BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Penentuan Distribusi Ukuran Partikel Tepung Terigu dengan Metode Pengapungan Batang (Buoyancy Weighing-Bar Method)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PRINSIP METODE PENGAPUNGAN BATANG (

  BUOYANCY WEIGHING-BAR METHOD)

  Pada dasarnya distribusi ukuran partikel yang diukur dengan Metode Pengapungan Batang sama dengan yang dipakai pada metode manometrik dan metode Oden Balance [13]. Secara grafik, kurva massa terhadap waktu pengendapan pada Metode Pengapungan Batang ini analog dengan kurva pressure

  drop terhadap superficial velocity pada fluidisasi [14-16]. Gambar 2.1 adalah plot pressure drop

  ΔP terhadap superficial velocity u, yang menggambarkan perhitungan distribusi ukuran partikel secara grafik pada fluidisasi.

Gambar 2.1. Grafik Penentuan Distribusi Ukuran Partikel Pada Fluidisasi Jika superficial velocity u adalah u , maka [8]:

  3 (    ) M g D ( x ) d P P  [ ][ ]

   P   uY (2.1)  A 100 du P (  )   M g D ( x ) d P P  [ ][ ] 

  X , u

  XYA 100 du P

  dengan M , A, dan D(x) adalah total massa partikel, cross-sectional area dari unggun, dan persentasi massa kumulatif dari partikel x.

Gambar 2.2 mengilustrasikan skematik diagram dari pengendapan partikel.

  Volume batang dalam suspensi adalah

  VAh , dengan A adalah luas B

  permukaan dari batang pemberat dan h adalah panjang batang yang dicelupkan pada suspensi. Densitas dari fasa cairan (cairan) dilambangkan dengan ,

  ρ L

  sedangkan densitas partikel dilambangkan dengan . konsentrasi mula-mula

  ρ P

  3 padatan dalam suspensi adalah Co (kg-padatan/m -suspensi) [8,17].

Gambar 2.2. Skematik Diagram Pengendapan Partikel

  Gambar 2.2(a) menunjukkan bahwa massa batang mula-mula yang mengapung pada kondisi awal tergantung pada partikel yang berada antara bagian atas batang dan bagian bawah batang dalam suspensi. Pada waktu pengendapan

  t  , densitas mula-mula dari suspensi ( ) adalah [8]:

ρ S0

  C        S L P L   (2.2)  P Karena massa batang mula-mula yang mengapung W tergantung pada partikel

  B0

  pada suspensi dari permukaan sampai kedalaman h, W dapat didefenisikan

  B0

  sebagai berikut :

  W

  V

  (2.3) B0 B S0  Pada kondisi mula-mula, massa batang dalam suspensi adalah

  ( ) GB0 B B B0 B B S0 V   WV    (2.4) dimana, adalah densitas dari batang.

  ρ B

  Gambar 2.2(b) menunjukkan konsentrasi suspensi (C) semakin menurun dari waktu ke waktu, karena partikel yang besar sudah mengendap. Densitas suspensi

St massa pengapungan batang W , dan massa nyata dari batang G di dalam

,

  ρ Bt Bt suspensi pada t = t diberikan sesuai dengan persamaan berikut.

    ρ ρP L

    ρ ρ C St L

  (2.5)

  ρ PV .

  W ρ Bt B St

  (2.6)

  GV .   V .  V .  VBt B B Bt B B B St B B StW       (2.7)

  Gambar 2.2(c), pada t = ~, konsentrasi suspensi adalah 0, karena semua partikel, baik besar maupun kecil sudah mengendap. Densitas suspensi  , massa

  S ∞

  pengapungan batang W , dan massa nyata dari batang G di dalam suspensi

B  ∞

B pada saat t = ~ diberikan sesuai dengan persamaan berikut.

