BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Penambahan Aktivator Zncl2, Koh, Dan H3po4 Terhadap Produk Karbon Aktif Dari Pelepah Aren (Arenga Pinnata)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 AREN

Gambar 2.1 Pelepah Aren (Sahari, dkk., 2012)

  Arenga pinnata

  atau aren tersebar di seluruh Asia Tenggara, dari India dan Sri Lanka di bagian barat hingga ke Guam dan Papua Nugini di bagian timur, serta dari Myanmar di bagian utara hingga ke Nusa Tenggara Timur di selatan Indonesia.

  Biasanya tanaman ini tumbuh dekat dengan permukiman penduduk [13]. Tanaman palma daerah tropis basah ini beradaptasi baik pada berbagai agroklimat, mulai dari dataran rendah hingga 1.400 m di atas permukaan laut, dengan suhu lingkungan yang terbaik rata-rata 25 C dengan curah hujan setiap tahun rata-rata 1.200 mm [14, 15].

  Di Indonesia tanaman aren banyak terdapat dan tersebar hampir di seluruh wilayah Nusantara, khususnya di daerah-daerah perbukitan yang lembab, dan tumbuh secara individu maupun secara berkelompok. Luas pertanaman aren di Indonesia sendiri pada tahun 2002 adalah 47.730 ha, terutama terdapat di Sumatera Utara, Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, Bengkulu, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan[14].

  Tanaman aren belum dibudidayakan secara maksimal dan sebagian besar pada umumnya adalah nira yang biasanya diolah menjadi gula aren dan tuak, kolang- kaling, ijuk, dan tepung. Kayu dari pohon aren dapat diolah menjadi mebel atau kerajinan tangan, seperti halnya kayu dari pohon kelapa.

  Bagian dari tanaman aren yang masih jarang dimanfaatkan adalah pelepah aren. Pada penelitian Sangi, dkk (2012) pelepah aren dimanfaatkan tepungnya sebagai bahan pembuatan obat kulit di daerah Sulawesi Utara. Kandungan dari pelepah aren belum diketahui secara pasti. Namun, hasil uji fitokimia dari tepung pelepah aren hasil penelitian Sangi, dkk (2012) menunjukkan bahwa pelepah aren ternyata memiliki kandungan senyawa metabolit sekunder yaitu alkaloid, triterpenoid, dan tanin [8]. Fakta ini mendukung proses pembuatan karbon aktif dari pelepah aren yang sudah tua atau yang sudah tidak produktif lagi.

2.2 KARBON AKTIF

  Karbon aktif merupakan arang berpori dengan struktur amorphous atau mikrokristalin yang sebagian besar terdiri dari karbon bebas dan memiliki “permukaan dalam” (internal surface), biasanya diperoleh dengan perlakuan khusus

  2

  dan memiliki luas permukaan berkisar antara 300-2000 m /gr dan daya serap berkisar 25-1000% terhadap berat karbon aktif [3,5,16]. Karbon aktif mempunyai rumus kimia C, dapat dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon atau dari arang yang diperlakukan dengan cara khusus untuk mendapatkan permukaan yang lebih luas [3]. Karbon aktif bukan merupakan karbon murni, tetapi mengandung sejumlah unsur lain yang terikat secara kimia yaitu hidrogen dan oksigen. Unsur tersebut berasal dari proses karbonasi yang tidak sempurna atau terkontaminasi dari luar sewaktu proses aktivasi [17].

  Karena bentuknya yang berpori dan besar luas permukaannya yang spesifik, karbon aktif memiliki sifat adsorpsi yang dapat disesuaikan dengan penggunaan yang diinginkan. Sebagai contoh yaitu penggunaan jenis karbon aktif yang berbeda dalam proses pemurnian dan penghapusan komponen berbahaya dalam gas dan fase cair serta pemanfaatan karbon aktif sebagai katalis dan katalis pendukung [17].

