Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Pemetaan Pemukiman Kumuh pada Kota Salatiga dengan Metode Simple Additive Weighting (SAW)
Analisis Pemetaan Pemukiman Kumuh Pada Kota Salatiga dengan Metode Simple Additive Weighting (SAW) Artikel Ilmiah Diajukan Kepada Fakultas Teknologi Informasi Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sistem Informasi Peneliti : Yongky Andreas Tendean (682014069) Charitas Fibriani, S. Kom., M.Eng. Program Studi Sistem Informasi Fakultas Teknologi Informasi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga Januari 2018
1. Pendahuluan
Permukiman kumuh merupakan suatu area permukiman yang tidak memenuhi persyaratan teknis maupun non teknis sebagai area layak huni [1]. Kondisi wilayah perkotaan yang semakin tidak terkendali akibat adanya urbanisasi dapat meningkatkan pertumbuhan wilayah permukiman kumuh pada kawasan tersebut serta tidak terserapnya ketenagakerjaan penduduk di kawasan perkotaan maka hal mengakibatkan kemiskinan [2]. Kemiskinan ini berakibat pada kebutuhan pokok mereka yaitu salah satunya kebutuhan tempat tinggal atau hunian, dikarenakan mereka yang terkena dari dampak kemiskinan tersebut tidak mampu untuk membeli ataupun menyewa rumah yang layak huni baik dari lokasi maupun dari kondisi bangunannya.
Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (DPKP) merupakan salah satu organisasi perangkat daerah pada Kota Salatiga yang memiliki tugas pokok yang salah satunya ialah kewenangan untuk melakukan penanganan mengenai permukiman kumuh pada Kota Salatiga dimana hal ini juga merupakan target program pemerintah Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) [3].
Berkaitan dengan pemaparan latar belakang tersebut, Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Kota Salatiga memiiki upaya untuk menyelenggarakan pembenahan area kawasan permukiman kumuh, untuk mengetahui area permukiman kumuh yang perlu mendapatkan penanganan terlebih dahulu dengan kriteria kumuh berat maka dilakukanlah proses analisis. Analisis tersebut dilakukan dengan melakukan perbandingan menggunakan perangkingan kriteria yang sudah ditetapkan didalam Buku Kajian Perencanaan Database Permukiman Kumuh Kota Salatiga dengan perangkingan menggunakan metode Simple Additive Weighting (SAW), metode tersebut adalah metode pengolahan data dengan cara perangkingan pada atribut atau kriteria di tiap alternatif. Diharapakan hasil dari perbandingan ini dapat menjadi informasi bagi dinas terkait maupun pemerintah Kota Salatiga mengenai penanganan penentuan area permukiman kumuh yang memiliki priotas utama dengan kategori kumuh berat untuk ditangani terlebih dahulu.
Output yang nantinya akan dihasilkan dari penelitian ini adalah hasil analisis berupa peta informasi permukiman kumuh dengah kategori kumuh ringan, kumuh sedang, kumuh berat pada Kota Salatiga.
2. Tinjauan Pustaka
Pada penelitian berjudul “ Pemetaan Kualitas Permukiman dengan Menggunakan Penginderaan Jauh dan SIG di Kecamatan Batam Kota, Kota Batam “, penelitian ini membahas mengenai Kualitas pada area permukiman di Kecamatan Batam Kota Batam dengan menggunakan data citra resolusi tinggi (Google Earth). Analsis pada penelitian ini menggunakan metode skoring dan tumpang susun (overlay) dari parameter yang digunakan. Parameter yang digunakanan pada penelitian ini adalah kepadatan bangunan, tata letak bangunan, lebar jalan masuk,kondisi jalan masuk, lokasi permukiman dan pohon pelindung dari interprestasi citra resolusi tinggi (Google Earth). Hasil dari analisis penelitian berupa peta informasi pada Kecamatan Batam, Kota Batam yang didominasi tingkat kualitas sedang, kualitas baik dan kualitas buruk merupakan persebaran permukiman yang paling sedikit [4].
Pada penelitian berjudul “ Fuzzy Multiple Attribute Decision Making (FMADM) Sebagai Metode Penentuan Permukiman Kumuh Di Wilayah Pringsewu
”, penelitian ini membahas tentang penilaian terhadap penentuan area permukiman kumuh menggunakan FMADM dengan menggunakan metode SAW pada tiap atribut atau kriteria yang di gunakan dalam penilaian. Kriteria yang di gunakan pada penilitan ini ialah Drainase, Sampah, Jarak Antar Bangunan, Air Bersih, MCK, Kepadatan Bangunan, Kepadatan penduduk. Hasil pada penelitian tersebut alternatif yang memiliki nilai terkecil merupakan area yang mendapatkan status kriteria sebagai araa paling kumuh dari alternatif lain dengan nilai 0,35 pada alternatif tersebut [5].
