Analisis Kandungan Mineral Kalsium, Kalium Dan Magnesium Pada Kulit Buah Manggis (Garcinia Mangostana L.) Segar Dan Kering Secara Spektrofotometri Serapan Atom

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Manggis

  Menurut Nikolai Ivanovich Vavilov, ahli botani dari Soviet, sentrum utama asal tanaman manggis adalah Indo-Malaya, yang meliputi Indo-Cina, Malaysia, indonesia, dan Filipina. Namun beberapa literatur menyebutkan bahwa tanaman manggis berasal dari Asia Tenggara yang memiliki tipe iklim basah, termasuk Indonesia (Rukmana, 2007).

  2.1.1 Sistematika tanaman manggis

  Menurut Tjitrosupomo (2000), Rukmana (2007) dan Herbarium Bogoriense (2014) sistematika tanaman manggis adalah sebagai berikut:

  Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Sub-divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Guttifernales Famili : Guttiferae atau Clusiaceae Genus : Garcinia Spesies : Garcinia mangostana L.

  2.1.2 Spesifikasi tumbuhan

  Tanaman manggis termasuk famili Guttiferae, merupakan pohon setinggi 15 meter. Batang berkayu, bulat, tegak, percabangan simpodial, berwarna hijau kotor. Daun tunggal, berbentuk lonjong, pertulangan menyirip, berwarna hijau. Ujung daun runcing, pangkal tumpul, tetapi rata, dan agak tebal. Panjang daun 20- 22 cm, lebar 6-9 cm, bertangkai silindris. Bunga tunggal, berkelamin dua, dan terletak di ketiak daun. Benang sari kuning, putiknya putih kekuningan. Tangkai bunga silindris, panjang 1-2 cm. Buahnya bulat, berdiameter 6-8 cm, warna coklat keunguan. Biji bulat warna kuning, berdiameter 2 cm. Satu buah manggis berisi 5- 7 biji. Akar tunggang berwarna putih kecoklatan (Adi, 2008).

  2.1.3 Khasiat

  Mengkonsumsi manggis dipercaya memiliki banyak manfaat bagi kesehatan, terutama kesehatan kardiovaskular, seperti mengatasi penyakit jantung, aterosklerosis, hipertensi, dan trombosis. Selain itu kulit manggis juga dapat mengobati diare, radang amandel, meluruhkan dahak, sakit gigi, sariawan, mengatasi haid yang tidak teratur, keputihan dan wasir. Kadar antioksidan manggis yang cukup tinggi dapat menangkal radikal bebas penyebab penyakit kanker (Mangan, 2009).

  2.1.4 Kandungan kimia

  2.1.4.1 Buah Setiap 100 g buah manggis mengandung 63,0 kalori; 0,6 g protein; 0,6 g lemak; 15,6 g Karbohidrat; 8,0 mg kalsium; 12,0 mg fosfor; 0,8 mg zat besi; 0,03 mg vitamin B1; 2,0 mg vitamin C; 83,0 g air; dan 29,0% bagian yang dapat dimakan (Rukmana, 2012).

  2.1.4.2 Kulit Buah Manggis Kulit buah manggis mengandung alkaloid dan mangostin (Mangan, 2009).

2.1.4.3 Kulit Batang dan Akar

  Kulit batang dan akar manggis mengandung flavonoid, polifenol, tanin, dan saponin (Adi, 2008).

2.2 Mineral

  Mineral merupakan komponen cairan tubuh yang bekerja sama dengan enzim, hormon dan vitamin (Devi, 2010). Mineral yang terdapat dalam tubuh dan makanan terutama terdapat dalam bentuk ion-ion. Keseimbangan ion-ion mineral dalam tubuh mengatur proses metabolisme, mengatur keseimbangan asam basa, tekanan osmotik, membantu transport senyawa-senyawa penting pembentuk membran, beberapa diantaranya sebagai konstituen pembentuk jaringan tubuh.

  Mineral dalam tubuh berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya, dan kekurangan atau kelebihan salah satu mineral akan berpengaruh terhadap kerja mineral lainnya (Poedjiadi, 2006).

  Mineral dibagi ke dalam dua kelompok yaitu mineral makro dan mineral mikro. Mineral makro merupakan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah lebih dari 100 mg per hari sedangkan mineral mikro merupakan mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah kecil 100 mg per hari. Unsur-unsur yang termasuk ke dalam mineral makro adalah kalsium, fosfor, magnesium, natrium, kalium, dan klor, sedangkan yang termasuk ke dalam mineral mikro adalah besi, seng, iodium, mangan, selenium, dan kromium (Devi, 2010).

