KOMUNIKASI PEMBERDAYAAN DALAM MEMBUDAYAKAN ALAT KONTRASEPSI BAGI PRIA DEWASA BERKELUARGA DI KECAMATAN KEMBARAN KABUPATEN BANYUMAS

  

Tema 3: Pangan, Gizi dan Kesehatan

KOMUNIKASI PEMBERDAYAAN DALAM MEMBUDAYAKAN

ALAT KONTRASEPSI BAGI PRIA DEWASA BERKELUARGA DI

KECAMATAN KEMBARAN KABUPATEN BANYUMAS

  

Oleh

Bambang Widodo, Dwi P. Marhaeni, Mite Setiansah Fakultas Ilmu Sosial dan Politik

Universitas Jenderal Soedirman

  

ABSTRAK

  Pelaksanaan program KB yang telah berjalan selama kurun waktu 38 tahun telah banyak membawa perubahan pada masyarakat. Namun demikian program KB yang telah dicanangkan itu “seolaholah” lebih banyak diperuntukkan bagi kaum perempuan. Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mendapatkan deskripsi mendalam tentang komunikasi pemberdayaan yang mampu menggerakkan budaya menggunakan alat kontrasepsi bagi pria dewasa berkeluarga. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan data menggunakan teknik wawancara dan FGD. Lokasi penelitian diambil desa Purbadana Kecamatan Kembaran Kabupaten Banyumas.

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi dan pertimbangan pria adalah keinginan utuk membatasi jumlah anak dan karena disebabkan kondisi kesehatan istri. Sementara kendala program KB adalah masih adanya pandangan atau kontruksi sosial dominan di masyarakat yang meyakini bahwa KB adalah urusan perempuan. Kendala yang lain, kurangnya informasi tentang KB pria baik melalui media maupun penyuluhan secara langsung menjadikan program KB pria menjadi asing di masyarakat.

  Kata Kunci: Keluarga berencana, pria dewasa, media dan sosialisasi

  ABSTRACT

Family planning program that held for 38 years in Indonesia has change people mindset about

children ownership. But, that program is still seen as a program for women only. This research is

done with purpose to gain a thick description about family planning mainstreaming among married

man. The data collected by using interview and focus group discussion in Purbadana Village,

Kembaran, Banyumas. The results show that men use contraceptives to limit the number of their

children and due to their wifes health condition. The main problem for man in using contraceptives

is social perception about family planning as women business, and the lack of information

accepted about man contraceptives in media and direct socialization.

   Key words: family planning, man, media and socialization PENDAHULUAN

  Menurut Undang-undang no 10 tahun 1992 tentang perkembangan kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, Keluarga Berencana (KB) adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengetahuan, kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga dan peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera. Oleh karena itu pemakaian alat/cara kotrasepsi menjadi bagian penting untuk mencapai tujuan nasional undang-undang tersebut. (Lisdawati, 1997).

  Penelitian ini dilakukan bertolak dari penelitian yang telah dilaksanakan secara multi years (2009-2011) dengan judul model promosi kesehatan Bagi Ibu Hamil untuk menekan angka

  

maternal death di Kabupaten Banyumas. Salah satu temuan penelitian tersebut, menyebutkan

  bahwa salah satu penyebab tingginya angka kematian ibu adalah kurangnya kepedulian dan partisipasi suami dalam menjaga kesehatan ibu hamil dan melahirkan. Masih ditemukan juga kondisi ibu dengan jumlah anak yang terlalu banyak, terlalu sering, dan terlalu dekat. Sehingga penelitian dengan upaya untuk meningkatkan partisipasi suami di dalam menjaga kondisi ibu melalui keikutsertaan dalam program KB diyakini menjadi salah satu upaya yang pada akhirnya akan bermuara pada kondisi ibu yang lebih baik.

