PENGARUH MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE, PENGUNGKAPAN SOSIAL, DAN PERINGKAT CGPI TERHADAP KUALITAS LABA

PENGARUH MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE,…………...……………………...(Eko Budi Santoso dan Meiliana Tan)

PENGARUH MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE,
PENGUNGKAPAN SOSIAL, DAN PERINGKAT CGPI
TERHADAP KUALITAS LABA
Eko Budi Santoso
Fakultas Bisnis Universitas Kristen Duta Wacana
Jl. Dr. Wihidin Sudiro Husodo 5 - 25, Yogyakarta, 55224
Meiliana Tan
KAP Ernest & Young

ABSTRACT
The objective of this research is to examine the influence of several corporate governance
mechanisms, namely managerial ownership and institutional ownership; information of
corporate social responsibility (CSR) disclosed in the companies’ annual reports, and the
rate of corporate governance perception index (CGPI) on earnings quality (measured by
earning response coefficient/ERC). The sample of this research is all private company listed
on Indonesia Stock Exchange (IDX) since 1993 which include the top ten and non-top ten of
corporate governance perception index (CGPI) rate in 2002-2008, except 2007. The number
of sample is 53 samples from 28 companies collected. By using regression analysis, the result
of this research show that : (a) managerial ownership has no influence on earnings quality;

(b) institutional ownership has no influence on earnings quality; (c) the level of CSR
disclosure has influence on earnings quality; and (d) the corporate governance perception
index (CGPI) rate has no influence on earnings quality in five percent level of significance,
but it is significant in ten percent level of significance. This result indicates that investors
asses the CSR information disclosed by the companies in their annual reports for their
investment decision..
Keywords: corporate governance mechanism, corporate social responsibility, earning quality

PENDAHULUAN
Tujuan suatu perusahaan didirikan
adalah untuk meningkatkan nilai perusahaan dengan meningkatkan kemakmuran
pemilik atau para pemegang sahamnya.
Untuk mengetahui nilai perusahaan dan
tingkat kemakmurannya, pemilik atau para
pemegang saham menggunakan informasi
yang disajikan dalam laporan keuangan
yang diterbitkan oleh perusahaan yang
bersangkutan.
Informasi yang disajikan
dalam laporan keuangan harus dapat men-


cerminkan kondisi perusahaan yang
sesungguhnya. Menurut Schipper dan
Vincent dalam Boediono (2005), laporan
keuangan menjadi alat utama bagi
perusahaan untuk menyampaikan informasi keuangan mengenai pertanggung jawaban pihak manajemen.
Salah satu informasi yang terdapat di
dalam laporan keuangan adalah informasi
mengenai laba perusahaan. Laba merupakan indikator yang dapat digunakan untuk
mengukur kinerja operasional perusahaan.
1

JRAK, Volume 7, No.1, Februari 2011

Informasi tentang laba mengukur keberhasilan atau kegagalan bisnis dalam mencapai tujuan operasi yang ditetapkan. Baik
kreditur maupun pemegang saham, menggunakan laba untuk mengevaluasi kinerja
manajemen, memperkirakan earnings
power, dan untuk memprediksi laba dimasa yang akan datang.
Laporan laba sebagai produk informasi yang dihasilkan perusahaan, tidak
terlepas dari proses penyusunannya. Proses

penyusunan laporan ini melibatkan pihak
pengurus dalam pengelolaan perusahaan,
yaitu manajer. Perhitungan laba yang
dilakukan oleh manajer ini dapat menimbulkan masalah. Dalam hal ini, manajer
memiliki kecenderungan untuk mementingkan keuntungannya tanpa memikirkan
kepentingan pemegang saham, yaitu
dengan melakukan manajemen laba yang
dapat dilakukan dengan berbagai cara,
seperti taking a bath, income minimization,
income maximization, dan income
smoothing.
Menurut Cho dan Jung dalam
Boediono (2005), laba yang dipublikasikan
dapat memberikan respon yang bervariasi,
yang menunjukkan adanya reaksi pasar
terhadap informasi laba. Reaksi yang
diberikan tergantung dari kualitas laba
yang dihasilkan oleh perusahaan. Dengan
kata lain, laba yang dilaporkan memiliki
kekuatan respon. Manajemen laba yang

dilakukan oleh manajer dapat mempengaruhi kualitas laba yang dilaporkan, yang
diukur
dengan
earnings
response
coefficient (ERC). Kuatnya reaksi pasar
terhadap informasi laba yang tercermin
dari tingginya ERC, menunjukkan laba
yang dilaporkan berkualitas. Demikian
sebaliknya, lemahnya reaksi pasar terhadap
informasi laba yang tercermin dari
rendahnya ERC, menunjukkan laba yang
dilaporkan kurang atau tidak berkualitas.
Laporan keuangan yang berkualitas
(dalam hal ini kualitas laba) diharapkan
dapat membantu para investor dan calon
investor untuk membuat keputusan.
2

Kualitas laba menjadi perhatian yang

utama bagi para pengguna laporan
keuangan untuk tujuan investasi dan untuk
tujuan kontraktual. Keputusan investasi
atau keputusan kontrak yang didasarkan
pada laba yang kurang berkualitas akan
dapat menyebabkan kesalahan wealth
transfer karena laba yang kurang berkualitas akan memberikan sinyal yang kurang
baik. Laba yang kurang berkualitas bisa
terjadi karena dalam menjalankan bisnis
perusahaan, manajemen bukan merupakan
pemilik perusahaan. Pemisahan kepemilikan ini akan dapat menimbulkan konflik
dalam pengendalian dan pelaksanaan pengelolaan perusahaan. Konflik antara
pihak-pihak yang berkepentingan dengan
perusahaan ini biasa disebut dengan
masalah keagenan. Menurut Watts dan
Zimmerman dalam Midiastuty dan
Machfoedz (2003), secara implisit ada tiga
bentuk hubungan keagenan, yaitu antara
pemilik dengan manajemen, kreditur dengan manajemen, dan pemerintah dengan
manajemen.

Oleh karena itu, diperlukan suatu
sistem untuk menjembatani adanya pemisahan kepentingan antara pemilik dan pengelola di dalam suatu perusahaan. Pemisahan ini diharapkan dapat mensejajarkan
kepentingan pemilik atau pemegang saham
dengan kepentingan manajer selaku
pengelola perusahaan. Sistem tersebut
adalah dengan tata kelola perusahaan yang
baik (Good Corporate Governance GCG). Good Corporate Governance
(GCG) merupakan suatu konsep tentang
tata kelola perusahaan yang sehat. Konsep
ini diharapkan dapat melindungi pemegang
saham dan kreditur agar dapat memperoleh
kembali investasinya. GCG merupakan
suatu sistem pengelolaan perusahaan yang
mencerminkan hubungan yang sinergi
antara manajemen dan pemegang saham,
kreditur, pemerintah, dan stakeholders
lainnya. Corporate governance dianggap
sebagai suatu cara untuk menjamin bahwa
manajer bertindak yang terbaik untuk ke-


