T2 092009106 BAB III

Bab Tiga

Pengalaman Penelitian sambil Berwisata
di Kepulauan Raja Ampat
“Metodologi merupakan jalan yang ditempuh untuk mencapai
pemahaman. Jalan untuk mencapai pemahaman tersebut
ditetapkan secara bertanggung jawab secara ilmiah dan data
yang dicari untuk membangun atau memperoleh pemahaman
yang luas melalui syarat ketelitian, ini berarti harus dapat
dipercaya kebenarannya (Narbuko, 2007:3). Seperti halnya
juga yang dikemukakan oleh Bungin (2003:42), metodologi
sangat dibutuhkan untuk menjawab permasalahanpermasalahan penelitian. Oleh karena itu persoalan penting
yang patut diperhatikan dalam metodologi penelitian adalah
dengan cara apa dan bagaimana data yang diperlukan dapat
dikumpulkan sehingga hasil akhir penelitian dapat menjawab
permasalahan penelitian dan memberikan informasi yang
jelas.” (dalam Ridi :2011)

Pengantar
Isi bab ini, akan menggambarkan seluruh proses pengalaman
penelitian yang dilalui (dijalani) oleh peneliti selama berada di

lokasi penelitian. Diawali dengan sebuah ketertarikan hingga proses
pengambilan data lapangan, peneliti mempersiapkan segala
sesuatunya sesuai dengan tahapan-tahapan baku dalam penelitian.
Itu semua dilakukan dalam rangka memperoleh suatu proses yang
akan dinarasikan untuk mengkonstruksikan kembali perilaku
keseharian para pelaku komunitas masyarakat lokal di kampung
Sawinggrai sebagai bagian dalam pengembangan pariwisata di Raja
Ampat. Oleh sebab itu, pada bagian ini akan membahas bagaimana
proses melakukan penelitian, tahapan pengumpulan data dan
berbagai dinamika – suka duka, pengalaman berwisata oleh
peneliti–, selama melakukan aktivitas penelitian di kepulauan Raja
Ampat.

35

Berawal dari sebuah ketertarikan
Proses ini dimulai ketika penulis dan teman-teman
mahasiswa MSP Angkatan 2009 ditugaskan untuk membuat
proposal penelitian dalam rangka menyelesaikan tugas akhir mata
kuliah metodologi penelitian. Dalam tugas itu, peneliti mengangkat

topik tentang pengembangan pariwisata di Raja Ampat. Setelah
semua tugas metodologi penelitian ini kami kumpulkan – akhir
bulan Agustus 2010 -, pada suatu siang di kafe kampus, peneliti
mendapat kabar bahwa kami sudah mendapat surat keputusan (SK)
Rektor mengenai penetapan dosen pembimbing dalam proses
penulisan tesis.1 Tentu saja peneliti begitu terkejut, karena menurut
peneliti, tugas tersebut dibuat (hanya) dalam rangka menyelesaikan
tugas akhir. Dan untuk sampai pada sebuah proposal penelitian, akan
dibuat tersendiri (proposal baru) yang akan diajukan sebagai ujian
kelayakan proposal tesis.

Penelitian lapangan
Pada bulan Oktober 2010, peneliti melakukan konsultasi
dengan ibu Titi, selaku dosen pembimbing, untuk menjelaskan niat
(maksud) peneliti untuk turun ke lokasi penelitian. Dalam proses
konsultasi awal, peneliti sebenarnya merasa berat dan khawatir
apabila nantinya harus ke Raja Ampat.2 Dalam diskusi dengan ibu
1

2


Belakangan peneliti baru mengerti alasan di balik penetapan semua tugas-tugas
yang teman-teman angkatan buat itu, bisa sampai diterbitkan sebagai SK
penetapan, karena salah seorang dari teman peneliti yang pada saat itu sangat
mendesar untuk secepatnya pulang kedaerahnya utuk melakukan penelitian
tesis. Sehingga atas dasar itu kemudian, tugas akhir matakuliah Metodologi
penelitian tersebut di tetapkan oleh program studi untuk ditetapkan sebagai
dasar dalam menetapkan dosen pembinbing untuk keperluan penulisan tesis.
Bahwa itu dilakukan sebenarnya baik adanya, karena sejak awal tim pengajar
mata kuliah metodologi (Pak KUT, TEN dan MAR), sudah jauh-jauh
mengingatkan kami, agak kelak proposal yang kami buat sedapat mungkin
merupakan topic yang hendak dijadikan sebagai proposal tesis nantinya.
Rasa kekawatiran peneliti disebabkan oleh beberapa alasan antara lain : Lokasi
penelitian di Raja Ampat jauh. dan untuk sampai kedaerah tersebut
membutuhkan pendanaan yang cukup besar. Belum lagi menyangkut kondisi
lokasi yang belum secara umum peneliti kenal dengan baik. Ditambah lagi
mengingat luas wilayah dan daya jangkauannya seta membutuhkan waktu yang
banyak untuk menyelesaikan proses penelitian. Hal-hal itu yang kemudian,
menambah kekawatiran peneliti, ketika harus ke Raja Ampat.