  Dalam dunia industri, karbon aktif sangat diperlukan karena dapat mengadsorbsi penyerap dan penjernih. Karbon aktif dapat mengadsorbsi gas dan senyawa-senyawa kimia tertentu atau sifat adsorbsinya selektif, tergantung pada besar atau volume pori-pori dan luas permukaan yang dimiliki oleh karbon aktif. Adsorpsivitas dari karbon aktif ditentukan oleh luas permukaan partikel yang juga dapat ditingkatkan jika terhadap karbon tersebut dilakukan aktivasi dengan aktivator bahan kimia (aktivasi kimia) ataupun dengan pemanasan pada temperatur tinggi (aktivasi fisika). Beragamnya bahan baku untuk pembuatan karbon aktif sangat mudah diperoleh, bisa berasal dari semua bahan yang mengandung karbon walaupun dengan tingkat kesukaran yang berbeda dalam proses pembuatannya. Bahan-bahan yang dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan karbon antara lain adalah batu bara, tempurung kelapa, residu petrokimia, kayu bakar, cangkang kelapa sawit, tongkol jagung, pelepah aren, limbah agrikultur, dan bahan hidrokarbon lainnya. Selain itu bahan organik yang mengandung lignin, hemiselulosa, dan selulosa dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan arang aktif karena lignin dan selulosa sebagian besar tersusun atas unsur karbon [16].

Gambar 2.2 Karbon Aktif (sumber: www.alibaba.com)

2.2.1 Proses Pembuatan Karbon Aktif

  Secara garis besar, ada 3 tahap pembuatan karbon aktif, yaitu:

1) Proses Dehidrasi

  Adalah proses penghilangan air dengan pemutusan ikatan hydrogen dan oksigen pada bahan baku. Bahan baku dipanaskan sampai temperatur 170°C [5].

  Sifat dari bahan baku, yang dimaksud di sini adalah tingkat kekerasannya, sangat mempengaruhi temperatur pada proses karbonisasi. Temperatur karbonisasi yang

  

o o

  biasa digunakan adalah sekitar 300 C sampai 900 C [5,19]. Karbonisasi melibatkan uap panas jenuh dan menyebabkan terjadinya penguraian senyawa organik yang menyusun struktur bahan membentuk metanol, uap asam asetat, tar, dan hidrokarbon [3,19,20]. Material padat yang tertinggal setelah proses karbonisasi adalah karbon dalam bentuk arang dengan permukaan spesifik yang sempit [5].

  Reaksi yang terjadi berupa [20]: C + H O + CO + 175440 kJ/kgmol

  2 → H

2 Reaksi yang berlangsung adalah reaksi endotermik akan tetapi temperatur

  dipertahankan dengan pembakaran CO dan H 2 yang diproduksi.

  2 CO + O - 393790 kJ/kgmol

  2 → 2 CO

  

2

  2 H

  2 + O

  2

  2 O – 396650 kJ/kgmol

  → H

3) Proses Aktivasi

  Bertujuan untuk memperbesar luas permukaan arang dengan membuka pori-pori yang tertutup sehingga memperbesar daya serapnya. Proses aktivasi dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu proses aktivsi fisika yang disebut juga teknik karbonasi dan aktivasi kimia [5, 20]:

  a. Proses Aktivasi Fisika

  Menggunakan alat yaitu furnace. Pada alat tersebut karbon dipanaskan pada temperatur 800-900°C. Beberapa jenis bahan baku lebih mudah untuk diaktivasi jika diklorinasi terlebih dahulu. Selanjutnya hasil dari klorinasi tersebut dikarbonisasi untuk menghilangkan hidrokarbon yang terklorinasi kemudian terakhir diaktivasi dengan uap [5].

  b. Proses Aktivasi Kimia

  Proses aktivasi kimia melibatkan bahan-bahan kimia atau reagen pengaktif atau agen pendehidrasi, dan biasanya dilakukan untuk keperluan komersial. Bahan kimia yang dapat digunakan sebagai pengaktif diantaranya CaCl

  2 , Ca(OH) 2 , NaCl, MgCl 2 , HNO

  3 , HCl, Ca 3 (PO 4 ) 2 , H

  3 PO 4 , ZnCl 2 , dan sebagainya. Unsur-unsur mineral yang

  terkandung dalam aktivator masuk diantara plat heksagon dari kristalit dan memisahkan permukaan bahan baku yang mula-mula tertutup [21,22]. Sehingga, saat mudah terlepas [5,21,22]. Hal ini menyebabkan luas permukaan yang aktif bertambah besar dan meningkatkan daya serap karbon aktif .

