BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA Menggunakan Model Pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) Siswa Kelas IV SDN Wedoro Kecamatan Penawangan Kabupaten Grobogan Semest

BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini akan diuraikan tentang pembelajaran Numbered Heads Together yang berisi tentang pengertian, sintaks, pentingnya Numbered Heads Together, kaitan antara Numbered Heads Together dengan hasil belajar serta

  kelemahan dan kelebihan dari Numbered Heads Together. Selain Numbered

  

Heads Together juga akan di uraikan tentang hasil belajar yang berisi tentang

  pengertian hasil belajar, pentingnya penilaian hasil belajar, prinsip penilaian hasil belajar, pengukuran hasil belajar dan faktor yang mempengaruhi hasil belajar.

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Hakikat Pembelajaran IPA

  Kata IPA merupakan singkatan dari Ilmu Pengetahuan Alam yang merupakan terjemahan dari bahasa Inggris Natural Science atau Science. Natural artinya alamiah, berhubungan dengan alam atau sangkut paut dengan alam. Science artinya Ilmu Pengetahuan. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau Science secara harafiah dapat disebut sebagai ilmu tentang alam, ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam (Samantoa, 2011:3). Widyastyanto (2011:1) menyatakan bahwa IPA merupakan salah satu kumpulan ilmu pengetahuan yang mempelajari alam semesta, baik ilmu pengetahuan yang mempelajari alam semesta yang bernyawa ataupun yang tak bernyawa dengan jalan mengamati berbagai jenis dan perangkat lingkungan alam serta lingkungan alam buatan.

  Depdiknas (2006 : 486) menyatakan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam berkaitan dengan mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga Ilmu Pengetahuan Alam bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan berupa fakta

  • –fakta, konsep–konsep atau prinsip–prinsip tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Definisi atau teori Ilmu Pengetahuan Alam di ambil dalam mengamati kejadian yang terjadi secara berulang dalam kurun waktu tertentu.
pembelajaran IPA di SD / MI menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan ketrampilan proses dan sikap ilmiah.

  Menurut Hendro Darmojo (dalam Samatowa 2011:2) IPA adalah pengetahuan yang rasional dan objektif tentang alam semesta dengan segala isinya. Ilmu alam merupakan terjemahan kata-kata bahasa inggris yaitu natural science, artinya ilmu pengetahuan alam (IPA). Berhubungan dengan alam atau bersangkut paut dengan alam, scince artinya ilmu pengetahuan. IPA atau science itu pengertiannya dapat disebut sebagai ilmu tentang alam. Ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam ini.

  Berdasarkan uraian tersebut, maka IPA menurut para ahli merupakan ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam maupun lingkungan sekitar yang menekankan pada pemberian pengalaman langsung dengan mengamati langsung segala sesuatu yang ada di alam semesta.

  Secara rinci, standar kompetensi dan kompetensi dasar IPA untuk SD/MI kelas IV Semester 2 disajikan sebagai berikut:

  Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

  7. Memahami gaya dapat

  7.1 Menyimpulkan hasil percobaan bahwa gaya (dorongan dan tarikan) dapat mengubah gerak mengubah gerak dan/atau suatu benda bentuk suatu benda

  7.2 Menyimpulkan hasil percobaan bahwa gaya (dorongan dan tarikan) dapat mengubah bentuk suatu benda

  8. Memahami berbagai bentuk

  8.1 Mendeskripsikan energi panas dan bunyi yang terdapat di lingkungan sekitar serta sifat- energi dan cara penggunaannya

sifatnya

dalam kehidupan sehari-hari.

  8.2 Menjelaskan berbagai energi alternatif dan cara penggunaannya

  8.3 Membuat suatu karya/model untuk menunjukkan perubahan energi gerak akibat pengaruh udara, misalnya roket dari kertas/baling-baling/pesawat kertas/parasut

  Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

  8.4 Menjelaskan perubahan energi bunyi melalui penggunaan alat musik

9. Memahami perubahan

  9.1 Mendeskripsikan perubahan kenampakan bumi. kenampakan permukaan bumi dan benda langit

  9.2 Mendeskripsikan posisi bulan dan kenampakan bumi dari hari ke hari.

10. Memahami perubahan

  10.1 Mendeskripsikan berbagai penyebab perubahan lingkungan fisik (angin, hujan, lingkungan fisik dan cahaya matahari, dan gelombang air laut). pengaruhnya terhadap daratan

