Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Penerapan Model Discovery Learning terhadap Hasil Belajar IPA pada Siswa Kelas IV SD Negeri Koripan 01 Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang Semester II Tahun Ajaran 2014/2015

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Pengertian IPA

  Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah suatu kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur dan sebagainya (Trianto, 2010:136).

  Ilmu

  Sedangkan (Usman Samatowa, 2010:3) menyatakan “

  

pengetahuan alam merupakan terjemahan kata-kata dalam bahasa Inggris yaitu

natural science , artinya ilmu pengetahuan alam (IPA). Berhubungan dengan alam

atau bersangkut paut dengan alam, science artinya ilmu pengetahuan. Jadi ilmu

pengetahuan alam (IPA) atau science itu pengertiaanya dapat disebut sebagai

ilmu tentang alam. Ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di

alam ini.” Permendiknas nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi, Ilmu

Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam

secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan

yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga

merupakan suatu proses penemuan. Selain itu, Nash (Usman Samatowa, 2010:3)

menyatakan “IPA itu adalah suatu cara atau metode untuk mengamati alam. Nash

juga menjelaskan bahwa cara IPA mengamati dunia ini bersifat analisis, lengkap,

cermat, serta menghubungkannya antara suatu fenomena dengan fenomena lain,

sehingga keseluruhannya membentuk suatu perspektif yang baru tentang objek

yang diamatinya.” Menurut pemikiran penulis IPA adalah suatu ilmu yang didalamnya

mempelajari segala sesuatu yang berhubungan dengan alam. IPA didalamnya

  tidak hanya terdapat sebuah fakta dan konsep tetapi juga harus disertai dengan metode ilmiah dan sikap ilmiah untuk membuktikan kebenaran dari fakta dan konsep dalam IPA.

  2.1.2 Karakteristik IPA

  Setiap mata pelajaran memiliki karakteristik sendiri-sendiri. Karakteristik sangat dipengaruhi oleh sifat keilmuan yang terkandung pada masing-masing mata pelajaran. Perbedaan karakteristik pada berbagai mata pelajaran akan menimbulkan perbedaan cara mengajar dan cara siswa belajar antar mata pelajaran satu dengan yang lainnya. IPA memiliki karakteristik tersendiri untuk membedakan dengan mata pelajaran lain.

  Harlen (Patta Bundu, 2006:10) menyatakan bahwa ada tiga karakteristik utama sains yakni pertama, memandang bahwa setiap orang mempunyai kewenangan untuk menguji validitas prinsip dan teori ilmiah meskipun kelihatannya logis dan dapat dijelaskan secara hipotesis. Teori dan prinsip hanya berguna jika sesuai dengan kenyataan yang ada. Kedua, memberi pengertian adanya hubungan antara fakta-fakta yang diobservasi yang memungkinkan penyusunan prediksi sebelum sampai pada kesimpulan. Teori yang disusun harus didukung oleh fakta-fakta dan data yang teruji kebenarannya. Ketiga, memberi makna bahwa teori sains bukanlah kebenaran yang akhir tetapi akan berubah atas dasar perangkat pendukung teori tersebut. Hal ini memberi penekanan pada kreativitas dan gagasan tentang perubahan yang telah lalu dan kemungkinan perubahan di masa depan, serta pengertian tengantung perubahan itu sendiri.

  2.1.3 Hakikat IPA

  Pada Hakikatnya IPA dapat dipandang dari empat komponen yaitu pengembangan sikap ilmiah, proses ilmiah, produk ilmiah, dan aplikasi. Dalam Pusat Kurikulum (2006 : 4), IPA berkaiatan dengan cara mencari tahu tentang alam sistematis, sehingga IPA bukan hanya penugasan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta- fakta, konsep- konsep, atau prinsip- prinsip saja tetapi juga merupakan proses penemuan. Selain itu, IPA dipandang sebagai proses, sebagai produk, dan sebagai prosedur (Marsetio Donosepoetro (Trianto, 2012:137). Sebagai proses diartikan semua kegiatan ilmiah untuk menyempurnakan pengetahuan tentang alam maupun untuk menemukan pengetahuan baru. Sebagai sekolah atau diluar sekolah ataupun sebagai bahan bacaan untuk penyebaran atau disiminasi pengetahuan. Sebagai prosedur dimaksudkan adalah metodologi atau cara yang dipakai untuk mengetahui sesuatu (riset pada umumnya) yang lazim disebut metode ilmiah (scientific method).

  Menurut Laksmi Prihantoro dkk (Trianto, 2012:137) mengatakan bahwa

  IPA hakikatnya merupakan suatu produk, proses, dan aplikasi. Sebagai produk,

  IPA merupakan sekumpulan pengetahuan dan sekumpulan konsep dan bagan konsep. Sebagai proses, IPA merupakan proses yang dipergunakan untuk mempelajari objek studi, menemukan dan mengembangkan produk-produk sains, dan sebagai aplikasi, teori-teori IPA akan melahirkan teknologi yang dapat memberi kemudahan bagi kehidupan.

