HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK ULUL ALBAB DALAM SURAT ALI IMRON AYAT 190-191 DAN TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM.

(1)

Skripsi

Oleh:

HARUN ARROSYID NIM. D51211105

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM JURUSAN PENDIDIKAN ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA 2015


(2)

ii Skripsi

Diajukan kepada

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Sarjana (S1)

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan

Oleh:

HARUN ARROSYID NIM. D51211105

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM JURUSAN PENDIDIKAN ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA 2015


(3)

iii Nama : HARUN ARROSYID NIM : D51211105

Judul : HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK ULUL ALBAB DALAM SURAT ALI IMRON AYAT 190-191 DAN TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM

Ini telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan.

Surabaya, 29 Juli 2015 Dosen Pembimbing,

Dr. A. Yusam Thobroni, M.Ag NIP. 197107221996031001


(4)

iv Dekan,

Prof. Dr. H. Ali Mudlofir, M.Ag NIP. 196311161989031003

Penguji I,

Dr. A. Rubaidi, M.Ag NIP. 197106102000031003

Penguji II,

M. Bahri Musthofa, M.Pd.I NIP. 197307222005011005

Penguji III,

Dr. A. Yusam Thobroni, M.Ag NIP. 197107221996031001

Penguji IV,

Agus Prasetyo Kurniawan, M.Pd NIP. 198308212011011009


(5)

v

Pendidikan Islam era modern ini masih belum bisa mengantarkan peserta didik menjadi manusia yang sempurna secara hakiki. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa ketika sedang dan setelah mengenyam pendidikan, secara signifikan belum sepenuhnya peserta didik mengimplementasikan nilai-nilai pendidikan Islam sehari-hari dengan benar, utamanya dari dimensi moralitas atau akhlak. Padahal Islam sudah memberikan tuntunan yang jelas melalui al-Qur‟an dalam hal pendidikan baik secara konseptual maupun aplikatif.

Atas dasar permasalahan di atas, penulis ingin mengkaji hubungan antara karakteristik ulul albab dalam surat Ali Imron Ayat 190-191 dan tujuan pendidikan Islam. Penelitian ini menggunakan metodologi kualitatif berupa library research (studi pustaka), peneliti berusaha mengurai keterkaitan dalil naqli tersebut dan tujuan pendidikan Islam dengan model pendekatan munasabah. Sehingga dapat ditemukan korelasi dan konsep yang tepat dan ideal dalam membuat formulasi dalam proses pembalajaran.

Hasil yang penulis dapatkan adalah bahwa korelasi antara karakter ulul albab dan tujuan pendidikan Islam merupakan dua kata yang saling ada keterikatan, karena antara konsep yang ada pada ulul albab dengan tujuan pendidikan adalah sama-sama bertujuan untuk menjadikan peserta didik sebagai abdullah yang selalu tunduk menghambakan diri kepada Allah SWT dengan cara menjalankan semua perintah Allah SWT dan meninggalkan semua larangannya agar benar-benar tercipta pada diri peserta didik menjadi manusia yang muttaqin. Di samping secara vertikal mereka menjadi seorang abdullah yang selalu beribadah, secara horisontal mereka adalah khalifah fil ardh yang mana mereka harus siap sedia menjalin persaudaraan antar sesama hidup bersosial dengan masyarakat luas, yang mana seorang khalifah fil ardh harus mampu mengaplikasikan pengetahuannya dan mau menyebarkan apa yang mereka miliki, sehingga ilmu yang mereka miliki tidak untuk diri sendiri tetapi juga untuk berdakwah li i’la kalimatillah dan akhirnya menjadi manusia yang sempurna (insan kamil).


(6)

x

PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv

ABSTRAK ... v

MOTTO ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TRANSLITERASI ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

D. Kajian Pustaka ... 6

E. Definisi Operasional ... 9

F. Metode Penelitian ... 10

G. Sistematika Pembahasan ... 12

BAB II KAJIAN TEORI A. Konsep Ulul Albab Menurut Para Tokoh ... 14


(7)

xi

3. Tahapan Tujuan Pendidikan Islam ... 31

BAB III HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK ULUL ALBAB Q.S ALI-IMRON AYAT 190-191 DAN TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM A. Telaah Konsep Ulul Albab dalam Surat Ali Imron Ayat 190-191 ... 37

1. Redaksi Ayat dan Terjemah Ali-Imron Ayat 190-191 ... 37

2. Arti Mufrodat ... 37

3. Asbabun Nuzul ... 39

4. Munasabah ... 40

5. Isi Kandungan Q.S Ali-Imron Ayat 190-191 ... 43

B. Tujuan Pendidikan Islam ... 56

BAB IV ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK ULUL ALBAB Q.S ALI-IMRON AYAT 190-191 DAN TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM A. Analisis Karakteristik Ulul Albab Q.S Ali-Imron Ayat 190-191 dan Tujuan Pendidikan Islam ... 63


(8)

xii

B. Hubungan Antara Karakteristik Ulul Albab Q.S Ali-Imron Ayat 190-191 dan Tujuan Pendidikan Islam ... 77

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 89 B. Saran-saran ... 91 C. Kata Penutup ... 92

DAFTAR PUSTAKA

PERNYATAAN KEASLIAN LAMPIRAN


(9)

1 A. Latar Belakang

Manusia merupakan makhluk yang memiliki kelebihan dibandingkan dengan makhluk lain, ini semua dikarenakan manusia dibekali potensi yang luar biasa yaitu berupa akal, akal juga yang membedakan manusia dari mahluk Allah yang lain, keintelektualan dan bentuk jasad sempurna yang dianugerahkan Allah kepadanya. Sehingga manusia mampu berpikir dan memungkinkan pula baginya untuk mengamati, menganalisis apa-apa yang diciptakan Allah di alam bumi ini. Kemampuan manusia untuk berpikir inilah yang menjadikannya sebagai makhluk-Nya yang diberi amanat untuk dapat beribadah kepada-Nya serta diberi tanggung jawab dengan segala pilihan dan keinginan. Akal pula yang menjadikan manusia terpilih untuk menjadi khalifah di muka bumi ini dan berkewajiban untuk membangunnya dengan sebaik-baiknya.1

Dalam diri manusia terdapat dua daya sekaligus, yaitu daya pikir yang berpusat di kepala dan daya rasa (qalbu) yang berpusat di dada. Untuk mengembangkan daya ini telah ditata sedemikian rupa oleh Islam, misalnya untuk mempertajam daya rasa dapat dilakukan dengan cara beribadah seperti sholat, zakat, puasa, haji, dan lain-lain dan untuk mempertajam daya pikir perlu arahan ayat kauniyah yakni ayat-ayat mengenai visi cosmos yang menganalisa dan

1


(10)

menyimpulkan yang melahirkan gagasan inovatif demi pengembangan peradaban manusia sebagai khalifah di muka bumi.2

Sesuatu yang sangat agung dari petunjuk Al-Qur‟an, berkenaan dengan visi pemikiran dan ilmu pengetahuan, adalah bahwa Al-Qur‟an memberi penghargaan terhadap ulul albab dan kaum cendikiawan, atau kaum intelektual. Allah memuji mereka dalam banyak ayat dalam surat-surat Makiyah dan Madaniyah. Trem ulul albab atau ulil albab terulang dalam Al-Qur‟an sebanyak 16 kali. Sembilan di antaranya terdapat dalam Al-Qur‟an Makiyah dan tujuh lainnya terdapat dalam

Al-Qur‟an Madaniyah.3

Al-Qur‟an mengekspos keluhuran orang yang beriman dan berilmu sebagai

hamba-hamba Allah yang memiliki kedudukan tinggi. Bahkan, diberi gelar khusus untuk mereka yang memiliki kedudukan ini, yang mampu mendayagunakan anugerah Allah (potensi akal, kalbu, dan nafsu) pada sebuah panggilan, yaitu ulul albab. Allah tidak menafikan potensi yang dianugerahkan oleh-Nya kepada manusia agar tidak tergiur dan terpesona oleh hasil dirinya sendiri, sehingga keterpesonaan itu membuat dirinya menjadi hamba dunia, karena kecintaan yang berlebihan pada dunia.4

Sejalan dengan kelebihan dan keistimewaan yang dimiliki oleh manusia yang dirahmatkan sang khaliq tersebut, maka manusia harus bisa memposisikan diri

2

Syahrin Harahap, Al-Qur’an dan Sekularisasi (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1994), hlm. 50.

3

Yusuf Qardawi, Al-Qur’an Berbicara Tentang Akal Dan Ilmu Pengetahuan (Jakarta: Gema Insani, 1998), hlm. 29-30.

4

Toto Tasmara, Menuju Muslim Kaffah Menggali Potensi Diri (Jakarta: Gema Insani, 2000), hlm. 118-119.


(11)

sebagai mahluk yang tidak hanya memikirkan atau peduli terhadap dirinya sendiri, tetapi harus senantiasa peduli dan peka terhadap keberadaan sekelilingnya, sehingga potensi pikir dan zikir senantiasa menyelimuti aktivitasnya sehari-hari bahwa manusia adalah tidak hanya sebagai mahluk Allah yang paling sempurna tetapi juga sebagai keharusan untuk menuju insan kamil yang di dalam Al-Qur‟an sering disebut dengan istilah ulul albab.

Menurut A.M. Saefudin, bahwa ulul albab adalah pemikir intelektual yang memiliki ketajaman analisis terhadap gejala dan proses alamiyah dengan metode ilmiah induktif dan deduktif, serta intelektual yang membangun kepribadian dengan zikir dalam keadaan dan sarana ilmiah untuk kemaslahatan dan kebahagiaan seluruh umat manusia. Ulul albab adalah intelektual muslim yang tangguh yang tidak hanya memiliki ketajaman analisis obyektif, tetapi juga subyektif.5

Konsep ulul albab yang terdapat dalam Surat Ali-Imron ayat 190-191 memberikan penjelasan bahwa orang yang berakal adalah orang yang melakukan dua hal, yaitu tadzakur yakni mengingat Allah dengan ucapan dan atau hati dalam situasi dan kondisi apapun dan tafakkur memikirkan ciptaan Allah, yakni kejadian di alam semesta. Dengan melakukan dua hal tersebut, seseorang diharapkan ia sampai kepada hikmah yang berada di balik proses mengingat dan berpikir, yaitu

5

Muhaimin, Arah Baru Pengembangan Islam, Pemberdayaan, Pengembangan, Kurikulum Hingga Redifinisi Islamisasi Ilmu Pengetahuan (Jakarta: Nuansa, 2003), hlm. 268.