     SL

  (2.8)

  W BB LV . ρ

  (2.9)

  W GBB B BB B L V . ρ   Vρρ  (2.10) Persamaan 2.11 menunjukkan neraca massa partikel dalam suspensi [1]. x x max i ( ) v x t CCC f ( x ) dxC f ( x ) dx (2.11)

    x x i min h

  Dari persamaan (2.3), (2.6), (2.9) dan (2.11), diperoleh: x x max v x t i ( )

  WW  ( WW ) f ( x ) dx  ( WW ) f ( x ) dx (2.12)  

    x x i min h

  dimana v(x) adalah kecepatan pengendapan, f(x) adalah frekuensi massa partikel berukuran x. Diferensial persamaan 2.12 terhadap waktu t, maka akan diperoleh : x i

  dW v ( x ) ( ) ( )

  WW f x dx (2.13)

    x min dt h

  Dari persamaan 2.12 dan 2.13,

  dW   B t

  WWt

  (2.14) B t R t  

  dt  

  dimana W adalah massa partikel yang lebih besar dari partikel berukuran x, Rt

  x max W  ( WW ) f ( x ) dx .

    x i

  Kombinasi persamaan 2.7 dan 2.14 akan menghasilkan :

  dG dG     Bt Bt

  GVWtGt Rt B B Rt Rt .      (2.15) dt dt     d G dW Bt Bt G

  V .  W ,

  dimana,  and  , karena penurunan massa batang Rt B B Rt

  dt dt G

  sesuai dengan penurunan massa pengapungan batang. Nilai dihitung dari Rt slope persamaan 2.15. Hubungan kumulatif massa oversize, R(x) dan kumulatif massa undersize, D(x) adalah:

  x max GG Rt B

  1 ( ) ( ) ( ) R xf x dx    D x (2.16)

   x i GG BB

  Ukuran partikel x diekspresikan dengan menggunakan persamaan Stokes:

  v x 18  ( ) L x

  (2.17)

  g (    ) P L dimana g adalah percepatan gravitasi dan adalah viskositas larutan.

  

μ L

Kecepatan pengendapan v(x) partikel dihitung sesuai dengan persamaan 2.18. h v ( x ) 

  (2.18)

  t

  dimana h merupakan panjang batang yang terapung di dalam cairan dan t adalah waktu pengendapan. Ukuran partikel x yang dihasilkan pada persamaan 2.17 merupakan diameter Stokes. Hal ini membuktikan bahwa teori pada Metode Pengapungan Batang ini mirip dengan Metode Sedimentation Balance [13].

Gambar 2.3 mengilustrasikan metode perhitungan distribusi ukuran partikel yang mengendap dengan menggunakan Metode Pengapungan Batang.Gambar 2.3. Grafik Penentuan Distribusi Ukuran Partikel Dengan Metode

  Pengapungan Batang Gambar di bagian kanan atas menunjukkan perubahan massa batang sebagai fungsi waktu, sementara gambar di bagian kanan bawah menunjukkan hubungan waktu dengan kebalikan ukuran partikel. Dari persamaan 2.17 dan 2.18, waktu sebanding dengan kuadrat kebalikan dari ukuran partikel. Jadi dalam metode ini, ukuran partikel x dapat dihitung pada setiap waktu t, sementara G secara

  Rt

  simultan dapat dihitung dari slope, sesuai dengan persamaan 2.15. Kumulatif massa undersize, D(x) dapat dihitung dengan persamaan 2.16. Gambar di bagian kiri atas, distribusi ukuran partikel diperoleh dari perhitungan ukuran partikel x dan D(x) [8,9].

  

2.2 METODE-METODE PENGUKURAN DISTRIBUSI UKURAN

PARTIKEL

  2.2.1 Microscopy

Gambar 2.4. Alat Microscopy

  Metode microscopy mengamati sampel berbentuk suatu emulsi atau suspensi yang ditaruh pada suatu slide preparat dan ditempatkan di bawah lensa mikroskop yang dilengkapi mikrometer untuk mengetahui ukuran partikel tersebut. Kerugian dari metode ini adalah bahwa garis tengah yang diperoleh hanya dari dua dimensi dari partikel tersebut. yaitu dimensi panjang dan lebar. Tidak ada perkiraan yang bisa diperoleh untuk mengetahui ketebalan dari partikel dengan metode ini [18].