  Di Indonesia berbagai penelitian mengenai permasalan yang berkaitan dengan kependudukan sudah banyak dilakukan. Namun demikian penelitian yang memfokuskan pada masalah keterlibatan pria dalam menggunakan alat kontrasepsi masih sangat sedikit. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa permasalan yang berkaitan dengan pertumbuhan penduduk merupakan permasalahan yang paling serius. Berbagai upaya dilakukan untuk mensejahterakan masyarakat melalui berbagai sektor, apabila pertumbuhan penduduk tidak bisa dikendaikan maka upaya-upaya tersebut akan sia-sia.

  PERMASALAHAN

  Kondisi diatas menjadi dasar permasalahan bagi penelitian ini yaitu bagaimana kounikasi pemberdayaan mampu untuk menggerakkan budaya menggunakan alat kontrasepsi bagi pria dewasa berkeluarga serta kendala-kendala apa saja yang dihadapi oleh pria dalam menggunakan alat kontrasepsi tersebut.

TINJAUAN PUSTAKA

  Komunikasi pemberdayaan berasal dari kata komunikasi dan pemberdayaan. Komunikasi sendiri memiliki konsep sebagai proses penyampaian pesan yang bisa berupa ide atau gagasan dari komunikator (seseorang atau lembaga) kepada komunikan (seseorang lain) dengan tujuan untuk merubah sikap.

  Sementara dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, konsep pembudayan diartikan sebagai suatu proses, perbuatan, cara memajukan budaya. Dengan demikian dalam konteks penelitian ini pembudayaan alat kontrasepsi ditengarai sebagai upaya yang sistematis untuk merubah pola pemikiran dari pemahaman yang hanya dimiliki perempuan, melalui proses komunikasi yang intensif maka pemahaman jugaakan dimiliki pria.

  Banyak penelitian yang pernah dilakukan berkaitan dengan KB menyebutkan bahwa keberhasilan KB banyak ditentukan oleh berbagai factor antara lain persepsi masyarakat, tingkat pengetahuan, budaya atau adat istiadat dan sebagainya. Seperti penelitian yang telah dilakukan oleh Dayana tentang persepsi Pasangan Usia Subur (PUS) tentang keluarga kecil (kasus pada Etnis Batak Toba) menunjukkan bahwa PUS yang memiliki tingkat pendidikan tinggi dan tingkat ekonomi baik, memiliki persepsi yang baik terhadap keluarga kecil.

  Penelitian senada telah pula dilakukan oleh Kazidah tentang Pengaruh nilai dan jumlah anak pada keluarga terhadap norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera (NKKBS), memperlihatkan hasil bahwa hambatan dalam pelaksanaan program NKKBS di masyarakat adalah adanya pandangan orang tua terhadap anak dalam keluarga, dimana anak selain merupakan kebanggaan orang tua, juga sebagai tenaga kerja yang membantu meningkatkan ekonomi keluarga. Selain itu adanya kebiasaan dari suatu kelompok masyarakat yang memberi nilai lebih pada salah satu jenis kelamin tententu.

  Persepsi demikian sesungguhnya tidak terjadi pada masyarakat Batak saja, tapi hampir diseluruh Indonesia, dimana sistim patriakal masi dipegang atau dianut meskipun tidak seekstrim etnis Batak. Tetapi budaya patriarkal ini yang bisa menyebabkan Progran KB menjadi terhambat, karena apabila pada satu keluarga belum memiliki anak yang bisa untuk meneruskan garis keturunan, maka ada kecenderungan untuk memiliki anak lagi, sampai kebutuhan itu terpenuhi.

  Pandangan diatas dipertegas lagi pada survei demografi dan kesehatan Indonesia yang telah dilakukan oleh Endah Winarni, dimana salah satu hasil yang menonjol adalah adanya anggapan dari kaum pria bahwa KB merupakan urusan wanita dan wanita yang seharusnya disterilisasi. Anggapan yang lain adalah bahwa sterilisasi pria sama dengan dikebiri dan kalau yang sterilisasi wanita maka ia akan dapat berganti-ganti pasangan seksual (Winarni, 2004).