36

Titi peneliti merasa keberatan, dan hendak memindahkan lokasi
penelitian ke Manokwari – agar bisa terjangkau atau lebih dekat
dengan tempat domisili peneliti – atau ke kabupaten Biak Numfor
yang secara geografis berdekatan. Namun ibu Titi dengan bijaksana
dan berbekal pengalamannya sebagai peneliti pariwisata,
memberikan masukannya, bahwa untuk melakukan penelitian atau
untuk menjawab pertanyaan penelitian tentang bentuk
pengembangan pariwisata dan partisipasi masyarakat berbasis
komunitas, dibutuhkan suatu lokasi yang sudah ada masyarakat di
lokasi wisata tersebut.
Untuk itu peneliti disarankan mencari lokasi yang sudah ada
pengembangan pariwisatanya. Ketika peneliti ditanya apakah kalau
meneliti di Kabupaten Manokwari, apakah ada lokasi obyek wisata
dengan komunitas masyarakat yang telah dan dikembangkan
(sebelumnya) sebagai kawasan atau daerah wisata (desa wisata),
maka peneliti menjawab belum ada. Barangkali itu yang kemudian
menjadi alasan, mengapa peneliti mau tidak mau (harus) memilih
Raja Ampat sebagai tempat penelitian. Kalaupun peneliti

memaksakan kehendak untuk tetap melakukan penelitian di luar
Raja Ampat, maka apa yang menjadi fokus penelitian peneliti tidak
akan tercapai.
Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini difokuskan ke
Raja Ampat. Dalam diskusi selanjutnya peneliti dan dosen
pembimbing memantapkan pertanyaan-pertanyaan penelitian yang
akan dijadikan pedoman wawancara selama di lokasi penelitian,
serta mencari dan membaca berbagai literatur - mengenai
pengembangan pariwisata dan patrisipasi masyarakat yang mungkin
sudah pernah dilakukan di Raja Ampat ataupun di daerah lain dalam rangka dijadikan sebagai road map (peta jalan) untuk
mengarahkan peneliti ketika berada di lokasi penelitian.
Pengalaman perjalanan peneliti terakhir kali ke Raja Ampat
adalah pada akhir bulan November 2008 dalam sebuah tugas
kedinasan (penelitian menyangkut UMKM). Ketika peneliti
meninggalkan pelabuhan Lokbon (Waisai) dan melihat keindahan
kota Waisai dan gugusan pulau-pulau Raja Ampat – dalam benak
peneliti, kapan yah.. kira-kira peneliti dapat kembali ke kabupaten
yang indah ini. Ketertarikan peneliti akan keindahan Raja Ampat
akhirnya membawa peneliti kembali ke daerah ini. Dibutuhkan
37


waktu 3 tahun lebih bagi peneliti untuk menginjakkan kaki kembali
di kepaulauan ini. Peneliti tiba kembali di kabupaten ini pada awal
bulan Agustus 2011.3


Pengurusan Surat Ijin Penelitian dan Persiapan Alat
Kelangkapan Penelitian

Untuk mendukung aktivitas dan kelancararan dalam
melakukan penelitian, alat kelengkapan sangat diperlukan dalam
menunjang aktivitas tersebut. Penyediaan alat kelengkapan data
sebelum melakukan kegiatan turun lapangan, antara lain:
mempersiapkan pedoman wawancara, tape recorder , alat tulis
menulis, camera digital nikon, laptop yang penulis gunakan selama
melakukan kegiatan input data. Ada catatan menarik dari kegiatan
input data, mengingat di lokasi penelitian tidak dilengkapi dengan
fasilitas penerangan dan listrik sehingga kegiatan input data peneliti
lakukan tidak dengan menggunakan laptop melainkan peneliti
mencatat saja apa yang menjadi temuan harian secara manual.


3

38

Untuk sampai kembali ke Waisai, peneliti mengawali perjalanan dari Kota
Salatiga, pada awal bulan Desember 2010, setelah peneliti dan teman-teman
angkatan 2009 MSP secara kolektif dijadwalkan oleh program studi untuk
mengikuti ujian kelayakan proposal sebagai bagian yang wajib diikuti
sebelum turun lapangan untuk melakukan penelitian. Setelah melakukan ujian
kelayakan proposal, peneliti melakukan diskusi-diskusi menyangkut pedoman
wawancara dengan ibu Titi, sebelum meninggalkan kota Salatiga. Pada
awalnya peneliti hendak turun lapangan pada bulan Desember 2010.
Mengingat pertimbangan bahwa memasuki bulan Desember agak kesulitan
memperoleh data (primer dan sekunder) mengingat memasuki masa persiapan
merayakan natal, maka niat peneliti untuk turun lapangan, diurungkan.
Kondisi itu diperparah lagi dengan persolan pendanaan (sumber beasiswa)
yang diberhentikan secara sepihak oleh pemerintah daerah yang membiayai
studi peneliti. Akhirnya melalui proses yang cukup lama dan membosankan,
peneliti akhirnya mengambil sikap dengan pendanaan yang terbatas peneliti

tetap melakukan penelitian di Raja Ampat. Pada tanggal 02 Agustus 2011
peneliti meninggalkan kota Manokwari dengan menggunakan pesawat
terbang tiba di kota Sorong – perjalanan dengan pesawat menempuh waktu 35
menit. Setelah sampai di Kota Sorong, peneliti melanjutkan perjalanan ke
kota Waisai dengan menggunakan kapal cepat KM. Marina Express.
dibutuhkan waktu 2 jam perjalanan untuk sampai di ibukota kabupaten Raja
Ampat ini. Peneliti tiba pada tanggal 02 Agustus 2011 jam 17,30 WIT
(Waktu Indonesia timur)