2.2.1 Kalsium

  Tubuh manusia mengandung sekitar 22 gram kalsium per kg berat badan tanpa lemak. Peranan kalsium selain untuk pembentukan tulang dan gigi juga memegang peranan penting pada berbagai proses fisiologik dan biokimia di dalam tubuh, seperti pada pembekuan darah, eksitabilitas syaraf otot, kerekatan seluler, transmisi impul-impul syaraf, memelihara dan meningkatkan fungsi membran sel, mengaktifkan reaksi enzim dan sekresi hormon (Suhardjo dan Kusharto, 2000).

  Tubuh memerlukan kalsium selama hidup terutama pada masa kanak- kanak, masa mengandung dan laktasi. Kalsium seringkali kurang memadai dalam diri seseorang. Kekurangan kalsium dapat menghambat pembentukan tulang dan gigi, riketsia pada anak-anak, dan dapat mengakibatkan osteoporosis pada orang dewasa (Poedjiadi, 2006).

  Pada tahun 1920, hasil penelitian Sherman menyatakan bahwa bagi orang laki-laki dewasa kebutuhan minimal akan kalsium cukup 0,45 gram sehari.

  Setelah itu penelitian dilakukan oleh para ahli seperti Chu, Vuthonse, Steggerda dan Mitchel yang berkesimpulan bahwa kebutuhan kalsium 7-7,5 mg per kg berat badan atau kurang lebih sekitar 0,5-0,7 gram sehari bagi orang dewasa (Suhardjo dan Kusharto, 2000). Sumber kalsium adalah susu, ikan, udang kering, bayam, keju, es krim, melinjo dan sawi. Kalsium juga dapat diperoleh dalam jumlah yang cukup dari air mineral yang dapat mengandung sampai 50mg/L (Budiyanto 2004).

2.2.2 Kalium

  Kalium merupakan kation penting dalam cairan intraselular yang berperan dalam keseimbangan pH dan osmolaritas. Tubuh manusia mengandung 2,6 mg kalium per kg berat badan bebas lemak, sel-sel syaraf dan otot mengandung banyak kalium. Dalam jumlah kecil mineral ini dijumpai dalam cairan ekstraseluler. Kadar kalium serum adalah 14-22 mg/100 ml. (Suhardjo dan Kusharto, 2000).

  Menurut Budiyanto (2004), kebutuhan kalium sehari adalah sekitar 2-6 g. Kekurangan kalium umumnya disebabkan oleh karena ekskresi yang berlebihan melalui ginjal, muntah-muntah yang berlebihan dan diare yang berat. Pengaruh kekurangan kalium terutama pada otot yaitu dapat mengakibatkan kelumpuhan (Suhardjo dan Kusharto, 2000). Sumber kalium dari makanan antara lain terdapat pada jeruk, semangka, tomat, sayuran berdaun hijau, pisang, kentang, kacang polong, susu dan daging (Tim Redaksi Vitahealt, 2006).

2.2.3 Magnesium

  Magnesium di alam merupakan bagian dari klorofil daun. Peranan magnesium dalam tumbuh-tumbuhan sama dengan peranan zat besi dalam ikatan hemoglobin di dalam darah manusia, yaitu untuk pernapasan. Selain itu, magnesium juga terlibat dalam berbagai proses metabolisme (Almatsier, 2004).

  Magnesium bertindak di dalam semua sel jaringan lunak sebagai katalisator dalam reaksi-reaksi biologi termasuk reaksi-reaksi yang berkaitan dengan metabolisme energi, karbohidrat, lipid, protein, dan asam nukleat. Di dalam cairan ekstraselular, magnesium berperan dalam transmisi saraf, kontraksi otot, dan pembekuan darah. Dalam hal ini, peranan magnesium berlawanan dengan kalsium dimana kalsium merangsang kontraksi otot sedangkan magnesium mengendorkan otot. Kalsium merangsang penggumpalan darah, sedangkan magnesium mencegah penggumpalan darah. Kalsium menyebabkan ketegangan saraf sedangkan magnesium melemaskan saraf. Selain itu, magnesium mencegah kerusakan gigi dengan cara menahan kalsium di dalam email gigi (Almatsier, 2004).

  Orang dewasa pria membutuhkan magnesium sebanyak 350 mg/hari dan untuk wanita membutuhkan magnesium sebanyak 300 mg/hari. Jika tetjadi defisiensi maka dapat menimbulkan gangguan metabolisme (Budiyanto 2004). Sumber terbaik magnesium adalah sayuran hijau. Sumber lain adalah kacang- kacangan, biji-bijian, gandum, oatmeal, yoghurt, kedelai, alpukat dan pisang (Devi, 2010). Daging, susu dan hasil olahannya serta cokelat juga merupakan sumber magnesium yang baik (Almatsier, 2004).