Pada hasil laporan berjudul “ Laporan Akhir Database Permukiman Kumuh Kota
Salatiga Tahun 2015
” yang membahas mengenai area lokasi tentang persebaran permukiman kumuh pada Kota Salatiga dengan menggunakan metode penyebaran kuesioner, observasi bangunan dan lingkungan, wawancara serta pengumpulan data sekunder pada identifikasi permasalahan kekumuhan di Kota Salatiga. Identifikasi permasalahan kekumuhan ini digunakan sebagai parameter acuan pengolahan data yang memiliki jumlah 19 parameter, yaitu Keteraturan bangunan, Ketentuan kepadatan bangunan, Syarat teknis bangunan, Layanan jaringan jalan lingkungan, Kualitas permukaan jalan, Area genangan, Ketersediaan drainase, Penghubung drainase, Kebersihan drainase, Konstruksi drainase, Akses air minum, Kebutuhan air minum, Sistem air limbah, Sapras air limbah, Sapras sampah, Sistem sampah, Perawatan sapras sampah, Prasarana kebakaran, Sarana kebakaran. Dalam hasil laporan ini proses penilaian pembobotan identifikasi masalah ialah Kumuh Berat memiliki nilai bobot 55
- – 75, Kumuh Sedang memiliki nilai bobot 35
- – 54 dan Kumuh Ringan memiliki nilai bobot 15 – 34. Hasil dari laporan ini ialah Kota Salatiga memiliki 63 area yang sudah dikelompokkan dengan informasi Rukun Tangga (RT) dan Rukun Warga (RW) dalam setiap areanya dan terdapat 53 area dengan status Kumuh Ringan, 10 area dengan status Kumuh Sedang dan tidak terdapatnya area dengan status Kumuh Berat [6].
Pada penelitian ini akan melakukan analisis mengenai permukiman kumuh di kota Salatiga dengan menggunakan metode SAW. Penelitian ini menggunakan data kuantitatif yang telah tersedia di Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (DPKP) Kota Salatiga. Data tersebut merupakan data hasil analisis dari tim penyusun buku Laporan Akhir Database Permukiman Kumuh Kota Salatiga Tahun 2015 yang dulunya diampu oleh Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (Cipkataru) Kota Salatiga dan dijadikan sebagai data sekunder pada penelitian ini. Data yang telah didapatkan tersebut akan diolah dalam bentuk sajian tabel dan di kelompokkan berdasarkan kriteria dan area permukiman kumuh. Dalam menggolah analisis data ini menggunakan metode SAW untuk melakukan perbandingan status area kawasan kumuh dengan hasil analisis yang telah dilakukan oleh permerintah Kota Salatiga, dilakukannya analisis ini dikarenakan terdapatnya temuan bahwa tidak terdapatnya area permukiman kumuh pada Kota Salatiga dengan status Kumuh Berat. Kriteria atau parameter yang digunakan dalam penilaian ini terdapat 19 kriteria yaitu Keteraturan bangunan, Ketentuan kepadatan bangunan, Syarat teknis bangunan, Layanan jaringan jalan lingkungan, Kualitas permukaan jalan, Area genangan, Ketersediaan drainase, Penghubung drainase, Kebersihan drainase, Konstruksi drainase, Akses air minum, Kebutuhan air minum, Sistem air limbah, Sapras air limbah, Sapras sampah, Sistem sampah, Perawatan sapras sampah, Prasarana kebakaran, Sarana kebakaran. Sedangkan untuk alternatif yang digunakan terdapat 86 area kawasan permukiman kumuh yang tersebar di Kota Salatiga, area kawasan permukiman kumuh tersebut berdasarkan dari pengelompokan area yang berasal dari data sekunder yang didapatkan. Hasil dari perangkingan area kawasan permukiman kumuh pada penelitian ini akan berupa status keterangan, status tersebut ialah kumuh ringan, kumuh sedang, kumuh berat. Pada status keterangan dari hasil analisis pemerintah Kota Salatiga terdapat 4 jenis yaitu tidak kumuh, kumuh ringan, kumuh sedang, kumuh berat, pada status keterangan tidak kumuh akan menjadi bagian kumuh ringan pada status keterangan penelitian ini. Hasil dari perbandingan tersebut akan di tampilkan sebagai peta informasi yang dapat mengetahui status keterangan dari kedua peta yaitu peta informasi dengan data rangking dari hasil analisis pemerintah Kota Salatiga dengan data rangking menggunakan metode SAW.
