BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Perbandingan Kadar Serum Seruloplasmin pada Preeklamsia Berat Early Onset dan Late Onset

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Preeklamsia

2.1.1. Definisi

  Preeklamsia adalah suatu keadaan dimana terdapatnya peningkatan tekanan

  18-25 darah, proteinuria yang terjadi pada usia kehamilan lebih dari 20 minggu.

  Peningkatan tekanan darah pada preeklamsia dimana tekanan darah diastolik minimal 90 mmHg dan tekanan darah sistolik minimal 140 mmHg atau terjadi peningkatan tekanan darah diastolik minimal 15 mmHg atau peningkatan tekanan

  18-25 sistolik minimal sebesar 30 mmHg.

  Disebut hipertensi yaitu bila kenaikan tekanan darah sistolik ≥ 30 mmHg dan kenaikan darah diastolik ≥ 15 mmHg dan atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg atau tekanan sistolik

  ≥ 140 mmHg. Tekanan darah diastolik penting sebagai indikator dalam pengelolaan preeklamsia oleh karena tekanan diastolik mengukur

  2,3,4 tahanan perifer dan tidak tergantung keadaan emosional pasien.

  Proteinuria yang menyertai gejala preeklamsia didefinisikan sebagai keadaan terdapatnya 300 mg atau lebih protein di dalam urin selama 24 jam atau ≥ 100 mg/dL pada sekurang-kurangnya dua contoh urin yang diambil dengan selang waktu

  18-25 6 jam.

  Preeklamsia merupakan sindroma penurunan perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel yang spesifik pada kehamilan. Klasifikasi gangguan hipertensi pada kehamilan yang direkomendasikan oleh National

  

Institutes of Health (NIH) Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy kehamilan yang didiagnosis setelah umur kehamilan 20 minggu dan disertai dengan

  2,3,4 proteinuria. Pada preeklamsia tanda proteinuria yang sangat penting.

  Edema sekarang tidak lagi menjadi tanda yang sahih untuk menegakkan preeklamsia, karena edema bisa dijumpai pada wanita hamil. Sepertiga wanita hamil timbul edema pada usia kehamilan 38 minggu dan tidak ada korelasi statistik antara

  2,3,4 edema dan hipertensi.

2.1.2. Faktor Risiko Preeklamsia adalah gangguan utama pada kehamilan pertama (primigravida).

  Faktor risiko lainnya termasuk multiple pregnancy, riwayat preeklamsia pada kehamilan sebelumnya, hipertensi kronik, diabetes pregestasional, penyakit vaskular dan jaringan ikat, nefropati, antiphospholipid antibody syndrome, obesitas, umur

  ≥

  26 27,28,29

  35 tahun, ras Amerika-Afrika, mola hidatidosa, dan hidrops fetalis. Rata-rata 40-50% wanita multipara dengan diagnosa preeklamsia memiliki riwayat

  

30

preeklamsia pada kehamilan sebelumnya.

  Wanita yang memiliki risiko sedang terjadinya preeklamsia adalah yang

  31,32,33,34

  memiliki salah satu dari kriteria di bawah ini :

  a. Primigravida

  b. Umur ≥ 40 tahun

  c. Interval kehamilan ≥ 10 tahun Interval kehamilan yang panjang, lebih dari 7 tahun, berhubungan dengan

  35 peningkatan risiko preeklamsia dua kali lipat.

  

2

  d. BMI saat kunjungan pertama ≥ 35 kg/m

  e. Riwayat keluarga preeklamsia

  Wanita yang memiliki risiko tinggi terjadinya preeklamsia adalah yang memiliki

  31,32,33,34

  salah satu dari kriteria di bawah ini : a. Riwayat hipertensi pada kehamilan sebelumnya.

  b. Penyakit ginjal kronik.

  c. Penyakit autoimun seperti Systemic lupus erythematosus (SLE) atau Sindrom Antifosfolipid.

  d. Diabetes Tipe 1 atau Tipe 2.

  e. Hipertensi kronik.