(12)

mengetahui, memahami, menghayati bahwa di balik fenomena alam dan segala sesuatu yang ada di dalamnya menunjukkan adanya sang pencipta, Allah SWT.6

Pendidikan Islam sebagai salah satu dari ajaran agama Islam, memiliki tujuan mulia yang sesuai dengan aturan dan tuntunan Al-Qur‟an yaitu untuk membentuk kepribadian muslim, yaitu suatu kepribadian yang seluruh aspeknya dijiwai oleh ajaran Islam.7 Tujuan pendidikan Islam yang ingin dicapai mencakup aspek kognitif (akal), aspek afektif (moral) dan spiritual. Dengan kata lain, terciptanya kepribadian yang seimbang, yang tidak hanya menekankan perkembangan akal, tetapi juga perkembangan spiritual.8

Sedangkan menurut Ibnu Katsir yang tertuang dalam karyanya (Tafsir Ibnu Katsir) bahwa yang disebut ulul albab adalah:

ْ لاْ ع

ْ قْ و

ْ ل

ْ

ْ تلا

ْ ما

ْ

ْ زلا

ْ كْ ي

ْ ةْ

ْ لاْ ت

ْ تْى

ْ دْ ر

ْ ك

ْ

ْ لا

ْ شْ ي

ْ ءاْ

ْ ب

ْ حْ ق

ْ ئاْ ق

ْ ه

ْ عْا

ْ ل

ْ جْي

ْ لْ ي

ْ تا

ْ ه

ْ وْا

ْْ لْ ي

ْ سْ

وا

ْْ ك

ْ صلا

ْ مْ

ْ وْ

ْ لاْ ب

ْ ك

ْ مْ

ْ لا

ْ ذْ ي

ْ نْ

ْ ل

ْ يْْ ع

ْ قْ ل

ْ وْ ن

9

Yaitu akal yang sempurna dan bersih yang dengannya dapat diketemukan berbagai keistimewaan dan keagungan mengenai sesuatu bukan seperti orang-orang yang buta dan bisu yang tidak dapat berpikir.

6

M. Qurais Shihab, Tafsir al Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 308-309.

7

Zakiyah Daradjat, dkk, Metodologi Pengajaran Agama Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), cet. II, hlm. 72.

8

M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), cet. V, hlm. 41.

9 Abi Fada‟ Al

-Hafidz Ibnu Katsir Ad-Dimasyqy, Tafsir Ibnu Katsir, Juz 1 (Bairut; Darul Kutub Ilmiyah, 1994), hlm. 403.


(13)

Allah SWT telah memuliakan manusia dengan akal dan nurani, ia sebagai pengontrol utama atas semua yang berlaku dalam aktivitas manusia, namun dalam praktiknya, posisi dan peran akal sering kali tersalahkan oleh nafsu dan kehendak syaitan. Hasilnya, kemaksiatan di mana-mana. Kemaksiatan yang terjadi merupakan dampak yang ditimbulkan oleh pertentangan yang luar biasa antara akal dan nafsu.10 Ketika akal lebih dominan maka tindakan positif yang terjadi, sebaliknya jika hawa nafsu lebih dominan, maka tindakan negatiflah yang akan muncul.

Sehubungan dengan permasalahan tersebut, peneliti tertarik untuk mengkaji hubungan karakteristik ulul albab yang terdapat dalam surat Ali-Imron ayat 190-191 dan tujuan pendidikan Islam.

B. Rumusan Masalah

Berangkat dari kerangka berpikir dan latar belakang masalah di atas, maka timbul beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah karakteristik ulul albab dalam surat Ali-Imron ayat 190-191?

2. Bagaimanakah hubungan antara karakter ulul albab dalam surat Ali-Imron ayat 190-191 dan tujuan pendidikan Islam?

10Fadlolan Musyaffa‟ Mu‟thi,


(14)

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berpijak dari permasalahan tersebut di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah:

a. Untuk mengetahui karakteristik ulul albab yang terkandung dalam surat Ali-Imron ayat 190-191.

b. Untuk mengetahui hubungan antara karakter ulul albab dalam surat Ali-Imron ayat 190-191 dan tujuan pendidikan Islam.

2. Manfaat Penelitian

a. Bagi penulis dengan meneliti dan mengkaji potensi akal yang terkandung dalam surat Ali-Imron ayat 190-191, maka diharapkan dapat meningkatkan zikir kepada Allah dalam keadaan apapun.

b. Untuk mendorong manusia agar menggunakan akalnya sebaik mungkin dan tidak menyia-nyiakan keistimewaan yang diberikan Allah kepadanya untuk kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat.

c. Sebagai sebuah sarana dalam upaya pendekatan pemahaman hablu al- min Allah dan habl al- min al-nas. Dan upaya penyadaran bagi intelektual muslim yang mempunyai spesialisasi dalam bidang pendidikan.

D. Kajian Pustaka

Usaha untuk memahami dan menafsirkan al-Qur‟an pada kurun sekarang banyak dilakukan dari berbagai perspektif dan pendekatan yang digunakan ini


(15)

semua sehingga usaha untuk ikut serta dalam rangka memperkaya khazanah intelektual dalam dunia Islam. Realitas ini dapat dilihat dengan semakin banyaknya karya-karya tafsir, baik yang klasik maupun kontemporer, selain itu juga maraknya buku-buku yang mengkaji tentang isi al-Qur‟an dari berbagai sudut pandang ilmu pengetahuan.

Kajian dan penelitian tentang akal kaitannya dengan al-Qur‟an telah banyak dilakukan. bahkan beberapa karya ilmiah dan buku-buku yang relevan dengan permasalahan yang dikaji telah memberikan kontribusi yang lebih signifikan dalam rangka mengkaji dan memahami peran akal, sehingga akan memberikan suatu pemahaman yang lebih komprehensif. Di antara karya ilmiah yang mendukung dalam kajian ini adalah sebagai berikut:

Pertama, “Pendidikan Islam dalam Perubahan Sosial (Telaah tentang Peran

Akal dalam Pendidikan Islam)” yang diteliti oleh Abdur Rahman. Telaah ini

berisikan tentang peran akal, agar pendidikan mampu memerankan dirinya sebagai agen perubahan, maka kuncinya adalah mengembangkan kreativitas anak didik. Ia merupakan indikator kecerdasan. Sedangkan kecerdasan merupakan kerja akal, maka cara pengoptimalannya adalah optimalisasi fungsi akal itu sendiri.11

Kedua, Buku yang ditulis oleh Abdur Rahman Umdirah yang berjudul

“Metode al-Qur‟an dalam pendidikan”. Buku ini berisikan bahwa Islam sangat

11 Abdur Rahman, “Pendidikan Islam dalam Perubahan Sosial; Telaah Peran

Akal dalam

Pendidikan Islam”, dalam Isma‟il SM. dkk. (ed.)., Paradigma Pendidikan Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001).


(16)

memperhatikan terhadap pendidikan akal manusia, pendidikan yang sesuai dengan fitrah, di mana Allah telah melestarikan manusia padanya, Allah memagari dengan pagar perhatian dan perlindungan. Dan al-Qur‟an mengajak untuk menyimpitkan akal dari akidah-akidah dan khayalan-khayalan bathil yang tidak sesuai dengan metodenya.12

Ketiga, “Sufisme dan Akal”, buku ini ditulis oleh Muhammad asy-Syarqowi. Buku ini berisikan bahwa kaum sufi berupaya mengetahui adanya kemuskilan yang terjadi antara indera dan akal, sebagaimana mereka juga berusaha mengaitkan konsep akal dengan al-Qur‟an, sunnah nabi dan bahasa.13

Keempat, “al-Qur‟an dan Ilmu Jiwa”, buku ini ditulis oleh Muhammad Ustman Najati. Buku ini mengungkapkan ayat-ayat al-Qur‟an tentang manusia dalam berbagai aspek dan kaitannya dengan kajian-kajian atau temuan-temuan psikologi dan bagaimana manusia berpikir untuk memecahkan problem yang dihadapi yang sesuai dengan ayat-ayat al-Qur‟an.14

Berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, maka penelatian ini lebih memfokuskan pembahasannya tentang peran akal manusia khususnya peran akal yang tertuang dalam surat Ali-Imron ayat 190 dan 191 untuk dilibatkan dalam pendidikan Islam. Dengan harapan agar akal manusia dapat berfungsi dengan baik.

12

Abdur Rahman Umdirah, Metode al-Qur’an dalam Pendidikan (Semarang: Wicaksana, 1999).

13

Muhammad Abdullah al-Syarqawi, Sufisme dan Akal (Bandung: Pustaka Hidayah, 2003)

14


(17)

E. Definisi Operasional

Agar memudahkan pemahaman dan menjaga supaya tidak terjadi kesalah fahaman tentang judul ini, maka perlu kiranya penegasan istilah sebagai berikut: 1. Ulul albab

Istilah ulul albab berasal dari dua kata yakni ulu dan albab, kata ulu artinya yang memiliki. Sedangkan albab berasal dari kata al-lubb yang artinya otak atau pikiran (intellect) albab di sini bukan mengandung arti otak atau pikiran beberapa orang, melainkan hanya dimiliki oleh seseorang. Dengan demikian ulul albab artinya orang yang memiliki otak yang berlapis-lapis. Ini sebenarkan membentuk arti kiasan tentang orang yang memiliki otak yang tajam.15

Sedangkan menurut pendapat Abuddinata dalam karyanya, Tafsir ayat-ayat pendidikan, bahwa ulul albab adalah orang yang melakukan dua hal yaitu tadzakkur yakni mengingat (Allah), dan tafakkur memikirkan (ciptaan Allah).16

Sedangkan yang maksud ulul albab dalam skripsi ini adalah orang yang mampu mengambil kesimpulan, pelajaran, peringatan dari ayat-ayat Allah dalam Al-Qur‟an, segala masyarakat, peristiwa searah dan fenomena alam, di dalam dirinya selalu terkandung suatu refleksi serta potensi zikir dan pikir.

15

M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedi Al-Qur’an, Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-Konsep Kunci (Jakarta: Paramadina, 2002), hlm. 556.

16


(18)

2. Tujuan Pendidikan Islam

Tujuan berdasarkan etimologi pendidikan Islam berarti „arah, maksud

atau haluan‟, dalam bahasa Arab tujuan diistilahkan dengan kata„ghayat, atau

maqoshid’. Sedangkan dalam bahasa Inggris diistilahkan dengan „goal, purpose, objective, atau aim’. Secara terminologi tujuan adalah suatu yang diharapkan tercapai setelah sebuah usaha atau kegiatan selesai.17

F. Metode Penelitian

Metodologi mengandung makna yang lebih luas menyangkut prosedur dan cara melakukan verifikasi yang diperlukan untuk memecahkan atau menjawab masalah penelitian, termasuk untuk menguji hipotesa. Peranan metodologi penelitian sangat menentukan dalam upaya menghimpun data yang diperlukan dalam penelitian.18

Di dalam kegiatan penelitian, cara untuk memperoleh data ini dikenal sebagai metode pengumpulan data.19 Maka di dalam penelitian ini usaha untuk mendapatkan data ataupun informasi yang diperlukan dilakukan dengan cara sistematis sebagai berikut:

17

Armai Arief, Pengantar Umum dan Metodologi Pendidikan Islam (Jakarta: Ciputat Press, 2002), hlm. 15.

18

Nana Sudjana dan Ibrahim, Penelitian dan Penilaian Pendidikan (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2001), hlm. 16.

19

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Teori dan Praktek (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hlm. 126.