Metode SAW atau yang lebih sering dikenal dengan sebutan metode penjumlahan terbobot. Konsep metode ini merupanan mengharuskan pembuat keputusan untuk menentukan bobot nilai pada setiap atribut. Rating pada setiap atribut harus melewati proses normalisasi sebelumnya, pada metode ini membutuhkan proses normalisasi matriks keputusan (X) ke skala yang dapat diperbandingkan dengan semua rating alternatif yang ada [7].
Berikut langkah
- – langkah dalam melakukan penyelesaian menggunakan metode SAW, pertama menentukan Ci yang merupakan kriteria saja yang akan dijadikan sebagai acuan dalam pengabilan keputusan, kedua tentukan rating kecocokan pada setiap kriteria di setiap alternatif, ketiga buat matriks keputusan yang berdasarkan (Ci), kemudian melakukan normalisasi matriks dengan berdasarkan persamaan yang disesuaikan dengan jenis atribut (atribut biaya atau atribut ) yang nantinnya akan diperoleh matriks ternomalisasi R. Rumus yang digunakan untuk melakukan proses normalisasi adalah seperti pada Formula (1). Sedangkan untuk hasil akhir yang diperoleh dari proses perangkingan yaitu penjumlahan dari perkalian matriks yang ternomalisasi R dengan vector bobot sehingga yang diperoleh nilai terbesar yang terpilih sebagai alternative yang terbaik (Ai) dan nilai prefrensi untuk setiap alternatif (Vi) diberikan sebagai rumus pada Formula (3). Setelah itu hasil akhir dari metode SAW akan diolah dengan rumus distribusi frekuensi pada Formula (4)
Jika j adalah atribut keuntungan (benefit)
Max i (1)
Min
= {
i
Jika j adalah atribut biaya (cost)
(2)
= ∑ W R
j ij (3)
=
=
(4)
Keterangan : Rij = Nilai rating kinerja ternomalisasi
ij
X = Nilai atribut yang dimiliki dari setiap kriteria Max X ij = Nilai terbesar dari setiap kriteria i Min X ij = Nilai terkecil dari setiap kriteria i Vi = Nilai rangking untuk setiap alternative W j = Nilai bobot dari setiap kriteria c = Lebar interval kelas R = Range atau kisaran data k = Jumlah Interval kelas
Pada bab ini akan menjelaskan mengenai tahapan penelitian yang dilaksanakan. Tahapan penelitian merupakan proses urutan atau langkah
- – langkah dalam melakukan penyelesaian dari permasalahan yang dibahas. Pada Gambar 1 akan menjelaskan mengenai alur tahapan penelitian dalam melakukan pencapaian tujuan dari penelitian.
Gambar 1. Tahapan Penelitian
Tahapan penelitian ini dimulai dengan melakukan pengidentifikasian masalah yang terjadi pada kawasan permukiman kumuh Kota Salatiga dengan dilakukan wawancara kepada kepala bidang kawasan permukiman. Terdapatnya temuan mengenai permasalahan area permukiman kumuh yang membutuhkan penanganan terlebih dahulu.
Setelah diketahui temuan masalah berdasarkan indentifikasi masalah maka dilakukan suatu rumusan masalah yaitu dengan melakukan analisis untuk area permukiman kumuh pada Kota Salatiga dengan menggunakan data sekunder sebagai acuan dengan menggunakan metode SAW sebagai proses perhitungan dalam perangkingan.
Studi Literatur dibutuhkan sebagai pendukung dan acuan dalam pembentukan landasan penelitian. Penggunaan literatur yang berkaitan dengan penelitian ini diantaranya studi pustaka mengenai kriteria overlay, permukiman kumuh dan metode SAW.
Data yang didapatkan dan digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang didapatkan dari Dinas DPKP Kota Salatiga. Data sekunder tersebut berupa data non spasial yaitu data kuantitatif permukiman kumuh dan data spasial yaitu peta administrasi kota salatiga, peta kondisi bangunan, peta kondisi jalan lingkungan, peta kondisi drainase lingkungan, peta kondisi penyediaan air minum, peta kondisi pengelolaan air limbah, peta kondisi pengelolaan persampahan, peta kondisi pengamanan bahaya kebakaran.
Data sekunder kemudian akan diolah dengan menggunakan analisis spasial yaitu dengan
overlay pada data peta tersebut yang nantinya akan menghasilkan data temuan baru dan
selanjutnya akan diolah dengan menggunakan metode SAW. Pada Tabel 1 akan menjelaskan mengenai kriteria lokasi yang digunakan berdasarkan penyesuaian dengan data non spasial.