  Menurut pemikiran penulis hakikat IPA terdapat tiga komponen penting yaitu proses, produk dan prosedur yang ada didalam IPA. Selain itu hakikat IPA ini juga didukung secara khusus dalam kurikulum berbasis kompetensi.

  Secara khusus fungsi dan tujuan IPA didasarkan kurikulum berbasis kompetensi, Depdiknas (Trianto, 2012:138) adalah sebagai berikut: 1) Menanamkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. 2) Mengembangkan sikap, ketrampilan dan nilai ilmiah. 3) Mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang melek sains dan teknologi. 4) Menguasai konsep sains untuk bekal hidup di masyarakat dan melanjutkan pendidikan kejenjang lebih tinggi.

  Berdasarkan pernyataan diatas dapat dijadikan penguat bagi hakikat IPA. Bahwa hakikat IPA bukan hanya sekedar ilmu, tetapi merupakan suatu dimensi yang memiliki kekuatan yang sangat besar karena mempelajari banyak hal yang luar biasa, misalnya tentang sistem tata surya kita.

2.1.4 Hakikat Pembelajaran IPA

  Menurut Trianto (2012:141) mengatakan bahwa secara umum IPA dipahami sebagai ilmu yang lahir dan berkembang lewat langkah-langkah observasi, perumusan masalah, penyusunan hipotesis, pengujian hipotesis melalui eksperimen, penarikan kesimpulan, serta penemuan teori dan konsep. Dapat mempelajari gejala-gejala melalui serangkaian proses yang dikenal dengan proses ilmiah yang dibangun atas dasar sikap ilmiah dan hasilnya terwujud sebagai produk ilmiah yang tersusun atas tiga komponen terpenting berupa konsep, prinsip dan teori yang berlaku secara universal.

  Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) didefinisikan sebagai kumpulan pengetahuan yang tersusun secara terbimbing. Hal ini sejalan dengan kurikulum KTSP (Depdiknas, 2006) bahwa IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep, atau prinsip saja tetapi juga merupakan ilmu yang bersifat empirik dan membahas tentang fakta serta gejala alam. Fakta dan gejala alam tersebut menjadikan pembelajaran IPA tidak hanya verbal tetapi juga faktual. Hal ini menunjukan bahwa, hakikat IPA sebagai proses diwujudkan dengan melaksanakan pembelajaran yang melatih ketrampilan proses bagaimana cara produk sains ditemukan.

  Kurnia Septa (2008: 2) menyatakan bahwa ketrampilan proses dasar misalnya mengamati, mengukur, mengklasifikasikan, mengkomunikasikan, mengenal hubungan ruang dan waktu serta ketrampilan proses terintegrasi misalnya merancang dan melakukan eksperimen yang meliputi menyusun hipotesa, menentukan variabel, menyusun definisi operasional, menafsirkan data, menganalisis dan mensintesis data. Kurnia Septa (2008: 3) juga menyebutkan bahwa ketrampilan dasar dalam pendekatan proses adalah observasi, menghitung, mengukur, mengklasifikasi dan membuat hipotesis. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ketrampilan proses dalam pembelajaran IPA di SD meliputi ketrampilan dasar dan ketrampilan terintegrasi. Kedua ketrampilan ini dapat melatih siswa untuk menemukan dan menyelesaikan masalah secara ilmiah untuk menghasilkan produk-produk IPA yaitu fakta, konsep, generalisasi, hukum dan teori-teori baru.

  Menurut pemikiran penulis bahwa hakikat IPA meliputi beberapa aspek yaitu faktual, keseimbangan antara proses dan produk, keaktifan dalam proses penemuan, berfikir induktif dan deduktif, serta pengembangan sikap ilmiah. nyata didalam proses pembelajaran secara utuh tentang fenomena alam melalui pemecahan masalah, metode ilmiah dengan menggunakan alat, bahan, atau media belajar yang memungkinkan peserta didik untuk memperoleh pengalaman sendiri didalam pembelajaran.

2.1.5 Ruang Lingkup Pembelajaran IPA

  Ruang lingkup bahan kajian IPA di SD dalam kurikulum KTSP secara umum meliputi dua aspek yaitu kerja ilmiah dan pemahaman konsep. Lingkup kerja ilmiah meliputi kegiatan penyelidikan, berkomunikasi ilmiah, pengembangan kreativitas, pemecahan masalah, sikap, dan nilai ilmiah. Secara terperinci lingkup materi yang terdapat dalam Kurikulum KTSP (Depdiknas, 2006) adalah 1) Makhluk hidup dan proses kehidupannya, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan. 2) Benda atau materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas. 3) Energi dan perubahaannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya, dan pesawat sederhana. 4) Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.

  Keempat kelompok bahan kajian IPA di SD dalam kurikulum KTSP tersebut disajikan secara spiral, artinya setiap bahan kajian disajikan di semua tingkat kelompok tetapi dengan tingkat kedalaman pembahasan yang berbeda, semakin tinggi tingkat kelompok semakin dalam bahasanya.