(19)

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah studi ayat (teks). Peneliti berusaha untuk mengumpulkan berbagai informasi, baik berupa teori-teori, generalisasi maupun konsep yang dikemukakan oleh para mufasir yang ada pada sumber kepustakaan, selanjutnya dianalisis dan disistesiskan, sehingga menunjang teori formal (teori yang dirumuskan secara formal sebagai landasan dalam penelitian terutama dalam perumusan hipotesis) yang dirumuskan oleh peneliti itu sendiri dan dijadikan sebagai landasan penelitiannya.

Pengumpulan data yang berhubungan dengan penelitian ini dilakukan melalui studi kepustakaan, karena penelitian ini berkaitan dengan pemahaman ayat al-Qur‟an, maka secara metodologis penelitian ini dapat dimasukkan dalam kategori penelitian eksploratif. Maksudnya, dalam penelitian ini mencari makna ulul albab yang ada dalam surat Ali-Imron ayat 190 dan 191 dari berbagai kitab-kitab tafsir yang merupakan interpretasi para mufasir dalam memahami maksud, isi maupun kandungan yang ada di dalam ayat tersebut, sehingga dari sini akan dapat mempermudah dalam kajian ini.

2. Metode Analisis Data

Setelah pengumpulan data telah dilakukan dan data sudah terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah menganalisis data dengan menggunakan metode tahlili. Metode tahlili adalah metode tafsir yang berusaha menguraikan al-Qur‟an secara detail kata demi kata, ayat demi ayat dan surat


(20)

demi surat dari awal sampai akhir (kulli).20 Metode ini menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Qur‟an dari seluruh aspeknya mulai dari kosa kata, munasabah (korelasi), asbab al-nuzul (latar belakang turunnya ayat), yang berkaitan dengan teks atau kandungan ayat.21

Dengan metode ini, dapat diketahui mufasir melakukan upaya apa saja untuk memberikan perhatian sepenuhnya pada persoalan ini dalam tafsirnya dengan tujuan untuk menghasilkan makna yang benar dari setiap bagian ayat.22 Dalam menganalisis hubungan ini, mufasir menggunakan pendekatan munasabah antar ayat, yaitu megkaji keterkaitan mulai dari ayat ke ayat berikutnya atau dari surat ke surat berikutnya dengan mengikuti urutan ayat atau surat yang termaktub dalam mushaf. Segala segi yang dianggap perlu oleh mufasir tahlili diuraikan, kemudian ia memberikan penjelasan final mengenai isi dan kandungan atau maksud ayat al-Qur‟an tersebut.

G. Sistematika Pembahasan

Penulisan karya ilmiah bersifat sistematis, maka dalam penulisan skripsi ini disusun secara runtut pula. Skripsi ini terdiri atas lima bab yang isinya adalah sebagai berikut:

20

M. Yudie R. Haryono, Bahasa Politik al-Qur’an; Mencurigai Makna Tersembunyi Teks

(Bekasi: Gugus Press, 2003), hlm. 132.

21

Abd. Hayy al-Farmawi, “al-Bidayah fi al-Tafsir al-Maudhu‟iy, Dirasah Manhasiyah

Maudhu‟iyah”, terj. Suryan A. Jamrah, Metode Tafsir Maudhu’iy Sebuah Pengantar (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994), hlm. 12.

22

Akhmad Arif Junaidi, Pembaharuan Metodologi Tafsir al-Qur’an; Studi atas Pemikiran Tafsir Kontekstual Fazlur Rahman (Semarang: Gunung Jati, t.t.), hlm. 24.


(21)

Bab I adalah pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, definisi operasional, tujuan dan manfaat penelitian, kajian pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan skripsi.

Bab II adalah landasan teoritik. Meliputi pengertian tujuan pendidikan Islam, dasar tujuan pendidikan Islam, tahapan tujuan pendidikan Islam, dan tujuan pendidikan Islam.

Bab III merupakan fokus kajian dari ayat yang dikaji, yaitu surat Ali-Imron ayat 190 dan 191, meliputi redaksi ayat dan terjemahnya, asbab al-nuzul, munasabah, penjelasan dan penafsirannya.

Bab IV merupakan bab analisis. Dalam bab ini akan dianalisis tentang hubungan antara karakteristik ulul albab dalam surat Ali-Imron ayat 190 dan 191 dengan tujuan pendidikan Islam.

Bab lima merupakan rangkaian terakhir dari penulisan skripsi yang memuat kesimpulan, saran-saran dan penutup.


(22)

14 A. Konsep Ulul Albab Menurut Para Tokoh

Istilah ulul albab berasal dari dua kata yakni ulu dan albab, Kata ulu dalam bahasa arab berarti dzu yaitu memiliki.1 Sedangkan albab berasal dari kata al-lubb yang artinya otak atau pikiran (intellect) albab di sini bukan mengandung arti otak atau pikiran beberapa orang, melainkan hanya dimiliki oleh seseorang. Dengan demikian ulul albab artinya orang yang memiliki otak yang berlapis-lapis. Ini sebenarnya membentuk arti kiasan tentang orang yang memiliki otak yang tajam.2

Di dalam bahasa Arab ada beberapa istilah yang mempunyai arti sama dengan lafal qolb yaitu al-lub, al-aql, al-qolbu, al-fu’ad, al-shodr. Menurut Mahmud Yunus mengartikan qolb dengan hati, jantung, akal. Menurut Jalaludin Rahmad qolb adalah masdar dari qolaba, artinya membalikkan, mengubah, mengganti. Qolb juga mempunyai dua makna, qolb dalam bentuk fisik dan qolb dalam bentuk ruh. Dalam arti fisik qolb dapat kita terjemahkan sebagai “jantung”.3

1

Ahmad Warson al-Munawir, Al-Munawir Kamus Bahasa Arab Indonesia (Yogyakarta: Pondok Pesantren Krapyak, 1984), hlm. 49.

2

M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedi Al-Qur’an, Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-Konsep Kunci (Jakarta: Paramadina, 2002), hlm. 557.

3


(23)

Lafal qolb bisa ditetapkan untuk dua arti. Pertama, daging yang terdapat dalam dada sebelah kiri dan di dalam rongganya berisi darah hitam. Ia adalah sumber roh dan tempat tinggalnya. Kedua, adalah bisikan robbaniyah Ruhaniah yang mempunyai suatu hubungan dengan daging ini. Bisikan inilah yang mengenal Allah SWT dan memahami apa yang tak dapat dijangkau oleh hayalan dan angan-angan, dan itulah hakikat manusia dan dialah yang diseru.4

Lafadz Fuadun-Af’idatun mempunyai makna hati, akal, pikiran.5 Sebagaimana firman Allah yang artinya: Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.6

Lafadz akal berasal dari masdar „aqola yang artinya akal, pikiran, hati ingatan.7 Menurut Abu Hilal al-„Iskary mengatakan bahwa akal adalah ilmu pengetahuan yang pertama mencegah keburukan, dan setiap orang yang pencegahannya lebih kuat maka ia adalah orang yang sangat cerdas (sangat cemerlang akalnya). Sebagian ulama mengatakan bahwa akal adalah pemeliharaan.8 Lafadz shodr adalah bentuk masdar dari kata shodaro yang mempunyai arti dada, bagian atas, terbuka.9

4

Ibid., hlm. 29.

5

Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia (Jakarta: Yayasan Penerjamah, 1973), hlm. 306.

6

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Bandung: CV. Diponegoro, 2008), hlm. 50.

7

Ahmad Warson al-Munawir, Al-Munawir Kamus Bahasa Arab Indonesia, Ibid., hlm. 957.

8

Moh. Saifullah Al-Aziz, Cahaya Penerang Hati, Ibid., hlm. 32.

9


(24)

Dari semua istilah yang ada di atas sebenarnya mempunyai arti yang sama, apa bila yang dimaksud adalah hati yang dipunyai seorang ulul albab maka bisa diartikan kecerdasan yang cemerlang yang mempunyai potensi untuk diasah melalui pembelajaran. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ulul albab diartikan sebagai orang yang cerdas, berakal atau orang yang mempunyai kecerdasan tinggi dan berpikiran jernih berdasarkan ilmu pengetahuan.10

Menurut pendapat Abuddin Nata dalam karyanya, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan, bahwa Ulul albab adalah orang yang melakukan dua hal yaitu tazakkur yakni mengingat (Allah), dan tafakkur memikirkan (ciptaan Allah).11 Sedangkan menurut Ibnu Katsir yang tertuang dalam karyanya (Tafsir Ibnu Katsir) bahwa yang disebut ulul albab adalah:

ْلا ُع

ُق ْو

ُل

تلا

ِما

زلا

ِك ي

ِة

لا ِت

ُت ى

ْد َر

ُك

َْْا

ْش َي

َءا

ِب

َح َق

ِئا ِق

َه

َع ا

َل

َج ي

ِل ي

ِتا

َه

َو ا

َل ْي

ُس ْ

وا

َك

صلا

ِم

َو

ْلا ُب

ْك

ِم

لا

ِذ ْي

َن

ََ

َ ي ْع

ِق ُل

ْو َن

12

“Yaitu akal yang sempurna dan bersih yang dengannya dapat diketemukan berbagai keistimewaan dan keagungan mengenai sesuatu bukan seperti orang-orang yang buta dan bisu yang tidak dapat berpikir.”

10

Pusat Pengembangan Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), hlm 437.

11

Abuddin Nata, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 131.

12Abi Fada‟ Al

-Hafidz Ibnu Katsir Ad-Dimasyqy, Tafsir Ibnu Katsir (Bairut; Darul Kutub Ilmiyah, 1994), Juz 1, hlm. 403.


(25)

A. M. Saefudin memberi pengertian bahwa ulul albab adalah pemikir intelektual yang memiliki ketajaman analisis terhadap gejala dan proses alamiyah dengan metode ilmiah induktif dan deduktif, serta intelektual yang membangun kepribadian dengan zikir dalam keadaan dan sarana ilmiah untuk kemaslahatan dan kebahagiaan seluruh umat manusia. Ulul albab adalah intelektual muslim yang tangguh yang tidak hanya memiliki ketajaman analisis obyektif, tetapi juga subyektif.13

Ulul albab adalah orang yang memiliki pemikiran dan pemahaman yang benar. Mereka membuka pandangannya untuk menerima ayat-ayat Allah SWT pada alam semesta, tidak memasang penghalang-penghalang, dan tidak menutup jendela-jendela antara mereka dan ayat-ayat ini. Mereka menghadap kepada Allah SWT dengan sepenuh hati sambil berdiri, duduk dan berbaring. Maka terbukalah mata (pandangan) mereka, menjadi lembutlah pengetahuan mereka, berhubungan dengan hakekat alam semesta yang dititipkan Allah SWT kepadanya, dan mengerti tujuan keberadaannya, alasan ditumbuhkannya, dan unsur-unsur yang menegakkan fitrahnya demi ilham yang menghubungkan antara hati manusia dan undang-undang alam ini.14

13

Muhaimin, Arah Baru Pengembangan Islam, Pemberdayaan, Pengembangan, Kurikulum Hingga Redefinisi Islamisasi Ilmu Pengetahuan (Jakarta: Nuansa, 2003), hlm. 268.