Tabel 1. Kriteria lokasi berdasarkan dengan data non spasial
Kriteria Penilaian
Keteraturan bangunan Semakin bangunan pada lokasi tidak memiliki keteraturan maka
semakin baik.Ketentuan kepadatan bangunan Semakin bangunan memiliki kepadatan tidak sesuai ketentuan maka
semakin baik.Syarat teknis bangunan Semakin bangunan pada lokasi tidak memenuhi pesyaratan teknis
maka semakin baik. Layanan jaringan jalan lingkunganSemakin area tidak terlayani oleh jaringan jalan lingkungan maka semakin baik.
Kualitas permukaan jalan Semakin area yang memiliki kualitas permukaan jalan yang buruk
maka semakin baik.Area genangan Semakin area drainase lingkungan yang tidak mampu mengatasi
genangan pada kawasan permukiman maka semakin baik.Ketersediaan drainase Semakin area yang tidak tersedia drainase lingkungan maka semakin
baik.Penghubung drainase Semakin drainase lingkungan tidak terhubung dengan hirarki di
atasnya maka semakin baik.
Identifikasi Masalah
Rumusan Masalah
Studi Literatur
Pengumpulan Data
Pengolahan Data
Penarikan Kesimpulan
Kebersihan drainase Semakin area yang memiliki drainase lingkungan yang kotor dan
berbau maka semakin baik.Konstruksi drainase Semakin area memiliki kualitas konstruksi drainase lingkungan yang
buruk maka semakin baik.Akses air minum Semakin populasi tidak dapat mengakses air minum yang aman
maka semakin baik.Kebutuhan air minum Semakin populasi tidak terpenuhi kebutuhan air minum minimalnya
maka semakin baik.Sistem air limbah Semakin area yang memiliki sistem air limbah yang tidak sesuai
standar teknis maka semakin baik.
Sapras air limbah Semakin area yang memiliki sarpras air limbah yang tidak sesuai
persyaratan teknis maka semakin baik.Sapras sampah Semakin area yang memiliki sarpras pengelolaan persampahan yang
tidak sesuai persyaratan teknis maka semakin baik.Sistem sampah Semakin area yang memiliki sistem persampahan yang tidak sesuai
standar teknis maka semakin baik.
Perawatan sapras sampah Semakin area yang memiliki sarpras persampahan yang tidak
terpelihara maka semakin baik.
Prasarana kebakaran Semakin area yang tidak memiliki prasarana proteksi kebakaran
maka semakin baik.Sarana kebakaran Semakin area yang tidak memiliki sarana proteksi kebakaran maka
semakin baikPada data sekunder yang ditemukan kemudian akan dilakukan pencocokan dengan kriteria yang ada. Pada tabel 2 akan menjelaskan mengenai data sekunder yang mewakili kriteria yang ada.
Tabel 2. Relasi Kriteria dan Data Spasial
Kriteria Data Spasial
Keteraturan bangunan Peta Kondisi Bangunan Ketentuan kepadatan bangunan Peta Kondisi Bangunan Syarat teknis bangunan Peta Kondisi Bangunan Layanan jaringan jalan lingkungan Peta Kondisi Jalan Lingkungan Kualitas permukaan jalan Peta Kondisi Jalan Lingkungan Area genangan Peta Kondisi Drainase Lingkungan Ketersediaan drainase Peta Kondisi Drainase Lingkungan Penghubung drainase Peta Kondisi Drainase Lingkungan Kebersihan drainase Peta Kondisi Drainase Lingkungan Konstruksi drainase Peta Kondisi Drainase Lingkungan Akses air minum Peta Kondisi Penyediaan Air Minum Kebutuhan air minum Peta Kondisi Penyediaan Air Minum Sistem air limbah Peta Kondisi Pengelolaan Air Limbah Sapras air limbah Peta Kondisi Pengelolaan Air Limbah Sapras sampah Peta Kondisi Pengelolaan Persampahan Sistem sampah Peta Kondisi Pengelolaan Persampahan Perawatan sapras sampah Peta Kondisi Pengelolaan Persampahan Prasarana kebakaran Peta Kondisi Pengamanan Bahaya Kebakaran Sarana kebakaran Peta Kondisi Pengamanan Bahaya Kebakaran
Pada pemberian nilai pembobotan akan menggunakan acuan dari buku Laporan Akhir Database Permukiman Kumuh Kota Salatiga Tahun 2015 sebagai nilai bobot pada tiap kriteria. Pembobotan akan lebih di jelaskan pada Tabel 3.