Proses perijinan di Kantor Bupati. Berbekal surat ijin
penelitian yang dikeluarkan oleh Ketua Program Studi
Pembangunan UKSW, pada tanggal 25 November 2010 dengan
nomor : 0090/PPs/MSP/XI/2010, peneliti mengajukan surat ijin
penelitian kepada pemerintah daerah Raja Ampat, dan melalui surat
itu, peneliti menghadap Sekertaris Daerah (Sekda) Raja Ampat,
bapak Drs. Ferdinant Dimara, M.Si di ruang kerjanya sembari
peneliti menjelaskan niat dan maksud melakukan penelitian di Raja
Ampat. Setelah melakukan pertemuan dengan bapak Sekda
kabupaten Raja Ampat, surat ijin peneliti kemudian diarahkan untuk
bertemu dengan kepala Badan Kesbangpol (Kesatuan Bangsa dan

Politik) kabupaten Raja Ampat. Mengingat banyaknya aktivitas
yang dilakukan di kantor Badan Kesbangpol, proses pengurusan ijin
turun lapangan agak terhambat. Akhirnya, peneliti mendapat ijin
untuk melakukan penelitian di Raja Ampat melalui surat keterangan
penelitian yang ditandatangani oleh kepala Kesbangpol, nomor :
201/178/2011, tertanggal 15 Agustus 2011.
Setelah memperoleh surat ijin penelitian dari kantor
Kesbangpol Raja Ampat, maka peneliti mendatangi kantor dinas
kebudayaan dan pariwisata, untuk mencari berbagai informasi awal
mengenai lokasi yang (kira-kira) tepat untuk melakukan penelitian,
serta beberapa informasi mengenai proses perkembangan pariwisata
di Raja Ampat. Dari berbagai informasi yang diperoleh, peneliti
diberikan penjelasan bahwa di Raja Ampat sudah ada lima kampung
wisata yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah sebagai daerah
percontohan pengembangan pariwisata. Untuk hal tersebut, maka
peneliti diberikan arahan untuk dapat melakukan penelitian di distrik
Meosmansar, mengingat di wilayah ini ada terdapat beberapa
kampung yang telah ditetapkan sebagai kampung wisata di Raja
Ampat. Sebagai dasar operasionalnya, peneliti diberikan sebuah
surat pengantar (surat rekomendasi penelitian) tambahan yang

dikeluarkan oleh kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Raja
Ampat, yang ditujukan kepada ketua kelompok Sadar Wisata di 5
kampung wisata di distrik Meosmansar (nomor surat :
475/208/2011). Surat ini, dimaksudkan sebagai acuan dalam
melakukan penelitian di kelima kampung (desa) wisata, serta kepada
para pelaku wisata di lima kampung tersebut diharapkan untuk dapat
membantu peneliti baik dalam hal memberikan informasi, tetapi juga
kiranya diberikan pelayanan fasilitas tinggal di homestay selama
proses penelitian berlangsung. Berdasarkan data dan informasi yang
39

diberikan, ditambah dari berbagai informasi yang peneliti cari dan
dapatkan dari beberapa sumber, akhirnya peneliti dengan mantap
menetapkan distrik meosmansar sebagai lokus penelitian di Raja
Ampat.


Menuju Lokasi Penelitian

Untuk sampai pada tahapan turun lapangan, peneliti sudah

memperoleh informasi mengenai beberapa sumber informan yang
akan peneliti jumpai ketika harus turun mengambil data di kampungkampung tersebut. Informasi mengenai orang-orang yang harus
peneliti jumpai di lokasi penelitian, peneliti dapati dari Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Raja Ampat. Sebagai contoh, ketika
peneliti berada di kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, secara
tidak langsung peneliti berjumpa dengan bapak Yesaya Mayor, yang
diperkenalkan oleh staf kantor tersebut. Bapak Yesaya Mayor juga
diingatkan oleh staf Dinas Kebudayaan dan Pariwisata agar kelak
dapat membantu peneliti selama melakukan penelitian di tempatnya
bapak Yesaya (di kampung Sawinggrai). Inilah awal mula peneliti
berjumpa dengan bapak Yesaya Mayor. Sosok yang bersahaja dan
murah senyum terpancar dari wajahnya ketika pertemuan pertama
itu. Selain, itu informasi mengenai bapak Yesaya, diperoleh dari
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, penenulis juga memperoleh data
informasi dari beberapa teman peneliti yang berprofesi sebagai
pegawai negeri maupun sebagai staf LSM yang ada di kota Waisai.
Akhirnya, pada tanggal 20 Agustus 2011, peneliti bersamasama dengan bapak Yesaya, kami meninggalkan kota Waisai,
dengan menggunakan speedboad nya. Sebelumya, berdasarkan
diskusi dengan beberapa pelaku atau anggota LSM, peneliti telah
banyak memperoleh data mengenai lokasi yang peneliti tuju sebagai
lokasi penelitian. Untuk sampai pada tahapan itu, peneliti
mempersiapakan bahan-bahan kontak seperti, sirih pinang4, rokok,
4

Sirih pinang merupakan makanan khas (tidak dalam pengertian makan untuk
dikonsumsi sebagai bagian dari asupan gisi atau pemenuhan energy) orang
Papua, yang secara tidak langsung berfungsi sebagai alat kontak dalam
menjalankan aktivitas komunikasi dikalangan masyarakat Papua. Sirih pinang
menjadi sangat penting, mengingat cemilan (istilah peneliti) ini,wajib
dikonsumsi baik kalangan orang tua, mudah, laki-laki maupun perempuan
dalam setiap aktivitas dikampung, bahkan diperkotaan.