PENGARUH MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE,…………...……………………...(Eko Budi Santoso dan Meiliana Tan)

pentingan stakeholders. Pelaksanaan good
corporate governance menuntut adanya
perlindungan yang kuat terhadap hak-hak
pemegang saham, terutama pemegang
saham minoritas. Prinsip-prinsip atau
pedoman pelaksanaan corporate governance menunjukkan adanya perlindungan
tersebut, tidak hanya kepada pemegang
saham, tetapi meliputi seluruh pihak yang
terlibat dalam perusahaan termasuk
masyarakat.
Sejak tahun 2001, The Indonesia
Institute for Corporate Governance
(IICG), sebuah lembaga swasta, telah
melakukan penelitian tentang proses
penerapan GCG di perusahaan publik.
Hasil risetnya berupa pemeringkatan
sepuluh besar perusahaan yang telah
menerapkan GCG atau biasa disebut

Corporate Governance Perception Index
(CGPI). CGPI merupakan salah satu
informasi yang masuk di pasar modal.
Informasi mengenai CGPI diharapkan
dapat memberikan dampak positif terutama yang menyangkut kepercayaan investor
atas dana yang diinvestasikan. Pengaruh
pengumuman CGPI diduga akan memberikan reaksi positif investor serta mampu
mengubah harapan investor tentang
perusahaan yang bersangkutan.
Berdasarkan paparan latar belakang
diatas, yaitu bahwa penerapan GCG dapat
memberikan manfaat positif bagi perusahaan melalui pelaksanaan mekanisme dan
prinsip-prinsip yang telah ditetapkan, maka
penelitian ini mencoba untuk menguji
beberapa pengaruh mekanisme corporate
governance, yaitu kepemilikan manajerial,
dan kepemilikan institusional; pengungkapan CSR terhadap kualitas laba yang
diproksi dengan ERC. Penelitian ini tidak
mengikutsertakan mekanisme komisaris
independen dan komite audit sebagai

mekanisme corporate governance, dikarenakan berdasarkan data Bapepam pada
akhir tahun 2003, tercatat sebanyak 99%
perusahaan publik telah memiliki komisaris independen, dan sebanyak 90%

perusahaan publik telah memiliki komite
audit. Dan untuk membedakan penelitian
ini dengan penelitian sebelumnya, maka
penelitian ini juga menambahkan pengaruh
pemeringkatan CGPI yang dilakukan oleh
IICG, yang berupa peringkat sepuluh besar
dan non sepuluh besar terhadap kualitas
laba. Adanya pemeringkatan CG yang
berupa CGPI ini memungkinkan adanya
perbedaan pengaruh antara perusahaan
yang masuk sepuluh besar dan non sepuluh
besar CGPI.
KAJIAN LITERATUR DAN
PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Corporate Governance
Istilah corporate governance pertama kali diperkenalkan oleh Cadbury

Committee di tahun 1992 yang menggunakan istilah tersebut dalam laporan
mereka yang kemudian dikenal sebagai
Cadbury Report. Laporan ini dipandang
sebagai titik balik yang sangat menentukan
bagi praktik corporate governance di
seluruh dunia. Cadbury Report mendefinisikan corporate governance sebagai
suatu sistem yang berfungsi untuk mengarahkan dan mengendalikan organisasi.
Forum for Corporate Governance in
Indonesia (FCGI) mendefinisikan corporate governance sebagai seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara
pemegang saham, pengurus (pengelola)
perusahaan, pihak kreditur, pemerintah,
karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang
berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban
mereka atau dengan kata lain suatu sistem
yang mengendalikan perusahaan.
Tujuan corporate governance ialah
untuk menciptakan nilai tambah bagi
semua pihak yang berkepentingan (stakeholders). Ada dua hal yang menjadi perhatian konsep ini, yaitu (1) pentingnya hak
pemegang saham untuk memperoleh
informasi dengan benar dan tepat pada

waktunya; (2) kewajiban perusahaan untuk
3

JRAK, Volume 7, No.1, Februari 2011

mengungkapkan secara akurat, tepat waktu
dan transparan mengenai semua informasi
kinerja keuangan, kepemilikan dan stakeholders.
Dalam konteks tumbuhnya kesadaran akan arti penting corporate governance, Organization for Economic Corporation and Development (OECD) telah
mengembangkan seperangkat prinsipprinsip good corporate governance dan
dapat diterapkan secara luwes/fleksibel
sesuai dengan keadaan, budaya, dan tradisi
di masing-masing negara. Prinsip-prinsip
ini diharapkan menjadi titik rujukan bagi
pemerintah dalam membangun kerangka
bagi penerapan corporate governance.
Bagi para pelaku usaha dan pasar modal,
prinsip-prinsip ini dapat menjadi panduan
atau pedoman dalam mengelaborasi
praktik-praktik bisnis terbaik bagi peningkatan nilai dan keberlangsungan perusahaan.
Prinsip-prinsip OECD mencakup
lima bidang utama, yaitu hak-hak para
pemegang saham dan perlindungannya,
peran para karyawan dan pihak-pihak yang
berkepentingan lainnya, pengungkapan
yang akurat dan tepat waktu serta
transparansi sehubungan dengan struktur
dan operasi korporasi; tanggung jawab
dewan komisaris maupun direksi terhadap
perusahaan, pemegang saham, dan pihakpihak yang berkepentingan lainnya. Atau
secara ringkas prinsip-prinsip tersebut
dapat dirangkum sebagai : perlakuan yang
setara (equitable treatment atau fairness),
transparansi (transparency), akuntabilitas
(accountability), dan responsibilitas (responsibility), dan independensi (independency).
Corporate Governance Perception Index
(CGPI)
Dalam www.iicg.org, Corporate
Governance Perception Index (CGPI)
adalah Program riset dan pemeringkatan
penerapan tata kelola perusahaan yang
baik pada perusahaan publik dan BUMN
4

di Indonesia. Program ini dilaksanakan
sejak tahun 2001 dilandasi pemikiran
pentingnya mengetahui sejauh mana
perusahaan-perusahaan tersebut menerapkan prinsip-prinsip GCG.
Program riset dan pemeringkatan
CGPI diselenggarakan oleh The Indonesia
Institute for Corporate Governance (IICG)
bekerjasama dengan majalah SWA sebagai
mitra media publikasi. Program ini
didesain untuk memacu perusahaan dalam
meningkatkan kualitas penerapan CG
melalui perbaikan yang berkesinambungan
dengan melaksanakan evaluasi dan
melakukan studi banding. Program CGPI
akan memberikan apresiasi dan pengakuan
kepada perusahaan-perusahaan yang telah
menerapkan CG melalui CGPI awards dan
penobatan sebagai perusahaan terpercaya.
Almilia dan Sifa dalam Santoso dan
Shanti (2007) mengungkapkan pemeringkatan CGPI ini dilakukan berdasarkan
dengan tujuh kriteria. Pertama, komitmen
perseroan terhadap corporate governance,
hal ini menjelaskan sejauh mana perseroan
menaruh perhatian terhadap semangat
good corporate governance. Kedua,
pelaksanaan RUPS dan perlakuan terhadap
pemegang saham minoritas, mencakup ketepatan waktu pelaksanaan RUPS dan
adanya jaminan perlindungan hak pemegang saham termasuk pemegang saham
minoritas. Ketiga, dewan komisaris,
dimilikinya dewan komisaris yang kompeten di bidangnya serta seberapa optimal
peran dan tanggung jawab mereka dalam
penyelenggaraan tata kelola perusahaan
yang baik. Keempat, struktur direksi,
dimilikinya direksi yang kompeten di bidangnya serta bagaimana peran dan tanggung jawab direksi dalam penyelenggaraan
tata kelola perusahaan yang baik. Kelima,
hubungan dengan stakeholders, bagaimana
hubungan dan tanggung jawab perusahaan
dengan pihak-pihak yang terkait dengan
perusahaan. Keenam, transparansi dan
akuntabilitas, mewajibkan adanya informasi yang terbuka, tepat waktu, jelas, dapat