  Proses aktivasi karbon aktif dapat dilakukan sebelum maupun sesudah proses karbonisasi, tergantung pada kandungan unsur karbon dari bahan baku yang akan dijadikan karbon aktif. Pada penelitian tentang karakteristik karbon aktif dengan aktivasi kimia yaitu bahwa bahan baku dikarbonisasi terlebih dahulu dengan tujuan memperbanyak unsur karbonnya [23].

  Proses aktivasi karbon aktif secara kimia pada umumnya dipengaruhi oleh faktor- faktor sebagai berikut [3,24]:

  • Jenis zat aktivasi Untuk tiap jenis zat aktivasi, kenaikan daya serap karbon yang dihasilkan juga akan berbeda.
  • Konsentrasi zat aktivasi Semakin besar konsentrasi zat aktivasi maka daya serap karbon yang dihasilkan semakin besar, tetapi pada penggunaan konsentrasi yang telalu tinggi akan mendegradasi atau merusak selulosa yang mengakibatkan daya serap karbon aktif menurun.
  • Durasi aktivasi Durasi aktivasi yang optimum untuk berbagai jenis aktivator maupun bahan baku berbeda-beda.
  • Ukuran bahan baku Ukuran bahan baku yang semakin kecil akan semakin baik karena luas permukaan kontak antara bahan baku dengan larutan aktivasi semakin besar.
  • Suhu pengarangan atau suhu karbonasi Penggunaan suhu karbonisasi yang berbeda akan menghasilkan karbon aktif dengan daya serap yang berbeda.
  • Durasi karbonasi

  Durasi karbonasi yang optimum untuk berbagai jenis aktivator maupun bahan baku berbeda-beda.

  Dalam pembuatan karbon aktif khusunya di Indonesia ada beberapa hal yang Berikut merupakan tabel karakteristik standar karbon aktif yang berlaku di Indonesia:

Tabel 2.1 Persyaratan Arang Aktif Standar Nasional Indonesia (SNI) 06 – 3730-1995

  Jenis Persyaratan Parameter

  Kadar air Maks 15% Kadar abu Maks 10%

  Kadar zat menguap Maks 25% Kadar karbon terikat Min 65%

  Daya serap terhadap yodium Min 750 mg/g Daya serap terhadap Benzena Min 25%

  Sumber : Dewan Standarisasi Nasional, 1995

2.2.3 Struktur Fisik dan Struktur Kimia Karbon Aktif

  Atom – atom karbon dengan letak yang tidak teroganisir menyusun karbon aktif dan terikat secara kovalen dalam suatu kisi yang hexagonal, dimana kisi yang hexagonal itu sendiri terletak tidak beraturan sehingga membuat struktur arang menjadi amorf. Hal tersebut telah dibuktikan dengan penelitian menggunakan sinar- X yang menunjukkan adanya bentuk – bentuk kristalin yang sangat kecil dengan struktur grafit seperti pada gambar 2.3.

Gambar 2.3 Struktur Fisik Karbon Aktif (www.constraarchenviro.com dan www.carbonallotropes.com)

  Daerah kristalin memiliki ketebalan 0,7 – 1,1 nm, jauh lebih kecil dari grafit. Hal ini menunjukkan adanya 3 atau 4 lapisan atom karbon dengan kurang lebih terisi 20 – 30 heksagon di tiap lapisannya. Di antara kristal – kristal karbon terdapat dengan atom-atom lainnya terutama oksigen. Retakan – retakan dan celah yang disebut pori berada di antara susunan karbon yang tidak teratur ini. Pori yang ditemukan biasanya berbentuk silindris [28,29].

  Struktur kimia dari karbon aktif dipengaruhi oleh sifat dari bahan baku serta proses pembuatan dari karbon aktif itu sendiri. Sifat kimia dari karbon aktif sangat spesifik, sifat ini juga sangat menentukan kemampuan karbon aktif dalam mengadsorpsi atau menyerap. Struktur kimia dari karbon aktif disusun oleh atom C, H, dan O yang terikat secara kimia membentuk gugus fungsional seperti pada

gambar 2.4 berikut. Gugus fungsional ini membuat permukaan karbon aktif reaktif secara kimiawi dan mempengaruhi sifat adsorpsinya sehingga karbon aktif bersifat

  selektif [20,31].