2.2 Model Discovery Learning

2.2.1 Pengertian Model Discovery Learning

  Model discovery learning merupakan suatu model pembelajaran melalui

penemuan. Model ini menekankan pentingnya pemahaman struktur atau ide-ide

penting terhadap suatu disiplin ilmu, melalui keterlibatan siswa secara aktif dalam

proses pembelajaran.

  Jerome Brunner (M.Hosnan,2014:281) mengungkapkan bahwa model discovery learning adalah model yang mendorong siswa untuk mengajukan

  

pengalaman. J.Brunner memakai cara dengan apa yang disebutnya discovery

learning , yaitu murid mengorganisasikan bahan yang dipelajari dengan suatu

bentuk akhir.

  Menurut Bell (M.Hosnan,2014:281), belajar penemuan adalah belajar

yang terjadi sebagai hasil dari siswa memanipulasi, membuat struktur dan

mentransformasikan informasi sedemikian sehingga ia menemukan informasi

baru. Dalam belajar penemuan, siswa dapat membuat perkiraan (conjucture),

merumuskan suatu hipotesis dan menemukan kebenaran dengan menggunakan

proses induktif atau proses deduktif, melakukan observasi dan membuat masalah.

  Model discovery learning adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan (Budiningsih, 2005:43). Discovery learning terjadi bila individu terlibat, terutama dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip.

  

Discovery learning dilakukan melalui observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi,

  dan penentuan. Proses tersebut disebut cognitive process, sedangkan discovery

  

learning itu sendiri adalah the mental process of assimilating conceps and

principles in the mind (Robert B.Sund, 2001: 219) .

  Roestiyah (2001: 20) mengemukakan model discovery learning adalah

model mengajar mempergunakan teknik penemuan. Model discovery learning

adalah proses mental dimana siswa mengasimilasi suatu konsep atau prinsip.

Proses mental tersebut misalnya mengamati, menggolongkan, membuat dugaan,

menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan, dan sebagaimya. Dalam teknik ini

siswa dibiarkan menemukan sendiri atau mengalami proses mental itu sendiri,

guru hanya membimbing dan memberikan instruksi. Model pembelajaran

discovery learning adalah model mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian

rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum

diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya

ditemukan sendiri. Dalam pembelajaran discovery learning kegiatan atau

pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan

konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui proses mentalnya sendiri. Dalam

  

dugaan, menjelaskan, menarik kesimpulan dan sebagainya untuk menemukan

beberapa konsep atau prinsip (Suherman, 2001: 32). Mulyasa (2006: 110)

menyimpulkan model discovery learning merupakan model yang lebih

menekankan pengalaman langsung.

  Berdasarkan pendapat para ahli tentang model discovery learning maka dapat diambil kesimpulan bahwa model discovery learning adalah model

  

pembelajaran yang menuntut peserta didik secara aktif untuk menemukan sebuah

penemuan sendiri dan informasi-informasi baru.

2.2.2 Tujuan Pembelajaran Model Discovery Learning

  Bell (M.Hosnan,2014:284) mengungkapkan beberapa tujuan spesifik dari pembelajaran dengan penemuan, yakni sebagai berikut :

  1. Dalam penemuan siswa memiliki kesempatan untuk terlibat secara aktif dalam pembelajaran. Kenyataan menunjukan bahwa partisipasi banyak siswa dalam pembelajaran meningkat ketika penemuan digunakan.

  2. Melalui pembelajaran dengan penemuan, siswa belajar menemukan pola dalam situasi konkret maupun abstrak, juga siswa banyak meramalkan informasi tambahan yang diberikan.

  3. Siswa juga belajar merumuskan strategi tanya jawab yang tidak rancu dan menggunakan tanya jawab untuk memperoleh informasi yang bermanfaat dalam menemukan.

  4. Pembelajaran dengan penemuan membantu siswa membentuk cara kerja bersama yang efektif, saling membagi informasi, serta mendengar dan menggunakan ide-ide orang lain.

  5. Terdapat beberapa fakta yang menunjukkan bahwa ketrampilan-ketrampilan, konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang dipelajari melalui penemuan lebih bermakna.

6. Ketrampilan yang dipelajari dalam situasi belajar penemuan dalam beberapa kasus, lebih mudah ditransfer untuk aktivitas baru.

2.2.3 Langkah-Langkah Model Discovery Learning

  Langkah-langkah pelaksanaan model discovery learning menurut Suryosubroto (2002: 199) sebagai berikut : 1.

  Identifikasi kebutuhan siswa.