5 Ketersediaan drainase 25% - 50% area tidak tersedia drainase lingkungan
5 Sistem air limbah 25% - 50% area memiliki sistem air limbah yang tidak sesuai standar teknis 1 51% - 75% area memiliki sistem air limbah yang tidak sesuai standar
1 51% - 75% populasi tidak terpenuhi kebutuhan air minum minimalnya 3 76% - 100% populasi tidak terpenuhi kebutuhan air minum minimalnya
5 Kebutuhan air minum 25% - 50% populasi tidak terpenuhi kebutuhan air minum minimalnya
1 51% - 75% populasi tidak dapat mengakses air minum yang aman 3 76% - 100% populasi tidak dapat mengakses air minum yang aman
5 Akses air minum 25% - 50% populasi tidak dapat mengakses air minum yang aman
3 76% - 100% area memiliki kualitas konstruksi drainase lingkungan yang buruk
5 Konstruksi drainase 25% - 50% area memiliki kualitas konstruksi drainase lingkungan yang buruk 1 51% - 75% area memiliki kualitas konstruksi drainase lingkungan yang buruk
1 51% - 75% area memiliki drainase lingkungan yang kotor dan berbau 3 76% - 100% area memiliki drainase lingkungan yang kotor dan berbau
5 Kebersihan drainase 25% - 50% area memiliki drainase lingkungan yang kotor dan berbau
3 76% - 100% drainase lingkungan tidak terhubung dengan hirarki di atasnya
5 Penghubung drainase 25% - 50% drainase lingkungan tidak terhubung dengan hirarki di atasnya 1 51% - 75% drainase lingkungan tidak terhubung dengan hirarki di atasnya
1
51% - 75% area tidak tersedia drainase lingkungan
3 76% - 100% area tidak tersedia drainase lingkungan1 51% - 75% area terjadi genangan >30cm, > 2 jam dan > 2 x setahun 3 76% - 100% area terjadi genangan >30cm, > 2 jam dan > 2 x setahun
Tabel 3. Bobot Kriteria
5 Area genangan 25% - 50% area terjadi genangan >30cm, > 2 jam dan > 2 x setahun
1 51% - 75% area memiliki kualitas permukaan jalan yang buruk 3 76% - 100% area memiliki kualitas permukaan jalan yang buruk
5 Kualitas permukaan jalan 25% - 50% area memiliki kualitas permukaan jalan yang buruk
1 51% - 75% area tidak terlayani oleh jaringan jalan lingkungan 3 76% - 100% area tidak terlayani oleh jaringan jalan lingkungan
25% - 50% area tidak terlayani oleh jaringan jalan lingkungan
5 Layanan jaringan jalan lingkungan
5 Syarat teknis bangunan 25% - 50% bangunan pada lokasi tidak memenuhi pesyaratan teknis 1 51% - 75% bangunan pada lokasi tidak memenuhi pesyaratan teknis 3 76% - 100% bangunan pada lokasi tidak memenuhi pesyaratan teknis
1 51% - 75% bangunan memiliki kepadatan tidak sesuai ketentuan 3 76% - 100% bangunan memiliki kepadatan tidak sesuai ketentuan
25% - 50% bangunan memiliki kepadatan tidak sesuai ketentuan
5 Ketentuan kepadatan bangunan
1 51% - 75% bangunan pada lokasi tidak memiliki keteraturan 3 76% - 100% bangunan pada lokasi tidak memiliki keteraturan
Kriteria Keterangan Nilai Keteraturan bangunan 25% - 50% bangunan pada lokasi tidak memiliki keteraturan
3 teknis 76% - 100% area memiliki sistem air limbah yang tidak sesuai standar 5 teknis
Sapras air limbah 25% - 50% area memiliki sarpras air limbah yang tidak sesuai
1 persyaratan teknis 51% - 75% area memiliki sarpras air limbah yang tidak sesuai
3 persyaratan teknis 76% - 100% area memiliki sarpras air limbah yang tidak sesuai
5 persyaratan teknis Sapras sampah 25% - 50% area memiliki sarpras pengelolaan persampahan yang tidak
1 sesuai persyaratan teknis 51% - 75% area memiliki sarpras pengelolaan persampahan yang tidak
3 sesuai persyaratan teknis 76% - 100% area memiliki sarpras pengelolaan persampahan yang
5 tidak sesuai persyaratan teknis Sistem sampah 25% - 50% area memiliki sistem persampahan yang tidak sesuai
1 standar teknis 51% - 75% area memiliki sistem persampahan yang tidak sesuai
3 standar teknis 76% - 100% area memiliki sistem persampahan yang tidak sesuai
5 standar teknis Perawatan sapras sampah 25% - 50% area memiliki sarpras persampahan yang tidak terpelihara
1 51% - 75% area memiliki sarpras persampahan yang tidak terpelihara 3 76% - 100% area memiliki sarpras persampahan yang tidak terpelihara
5 Prasarana kebakaran 25% - 50% area tidak memiliki prasarana proteksi kebakaran
1 51% - 75% area tidak memiliki prasarana proteksi kebakaran 3 76% - 100% area tidak memiliki prasarana proteksi kebakaran
5 Sarana kebakaran 25% - 50% area tidak memiliki sarana proteksi kebakaran
1 51% - 75% area tidak memiliki sarana proteksi kebakaran 3 76% - 100% area tidak memiliki sarana proteksi kebakaran
5 Berdasarkan pembobotan nilai kriteria pada tabel diatas, untuk langkah berikutnya ialah
menentukan range skor tingkat kekumuhan, maka dari itu diperlukan penjumlahan skor total dari hasil analisis spasial overlay yang telah dilakukan sebelumnya dan menentukan total skor terendah dan tertinggi untuk menentukan nilai range skor tingkat kekumuhan. Total skor tersebut akan di klasifikasikan berdasarkan acuan buku Laporan Akhir Database Permukiman Kumuh Kota Salatiga Tahun 2015 yaitu seperti pada Tabel 4.