40

dan beberapa bahan makanan yang secara sengaja peneliti siapkan
sebagai bagian dalam kelengkapan logistik selama melakukan
penelitian. Ini menjadi penting mengingat lokasi penelitian jauh,
sehingga harus dipersiapkan sebelumnya. Setelah semua keperluan
logistik dan bahan bakar speedboat diisikan, kamipun meninggalkan
kota Waisai menuju kampung Sawinggrai.
Dalam perjalanan menuju ke kampung Sawinggrai, kami
mengalami guncangan yang luar biasa, yang diakibatkan oleh
gelombang laut yang mencai satu sampai satu setengah meter yang
menguncang speedboad yang dikemudikan oleh bapak Yesaya
Mayor. Namun pengelaman bapak Yesaya, kami berhasil melalui
badai tersebut. Akhirnya melalui perjalanan yang cukup melelahkan
dan membuat hati sedikit ciut, akibat gelombang dan angin selatan
yang menerpa dalam perjalanan. Tepat pukul 18.15 Wit (waktu
Indonesia timur), kami tiba di kampung Sawinggrai.

Gambar 1. Latar dermaga dan speed boat Pak Yesaya.

Di dermaga milik bapak Yesaya di kampung Sawinggrai,
kedatangan peneliti dan bapak Yesaya, sudah disambut oleh
beberapa pemuda – yang sibuk mengangkat barang-barang peneliti.
Kemudian, peneliti diantar untuk menempati sebuah kamar di
sebuah rumah yang akhirnya peneliti ketahui bahwa itu adalah
41

homestay nya bapak Yesaya. Tidak berapa lama, peneliti kemudian
memperkenalkan diri pada keluarganya bapak Yesaya, antara lain
kepada istri dan anak-anaknya, serta beberapa pemuda yang
seringkali mangkal atau nongkrong di tempatnya bapak Yesaya.
Pada kesempatan itu, bapak Yesaya, menyampaikan niat dan
maksud peneliti kepada mereka. Pertemuan malam itu, kemudian
diakhiri dengan makan malam bersama dengan keluarga bapak
Yesaya Mayor.



Penelitian di Kampung Sawinggrai

Penelitian yang dilakukan di kampung Sawinggrai dimulai
pada minggu ketiga bulan Agustus. Secara teknis, waktu
pelaksanaan penelitian di kampung Sawinggrai dilakukan selama
kurang lebih 2 minggu lebih. Yaitu dimulai pada tanggal 20 Agustus
sampai dengan tanggal 9 September 2011. Selama melakukan proses
penelitian di kampung Sawinggrai, peneliti tinggal dan menetap di
homestay milik Bapak Yesaya Mayor. Ada beberapa alasan,
mengapa peneliti lebih memilih tinggal dan menetap di lokasi
penelitian, yaitu di kampung Sawinggrai. Alasannya sebagai berikut
: Pertama , mengingat penelitian ini merupakan penelitian kualitatif,
maka peneliti ingin lebih jauh atau secara mendalam memotret
perilaku dan berpartisipasi bersama-sama dengan beberapa sumber
informan dalam rangka memahami dan mengikuti berbagai macam
aktivitas yang sumber informan lakukan. Kedua , mengingat waktu
dan jarak tempuh yang jauh, maka peneliti lebih memilih tinggal dan
melakukan seluruh aktivitas selama berada di lokasi penelitian. Hal
itu dilakukan semata-mata demi mengefisienkan pengeluaran dan
memaksimalkan waktu dalam rangka memperoleh data dari berbagai
sumber informan. Ketiga , ketika peneliti tinggal lebih lama di lokasi
penelitian, maka secara tidak langsung peneliti dapat berinteraksi
dengan masyarakat di lokasi penelitian. Jika hal ini dilakukan
dengan baik, maka ada banyak potret keterlibatan masyarakat lokal
yang dapat peneliti peroleh demi menjawab persoalan penelitian
yang digambarkan sebelunya dalam bab I.

42

Gambar 2. Wawancara dengan Kepala Kampung Sawinggrai

Seluruh aktivitas keseharian peneliti dilakukan di kampung
ini antara lain : Proses awalnya adalah, sebagai seorang peneliti dan
tamu di kampung Sawinggrai, sudah selayaknya peneliti melakukan
perkenalan dan menyampaikan maksud dan tujuan peneliti untuk
berkunjung atau melakukan penelitian di Kampung Sawinggrai.
peristiwa itu, dimulai pada tanggal, 22 Agustus 2011, ketika suatu
malam ada ibadah syukuran di rumah pastori.5 Ajang ini kemudian
5

Rumah Pastori merupakan rumah jabatan gereja yang disiapkan secara swadaya
jemaat kepada pendeta jemaat yang melayani di gereja di kampung tersebut,
Rumah pastori di kampung Sawinggrai di tempati oleh Nona Pendeta Mnsen.
Pdt Mnsen, S.Si.Teol. Pendeta mudah ini, merupakan salah satu pendeta yang
baru ditabiskan dalam jabatan pendeta di Gereja Kristen Injili (GKI) Di Tanah
Papua. Sebelum ditabiskan dalam jabatan pendeta, Nona Mnsen merupakan
Vikaris yang ditugaskan di jemaat ini. Sehingga ketika peneliti datang ke
kampung Sawinggrai peneliti memanfaatkan momen syukuran tersebut untuk
melakukan ajang perkenalan secara tidak formal dengan warga di kampung.
Yang menarik dari kehidupan kerohaniaan masyarakat di kampung Sawinggrai
adalah Gereja yang berada di kampung Sawinggrai merupakan salah satunya
gereja yang diperuntukan atau digunakan oleh masyarakat yang berada di dua
kampung bertengga yaitu, kampung Sawinggrai dan kampung Kapisawar.
Sedangkan dalam hal pendidikan satu-satunya sekolah dasar yang ada berada di