  2.2.2 Coulter Counter

  Alat ini bekerja berdasarkan prinsip bahwa jika suatu partikel disuspensikan dalam suatu cairan yang mengkonduksi melalui suatu lubang kecil, yang pada kedua sisinya ada elektroda akan terjadi suatu perubahan aliran listrik. Dalam pengerjaannya, suatu suspensi encer dipompakan melalui lubang tersebut. Karena suspensi tersebut encer, partikel-partikel dapat melewatinya satu per satu dalam selang waktu tertentu. Digunakan suatu tegangan listrik yang konstan melewati elektroda-elektroda tersebut, sehingga menghasilkan suatu aliran. Ketika partikel tersebut melewati lubang, partikel itu akan menggantikan volume elektrolitnya dan hal ini mengakibatkan kenaikan tahanan diantara kedua elektroda tersebut. Alat tersebut mencatat secara elektronik semua partikel-partikel. Dengan memvariasikan nilai ambang secara sistematik dan menghitung jumlah partikel dalam suatu ukuran sampel yang konstan, maka memungkinkan untuk memperoleh suatu distribusi ukuran partikel. Alat ini sanggup menghitung partikel dengan baik dalam waktu relatif singkat. Coulter counter berguna dalam ilmu farmasi untuk menyelidiki pertumbuhan partikel dan disolusi serta efek zat antibakteri terhadap pertumbuhan mikroorganisme [18].

  Aperture tube Electrolyte Anode Catode

  Aperture Particle

Gambar 2.5. Prinsip Alat Coulter Counter

2.2.3 Andreasen Pipette

  10 ml pipette 3-way tap

Sampling Particle

tube suspension

Gambar 2.6. Metode Andreasen Pipette

  Cara metode ini adalah suspensi 1 atau 2% dari partikel-partikel dalam sautu medium yang mengandung zat pendeflokulasi yang sesuai dimasukkan ke dalam partikel-partikel secara merata ke seluruh suspensi. Pada interval waktu diambil 10 ml sampel dan dikeluarkan melalui penutupnya. Sampel tersebut diuapkan ditimbang atau dianalisis dengan cara lain yang cocok untuk mengoreksi zat pendeflokulasi yang telah ditambahkan [18].

  2.2.4 Sedimentation Balance

  Suatu balance pan direndam dalam kolom suspensi sehingga partikel yang turun akan jatuh ke pan sehingga massa pan akan berubah pada selang waktu tertentu. Masalah utama dalam pengembangan metode ini adalah balance pan harus diatur dalam posisi yang tepat dan seimbang saat suspensi telah diaduk [19].

Gambar 2.7. Metode Sedimentation Balance

  2.2.5 Centrifugal Sedimentation

  Sedimentasi sentrifugal dapat digunakan untuk memperluas jangkauan penerapan sedimentasi ukuran untuk jumlah mikrometer. Selain itu, sebagian besar partikel sedimentasi mengalami efek konveksi, difusi dan gerak brown. Kecepatan partikel saat ini tidak hanya tergantung pada ukuran partikel seperti dalam sedimentasi gravitasi, tetapi juga tergantung pada posisi radian dari partikel-partikel [19].

2.2.6 Laser Diffraction

Gambar 2.9. Alat Laser Diffraction

  Metode ini telah menjadi standar pilihan di banyak industri untuk ukuran partikel rentang 0,1- 2000 μm untuk karakterisasi dan kontrol kualitas. Dengan diperkenalkannya prinsip laser diffraction ini sekitar 25 tahun yang lalu, menyebabkan metode analisis ukuran partikel lain sebelumnya mulai ditinggalkan. Dalam penggunaan metode ini, sampel partikel yang akan diukur harus diketahui indeks biasnya dan bentuk partikelnya bulat [20].

Gambar 2.10. Prinsip Laser Diffraction

2.3 JENIS-JENIS ALIRAN PARTIKEL

  = viskositas cairan

  5 ,

  2 ). ( .

  6 ,

  2  

  1 ) ( x v(x)

  8

  g   

     

       x x v x v g

  L L L P L L P g

  2.3.1 Stoke Flow Stoke flow adalah aliran yang memiliki bilangan reynold Re < 0,2.

  5 .

  2.3.3 Newton Flow Newton flow adalah aliran yang memiliki bilangan reynold 500

  = densitas cairan μ L

      

  L

  = densitas partikel ρ

  Keterangan: v(x) = kecepatan terminal partikel x = diameter partikel g = percepatan gravitasi ρ P

  adalah aliran yang memilki bilangan reynold 0,2-500. Persamaan yang berlaku untuk partikel pada Allen flow adalah: (2.20)

  2.3.2 Allen Flow Allen flow

  = viskositas cairan

  L

  = densitas cairan μ

  = densitas partikel ρ L

  Keterangan: v(x) = kecepatan terminal partikel x = diameter partikel g = percepatan gravitasi ρ P

  Stoke flow adalah [21], (2.19)

  t

  Persamaan untuk menentukan kecepatan terminal u

  18 ) 6 . ( . ) ( 8.x.