Tabel 4. Range Skor Kekumuhan.
Skor Total Tingkat Kumuh
55 - 75 Kumuh Berat
35 - 54 Kumuh Sedang 15 - 34 Kumuh RinganPada perhitungan ini terdapat 86 area yang di gunakan sebagai alternatif yaitu, A1 = Cebongan 1, A2 = Cebongan 2, A3 = Cebongan 3, A4 = Kumpulrejo 1, A5 = Kumpulrejo 2, A6 = Ledok 1, A7 = Ledok 2, A8 = Ledok 3, A9 = Ledok 4, A10 = Ledok 5, A11 = Ledok 6, A12 = Ledok 7, A13 = Ledok 8, A14 = Noborejo 1, A15 = Noborejo 2, A16 = Noborejo 3, A17 = Randuacir 1, A18 = Randuacir 2, A19 = Randuacir 3, A20 = Randuacir 4, A21 = Tegalrejo 1 ,A22 = Tegalrejo 2, A23 = Tegalrejo 3, A24 = Tegalrejo 4, A25 = Tegalrejo 5, A26 = Tegalrejo 6, A27 = Dukuh 1, A28 = Dukuh 2, A29 = Kalicacing 1, A30 = Kalicacing 2, A31 = Kalicacing
3, A32 = Kecandran 1, A33 = Kecandran 2, A34 = Kecandran 3, A35 = Kecandran 4, A36 = Mangunsari 1, A37 = Mangunsari 2, A38 = Mangunsari 3, A39 = Blotongan 1, A40 = Blotongan 2, A41 = Blotongan 3, A42 = Bugel 1, A43 = Bugel 2, A44 = Bugel 3, A45 = Kauman Kidul 1, A46 = Kauman Kidul 2, A47 = Kauman Kidul 3, A48 = Kauman Kidul 4, A49 = Kauman Kidul 5, A50 = Kauman Kidul 6, A51 = Pulutan 1, A52 = Pulutan 2, A53 = Pulutan 3, A54 = Pulutan 4, A55 = Pulutan 5, A56 = Pulutan 6, A57 = Pulutan 7, A58 = Pulutan 8, A59 = Pulutan 9, A60 = Pulutan 10, A61 = Pulutan 11, A62 = Salatiga 1, A63 = Salatiga 2, A64 = Salatiga 3, A65 = Salatiga 4, A66 = Salatiga 5, A67 = Sidorejo Lor 1, A68 = Sidorejo Lor 2, A69 = Gendongan 1, A70 = Gendongan 2, A71 = Gendongan 3, A72 = Kalibening 1, A73 = Kalibening 2, A74 = Kalibening 3, A75 = Kutowinangun Kidul 1, A76 = Kutowinangun Kidul 2, A77 = Kutowinangun Lor 1, A78 = Kutowinangun Lor 2, A79 = Kutowinangun Lor 3, A80 = Sidorejo Kidul 1, A81 = Sidorejo Kidul 2, A82 = Tingkir Lor 1, A83 = Tingkir Lor 2, A84 = Tingkir Tengah 1, A85 = Tingkir Tengah 2, A86 = Tingkir Tengah 3, serta kriteria
- – kriteria yang akan dijadikan perhitungan dalam penilaian yaitu, C1 = Keteraturan bangunan, C2 = Ketentuan kepadatan bangunan, C3 = Syarat teknis bangunan, C4 = Layanan jaringan jalan lingkungan, C5 = Kualitas permukaan jalan, C6 = Area genangan, C7 = Ketersediaan drainase, C8 = Penghubung drainase, C9 = Kebersihan drainase, C10 = Konstruksi drainase, C11 = Akses air minum, C12 = Kebutuhan air minum, C13 = Sistem air limbah, C14 = Sapras air limbah, C15 = Sapras sampah, C16 = Sistem sampah, C17 = Perawatan sapras sampah, C18 = Prasarana kebakaran, C19 = Sarana kebakaran. Masing – masing dari kriteria tersebut akan diberi bobot preferensi, bobot preferensi tersebut terdapat pada Tabel 5.