43

dimanfaatkan oleh peneliti untuk melakukan perkenalan awal secara
tidak formal dengan pendeta jemaat dan aparat kampung setempat
serta beberapa warga kampung. Keesokan harinya, pada tanggal 23
Agustus 2011, peneliti bertemu dengan kepala kampung Sawinggrai,
yaitu, bapak Luis Dimara6, untuk memberikan surat ijin penelitian,
serta menyampaikan maksud dan tujuan penelitian di kampung
Sawinggrai.
Secara keseluruhan, aktivitas yang peneliti lakukan adalah
melakukan observasi baik terhadap lokasi perkampungan, dan juga
melakukan observasi terhadap beberapa anggota masyarakat yang
nantinya peneliti tetapkan sebagai sumber informan. Selain
melakukan observasi dan wawancara terhadap sumber informan,
peneliti juga melakukan aktivitas-aktivitas lainnya, bersama-sama
pelaku usaha di kampung. misalnya, ada beberapa kali mengikuti
aktivitas bapak Yesaya – selaku pelaku usaha lokal - dalam
mengantar para tamunya ke lokasi pengamatan burung
cenderawasih, kemudian beberapa kesempatan peneliti diajak oleh
bapak Yesaya mengunjungi lokasi-lokasi wisata di teluk Kabui dan
mengajak melakukan kegiatan snourkling. Selain itu, peneliti juga

6

kampung Kapisawar. Berdasarkan informasi yang peneliti dapati, hal itu sudah
menjadi keputusan bersama dari orang-orang tua terdahulu, dimana disepakati
dari kedua masyarakat di kampung Sawinggrai dan Kapisawar untuk
mendirikan Gereja di kampung Sawinggrai, dan mendirikan sekolah berada di
kampung Kapisawar. Konsekuensinya adalah ketika ada aktivitas gereja atau
persekutuan yang dilakukan di gereja maka masyarakat di kampung Kapisawar
akan berkunjung ke kampung sawinggrai. hal sebaliknya adalah untuk
kepentingan pendidikan anak-anak, maka anak-anak usia sekolah di kampung
sawinggrai akan pergi ke kampung kapisawar untuk bersekolah. Proses
penunjukan ini oleh tua-tua adat dalam rangka proses keadilan di kampung
tersebut. Dan proses ini telah dilangsungkan secara turun temurun dan masih
terjaga dan dipertahankan sampai saat ini.
Ada cerita menarik antara peneliti dan bapak Luis Dimara. Sebuah perjumpaan
nostalgia yang tidak pernah peneliti dan saudara Luis Dimara bayangkan
sebelumnya. Sebelum peneliti menyerahkan surat ijin penelitian kepada kepala
kampung, rupanya saudara Luis Dimara, sudah mengenal peneliti sebelumnya.
Awalnya dia ragu-ragu apakah peneliti ini adalah orang yang dikenalnya. Rasa
penasarannya akhirnya terjawab, ketika peneliti memberikan surat ijin
penelitian kepadanya. Rupanya kepala kampung Sawinggrai, yaitu bapak Louis
Dimara, merupakan adik kelas dan adik yunior peneliti semasa SMA di kota
Jayapura, pada tahun 1995. Kami berjumpa lagi kurang lebih 16 tahun disebuah
kampung yang indah di Raja Ampat. Sungguh sebuah pertemuan nostalgia yang
tak disengaja.

44

beberapa kali mengikuti aktivitasnya bapak Yesaya sebagai aktivis
LSM. Misalnya, mengunjungi pos CII di kampung Warbeki dan
mengikuti patroli CII di perairan selat Dampir. Untuk lebih jelasnya
mengenai pengalaman lain di luar penelitian bisa dilihat pada sub
bab pada pada bab ini.