  10.2 Menjelaskan pengaruh perubahan lingkungan fisik terhadap daratan (erosi, abrasi, banjir, dan longsor)

  10.3 Mendeskripsikan cara pencegahan kerusakan lingkungan (erosi, abrasi, banjir, dan longsor)

11. Memahami hubungan

  11.1 Menjelaskan hubungan antara sumber daya alam dengan lingkungan antara sumber daya alam dengan lingkungan,

  11.2 Menjelaskan hubungan antara sumber daya teknologi, dan masyarakat alam dengan teknologi yang digunakan

  11.3 Menjelaskan dampak pengambilan bahan alam terhadap pelestarian lingkungan

2.1.2 Hasil Belajar

  Hasil belajar merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran. Nana Sudjana (2009: 3) mendefinisikan hasil belajar siswa pada hakikatnya mencakup bidang kognitif, afektif, diberikan oleh guru sehingga dapat mengkonstruksi pengetahuan itu dalam kehidupan sehari-hari. Morgan (Ngalim Purwanto, 2002: 84) juga mengemukakan belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.

  Menurut Naniek Sulistya Wardani (2012: 18) evaluasi belajar yang tiddak hanya menekankan hasil belajar saja, namun juga menekan pada evaluasi proses belajar.

  Menurut Benyamin S. Bloom, David Krathhwohl serta Norman E. Gronlund dan R.W. de Maclay ds. 1956 (dalam Naniek Sulistya Wardani 2012:55-56) menyebutkan enam jenis perilaku ranah kognitif, sebagai berikut: 1.

  Menghafal, menarik kembali informass yang mapan dalam memori jangka panjang. Mengingat merupakan proses kognitif yang paling rendah tingkatnya.

  2. Memahami, mengkonstruk makna/pengertian berdasarkan pengetahuan awal yang dimiliki/ mengintegrasikan pengetahuan yang baru kedalam skema yang telah ada dalam pikiran peserta didik.

  3. Mengaplikasikan, mencakup penggunaan suatu prosedur guna menyelesaikan masalah atau mengerjakan tugas. Kategori ini mencakup proses kognitif: menjalankan dan mengimplementasikan.

  4. Menganalisis, menguraikan suatu permasalahan / obyek ke unsur- unsurnya dan menentukan saling keterkaitan antar unsur tersebut. Ada tiga proses kognitif: menguraikan, mengorganisir, dan menemukan pesan tersirat.

  5. Mengevaluasi, membuat suatu pertimbangan berdasarkan suatu kriteria dan standar yang ada. Adapun dua macam proses kognitif: memeriksa dan mengkritik.

  6. Membuat, menggabungkan beberapa unsur menjadi suatu bentuk kesatuan. Ada 3 macam proses kognitif: membuat, merencanakan dan memproduksi. David Krathwohl (dalam Naniek Sulistya Wardani 2012:27-29) menyebutkan lima jenis perilaku ranah afektif, sebagai berikut:

  1. Menerima kemampuan peserta didik melihat fenomena atau stimull.

  2. Menjawab partisipassi aktif dari peserta didik.

  3. Menilai, kemampuan meletakkan nilai terhadap obyek, fenomena atau tingkah lau.

  4. Organisasi: menyatukan nilai-nilai yang berbeda, memecahkan pertentangan, pembangunan sistem nilai yang konsisten.

  5. Karakteristik dari nilai atau kelompok nilai. Norman E. Grounlund dan R.W. de Maclay, ds (dalam Naniek Sulistya

  Wardani 2012:30-31) menyebutkan lima jenis perilaku ranah psikomotor, sebagai berikut:

  1. Persepsi, menunjukkan pada proses kesadaran adanya perubahan setelah keaktifan.

  2. Kesiapan, menunjukkan langkah setelah adanya persepsi.

  3. Respon terpimpin, dengan persepsi dan kesiapan diatas mengembangkan kemampuan dalam aktifitas mencatat dan membuat laporan.

  4. Mekanisme, penggunaan sejumlah skill dalam aktifitas yang kompleks meliputi 1,2 dan 3 di atas.

  5. Respon yang kompleks menggunakan sikap dan pengalaman 1, 2, 3, dan 4 di atas, penggunaan perencanaan tes, pengembangan model.

  Tujuan dan Fungsi Pembelajaran

  Tujuan utama penggunaan evaluasi dalam pembelajaran (classroom

  evaluation)

  di sekolah adalah membantu guru dan peserta didik untuk mengambil keputusan profesional dalam memperbaiki pembelajaran. Dalam dalam buku Naniek Sulistya Wardani (2012:4-5) panduan penilaian berbasis kelas (Depdiknas, 2006) menjelaskan fungsi evaluasi pembelaajaran adalah untuk: 1.

  Menggambarkan tingkat penguasaan kompetensi peserta didik.