  Upaya awal yang harus dilakukan adalah dengan merubah mind set kaum pria. Perubahan

  

mind set (pola pikir) ini akan mengarahkan pada peningkatan pengetahuan terhadap KB. Dalam

  konteks inilah fungsi media massa menjadi sangat penting. Melalui fungsi sosialisasinya, media massa berupaya memberikan transmisi dan pendidikan nilai-nilai serta norma-norma dari suatu generasi kepada generasi yang berikutnya atau dari suatu kelompok masyarakat terhadap para anggota kelompok yang baru (Mc. Quail, D. 1987). Dalam hal ini ketika media masa sering memberikan informasi dan mempromosikan tentang manfaat alat kontrasepsi, kaitan jumlah anak dengan kesehatan dan perkembangan mental anak dan sebagainya akan dapat merubah mind set masyarakat terhadap KB, tidak saja bagi kaum perempuan tapi juga pada prianya.

  Berpijak pada penelitian

  • –penelitian yang telah dilakukan sesungguhnya peningkatan pengetahuan, pemahaman yang membawa pada perubahan sikap sehingga secara sadar mau melakukan sesuatu (dalam hal ini pemakaian alat kontrasepsi) adalah langkah-langkah yang sesuai dengan teori Hirarki Belajar (Liliweri, 2007) dimana dalam hirarki belajar ini menjelaskan bahwa
perubahan sikap manusia akibat diterpa komunikasi memiliki urutan yang relative tetap. Artinya perubahan sikap itu pertama-tama pada level perubahan kognitif.

METODOLOGI PENELITIAN

  Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Metode penelitian dititikberatkan pada upaya mengungkap kedalaman mengenai keterlibatan pria dalam KB. Hal ini dilakukan dengan menelusuri informasi dari berbagai sumber data yang terdiri dari informan, tempat dan peristiwa serta dokumentasi/arsip terkait yang ada. Penelitian dilakukan di Kabupaten Banyumas, dengan studi kasus di Desa Purbadana, Kecamatan Kembaran. Desa Purbadana diambil dengan pertimbangan bahwa di desa tersebut telah berdiri Paguyuban Pria ber-

  KB bernama “Priyo Utomo” yang merupakan rujukan di Kec. Kembaran khususnya dan Kab. Banyumas umumnya. Informan dalam penelitian ini dipilih secara purposive yang terdiri dari petugas PLKB Kec. Kembaran, Kepala Desa Purbadana dan anggota paguyuban Priyo Utomo, kepada mereka telah dilakukan pengumpulan data melalui Focus Group Disscussion dan wawancara mendalam. Sebagai data pendukung juga telah dilakukan survey kepada peserta MOP yang dilakukan di RS Kartini atau BKMIA Kab. Banyumas. Pengumpulan data dengan beberapa teknik pengumpulan data dilakukan sekaligus sebagai uji validitas melalui teknik triangulasi metode. Data yang terkumpul kemudian dianalisis dengan teknik analisis model interaktif (Miles and Hubermann, 1992) yang meliputi komponen: (1) pengumpulan data, (2) reduksi data, (3) sajian data dan (4) penarikan kesimpulan (verifikasi). Dalam tehnik analisis ini analisis dilakukan secara terus menerus dari awal pengumpulan data hingga proses verifikasi yang berlangsung mulai awal penelitian sampai dengan penelitian selesai.

HASIL DAN PEMBAHASAN

  1. Profil Pria Ber-KB di Kabupaten Banyumas dan Kecamatan Kembaran Di Kecamatan Kembaran terdapat 13.438 pasangan usia subur, dengan 10.033 di antaranya merupakan peserta KB aktif. Berdasarkan sebaran jenis alat kontrasepsi yang digunakan maka, diketahui bahwa MOP (86 orang) juga merupakan jenis alat kontrasepsi yang paling sedikit digunakan sementara suntikan merupakan alat kontrasepsi yang paling banyak digunakan (5.957 orang).