  • – 10

  Keterangan: v(x) = kecepatan terminal partikel L L P

  pada Newton flow adalah: (2.21)

  t

     ) ( 29,73.x. v(x) 

  

  Persamaan untuk menentukan kecepatan terminal u x = diameter partikel g = percepatan gravitasi = densitas partikel

  ρ P = densitas cairan

  ρ L = viskositas cairan

  μ L

2.4 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

  BUOYANCY WEIGHING-BAR METHOD

  Beberapa faktor yang mempengaruhi metode ini adalah: 1.

  Efek dinding Dinding dari wadah mempengaruhi proses sedimentasi. Jarak antara suatu partikel terhadap partikel lain dan dinding wadah disebut dengan free settling.

  Namun pengaruh dari dinding wadah mulai hilang jika rasio diameter partikel terhadap diameter wadah semakin kecil (<1:200). Apabila diameter wadah diperkecil, maka partikel-partikel akan saling mendesak, menyebabkan laju sedimentasi semakin lambat. Proses ini dinamakan hindered settling [22].

  2. Fluida (cairan) Fluida memiliki peranan penting dalam sedimentasi, sehingga penting untuk memahami hidrolika dan sains aliran fluida. Kemampuan fluida dalam sedimentasi dipengaruhi oleh densitas, kecepatan aliran, viskositas, dan ukuran partikelnya [23].

  3. Tidak saling melarut Tujuan umum dari sedimentasi adalah memisahkan partikel dari suatu fluida dengan gaya gravitasi yang bekerja pada partikel tersebut [24]. Untuk memudahkan proses pemisahan tersebut, maka harus menggunakan partikel dan fluida yang tidak saling melarut, atau juga menggunakan fluida yang tidak menggumpalkan partikel tersebut.

  4. Ukuran batang Dalam metode ini, batang merupakan salah satu komponen utama. Dimensi batang sangat mempengaruhi, dimana distribusi ukuran suatu partikel dapat dihitung apabila rasio luas penampang antara batang dengan wadah berada dalam rentang 0,02-0,2 [12].

  5. Getaran Karena metode ini menggunakan neraca analitik dengan ketelitian yang tinggi, maka harus dihindarkan dari getaran atau gerakan yang dapat mengganggu kinerja dari neraca, misalnya oleh angin atau sentuhan.

  6. Pengaruh medan listrik dan magnet Selain itu, karena prinsipnya menyerupai sedimentasi, metode ini juga dipengaruhi oleh adanya medan magnet dan medan listrik [24-25].

2.5 PENELITIAN YANG SUDAH PERNAH DILAKUKAN

  Penelitian dengan menggunakan Metode Pengapungan Batang telah dilakukan untuk partikel-partikel mengapung dan partikel mengendap. Penelitian- penelitian yang pernah dilakukan menggunakan Metode Pengapungan Batang adalah sebagai berikut.

  • distribusi ukuran partikel yang mengendap dalam Stokes region. Sampel yang mereka teliti adalah silica sand, calcium carbonate dan barium-titanate glass yang diukur dengan menggunakan fase cair air [8].

  Obata, dkk pertama sekali menemukan metode ini dengan mengukur

  • distribusi ukuran partikel yang mengapung. Sampel yang mereka teliti adalah

  Motoi, dkk kemudian mengaplikasikan metode ini untuk menentukan

  Glassbubbles, paraffin particle dan Fuji nylon beads. Fase cair yang dipakai adalah air [17].

  • distribusi ukuran partikel. Sampel yang mereka teliti adalah butiran tanah dari daerah Kanto (Jepang). Fase cair yang digunakan adalah sodium [26].

  Ohira, dkk meneliti tentang pengaruh konsentrasi partikel dalam menentukan

  pyrophosphate

  • distribusi ukuran partikel yang mengapung dalam Allen region. Sampel yang dipakai adalah polystyrene beads (spherical) dan nylon beads (cylindrical). Cairan yang dipakai adalah natrium klorida [10].