  2. Membantu peserta didik memilih program atau jurusan, atau untuk mengembangkan kepribadian.

  3. Menemukan kesulitan belajar dan mengembangkan prestasi peserta didik serta sebagai alat diagnosis bagi guru.

  4. Sebagai upaya guru untuk menemukan kelemahan proses pembelajaran yang dilakukan ataupun yang sedang berlangsung.

  5. Sebagai kontrol bagi guru dan semua stake holder pendidikan tentang gambaran kemajuan perkembangan proses dan hasil belajar peserta didik.

  Prinsip Evaluasi Pembelajaran

  Prinsip evaluasi pembelajaran adalah patokan yang harus dipedomani ketika anda sebagai guru mellakukan evaluasi proses dan hasil pembelajaran. Ada beberapa prinsip dasar evaluasi pembelajran yang harus dipedomani menurut Wardani Naniek Sulistya, dkk (2012: 65-67) adalah sebagai berikut: 1.

  Komprehensif (Menyeluruh) Evaluasi hasil belajar peserta didik hendaknya dilaksanakan secara menyeluruh, utuh, dan tuntas mencakup seluruh domain aspek kognitif, psikomotorik, dan afektif atau nilai dan ketrampilan, serta materi secara representatif sehingga hasilnya dapat diintregasikan dengan baik.

  2. Berorientassi pada Kopetensi Dalam pelaksanaan kurikulum tingkat sayuan pendidikan (KTSP), evaluasi harus berorientasi pada pencapaian kompetensi (rangkaian kemampuan), bukan pada penguasaan materi (pengetahuan).

  3. Terbuka, Adil dan Obyektif Prosedur evaluasi, kriteria evaluasi dan pengambilan kepututusan hendaknya diketahui oleh pihak yang berkepentingan, sehingga terbuka bagi berbagai kalangan (stakeholders) baik langsung maupun tidak langsung.

  4. Berkesinambungan Evaluasi yang dilakukan guru dikelas secara terus menerus mulai dari memberi PR, latihan, ulangan, ulangan umum bersama dan ujian akhir secara berkesinambungan, direncanakan melalui rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), bertahap dari minggu ke minggu, bulan dan semester, teratur dari waktu kewaktu, yang kesemuanya itu untuk mengetahui secara menyeluruh perkembangan kemajuan belajar peserta didik.

  5. Bermakna Evaluasi diharapkan mempunyai makna yang signifikan bagi semua pihak. Untuk itu, evaluasi hendaknya dapat ditindaklanjuti oleh pihak- pihak yang berkepentingan.

  6. Terpadu, Sistematis dan Menggunakan Acuan Kriteria Pelaksanaan evaluasi merupakan komponen yang tidak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran dan dilakukan secara berebncana dan bertahap dengan mengikuti langkah-langkah yang baku, serta mendasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang ditetapkan.

  7. Mendidik dan Akuntabel Evaluasi dilakukan untuk mendeferensiasi peserta didik, sehingga dapat diketahui kemajuan tingkat kompetensi setiap peserta didik.

  Teknik Evaluasi Pembelajaran Teknik pengumpulan informasi pada prinsipnya adalah cara penilaian

  kemajuan belajar peserta didik terhadap pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar dilakukan berdasarkan indikator-indikator pencapaian hasil belajar, baik berupa domain kognitif, afektif, maupun psikomotor. Balitbang Depdiknas dalam Wardani, dkk. (2012:69-70). Teknik penilaian dikelompokkan menjadi dua, yakni teknik tes dan nontes.

  1. Teknik Tes Tes adalah seperangkat pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk memperoleh informasi tentang trait atau sifat atau atribut pendidikan yang setiap butir pertanyaan tersebut mempunyai jawaban atau ketentuan yang dianggap benar, Suryanto Adi, dkk, dalam Wardani Naniek Sulistya, dkk., (2012:70).

  Tes sebagai alat ukur sangat banyak macamnya, berikut macam tes berdasarkan cara pengerjaannya, Wardani Naniek Sulistya, dkk., (2012:144) yaitu : 1.

  Tes Tertulis Tes tertulis yaitu tes yang soal-soalnya harus dijawab peserta didik dengan memberikan jawaban tertulis. Jenis tes tertulis secara umum dikelompokkan menjadi dua, yaitu: a.

  Tes objektif, ada yang pilihan ganda, jawaban singkat atau isian, benar-salah, dan menjodohkan.

  b.

  Tes uraian, ada tes uraian objektif dan tes uraian non-objektif.

  2. Tes Lisan Tes lisan yaitu tes yang pelaksanaannya dilakukan dengan mengadakan Tanya jawab secara langsung antara pendidik dengan peserta didik.

  3. Tes Perbuatan Tes perbuatan yaitu tes yang penugasannya disampaikan dalam bentuk lisan atau tertulis dan pelaksanaan tugasnya dinyatakan dengan

  2. Teknik Non Tes Teknik non tes berisi pertanyaan atau peryataan yang tidak memiliki jawaban benar atau salah. Teknik non tes sangat penting dalam mengases peserta didik pada ranah afektif dan psikomotor. Jenis teknik non tes, yaitu : 1.