PENGARUH MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE,…………...……………………...(Eko Budi Santoso dan Meiliana Tan)

diperbandingkan terutama menyangkut
masalah keuangan, pengelolaan dan kepemilikan perusahaan. Ketujuh, tanggapan
terhadap riset IICG, sejauh mana keseriusan responden untuk mengikuti riset ini.
Struktur Kepemilikan
Masalah corporate governance merupakan masalah yang timbul sebagai
akibat pihak-pihak yang terlibat dalam
perusahaan mempunyai kepentingan berbeda-beda. Perbedaan tersebut antara lain
karena karakteristik kepemilikan dalam
perusahaan. Dalam tipe kepemilikan
timbul dua kelompok pemegang saham,
yaitu controlling interest dan minority
interest (shareholders).
Adanya masalah keagenan dapat
dipengaruhi oleh struktur kepemilikan
(kepemilikan manajerial dan kepemilikan
institusional). Struktur kepemilikan oleh
beberapa peneliti dipercaya mampu mempengaruhi jalannya perusahaan yang pada
akhirnya berpengaruh pada kinerja perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan
yaitu maksimalisasi nilai perusahaan. Hal
ini disebabkan oleh adanya kontrol yang
mereka miliki.
Kepemilikan manajerial merupakan
isu penting dalam teori keagenan sejak
dipublikasikan oleh Jensen dan Meckling
(1976) menyatakan bahwa semakin besar
proporsi kepemilikan manajemen dalam
suatu perusahaan maka manajemen akan
berupaya lebih giat untuk memenuhi kepentingan pemegang saham yang juga
adalah dirinya sendiri (Midiastuty dan
Machfoedz, 2003). Sukartha (2008) menyatakan kepemilikan manajerial merupakan program kebijakan remunerasi guna
mengurangi masalah keagenan. Kompensasi tetap berupa gaji, tunjangan, dan
bonus terbukti dapat digunakan sebagai
sarana untuk menyamakan kepentingan
manajemen dengan pemegang saham.
Shleifer dan Vishny dalam Siallagan dan
Machfoedz (2006) menyatakan bahwa
kepemilikan saham yang besar dari segi

nilai ekonomisnya memiliki insentif untuk
memonitor. Secara teoritis ketika kepemilikan manajerial rendah, maka insentif
terhadap kemungkinan terjadinya perilaku
oportunistik manajer akan meningkat.
Kepemilikan manajemen terhadap saham
perusahaan dipandang dapat menyelaraskan potensi perbedaan kepentingan antara
pemegang saham luar dengan manajemen.
Sehingga permasalahan manajemen diasumsikan akan hilang apabila seorang
manajer adalah juga sekaligus sebagai
pemilik.
Dengan tingginya kepemilikan manajerial, para investor institusional akan
mendapatkan kesempatan kontrol perusahaan yang lebih sedikit. Ini berarti bahwa
hubungan antara kepemilikan manajerial
dan kepemilikan institusional adalah
negatif. Hubungan ini sesuai dengan
penelitian Fitri dan Mamduh dalam Putri
dan Nasir (2006).
Pengungkapan Sosial (Corporate Social
Responsibility)
Boone dan Kurtz dalam Safitri
(2009) mengatakan bahwa pengertian
tanggung jawab sosial secara umum adalah
dukungan manajemen terhadap kewajiban
untuk mempertimbangkan laba, kepuasan
pelanggan, dan kesejahteraan masyarakat
secara setara dalam mengevaluasi kinerja
perusahaan.
Sementara itu Achda dalam Safitri
(2009) mengartikan CSR sebagai komitmen perusahaan untuk mempertanggung
jawabkan dampak operasinya dalam
dimensi sosial, ekonomi, dan lingkungan,
serta terus-menerus menjaga agar dampak
tersebut menyumbang manfaat kepada
masyarakat dan lingkungan hidupnya.
Meskipun laba dan kesempatan kerja tetap
memiliki arti penting, tetapi dewasa ini
terdapat banyak faktor yang memberikan
kontribusi pada penilaian kinerja sosial
sebuah perusahaan, termasuk diantaranya
memberikan kesempatan kerja yang sama;
menghargai perbedaan budaya karyawan;
5

JRAK, Volume 7, No.1, Februari 2011

merespon masalah-masalah lingkungan
hidup; menyediakan tempat kerja yang
aman dan sehat; dan memproduksi produkproduk bermutu tinggi yang aman untuk
digunakan.
Pengungkapan sosial yang diungkapkan perusahaan merupakan informasi yang
sifatnya sukarela. Karenanya, perusahaan
memiliki kebebasan untuk mengungkapkan informasi yang tidak diharuskan oleh
badan penyelenggara pasar modal. Singhvi
dan Desai dalam Rizal (2004) menyatakan
bahwa keragaman dalam pengungkapan
disebabkan oleh entitas yang dikelola oleh
manajer yang memiliki filosofis manajerial
yang berbeda dan keluasan dalam
kaitannya dengan pengungkapan informasi
kepada masyarakat.
Perusahaan dapat pula menyajikan
laporan tambahan seperti laporan mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai
tambah, khususnya bagi industri dimana
faktor-faktor lingkungan hidup memegang
peranan penting dan bagi industri yang
menganggap pegawai sebagai kelompok
pengguna laporan yang memegang peranan penting
Dasar untuk melihat pelaksanaan
CSR pada perusahaan menurut Lantos
dalam Safitri (2009) adalah 1) tanggung
jawab ekonomi : menguntungkan bagi
pemegang saham, menyediakan pekerjaan
yang bagus bagi pekerjanya, menghasilkan
produk yang berkualitas bagi pelanggan. 2)
tanggung jawab hukum : mengikuti hukum
dan berlaku sesuai aturan permainan. 3)
tanggung jawab etik : menjalankan bisnis
dengan moral, mengerjakan apa yang
benar, apa yang harus dan adil, dan tidak
menimbulkan kerusakan. 4) tanggung
jawab fillantropis : memberikan kontribusi
secara sukarela kepada masyarakat, memberikan waktu dan uang untuk pekerjaan
yang baik.
Kualitas Laba
Menurut FASB (Financial Accounting Standards Board) informasi yang rele6