14


(26)

Dalam Al-Qur‟an, ulul albab, bisa mempunyai berbagai arti tergantung dari penggunaannya. Dalam A Concordance of the Qur‟an yang dikutip oleh Dawam Rahardjo, kata ini bisa mempunyai beberapa arti :15

a. Orang yang mempunyai pemikiran (mind) yang luas atau mendalam

b. Orang yang mempunyai perasaan (heart) yang peka, sensitif atau yang halus perasaannya

c. Orang yang memiliki daya pikir (intellect) yang tajam atau kuat

d. Orang yang memiliki pandangan dalam atau wawasan (insight) yang luas dan mendalam

e. Orang yang memiliki pengertian (understanding) yang akurat, tepat atau luas f. Orang yang memiliki kebijakan (wisdom), yakni mampu mendekati

kebenaran, dengan pertimbangan-pertimbangan yang terbuka dan adil.

Seorang ulul albab adalah orang yang sadar akan ruang dan waktu artinya mereka ini adalah orang yang mampu mengadakan inovasi serta eksplorasi, mampu menduniakan ruang dan waktu, seraya tetap konsisten terhadap Allah, dengan sikap hidup mereka yang berkesadaran zikir terhadap Allah SWT. Ulul albab memiliki ketajaman intuisi dan intelektual dalam berhadapan dengan dunianya karena mereka telah memiliki potensi yang sangat langka yaitu hikmah dari Allah SWT.16

15

M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedi Al-Qur’an, Ibid., hlm. 557.

16

Toto Tasmara, Menuju Muslim Kaffah Menggali Potensi Diri (Jakarta: Gema Insani, 2000), hlm. 122.


(27)

Seorang ulul albab mempunyai dorongan yang kuat untuk belajar banyak dan berpikir mendalam, mencari pengertian yang paling hakiki atau inti yang hanya dilakukan apabila seseorang itu berpikir secara radikal ke akar-akarnya. Dari aktivitas itulah orang akan sampai pada tingkat kebijaksanaan (wisdom).17

Al-Qur‟an mengekspos keluhuran orang yang beriman dan berilmu sebagai hamba-hamba Allah yang memiliki kedudukan tinggi. Bahkan, diberi gelar khusus untuk mereka yang memiliki kedudukan ini, yang mampu mendayagunakan anugrah Allah (potensi akal, qolbu, dan nafsu) pada sebuah panggilan, yaitu ulul albab. Allah tidak menafikan potensi yang dianugrahkan oleh-Nya kepada manusia agar tidak tergiur dan terpesona oleh hasil dirinya sendiri, sehingga keterpesonaan itu membuat dirinya menjadi hamba dunia, karena kecintaan yang berlebihan pada dunia.18

Dari beberapa pengertian yang telah penulis paparkan di atas tentang beberapa pengertian ulul albab, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa ulul albab adalah seseorang yang memiliki wawasan yang luas dan mempunyai ketajaman dalam menganalisis suatu permasalahan, tidak menutup diri dari semua masukan yang datang dari orang lain, dengan kecerdasan dan pengetahuan yang luas mereka tidak melalaikan Tuhannya, bahkan mereka menggunakan kelebihan yang dimiliki untuk selalu mendekatkan diri kepada Allah dengan cara mengingat (zikir) dan memikirkan (pikir) semua keindahan ciptaan dan rahasia-rahasia

17

M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedi Al-Qur’an, Ibid., hlm. 77.

18


(28)

ciptaan-Nya, sehingga tumbuh ketaqwaan yang kuat dalam dirinya dan selalu bermawas diri dari gejolak nafsu yang bisa menjerumuskan dirinya ke dalam lembah kenistaan.

B. Tujuan Pendidikan Islam

1. Pengertian Tujuan Pendidikan Islam

Tujuan merupakan salah satu hal yang harus ada ketika seseorang melakukan suatu usaha, tanpa adanya tujuan pastilah suatu usaha tidak akan terarah dan tidak ada artinya, sekecil apapun suatu usaha, harus ada bentuk tujuan yang pasti, begitu juga dengan pendidikan yang mana dalam suatu proses pembelajaran yang membutuhkan tujuan yang mulia yang sesuai dengan tuntunan dari Allah dan rasul-Nya.

Tujuan berdasarkan etimologi pendidikan Islam berarti „arah, maksud atau haluan, dalam bahasa Arab tujuan diistilahkan dengan kata „ghayat, atau

muqosid’. Sedangkan dalam bahasa Inggris diistilahkan dengan „goal, purpose, objective, atau aim’. Secara terminologi, tujuan adalah suatu yang diharapkan tercapai setelah sebuah usaha atau kegiatan selesai.19

Tujuan juga bisa diartikan sebagai batas akhir yang dicita-citakan oleh seseorang dan dijadikannya pusat perhatiannya untuk dicapai melalui usaha.20

19

Armai Arief, Pengantar Umum dan Metodologi Pendidikan Islam (Jakarta: Ciputat Press, 2002), hlm. 15.

20


(29)

Dengan demikian, tujuan adalah sasaran atau cita-cita yang akan dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang yang melakukan kegiatan.

Kata aims menunjukkan arti sesuatu yang menentukan cara berkenaan dengan tujuan yang diharapkan. Kata aims bersinonim dengan kata goals. Kedua kata ini menunjukkan suatu hasil usaha yang ingin dicapai dengan mengerahkan usaha sekuat tenaga, karena tanpa penekanan usaha itu hasilnya tidak akan tercapai.

Dalam hahasa Arab kata ghayyat (ةيغ) digunakan untuk mengartikan tujuan akhir di luar yang tidak ada. Ahdaf (فدهأ) dipergunakan untuk memberi arti peranan-peranan yang lebih tinggi dan dapat dimiliki oleh seseorang berkenaan dengan tinjauan luas yang menyiratkan hal ini sangat diperlukan. Ahdaf juga berarti menempati suatu sasaran yang lebih dekat. Istilah maqasid (دصاقم) artinya sesuatu yang diperoleh dari suatu cara yang menunjukkan kepada jalan yang lurus.21

Secara terminologis, banyak ahli pendidikan yang mendefinisikan tentang tujuan. Abdurrahman an-Nahlawi mendefinisikan tujuan adalah apa yang dicanangkan oleh manusia, diletakkannya sebagai pusat perhatian, dan demi merealisasikannya dan menata tingkah lakunya.22 Sementara Zakiyah

21

Ahmad Warson al-Munawwir, Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia (Yogyakarta: Pon. Pes. Krapyak, 1984), hlm. 1208.

22

Abdurahman an-Nahlawi, Prinsip-Prinsip Dan Metode Pendidikan Islam (Bandung: Diponegoro, 1989), hlm. 160.


(30)

Daradjat mendefinisikan tujuan sebagai sesuatu yang diharapkan tercapai setelah melakukan usaha atau kegiatan selesai.23

Pengertian tujuan pendidikan Islam menurut Zakiyah Daradjat adalah suatu yang hendak dicapai dengan kegiatan pembelajaran dalam pembentukan kepribadian muslim, yaitu suatu kepribadian yang seluruh aspeknya dijiwai oleh ajaran Islam.24 Sedangkan menurut Qodry A. Azizy, mengungkapkan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah untuk menghubungkan pertumbuhan personal seseorang kepada kehidupan publik dengan cara mengembangkan keterampilan yang kuat, pengetahuan akademik, kebiasaan/ habitat untuk pencarian, dan keingintahuan yang kritis tentang masyarakat, kekuasaan, ketidaksamaan (perlakuan), dan perbuatan. Oleh karena itu, berbicara mengenai pendidikan agama Islam, baik makna ataupun tujuannya, haruslah mengacu pada penanaman nilai-nilai Islam dan tidak dibenarkan melupakan etika sosial atau moralitas sosial. Penanaman nilai-nilai ini juga dalam rangka keberhasilan hidup (hasanah) di dunia bagi anak didik yang kemudian akan mampu membuahkan kebaikan (hasanah) di akhirat kelak.25

Tujuan pendidikan Islam, menurut seminar pendidikan Islam se-Indonesia, tanggal 7-11 Mei 1960 di Cipasung Bogor, adalah menamkan taqwa dan akhlak serta menegakkan kebenaran dalam rangka membentuk

23

Zakiyah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), cet. Ke-2, hlm. 29.

24

Zakiyah Daradjat, dkk., Metodologi Pengajaran Agama Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), cet. Ke-2, hlm. 72.

25


(31)

manusia yang berpribadi dan berbudi luhur menurut ajaran agama. Tujuan tersebut didasarkan kepada proporsi bahwa pendidikan Islam adalah bimbingan terhadap pertumbukan rohani dan jasmani menurut ajaran Islam dengan hikmah mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh, dan mengawasi berlakunya semua ajaran Islam.26

Dari beberapa definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah sesuatu yang hendak dicapai melalui kegiatan pembelajaran untuk menanamkan nilai-nilai keislaman terhadap anak didik sehingga keimanan dan ketaqwaannya kepada Allah SWT menjadi kuat dan akhirnya terbentuklah seorang hamba yang mukmin dan muttaqin, siap menghadapi tantangan hidup yang kapan saja bisa mengancam dirinya untuk terjerumus ke lembah yang nista, dan dengan keimanan dan ketaqwaan peserta didik sanggup dan siap menjadi khalifah di muka bumi ini dengan selalu mendekatkan diri kepada Penciptanya.

2. Dasar Tujuan Pendidikan Islam

Dasar tujuan pendidikan Islam yang dimaksud di sini adalah semua acuan atau rujukan yang darinya akan memancarkan ilmu-ilmu pengetahuan dan tentunya telah diyakini kebenaran dan keabsahannya, di antara dasar-dasar tujuan pendidikan Islam adalah:

26

Baihaqi AK, Mendidik Anak dalam Kandungan Menurut Ajaran Pedagogis Islam (Jakarta: Darul Ulum Press, 2000), cet Ke-1, hlm. 13.


(32)

1. Al-Qur‟an

Al-Qur‟an adalah firman Allah SWT yang berfungsi sebagai mu’jizat yang diturunkan kepada nabi Muhammad yang ditulis dalam mushaf, yang diriwayatkan secara mutawattir, dan membacanya adalah ibadah.27 Di dalamnya terkandung ajaran pokok yang dapat dikembangkan untuk keperluan seluruh aspek kehidupan melalui ijtihad. Ajaran yang terkandung dalam al-Qur‟an menyangkut hubungan manusia dengan Tuhannya, dengan sesamanya dan hubungan dengan alam semesta.