  Unjuk Kerja Merupakan suatu penilaian/pengukuran yang dilakukan melalui pengamatan aktivitas peserta didik dalam melakukan sesuatu yang berupa tingkah laku atau interaksinya seperti berbicara, berpidato, dan berdiskusi.

  2. Penugasan Merupakan penilaian yang berbentuk pemberian tugas yang mengandung penyelidikan (investigasi) yang harus selesai dalam waktu tertentu.

  3. Tugas Individu Penilaian yang berbentuk pemberian tugas kepada peserta didik yang dilakukan secara individu.

  4. Tugas kelompok Penilaian yang berbentuk pemberian tugas kepada peserta didik yang dilakukan secara kelompok.

  5. Portofolio Teknik yang digunakan kepada siswa untuk menjabarkan tugas atau karyanya. Portofolio memberikan gambaran menyeluruh tentang apa yang telah dipelajari dan dicapai siswa.

  Instrumen yang digunakan untuk mengases proses kegiatan belajar mengajar yang terjadi di ruang kelas seperti partisipasi guru dan peserta didik, interaksi antara guru dan peserta didik, suasana pembelajaran di dalam kelas, serta mutu pembelajaran dapat menggunakan angket, lembar observasi atau skala sikap. Menurut Ruseffendi 1991 (dalam Naniek Sulistya Wardani 2012:42), untuk mengases interaksi pembelajaran yang terjadi di dalam kelas, instrumen yang dipergunakan adalah lembar observasi baik untuk mengases peserta didik, guru, maupun untuk mengses dua-duanya. Penggunaan lembar observasi untuk menilai guru dan menilai peserta didik baik secara individual maupun secara klasikal, dapat dibantu oleh guru lain.

  Proses pengukuran yang telah dilakukan, kegiatan yang selanjutnya dilakukan adalah penilaian. Menurut Permendiknas Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan, penilaian adalah seragkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan. Wardani, dkk., (2012-51) menjelaskan bahwa evaluasi merupakan proses untuk memberi makna atau menetapkan kualitas hasil pengukuran tersebut dengan kriteria tertentu. Kriteria sebagai pembanding dari proses dan hasil pembelajaran tersebut dapat ditentukan sebelum proses pengukuran atau ditetapkan setelah pengukuran. Kriteria ini berupa proses atau kemampuan minimal yang dipersyaratkan seperti KKM (kriteria Ketuntasan Minimal), atau batas keberhasilan, dapat pula berupa kemampuan rata-rata unjuk kerja kelompok, atau berbagai patokan yang lain. Kriteria yang berupa batas kriteria minimal yang telah ditetapkan sebelum pengukuran dan bersifat mutlak disebut dengan Penilaian Acuan Patokan/ Penilaian Acuan Kriteria (PAP/PAK), sedangkan kriteria yang ditentukan setelah kegiatan pengukuran dilakukan dan didasarkan pada keadaan kelompok dan bersifat relatif disebut dengan Penilaian Acuan Norma/Penilaian Acuan Relatif (PAN/PAR). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan menyatakan bahwa kriteria ketuntasan minimal (KKM) adalah kriteria ketuntasan belajar (KKB) yang ditentukan oleh satuan pendidikan. KKM pada akhir jenjang satuan pendidikan untuk kelompok mata pelajaran selain ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan nilai batas ambang kompetensi

2.1.3 Model Pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) Pembelajaran kooperatif terdapat berbagai variasi model pembelajaran.

  Menurut Lie (2005:59) salah satu variasi dari model pembelajaran kooperatif yang dapat diterapkan dalam pembelajaran adalah model pembelajaran kooperatif tipe

  

NHT (Numbered Heads Together). Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT

(Number Heads Together) dikembangkan oleh Spancer Kagan pada tahun 1993

  dengan melibatkan para siswa dalam mereview bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek atau memeriksa pemahaman mereka mengenai isi pelajaran tersebut (Kunandar, 2006:368).

  Berdasarkan uraian tersebut, maka pembelajaran kooperatif menurut para ahli adalah model pembelajaran yang melibatkan para siswa dalam mereview bahan yang dicakup dalam suatu pembelajaran.