van tentang entitas harus mempunyai
kemampuan untuk mempre-diksi kinerja
perusahaan di masa yang akan datang.
Salah satu informasi yang paling relevan
adalah laba. Tujuan utama dalam
melaporkan laba adalah untuk membantu
investor dan kreditor dalam memprediksi
arus kas yang akan datang. Mayangsari
dan Wilopo (2002) menga-takan bahwa
pemilihan metode akuntansi tidak terbatas
hanya pada unsur-unsur yang dapat
mempengaruhi arus kas tetapi juga
mempengaruhi nilai perusahaan yang
tercermin pada laba perusahaan. Oleh
karena itu, dilakukan pengukuran kualitas
laba untuk menilai keadaan perusahaan
yang sebenarnya.
Schipper dan Vincent dalam Sutopo
(2009) menyatakan kualitas laba menunjukkan tingkat kedekatan laba yang
dilaporkan dengan income, yang merupakan laba ekonomik yaitu jumlah yang
dapat dikonsumsi dalam satu periode
dengan menjaga kemampuan perusahaan
pada awal dan akhir periode tetap sama.
Kualitas laba akuntansi ditunjukkan oleh
kedekatan atau korelasi antara laba
akuntansi dan laba ekonomik.
Dalam literatur penelitian akuntansi,
terdapat berbagai penelitian kualitas laba
dalam perspektif kebermanfaatan dalam
pengambilan keputusan. Schipper dan
Vincent dalam Sutopo (2009) mengelompokkan konstruk kualitas laba dan
pengukurannya berdasarkan cara menentukan kualitas laba, yaitu berdasar-kan
sifat runtun-waktu dari laba, karak-teristik
kualitatif dalam rerangka konsep-tual,
hubungan laba-kas-akrual, dan keputusan
implementasi. Empat kelompok penentuan
kualitas laba ini dapat dijelas-kan. Pertama, berdasarkan sifat runtun-waktu laba,
kualitas laba meliputi : persistensi, prediktibilitas (kemampuan prediksi), dan
variabilitas. Atas dasar persistensi, laba
yang berkualitas adalah laba yang persisten
yaitu laba yang berkelanjutan, lebih
bersifat permanen dan tidak bersifat

PENGARUH MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE,…………...……………………...(Eko Budi Santoso dan Meiliana Tan)

transitori. Persistensi sebagai kualitas laba
ini ditentukan berdasarkan perspektif
kemanfaatannya dalam pengambilan keputusan khususnya dalam penilaian ekuitas.
Kemampuan prediksi menunjukkan kapasitas laba dalam memprediksi butir
informasi tertentu, misalnya laba di masa
datang. Dalam hal ini, laba yang berkualitas tinggi adalah laba yang mempunyai
kemampuan tinggi dalam memprediksi
laba di masa datang. Berdasarkan konstruk
variabilitas, laba berkualitas tinggi adalah
laba yang mempunyai variabilitas relatif
rendah.
Kedua, kualitas laba didasarkan pada
hubungan laba-kas-akrual yang dapat
diukur dengan berbagai ukuran, yaitu rasio
kas operasi dengan laba, perubahan akrual
total, estimasi abnormal/discretionary
accruals, dan estimasi hubungan akrualkas. Dengan menggunakan ukuran rasio
kas operasi dengan laba, kualitas laba
ditunjukkan oleh kedekatan laba dengan
aliran kas operasi. Laba yang semakin
dekat dengan aliran kas operasi mengindikasikan laba yang semakin berkualitas.
Dengan menggunakan ukuran perubahan
akrual total, laba berkualitas adalah laba
yang mempunyai perubahan akrual total
kecil. Pengukuran ini mengasumsikan
bahwa perubahan total akrual disebabkan
oleh perubahan discretionary accruals.
Estimasi discretionary accruals dapat
diukur secara langsung untuk menentukan
kualitas laba. Semakin kecil discretionary
accruals, semakin tinggi kualitas laba, dan
sebaliknya. Selanjutnya, keeratan hubungan antara akrual dan aliran kas juga
dapat digunakan untuk mengukur kualitas
laba. Semakin erat hubungan antara akrual
dan aliran kas, semakin tinggi kualitas
laba.
Ketiga, kualitas laba dapat didasarkan pada Konsep Kualitatif Rerangka
Konseptual
(Financial
Accounting
Standards Board, FASB, 1978). Laba yang
berkualitas adalah laba yang bermanfaat
dalam pengambilan keputusan yaitu yang

memiliki karakteristik relevansi, reliabilitas, dan komparabilitas/konsistensi. Pengukuran masing-masing kriteria kualitas
tersebut secara terpisah sulit atau tidak
dapat dilakukan. Oleh sebab itu, dalam
penelitian empiris koefisien regresi harga
dan return saham pada laba (dan ukuranukuran terkait yang lain misalnya aliran
kas) diinterpretasi sebagai ukuran kualitas
laba berdasarkan karakteristik relevansi
dan reliabilitas.
Keempat, kualitas laba berdasarkan
keputusan implementasi meliputi dua
pendekatan. Dalam pendekatan pertama,
kualitas laba berhubungan negatif dengan
banyaknya pertimbangan, estimasi, dan
prediksi yang diperlukan oleh penyusun
laporan keuangan. Semakin banyak
estimasi yang diperlukan oleh penyusun
laporan keuangan dalam mengimplementasi standar pelaporan, semakin rendah
kualitas laba, dan sebaliknya. Dalam
pendekatan kedua, kualitas berhubungan
negatif dengan besarnya keuntungan yang
diambil oleh manajemen dalam menggunakan pertimbangan agar menyimpang dari
tujuan standar (manajemen laba). Manajemen laba yang semakin besar mengindikasi kualitas laba yang semakin rendah,
dan sebaliknya.
Earnings Response Coefficient (ERC)
Lev dalam Sayekti dan Wondabio
(2007) menyatakan bahwa laba diyakini
sebagai informasi utama yang disajikan
dalam laporan keuangan perusahaan.
Pertanyaan seberapa jauh kegunaan laba
bagi para pengguna laporan keuangan
menjadi hal yang penting baik bagi para
peneliti, praktisi, dan juga otoritas pembuat
kebijakan. Namun demikian, laba itu
sendiri memiliki keterbatasan yang mungkin dipengaruhi oleh asumsi perhitungan
dan juga kemungkinan manipulasi yang
dilakukan oleh manajemen perusahaan,
sehingga dibutuhkan informasi lain selain
laba untuk memprediksi return saham
perusahaan.
7

JRAK, Volume 7, No.1, Februari 2011

Banyak ahli yang berargumen bahwa
hubungan antara return dan laba (rugi)
yang tidak terduga tersebut membentuk
suatu persamaan regresi. Slope koefisien
dari persamaan regresi tersebut dikenal
sebagai earnings response coefficient
(ERC). ERC dapat didefinisikan sebagai
efek satu satuan mata uang dari laba yang
diharapkan pada return saham dan
menggambarkan reaksi investor terhadap
pengumuman laba/rugi tersebut.
ERC menunjukkan kuat lemahnya
reaksi pasar terhadap pengumuman laba,
sehingga bisa digunakan untuk memprediksi kandungan informasi laba yang
dihasilkan oleh laporan tersebut. Salah satu
faktor yang mempengaruhi ERC adalah
laporan keuangan itu sendiri. Jika investor
mempunyai persepsi bahwa informasi
keuangan itu memiliki tingkat kredibilitas
tinggi (rendah), maka ia akan bereaksi
terhadap laporan keuangan tersebut secara
kuat (lemah). Hal itu akan tercermin dari
nilai ERC yang tinggi (rendah). Reaksi
yang diberikan tergantung dari kualitas
laba yang dihasilkan oleh perusahaan. Ada
beberapa hal yang menyebabkan respon
pasar yang berbeda terhadap laba, yaitu
persistensi laba, beta, struktur permodalan
perusahaan, kualitas laba, kesempatan
bertumbuh, dan informativeness of price.
Penelitian
mengenai
pengaruh
mekanisme corporate governance terhadap
kualitas laba telah banyak dilakukan
sebelumnya. Misalnya, penelitian yang
dilakukan oleh Siallagan (2007). Penelitiannya bertujuan untuk menginvestigasi
apakah mekanisme corporate governance
(kepemilikan manajerial, dewan komisaris,
dan komite audit) mempengaruhi kualitas
laba. Dengan menggunakan sampel
sebanyak 74 perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia, hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap kualitas laba dan dewan komisaris
secara negatif berpengaruh terhadap
kualitas laba.
8