Diturunkannya Al-Qur‟an secara berangsur-angsur bertujuan untuk memecahkan setiap problem yang timbul dalam masyarakat. Dan juga menunjukkan suatu kenyataan bahwa pewahyuan total pada satu waktu adalah mustahil, karena Al-Qur‟an turun menjadi petunjuk bagi kaum muslimin dari waktu-kewaktu yang selaras dan sejalan dengan kebutuhan yang terjadi.28

Al-Qur‟an sebagaimana dikatakan Manna Khalil al-Qattan dalam kitabnya Mabahis fi Ulum al-Qur'an adalah mukjizat Islam yang kekal dan mukjizatnya selalu diperkuat oleh kemajuan ilmu pengetahuan. Ia diturunkan Allah kepada Rasulullah Muhammad SAW untuk mengeluarkan manusia dari suasana yang gelap menuju yang terang, serta

27

M. Nor Ichwan, Memasuki Dunia Al-Qur’an (Semarang: Lubuk Raya, 2001), hlm. 37.

28


(33)

membimbing mereka ke jalan yang lurus.29 Semua isi Al-Qur‟an merupakan syari’at, pilar dan azas agama Islam, serta dapat memberikan pengertian yang komprehensif untuk menjelaskan suatu argumentasi dalam menetapkan suatu produk hukum, sehingga sulit disanggah kebenarannya oleh siapapun.30

Tidak diragukan lagi bahwa Al-Qur‟an adalah sebagai landasan dalam segala hal termasuk sebagai dasar pendidikan, Allah berfirman dalam kalamnya yang berbunyi:

ِكْلا َكِلَذ

َنيِق تُمْلِل ىًدُ ِهيِف َبْيَر ََ ُباَت

ُ

٥

َ

Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa (Q.S Al-Baqarah: 2)31

Al-Qur‟an sendiri mulai diturunkan dengan ayat-ayat pendidikan. Di sini terdapat isyarat, bahwa tujuan terpenting al-Qur‟an adalah mendidik manusia dengan metode memantulkan, mengajak, menelaah, membaca, belajar dan observasi ilmiah tentang penciptaan manusia, sejak masih berbentuk segumpal darah beku di dalam rahim ibunya.32 Firman Allah SWT:

29

Manna Khalil al-Qattan, Mabahis fi Ulum al-Qur'an (Mansurat al-A‟sr al-Hadis, 1973), hlm. 1.

30

Wahbah Az-Zuhaili, Al-Qur’an dan Paradigma Peradaban, Terj. M. Thohir dan Team Titian Ilahi (Yogyakarta: Dinamika,1996), hlm. 16.

31

Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Tarjamahannya (Bandung: CV. Diponegoro, 2007), hlm. 2.

32


(34)

ُ َقَلَخ يِذ لا َكِبَر ِمْساِب ْأَرْ قا

٠

ُ ٍقَلَع ْنِم َناَسْنِْْا َقَلَخ َ

٥

ُمَرْكَْْا َك بَرَو ْأَرْ قا َ

ُ

لا َ

ُ ِمَلَقْلاِب َم لَع يِذ

ُ ْمَلْعَ ي ْمَل اَم َناَسْنِْْا َم لَع َ

٦

َ

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantara kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.33

Al-Qur'an bersisi aturan yang sangat lengkap dan tidak punya cela, mempunyai nilai universal, dan tidak terikat oleh ruang dan waktu, nilai ajarannya mampu menembus segala dimensi ruang dan waktu.34 Maka

Al-Qur‟an menjadi landasan yang kokoh dan paling strategis bagi orientasi pengembangan intelektual, spiritual dan keparipurnaan hidup manusia secara hakiki.

2. As-Sunnah

Dasar yang kedua selain Al-Qur‟an adalah as-Sunnah Rasulullah. Amalan yang dikerjakan oleh Rasulullah SAW dalam proses perubahan hidup sehari-hari menjadi sumber utama pendidikan Islam karena Allah SWT menjadikan Muhammad sebagai teladan bagi umatnya.

As-Sunnah adalah segala sesuatu yang bersumber dari nabi, baik berupa perkataan, perbuatan, takrir, perangai, budi pekerti, perjalanan

33

Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Tarjamahannya, Ibid., hlm. 597.

34


(35)

hidup baik sebelum diangkat menjadi rasul maupun sesudahnya.35 As-Sunnah merupakan ajaran kedua sesudah al-Qur‟an. Seperti al-Qur'an, as-Sunnah juga berisi aqidah dan syariah.

Pada mulanya as-Sunnah dimaksudkan untuk mewujudkan dua tujuan yaitu:

a. Menjelaskan kandungan al-Qur‟an, makna ini diisyaratkan oleh

al-Qur‟an surat an-Nahl: 44

َ بُتِل َرْكِذلا َكْيَلِإ اَنْلَزْ نَأَو

ُ َنوُر كَفَ تَ ي ْمُه لَعَلَو ْمِهْيَلِإ َلِزُ ن اَم ِسا نلِل َنِي

َ

“Dan kami turunkan kepadamu Al Qur’an, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan”. (Q.S. an-Nahl: 44)36

b. Menerangkan syari‟at dan adab-adab lain, sebagaimana firman Allah

SWT

َو ِهِتاَيآ ْمِهْيَلَع وُلْ تَ ي ْمُهْ نِم ًَوُسَر َنيِيِمُْْا يِف َثَعَ ب يِذ لا َوُ

ُمُهُمِلَعُ يَو ْمِهيِكَزُ ي

ُ ٍنيِبُم ٍل َََض يِفَل ُلْبَ ق ْنِم اوُناَك ْنِإَو َةَمْكِحْلاَو َباَتِكْلا

٥

َ

“Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan hikmah (As

35

Munzier Suparta, Ilmu Hadis (Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2003), cet. Ke-3, hlm. 7.

36

Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjamahannya (Bandung: CV. Diponegoro, 2008), hlm. 272.


(36)

Sunnah). dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata”. (Q.S. al-Jumu‟ah: 2)37

Dalam lapangan pendidikan Islam, sunnah Rasul mempunyai dua faidah yang sangat besar, yaitu:

a. Menjelaskan sistem pendidikan Islam yang terdapat di dalam

al-Qur‟an dan menerangkan hal-hal kecil yang tidak terdapat di

dalamnya.

b. Menyimpulkan metode pendidikan dari kehidupan Rasulullah bersama sahabat, perlakuannya terhadap anak-anak, dan pendidikan keimanan ke dalam jiwa yang dilakukannya.38

Menetapkan Al-Qur'an dan as-Sunnah sebagai dasar pendidikan Islam bukan hanya dipandang sebagai kebenaran yang didasarkan pada keimanan semata. Namun justru karena kebenaran yang terdapat dalam kedua dasar tersebut dapat diterima oleh nalar manusia dan dapat dibuktikan dalam sejarah atau pengalaman kemanusiaan. Sebagai pedoman, Al-Qur‟an tidak ada keraguan padanya (Q.S Al-Baqarah/2: 2). Al-Qur‟an tetap terpelihara kesucian dan kebenarannya (Q.S Ar-Ra‟d/15: 9), baik dalam pembinaan aspek kehidupan spiritual maupun aspek sosial budaya dan pendidikan. Demikian pula dengan kebenaran al-hadits sebagai dasar kedua bagi pendidikan Islam, secara umum, al-hadits dipahami sebagai segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW,

37

Ibid., hlm. 553.

38


(37)

baik berupa perkataan, perbuatan, serta ketetapannya, kepribadian Rasul sebagai uswatun hasanah yaitu contoh teladan yang baik (Q.S Al-Ahzab/33: 21). Oleh karena itu, perilakunya selalu terpelihara dan dikontrol oleh Allah SWT (Q.S An-Najm/53: 3-4).39

3. Ijtihad

Ijtihad adalah istilah fuqoha’, yaitu berfikir dengan menggunakan seluruh ilmu yang dimiliki Islam untuk menetapkan atau menentukan suatu hukum syariat Islam dalam hal-hal yang ternyata belum tegas hukumnya oleh al-Qur‟an dan as-Sunnah.40 Ijtihad dalam hal ini dapat saja meliputi seluruh aspek kehidupan termasuk aspek pendidikan.

Ijtihad adalah usaha-usaha pemahaman yang serius dari kaum muslimin terhadap Al-Qur‟an dan as-Sunnah sehingga memunculkan kreativitas yang cemerlang di bidang pendidikan Islam, atau bahkan karena adanya tantangan zaman dan desakan kebutuhan sehingga melahirkan ide-ide fungsional yang gemilang.41 Akan tetapi tetap berpedoman pada Al-Qur‟an dan as-Sunnah. Namun demikian, Ijtihad harus mengikuti kaidah-kaidah yang diatur oleh para Mujtahid dan tidak bertentangan dengan isi al-Qur‟an dan as-Sunnah, oleh karena itu ijtihad

39

Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis

(Jakarta: Ciputat Press, 2002), hlm. 34-35.

40

Tengku Hasbi Ash-Shiddieqi, Pengantar Ilmu Fikih (Semarang:Riski Putra, 1999), cet. Ke-2, hlm. 200.

41

Widodo Supriono, Ilmu Pendidikan Islam dalam Ismail SM (ed), Paradigma Pendidikan Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), hlm. 35-36.


(38)

dipandang sebagai salah satu sumber hukum Islam yang sangat dibutuhkan setelah wafatnya Rasulullah.

Muhammad Abu Zahrah dalam kitabnya Ushul al-Fiqh mengemukakan bahwa ijtihad artinya adalah upaya mengerahkan seluruh kemampuan dan potensi untuk sampai pada suatu perkara atau perbuatan. Ijtihad menurut ulama ushul ialah usaha seorang yang ahli fiqh yang menggunakan seluruh kemampuannya untuk menggali hukum yang bersifat amaliah (praktis) dari dalil-dalil yang terperinci.42

Menurut Ahmad Tafsir, karena pendidikan menduduki posisi terpenting dalam kehidupan manusia, maka wajarlah orang Islam meletakan al-Qur‟an, as-Sunnah dan akal sebagai dasar teori-teori pendidikannya. Itulah ilmu pendidikan Islam, yang memilih al-Qur'an dan as-Sunnah sebagai dasarnya. Lebih lanjut Ahmad Tafsir mengatakan kata

„akal‟ tidak perlu disebutkan secara formal, karena telah diakui bahwa

al-Qur‟an dan as-Sunnah menyuruh menggunakan akal. Jadi sepantasnyalah umat Islam menjadikan al-Qur‟an dan Hadits sebagai dasar pendidikannya, karena keduannya dijamin kebenarannya.43

Dengan dasar ini akan memberikan arah bagi pelaksanaan pendidikan yang telah diprogramkan. Dalam konteks ini, dasar yang menjadi acuan pendidikan Islam hendaknya merupakan sumber nilai kebenaran dan

42

Muhammad Abu Zahrah, Ushul al-Fiqh (Cairo: Dar al-Fikr al-„Arabi, 1958), hlm. 379.

43

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Persfektif Islam (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2005), cet. Ke-5, hlm. 22.


(39)

kekuatan yang dapat menghantarkan peserta didik ke arah pencapaian pendidikan. Oleh karena itu, dasar yang terpenting dari pendidikan Islam adalah Al-Qur‟an dan Sunnah Rasulullah SAW.

Jadi tujuan dalam pendidikan Islam tidak cuma disandarkan atas ijtihad manusia tetapi jauh dari pada itu bahwa dasar dari tujuan pendidikan Islam adalah kalamullah yang tidak dapat diragukan lagi keasliannya, dan juga sunnatullah yang menjadi penjelas isi kandungan yang terdapat dalam al-Qur‟an.

3. Tahapan Tujuan Pendidikan Islam

Untuk mencapai suatu tujuan pendidikan Islam, tidak mungkin dilakukan sekaligus secara serentak. Pencapaian tujuan harus dilakukan secara bertahap dan berjenjang. Meskipun demikian, setiap tahap dan jenjang memiliki hubungan dan keterkaitan sesamanya karena adanya landasan yang sama serta tujuan yang tunggal.