  Menurut Nur (2011:78) model pembelajaran kooperatif tipe NHT pada dasarnya merupakan sebuah variasi diskusi kelompok dengan ciri khasnya adalah guru hanya menunjuk seorang siswa yang mewakili kelompoknya tanpa memberitahu terlebih dahulu siapa yang akan mewakili kelompoknya tersebut. Sehingga cara ini menjamin keterlibatan total semua siswa. Cara ini merupakan upaya yang sangat baik untuk meningkatkan tanggung jawab individual dalam diskusi kelompok. Dari pendapat-pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe NHT (Number Heads Together) adalah variasi dari model pembelajaran berkelompok yang terdiri dari 4-6 orang siswa heterogen yang bekerjasama untuk menyelesaikan tugas bersama dengan ciri khusus yaitu adanya suatu nomor yang disebut oleh guru sehingga siswa harus menjawab. Dengan adanya ciri tersebut maka siswa akan berusaha terlibat dalam diskusi agar menguasai materi dan dapat menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru. Strategi ini hal yang ingin disampaikan adalah bagaimana siswa mampu menerima berbagai pendapat yang disampaikan oleh teman, kemudian menganalisis bersama sehingga memunculkan pendapat yang paling ideal. Selanjutnya guru memberikan kesimpulan terhadap jalannya pembahasan materi

  Berdasarkan uraian tersebut, maka pembelajaran kooperatif tipe NHT

  (Numbered Heads Together) menurut Nur (2011:78) adalah variasi diskusi

  kelompok yang mempunyai ciri khas guru hanya menunjuk seorag siswa yang mewakili kelompoknya.

  

Numbered Heads Together merupakan salah satu tipe dari pembelajaran

  kooperatif. Karena Numbered Heads Together merupakan salah satu variasi atau tipe pembelajaran kooperatif, maka semua prinsip dasar pembelajaran kooperatif melekat pada tipe ini (Trianto, 2009:67). Hal ini berarti dalam Numbered Heads

  Together memiliki unsur saling ketergantungan positif antar siswa, ada tanggung

  jawab perseorangan, serta ada komunikasi antar anggota kelompok. Keterlibatan siswa secara kolaboratif dalam kelompok untuk mencapai tujuan bersama ini memungkinkan NHT (Numbered Heads Together) dapat meningkatkan hasil belajar. NHT (Number Heads Together) juga memiliki prinsip dasar akuntabilitas perseorangan yang membuat setiap siswa bertanggung jawab atas pembelajaran atau kontribusi mereka. Tiap siswa memiliki tanggung jawab kepada guru dan teman sekelas untuk berbagi gagasan dan jawaban. Unsur yang menuntut siswa untuk bertanggung jawab yaitu pada tahap terakhir yaitu pada saat pemenggilan nomor, hal ini meningkatkan kemungkinan bahwa siswa akan bersedia mendengarkan dan partisipasi (Sharan,2012:215).

  Berdasarkan uraian tersebut, maka model pembelajaran NHT (Numbered

  Heads Together) menurut Sharan (2012:215) adalah tiap siswa mempunyai

  tanggung jawab kepada guru dan teman sekelas untuk berbagi gagasan dan jawaban.

  Joyce dan Weil (dalam Winataputra, 2012:8) menyatakan bahwa setiap model pembelajaran memiliki unsur-unsur yaitu 1) sintakmatik, 2) sistem sosial, 3) prinsip reaksi, 4) sistem pendukung atau segala sarana yang digunakan, 5) dampak instruksional dan dampak pengiring. Berdasarkan unsur-unsur model yang dikemukakan Joyce dan Weil, berikut ini merupakan unsur-unsur model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Number Heads Together) dengan mengacu dari pendapat beberapa ahli yang menerangkan tentang model kooperatif tipe

  1. Sintakmatik Pnomoran (Numbering), Pengajuan Pertanyaan (Questioning), Berpikir bersama (Head Together), Pemberian Jawaban (Answering).

  2. Sistem sosial Model pembelajaran ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Siswa untuk berinteraksi dengan anggota kelompok dalam diskusi kelompok dan berinteraksi dengan anggota kelompok lain dalam diskusi kelas (Lie, 2005:59).

  3. Prinsip reaksi Salah satu siswa dalam kelompok yang ditunjuk nomornya, harus menyampaikan hasil diskusi, sehingga menumbuhkan rasa tanggung jawab bagi setiap anggota kelompok untuk menguasai hasil diskusi (Suprijono, 2009:92).

  4. Sistem pendukung Sistem pendu kung atau sarana yang digunakan dalam model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Number Heads Together) yaitu digunakannya nomor bagi setiap siswa dan pertanyaan atau soal untuk diskusi kelompok (Suprijono,2009:92).