2.3 Spektrofotometri Serapan Atom

  Spektrofotometri serapan atom digunakan untuk analisis kuantitatif unsur- unsur logam dalam jumlah sekelumit (trace) dan sangat kelumit (ultratrace). Cara analisis ini memberikan kadar total unsur logam dalam suatu sampel dan tidak tergantung pada bentuk molekul dari logam dalam sampel tersebut. Cara ini cocok untuk analisis kelumit logam karena mempunyai kepekaan yang tinggi (batas deteksi kurang dari 1 ppm), pelaksanaannya relatif sederhana, dan interferensinya sedikit (Gandjar dan Rohman, 2011).

  Metode spektrofotometri serapan atom (SSA) mendasarkan pada prinsip absorpsi cahaya oleh atom. Atom-atom akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Sebagai contoh, magnesium menyerap pada 285,2 nm, kalsium 422,7 nm, sementara kalium menyerap pada panjang gelombang 766,5 nm. Cahaya pada panjang gelombang ini mempunyai cukup energi untuk mengubah tingkat elektronik suatu atom bersifat spesifik.

  Dengan menyerap suatu energi, maka atom akan memperoleh energi sehingga suatu atom pada keadaan dasar dapat ditingkatkan energinya ke tingkat eksitasi.

  Keberhasilan analisis dengan SSA ini tergantung pada proses eksitasi dan cara memperoleh garis resonansi yang tepat. Temperatur nyala harus sangat tinggi. Di dalam nyala, atom akan mampu menyerap sinar dengan panjang gelombang yang sesuai dengan transisi dari tingkat azas ke salah satu tingkat energi elektron tereksitasi yang lebih tinggi. Maka secara eksperimental dapat diperoleh puncak- puncak serapan sinar oleh atom-atom zat yang dianalisis. Garis-garis spektrum serapan atom yang timbul karena serapan sinar yang menyebabkan eksitasi dari azas ke salah satu tingkat energi yang lebih tinggi disebut garis-garis resonansi (Resonance line) (Gandjar dan Rohman, 2011).

  Adapun bagian instrumen spektrofotometer serapan atom adalah sebagai berikut: a.

  Sumber Radiasi Sumber sinar yang lazim dipakai adalah lampu katoda berongga (hollow

  cathode lamp ). Lampu ini terdiri atas tabung kaca tertutup yang mengandung

  suatu katoda dan anoda. Katoda berbentuk silinder berongga yang terbuat dari logam atau dilapisi dengan logam tertentu. Tabung logam ini diisi dengan gas mulia (neon atau argon) dengan tekanan rendah (10-15 torr). Dalam hal ini neon lebih disukai karena dapat memberikan intensitas pancaran lampu yang lebih rendah (Gandjar dan Rohman, 2011).

  b.

  Tempat Sampel Dalam analisis dengan spektrofotometri serapan atom, sampel yang akan dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral yang masih dalam keadaan azas. Ada berbagai macam alat yang dapat digunakan untuk mengubah suatu sampel menjadi uap atom-atom yaitu:

1. Nyala (Flame)

  Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa padatan atau cairan menjadi bentuk uap atomnya, dan juga berfungsi untuk atomisasi. Suhu yang dapat dicapai oleh nyala tergantung pada gas-gas yang digunakan. Gas yang digunakan antara lain sebagai berikut;

  1. Udara-Propana Gas udara-propana dipilih untuk logam alkali karena suhu nyala yang lebih rendah yaitu 1950 °C yang akan mengurangi banyak ionisasi. Namun gas ini tidak cocok digunakan untuk senyawa- senyawa yang bersifat refraktorik yang membutuhkan suhu tinggi untuk proses atomisasinya.

  2. Udara-asetilen Campuran asetilen sebagai bahan pembakar dan udara sebagai pengoksidasi merupakan sumber nyala yang paling sering digunakan pada analisis menggunakan spektrofotometri serapan atom. Sumber nyala ini dapat mengatomisasi hampir semua elemen. Sumber nyala ini mempunyai suhu 2200°C.

  3.

2 O)-asetilen

  Dinitrogen (N Campuran gas dinitrogen oksida-asetilen ini mempunyai suhu

  3000°C sehingga tidak cocok untuk logam-logam alkali. Senyawa yang bersifat refraktorik dapat terdisosiasi sempurna dengan sumber nyala ini.