Mekanisme corporate governance
lainnya adalah kepemilikan institusional.
Dalam
penelitian
Midiastuty
dan
Machfoedz (2003) yang menguji hubungan
mekanisme corporate governance terhadap
manajemen laba yang dikaitkan dengan
kualitas laba, mereka menggunakan baik
kepemilikan manajerial maupun kepemilikan institusional. Hasil penelitian ini dapat
mendukung penelitian sebelumnya bahwa
mekanisme corporate governance tersebut
dapat mempengaruhi penurunan manajemen laba yang pada akhirnya meningkatkan kualitas laba yang dilaporkan.
Selain itu, ada pula penelitian sebelumnya mengenai pengaruh pengungkapan
sosial terhadap kualitas laba yang
dilakukan oleh Sayekti dan Wondabio
(2007). Dalam penelitiannya, kualitas laba
diproksikan dengan earnings response
coefficient (ERC). Dan penelitian ini
mendukung hipotesis yang menyatakan
bahwa tingkat pengungkapan informasi
sosial dalam laporan tahunan perusahaan
berpengaruh terhadap kualitas laba. Hasil
penelitian ini mengindikasikan bahwa
investor mengapresiasi informasi sosial
yang diungkapkan dalam laporan tahunan
perusahaan.
Penelitian-penelitian sebelumnya telah banyak menguji pengaruh mekanis-me
corporate governance terhadap kualitas
laba. Mekanisme yang sering digunakan
antara lain adalah kepemilikan manajerial,
kepemilikan institusional, dewan komisaris, komite audit, dan dewan direksi.
Namun, belum banyak yang menggunakan
variabel pemeringkatan CGPI (Corporate
Governance Perception Index) yang
merupakan hasil survei IICG yang berupa
peringkat sepuluh besar dan non sepuluh
besar, untuk menguji penga-ruh peringkat
tersebut terhadap kualitas laba.
CGPI merupakan salah satu informasi yang masuk di pasar modal. Informasi
mengenai
CGPI
diharapkan
dapat
memberikan dampak positif terutama yang
menyangkut kepercayaan investor atas

PENGARUH MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE,…………...……………………...(Eko Budi Santoso dan Meiliana Tan)

dana yang diinvestasikan. Pengaruh pengumuman CGPI diduga akan memberikan
reaksi positif investor serta mampu mengubah harapan investor tentang perusahaan
yang bersangkutan.
Ada beberapa manfaat yang dapat
diperoleh perusahaan-perusahaan yang
menerapkan corporate governance. Misalnya, Harmanto dalam majalah SWA
(2004) mengungkapkan beberapa manfaat
menerapkan corporate governance, misalnya dipercaya investor, mitra bisnis
maupun kreditor; menjadi lebih linear
karena pembagian tugas serta kewenangan
yang jelas; perimbangan kekuatan diantara
struktur internal perusahaan, yakni direksi,
komisaris, komite audit, dan sebagainya;
pengambilan keputusan menjadi lebih
akuntabel dan lebih berhati-hati.
Selain itu, Boedirasasta dalam majalah SWA (2005) juga menyatakan beberapa manfaat menerapkan corporate
governance yang lain, misalnya perusahaan akan lebih dipercaya investor, mitra
bisnis pun tidak ragu mengembangkan
hubungan bisnis yang lebih luas lagi, para
kreditur memiliki kepercayaan tinggi untuk mengucurkan kreditnya yang mungkin
diperlukan untuk perluasan usaha, dan
pengambilan keputusan menjadi lebih
dapat dipertanggung jawabkan.
Berdasarkan manfaat ini, maka
diduga besar kemungkinan saham-saham
perusahaan yang masuk CGPI akan direaksi oleh pasar, karena dengan bersedia
mengikuti survei saja, perusahaan sudah
menunjukkan adanya itikad menjadi
perusahaan yang terpercaya dan terbuka.
Terlebih jika mengingat perusahaan tidak
diwajibkan mengikuti survei CGPI, karena
survei ini bersifat sukarela berdasarkan
kebersediaan perusahaan untuk ikut survei.
Selanjutnya, berdasarkan manfaat tersebut,
kemungkinan saham-saham yang masuk
CGPI akan direaksi oleh pasar baik yang
masuk sepuluh besar maupun non sepuluh
besar CGPI. Perusahaan yang masuk
sepuluh besar CGPI diduga mempunyai

tata kelola perusahaan yang lebih baik
dibandingkan perusahaan non sepuluh
besar CGPI, terutama dalam hal penyampaian informasi, sehingga perusahaan
dapat meningkatkan kemakmuran para
pemegang saham dengan meningkatnya
harga saham. Dengan adanya kondisi yang
demikian, harga saham dan volume
perdagangan saham pada perusahaan yang
masuk sepuluh besar CGPI akan lebih
tinggi dibandingkan dengan non sepuluh
besar CGPI, dimana hal ini akan
mempengaruhi return yang akan diperoleh
investor, baik return sesungguhnya
maupun return yang diharapkan. Selisih
antara return sesungguhnya dan return
yang diharapkan ini biasa disebut sebagai
return tidak normal (abnormal return).
Adanya pemeringkatan CG yang berupa
CGPI ini memungkinkan adanya pengaruh
yang berbeda antara perusahaan yang
masuk sepuluh besar dan non sepuluh
besar CGPI atas abnormal return perusahaan-perusahaan tersebut, yang dapat
menjadi ukuran dari earnings response
coefficient (ERC).
H1a : Terdapat pengaruh kepemilikan
manajerial terhadap kualitas laba.
H1b : Terdapat pengaruh kepemilikan
institusional terhadap kualitas laba.
H1c : Terdapat pengaruh pengungkapan
sosial terhadap kualitas laba.
H1d : Terdapat pengaruh peringkat CGPI
terhadap kualitas laba.
METODA PENELITIAN
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data
sekunder yang dimaksud meliputi: 1) laporan keuangan dan laporan tahunan
perusahaan tahun 2002, 2003, 2004, 2005,
2006, dan 2008 yang diperoleh dari
website Bursa Efek Indonesia (BEI) yaitu
www.idx.co.id; 2) data tentang kepemilikan institusional dan kepemilikan manajerial dari Indonesia Capital Market
Directory (ICMD) tahun 2002, 2003,
9