  5. Dampak instruksional dan dampak pengiring Dampak instruksional model pembelajaran kooperatif tipe NHT Menurut Ibrahim (2008:27) salah satu tujuan model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Number Heads Together) adalah meningkatkan prestasi belajar akademik, artinya pembelajaran model NHT bertujuan meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. Sedangkan dampak pengiring dari model pembelajaran kooperatif tipe NHT

  (Number Heads Together) yaitu dapat mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerjasama mereka (Lie, 2005:59). Berdasarkan uraian tersebut, maka model pembelajaran model NHT

  

(Numbered Head Together) menurut Joyce dan Weil (2012:8) menyatakan setiap

  model pembelajaran memiliki unsur-unsur yaitu sintakmati, sistem sosial, prinsip reaksi, sistem pendukung, dampak instruksional dan dampak pengiring.

  Tujuan Pembelajaran Kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together) Ibrahim (2008:27) mengemukakan tiga tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran kooperatif dengan tipe NHT yaitu (a) Prestasi belajar akademik, 20 artinya pembelajaran model NHT bertujuan meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. (b) Pengakuan adanya keragaman, artinya bertujuan agar siswa dapat menerima dengan kemampuan dan latar belakang yang berbeda-beda. (c) Keterampilan sosial, artinya NHT bertujuan untuk pengembangan keterampilan sosial siswa misalnya aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerjasama dalam kelompok dan sebagainya.

  Berdasarkan uraian tersebut, maka yang di maksud model pembelajaran

  

Numbered Heads Together adalah model pembelajaran yang tiap-tiap siswa

  memiliki tanggung jawab kepada guru dan teman sekelas untuk berbagai gagasan dan jawaban. Unsur yang menutun siswa untuk bertanggung jawab di sini adalah dengan adanya pemanggilan nomor oleh guru secara acak sehingga siswa harus aktif dalam kelompok dan menguasai jawaban. Melalui pembelajaran kooperatif ini, siswa pandai dan kurang pandai dapat saling berinteraksi, siswa pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai.

   Kaitan Antar Numbered Heads Together dengan Hasil Belajar

  Menurut Isjoni (2012 :16 ) dalam proses pembelajaran Numbered Heads

  

Together, siswa terlibat aktif pada proses pembelajaran sehingga memberikan

  dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi yang berkualitas, dapat memotivasi siswa untuk meningkatkan prestasi belajarnya. Adapun langkah- langkah

  • – langkah pembelajaran Numbered Heads Together menurut Lie (2011 : 60 ) adalah :
a) Siswa dibagi dalam kelompok . Setiap siswa dalam kelompok mendapat nomor.

  b) Guru memberikan tugas dan masing – masing kelompok mengerjakannya.

  c) Kelompok memutuskan jawaban yang dianggap paling benar dan memastikan setiap anggota kelompok mengetahui jawaban ini .

  d) Guru memanggil salah satu nomor. Siswa dengan yang dipanggil melaporkan hasil kerjasama mereka.

  e) Siswa lain diminta untuk memberi tanggapan, kemudian guru menunjuk nomor lain.

  f) Kesimpulan.

  Berdasarkan uraian tersebut, maka keterkaitan antara Numbered Heads

  together dengan hasil belajar adalah pada saat proses pembelajaran jika siswa

  aktif terlibat dalam proses pembelajaran maka akan memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi.

   Kelebihan dan Kekurangan Numbered Heads Together

  Menurut Zuhdi (2010:65 ) Numbered Heads Together memiliki kelebihan yaitu: (1) setiap siswa menjadi siap semua, (2) siswa dapat melakukan diskusi dengan sungguh

  • – sungguh, (3) dan siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai. Metode ini juga memiliki kelemahan yaitu: (1) kemungkinan nomor yang dipanggil akan dipanggil lagi oleh guru (2) tidak semua kelompok dipanggil oleh guru, (3) dan kendala teknis misalnya masalah tempat duduk kadang sulit atau kurang mendukung diatur kegiatan kelompok. Solusi mengatasi kelemahan tersebut adalah guru membuat catatan kecil agar nomor yang dipanggil tidak dipanggil lagi oleh guru, guru harus mengatur waktu pembelajaran dengan baik sehingga semua anggota kelompok dapat dipanggil oleh guru dan sebelum pembelajaran ruang kelas harus sudah tertata yang mendukung untuk diskusi kelompok.

  Berdasarkan uraian tersebut, maka kelebihan Numbered Heads Together adalah semua siswa berperan aktif dan mengusai jawaban sedangkan kekurangan

  Numbered Heads Together adalah semua nomor tidak akan dipanggil oleh guru

  Sintaks Numbered Heads Together

  Pada dasarnya , Numbered Heads Together (NHT) merupakan uraian dari diskusi kelompok. Menurut Slavin (1995) , model yang dikembangkan oleh Russ Frank ini cocok untuk memastikan akuntabilitas individu dalam diskusi kelompok. Tujuan dari NHT (Numbered heads together) adalah memberi kesempatan kepada siswa untuk saling berbagi gagasan dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain untuk meningkatkan kerjasama siswa, NHT

  

(Numbered Heads Together) juga bisa diterapkan untuk semua mata pelajaran

ditingkat kelas.