  Park dan Brewster (2007) mengemukakan bahwa paternal-specific antigen,

  peningkatan kadar testosteron, dan peningkatan kadar homosistein darah juga

  25 merupakan faktor risiko terjadinya preeklamsia.

  26,32,36

2.1.3. Klasifikasi

  Preeklamsia dapat diklasifikasikan menjadi :

  a. Preeklamsia ringan Diagnosa preeklamsia ringan ditegakkan dengan kriteria :

  1) Hipertensi : sistolik antara 140-160 mmHg dan diastolik antara 90-110 mmHg 2) Proteinuria minimal:

  ≥ 300 mg/24 jam atau ≥ 1+ dipstik (<2 g/L/24 jam) 3) Edema : edema lokal tidak dimasukkan dalam kriteria preeklamsia, kecuali

  29,37 edema pada lengan, muka dan perut, edema generalisata.

  b. Preeklamsia berat Preeklamsia berat ditandai oleh satu atau lebih kriteria berikut :

  1) Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg atau diastolik ≥ 110 mmHg pada saat dua pemeriksaan setidaknya berjarak 6 jam saat pasien berisitirahat di tempat

  2) Proteinuria > 5 gr dalam spesimen urin 24 jam atau > +3 pada dua kali pemeriksaan urin sewaktu.

  3) Oliguria kurang dari 500 ml dalam 24 jam. 4) Gangguan penglihatan dan serebral. 5) Edema paru dan sianosis. 6) Nyeri epigastrium atau nyeri kuadran atas abdomen. 7) Gangguan fungsi hati. 8) Trombositopenia. 9) Pertumbuhan janin terganggu. 10) Hemolisis mikroangiopatik.

  3

  11) Trombositopenia berat : < 100.000 sel/mm atau penurunan trombosit dengan cepat.

  12) Sindrom HELLP Jika terjadi tanda-tanda preeklamsia yang lebih berat dan disertai dengan adanya kejang, maka dapat digolongkan ke dalam eklamsia.

  8,29

  Preeklamsia berat dibagi menjadi:

  a) Preeklamsia berat tanpa impending eklamsia

  b) Preeklamsia berat dengan impending eklamsia Disebut impending eklamsia bila preeklamsia berat disertai dengan gejala- gejala subjektif berupa nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium, dan kenaikan progresif tekanan darah.

2.1.4. Patofisiologi

  Penyebab hipertensi dalam kehamilan termasuk preeklamsia hingga kini hipertensi dalam kehamilan, tetapi tidak ada satu pun teori tersebut yang dianggap mutlak benar. Oleh karena banyaknya teori yang diajukan untuk mencari etiologi dan patofisiologi maka oleh Chesley (1978) penyakit ini disebut dengan the disease of

  2,3,4 theories .

  28,38,39

  Teori-teori yang sekarang banyak dianut adalah :

  a. Teori kelainan vaskularisasi plasenta

  b. Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel

  c. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin

  d. Teori adaptasi kardiovaskularori genetik

  e. Teori defisiensi gizi

  f. Teori inflamasi Etiologi preeklamsia dan eklamsia masih belum jelas. Salah satu teori yang dianut sebagai penyebab preeklamsia adalah teori iskemia plasenta, radikal bebas,

  40,41

dan disfungsi endotel. Disfungsi sel endotel tampak sebagai fitur sentral dalam

  42,43

  patogenesis-fisiologi preeklamsia. Kenaikan dari penanda stres oksidatif telah terlibat merusak endotel pembuluh darah ibu yang memicu terjadinya kenaikan

  42,44,45 tekanan diastolik yang selanjutnya memperburuk kondisi pasien preeklamsia.

  Ketidakseimbangan antara kerusakan oksidatif dan pertahanan antioksidan dalam

  42,46

  preeklamsia menyebabkan disfungsi sel endotel. Radikal bebas menyebabkan terjadinya cedera seluler dikarenakan oleh peroksidase lemak, inaktivasi enzim,

  42 kerusakan DNA dan degradasi dari protein struktural.