Gambar 2.4 Struktur Kimia Karbon Aktif (Sudibandriyo, 2003)

2.2.4 Penggunaan Karbon Aktif

  Penggunaan karbon aktif dibagi atas 2 tipe, yaitu karbon aktif sebagai pemucat dan sebagai penyerap uap [3].

  1. Karbon aktif sebagai pemucat Pada umumnya memiliki bentuk powder yang sangat halus, dimana karbon dapat digiling sebelum maupun sesudah aktivasi. Karbon aktif jenis ini memiliki diameter pori mencapai 1000 Å, digunakan dalam fase cair, biasa digunakan untuk memindahkan zat-zat pengganggu yang menyebabkan warna dan bau yang tidak diharapkan, membebaskan pelarut dari zat-zat pengganggu dan kegunaan lain yaitu membuat karbon aktif sebagai pemucat biasanya berasal dari serbuk-serbuk gergaji, ampas pembuatan kertas atau dari bahan baku yang mempunyai densitas kecil dan mempunyai struktur yang lemah [3,6].

  Karbon Biasanya berbentuk granular atau pellet yang sangat keras, diameter pori berkisar antara 10-200 Å, tipe pori lebih halus, digunakan dalam fase gas, berfungsi untuk memperoleh kembali pelarut, katalis, pemisahan dan pemurnian gas. Bahan baku yang digunakan untuk membuat karbon aktif sebagai penyerap uap dapat diperoleh dari tempurung kelapa, tulang, batu bata atau bahan baku yang mempunyai bahan baku yang mempunyai struktur keras [3,6].

  Berikut merupakan penggunaan karbon aktif dalam industri pangan dan bukan pangan [6].

  1. Penggunaan dalam Industri pangan:

  a. Pemurnian minyak goreng

  b. Pemurnian gula

  c. Penjernihan air

  2. Penggunaan dalam industri bukan pangan:

  a. Industri kimia dan farmasi

  b. Katalis Berikut merupakan tabel kegunaan karbon aktif :

Tabel 2.2 Penggunaan Karbon Aktif [6]

  No Pemakai Kegunaan Jenis/Mesh

  Industri obat dan Menyaring, penghilangan bau,

  1 8 x 30,325 makanan dan rasa

  Minuman keras dan Pengilangan warna, bau pada

  2 4 x 8,4 x 12 ringan minuman

  4 x 8,4 x

  3 Kimia perminyakan Penyulingan bahan mentah 12,8 x 30

  Pengilangan warna, bau

  4 Pembersih air penghilangan resin Pemurnian, penghilangan

  5 Budidaya udang 4 x 8,4 x 12 ammonia, netrite phenol, dan logam berat Penghilangan zat – zat warna,

  6 Industri gula menyerap proses penyaringan 4 x 8,4 x 12 menjadi lebih sempurna Pelarut yang digunakan Penarikan kembali berbagai 4 x 8,4 x

  7 kembali pelarut 12,8 x 30 Menghilangkan sulfur, gas

  8 Pemurnian gas 4 x 8,4 x 12 beracun, bau busuk asap

  Reaksi katalisator pengangkut

  9 Katalisator 4 x 8,4 x 30 vinil klorida, vinil asetat

  10 Pengolahan pupuk Pemurnian, penghilangan bau 8 x 30

2.3 ADSORPSI

  Karbon aktif karena strukuturnya yang berpori berfungsi sebagai penyerap yang sangat erat kaitannya dengan proses atau peristiwa adsorpsi. Adsorpsi diketahui sebagai proses penggumpalan substansi terlarut (soluble) yang terdapat dalam fluida, oleh permukaan zat atau benda penyerap, dimana terjadi suatu ikatan kimia fisika antara substansi dengan permukan benda penyerapnya, sehingga menyebabkan terjadinya pemisahan atau berpindahnya substansi dari fluida tersebut ke permukaan penyerapnya [20,32]. Di dalam proses adsorpsi dikenal istilah adsorben dan adsorbat, dimana adsorben adalah suatu penyerap yang dalam hal ini berupa senyawa karbon, sedangkan adsorbat adalah suatu media yang diserap [5,32].