Tabel 5. Bobot Preferensi
Kriteria Bobot
C1 0,10
C2 0,01
C3 0,01
C4 0,01
C5 0,10
C6 0,10
C7 0,10
C8 0,01
C9 0,10
C10 0,01
C11 0,01
C12 0,01
C13 0,10
C14 0,10
C15 0,10
C16 0,01
C17 0,10
C18 0,01
C19 0,01
Penarikan kesimpulan berupa temuan akhir dari perhitungan dengan menggunakan acuan dari buku Laporan Akhir Database Permukiman Kumuh Kota Salatiga Tahun 2015 dan dengan metode SAW sebagai pembanding yang mana akan menentukan lokasi memiliki keterangan kumuh berat berdasarkan kriteria yang telah ditentukan.
Peta yang di proses dengan overlay adalah keseluruhan data sekunder yang telah di jelaskan sebelumnya pada Tabel 2. Hasil dari overlay akan berupa peta dengan atribut baru sebagai area permukiman kumuh dan tidak terdapatnya area permukiman dengan status tingkat kumuh berat. Gambar 2 akan menggambarkan hasil akhir dari overlay dari peta kondisi bangunan, peta kondisi jalan lingkungan, peta kondisi drainase lingkungan, peta kondisi penyediaan air minum, peta kondisi pengelolaan air limbah, peta kondisi pengelolaan persampahan, peta kondisi pengamanan bahaya kebakaran.
Gambar 2. Hasil akhir overlay peta permukiman kumuh
Peta hasil overlay tersebut memiliki data yang berterkaitan dengan informasi lokasi permkumian kumuh dengan menggunakan acuan perhitungan dan pengambilan keputusan berdasarkan buku acuan. Gambar 3 akan menggambarkan mengenai data atribut dari hasil overlay .
.
.
.
Gambar 3. Data atribut hasil overlay permukiman
Data atribut pada Gambar 3 akan menjadi bahan dalam perhitungan dengan mengunakan metode SAW. Proses perhitungan ini akan diawali dengan membuat rating kecocokan tiap kriteria dengan tiap alternatif seperti yang ditampilkan pada Tabel 6.
Tabel 6. Tabel Rating Kococokan Permukiman Kumuh
Alt ernKriteria atif C C C C C C C C C C C C C C C C C C C
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19 A1
3
1
1
1
1
1
1
1
1
3
1
5
5
1
5 A2
1
3
1
1
1
3
1
1
3
1
5
5
3
5
… … … … … … … … … … … … … … … … … … … …
AnRating kecocokan Tabel 6 pada setiap kriterianya masing - masing akan diubah ke dalam matriks keputusan X. Matriks tersebut akan menjadi tolak ukur awal untuk mendapatkan nilai dari setiap kriteria terhadap alternatifnya.
Matriks keputusan X kemudian dinormalisasikan sesuai dengan jenis kriterianya. Keseluruhan kriteria yang digunakan ini benefit maka dari itu akan digunakan rumus 1 untuk melakukan proses normalisasi. Proses normalisasi matriks X menjadi R dilakukan pada setiap kriteria sebagai contoh perhitungan untuk R11, R12, R13, R14, R15, R16, R17, R18, R19, R110, R111, R112, R113, R114, R115, R116, R117, R118, R119 sebagai berikut :
Proses normalisasi pada kriteria 1 sampai 19 akan menghasilkan sebuah matriks ternomalisasi R. Selanjutnya, melaukukan proses normalisasi nilai R yang di peroleh dari X dan dalam pengambilan keputusan dengan memberikan bobor prefrensi sesuai dengan setiap kepentingan kriteria yang terdapat pada Tabel 6.
Proses analisis SAW selanjutnya adalah dengan tahap perangkingan. Tahap ini akan menunjukkan area permukiman kumuh mana saja yang memiliki posisi status tingkat kumuh dari yang tertinggi hing terendah. Proses perangkingan ini akan menggunakan rumus 2, perhitungan
1
tersebut akan menggunakan contoh nilai V sebagai berikut :
(0,01)(0,3) + (0,1)(1) + (0,01)(0,3) + (0,01)(0,3) + (0,01)(0,2) + (0,1)(0,6) + (0,1)(0,2) + (0,1)(0)
- (0,01)(1) + (0,1)(1) + (0,01)(0,2) + (0,01)(1) = 0,38
Hasil dari perhitungan V
1 sampai V 86 menunjukan alternatif terbaik untuk kasus
penelititan ini adalah dengan hasil nilai 0,79. Setelah itu akan dilakukan perhitungan dengan menggunakan rumus 3 untuk mendapatkan pengelompokkan tingkat kekumuhan sebagai berikut :
0, 79 = 3 = 0,26
Setelah didapatkan range interval, maka hasil akhir dari perhitungan SAW akan dikelompokkan. Pada Tabel 7 akan menyajikan pengelompokkan mengenai tingkat kekumuhan.