  Pada hipertensi dalam kehamilan terjadi kegagalan “remodeling arteri spiralis”, yang mengakibatkan plasenta mengalami iskemia. Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan oksidan yang biasa dikenal

  Oksidan atau radikal bebas adalah senyawa penerima elektron atau atom/molekul yang mempunyai elektron yang tidak berpasangan. Salah satu oksidan penting yang dihasilkan plasenta iskemia adalah radikal hidroksil yang sangat toksis, khususnya terhadap membran sel endotel pembuluh darah.

  Sebenarnya produksi oksidan pada manusia adalah suatu proses normal, karena oksidan memang dibutuhkan untuk perlindungan tubuh. Adanya radikal hidroksil dalam darah mungkin dahulu dianggap sebagai bahan toksin yang beredar dalam darah, maka dulu hipertensi dalam kehamilan disebut “toxaemia”.

  Radikal hidroksil akan merusak membran sel, yang mengandung banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak selain akan merusak membran sel, juga akan merusak nukleus, dan protein sel endotel. Produksi oksidan (radikal bebas) dalam tubuh yang bersifat toksis, selalu diimbangi

  40,41 dengan produksi antioksidan.

2.2. Stres Oksidatif dan Preeklamsia

  Stres oksidatif disebut sebagai keadaan dimana terjadi ketidakseimbangan antara prooksidan dengan anti oksidan. Kehamilan normal dikatakan sebagai kondisi stres oksidatif dikarenakan meningkatnya tingkat sirkulasi oksidasi low-density

  

lipoprotein dan menurunnya kapasitas antioksidan total pada ibu hamil dibandingkan

  43 dengan wanita yang tidak hamil.

  Ada beberapa jenis mekanisme proteksi endogen terhadap radikal bebas ini yaitu : 1) Mekanisme enzimatik

  Contoh enzim antioksidan ini adalah : a. Sitokrom oksidase pada mitokondria. Sistem sitokrom oksidase mitokondria mengkonsumsi hampir seluruh oksigen yang terdapat dalam sel, Sehingga mencegah 95 % hingga 99 % molekul oksigen dari pembentukan metabolit toksik.

  b. Superoksidase Dismutase (SOD). Enzim ini mengkatalisa dismutasi radikal bebas anion superoksida menjadi hidrogen peroksida dan molekul oksigen, sehingga tidak tersedia anion superoksida yang dapat bereaksi dengan hidrogen peroksida untuk membentuk radikal hidroksil.

  c. Enzim katalase. Enzim ini mengkatalisa perubahan hidrogen peroksida yang toksik menjadi H

2 O sehingga mencegah pembentukan sekunder zat antara yang toksik seperti radikal hidroksil.

  d. Glutation peroksidase. Enzim ini bekerja mengoksidasi glutation menjadi glutation disulfida, dan pada saat yang bersamaan karena adanya reaksi redoks, terjadi perubahan hidroperoksida menjadi H 2 O dan alkohol.

  e. Mekanisme antioksidan non enzimatik Antioksidan non enzimatik ada yang larut dalam lemak, adapula yang larut dalam air. Beta karoten dan vitamin E adalah antioksidan yang larut dalam lemak sedangkan asam askorbat, asam urat dan glutation larut dalam air. Antioksidan non enzimatik bekerja langsung berikatan dengan radikal bebas

  13,14,15,16,17 sehingga mengurangi reaktifitasnya.

  Kehamilan juga berhubungan dengan respon inflamasi sistemik yang ditandai dengan aktivasi granulosit perifer, monosit dan limfosit selama trimester ketiga, yang

  44

  semuanya menghasilkan ROS (Reactive Oxygen Species). Kesemuanya itu jelas saling terkait dan mampu membentuk sistem umpan-maju yang berbahaya.

  Stres oksidatif dan respon inflamasi sistemik diamati pada tingkat keparahan

  45

  dalam preeklamsia. Ada bukti yang tidak terbantahkan dari stres oksidatif plasenta pada kasus dini preeklamsia, termasuk peningkatan konsentrasi protein karbonil,

  46,47

  peroksida lipid, residu nitrotryosine, dan oksidasi DNA. Penyebab stres oksidatif dianggap pembuluh darah, karena onset dini dari preeklamsia berhubungan dengan kurangnya konversi dari arteri spiralis.