  Alat yang mampu mendispersikan sampel secara seragam ke dalam nyala dalam hal ini sangat dibutuhkan. Ada dua cara atomisasi dengan nyala ini yaitu secara langsung dan tidak langsung. Cara langsung atau pembakar konsumsi total dilakukan dengan diaspirasikan sampel secara langsung ke dalam nyala, dan semua sampel akan dikonsumsi oleh pembakar. Sedang secara tidak langsung, sampel terlebih dahulu dicampur dengan bahan pembakar dan bahan pengoksidasi dalam suatu ruang pencampur sebelum dibakar (Gandjar dan Rohman, 2011).

2. Tanpa nyala

  Atomisasi tanpa nyala muncul karena teknik atomisasi dengan menggunakan nyala dinilai kurang peka yang berakibat atomisasi kurang sempurna. Pengatoman tanpa nyala dilakukan dalam tungku dari grafit. Sistem pemanasan tanpa nyala ini dapat melalui tiga tahap yaitu: pengeringan (drying) yang membutuhkan suhu yang relatif rendah; pengabuan (ashing) yang membutuhkan suhu yang lebih tinggi karena untuk menghilangkan matriks kimia dengan mekanisme volatilasi atau pirolisis; dan pengatoman (atomising) (Gandjar dan Rohman, 2011).

  c.

  Monokromator Monokromator berfungsi untuk memisahkan dan memilih panjang gelombang yang digunakan dalam analisis. Di samping sistem optik, dalam monokromator juga terdapat suatu alat yang digunakan untuk memisahkan radiasi resonansi dan kontinyu yang disebut dengan chopper (Gandjar dan Rohman, 2011).

  d.

  Detektor Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui tempat pengatoman. Biasanya digunakan tabung penggandaan foton

  (photomultiplier tube). Ada dua cara yang dapat digunakan dalam sistem deteksi yaitu: (a) yang memberikan respon terhadap radiasi resonansi dan radiasi kontinyu; (b) yang hanya memberikan respon terhadap radiasi resonansi (Gandjar dan Rohman, 2011).

  e.

  Readout

  Readout merupakan suatu alat petunjuk atau dapat juga diartikan sebagai

  sistem pencatatan hasil. Pencatatan hasil dilakukan dengan suatu alat telah terkalibrasi untuk pembacaan suatu transmisi atau absorbsi. Hasil pembacaan dapat berupa angka atau berupa kurva dari suatu rekorder yang menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi (Gandjar dan Rohman, 2011).

  Peristiwa-peristiwa yang menyebabkan pembacaan absorbansi unsur yang dianalisis menjadi lebih kecil atau lebih besar dari nilai yang sesuai dengan konsentrasinya dalam sampel merupakan suatu gangguan pada SSA. Gangguan- gangguan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

  1. Gangguan yang mempengaruhi banyaknya sampel yang mencapai nyala Matriks dapat berpengaruh terhadap laju aliran bahan bakar atau gas pengoksidasi. Sifat-sifat tersebut antara lain viskositas, tegangan permukaan, berat jenis, dan tekanan uap. Selain itu pengendapan unsur yang dianalisis dapat mengakibatkan jumlah atom yang mencapai nyala lebih sedikit dari konsentrasi yang seharusnya terdapat dalam sampel (Gandjar dan Rohman, 2011).

  2. Gangguan kimia yang mempengaruhi jumlah atom yang terjadi dalam nyala.

  Terbentuknya atom-atom netral yang masih dalam keadaan azas di dalam nyala sering terganggu oleh dua peristiwa kimia yaitu: (a) diosiasi senyawa- senyawa yang tidak sempurna akibat senyawa-senyawa yang bersifat refraktorik, dan (b) ionisasi atom-atom di dalam nyala akibat suhu untuk atomisasi terlalu tinggi (Gandjar dan Rohman, 2011).

  3. Gangguan oleh absorbansi Gangguan ini terjadi akibat absorbansi bukan disebabkan oleh absorbansi atom yang dianalisis, melainkan absorbansi oleh molekul-molekul yang tidak terdisosiasi di dalam nyala. (Gandjar dan Rohman, 2011).

  4. Gangguan oleh penyerapan non-atomik Gangguan ini terjadi akibat penyerapan cahaya dari sumber sinar yang bukan berasal dari atom-atom yang akan dianalisis, melainkan penyerapan oleh partikel-partikel padat yang berada di dalam nyala.