  Komposisi yang kurang lebih sama dengan kepesertaan di tingkat kabupaten juga ditemukan di Kecamatan Kembaran. Masih terdapat sejumlah pasangan usia subur tidak ikut sebagai peserta KB aktif. Beberapa alasan ketidakikutsertaan PUS di Kabupaten Banyumas dalam program KB, antara lain sedang dalam kondisi hamil, dan sedang memiliki keinginan untuk memiliki anak secepatnya. Namun demikian, perlu menjadi perhatian bahwa di antara PUS yang tidak ber-KB terdapat pula PUS yang ingin menunda kepemilikan anak dan PUS yang sudah tidak ingin menambah anak namun tidak ber-KB dengan berbagai alasan lain. Fakta lain yang terungkap dari data kepesertaan KB aktif baik di tingkat kabupaten maupun kecamatan adalah rendahnya partisipasi pria di dalam ber-KB. Berdasarkan data terakhir dari petugas PLKB di Kecamatan Kembaran, hingga Agustus 2017, hanya tercatat 64 peserta MOP semuanya dilakukan melalui program pemerintah dan 144 pengguna kondom (93 orang peserta program pemerintah dan 51 orang peserta sendiri). Jika dilihat dengan jumlah PUS yang ada jumlah peserta KB pria di Kembaran bahkan juga tdk mencapai 10% dari jumlah PUS yang ada.

  Meski jumlah peserta KB pria di Kecamatan Kembaran belum signifikan namun ada kondisi yang unik yang ditemukan yaitu keberadaaan sebuah paguyuban khusus pria ber-KB yang diberi nama Paguyuban Priyo Utomo yang dirintis di Desa Purbadana. Tentang paguyuban ini, Kepala Desa Purbadana, Warsito, mengatakan bahwa,Priyo utomo anggotanya dari berbagai latar belakang ada kades, mantan kades, pedagang kecil, pengusaha. Keikutsertaannya bermacammacam pertimbangannya, umumnya karena kegawatdaruratan, kondisi kesehatan istri. Priyo utomo itu dibentuk untuk tingkat desa, cuma oleh kecamatan diminta untuk jadi paguyuban tingkat kecamatan sekalian. Rendahnya kepesertaan pria dalam ber-KB menjadi hal menarik untuk ditelusuri lebih lanjut mengingat program KB sesungguhnya bukanlah urusan perempuan atau istri semata melainkan membutuhkan keterlibatan seluruh komponen masyarakat.

  2. Motivasi dan Pertimbangan Pria dalam Ber-KB Berdasarkan hasil survey yang dilakukan kepada peserta MOP di RS Kartini (BKMIA

  Kabupaten Banyumas) terungkap bahwa terdapat sejumlah alasan atau motivasi pria dalam melakukan KB pria melalui operasi medis atau vasektomi. Masalah keinginan untuk tidak menambah jumlah anak menjadi motivasi utama bagi para peserta MOP di samping karena pertimbangan kesehatan istri.

  Keinginan untuk membatasi jumlah anak dan juga karena kondisi kesehatan istri yang tidak memungkinkan menjadi peserta KB juga diutarakan oleh Pak Sumar, anggota paguyuban Priyo Utomo Desa Purbadana yang menjadi peserta MOP sejak tahun 1997. Pak Sumar yang bekerja sebagai buruh termotivasi ikut KB MOP karena istri kondisinya lemah sehingga tidak tega untuk diminta menggunakan alat kontrasepsi. Bapak Warsito Kepala Desa Purbadana yang juga menjadi salah satu peserta MOP dan anggota paguyuban Priyo Utomo, menjelaskan secara panjang lebar alasan dan motivasinya untuk menjadi peserta KB pria sebagai berikut; Saya ikut karena ada sesuatu, bisa dikatakan permasalahan bersama dengan istri, pertama istri saya itu pernah operasi payudara 2x…3x malah..cumaa..bukan kangker sih hanya ada mioma saja. Kedua, pernah mencoba kontrasepsi yang lain ternyata tidak cocok.