  48-50

  Secara khusus, segmen miometrium dari arteri terkena. Paparan terhadap hal tersebut mengakibatkan perubahan oksigenasi menyebabkan masuknya ROS dalam trofoblas dan sel endotel, seperti yang ditunjukkan oleh penanda fluoresen dan pembentukan residu nitrotyrosine yang terlihat dalam plasenta pasien preeklamsia. Selanjutnya, plasenta terkena episode berulang dari iskemia-reperfusi,

  51

  menyebabkan tingginya tingkat stres oksidatif. Hal ini dikaitkan dengan aktivitas

  54

  xanthine oxidase yang meningkat, dan perubahan dalam ekspresi gen yang terlihat

  51 pada preeklamsia.

2.3. Early Onset Preeklamsia

  Usia gestasi tidak dimasukkan dalam sistem klasifikasi yang ada saat ini, dan hal ini menjadi masalah besar. Usia gestasi merupakan variabel klinis terpenting dalam memprediksi keluaran maternal dan perinatal. Early-onset preeklamsia merupakan keadaan dimana terjadi peningkatan risiko maternal, dengan mortalitas maternal meningkat 20 kali lipat pada usia kehamilan kurang dari 32 minggu dibandingkan preeklamsia yang terjadi saat aterm. Sebagai tambahan, data mengindikasikan bahwa early onset preeklamsia merupakan suatu penyakit yang berbeda secara kualitatif. Hal ini didukung oleh pengamatan bahwa terdapat kadar sitokin. Selain itu, terdapat bukti epidemiologis yang meyakinkan bahwa early

  

onset preeklamsia (dengan onset didefinisikan <28 minggu) dihubungkan dengan

  risiko rekurensi lebih tinggi pada kehamilan selanjutnya, dan peningkatan risiko

  52 penyakit kardiovaskular di kemudian hari bahkan kematian.

  Definisi early onset preeklamsia berdasarkan usia kehamilannya bervariasi antara 28-37 minggu. Untuk mendapatkan panduan yang jelas mengenai hal tersebut International Society for the Study of Hypertension in Pregnancy (ISSHP) membuat suatu konsensus mengenai definisi preeklamsia. Konsensus para ahli dari

  

International Society for the Study of Hypertension in Pregnancy (ISSHP)

  memberikan pernyataan early onset preeklamsia adalah preeklamsia yang dialami pada kehamilan dibawah 34 minggu sedangkan late onset preeklamsia adalah

  53

  preeklamsia yang dialami pada kehamilan ≥ 34 minggu.

2.4. Seruloplasmin Seruloplasmin adalah suatu glycoprotein α2 serum yang dibentuk di hati.

  Seruloplasmin merupakan suatu protein fase akut dan copper-binding protein yang disintesis pada organ hati.

  Pada kondisi Wilson disease, defisiensi sintesis seruloplasmin dapat mengakibatkan deposisi tembaga yang berlebihan pada organ hati, otak, kornea, ginjal, dan beberapa organ lainnya di dalam tubuh. Konsentrasi seruloplasmin dalam darah dapat menurun pada 75% pasien Wilson disease, dan juga menurun pada pasien Menkes syndrome; dan konsentrasinya akan meningkat pada kondisi neoplastik dan inflamasi, kehamilan, penggunaan kontrasepsi oral yang mengandung estrogen dan progesteron, dan intoksikasi tembaga.

  Enzim dengan zat tembaga yang berfungsi sebagai katalisator pada reaksi organik :

  4 Fe2+ + 4 H+ + O2 <=> 4 Fe3+ + 2 H2O

  54 Gambar 1. Struktur kimia Seruloplasmin

  Rasio seruloplasmin yang rendah mungkin merupakan indikasi sindrom

  

Menkes, sindrom Wilson; sedangkan rasio yang melebihi rentang normal dapat

  merupakan indikasi kehamilan, limfoma, infeksi akut atau kronis, dan reumatoid arthritis. Seruloplasmin adalah ferroxidase plasma yang mengandung tembaga yang

  5

  memainkan peran penting dalam homeostasis besi pada mamalia . Protein ini adalah anggota dari keluarga oksidase multicopper dari enzim, memanfaatkan kimia elektron ion tembaga terikat terhadap oksidasi besi pasangan dengan pengurangan empat elektron di oksigen.