  Sintaks atau tahap-tahap pelaksanaan NHT (Numbered Heads Together) pada hakikatnya hampir sama dengan diskusi kelompok, yang rinciannya adalahsebagai berikut: Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok.

  • Masing-masing siswa dalam kelompoknya diberi nomor.
  • Guru memberi tugas /pertanyaan pada masing-masing kelompok untuk
  • mengerjakan.
  • dianggap paling tepat dan dipastikan semua anggota kelompok mengetahui jawaban tersebut.

  Setiap kelompok mulai berdiskusi untuk menemukan jawaban yang

  Guru memanggil salah satu nomor secara acak.

  • Siswa dengan nomor yang dipanggil mempresentasikan jawaban dari hasil
  • diskusi kelompok mereka
  • melanjutkan memanggil kelompok yang lainnya.

  Kelompok atau teman yang lain memberikan tanggapan, kemudian guru

  • Berdasarkan uraian tersebut, maka sintaks atau tahap-tahap NHT

  Siswa dengan dipandu guru membuat kesimpulan.

  

(Numbered Heads Together) pada dasarnya sama dengan diskusi kelompok,

  tujuan dari NHT (Numbered Heads Together) adalah memberi kesempatan kepada tepat. Selain untuk meningkatkan kerjasama siswa, NHT (Numbered Heads Together) juga bisa diterapkan untuk semua mata pelajaran ditingkat kelas.

2.2 KAJIAN YANG RELEVAN

  Hasil belajar oleh Ismiyati (2012) dalam skripsinya dengan judul

  

Peningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe

NHT (Numbered Heads Together ) Pada Siswa Kelas 1 Semester 2 SDN 4 Boloh

Kecamatan Toroh Kabupaten Grobogan Tahun Pelajaran 2011 /2012 “ diketahui

  bahwa penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat meningkatkan hasil belajar siswa yaitu nilai rata-rata kelas pada pra siklus 65,6 dengan dengan ketuntasan belajar 42 % pada siklus 1 menjadi 70 dengan ketuntasan belajar 64% dan pada siklus II menjadi 78,3 dengan ketuntasan 83% tuntas, Indikator keberhasilan 70% siswa tuntas dan KKM yang ditentukan adalah 65 . Sehingga dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat meningkatkan hasil belajar matematika.

  Hasil belajar oleh Rima Chandra Novitasari (2011) , berjudul “ Upaya

  

Peningkatan Hasil Belajar Dengan Menggunakan Model Pembelajaran

Kooperatif Tipe NHT Mata Pelajaran IPA Pokok Bahasan Perubahan

Lingkungan Kelas 4 SDN Tegalrejo 05 Kecamatan Argomulyo Kota Salatiga

Semester 2 Tahun Pelajaran 2010/ 2011 “ dapat diketahui bahwa hasil penelitian

  ini menunjukan ada peningkatan ketuntasan belajar , yakni dari 65,6% sebelum siklus , meningkat menjadi 71,8% pada siklus I dan 100% pada siklus II. KKM 70 dengan indicator keberhasilan 70% siswa tuntas. Berdasarkan penelitian ini diperoleh simpulan bahwa penerapan Numbered Heads Together dapat meningkatkan hasil belajar IPA materi perubahan lingkungan kelas 4 SDN Tegalrejo 05 Kecamatan Argomulyo Kota Salatiga Semester 2 Tahun Pelajaran 2010 / 2011.

  Hasil belajar dilakukan oleh Yuni Winarti (2012), berjudul “ Upaya

  

Peningkatan Keaktifan dan Hasil Belajar Siswa Tentang Materi Menaksir dan

Membulatkan Operasi Hitung Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT disimpulkan bahwa dalam penelitian ini terjadi peningkatan keaktifan dan hasil belajar siswa yang terlihat dari interaksi siswa dalam berdiskusi, mempresentasikan hasil diskusi serta merespon jawaban temannya. Siswa pada siklus I hanya mencapai 79% belum m encapai indikator keberhasian ≥ 80% namun pada siklus II sudah mencapai indikator keberhasilan yaitu 91% . Hasil belajar siklus I dari 32 siswa sebanyak 17 siswa atau 53,13% tuntas dan sebanyak 15 siswa atau 46,87% belum tuntas dan pada siklus II sebanyak 36 siswa atau 100% dari jumlah siswa mencapai ketuntasan . Indikator keberhasilan 80% siswa tuntas , KKM (70) . Hal ini menunjukan adanua peningkatan hasil belajar siswa matematika materi menaksir dan membulatkan operasi hitung pada siswa kelas 4 setelah menggunakan Numbered Heads Together .