Menurut pendapat Zakiyah Daradjat, tujuan pendidikan Islam dibagi menjadi empat tahap, yaitu:44

a. Tujuan umum, yakni tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan. Bentuk insan kamil dengan pola taqwa harus dapat tergambar pada pribadi seseorang yang sudah dididik.

44


(40)

b. Tujuan akhir, tujuan akhir pendidikan Islam dapat dipahami sebagai upaya untuk kembali kepada Allah dalam keadaan taqwa dan berserah diri kepada-Nya. Insan kamil yang mati dalam keadaan taqwa kepada Tuhannya merupakan tujuan akhir dari proses pendidikan Islam.

c. Tujuan sementara, adalah tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam suatu kurikulum pendidikan formal.

d. Tujuan operasional, yaitu tujuan praktis yang akan dicapai dengan sejumlah kegiatan pendidikan tertentu. Satu unit kegiatan pendidikan dengan bahan-bahan yang sudah dipersiapkan dan diperkirakan akan mencapai tujuan tertentu yang disebut tujuan operasional.

Sedangkan menurut Omar Muhammad Al-Toumy Al-Syaibany bahwa tujuan pendidikan ada tiga tahap, yaitu:45

a. Tujuan tertinggi atau terakhir adalah tujuan yang tidak diatasi oleh tujuan lain. Tujuan tertinggi tidak terbatas pelaksanaannya pada institusi-institusi tertentu melainkan wajib dilaksanakan oleh semua institusi-institusi masyarakat.

b. Tujuan umum yaitu perubahan-perubahan yang dikehendaki yang diusahakan oleh pendidikan untuk mencapainya. Tujuan ini dapat dikaitkan dengan institusi pendidikan tertentu.

45

Omar Muhammad Al-Toumy Al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, terj. Hasan Langgulung (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hlm. 405.


(41)

c. Tujuan khas yaitu perubahan-perubahan yang diingini yang bersifat cabang atau bagian yang termasuk di bawah tujuan umum pendidikan atau dengan kata lain gabungan pengetahuan, keterampilan, pola-pola tingkah laku, sikap yang terkandung dalam tujuan tertinggi atau tujuan umum. Ahmadi menambahkan bahwa tujuan pendidikan Islam terbagi menjadi tiga tahapan yaitu:46

a. Tujuan akhir: pada dasarnya tujuan ini sesuai dengan tujuan hidup manusia dan peranannya sebagai ciptaan Allah, yaitu menjadi hamba Allah yang bertaqwa, mengantarkan subyek didik menjadi khalifatullah di bumi dan memperoleh kesejahteraan, kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.

b. Tujuan umum: tujuan ini berfungsi sebagai arah yang taraf pencapaiannya dapat diukur karena menyangkut perubahan sikap, perilaku dan kepribadian peserta didik sehingga mampu menghadirkan dirinya sebagai pribadi yang utuh.

c. Tujuan khusus: tujuan ini bersifat relatif sehingga dimungkinkan untuk diadakan perubahan di mana perlu disesuaikan dengan tuntutan dan kebutuhan, selama masih berpijak pada kerangka tujuan tertinggi, terakhir dan umum.

46

Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam, Paradigma Humanisme Teosentris (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm. 95-101.


(42)

Menurut al-Syaibani, tujuan pendidikan Islam mempunyai tahapan-tahapan sebagai berikut:

a. Tujuan Individual, tujuan ini berkaitan dengan masing-masing individu dalam mewujudkan perubahan yang diinginkan pada tingkah laku dan aktivitasnya, di samping untuk mempersiapkan mereka dapat hidup bahagia baik di dunia dan akhirat. Dalam mendidik individu yang shaleh, pendidikan Islam berupaya agar ia mampu menjalin hubungan secara terus menerus dengan Allah.47

b. Tujuan sosial, tujuan ini berkaitan dengan kehidupan masyarakat sebagai keseluruhan dan tingkah laku mereka secara umum, di samping juga berkaitan dengan perubahan dan pertumbuhan kehidupan yang diinginkan serta memperkaya pengalaman dan kemajuan.

c. Tujuan profesional, tujuan ini berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran sebagai sebuah ilmu, sebagai seni dan sebagai profesi serta sebagai satu aktivitas di antara aktivitas masyarakat.48

Pendidikan Islam mendidik individu agar berjiwa suci (berhati bersih). Dengan jiwa yang demikian, individu akan hidup dalam ketenangan bersama Allah, teman, keluarga, masyarakat, dan umat manusia di seluruh dunia. Dengan demikian, pendidikan Islam tidak ikut andil dalam mewujudkan

47

Hery Noer Ay dan Munziers, Watak Pendidikan Islam (Jakarta: Friska Insani, 2005), hlm. 144.

48


(43)

tujuan-tujuan khusus agama Islam, yaitu menciptakan kebaikan umum bagi individu keluarga, masyarakat dan umat manusia.

Untuk mencapai tujuan tersebut, Islam membebaskan individu dari penyembahan terhadap selain Allah; dari rasa takut kehilangan rizki, kehormatan dan kehormatan serta dari pembudakan oleh hawa nafsu. Setelah itu Islam memberinya pendidikan rohaniah-amaliah melalui membaca al-Qur‟an, dzikir dan ibadah praktis. Dengan berada dalam naungan al-Qur‟an dan ma‟rifat kepada Allah, maka jiwanya akan menjadi tenang dan senantiasa terlepas dari kegelisahan.49

Dari keterangan di atas sudah jelas, bahwa untuk mencapai tujuan pendidikan Islam dibutuhkan usaha yang tidak pernah henti, selama seseorang masih hidup, di situlah seseorang berkesempatan untuk meraih setinggi mungkin tahapan-tahapan dalam meraih tujuan pendidikan Islam, di sinilah dalam Islam dikenal dengan istilah konsep pendidikan sepanjang hayat.

Sedangkan di lembaga sekolah formal dikembangkan istilah tujuan institusional, tujuan kurikuler, tujuan instruksional, tujuan semester, tujuan catur wulan, tujuan kelas dan sebagainya. Namun semua itu dapat dikualifikasikan sebagai tujuan perantara bila diukur dari tujuan pendidikan Islam yang identik dengan tujuan hidup manusia.50

49

Hery Noer Aly dan Munzier S, Watak Pendidikan Islam (Jakarta: Friska Agung Insani, 2003), hlm. 144.

50Ahmad Syar‟i,


(44)

Pentahapan tujuan pendidikan ini hanya merupakan cara untuk dapat mencapai tujuan akhir atau tertinggi pendidikan Islam. Tujuan akhir pendidikan Islam tidak dapat tercapai secara instan melainkan melaui proses. Sepanjang hidupnya manusia akan terus berusaha mencapai tujuan hidupnya, selama inilah proses pendidikan akan terus berlangsung.


(45)

37

A. Telaah Konsep Ulul Albab dalam Surat Ali-Imron Ayat 190-191 1. Redaksi Ayat dan Terjemah Q.S Ali-Imron Ayat 190-191

ََ ِراَه نلاَو ِلْي للا ِف ََِتْخاَو ِضْرَْْاَو ِتاَواَم سلا ِقْلَخ يِف نِإ

ِباَبْلَْْا يِلوُِْ ٍتاَي

ُ

٠٩٣

ِقْلَخ يِف َنوُر كَفَ تَ يَو ْمِهِبوُنُج ىَلَعَو اًدوُعُ قَو اًماَيِق َه للا َنوُرُكْذَي َنيِذ لا َ

ُ ِرا نلا َباَذَع اَنِقَف َكَناَحْبُس ًَِطاَب اَذَ َتْقَلَخ اَم اَن بَر ِضْرَْْاَو ِتاَواَم سلا

٠٩٠

َ

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan Ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, Maka peliharalah kami dari siksa

neraka.” (Q.S Ali-Imron: 190-191)1 2. Arti Mufrodat

a.

ِقْلَخ

Perkiraan dan penyusunan yang menunjukkan pada tatanan yang mantap

1

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Bandung: CV. Diponegoro, 2004), hlm. 75.


(46)

b.

ِتاَواَم سلا

Yaitu alam yang ada di atasmu

c.

ِضْرَْْا

Yaitu bumi sebagai tempat hidup kamu

d.

راَه نلا

َو ِلْي للا ِف ََِتْخاَو

Yaitu pergantian antara keduanya dan silih bergantinya siang dan malam

e.

ٍتاَي ََ

Sungguh merupakan tanda (dalil) yangmenunjukkan adanya Allah SWT dan kekuasaan-NYA

f.

ِباَبْلَْْا

Bentuk tunggalnya lubbun, yang artinya akal

g.

َه للا َنوُر

ُكْذَي َنيِذ لا

Yaitu orang-orang yang mengingat Allah SWT

h.

اًدوُعُ قَو اًماَيِق

Bentuk tunggalnya qaim dan qa’id, yang artinya berdiri dan duduk ( rukun-rukun shalat ).

i.

ًَِطاَب

Sia-sia yang tidak ada faidahnya


(47)

k.

ِرا نلا َباَذَع اَنِقَف

Jadikanlah amal saleh itu sebagai tameng bagi kami dari azab neraka.2

3. Asbabun Nuzul

At-Tabari dan Ibnu Hatim meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. bahwa orang-orang Quraisy datang kepada orang-orang Yahudi dan bertanya “bukti -bukti kebenaran apakah yang dibawa Musa as kepadamu?” Pertanyaan itu

dimenjawab “Tongkat dan tangannya terlihat putih bersinar bagi yang

memandangnya”

Sesudah itu mereka pergi mendatangi kaum Nasrani dan bertanya

“bagaimana halnya Isa?” Pertanyaan itu dijawab, “Isa menyembuhkan mata

yang buta sejak lahir dan penyakit sopak serta menghidupkan orang sudah

mati” Selanjutnya merekamendatangi Rasulullah saw dan berkata, “Mintalah

kepada tuhanmu agar bukit shofa itu menjadi emas untuk kami. “Maka berdoalah nabi Muhammad saw kepada Allah SWT dan turunlah ayat ini, mengajak agar mereka memikirkan langit dan bumi tentang kejadiannya, hal-hal yang menakjubkan di dalamnya, seperti bintang-bintang, bulan dan matahari, laut, gunung, pohon, binatang, dan sebagainya di bumi ini.3

2

Ahmad Mushthafa Al-Maraghi, Terjemahan Tafsir Al-Maraghi (Semarang: PT. Karya Thoha Putra, 1993), Jilid 4, hlm. 286.

3

Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Dan Tafsirnya (Jakarta: Lentera Abadi, 2010), Jilid 2, hlm. 96-97.


(48)

4. Munasabah

Secara etimologi, munasabah berarti al-musyakalah dan al-mugharabah yang berarti saling menyerupai dan saling mendekati.4 Selain itu munasabah juga berarti persesuaian, hubungan atau relevansi.