  Tambun, dkk mengembangkan penelitian ini dengan melakukan pengukuran

  • bentuk tangki dan posisi batang dalam tangki untuk menentukan distribusi ukuran partikel yang mengapung. Sampel yang digunakan adalah hollow

  Tambun, dkk meneliti pengaruh ukuran batang, bentuk batang, ukuran tangki,

  Fase cair yang digunakan adalah air [11].

  glass beads.

  • pengapungan batang ini untuk menentukan rata-rata ukuran partikel secara grafis dan numeris untuk 2 dan 3 sampel yang dicampur. Sampel yang digunakan adalah glass beads 60, glass beads 40 dan glass beads 30. Cairan yang dipakai adalah gliserol (kons.: 40 wt%) [12].

  Tambun, dkk kemudian melakukan penelitian dengan menggunakan metode

  Wilson J.T dan D.H Donelson mengambarkan perbandingan distribusi ukuran

  • partikel tepung dengan tahanan listrik dan mikroskop. Data menunjukkan ukuran partikel 8- 10 μm [27].

  Pada penelitian sebelumnya, metode ini belum pernah diaplikasikan pada industri makanan yang memerlukan distribusi ukuran partikel seperti pada industri tepung terigu.

2.6 TEPUNG TERIGU

  Tepung dikenal sebagai campuran partikel heterogen dengan densitas dan bentuk yang berbeda. Metode yang sering digunakan untuk mengukur distribusi ukuran partikel dari tepung adalah pengayakan dan sedimentasi. Mekanisme untuk pengayakan dapat dibagi menjadi dua langkah yang berbeda yaitu:  Langkah pertama, partikel dengan ukuran yang jauh lebih kecil melewati bukaan ayakan.  Langkah kedua relatif lambat, dimana partikel yang ukurannya mendekati bukaan ayakan melewati bukaan ayakan.

  Untuk metode sedimentasi, distribusi ukuran partikel tepung dapat ditentukan dengan mengukur granularitas berdasarkan berat dari tepung tersebut pada berbagai macam fasa cairan. Untuk perbandingan hasil distribusi ukuran partikel tepung, dapat menggunakan metode tahanan listrik dan mikroskop [28].

  Tepung terigu pada umumnya memiliki distribusi ukuran partikel sekitar 5- 160 μm. Untuk pembuatan kue biasanya menggunakan tepung terigu dengan distribusi ukuran partikel 5- 100 μm, sedangkan untuk pembuatan roti menggunakan tepung terigu dengan distribusi ukuran partikel 10- 160 μm [29]. Adapun bentuk partikel tepung terigu ditunjukkan pada gambar 2.11.

Gambar 2.11 Bentuk Partikel Tepung Terigu

2.7 ANALISIS EKONOMI

  Distribusi ukuran partikel sangat perlu diketahui dalam bidang industri khususnya industri tepung terigu. Hal ini berguna untuk menentukan kualitas produk tepung terigu yang dihasilkan berdasarkan standar karakteristik tepung terigu yang baik. Dalam penelitian ini, digunakan Metode Pengapungan Batang sebagai metode yang cukup murah dan akurat dibandingkan metode lain.

  Sebelum dilakukan penelitian, maka diperlukan biaya untuk perancangan alat untuk Metode Pengapungan Batang, dengan alat utamanya adalah batang silinder aluminium. Sebagai pembanding hasil metode ini digunakan Metode

  Sedimentation Balance . Berikut perkiraan biaya prosedur penentuan distribusi ukuran partikel oleh metode ini.

  • Biaya Peralatan Metode Pengapungan Batang:

   Biaya neraca analitik = Rp 21.600.000

   Biaya kerangka peralatan = 4 x Rp 75.000 = Rp 300.000

   Biaya gelas ukur = Rp 112.500

   Biaya batang aluminium = Rp 20.000

   Biaya pengaduk = Rp 20.000

   Biaya kaca = 2 x Rp 60.000 = Rp 120.000

   Biaya sterofom = 8 x Rp 10.000 = Rp 80.000

   Biaya baut = Rp 50.000

  = 1 L x Rp 550.000/2,5 L  Biaya fasa cair (etanol)

  = Rp. 220.000 Total = Rp 22.852.500

  • = Rp 50.000

  Biaya Peralatan Metode Sedimentation Balance

   Balance pan Metode ini menggunakan prinsip yang mirip, namun dengan medium yang berbeda, yaitu balance pan. Untuk itu harga silinder aluminium diganti dengan harga balance pan, sehingga total biayanya adalah Rp 22.882.500,-.