  2. Seleksi pendahuluan terhadap prinsip-prinsip, pengertian, konsep, dan generalisasi yang akan dipelajari.

  3. Seleksi bahan dan masalah serta tugas-tugas.

  4. Membantu memperjelas masalah yang akan dipelajari dan peranan masing- masing siswa.

  5. Mempersiapkan setting kelas dan alat-alat yang diperlukan.

  6. Mengecek pemahaman siswa terhadap masalah yang akan dipecahkan dan tugas-tugas siswa.

  7. Memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan penemuan.

  8. Membantu siswa dengan informasi dan data, jika diperlukan oleh siswa.

  9. Memimpin analisis sendiri dengan pertanyaan yang mengarahkan dan mengidentifikasi proses.

  10. Merangsang terjadinya interaksi antarsiswa.

  11. Memuji siswa yang giat dalam proses penemuan.

  12. Membantu siswa merumuskan prinsip-prinsip dan generalisasi atas hasil penemuannya.

  Sedangkan langkah-langkah model discovery learning yang dilakukan siswa menurut Humalik (2001: 220) sebagai berikut :

  1. Mengidentifikasi dan merumuskan topik.

  2. Mengajukan suatu pertanyaan tentang fakta.

  3. Memformulasikan hipotesis atau beberapa hipotesis untuk menjawab pertanyaan pada langkah dua.

  4. Mengumpulkan informasi yang relevan dengan hipotesis dan menguji setiap hipotesis dengan data yang terkumpul.

  5. Merumuskan jawaban atas pertanyaan sesungguhnya dan menyatakan jawaban sebagai fakta.

  Menurut Syah (2004:244) dalam mengaplikasikan model discovery

  

learning di kelas, ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan

  belajar mengajar secara umum sebagai berikut: 1.

  Stimulation (pemberian perangsang)

  Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Disamping itu guru dapat memulai kegiatan pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan.

  2. Problem Statement (mengidentifikasi masalah)

  Setelah dilakukan stimulasi langkah selanjutya adalah guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda- agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah) 3.

  Data Collection (pengumpulan data)

  Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah, 2004:244). Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis, dengan demikian anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan narasumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya.

  4. Data Prosessing (pengolahan data)

  Menurut Syah (2004:244) pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu. (Djamarah, 2002: 202) 5.

  Verification (pembuktian)

  Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing (Syah, 2004:244). Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang siswa jumpai dalam kehidupannya.

6. Generalisasi (menarik kesimpulan)

  Tahap generalisasi/menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi (Syah, 2004:244). Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip- prinsip yang mendasari generalisasi.

  Berdasarkan pendapat para ahli di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa langkah-langkah pembelajaran model discovery learning tersebut mempunyai inti yang sama. Penelitian yang akan dilaksanakan peneliti mengadopsi sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran model discovery

  learning menurut pendapat Syah (2004: 244).

2.2.4 Kelebihan dan Kekurangan Model Discovery Learning

  Roestiyah (2001: 20) mengemukakan kelebihan dan kekurangan model discovery learning dalam penerapannya pada proses pembelajaran: a.

   Kelebihan 1.

  Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan ketrampilan- ketrampilan dan proses-proses kognitif.

2. Dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah.

  3. Pengetahuan yang diperoleh sangat pribadi dan ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan, dan transfer.

  4. Memungkinkan peserta didik berkembang dengan cepat dan sesuai dengan kecepatannya sendiri.

  5. Menyebabkan peserta didik mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan akalnya dan motivasi sendiri.

  6. Membantu peserta didik memperkuat konsepnya, karena memperoleh kepercayaan bekerjasama dengan yang lainya.

  7. Berpusat pada peserta didik dan guru berperan secara aktif mengeluarkan gagasan-gagasan.

  8. Membantu peserta didik menghilangkan keraguan karena mengarah kepada kebenaran yang final dan pasti.

  9. Peserta didik akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik.

  10. Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer pada situasi proses belajar yang baru.

  11. Mendorong peserta didik berfikir dan bekerja atas inisiatif sendiri.

  12. Mendorong peserta didik berfikir merumuskan hipotesis sendiri.

  13. Memberikan keputusan yang bersifat intrinsik.

  14. Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang.

  15. Menimbulkan rasa senang kepada peserta didik, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil.

  16. Proses belajar meliputi sesama aspeknya peserta didik menuju pada pembentukan manusia seutuhnya.

  17. Mendorong keterlibatan siswa.

  18. Menimbulkan rasa puas bagi siswa.

  19. Siswa akan dapat mentransfer pengetahuaanya ke berbagai konteks.

  20. Dapat meningkatkan motivasi.

  21. Melatih siswa belajar mandiri.

  22. Siswa aktif dalam kegiatan belajar mengajar.

b. Kekurangan

  2. Kemampuan berfikir rasional siswa yang ada masih terbatas.

  3. Kesukaran dalam menggunakan faktor subjektivitas, terlalu cepat pada suatu kesimpulan.

  4. Faktor kebiasaan yang masih menggunakan pola pembelajaran yang lama.

  5. Tidak semua siswa dapat mengikuti pelajaran dengan cara ini.

  6. Tidak semua topik cocok disampaikan dengan model ini.

  M.Hosnan (2014:287) mengemukakan kelebihan dan kekurangan model discovery learning dalam penerapannya pada proses pembelajaran: a.

   Kelebihan 1. Meningkatkan keterampilan dan proses kognitif peserta didik.

  2. Meningkatkatkan kemampuan siswa memecahkan masalah.

  3. Menguatkan pengertian, ingatan, dan transfer.

  4. Memungkinkan peserta didik berkembang dengan cepat dan sesuai dengan kecepatannya.

  5. Berpusat pada peserta didik dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan gagasan-gagasan.

  6. Membantu menghilangkan skeptisme.

  7. Akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik.

  8. Mendorong peserta didik berfikir dan bekerja atas inisiaif sendiri.

  9. Mendorong peserta didik berfikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri 10.

  Proses belajar menjadi lebih terangsang.