JRAK, Volume 7, No.1, Februari 2011

2004, 2005, 2006, dan 2008; 3) data
tentang peringkat sepuluh besar dan non
sepuluh besar CGPI yang dipublikasikan
dalam majalah SWA Sembada; 4) data
tentang indeks pengungkapan sosial; 5)
data harga saham harian selama periode
pengamatan (3 hari sebelum publikasi
laporan keuangan, 1 hari saat publikasi
laporan keuangan, dan 3 hari setelah
publikasi) tahun 1992 sampai dengan
2009; 6) data IHSG (Indeks Harga Saham
Gabungan) harian selama periode pengamatan (3 hari sebelum publikasi laporan
keuangan, 1 hari saat publikasi laporan
keuangan, dan 3 hari setelah publikasi)
tahun 1992 sampai dengan 2009.
Dalam penelitian ini, proses pertama
sebelum melakukan penentuan sampel
adalah menentukan populasi. Populasi
dalam penelitian ini adalah semua
perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI) pada tahun 2002, 2003,
2004, 2005, 2006, dan 2008.
Penentuan sampel pada penelitian ini
menggunakan metode pusposive sampling.
Sampel yang digunakan dalam penelitian
ini adalah perusahaan-perusahaan yang
masuk dalam peringkat sepuluh besar dan
non sepuluh besar CGPI tahun 2002, 2003,
2004, 2005, 2006, dan 2008, yang
diumumkan pada majalah SWA Sembada,
dengan kriteria sebagai berikut: 1) perusahaan yang telah memperdagangkan sahamnya di Bursa Efek dari tahun 1993 sampai
tahun 2009 (selama periode pengamatan);
2) perusahaan yang menerbitkan laporan
keuangan dan laporan tahunan untuk
periode yang berakhir 31 Desember selama
periode pengamatan tahun 2002, 2003,
2004, 2005, 2006, dan
2008; 3)
perusahaan yang memiliki data kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional selama periode pengamatan tahun
2002, 2003, 2004, 2005, 2006, dan 2008.
Definisi Operasional Variabel
Variabel dependen dalam penelitian
ini adalah kualitas laba yang diproksikan
10

dengan earnings response coefficient
(ERC). Besarnya ERC diperoleh dari
regresi antara Cummulative Abnormal
Return (CAR) dan Unexpected Earnings
(UE), dengan melakukan beberapa tahap
perhitungan. Tahap pertama adalah menghitung Cumulative Abnormal Return
(CAR) masing-masing sampel dan kemudian menghitung Unexpected Earnings
(UE).
Cumulative abnormal return (CAR)
merupakan proksi dari harga saham atau
reaksi pasar.
CARi(-3,+3) = ∑ ARit
Dimana:
CARi(-3,+3) : abnormal return kumulatif
perusahaan I selama periode
pengamatan kurang lebih 3
hari dari tanggal publikasi
laporan keuangan (3 hari
sebelum, 1 hari tanggal
publikasi, dan 3 hari setelah
tanggal pubikasi laporan
keuangan).
ARit
: abnormal return perusahaan I
pada hari t
Dalam penelitian ini, abnormal return
dihitung menggunakan model sesuaian
pasar (market adjusted model). Hal ini
sesuai dengan Jones dalam Murwaningsari
(2007) yang menjelaskan bahwa estimasi
return sekuritas terbaik adalah return pasar
saat itu.
Abnormal return diperoleh dari :
ARi,t = Ri,t – Rm,t
Dimana :
ARi,t : abnormal return perusahaan i
pada periode ke-t
Ri,t : return perusahaan pada periode
ke-t
Rm,t : return pasar pada periode ke-t
Tingkat keuntungan yang terjadi
(realized return). Return realisasi merupa-

PENGARUH MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE,…………...……………………...(Eko Budi Santoso dan Meiliana Tan)

kan return yang telah terjadi. Return
realisasi dihitung berdasarkan data historis.
Return realisasi penting karena digunakan
sebagai salah satu pengukur kinerja dari
perusahaan. Return historis ini juga
berguna sebagai dasar penentuan return
ekspektasi (expected return) dan risiko di
masa datang. Return realisasi dapat
dihitung dengan persamaan:
Rit =

Pt – Pt-1
Pt-1

Dimana :
Rit : realized return saham perusahaan
i pada periode t
Pt
: harga saham pada periode ke-t
Pt-1 : harga saham satu periode
sebelumnya (t-1)
Tingkat keuntungan yang diharapkan
(expected return). Expected return adalah
return yang diharapkan akan diperoleh
oleh investor di masa yang akan datang.
Berbeda dengan return relisasi yang
sifatnya sudah terjadi, expected return
sifatnya belum terjadi. Model yang
digunakan untuk menghitung expected
return dalam penelitian ini adalah marketadjusted model. Return pasar harian
dihitung sebagai berikut :
Rm,t = (IHSGt – IHSGt-1)/IHSGt-1
Dimana :
Rm,t
: return pasar harian
IHSGt : indeks harga saham gabungan
pada hati t
IHSGt-1 : indeks harga saham gabungan
pada hari t-1
Unexpected
Earnings
(UE).
Unexpected earnings diartikan sebagai
selisih laba akuntansi yang direalisasi
dengan laba akuntansi yang diharapkan
oleh pasar. UE diukur sesuai dengan
penelitian Kallapur dalam Murwaningsari
(2007) sebagai berikut :

UEit = Eit – Eit-1
Pit-1
Dimana :
UEit : unexpected earnings perusahaan i
pada periode t
Eit : earnings per share perusahaan i
pada periode t
Eit-1 : earnings per share perusahaan i
pada periode sebelumnya (t-1)
Pit-1 : harga saham penutupan sebelumnya (t-1)
Return Tahunan digunakan untuk
mengurangi
kesalahan
pengukuran
(Chandrarin, 2003).
Rit = Pit – Pit-1
Pit-1
Dalam hal ini :
Rit : return tahunan perusahaan i pada
periode t
Pit : harga penutupan saham perusahaan i pada periode t
Pit-1 : harga penutupan saham perusahaan i pada periode t-1
Earnings Response Coefficient
(ERC). Teets dan Wasley dalam
Murwaningsari (2007) menyatakan ERC
akan dihitung dari slope β1 pada hubungan
CAR dengan UE yaitu :
CARit = β 0 + β 1UEit + β 2Rit + εit
Dalam hal ini :
CARit : abnormal
return
kumulatif
perusahaan i selama periode t
UEit : unexpected earnings
Rit
: return tahunan perusahaan i pada
periode t
εit
: komponen error dalam model atas
perusahaan i pada periode t
Variabel independen yang diteliti
dalam penelitian ini adalah kepemilikan
manajerial, kepemilikan institusional, pen11

JRAK, Volume 7, No.1, Februari 2011

gungkapan sosial (corporate social responsibility/CSR), dan peringkat CGPI.
Kepemilikan manajerial diukur berdasarkan prosentase kepemilikan saham
yang dimiliki pihak manajemen. Sementara itu, kepemilikan institusional diukur
berdasarkan prosentase kepemilikan institusi pada perusahaan yang bersangkutan.
Pengungkapan sosial (Corporate
Social Responsibility/CSR). Pengukuran
variabel ini dengan mengukur pengungkapan sosial laporan tahunan yang dilakukan
dengan pengamatan mengenai ada atau
tidaknya suatu item informasi yang ditentukan dalam laporan tahunan. Checklist
dilakukan dengan melihat pengungkapan
tanggung jawab sosial perusahaan dalam
tujuh kategori yaitu : lingkungan, energi,
kesehatan dan keselamatan tenaga kerja,
lain-lain tenaga kerja, produk, keterlibatan
masyarakat dan umum. Kategori ini
diadopsi dari penelitian yang dilakukan
oleh Hackston dan Milne dalam Sembiring
(2005). Ketujuh kategori tersebut terbagi
dalam 90 item pengungkapan. Berdasarkan
peraturan Bapepam No. VIII G.2 tentang
laporan tahunan dan kesesuaian item
tersebut untuk diaplikasikan di Indonesia,
maka penyesuaian kemudian dilakukan.
Dua belas item dihapuskan karena kurang
sesuai untuk diterapkan dengan kondisi di
Indonesia sehingga secara total tersisa 78
item pengungkapan. Tujuh puluh delapan
item tersebut kemudian disesuaikan
kembali dengan masing-masing sektor
industri sehingga item pengungkapan yang
diharapkan dari setiap sektor berbedabeda.
Peringkat CGPI. Peringkat CGPI ini
merupakan variabel dummy, dimana
diberikan nilai 1 bagi perusahaan yang
masuk peringkat sepuluh besar CGPI dan
nilai 0 bagi perusahaan peringkat non
sepuluh besar CGPI.