Sedangkan secara terminologi, munasabah adalah adanya keserupaan dan kedekatan di antara berbagai ayat, surat dan kalimat yang mengakibatkan adanya hubungan. Menurut Abdul Jalal, munasabah adalah hubungan persesuaian antara ayat atau surat yang satu dengan yang lain baik sebelum ataupun sesudahnya.5 Hubungan tersebut bisa berbentuk keterikatan makna ayat-ayat dalam macam-macam hubungan atau keniscayaan dalam pikiran seperti hubungan sebab musabab, hubungan kesetaraan dan hubungan perlawanan. Munasabah juga berbentuk penguatan penafsiran dan pengertian.6

Al-Qur‟an Q.S Ali-Imron ayat 190-191 mempunyai munasabah yang sangat erat dengan ayat sebelumnya yaitu menyebutkan keburukan-keburukan orang Yahudi, dan menegaskan bahwa langit dan bumi milik Allah SWT, maka dalam ayat-ayat ini Allah SWT menganjurkan untuk mengenal sifat-sifat keagungan, kemuliaan dan kebesaran Allah SWT.7

4

Ramli Abdul Wakhid, Ulumul Qur’an (Jakarta: Raja Grafindo, 2002), hlm. 91.

5

Abdul Jalal, Ulumul Qur’an(Surabaya: Dunia Ilmu, 2000), hlm. 154.

6

Ramli Abdul Wakhid, Ulumul Qur’an, Ibid., hlm. 91.

7


(49)

ُوُذَبَنَ ف ُهَنوُمُتْكَت َََو ِسا نلِل ُه نُ نِ يَ بُتَل َباَتِكْلا اوُتوُأ َنيِذ لا َقاَثيِم ُه للا َذَخَأ ْذِإَو

ُ َنوُرَ تْشَي اَم َسْئِبَف ًَيِلَق اًنَمَث ِهِب اْوَرَ تْشاَو ْمِِروُهُظ َءاَرَو

٠١٧

ََ َ

َنيِذ لا نَبَسْحَت

َنِم ٍةَزاَفَمِب ْمُه نَ بَسْحَت َََف اوُلَعْفَ ي ْمَل اَمِب اوُدَمْحُي ْنَأ َنو بِحُيَو اْوَ تَأ اَمِب َنوُحَرْفَ ي

ُ ٌميِلَأ ٌباَذَع ْمُهَلَو ِباَذَعْلا

٠١١

ِلُك ىَلَع ُه للاَو ِضْرَْْاَو ِتاَواَم سلا ُكْلُم ِه لِلَو َ

ِدَق ٍءْيَش

ُ ٌري

٠١٩

َ

Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang

telah diberi kitab (yaitu): “Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia, dan jangan kamu menyembunyikannya,” lalu mereka

melemparkan janji itu ke belakang punggung mereka dan mereka menukarnya dengan harga yang sedikit. Amatlah buruknya tukaran yang mereka terima. Janganlah sekali-kali kamu menyangka, bahwa orang-orang yang gembira dengan apa yang telah mereka kerjakan dan mereka suka supaya dipuji terhadap perbuatan yang belum mereka kerjakan janganlah kamu menyangka bahwa mereka terlepas dari siksa, dan bagi mereka siksa yang pedih. Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Q.S Ali-Imron: 187-189) Menurut Al-Ustazul-Imam menerangkan pula mengenai hubungan ayat ini dengan ayat-ayat yang lalu. Maksudnya kata beliau yaitu pada ayat-ayat yang lalu telah diterangkan Allah SWT peristiwa kaum ahli kitab dan perihal sebagian orang-orang yang beriman, seandainya jika mereka berpikir tentang kejadian langit dan bumi tentulah mereka terhenti dari pada terperdaya dan


(50)

tentulah mereka mengetahui bahwa sudah sepatutnya Allah SWT mengutus utusan-Nya (Muhammad SAW).8

Q.S Ali-Imron 190-191 juga mempunyai munasabah dengan ayat selanjutnya, yaitu ayat 196-200:

ُ ِد ََِبْلا يِف اوُرَفَك َنيِذ لا ُب لَقَ ت َك ن رُغَ ي ََ

٠٩

ُم نَهَج ْمُاَوْأَم مُث ٌليِلَق ٌعاَتَم َ

ُ ُداَهِمْلا َسْئِبَو

٠٩٧

َل َ

اَهِتْحَت ْنِم يِرْجَت ٌتا نَج ْمُهَل ْمُه بَر اْوَق تا َنيِذ لا ِنِك

ُ ِراَرْ بَِْْل ٌرْ يَخ ِه للا َدْنِع اَمَو ِه للا ِدْنِع ْنِم ًَُزُ ن اَهيِف َنيِدِلاَخ ُراَهْ نَْْا

٠٩١

نِإَو َ

ِإ َلِزْنُأ اَمَو ِه للاِب ُنِمْؤُ ي ْنَمَل ِباَتِكْلا ِلَْأ ْنِم

ََ ِه لِل َنيِعِشاَخ ْمِهْيَلِإ َلِزْنُأ اَمَو ْمُكْيَل

ُعيِرَس َه للا نِإ ْمِهِبَر َدْنِع ْمُُرْجَأ ْمُهَل َكِئَلوُأ ًَيِلَق اًنَمَث ِه للا ِتاَيآِب َنوُرَ تْشَي

ُ ِباَسِحْلا

٠٩٩

اَو اوُطِباَرَو اوُرِباَصَو اوُرِبْصا اوُنَمآ َنيِذ لا اَه يَأ اَي َ

َه للا اوُق ت

ُ َنوُحِلْفُ ت ْمُك لَعَل

٥٣٣

َ

“Janganlah sekali-kali kamu terperdaya oleh kebebasan orang-orang kafir bergerak di dalam negeri.Itu hanyalah kesenangan sementara, Kemudian tempat tinggalmereka ialah jahannam; dan Jahannam itu adalah tempat yang seburuk-buruknya. Akan tetapi orang-orang yang

8

A. Halim Hasan, dkk, Tafsir Al-Manar (Bairut: Darul Kutub Ilmiyah, 2005), Jilid 4, hlm 483.


(51)

bertaqwa kepada Tuhannya, bagi mereka surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya, sedang mereka kekal di dalamnya sebagai tempat tinggal (anugerah) dari sisi Allah. dan apa yang di sisi Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang berbakti. Dan Sesungguhnya diantara ahli Kitab ada orang yang beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kamu dan yang diturunkan kepada mereka sedang mereka berendah hati kepada Allah dan mereka tidak menukarkan ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit. mereka memperoleh pahala di sisi Tuhannya. Sesungguhnya Allah amat cepat perhitungan-Nya. Hai orang-orang yang beriman, Bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertaqwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung.”9

Dalam ayat ini Allah SWT telah menjanjikan pada kaum muslimin pahala sebagai penghargaan dari Allah SWT di samping tempat tinggal beserta perlengkapan-perlengkapannya itu, adalah lebih baik dari pada kesenangan duniawi yang dinikmati orang-orang kafir waktu masih hidup di alam fana’.

5. Isi Kandungan Q.S Ali-Imron Ayat 190-191

Diriwatkan dari Aisyah r.a. bahwa Rasulullah berkata: “Wahai Aisyah, saya pada malam hari ini beribadah kepada Allah SWT.” Jawab Aisyah r.a.

“Sesungguhnya saya senang jika Rasulullah berada di sampingku. Saya

senang melayani kemauan dan kehendaknya. Tetapi baiklah! Saya tidak

keberatan.” Maka bangunlah Rasulullah saw dari tempat tidurnya lalu

mengambil air wudhu, tidak jauh dari tempatnya lalu sholat.

9


(52)

Pada waktu sholat beliau menangis sampai air matanya membasahi kainnya, karena merenungkan ayat al-Qur‟an yang dibacanya. Setelah shalat beliau duduk dan memuji Allah SWT dan kembali menangis tersedu-sedu. Kemudian beliau mengangkat kedua belah tangannya berdo‟a dan menangis lagi dan air matanya membasahi tanah. Setelah Bilal datang untuk azan shubuh dan melihat Nabi saw menangis ia bertanya. “Wahai Rasulullah! Mengapakah Rasulullah menangis, padahal Allah SWT telah mengampuni dosa Rasulullah baik yang terdahulu maupun yang akan datang?” Nabi menjawab “Apakah saya ini bukan seorang hamba yang pantas dan layak bersyukur kepada Allah SWT? Dan bagaimana saya tidak menangis? Pada malam ini Allah SWT telah menurunkan ayat kepadaku. Selanjutnya beliau

berkata,” Alangkah rugi dan celakanya orang-orang yang membaca ini dan

tidak memikirkan dan merenungkan kandungan artinya.10

Surat Ali-Imron ayat 190 ini mirip dengan surat al-Baqarah ayat 164:

ِف ََِتْخاَو ِضْرَْْاَو ِتاَواَم سلا ِقْلَخ يِف نِإ

يِت لا ِكْلُفْلاَو ِراَه نلاَو ِلْي للا

ِهِب اَيْحَأَف ٍءاَم ْنِم ِءاَم سلا َنِم ُه للا َلَزْ نَأ اَمَو َسا نلا ُعَفْ نَ ي اَمِب ِرْحَبْلا يِف يِرْجَت

10


(53)

ُمْلا ِباَح سلاَو ِحاَيِرلا ِفيِرْصَتَو ٍة باَد ِلُك ْنِم اَهيِف ثَبَو اَهِتْوَم َدْعَ ب َضْرَْْا

ِر خَس

ُ َنوُلِقْعَ ي ٍمْوَقِل ٍتاَي ََ ِضْرَْْاَو ِءاَم سلا َنْيَ ب

٠

َ

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah SWT turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-Nya dan dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah SWT) bagi kaum yang memikirkan.”11

Ayat ini menyebutkan delapan macam ayat-ayat Allah SWT, sedangkan ayat 190 yang terdapat pada surat Ali-Imron terdapat tiga ayat-ayat Allah SWT, kalau dengan ayat 164 surat al-Baqarah bukti-bukti yang disebutkan adalah hal-hal yang terdapat di langit dan di bumi, di sini penekannya pada bukti-bukti yang terbentang di langit. Ini karena bukti-bukti tersebut lebih menggugah hati dan pikiran, dan lebih cepat mengantar seseorang untuk meraih rasa keagungan Ilahi. Di sisi lain surat ayat 164 surat al-Baqarah ditutup dengan menyatakan bahwa yang demikian itu merupakan tanda-tanda

bagi orang yang berakal (

َنوُلِق

ْعَ ي ٍمْوَقِل ٍتاَي ََ

), sedangkan pada ayat ini setelah

11


(54)

berada pada tahap yang lebih tinggi maka mereka juga telah mencapai

kemurnian akal, maka wajar ayat ini ditutup dengan (

ِباَبْلَْْا يلوُِْ ٍتاَي ََ

).12 Memikirkan pergantian siang dan malam, mengikuti terbit dan terbenamnya matahari, siang lebih lama dari pada malam dan sebaliknya. Semua itu menunjukkan atas kebesaran dan kekuasaan penciptanya bagi orang-orang yang berakal. Memikirkan terciptanya langit dan bumi, pergantian siang dan malam secara teratur dengan menghasilkan waktu-waktu tertentu bagi kehidupan manusia merupakan satu tantangan tersendiri bagi kaum intelektual beriman. Mereka diharapkan dapat menjelaskan secara akademik fenomena alam itu, sehingga dapat diperoleh kesimpulan bahwa Tuhan tidaklam menciptakan semua fenomena itu dengan sia-sia.13

Pada ayat tersebut dalam tafsir al-Misbah menjelaskan bahwa orang yang berakal adalah orang yang melakukan dua hal, yaitu tadzakkur yakni mengingat Allah SWT dengan ucapat dan atau hati dalam situasi dan kondisi saat bekerja atau istirahat, sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring, dan tafakkur memikirkan ciptaan Allah SWT, yakni kejadian di alam semesta. Dengan melakukan dua hal tersebut ia sampai kepada hikmah yang berada di balik proses mengingat dan berpikir, yaitu mengetahui,

12

M. Qurais Shihab, Tafsir al Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an (Jakarta: Lentera Hati, 2009), Jilid 2, hlm. 371.