  11. Menimbulkan rasa senang.

  12. Menuju pada pembentukan manusia seutuhnya.

  13. Mendorong keterlibatan keaktifan siswa.

  14. Menimbulkan rasa puas bagi siswa.

  15. Meningkatkan minat belajarnya.

  16. Mentransfer pengetahuan ke berbagai konteks.

  17. Meningkatkan tingkat penghargaan pada peserta didik.

  18. Kemungkinan peserta didik belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar.

b. Kekurangan 1.

  Guru merasa gagal mendekteksi masalah dan adanya kesalah pahaman antara guru dengan siswa.

  2. Menyita waktu banyak. Guru dituntut mengubah kebiasaan mengajar yang umumnya sebagai pemberi informasi menjadi fasilitator, motivator, dan pembimbing siswa dalam belajar.

  3. Menyita pekerjaan guru.

  4. Tidak semua siswa mampu melakukan penemuan.

  5. Tidak berlaku untuk semua topik.

  Menurut pemikiran penulis berdasarkan pendapat para ahli tentang

kelebihan dan kekurangan model discovery learning yaitu, dalam pembelajaran

discovery learning siswa aktif dalam kegiatan belajar, sebab ia berfikir dan

  menggunakan kemampuan untuk menemukan hasil akhir. Siswa memahami benar bahan pelajaran, sebab mengalami sendiri proses menemukannya. Sesuatu yang diperoleh dengan cara ini lebih lama diingat, proses menemukan sendiri menimbulkan rasa puas siswa. Kepuasan batin ini mendorong ingin melakukan penemuan lagi sehingga minat belajarnya meningkat. Siswa yang memperoleh pengetahuan dengan penemuan akan lebih mampu mentransfer pengetahuannya ke berbagai konteks. Dalam pembelajaran discovery learning juga terdapat kendala yang dihadapi siswa, kendala ini menjadi kekurangan dalam pembelajaran discovery learning. Kendala yang dihadapi misalnya membutuhkan waktu belajar yang lebih lama dibandingkan dengan belajar menerima. Untuk mengurangi kelemahan tersebut maka diperlukan bantuan guru. Bantuan guru dapat dimulai dengan mengajukan beberapa pertanyaan dengan memberikan informasi secara singkat. Pertanyaan dan informasi tersebut dapat dimuat dalam lembar kerja siswa (LKS) yang telah dipersiapkan oleh guru sebelum pembelajaran dimulai.

2.3 Hasil Belajar

2.3.1 Pengertian Hasil Belajar

  Dimyati dan Mudjiono (2009:20) menyatakan bahwa hasil belajar merupakan suatu puncak proses belajar. Hasil belajar tersebut terjadi terutama berkat evaluasi guru. Hasil belajar dapat berupa dampak pengajaran dan dampak pengiring. Kedua dampak bermanfaat bagi siswa dan guru. Sedangkan menurut Sudjana (2009:22), bahwa hasil belajar adalah kemampuan kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar digunakan untuk mengukur tingkat ketercapaian tujuan pembelajaran oleh siswa selama mengikuti kegiatan pembelajaran.” Sedangkan menurut Agus Suprijono (2009:7) hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya seluruh aspek potensi kemanusia saja.

  Hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik dengan melakukan usaha secara maksimal yang dilakukan oleh seseorang setelah melakukan usaha-usaha belajar. Hasil belajar biasanya dinyatakan dalam bentuk nilai. Setelah mengkaji pengertian hasil belajar dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran.

  Nana Sudjana (2011:22) menyatakan bahwa proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui kegiatan belajar. Selanjutnya dari informasi tersebut guru dapat menyusun dan membina kegiatan- kegiatan siswa lebih lanjut, baik untuk keseluruhan kelas maupun individu. Setiap keberhasilan belajar diukur dari seberapa jauh hasil belajar yang diperoleh siswa. Keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan pengajaran diwujudkan dengan nilai. Dan hasil belajar yang diperoleh siswa adalah sebagai akibat dari proses belajar yang dilakukan oleh siswa, harus semakin tinggi hasil belajar yang diperoleh siswa. Proses belajar merupakan penunjang hasil belajar yang dicapai siswa.

  Pemerolehan hasil belajar yang baik akan memberikan kebanggaan pada diri sendiri, dan orang lain. Untuk itu guna memperoleh hasil belajar yang baik siswa dihadapkan dengan beberapa faktor yang bisa membuat siswa mendapatkan hasil belajar yang baik.

  Berdasarkan uraian hasil belajar diatas, menurut pemikiran penulis bahwa

hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku suatu hasil yang telah dicapai

oleh peserta didik setelah adanya aktivitas belajar . Hasil belajar mempunyai

  peranan penting dalam proses pembelajaran. Pemerolehan hasil belajar akan memberikan sesuatu yang tidak bisa menjadi bisa, belum tahu menjadi tahu kemudian akan bermanfaat untuk diri sendiri dan orang lain.