  Warisan hilangnya fungsi seruloplasmin pada manusia adalah hasil dari terakumulasi dalam ganglia basal. Seruloplasmin disintesis di hepatosit dan disekresi

  10,11 ke plasma setelah penggabungan enam atom tembaga dalam jalur sekresi.

  

Gambar 2. Seruloplasmin merupakan multicopper oksidase yang disintesa dan

  54

  disekresikan oleh hati ke dalam plasma Tembaga tidak mempengaruhi laju sintesis atau sekresi seruloplasmin, namun kegagalan untuk menggabungkan logam selama hasil sintesis dalam sekresi dari apoprotein tidak stabil yang tanpa aktivitas oksidasi, cepat terdegradasi dalam

  10,11

  plasma. Pada penyakit Wilson ketiadaan atau gangguan fungsi dari ATP-ase dalam transportasi tembaga mengganggu gerakan tembaga ke jalur sekresi,

  11

  sehingga seruloplasmin serum menurun. Obat-obat yang dapat meningkatkan nilai seruloplasmin antara lain : karbamazepin, produk-produk estrogen, kontrasepsi oral, fenitoin,metadon, dan barbiturat.

  Killingworth menemukan bahwa pada kehamilan IgG, IgA, dan IgM menurun, namun kadar a1 antitripsin, a2 makroglobulin, seruloplasmin dan transferin meningkat, sedangkan komplemen C3 dan haptoglobin tidak berubah. Perubahan- perubahan ini kembali normal setelah 1 minggu pasca persalinan.

  16 Tabel 1. Kadar Seruloplasmin

  Wanita Trimester Trimester Trimester

  Satuan Tidak Hamil Dewasa Pertama Ketiga

  Kedua mg/dL 25-63 30-49 40-53 43-78 25-63 g/L 0,25-0,63 0,30-0,49 0,40-0,53 0,43-0,78 0,25-0,63

  Seruloplasmin ditandai dengan adanya tiga jenis situs tembaga spektroskopis berbeda. Tiga tipe I situs tembaga menghasilkan penyerapan yang kuat pada 600 nm, memberikan warna biru yang kuat untuk protein ini. Suatu jenis tembaga II tunggal dikoordinasikan oleh empat nitrogen imidazol dan di dekat untuk dua ion jenis antiferromagnetically ditambah tembaga III yang menyerap pada 330 nm. Pada tipe II dan III jenis tembaga ini membentuk sebuah cluster tembaga trinuclear yang mengikat situs oksigen selama siklus katalitik. Resolusi struktur seruloplasmin manusia dengan kristalografi sinar-x telah mengkonfirmasi kehadiran ini, cluster trinuclear, serta identitas masing-masing ligan tembaga asam amino.

  Seruloplasmin adalah protein pembawa utama tembaga dalam darah yang juga berperan dalam metabolisme besi. Ini pertama kali dijelaskan pada 1948.

  Protein lainnya, hephaestin, terkenal karena homolog dengan seruloplasmin, dan juga berpartisipasi dalam besi dan mungkin metabolisme tembaga. Enzim (EC 1.16.3.1) disintesis dalam hati yang mengandung 6 atom tembaga dalam strukturnya.

  Seruloplasmin membawa sekitar 70% dari tembaga total pada plasma manusia sementara albumin mengangkut sekitar 15%. Sisanya dilakukan oleh makroglobulins. Albumin memiliki peran lebih penting sebagai pembawa tembaga Seruloplasmin merupakan tembaga yang tergantung aktivitas oksidase, yang kemungkinan berhubungan dengan oksidasi Fe2 + (besi ferro) menjadi Fe3 + (ferri besi), oleh karena itu membantu dalam transportasi di plasma berkaitan dengan transferin, yang dapat membawa besi hanya dalam bentuk ferri . Berat molekul seruloplasmin manusia dilaporkan 151 kDa.