12

Model Empiris
Penelitian ini menguji pengaruh
mekanisme corporate governance, pengungkapan sosial, dan peringkat CGPI terhadap kualitas laba. Mekanisme corporate
governance diproksikan oleh kepemilikan
manajerial, kepemilikan institusional.
Sementara kualitas laba diukur dengan
earnings response coefficient (ERC). Oleh
karena penelitian ini ingin menguji
besarnya pengaruh variabel independen
terhadap variabel dependen, maka
persamaan regresi dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
ERC = β + β1MAN + β2INST + β3CSR +
β4CGPI + ε
Keterangan :
ERC : earnings response coefficient
perusahaan i
MAN : kepemilikan manajerial perusahaan i
INST : kepemilikan institusional perusahaan i
CSR : indeks pengungkapan sosial perusahaan i
CGPI : variabel dummy (1 untuk perusahaan peringkat sepuluh besar
CGPI, dan 0 untuk perusahaan
peringkat non sepuluh besar
CGPI)

HASIL PENELITIAN
Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif ini menggambarkan data dari masing-masing variabel penelitian yang telah diolah dilihat dari nilai
rata-rata, nilai maksimum, dan nilai
minimum dari masing-masing variabel.

PENGARUH MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE,…………...……………………...(Eko Budi Santoso dan Meiliana Tan)

Tabel 1
Staistik Desktiptif
Variabel
ERC
Manajerial
Institusional
CSR
CGPI

Jumlah Data
53
53
53
53
53

Minimum
-0.661
0.000
0.000
0.218
0.000

Berdasarkan tabel 1 diatas, dapat
diketahui statistik deskriptif dari masingmasing variabel dengan sampel sebanyak
53 perusahaan. Nilai terkecil dari variabel
ERC adalah -0.661 dan nilai terbesarnya
adalah 1.035 dengan nilai rata-rata 0.030.
Kepemilikan manajerial memiliki nilai
terkecil yaitu 0.000 dan nilai terbesar yaitu
6.780, sedangkan nilai rata-ratanya adalah
0.439. Sementara kepemilikan institusional
yang terkecil adalah 0.000 dan terbesar
yaitu 96.910. Nilai rata-rata kepemilikan
institusional sebesar 53.788.

Maximum
1.035
6.780
96.910
0.590
1.000

Mean
0.030
0.439
53.788
0.385
0.547

Nilai rata-rata dari 53 perusahaan
untuk CSR adalah sebesar 0.385, dengan
nilai terbesar 0.590 dan nilai terkecil
0.218. Sedangkan variabel CGPI merupakan variabel dummy, dan memiliki nilai
rata-rata sebesar 0.547.
Hasil uji asumsi klasik dirangkum
dalam tabel 2. Berdasarkan tabel 2 dapat
disimpulkan bahwa semua asumsi klasik
terpenuhi dalam penelitian ini. Setelah
lolos dari uji asumsi klasik maka hasil
regresi memenuhi asumsi BLUE.

Tabel 2
Hasil Uji Asumsi Klasik
No.
1.
2.
3.
4.

Uji Asumsi Klasik
Uji Normalitas
Uji Multikolinieritas
Uji Autokorelasi
Uji Heteroskedastisitas

Hasil
> 0,05
VIF < 10
du < d < 4 - du
Tidak signifikan

Keterangan
Residual berdistribusi normal
Tidak terjadi multikolinieritas
Tidak terjadi autokorelasi
Tidak terjadi heteroskedastisitas

Tabel 3 menyajikan hasil pengolahan data menggunakan regresi.
Tabel 3
Hasil Analisis Regresi
No
1
2
3
4

Nama Variabel
Kepemilikan
Manjerial
Kepemilikan
Institusional
Pengungkapan Sosial
Peringkat CGPI

Probabilitas
0.476

Keterangan
Tidak signifikan

0.398

Tidak signifikan

0.012
0.065

Signifikan
Tidak Signifikan

13

JRAK, Volume 7, No.1, Februari 2011

PEMBAHASAN
Berdasarkan pengujian yang dilakukan dalam penelitian ini ditemukan bahwa
variabel mekanisme corporate governance, yaitu kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap kualitas laba
(ERC). Hal ini mengindikasi-kan bahwa
mekanisme corporate governance, yaitu
kepemilikan manajerial dan kepemilikan
institusional tidak dapat menjadi mekanisme pengendali dalam penyusunan laporan
laba, yang pada akhirnya tidak dapat
memberikan pengaruh kepada pasar
melalui informasi laba. Hasil ini bertentangan dengan penelitian-penelitian sebelumnya, seperti penelitian Midiastuty
dan Machfoedz (2003) yang menemukan
adanya pengaruh yang signifikan antara
mekanisme corporate governance, yaitu
kepemilikan manajerial dan kepemilikan
intitusional terhadap kualitas laba. Hasil
ini juga tidak dapat mendukung penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Siallagan
(2007). Hasil penelitian Siallagan (2007)
berhasil mendukung hipotesis yang
diajukan, bahwa mekanisme corporate
governance mempengaruhi kualitas laba.
Mekanisme yang digunakan yaitu kepemilikan manajerial terbukti secara positif
berpe-ngaruh terhadap kualitas laba.
Dari hasil diatas dapat disimpulkan
bahwa
pada
perusahaan-perusahaan
sampel yang terdaftar di BEI dan masuk
peringkat CGPI, kepemilikan manajerial
tidak mampu meningkatkan kualitas laba
yang dilaporkan. Dalam kaitanya dengan
pasar modal, investor tidak merespon
informasi laba yang dilaporkan perusahaan
yang memiliki kepemilikan saham oleh
manajerial sebagai suatu sinyal yang baik
bagi investor.
Selanjutnya hasil penelitian ini juga
tidak dapat membuktikan adanya pengaruh
kepemilikan institusional terhadap kualitas
laba. Hasil ini tidak sesuai dengan teoriteori dan penelitian terdahulunya (Jensen
14

dan Meckling, serta Moh’d et al. dalam
Midiastuty dan Machfoedz, 2003), yang
menyebutkan bahwa kepemilikan institusional yang tinggi dapat mengurangi insentif
manipulasi laba oleh manajemen, yang
pada akhirnya akan mengingkatkan kualitas laba yang dilaporkan. Namun, hasil
penelitian ini tidak berhasil membuktikan
hal tersebut, sehingga dapat dikatakan
bahwa untuk perusahaan-perusahaan sampel dalam penelitian ini, kepemilikan
institusional tidak mampu mengurangi
perilaku manajemen laba, yang pada
akhirnya dapat meningkatkan kualitas laba.
Hasil yang tidak signifikan ini sejalan dengan hasil penelitian Purwanti (2007) yang
menemukan bahwa semua variabel corporate governance tidak signifikan secara
statistik terhadap kualitas laba.
Hasil penelitian ini tidak dapat
membuktikan pengaruh mekanisme corporate governance terhadap kualitas laba secara statistik. Hal ini mungkin disebabkan
penerapan praktek corporate governance
masih baru, sehingga perusahaan masih
asing dan masih dalam tahap pembelajaran
dalam menjalankan praktek corporate
governance. Selain itu, aturan mengenai
corporate governance yang ditetapkan
oleh Bapepam LK juga masih baru,
sehingga masih terdapat perusahaan yang
belum sepenuhnya menerapkan aturan
tersebut. Hasil yang tidak signifikan ini
juga dapat disebabkan karena adanya
faktor-faktor atau mekanisme corporate
governance lain yang tidak dimasukkan
dalam penelitian ini yang mungkin
mempengaruhi kualitas laba. Atau dilihat
dari sampel yang digunakan, bahwa
penelitian ini menggunakan sampel yang
jauh lebih sedikit dibandingkan dengan
penelitian-penelitian terdahulu sehingga
hasilnya pun berbeda dengan penelitianpenelitian
sebelumnya.
Selain
itu,
pengukuran variabel yang berbeda dapat
pula menjadi alasan hasil penelitian ini
tidak dapat mendukung penelitian sebelumnya.