13


(55)

memahami menghayati bahwa di balik fenomena alam dan segala sesuatu yang ada di dalamnya menunjukkan adanya sang pencipta, Allah SWT.14

للا ِف ََِتْخاَو ِضْرَْْاَو ِتاَواَم سلا ِقْلَخ يِف نِإ

ِباَبْلَْْا يِلوُِْ ٍتاَي ََ ِراَه نلاَو ِلْي

ُ

٠٩٣

َ

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.” Dalam ayat ini Allah SWT menjelaskan bahwa sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi serta keindahan ketentuan dan keistimewaan penciptaannya, serta adanya pergantian siang dan malam serta berjalannya waktu, serta pengaruhnya yang tampak pada perubahan fisik dan kecerdasan yang disebabkan pengaruh panas matahari dan dinginnya malam, serta pengaruhnya pada binatang dan tumbuh-tumbuhan adalah bukti kesempurnaan ilmu dan kekuasaan-Nya.15

Langit adalah yang di atas kita, yang menaungi kita. Entah berapa lapisnya Tuhanlah yang tahu, sedang yang dikatakan kepada kita hanya tujuh. Menakjubkan pada siang hari dengan berbagai warna awan-gemawan, mengharukan malam harinya dengan berbagai bintang-bintang.

Bumi adalah tempat kita berdiam ini, penuh dengan aneka keganjilan, yang kian diselidiki kian mengandung rahasia ilmu yang belum terurai. Langit

14

M. Qurais Shihab, Tafsir al Misbah, Ibid., hlm. 308-309.

15


(56)

dan bumi dijadikan oleh Kholik dengan tersusun terjangkau dengan sangat tertib. Bukan hanya semata dijadikan, tetapi setiap saat tampak hidup semua, bergerak menurut aturan. Silih berganti perjalanan siang dengan malam sangat besar pengaruhnya atas hidup kita ini dan hidup segala yang bernyawa.16

Konteks Al-Qur‟an di sini menggambarkan langkah-langkah gerakan jiwa yang ditimbulkan oleh responnya terhadap pemandangan yang berupa langit dan bumi dan pergantian malam dan siang dalam perasaan ulul albab dengan gambaran yang cermat. Pada waktu yang sama ia merupakan gambaran yang memberikan kesan dan arahan, yang memalingkan hati kepada manhaj yang sahih di dalam bergaul dengan alam semesta, di dalam berbicara kepadanya dengan bahasanya, di dalam bersoal jawab bersama fitrahnya dan hakikatnya, dan terkesan dengan isyarat-isyarat dan pengarahan-pengarahannya. Juga

menjadikan “kitab” ilmu pengetahuan bagi manusia mukmin yang senantiasa

menjalin hubungan dengan Allah SWT dan dengan apa yang diciptakan oleh tangan Allah SWT.17

Ibnu Katsir menyatakan bahwa yang disebut ulul albab adalah:

ْلا ُع

ُق ْو

ُل

تلا

ِما

زلا

ِك ي

ِة

لا ِت

ُت ى

ْد َر

ُك

َْْا

ْش َي

َءا

ِب

َح َق

ِئا ِق

َه

َع ا

َل

َج ي

ِل ي

ِتا

َه

َو ا

َل ْي

ُس ْ

وا

َك

صلا

ِم

َو

ْلا ُب

ْك

ِم

لا

ِذ ْي

َن

ََ

َ ي ْع

ِق ُل

ْو َن

16

Abdul Malik Abdul Karim Abdullah, Tafsir Al-Azhar (Singapura: Pustaka Nasional, 1999), Jilid 2, hlm. 1033.

17


(1)

Ahmad Warson al-Munawwir, Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia (Yogyakarta: Pondok Pesantren Krapyak,1984).

Ahmadi, Islam Sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006).

Akhmad Arif Junaidi, Pembaharuan Metodologi Tafsir al-Qur’an; Studi atas Pemikiran Tafsir Kontekstual Fazlur Rahman (Semarang: Gunung Jati, t.t.). Armai Arief, Pengantar Umum dan Metodologi Pendidikan Islam (Jakarta: Ciputat

Press, 2002).

Baihaqi AK, Mendidik Anak dalam Kandungan Menurut Ajaran Pedagogis Islam (Jakarta: Darul Ulum Press, 2000).

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Bandung: CV. Diponegoro, 2004). Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjamahannya (Bandung: CV. Diponegoro,

2008).

F.J. Mc. Donald, Educational Psychology (California: Wadsworth Publishing Company, 1959).

Fadlolan Musyaffa‟ Mu‟thi, Potret Islam Universal (Tuban: Syauqi Press, 2008). Hery Noer Aly dan Munzier, Watak Pendidikan Islam (Jakarta: Friska Agung Insani,

2003).

Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999).

Jalaluddin Rahmat, Islam Alternatif: Ceramah-ceramah di Kampus (Bandung: Mizan, 1993).

Jalaludin dan Umar Said, Filasafat Pendidikan Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994).

John Dewey, Democracy and Education (New York: The Macmillan Company, 1964).

Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Dan Tafsirnya (Jakarta: Lentera Abadi, 2010). Khoiron Rosyadi, Pendidikan Profetik (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004).


(2)

M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2000).

M. Dawam Rahadjo, Keluar Dari Kemelut Pendidikan Nasional: Menjawab Tantangan Kualitas SDM Abad 21 (Jakarta: Inremesa, 1997).

M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedi Al-Qur’an, Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-Konsep Kunci (Jakarta: Paramadina, 2002).

M. Nor Ichwan, Memasuki Dunia Al-Qur’an (Semarang: Lubuk Raya, 2001).

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an (Jakarta: Lentera Hati, 2009).

M. Yudie R. Haryono, Bahasa Politik al-Qur’an; Mencurigai Makna Tersembunyi Teks (Bekasi: Gugus Press, 2003).

Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia (Jakarta: Yayasan Penerjamah, 1973). Manna Khalil al-Qattan, Mabahis fi Ulum al-Qur'an (Mansurat al-A‟sr al-Hadis,

1973).

Moh. Saifullah Al-Aziz, Cahaya Penerang Hati (Surabaya: Terbit Terang, 2004). Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam: Kajian Filisofis Dan

Kerangka Operasionalnya (Bandung: Tri Genda Karya, 1993).

Muhaimin, Arah Baru Pengembangan Islam, Pemberdayaan, Pengembangan, Kurikulum Hingga Redifinisi Islamisasi Ilmu Pengetahuan (Jakarta: Nuansa, 2003).

Muhammad Abdullah al-Syarqawi, Sufisme dan Akal (Bandung: Pustaka Hidayah, 2003).

Muhammad Abu Zahrah, Usul al-Fiqh (Cairo: Dar al-Fikr al-„Arabi, 1958). Muhammad Ustman Najati, al-Qur’an dan Ilmu Jiwa (Bandung: Pustaka, 1989). Munzier Suparta, Ilmu Hadis (Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2003).

Musfir bin Said Az-Zahrani, Konseling Terapi (Jakarta: Gema Insani, 2005). Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2003).


(3)

Nana Sudjana dan Ibrahim, Penelitian dan Penilaian Pendidikan (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2001).

Nasution, Asas-Asas Kurikulum (Jakarta: Bumi Aksara, 1994).

Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Praktis Dan Teoritis (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2000).

Nurcholis Madjid, Tradisi Islam: Peran dan Fungsinya Dalam Pembangunan di Indonesia (Jakarta: Paramadina, 1997).

Omar Muhammad Al-Toumy Al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, terj. Hasan Langgulung (Jakarta: Bulan Bintang, 1979).

Pusat Pengembangan Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2003).

Ramli Abdul Wakhid, Ulumul Qur’an (Jakarta: Raja Grafindo, 2002).

Ridwan Nasir, Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal, Pondok Pesantren di Tengah Arus Perubahan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005).

Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis (Jakarta: Ciputat Press, 2002).

Sayyid Quthb, Tafsir Fidzilalil Qur’an (Jakarta: Gema Insani, 2008).

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Teori dan Praktek (Jakarta: Rineka Cipta, 2002).

Syahminan Zaini, Prinsip-Prinsip Dasar Konsepsi Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 1986).

Syahrin Harahap, Al-Qur’an dan Sekularisasi (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1994). Tengku Hasbi Ash-Shiddieqi, Pengantar Ilmu Fikih (Semarang:Riski Putra, 1999). Toto Tasmara, Menuju Muslim Kaffah Menggali Potensi Diri (Jakarta: Gema Insani,

2000).

Wahbah Az-Zuhaili, Al-Qur’an dan Paradigma Peradaban, Terj. M. Thohir dan Team Titian Ilahi (Yogyakarta: Dinamika,1996).


(4)

Widodo Supriono, Ilmu Pendidikan Islam dalam Ismail SM (eds), Paradigma Pendidikan Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001).

Yusuf Qardawi, Al-Qur’an Berbicara Tentang Akal Dan Ilmu Pengetahuan (Jakarta: Gema Insani, 1998).

Zakiyah Daradjat, dkk, Metodologi Pengajaran Agama Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2001).


(5)

PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : HARUN ARROSYID NIM : D51211105

Fak/Prodi : Fak. Tarbiyah dan Keguruan/ Pendidikan Agama Islam

Menyatakan bahwa skripsi ini secara keseluruhan adalah hasil penelitian atau karya saya sendiri, kecuali pada bagian tertentu yang dirujuk dari sumbernya.

Surabaya, 29 Juli 2015 Yang menyatakan,

Harun Arrosyid D51211105


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap : HARUN ARROSYID Tempat/tanggal lahir : Magetan, 14 November 1992 Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Ds. Sobontoro RT. 04 RW. 02 Kec. Karas Kab. Magetan Telpon / HP : (888) 350-7408 / 085736345717

E-mail : harun.bachdim@gmail.com

RIWAYAT PENDIDIKAN

SDN Sobontoro 1 Magetan (1999-2005) MTsN Temboro Magetan (2005-2008) MAN Panekan Magetan (2008-2011) UIN Sunan Ampel Surabaya (2011-2015)

PENGALAMAN ORGANISASI

Anggota Div. Pelatihan HMJ PAI (2013) Ketua HMJ PAI (2014)

Sekbid. Internal Komisariat PMII Cabang Surabaya Selatan (2015) Sekjend. DEMA UIN Sunan Ampel (2015)