2.3.2 Faktor - faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

  Pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya sistem lingkungan belajar yang kondusif, hal ini akan berkaitan dengan faktor dari luar siswa. Adapun faktor yang mempengaruhinya adalah mendapatkan pengetahuan, penanaman konsep, keterampilan, dan pembentukan sikap. Menurut Slameto (2008:54-72) faktor yang mempengaruhi hasil belajar digolongkan menjadi dua yaitu, faktor intern meliputi, faktor jasmaniah, psikologis, dan kelelahan, sedangkan faktor ekstern meliputi, faktor keluarga, sekolah, dan masyarakat. Dua faktor tersebut akan dijelaskan dengan penjelasan sebagai berikut:

1. Faktor-faktor intern

  Faktor intern adalah faktor yang berasal dari diri siswa. Faktor intern ini terbagi menjadi tiga faktor yaitu, faktor jasmaniah, faktor psikologis dan faktor kelelahan.

  a) Faktor jasmaniah

  Sehat berarti dalam keadaan baik segenap badan beserta bagian- bagiannya atau bebas dari penyakit. Pertama adalah kesehatan seseorang sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Proses belajar akan terganggu jika kesehatan seseorang terganggu, selain itu ia akan cepat lelah, kurang bersemangat, mudah pusing, mengantuk jika badannya lemah, kurang darah ataupun ada gangguan fungsi alat indera serta tubuhnya. Kedua adalah cacat tubuh. Cacat tubuh adalah mengenai tubuh. Cacat ini dapat berupa buta, tuli, patah kaki, patah tangan, lumpuh dan lain-lain. Jika ini terjadi maka belajar akan terganggu, hendaknya apabila cacat ia disekolahkan di sekolah khusus atau diusahakan alat bantu agar dapat mengurangi pengaruh kecacatan itu.

  b) Faktor psikologis

  Sekurangnya ada tujuh faktor yang tergolong ke dalam faktor psikologis yang mempengaruhi belajar. Faktor-faktor itu adalah pertama inteligensi yaitu kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan ke dalam situasi yang baru dengan cepat dan efektif, menggunakan konsep-konsep yang abstrak secara efektif, mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan cepat. Kedua perhatian yaitu keaktifan jiwa yang dipertinggi, jiwa itupun semata- mata tertuju kepada suatu objek atau sekumpulan objek. Ketiga minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Keempat bakat yaitu kemampuan untuk belajar. Kemampuan ini akan baru terealisasi menjadi kecakapan nyata sesudah belajar atau berlatih. Kelima motif harus diperhatikan agar dapat belajar dengan baik harus memiliki motif atau dorongan untuk berfikir dan memusatkan perhatian saat belajar. Keenam kematangan adalah suatu tingkat pertumbuhan seseorang. Ketujuh kesiapan adalah kesediaan untuk memberi respon atau bereaksi. Dari faktor-faktor tersebut sangat jelas mempengaruhi belajar, dan apabila belajar terganggu maka hasil belajar tidak akan baik.

  c) Faktor kelelahan

  Kelelahan seseorang walaupun sulit untuk dipisahkan tetapi dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu kelelahan jasmani dan kelelahan rohani (bersifat praktis). Kelelahan jasmani terlihat dengan lemah lunglainya tubuh yang menimbulkan keinginan untuk bagian tertentu. Selain itu kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan kebosanan, sehingga minat untuk menghasilkan sesuatu hilang. Kelelahan ini sangat terasa pada bagian kepala sehingga sulit untuk berkonsentrasi, seolah-olah otak kehabisan daya untuk bekerja. Kelelahan rohani dapat terjadi terus-menerus karena memikirkan masalah yang dianggap berat tanpa istirahat, menghadapi suatu hal yang selalu sama atau tanpa ada variasi dalam mengerjakan sesuatu karena terpaksa dan tidak sesuai dengan bakat, minat dan perhatiannya.

  Menurut Slameto (2008:60) kelelahan baik jasmani maupun rohani dapat dihilangkan dengan cara sebagai berikut tidur, istirahat, mengusahakan variasi dalam belajar, menggunakan obat-obat yang melancarkan peredaran darah, rekreasi atau ibadah teratur, olah raga, makan yang memenuhi sarat empat sehat lima sempurna, apabila kelelahan terus-menerus hubungi seorang ahli kesehatan.