Mengapa Kampung Sawinggrai

Selain melakukan penelitian utama di kampung Sawinggrai,
sebenarnya ada beberapa kampung wisata yang juga peneliti
kunjungi dan memperoleh data lapangan. Kampung-kampung yang
peneliti singgahi (kunjungi) antara lain : kampung Arborek,
kampung Sawandarek dan kampung Yenwaupnour. Ketiga kampung
ini, bersama-sama dengan kampung Sawinggrai merupakan keempat
kampung wisata dari lima kampung wisata di distrik Meosmansar.
Namun, dalam fokus kajian dalam tesis ini, peneliti lebih
mengangkat kampung Sawinggrai sebagai locus, dan sebagai obyek
laporan akhir tulisan ini. Ada beberapa alasan, mengapa kampung
Sawinggrai dipilih. Berikut ini, ada beberapa alasan di balik
pemilihan kampung Sawinggrai sebagai lokasi atau areal kajian
peneliti.
Alasan-alasan itu antara lain : Pertimbangan Metodologis,
antara lain : pertama , bahwa kampung ini, merupakan kampung
percontohan yang ditetapkan sebagai kampung wisata di kabupaten
Raja Ampat. kedua , kampung Sawinggrai memiliki potensi obyek
wisata yang khas dan mempesona. Ketiga , yang terpenting, karena
di kampung ini, ada komunitas masyarakat yang secara sadar sejak
awal bahkan sebelum ditetapkan sebagai kampung wisata telah
menjalankan aktivitas kegiatan pariwisata. Keempat, ada pelaku
(actor ) penggerak pariwisata yang dengan setia dan selalu
menjalankan perannya dalam menjaga lingkungan hidup sebagai
modal utama aktivitas pariwisata.
Pertimbangan Praktis (empiric), antara lain : pertama , dari
sisi jarak atau aksesibilitas dari ibukota kabupaten (kota Waisai) ke
kampung ini relatif lebih terjangkau dan mudah; Kedua, kampung
Sawinggrai, sangat berdekatan, dengan beberapa kampung wisata di
distrik Meosmansar, sehingga mudah dijangkau walupun secara
teknis dipisahkan oleh laut, namun ada beberapa kampung yang bisa
45

dijangkau dengan jalan darat – walaupun harus disesuaikan dengan
kondisi pasang surut air laut. Ketiga , alasannya adalah, posisi
peneliti tinggal dan menetap dalam waktu yang cukup lama di
kampung ini, dibandingkan dengan beberapa kampung wisata
lainnya.7

Metode Penelitian Kualitatif
Penelitian mengenai kehidupan masyarakat lokal di kampung
Sawinggrai, distrik Meosmansar di Kabupaten Raja Ampat, terutama difokuskan pada beberapa anggota masyarakat yang
mampu mengembangkan potensi alamnya, sehingga berkembang
menjadi daerah tujuan wisata – dikerjakan dengan pendekatan
kualitatif, dengan alasan karena lewat pendekatan peneliti ini,
peneliti ingin menggambarkan perilaku masyarakat lokal –
khususnya pelaku usaha wisata - di kampung Sawinggrai, yang
secara tradisional mampu mengembangkan usahanya sebagai bagian
dari pengembangan pariwisata di Raja Ampat. Rahayo (2010)8
menjelaskan bahwa, dalam penelitian kualitatif, yang ingin dicari
dalam sebuah penelitian bukan hubungan antar variabel, melainkan
mencari jawaban secara mendalam atas pertanyaan “mengapa”. Oleh
sebab itu, untuk semua alasan tersebut, penelitian kualitatif menjadi
pilihan yang lebih tepat.

7

8

46

Ini menjadi alasan utama, mengapa kampung Sawinggrai dipilih, sebagai
bahan utama penulisan tesis ini. mengingat penelitian ini adalah research
partisipation , maka peneliti lebih fokus pada kampung Sawinggrai sebagai
obyek dalam penulisan tesis ini. Memang ada beberapa kampung yang juga
peneliti kunjungi ketika melakukan penelitian di distrik Meosmansar. Misalnya
di kampung Arborek, peneliti tidak menetap atau menginap di kampung ini.
Peneliti hanya pergi (observasi dan wawancara) dan kembali lagi ke kampung
Sawinggrai. Atau misalnya juga di kampung Sawandarek, peneliti hanya
melakukan penelitian (observasi dan wawancara) di kampung ini selama dua
hari dua malam, dan kemudian kembali ke kampung Sawinggrai, melalui
kampung Yenbekwan (ibukota distrik).
Rahoyo, Stefanus,2010. “Dilema Tionghoa Miskin” ; Yogyakarta : Penerbit
Tiara Wacana.

Bogdan dan Taylor (1982 dalam Moleong 2005)9,
mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai suatu proses penelitian
yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari orang-orang dan pelaku yang dapat diamati; pendekatan
ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistic.
Mengingat pendekatan ini membutuhkan kecermatan dan
kelengkapan pengamatan peneliti, selama melakukan penelitian,
maka oleh Kirk dan Miller menyimpulkan bahwa penelitian
kualitatif merupakan tradisi tertentu dalam ilmu penetahuan sosial
yang secara fundamental bergantung pada pengamatan (Moleong
2005)10.
Selanjutnya untuk menjawab persoalan dan mencapai tujuan
penelitian yang telah dirumuskan sebelumnya, maka dibutuhkan
suatu pendekatan penelitian. Dengan demikian penelitian ini,
peneliti menggunakan pendekatan kualitatif di mana metode
kualitatif digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam; serta
data tersebut mengandung makna. Makna adalah data yang
sebenarnya, data yang pasti merupakan nilai di balik data yang
tampak (Sugiyono 2009)11. Sedangkan jenis penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat eksplanatoris.
Menurut Nordholt (1973 dalam Sugiyono 2009)12, jenis penelitian
eksplanatoris yaitu mencari klasifikasi-klasifikasi dari segala aspek
gejala untuk dapat mengidentifikasikan gejala tersebut sebaik
mungkin. Atau dengan kata lain jenis penelitian eksplanatoris
digunakan untuk menjelaskan fenomena dan realitas obyek
(Soegijono, SP, 2011:75)13.
Dalam rangka mengkonstruksi dan menjelaskan fenomena
yang diamati, maka diperlukan data penelitian. Oleh sebab itu untuk
mendukung penelitian tersebut diperlukan berbagai macam data.
Antara lain data primer dan data sekunder. Data Primer yaitu, data
9

10
11

12
13

Moleong, Lexy, 2010. “Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi)”;
Bandung : Penerbit PT. Remaja Rosdakarya.
op.cit
Sugiyono, 2009. “Memahami Penelitian Kualitatif”; Bandung : Penerbit
Alfabeta.
op.cit
Soegijono, Simon Pieter, 2011. “Papalele : Potret Aktivitas Komunitas
Pedagang Kecil di Ambon ”; Salatiga : Disertasi Doktor Program Pascasarjana
Studi Pembangunan UKSW.