  Seruloplasmin pertama kali diidentifikasi pada tahun 1948 oleh Holmberg dan Laurell sebagai plasma protein dan diberi nama ini karena warnanya yang biru langit. Serum seruloplasmin disekresikan oleh hati dan sangat berlimpah, hadir di tingkat 300-450 ~ g / ml. Hanya beberapa protein lainnya, seperti albumin dan transferin, ditemukan pada konsentrasi tinggi di serum.

  Glikoprotein ini, yang sekitar 135 kDa, membawa 90% - 95% dari tembaga dalam serum. Seruloplasmin memiliki sejarah evolusi yang panjang, dan ditemukan dalam mamalia, burung, dan reptil. Selain itu, berbagai oksidase di prokariot dan eukariot telah terbukti memiliki kesamaan struktural dengan seruloplasmin.

  Beberapa fungsi telah dikaitkan dengan seruloplasmin berdasarkan baik dalam data in vitro dan in vivo. Ini termasuk perannya dalam transportasi tembaga, pertahanan antioksidan, dan metabolisme besi. Namun, temuan terakhir pada pasien dengan kekurangan seruloplasmin (aceruloplasminemia), menunjukkan bahwa peran utama in vivo adalah dalam metabolisme besi dan mencegah pembentukan radikal bebas.

  Tidak adanya seruloplasmin mengarah ke derajat yang signifikan dari deposisi besi pada berbagai jaringan, dan perubahan neuropatologi yang parah.

  Temuan ini menunjukkan bahwa fungsi utama dari seruloplasmin adalah untuk mengoksidasi bentuk ferrous besi (Fe (II)) ke bentuk ferri (Fe (III)) seperti yang diusulkan oleh Frieden dan rekan lebih dari tiga dekade lalu.

2.5. Seruloplasmin Pada Kehamilan Dengan Preeklamsia

  Seruloplasmin adalah protein untuk transport besi mengandung tembaga dan memiliki kemampuan antioksidan ferroksidase, pertama kali di deskripsikan sebagai anggota kelompok enzim oksidase tembaga tetapi seruloplasmin tidak terlibat dalam

  15,16

  transport atau metabolisme tembaga. Seruloplasmin juga merupakan suatu feroksidase dengan fungsi yang penting karena besi, bahkan dalam jumlah yang sangat kecil akan memproduksi radikal hidroksil melalui reaksi fenton yang dapat menghancurkan arsitektur seluler. Aktifitas ferooksidase seruloplasmin dapat

  16 toksik, sehingga kerusakan oksidatif terhadap protein dan DNA menjadi berkurang.

  Seruloplasmin merupakan reaktan fase akut dan konsentrasinya di serum mengalami “upregulation” saat infeksi, inflamasi, dan trauma jaringan, dimediasi oleh sitokin inflamasi. Ekspresinya juga mengalami peningkatan dalam kondisi hipoksia. Kadar serum plasma yang tinggi pada preeklamsia onset lambat, menunjukkan

  16 adanya pemecahan katekolamin yang meningkat sebagai respon terhadap stres.

  Ghaseminejad et al dalam sebuah penelitian case control menemukan kadar rata-rata serum seruloplasmin lebih tinggi pada wanita dengan preeklamsia dibandingkan kelompok kontrol. Mereka juga menemukan kadar seruloplasmin yang lebih tinggi pada wanita dengan preeklamsia berat dibandingkan preeklamsia ringan, dan kadar yang lebih tinggi pada early onset preeklamsia dibandingkan late onset

  60 preeklamsia.

  Sebuah penelitian oleh Perveen et al (2002) menemukan berkurangnya kadar serum seruloplasmin seiring dengan meningkatnya usia gestasi. Hal ini dapat dijelaskan sehubungan dengan hipercupremia dalam kehamilan terutama pada wanita-wanita yang melahirkan secara prematur. Hal ini konsisten dengan gradien menurun tembaga (copper) plasma dari ibu ke bayi, yang lebih jelas terlihat pada bayi baru lahir dengan usia gestasi 24-28 minggu dibandingkan bayi yang lebih matur. Kesemua hal tersebut mengindikasikan pentingnya seruloplasmin maternal

  61 selama kehamilan sebagai pengangkut tembaga untuk transpor plasenta.