2. Faktor-faktor ekstern

  Faktor ekstern adalah faktor yang berasal dari luar siswa. Faktor ini meliputi faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat.

  a) Faktor keluarga

  Siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa cara orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah tangga dan keadaan ekonomi keluarga. Keluarga merupakan salah satu yang berperan pada hasil belajar. Sehingga orang tua harus mendorong, memberi semangat, membimbing, memberi teladan yang baik, menjalin hubungan yang baik, memberikan suasana yang mendukung belajar, dan dukungan material yang cukup.

  a) Faktor sekolah

  Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar ini mencakup metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standar

  Sekolah adalah lingkungan kedua yang berperan besar memberi pengaruh pada hasil belajar siswa. Sekolah harus menciptakan suasana yang kondusif bagi pembelajaran, hubungan dan komunikasi antar siswa di lingkungan sekolah berjalan baik, kurikulum yang sesuai, kedisiplinan sekolah, gedung yang nyaman, metode pembelajaran aktif-interaktif, pemberian tugas rumah, dan sarana penunjang cukup memadai seperti perpustakaan sekolah dan sarana yang lainnya.

  b) Faktor masyarakat

  Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Pengaruh ini karena keberadaan siswa dalam masyarakat. Faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa ini meliputi, pertama kegiatan siswa dalam mayarakat yaitu misalnya siswa ikut dalam organisasi masyarakat, kegiatan-kegiatan sosial, keagamaan dan lain-lain, maka belajar akan terganggu, lebih-lebih jika tidak bijaksana dalam mengatur waktunya. Kedua multi media misalnya TV, radio, bioskop, surat kabar, buku-buku, komik dan lain-lain. Semua itu ada dan beredar di masyarakat. Ketiga teman bergaul, teman bergaul siswa lebih cepat masuk dalam jiwanya daripada yang kita duga. Teman bergaul yang baik akan memberi pengaruh yang baik terhadap diri siswa begitu sebaliknya. Contoh teman bergaul yang tidak baik misalnya suka begadang, pecandu rokok, pemabuk, penjinah, dan lain-lain. Keempat bentuk kehidupan masyarakat. Kehidupan masyarakat di sekitar siswa juga berpengaruh pada hasil belajar siswa. Masyarakat yang terdiri dari orang-orang yang tidak terpelajar, penjudi, suka mencuri, dan mempunyai kebiasaan yang tidak baik akan berpengaruh jelek kepada siswa yang tinggal di situ.

2.4 Kajian Penelitian yang Relevan

  Ayu Laksmi (2008) dalam penelitiannya berfokus pada ada atau tidaknya pengaruh penerapan metode pembelajaran discovery learning terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA kelas V SDN Gendongan 01 Salatiga semester II tahun pelajaran 2011/2012. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penerapan metode discovery learning terhadap hasil belajar siswa kelas V SDN Gendongan 01 Salatiga maka dilakukan penelitian eksperimen dengan desain nonequivalent control group design. Pada uji perbedaan rata-rata dengan Independent-Samples T Test didapat nilai t hitung lebih besar dari t tabel yaitu sebesar 2,154 dengan t tabel sebesar 2,004 maka ada perbedaan rata-rata antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Dengan melihat signifikansi, pada hasil uji t adalah 0,036 atau lebih kecil dari 0,05 maka terdapat perbedaan rata-rata antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Dari hasil penelitian didapat bahwa implementasi metode discovery learning berpengaruh terhadap hasil belajar siswa kelas V SDN Gendongan 01 Salatiga semester II tahun pelajaran 2011/2012.

  Dewi Kurnia Sari (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Penggunaan Metode Discovery Learning Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Kelas IV SDN Nogosaren Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang Tahun Ajaran 2010/2011 ”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah penerapan metode discovery learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam kegiatan belajar mengajar khususnya pembelajaran IPA di SD Negeri Nogosaren. Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimen semu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar kelompok eksperimen yang diberi perlakuan pembelajaran dengan metode discovery learning memperoleh rata-rata nilai 79,38, sedangkan nilai rata-rata kelompok yang diberi perlakuan dengan metode konvensional sebesar 69,69. Hal ini berarti ada perbedaan hasil belajar sebesar 9,69, dimana kelompok yang diberi perlakuan dengan menggunakan metode

  

discovery learning memiliki hasil belajar yang lebih tinggi dibandingkan

kelompok yang diberi perlakuan dengan menggunakan metode konvensional.

  Penelitian yang mengacu pada penelitian sebelumnya, maka peneliti demikian perbedaannya dengan penelitian terdahulu adalah pada subjek penelitian karena peneliti berasumsi bahwa perbedaan subjek penelitian merupakan faktor lain yang akan mempengaruhi hasil belajar, selain itu fokus penelitian ini adalah mengetahui pengaruh penggunaan model discovery learning terhadap hasil belajar

  IPA pada siswa kelas IV SD Negeri koripan 01 semester II tahun ajaran 2014/2015. Dalam penelitian yang dilakukan penulis, penerapan model discovery

  

learning ini dirancang dengan pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa,

  siswa tidak hanya belajar didalam ruang kelas tetapi siswa belajar dengan memanfaatkan lingkungan sekitar, dengan belajar di luar kelas siswa akan lebih termotivasi untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. Pembelajaran IPA yang dikemas dengan proses penemuan sendiri menjadikan siswa lebih berfikir kritis. Informasi yang didapat ini tidak serta merta menjadi informasi yang mentah diperoleh siswa, namun dalam pembelajaran siswa diberi kesempatan untuk mempresentasikan penemuannya tersebut. Dengan kegiatan pembelajaran IPA yang penuh dengan kegiatan eksperimen seperti pembelajaran discovery learning ini, memberi peluang siswa untuk meningkatkan kemampuannya dalam memecahkan masalah.