2.3 KERANGKA PIKIR

  Hasil belajar IPA siswa kelas IV SDN Wedoro Kecamatan Penawangan Kabupaten Grobogan nampak bahwa pembelajaran yang dilakukan bersifat konvensional yang berbasis pada guru dengan menggunakan metode ceramah, hasil belajar IPA siswa perlu ditingkatkan guna mencapai standar KKM. Dalam pembelajaran ini siswa tidak terlibat dan hanya menjadi pendengar, siswa hanya menjadi peserta yang pasif dan siswa juga cenderung cepat bosan.

  Peningkatan kualitas pembelajaran dan hasil belajar IPA siswa tidak dapat ditunda lagi dan harus dicarikan solusi yakni dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT . Model pembelajaran NHT di laksanakan dengan langkah siswa dibagi 6 kelompok, masing-masing siswa dalam kelompok diberi nomor, mengerjakan tugas dari guru, berdiskusi untuk menemukan jawaban dan semua anggota kelompok mengetahui jawaban, salah satu nomor secara acak dipanggil guru untuk mempresentasikan jawaban, teman yang lain memberikan tanggapan, nomor lain dipanggil guru begitu seterusnya, membuat kesimpulan. Langkah dari 1-8 diukur dengan menggunakan lembar observasi yang akan menghasilkan skor observasi dan untuk menunjukkan hasil belajar siswa dilakukan tes dengan hasil pengukuran banyaknya skor tersebut. Dengan data hasil belajar akan diperoleh dari skor observasi dan skor tes. Penjelasan lebih rinci ditunjukkan pada gambar 2.1 berikut ini:

  Pembelajaran IPA KD Menyimpulkan hasil percobaan bahwa gaya (dorongan dan tarikan) dapat mengubah gerak suatu benda Hasil Belajar

  Pembelajaran Konvensional Model Pembelajaran Numbered Siswa ≤ KKM

  Heads Together (NHT) Siswa dibagi dalam 6 kelompok Masing-masing siswa dalam kelompok diberi nomor Mengerjakan tugas dari guru

  Berdiskusi untuk menemukan jawaban dan dipastikan semua anggota kelompok mengetahui jawaban

  Salah satu nomor secara acak Lembar Skor dipanggil guru untuk Observasi Observasi mempresentasikan jawaban Siswa dengan nomor yang dipanggil mempresentasikan

  Hasil Belajar jawaban dari hasil diskusi kelompok mereka Teman yang lain memberikan tanggapan Nomor lain dipanggil guru, begitu seterusnya Membuat kesimpulan

  Skor Tes Test

Gambar 2.1

2.4 HIPOTESIS PENELITIAN

  Berdasarkan hasil penelitian yang relevan dan kerangka pikir dapat dirumuskan hipotesis penelitian ini adalah model pembelajaran NHT diduga dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas IV SDN Wedoro Kecamatan Penawangan Kabupaten Grobogan semester 2 tahun pelajaran 2014/2015.

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Penerapan Model Discovery Learning terhadap Hasil Belajar IPA pada Siswa Kelas IV SD Negeri Koripan 01 Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang Semester II Tahun Ajaran 2014/2015

0 0 22

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Penerapan Model Discovery Learning terhadap Hasil Belajar IPA pada Siswa Kelas IV SD Negeri Koripan 01 Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang Semester II Tahun Ajaran 2014/2015

0 0 12

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Penerapan Model Discovery Learning terhadap Hasil Belajar IPA pada Siswa Kelas IV SD Negeri Koripan 01 Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang Semester II Tahun Ajaran 2014/2015

0 0 22

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Penerapan Model Discovery Learning terhadap Hasil Belajar IPA pada Siswa Kelas IV SD Negeri Koripan 01 Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang Semester II Tahun Ajaran 2014/2015

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Penerapan Model Discovery Learning terhadap Hasil Belajar IPA pada Siswa Kelas IV SD Negeri Koripan 01 Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang Semester II Tahun Ajaran 2014/2015

1 1 74

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Discovery Siswa Kelas 5 SD Negeri Plumbon 01 Suruh Kabupaten Semarang Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015

0 0 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pembelajaran IPA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Discovery Siswa Kelas 5 SD Negeri Plumbon 01 Suruh Kabupaten Sem

0 0 19

BAB III MODEL PENELITIAN 3.1 Setting dan Karakteristik Subjek Penelitian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Discovery Siswa Kelas 5 SD Negeri Plumbon 01 Suruh Kabu

0 0 23

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Discovery Siswa Kelas 5 SD Negeri Plumbon 01 Suruh Kabupaten Semarang Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015

0 0 31

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Discovery Siswa Kelas 5 SD Negeri Plumbon 01 Suruh Kabupaten Semarang Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015

0 0 14