  Terdapat bukti yang menunjukkan bahwa stres oksidatif memiliki peran penting dalam etiologi preeklamsia berat (Ruder et al, 2009, Wruch et al, Talaulikar and Manyonda, 2009). Terdapat penelitian tentang preeklamsia yang berfokus pada peningkatan radikal bebas di unit feto plasental dengan perfusi yang buruk. (Acikgoz

  16

  et al, 2006, Atamer et al, 2005) Menarik untuk diperhatikan adalah potensi dari peranan peningkatan seruloplasmin pada preeklamsia berat. Kelainan ini memiliki karakteristik peningkatan ekspresi ROS pada plasenta, peroksidase lemak dan kerusakan pada arsitektur vili (Walsh et al,2000, Myatt and Cui 2004, Myatt et al 1996). Sebuah penelitian menunjukkan kadar seruloplasmin serum dan plasenta mengalami peningkatan pada kehamilan dengan preeklamsia berat ( Guller et al, 2008, Engin Ustun et al 2005, Orhan et al 2001) Wang dan Walsh (1996) serta Kenyer et al (1999) menyatakan bahwa peningkatan ekspresi enzim antioksidan pada plasenta dapat memberikan mekanisme protektif/adaptif untuk membatasi kerusakan oksidatif

  16 pada preeklamsia.

  Peningkatan kadar seruloplasmin di plasenta pada preeklamsia dapat berakibat meningkatnya aktivitas feroksidase di jaringan yang akan mengoksidasi kelebihan besi dalam bentuk ferrous menjadi bentuk ferri yang kurang toksik (Guller et al, 2008). Terdapat konsensus bahwa preeklamsia memiliki hubungan yang kuat dengan kegagalan konversi arteri spiralis endometrium di placental bed (Redmann and Sargent, 2005, Kaufmann et all, 2003). Jaringan plasenta yang iskemik mungkin menjadi sumber utama agen yang berpotensi toksik pada preeklamsia dan pelepasan spesies besi akan berkontribusi terhadap etiologi dan akan mengeksaserbasi peroksidase lipid dan cedera sel endotel, hal ini dapat diringankan dengan suplementasi antioksidan. Seruloplasmin plasenta yang diinduksi oleh hipoksia berhubungan dengan preeklamsia berat mungkin berperan penting dalam sel endotel untuk mengurangi efek merugikan berupa cedera reperfusi di lokasi ini.

2.6. Kerangka Teori

  

Iskemia

plasenta

Agen toksik (ferrous)

Cedera endotel

  

Peroxidase Lipid

Preeklamsia

Early Onset Seruloplasmin

  ↑ Late Onset Seruloplasmin ↑

  Disfungsi Plasenta Perkembangan Plasenta Abnormal

  Kegagalan konversi

arteri spiralis

2.7. Kerangka Konsep

  Genetik Imunologi Nutrisi Infeksi

  Alterasi Angiogenesis Fetoplasenta Mekanisme lain

  Kegagalan ( pelepasan VEGF, Stres Oksidatif Invasi Trofoblas

  TNF dll) Hipoksia/Reperfusi Cedera reperfusi > Pembentukan ROS

  Respon adaptif  Disfungsi Endotel Respon Adaptif (Peningkatan

  Preeklamsia Seruloplasmin) untuk mengurangi cedera reperfusi

  < 34 Minggu ≥ 34 Minggu Meningkat pada : Early Onset

  • Kehamilan

  Late Onset

  • Pil KB
  • Lymphoma Menurun pada :
  • Penyakit

  Usia Muda Ras Wilson Hipertensi Kronik Nullipara

  • Penyakit

  Diabetes Melitus Anomali Menkes Kongenital

  Keterangan : : Faktor yang diamati