  Cara mengatasi gangguan ini adalah dengan bekerja pada panjang gelombang yang lebih besar atau pada suhu yang lebih tinggi. Jika kedua cara ini masih belum bisa membantu menghilangkan gangguan ini, maka satu-satunya cara adalah dengan mengukur besarnya penyerapan non-atomik menggunakan sumber sinar yang memberikan spektrum kontinyu (Gandjar dan Rohman, 2011).

2.4 Validasi Metoda Analisis

  Validasi metoda analisis adalah suatu penilaian yang terhadap parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita, 2004).

2.4.1 Kecermatan (Accuracy)

  Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Persen perolehan kembali dapat ditentukan dengan cara membuat sampel plasebo (eksepien obat, cairan biologis) kemudian ditambah analit dengan konsentrasi tertentu (biasanya 80% sampai 120% dari kadar analit yang diperkirakan), kemudian dianalisis dengan metode yang akan divalidasi. Tetapi bila tidak memungkinkan membuat sampel plasebo karena matriksnya tidak diketahui seperti obat-obatan paten, atau karena analitnya berupa suatu senyawa endogen misalnya metabolit sekunder pada kultur kalus, maka dapat dipakai metode adisi. Metode adisi dapat dilakukan dengan menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi tertentu pada sampel yang diperiksa, lalu dianalisis dengan metode tersebut. Persen perolehan kembali ditentukan dengan menentukan berapa analit yang ditambahkan tadi dapat ditemukan (Harmita, 2004).

2.4.2 Keseksamaan

  Keseksamaan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui pernyebaran hasil individual dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari campuran yang homogen (Harmita, 2004). Presisi harus dilakukan pada tiga tingkatan yang berbeda yaitu : keterulangan (repeatibility), presisi antara (intermediate precision) dan ketertiruan (reproducibility) (Gandjar dan Rohman, 2011).

  Pengujian presisi pada saat awal validasi metode seringkali hanya menggunakan dua parameter yang pertama, yaitu: keterulangan dan presisi antara.

  Presisi sering kali diekspresikan dengan SD atau Standar Deviasi Relatif (RSD) dari serangkaian data. RSD dirumuskan dengan:

  = 100%

  ̅

  Keterangan: : Kadar rata-rata sampel ̅ SD : Standar Deviasi RSD : Relative Standard Deviation

2.4.3 Batas deteksi dan batas kuantifikasi

  Batas Deteksi (limit of detection, LOD) didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel yang masih dapat dideteksi, meskipun tidak selalu dapat dikuantifikasi. Batas Kuantifikasi (limit of quantification, LOQ) didefinsikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi operasional metode yang digunakan (Gandjar dan Rohman, 2011).

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepemimpinan 2.1.1 Pengertian Kepemimpinan - Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Kinerja Karyawan Dengan Motivasi Sebagai Variabel Intervening Pada Pdam Tirtanadi Cabang Padang Bulan medan

0 0 20

KATA PENGANTAR - Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Kinerja Karyawan Dengan Motivasi Sebagai Variabel Intervening Pada Pdam Tirtanadi Cabang Padang Bulan medan

0 0 20

Pengaruh Pengawasan Terhadap Efisiensi Kerja Pada PT. Astra International Bagian Depo Amplas Medan

0 2 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Pengertian Pengawasan - Pengaruh Pengawasan Terhadap Efisiensi Kerja Pada PT. Astra International Bagian Depo Amplas Medan

0 1 14

KATA PENGANTAR - Pengaruh Pengawasan Terhadap Efisiensi Kerja Pada PT. Astra International Bagian Depo Amplas Medan

0 3 15

2.1.2 Klasifikasi Rumah Sakit - Analisis Determinan Pulang Atas Permintan Sendiri (Paps) Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Kota Padangsidimpuan Tahun 2014

0 0 22

Analisis Determinan Pulang Atas Permintan Sendiri (Paps) Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Kota Padangsidimpuan Tahun 2014

0 0 14

Perbandingan Aktivitas Antijamur Antara Ekstrak Etanol Dari Serbuk Dan Serbuk Nano Daun Sirih Merah (Piper Crocatum Ruiz & Pav.) Terhadap Jamur Candida Albicans

0 0 10

DAFTAR ISI - Perbandingan Aktivitas Antijamur Antara Ekstrak Etanol Dari Serbuk Dan Serbuk Nano Daun Sirih Merah (Piper Crocatum Ruiz & Pav.) Terhadap Jamur Candida Albicans

0 0 10

Analisis Kandungan Mineral Kalsium, Kalium Dan Magnesium Pada Kulit Buah Manggis (Garcinia Mangostana L.) Segar Dan Kering Secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 48