  Beberapa pendapat senada juga diungkapkan oleh sejumlah anggota paguyuban Priyo Utomo lain sebagai berikut; Ikut MOP tahun 2012. Alasan ikut karena dorongan istri dan keluarga. Istri tidak KB karena menderita depresi. Alasan karena istri pakai spiral terus pendarahan, pakai pil tidak telaten tetep hamil, akhirnya ikut KB pria, setelah ikut sosialisasi dengan bidan desa (Pak amrullah. 32 tahun. Ikut MOP tahun 1997).Sejumlah alasan dan motivasi para pria anggota paguyuban Priyo Utomo pada dasarnya menunjukkan bahwa para pria juga memiliki kepedulian terhadap masalah kesehatan istri dan memiliki keinginan untuk tidak hanya memiliki anak yang cukup dalam kuantitas namun juga anak yang berkualitas. Kondisi ekonomi keluarga juga menjadi erat kaitannya dengan tingkat partisipasi pria dalam ber-KB. Dari survey yang dilakukan terhadap peserta MOP, maka diketahui bahwa rata-rata peserta MOP berasal dari kelompok masyarakat dengan tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan menengah ke bawah.

  Gambar di atas menunjukkan bahwa peserta MOP dengan tingkat pendidikan menengah bawah jauh lebih banyak dari pendidikan menengah ke atas. Hal ini erat kaitannya dengan sebaran jenis pekerjaan dari peserta MOP.

  Berdasarkan gambar di atas nampak bahwa buruh dan pekerja swasta mendominasi jenis pekerjaan pria yang menjadi peserta KB.

  3. Hambatan Keikutsertaan Pria dalam ber-KB Hambatan terbesar bagi keikutsertaan pria dalam program KB muncul dari aspek kultural maupun struktural. Keyakinan bahwa ber-KB adalah urusan perempuan tidak saja tertanam padadiri laki-laki namun juga diamini oleh perempuan sendiri. Pak Dwi selaku PLKB di Kecamatan Kembaran mengatakan bahwa banyak istri yang sehat juga tidak mengijinkan suaminya untuk ikut ber-KB. Selain karena keyakinan dalam masyarakat bahwa KB adalah urusan perempuan juga ada pandangan lain yang juga sarat dengan bias gender. Stereotype gender laki- laki yang identik dengan sifat agresif termasuk secara seksual, memunculkan citra bahwa KB pria hanya akan memberikan kebebasan kepada laki-laki untuk melakukan hubungan seksual termasuk dengan perempuan bukan istrinya.

  Di samping masih dominannya konstruksi sosial masyarakat tentang KB yang identic dengan tugas reproduktif perempuan, hambatan bagi keikutsertaan laki-laki dalam program KB adalah kurangnya informasi yang disampaikan tentang KB pria. Terbatasanya informasi tentang KB pria bahkan diakui oleh para peserta MOP di BKMIA Banyumas sebagai kendala utama yang membuat mereka terlambat untuk ikut berpartisipasi dalam program KB pria.

  Terbatasnya lingkup dan promosi program KB pria juga diakui oleh PLKB Kecamatan Kembaran, Dwi, yang mengatakan bahwa dirinya belum pernah secara khusus menyampaikan informasi atau melakukan sosialisasi KB pria. Informasi tentang KB pria disampainya hanya sepintas dalam forum pertemuan yang ada. Informasi tentang KB pria yang hanya diperoleh melalui komunikasi interpersonal PLKB dengan calon peserta KB pria juga tergambar dari jawaban survey peserta MOP di RS/ BKMIA Kabupaten Banyumas sebagai berikut:

  4. Bentuk Dan Media Komunikasi Dalam Pembudayaan Kb Pria Berdasarkan temuan penelitian yang menyebutkan bahwa kendala utama yang menjadi penyebab rendahnya pastisipasi pria dalam program KB ini adalah kurangnya informasi tentang

  KB yang diterima, maka tampak bahwa posisi komunikasi bagi kesuksesan program KB pria sangat signifikan. Kurangnya informasi juga akan membuat pandangan maupun konstruksi sosial dominan yang selama ini tertanam di benak masyarakat bahwa program KB adalah urusan perempuan akan semakin menguat. Terbatasnya jumlah informasi tentang KB pria juga tidak akan membantu menghilangkan kekhawatiran masyarakat baik pria maupun wanita tentang efek samping dari KB pria.

  Jika ditelusuri penyebabnya, keterbatasan jumlah informasi yang diterima oleh masyarakat dapat diakibatkan oleh kurangnya peran dan strategi komunikasi yang dilakukan oleh pemerintah. Pemerintah juga tidak menjalankan program kampanye apapun untuk menggalakkan KB pria ini. Hingga titik ini Nampak bahwa program pemerintah sebagus apapun jika tidak didukung oleh aktivitas komunikasi yang memadai maka hasilnya tidak akan maksimal. Sosialisasi secara lebih gencar melalui penyuluhan-penyuluhan dan juga penggunaan media massa menjadi hal yang perlu dilakukan. Hal terebut juga terungkap dalam diskusi terpancang dengan peserta KB pria di Desa Purbadana.

  KESIMPULAN

  Berdasarkan temuan dari penelitian ini maka dapat dibuat beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1.

  Motivasi dan pertimbangaan utama pria untuk ikut dalam program KB adalah keinginan untuk membatasi atau tidak menambah jumlah anak.

  2. Kondisi kesehatan istri menjadi faktor pertimbangan yang juga banyak melatarbelakangi keikutsertaan pria dalam KB.

  3. Kendala yang dihadapi pria pada khususnya di dalam mengikuti program KB adalah

  adanya pandangan atau konstruksi sosial dominan di masyarakat yang meyakini bahwa urusan KB adalah urusan perempuan.

  4. Kurangnya informasi tentang KB pria baik melalui media maupun penyuluhan secara langsung membuat program KB pria menjadi asing di masyarakat.

UCAPAN TERIMAKASIH

  Penelitian ini dapat dilaksanakan dengan bantuan dari Bapak Kades Purbadana, Paguyuban Priyo Utomo Kecamatan Kembaran dan tentu saya Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Jenderal Soedirman. Kepada mereka diucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

DAFTAR PUSTAKA

  A Miles, B. dan A. Hubberman. 1992. Analisis Data Kualitatif (Terjemahan Tjetjep Rohendi . Jakarta: Unibersitas Indonesia Press.

  Rohidi)

  Dayana. 2007. Presepsi Pasangan Usia Subur Terhadap Keluarga Kecil. Available at: Kabupaten Banyumas Dalam Angka 2009 Kabupaten Cilacap Dalam Angka 2009 Kabupaten Purbalingga Dalam Angka 2009 Koentjaranigrat. 1985. Pengantar Antropologi. Jakarta: Aksara Baru.

  Liliweri, Alo. 2007. Dasar-dasar Komunikasi Kesehatan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

  Lisdawati. 1997. Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Pemakaian Alat/Cara Kontrasepsi

  Di Propinsi Sumatera Selatan: Analisis Data SDKI. Available at:

  http://www.digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=71498 diakses tanggal 11 Januari 2010. Quail, D. M., 1987. Mass Comunication Theory: An Introduction. Beverly Hills, California: Sage Publication. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1999. Kamus

  Besar Bahasa Indonesia . Jakarta: Balai Pustaka Winarni, Endah, 2004. SDKI Pria: Keluarga Berencana. SDKI 2002-2003: BKKBN.