2.5 Kerangka Pikir

  Penelitian ini akan dilakukan di kelas IV SD N Koripan 01 dan SD N Koripan 04. Kelas IV SD N Koripan 01 sebagai kelas eksperimen dan kelas IV SD N Koripan 04 sebagai kelas kontrol.

  Dalam penelitian ini penulis akan membuat soal yang akan digunakan untuk mengambil hasil belajar siswa. Soal test uji validitas diujikan pada sekolah yang tidak diberi perlakuan, dan hasilnya di hitung menggunakan bantuan SPSS 16.0, kevalidan untuk diujikan setelah perlakuan pembelajaran selesai dan soal uji homogenitas (uji kesetaraan) adalah soal untuk menguji kesetaraan dari kedua sekolah yang belum diberi perlakuan. Soal tes akhir akan diberikan setelah kelas diberi perlakuan.

  Pengambilan hasil belajar dilakukan dengan cara memberikan soal tes mengetahui kenormalan antara kedua sekolah tersebut. Soal tes awal bertujuan untuk mengetahui tingkat kesetaraan antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol. Dalam pembelajaran digunakan penerapan model discovey learning pada kelas eksperimen, sedangkan untuk kelas kontrol menggunakan model konvensional. Kedua kelas diberikan soal yang sama yaitu soal tes untuk mengukur tingkat pemahaman mereka terhadap pembelajaran yang sudah diberi perlakuan dan yang tidak diberi perlakuan. Dari hasil skor soal tes kemudian dianalisis dengan uji normalitas, analisis deskriptif dan uji beda. Kemudian mengambil kesimpulan dari penelian. Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut, dapat dituangkan dalam alur kerangka berpikir sebagai berikut.

  Pembelajaran Kelas menggunakan model

  Pretest

  kontrol

  Postest

  pembelajaran

  konvensional

  Uji beda hasil postest apakah ada Mengetahui tingkat pengaruh yang signifikan dengan

  Homogenitas antara kelas penggunaan model discovery kontrol dan kelas

  learning

  eksperimen Pembelajaran model

  Kelas

  Postest Pretest discovery learning

  eksperimen

  

Gambar.2.1 Skema Kerangka Berpikir

2.6 Hipotesis Penelitian

  2.6.1 Hipotesis Empirik Hipotesis dalam penelitian ini penulis memaparkan hipotesis empirik.

  Adapun hipotesis empirik dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: adanya pengaruh penerapan model discovery learning terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA di kelas IV SD Negeri Koripan 01 Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang semester II Tahun Pelajaran 2014/2015.

  2.6.2 Hipotesis Statistik

  Sedangkan hipotesis statistik dirumuskan sebagai berikut: 1. o : r Tidak ada hubungan signifikan antara

  H xy1 ≤ pengaruh model pembelajaran discovery

  learning terhadap hasil belajar siswa pada

  mata pelajaran IPA di kelas IV SDN Koripan

  01 Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang semester II Tahun Pelajaran 2014/2015.

  2.

  1 : r xy1 > Ada hubungan signifikan antara pengaruh

  H model pembelajaran discovery learning terhadap hasil belajar siswa pada mata

  pelajaran IPA di kelas IV SDN Koripan 01 Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang semester II Tahun Pelajaran 2014/2015.

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Kinerja Wireless ZigBee terhadap Delay, Jitter, Packet Loss dan Throughput pada Sistem Sensor Parkir Kendaraan Bermotor

0 0 19

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Kinerja Komunikasi Voice pada Jaringan Virtual Local Area Network

0 0 21

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perancangan Kriptografi Block Cipher 64 Bit Berbasis Pola Pulau Ambon

0 0 27

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perancangan Kriptografi Block Cipher Berbasis Pola Notasi Balok 1/8

0 0 27

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Kreativitas Belajar IPA Melalui Pendekatan Pembelajaran Saintifik Siswa Kelas 4 SD Negeri Tegalrejo 04 Kota Salatiga Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015

0 0 18

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Kreativitas Belajar IPA Melalui Pendekatan Pembelajaran Saintifik Siswa Kelas 4 SD Negeri Tegalrejo 04 Kota Salatiga Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015

0 0 8

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Kreativitas Belajar IPA Melalui Pendekatan Pembelajaran Saintifik Siswa Kelas 4 SD Negeri Tegalrejo 04 Kota Salatiga Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015

0 0 26

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Kreativitas Belajar IPA Melalui Pendekatan Pembelajaran Saintifik Siswa Kelas 4 SD Negeri Tegalrejo 04 Kota Salatiga Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Kreativitas Belajar IPA Melalui Pendekatan Pembelajaran Saintifik Siswa Kelas 4 SD Negeri Tegalrejo 04 Kota Salatiga Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015

0 0 66

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Penerapan Model Discovery Learning terhadap Hasil Belajar IPA pada Siswa Kelas IV SD Negeri Koripan 01 Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang Semester II Tahun Ajaran 2014/2015

0 0 6