  Adsorpsi dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu [20,33,34]:

  1. Adsorpsi Fisika Gaya tarik menarik antara adsorbat dengan permukaan adsorben sering disebut dengan Gaya Van der Waals. Gaya ini yang menyebabkan terjadinya adsorpsi fisika.

  Adsorpsi fisika bersifat relatif lemah, pada proses ini adsorbat tidak terikat kuat pada adsorben sehingga adsorbat dapat bergerak dari suatu bagian permukaan adsorben ke bagian permukaan adsorben lainnya dan pada permukaan yang ditinggal oleh adsorbat tersebut dapat digantikan oleh adsorbat lainnya. Jika kondisi operasi dari proses adsorpsi ini diubah laju penyerapannya bisa reversibel, maka akan membentuk kesetimbangan yang baru. Proses adsorpsi fisika terjadi tanpa memerlukan energi aktivasi. Ikatan yang terbentuk dalam adsorpsi ini dapat diputuskan dengan mudah yaitu dengan pemanasan pada temperatur sekitar 150-

  o 200 C selama 2-3 jam.

  Ikatan kimia antara molekul – molekul adsorbat dengan adsorben membentuk ikatan yang kuat yang menyebabkan terjadinya adsorpsi kimia. Pada proses ini ikatan kimia yang kuat tadi membentuk lapisan yang merupakan lapisan monolayer. Adsorpsi kimia bersifat tidak reversibel dan umumnya terjadi pada suhu tinggi di atas suhu kritis adsorbat. Proses desorpsi hanya dapat dilakukan dengan energi aktivasi yang lebih tinggi agar dapat memutuskan ikatan yang terjadi antara adsorben dengan adsorbat. Menurut IUPAC (Internationl Union of Pure and Applied Chemical) ada beberapa klasifikasi pori [20], yaitu : a. Mikropori : diameter < 2 nm

  b. Mesopori : diameter 2 – 50 nm

  c. Makropori : diameter > 50 nm Proses adsorpsi adsorbat oleh adsorben biasanya berlangsung pada bagian mikropori pada adsorben tersebut. Sementara itu, makropori hanya berperan sebagai tempat transfer adsorbat dari permukaan luar ke mikropori. karakteristik adsorben, temperatur, tekanan, dan jenis adsorbat sangat mempengaruhi daya serap dari adsorbat [34].

Gambar 2.5 Struktur Pori Karbon Aktif (www.mindandmetallurgy.com)

  Berdasarkan fasa substansi yang diserap, adsorpsi juga dapat dibagi menjadi adsorpsi fasa uap dan adsorpsi fasa cair [36,37]. Pemulihan pelarut organik yang digunakan pada zat, tinta cetak, serta larutan untuk pembuatan film atau pelapisan tekstil adalah beberapa contoh penerapan adsorpsi fasa uap. Adsorpsi juga dapat digunakan untuk memulihkan reaksi yang tidak mudah dipisahkan dengan kristalisasi adsorpsi fasa uap maupun untuk adsorpsi fasa cair. Namun, biasanya untuk penyerapan pada fasa cair lebih sering digunakan adsorben dengan pori – pori besar [36]. Dalam dunia perindustrian pada saat ini, adsorben yang paling banyak digunakan ialah karbon aktif karena luas permukaan yang dimilikinya cukup tinggi sehingga daya adsorpsinya lebih baik dibandingkan dengan adsorben lain.

2.3.1 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Daya Adsorpsi

  Berikut ini merupakan faktor – faktor yang mempengaruhi daya adsorpsi suatu adsorben [6,33]:

  1. Jenis Adsorbat

  a. Ukuran molekul adsorbat Proses adsorpsi dapat terjadi dan berjalan dengan baik jika diameter molekul adsorbat lebih kecil dari diameter pori adsorben [19,33].

  b. Kepolaran zat Untuk molekul yang berdiameter sama, molekul – molekul non-polar lebih kuat diadsorpsi oleh karbon aktif daripada molekul – molekul yang polar.