  • = Rp 808.000.000 [29]

  Biaya Metode/Alat Lain

   Coulter counter = Rp 729.000.000 [30]

   Laser diffraction = Rp 101.720.000 [31]

   Centrifugal sedimentation = Rp 89.005.000 [32]

   Microscope Beberapa peralatan menggunakan kurs US$, sehingga dikonversikan dalam nilai tukar US$ 1 = Rp 12.715,- [33]. Dapat dilihat bahwa biaya Metode Pengapungan Batang lebih rendah dibandingkan dengan metode lainnya. Untuk perbandingan biaya metode ini dengan Metode Sedimentation Balance tidak berbeda jauh, namun dalam pengoperasiannya Metode Pengapungan Batang jauh lebih efektif. Ini disebabkan oleh kerumitan yang lebih tinggi dalam melakukan Metode Sedimentation . Dalam pengoperasian Metode Sedimentation Balance ini harus

  Balance

  diperhatikan keseimbangan balance pan. Apabila terjadi kesalahan, maka sampel harus diganti dan balance pan harus dibersihkan sehingga prosedur pun harus diulang. Begitu juga jika ingin dilakukan pengulangan, sehingga hal ini menyebabkan metode sedimentation balance kurang efektif karena penambahan biaya untuk sampel dan cairannya.

  Bila dibandingkan dengan metode lain, seperti pada coulter counter, , dan microscope, Metode Pengapungan Batang jauh

  centrifugal sedimentation

  lebih murah dengan hasil yang sebanding dengan metode tersebut. Hal ini menjadikan potensi metode ini sangat tinggi untuk diterapkan di Indonesia.

Dokumen yang terkait

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Trichuris trichiura - Perbandingan Efektivitas Dosis Tunggal Albendazole Selama 2 Dan 3 Hari Pada Infeksi Trichuris Trichiura Pada Anak SDN 102052 Tanjung Beringin, Kabupaten Serdang Bedagai

0 0 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepuasan Kerja 1. Definisi Kepuasan Kerja - Pengaruh Keadilan Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja Pegawai Tetap Dan Honorer Pada PT. Adhi Karya (Persero) Tbk Divisi Konstruksi III Medan

0 0 13

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Pengaruh Keadilan Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja Pegawai Tetap Dan Honorer Pada PT. Adhi Karya (Persero) Tbk Divisi Konstruksi III Medan

0 0 10

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Defenisi - Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Pre-hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Kerasaan Kabupaten Simalungun Tahun 2014

0 0 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Soil-Transmitted Helminths - Hubungan Higiene Perorangan Anak Usia Sekolah Dengan Infeksi Cacing STH Pada Lingkungan Yang Tercemar Telur/Larva Cacing STH Di Desa Bagan Kuala Pemkab. Serdang Bedagai

0 0 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Soil-Transmitted Helminths (STH) - Hubungan Intensitas Infeksi Soil-Transmitted Helminths Dengan Status Gizi Dan Nilai Rapor Pada Anak: Studi Kasus SDN 102052 Bagan Kuala Kabupaten Serdang Bedagai

0 1 13

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kriptografi - Proteksi Sistem Manajemen Kartu Mifare untuk Perangkat Keamanan Sepeda Motor Menggunakan Algoritma AES

0 1 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pemanfaatan Kitosan Dari Cangkang Bekicot (Achatina Fulica) Sebagai Pengawet Ikan Kembung (Rastrelliger Sp) dan Ikan Lele (Clarias Batrachus)

0 5 21

DAFTAR ISI - Pemanfaatan Kitosan Dari Cangkang Bekicot (Achatina Fulica) Sebagai Pengawet Ikan Kembung (Rastrelliger Sp) dan Ikan Lele (Clarias Batrachus)

0 0 12

Penentuan Distribusi Ukuran Partikel Tepung Terigu dengan Metode Pengapungan Batang (Buoyancy Weighing-Bar Method)

0 0 9