47

yang diperoleh langsung dari lapangan dengan cara wawancara
(interview). Menurut Esterberg (dalam Sugiyono 2005:72)14,
mendefinisikan wawancara sebagai pertemuan dua orang untuk
bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat
dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Wawancara
dilakukan oleh penulis secara langsung (tatap muka) dengan sumber
informasi, mengunakan panduan wawancara yang sebelumnya telah
disediakan atau dirumuskan terlebih dahulu oleh peneliti. Sedangkan
sumber informasi diperoleh dari informan kunci. Definisi informan
kunci yaitu, individu yang dapat memberikan gambaran umum yang
terjadi dan memberi penjelasan secara tepat dan benar tentang
sebab-sebab munculnya gejala sosial yang terjadi (Suwondo
2005:191)15. Oleh sebab itu, data primer dalam penelitian ini
bersumber dari hasil wawancara dengan berbagai pihak, antara
lain16: dengan tokoh masyarakat, tokoh adat, pemerintah desa,
pemerintah kabupaten, para pelaku usaha jasa wisata lokal.
Sedangkan Data Sekunder yaitu data yang diperoleh dari literaturliteratur yang berkaitan dengan pokok persoalan, dengan cara studi
kepustakaan (library study) dan dokumen-dokumen pendukung17
sangat diperlukan sebagai data sekunder.
Sugiyono, 2009. “Memahami Penelitian Kualitatif”; Bandung : Penerbit
Alfabeta.
15
Suwondo, Kutut. 2005. Otonomi Daerah dan Perkembangan Civil Society di
Aras Lokal, Salatiga : Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UKSW.
16
Sumber informan dalam penelitian ini antara lain : Pihak Pemerintah daerah :
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, yang dijadikan sumber informan adalah
Bapak Ir. Yusdi Lamatenggo, M.Si (kepala dinas), Ibu, Ina Rumbekwan, SS,
M.Si, (kepala bidang Promosi), Bapak Adam, S.Sos (kepala seksi sarana obyek
wisata), dan Saudara Agus Maksum, S.S. (Kepala seksi Program), Dinas
Perhubungan : Bapak Drs.Sem Belseram, M.Si (kepala Dinas), Dinas Tenaga
Kerja dan Transmigrasi : Bapak Mambraku, SH (kepala Dinas); Pihak kepala
kampung Sawinggrai : Bapak Luis Dimara; Pelaku Usaha Lokal di kampung
Sawinggrai : 1. Bapak Yesaya Mayor, 2. Bapak Paulus Sauyai, 3. Saudara
Mettu Dimara. Anggota Masyarakat : 1. Bapak Berts Saori; 2. Saudara Faure
Sauyai, 3. Saudara Elisa Mambrasar, 4. Saudara Henji Sauyai ; Pihak LSM :
Saudara Chareles Imbir, ST (juga berperan sebagai anggota DPRD) dan
Saudara Gaman, Saudara Sadik Mayor, S.Si (Satf Pegawai Badan Lingkungan
Hidup dan mantan Staff CII Raja Ampat), Nelly Fakdawer, S.IP (Staf Biro
Huma Sekda dan mantan staff LSM Coremap)
17
Data-data pendukung sebagai data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari
: pertama , instansi pemerintah, antara lain : Data dari Bapeda Kabupaten Raja
Ampat, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Dinas Kelautan dan Perikanan,
Pemerintah kampung Sawinggrai ; kedua , dari pihak LSM, antara lain : Data
14

48

Selanjutnya untuk mendukung penelitian ini, fokus penelitian
diarahkan untuk melihat satuan pengamatan (unit of observation)
dan satuan analysis (unit of analysis). Dalam penelitian ini, penulis
memfokuskan satuan pengamatan (unit of observation) pada peran
masyarakat lokal dalam pengembangan pariwisata di kampung
Sawinggrai, distrik Meosmansar di Kabupaten Raja Ampat.
Sedangkan satuan analisis (unit of analysis), yang oleh Ihallauw
(2004), didefinisikan sebagai “the level of aggregation of the data
that are collected for analysis, in order to answer the research
question.” (dalam Rahoyo 2010;47)18. Selanjutnya, secara singkat
Rahoyo menjelaskan bahwa unit analisis adalah unit yang akan
diteliti atau dianalisis yang biasanya juga dikenal sebagai unit
penelitian atau unit elementer (Singaribuan dan Efendi 1989 dalam
Rahayo 2010:47)19. Dalam konteks penelitian ini, penulis
menjadikan fokus unit analisis atau satuan analisisnya pada ;
partisipasi masyarakat lokal20 - dalam konteks ini, difokuskan pada
masyarakat lokal – khususnya para pelaku usaha wisata -, yang
berada di kampung Sawinggrai – dalam sektor pariwisata. Penentuan
satuan analisis dilakukan dengan menggunakan purposive sampling
atau dalam penentuan informan di lapangan ditentukan secara
sengaja (Lin 1976 dalam Soegijono 2011)21.