PENGARUH MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE,…………...……………………...(Eko Budi Santoso dan Meiliana Tan)

Sementara hasil statistik diatas
memperlihatkan bahwa variabel pengungkapan sosial (CSR) mempengaruhi kualitas
laba, dengan probabilitas sebesar 0.010.
Hasil ini dapat memperkuat hasil
penelitian Sayekti dan Wondabio (2007)
yang menguji pengaruh pengungkapan
sosial terhadap kualitas laba. Penelitian
Sayekti dan Wondabio (2007) membuktikan adanya pengaruh pengungkapan sosial
terhadap kualitas laba. Hasil ini mengindikasikan bahwa informasi tanggung jawab
sosial yang diungkapkan perusahaan dalam
laporan tahunan mendapat perhatian dari
para investor. Dengan demikian, dapat
diketahui pula investor mulai memperhatikan kegiatan-kegiatan perusahaan yang
berhubungan dengan interaksi sosial, baik
interaksi perusahaan terhadap lingkungan
alam sekitarnya, sumber daya energi,
jaminan keselamatan dan kesejahteraan
tenaga kerjanya, maupun kepedulian
perusahaan terhadap masyarakat dalam
bidang kesehatan, pendidikan, dan
sebagainya. Adanya pengaruh indeks
pengungkapan sosial terhadap kualitas laba
ini juga mengindikasikan adanya respon
investor untuk lebih menghargai perusahaan yang lebih banyak melakukan kegiatankegiatan sosial dan melakukan pengungkapan sosial dalam laporan tahunannya.
Apalagi mengingat topik pengungkapan
sosial ini masih dapat dikatakan baru bagi
perusahaan, sehingga hal ini dapat mendorong para pelaku bisnis khususnya
perusahaan-perusahaan publik untuk lebih
memiliki kepedulian terhadap lingkungan,
tenaga kerja, dan masyarakat sekitar dalam
berbagai bidang kehidupan.
Variabel CGPI yang digunakan pada
penelitian ini, merupakan variabel dummy
untuk membedakan perusahaan dengan
peringkat sepuluh besar dan non sepuluh
besar CGPI. Hasil secara statistik menunjukkan hasil yang tidak signifikan dengan
probabilitas sebesar 0.063, sehingga dapat
dikatakan peringkat CGPI tidak mempengaruhi kualitas laba (ERC). Selanjutnya,

tidak adanya pengaruh signifikan peringkat
CGPI terhadap kualitas laba, berarti
terdapat perbedaan antara perusahaan yang
masuk sepuluh besar dan non sepuluh
besar survei yang dilakukan oleh IICG.
Hal ini mengindikasikan tidak ada
perbedaan reaksi pasar terhadap informasi
laba atas perusahaan yang masuk sepuluh
besar dan yang tidak masuk sepuluh besar,
meskipun peringkat CGPI ini sendiri
merupakan salah satu informasi yang
masuk dalam pasar modal. Survei CGPI ini
memang terbilang masih baru, sehingga
belum banyak investor yang dapat
merespon publikasi peringkat CGPI ini,
dalam kaitannya dengan informasi laba
yang dilaporkan perusahaan yang mengikuti survei.
Hasil yang tidak signifikan ini tidak
sesuai dengan teori-teori yang telah
dikemukakan sebelumnya. Lukuhay dan
Rafick dalam Santoso dan Shanti (2007)
menyatakan bahwa secara empiris terbukti
bahwa investor bersedia memberi premium
yang cukup tinggi kepada perusahaan yang
menerapkan prinsip corporate governance
secara konsisten. Survei yang dilakukan
McKinsey dalam Santoso dan Shanti
(2007) juga menemukan bukti tambahan
bahwa saham perusahaan yang disurvei
menikmati valuasi pasar sampai dengan
10% - 12%. Hal ini merefleksikan kepercayaan investor terhadap konsep corporate
governance tersebut.
Namun demikian, hasil ini dapat
mendukung teori yang dikemukakan
Darmawati, dkk. dalam Santoso dan Shanti
(2007), bahwa respon pasar terhadap
implementasi corporate governance tidak
bisa secara langsung, akan tetapi membutuhkan waktu. Investor perlu untuk memahami lebih dalam mengenai survei CGPI
yang dilakukan oleh IICG, mulai dari
tujuan, manfaat, tahapan survei, kriteria
penilaian survei, dan sebagainya. Hal ini
berarti penerapan corporate governance
tidak mempengaruhi nilai pasar perusahaan secara statistik, yang tercermin dalam
15

JRAK, Volume 7, No.1, Februari 2011

cumulative abnormal return (CAR)
perusahaan, sebagai salah satu komponen
dalam menghitung kualitas laba (ERC).
Pengaruh penerapan corporate governance
yang ditandai dengan peringkat CGPI
tersebut memerlukan waktu dan lebih
banyak lagi informasi corporate governance yang diperlukan investor untuk dapat
merespon
terhadap
baik
buruknya
penerapan corporate governance dalam
perusahaan. Sama halnya dengan yang
diungkapkan oleh Short dkk dalam
Sayidah (2007) yang menyatakan bahwa
tidak ada bukti yang kuat mengenai
hubungan
antara
kesuksesan
dan
penerapan corporate governance penting
untuk diakui, walaupun ada kepercayaan
good corporate governance (GCG) dapat
meningkatkan prospek perusahaan.
KESIMPULAN, KETERBATASAN,
DAN SARAN
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan bukti empiris tentang pengaruh
mekanisme corporate governance, pengungkapan sosial, dan peringkat CGPI
ter

Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN BIJI PEPAYA (Carica Papaya L) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar) YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

23 199 21

KEPEKAAN ESCHERICHIA COLI UROPATOGENIK TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG (PERIODE JANUARI-DESEMBER 2008)

2 106 1

EFEKTIFITAS BERBAGAI KONSENTRASI DEKOK DAUN KEMANGI (Ocimum basilicum L) TERHADAP PERTUMBUHAN JAMUR Colletotrichum capsici SECARA IN-VITRO

4 157 1

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

FENOMENA INDUSTRI JASA (JASA SEKS) TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU SOSIAL ( Study Pada Masyarakat Gang Dolly Surabaya)

63 375 2

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PENGARUH DIMENSI KUALITAS LAYANAN TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN DI CAFE MADAM WANG SECRET GARDEN MALANG

18 115 26