Tabel 7. Range Skor Kekumuhan
Skor Total Tingkat Kumuh
0,54 Kumuh Berat- – 0,80
0,27 Kumuh Sedang – 0,53 Kumuh Ringan – 0,26
Gambar 3. Peta Permukiman Kumuh SAW Perbandingan pada Kecamatan Sidorejo permukiman kumuh dengan tingkat kumuh berat dapat dilihat pada Gambar 4. terdapat 7 area kumuh berat yaitu pada area Salatiga 1, Kauman
Kidul 3, Pulutan 7, Pulutan 3, Bugel 1, Bugel 2, Blotongan 2
Gambar 4. Peta Permukiman Kumuh Berat Kecamatan Sidorejo
Perbandingan pada Kecamatan Sidomukti permukiman kumuh dengan tingkat kumuh berat dapat dilihat pada Gambar 5. terdapat 3 area kumuh berat yaitu pada area Dukuh 1, Kecandran 1, Kecandran 3.
Gambar 5. Peta Permukiman Kumuh Berat Kecamatan Sidomukti
Perbandingan pada Kecamatan Tingkir permukiman kumuh dengan tingkat kumuh berat dapat dilihat pada Gambar 6. terdapat 2 area kumuh berat yaitu pada area Tingkir Tengah 2, Tingkir Lor 1.
Gambar 6. Peta Permukiman Kumuh Berat Kecamatan Tingkir
Perbandingan pada Kecamatan Argomulyo permukiman kumuh dengan tingkat kumuh berat dapat dilihat pada Gambar 7. terdapat 5 area kumuh berat yaitu pada area Noborejo 1, Noborejo 2, Randuacir 2, Randuacir 3, Ledok 6.
Gambar 7. Peta Permukiman Kumuh Berat Kecamatan Argomulyo
5.Simpulan
Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa untuk melakukan suatu perbandingan dapat menggunakan metode SAW dengan melakukan pencarian penjumlahan terbobot dari alternatif yang digunakan pada setiap kriteria dan kemudian hasil dari metode SAW tersebut di proses dengan distribusi frekuensi untuk mendapatkan interval kelas baru dan hasil dari proses tersebut disajikan dalam bentuk peta informasi. Pada perbandingan tersebut terdapat 17 area yang memiliki status kumuh berat, 43 area yang memiliki status kumuh sedang dan 26 area dengan status kumuh ringan. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi masukkan bagi Dinas DPKP Kota Salatiga dalam melaksanakan program KOTAKU dan segera mengatasi area yang memilki status kumuh berat terlebih dahulu selanjutnya area
- – area lainnya.
Kalibanteng Kidul Kota Semarang. Semarang : Majalah Ilmiah Pawiyatan. Vol. XXI, No. 1 [2] Ramdhani Harahap, Fitri. 2013. Dampak Urbanisasi Bagi Perkembangan Kota di Indonesia.
Bangka Belitung : Jurnal Society. Vol. 1, No. 1 [3]Republik Indonesia. 2016 . Keputusan Walikota Salatiga No 658/440/2016 tentang Lokasi Program Tanpa Kumuh di Kota Salatiga. Walikota Salatiga. Salatiga.
[4] Farizki, M., dan Wenang Anurogo. 2017. Pemetaan Kualitas Permukiman dengan
Menggunakan Penginderaan Jauh dan SIG di Kecamatan Batam Kota, Batam . Yogyakarta :
Majalah Geografi Indonesia. Vol. 31, No. 1, hlm. 39-45.[5] Aminudin, Nur, dkk. 2017. Fuzzy Multiple Attribute Decision Making Sebagai Metode
Penetuan Permukiman Kumuh di Wilayah Pringsewu. Lampung : Jurnal TAM (Technology
Acceptance Model). Vol 8, No 2, hlm. 136-145.[6] Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang. 2015. Laporan Akhir Database Permukiman Kumuh Kota Salatiga Tahun 2015 . Salatiga: Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang. [7] Prayogi, Satria Yudha.2016. Penerapan Metode Simple Additive Weighting Dalam Pemilihan
Tablet PC Untuk Pemula . Medan : CESS (Journal Of Computer Engineering, System And
Science).Vol 1, No 1.