  2. Karakteristik Adsorben

  a. Kemurnian adsorben Adsorben yang semakin murni semakin memiliki kemampuan adsorpsi yang lebih baik.

  b. Luas permukaan dan volume pori adsorben Salah satu faktor utama yang mempengaruhi proses adsorpsi merupakan luas permukaan adsorben. Jumlah molekul adsorbat yang teradsorp meningkat dengan bertambahnya luas permukaan dan volume pori adsorben [19,33,].

  c. Kepolaran adsorben Sebagai padatan yang berpori, karbon aktif memiliki kemampuan sebagai penyerap. Namun, kemampuan ini dipengaruhi lagi dengan sifat dari permukaan karbon aktif itu sendiri. Permukaan karbon aktif yang menjadi media penyerapan memiliki sifat yang spesifik tergantung pada gugus fungsi dari karbon aktif tersebut. Namun sebagian besar dari karbon aktif terdiri dari unsur karbon bebas yang non polar [6,38].

  3. Temperatur Berdasarkan prinsip Le Chatelier, maka proses adsorpsi yang merupakan proses eksotermis, dengan peningkatan temperatur pada tekanan tetap akan mengurangi jumlah senyawa yang terserap. Hal ini berlaku juga untuk sebaliknya. Temperatur disini yang dimaksudkan merupakan temperatur adsorbat yang juga disebut dengan temperatur absolut.

  4. Tekanan adsorbat Pada adsorpsi fisika, jumlah zat yang diadsorpsi akan bertambah seiring dengan naiknya tekanan adsorbat, sedangkan pada adsorpsi kimia, jumlah zat yang diadsorpsi akan berkurang dengan menaikkan tekanan adsorbat.

  5. Waktu Kontak Dalam proses penyerapan, adsorben yang merupakan padatan dikontakkan dengan adsorbatnya yang biasanya berupa fluida. Pengontakan kedua fase yang berbeda ini memerlukan waktu, dan waktu yang diperlukan untuk memperoleh hasil pengontakan yang maksimal berbeda-beda tergantung pada dosis adsorben yang digunakan dan ada-tidaknya pengadukan (6,38).

Dokumen yang terkait

Hubungan Intensitas Infeksi Soil-Transmitted Helminths Dengan Status Gizi Dan Nilai Rapor Pada Anak: Studi Kasus SDN 102052 Bagan Kuala Kabupaten Serdang Bedagai

0 0 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Soil-Transmitted Helminths (STH) - Hubungan Intensitas Infeksi Soil-Transmitted Helminths Dengan Status Gizi Dan Nilai Rapor Pada Anak: Studi Kasus SDN 102052 Bagan Kuala Kabupaten Serdang Bedagai

0 1 13

Hubungan Intensitas Infeksi Soil-Transmitted Helminths Dengan Status Gizi Dan Nilai Rapor Pada Anak: Studi Kasus SDN 102052 Bagan Kuala Kabupaten Serdang Bedagai

0 0 17

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kriptografi - Proteksi Sistem Manajemen Kartu Mifare untuk Perangkat Keamanan Sepeda Motor Menggunakan Algoritma AES

0 1 19

Pemanfaatan Kitosan Dari Cangkang Bekicot (Achatina Fulica) Sebagai Pengawet Ikan Kembung (Rastrelliger Sp) dan Ikan Lele (Clarias Batrachus)

0 0 29

Pemanfaatan Kitosan Dari Cangkang Bekicot (Achatina Fulica) Sebagai Pengawet Ikan Kembung (Rastrelliger Sp) dan Ikan Lele (Clarias Batrachus)

0 5 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pemanfaatan Kitosan Dari Cangkang Bekicot (Achatina Fulica) Sebagai Pengawet Ikan Kembung (Rastrelliger Sp) dan Ikan Lele (Clarias Batrachus)

0 5 21

DAFTAR ISI - Pemanfaatan Kitosan Dari Cangkang Bekicot (Achatina Fulica) Sebagai Pengawet Ikan Kembung (Rastrelliger Sp) dan Ikan Lele (Clarias Batrachus)

0 0 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Penentuan Distribusi Ukuran Partikel Tepung Terigu dengan Metode Pengapungan Batang (Buoyancy Weighing-Bar Method)

0 0 15

DAFTAR ISI - Penentuan Distribusi Ukuran Partikel Tepung Terigu dengan Metode Pengapungan Batang (Buoyancy Weighing-Bar Method)

0 0 11