaibah,

dan Hamzah berhadapan dengan Utbah. Bagi Ali dan Hamzah,
menghadapi musuhnya tidak ada kesulitan. Lain halnya dengan Ubaidah.
Masing-masing saling melancarkan serangan, hingga masing-masing
terluka. Kemudian lawan Ubaidah dibunuh oleh Ali radhiyallahu ‘anhu.
Atas peritiwa ini, Allah abadikan dalam firmanNya,
‫هو و‬
‫م‬
‫نا ذ‬
‫ن و‬
‫موا إفي ورب قهإ ذ‬
‫ص م‬
‫ص و‬
‫خت و و‬
‫خ ذ‬
‫ما إ‬
‫ذا إ‬
“Inilah dua golongan (golongan mukmin dan golongan kafir) yang
bertengkar, mereka saling bertengkar mengenai Rabb mereka (Allah)
…” (Qs. Al Hajj: 19)
Selanjutnya, bertemulah dua pasukan. Pertempuran-pun terjadi antara
pembela Tauhid dan pembela syirik. Mereka berperang karena perbedaan
prinsip beragama, bukan karena rebutan dunia. Sementara itu,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berada di tenda beliau, memberikan
komando terhadap pasukan. Abu Bakar dan Sa’ad bin Muadz radhiyallahu
‘anhuma bertugas menjaga beliau. Tidak pernah putus, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam senantiasa melantunkan do’a dan memohon bantuan
dan pertolongan kepada Allah. Terkadang beliau keluar tenda dan
mengatakan,“Pasukan (Quraisy) akan dikalahkan dan ditekuk mundur…”
Beliau juga senantiasa memberi motivasi kepada para shahabat untuk
berjuang. Beliau bersabda, “Demi Allah, tidaklah seseorang memerangi
mereka pada hari ini, kemudian dia terbunuh dengan sabar dan
mengharap pahala serta terus maju dan pantang mundur, pasti Allah akan
memasukkannya ke dalam surga.”
Tiba-tiba berdirilah Umair bin Al Himam Al Anshari sambil membawa
beberapa kurma untuk dimakan, beliau bertanya, “Wahai Rasulullah,

apakah surga lebarnya selebar langit dan bumi?” Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam menjawab, “Ya.” Kemudian Umair mengatakan: “Bakh…Bakh…
(ungkapan kaget). Wahai Rasulullah, antara diriku dan aku masuk surga
adalah ketika mereka membunuhku. Demi Allah, andaikan saya hidup
harus makan kurma dulu, sungguh ini adalah usia yang terlalu panjang.
Kemudian beliau melemparkan kurmanya, dan terjun ke medan perang
sampai terbunuh.”
Dalam kesempatan yang lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam mengambil segenggam pasir dan melemparkannya ke barisan
musuh. Sehingga tidak ada satu pun orang kafir kecuali matanya penuh
dengan pasir. Mereka pun sibuk dengan matanya sendiri-sendiri, sebagai
tanda kemukjizatan Beliau atas kehendak Dzat Penguasa alam semesta.
Kuatnya Pengaruh Teman Dekat Dalam Hidup
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang untuk membunuh Abul
Bakhtari. Karena ketika di Mekkah, dia sering melindungi Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam dan yang memiliki inisiatif untuk menggugurkan boikot
pada Bani Hasyim. Suatu ketika Al Mujadzar bin Ziyad bertemu dengannya
di tengah pertempuran. Ketika, itu Abul Bakhtari bersama rekannya.
Maka, Al Mujadzar mengatakan, “Wahai Abul Bakhtari, sesungguhnya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kami untuk
membunuhmu.”
“Lalu bagaimana dengan temanku ini?”, tanya Abul Bakhtari
“Demi Allah, kami tidak akan membiarkan temanmu.” Jawab Al Mujadzar.
Akhirnya mereka berdua melancarkan serangan, sehingga dengan
terpaksa Al Mujadzar membunuh Abul Bakhtari.

Kemenangan Bagi Kaum Muslimin
Singkat cerita, pasukan musyrikin terkalahkan dan terpukul mundur.
Pasukan kaum muslimin berhasil membunuh dan menangkap beberapa
orang di antara mereka. Ada tujuh puluh orang kafir terbunuh dan tujuh
puluh yang dijadikan tawanan. Di antara 70 yang terbunuh ada 24
pemimpin kaum Musyrikin Quraisy yang diseret dan dimasukkan ke dalam
lubang-lubang di Badar. Termasuk diantara 24 orang tersebut adalah Abu
Jahal, Syaibah bin Rabi’ah, Utbah bin Rabi’ah dan anaknya, Al Walid bin
Utbah.
Demikianlah perang badar, pasukan kecil mampu mengalahkan pasukan
yang lebih besar dengan izin Allah. Allah berfirman,
‫ن‬
‫ت فإئ و ر‬
‫م إ‬
‫ه و‬
‫ن الل لهإ ووالل ل م‬
‫ن فإئ وةن قوإليل وةن غ ول وب و ذ‬
‫كو ذ‬
‫معو ال ل‬
‫ري و‬
‫ة ك وإثيورة ر ب إإ إذ ذ إ‬
‫م ذ‬
‫صاب إ إ‬
“…Betapa banyak golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan
yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang
sabar.”(Qs. Al Baqarah: 249)
Mereka…
Mereka menang bukan karena kekuatan senjata
Mereka menang bukan karena kekuatan jumlah personilnya
Mereka MENANG karena berperang dalam rangka menegakkan kalimat
Allah dan membela agamaNya…
Allahu Al Musta’an…
Footnote:
[1] Perkataan Al Miqdad radhiyallahu ‘anhu ini merupakan cuplikan dari
firman Allah surat Al Maidah: 24
***

Penulis: Ammi Nur Baits