Pengolahan Data dan Analisis
Proses menganalisis suatu data merupakan bagian yang amat
penting dalam sebuah metode penelitian ilmiah. Analisis data
merupakan bagian yang amat penting dalam metode penelitian
ilmiah dan alamiah, yaitu dengan menjawab tujuan dan

18

19
20

21

dari LSM Coremap, dan LSM CII Raja Ampat; ketiga , data diperoleh dari
berbagai literatur baik dari jurnal, buku dan bahan-bahan dari brosing internet,
dan sebagainya.
Rahoyo, Stefanus, 2010. “Dilema Tionghoa Miskin ” ; Yogyakarta : Penerbit
Tiara Wacana.
op.citI: Hal 47
Masyarakat lokal yang dimaksud yaitu, masyarakat asli (putra daerah) atau
suku asli Papua yang mendiami dan menetap diatas tanah adat mereka.
Soegijono, Simon Pieter, 2011. “Papalele : Potret Aktivitas Komunitas
Pedagang Kecil di Ambon ”; Salatiga : Disertasi Doktor Program Pascasarjana
Studi Pembangunan UKSW.

49

permasalahan di atas karena dengan analisis data tersebut dapat
diberi arti dan makna yang berguna memecahkan masalah
penelitian. Dengan demikian menurut Effendi (1989:363), analisis
data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih
mudah dibaca dan diinterpretasikan22. Sedangkan menurut Miles dan
Huberman (1992 dalam Sugiyono 2009)23 dalam penelitian kualitatif
data yang ada dianalisis dan disusun dalam wujud kata-kata ke
dalam teks yang diperluas.
Setelah melalui proses penelitian, maka akan diperoleh
berbagai macam informasi data dari berbagai kumpulan data
tersebut kemudian dilakukan sebuah tahapan ilmiah lainnya yaitu
proses analisis. Sebagaimana model penelitian kualitatif secara
umum, akan melalui berbagai macam proses, antara lain, pertama
data-data yang telah terhimpun dari lapangan, dibuat dalam bentuk
transkrip. Dalam pengalaman peneliti, untuk membuat transkrip ini
dibutuhkan waktu kurang lebih tiga minggu.
Kemudian membuat analisis tematik dengan cara membuat
matriks. Dan dari hasil tersebut berdasarkan data lapangan dari
beberapa desa atau kampung, peneliti beserta dosen pembimbing
mendiskusikan hasil temuan data lapangan yang difokuskan untuk
memilih data dari kampung Sawinggrai untuk dijadikan sebagai data
atau temuan empirik yang terdapat pada bab lima. Setelah proses
menyelesaikan transkip data lapangan di bab empirik, peneliti
melanjutkan penulisan analisis lanjutan dengan berusaha
menemukan konsep-konsep yang terkandung atau terpendam dalam
bab empirik. Dari hasil temuan konsep-konsep tersebut, kemudian
memasuki tahap berikutnya yaitu mencoba mengkontruksikan
temuan-temuan tersebut dalam dalam bab analisis dan kesimpulan
yang mencoba menggambarkan makna pengembangan pariwisata
bagi masyarakat lokal di Kabupaten Raja Ampat.

Lihat Rahoyo, Stefanus,2010. “Dilema Tionhoa Miskin ” ; Yogyakarta : Penerbit
Tiara Wacana.
23
Sugiyono, 2009. “Memahami Penelitian Kualitatif”; Bandung : Penerbit
Alfabeta.
22

50

Pengalaman penelitian sambil melakukan aktivitas
pariwisata
Pada bagian sub bab ini, - sesuai dengan judulnya -, bahwa
melakukan penelitian sambil melakukan aktivitas pariwisata, maka
ada beberapa pengalaman penelitian sambil berwisata yang peneliti
jalani, selama melakukan penelitian. Pengalaman-pengalaman itu
antara lain, sebagai berikut: pertama , pengalaman pertama peneliti
diajak oleh bapak Yesaya mengunjungi keindahan teluk Kabui. Hal
ini peneliti rasakan ketika hari kedua tiba di kampung Sawinggrai,
peneliti diajak bersama-sama bapak Yesaya Mayor dengan
menggunakan speedboad nya mengelilingi keindahan pulau-pulau di
teluk Kabui. Kedua , aktivitas menyelam dan snourkeling merupakan
pengalaman yang menarik bagi peneliti karena selama melakukan
penelitian, ada banyak aktivitas yang peneliti lakukan. Misalnya,
suatu ketika pada saat dalam perjalanan ke kampung Arborek,
peneliti diajak oleh bapak Yesaya untuk sejenak melakukan aktivitas
snourkling di perairan antara kampung Sawinggrai dan perairan
kampung Arborek. Peneliti sangat senang dan kagum atas keindahan
bawah lautnya.
Salah satu pengalaman yang tak bisa dilupakan adalah
bagaimana dengan mata kepala sendiri peneliti menyaksikan
sekelompok ikan pari manta. Suatu pengalaman luar biasa dan
sangat menyenangkan karena bisa berada di salah satu lokasi favorit
para turis mancanegara. Setelah melakukan aktivitas snourkeling,
perjalanan peneliti dilanjutkan ke kampung Arborek untuk berjumpa
dengan para informan yang telah menunggu peneliti. Pengalaman
ketiga yaitu, melihat burung cenderawasih. Peneliti sering
melakukan aktivitas ini, berhubung selama melakukan penelitian di
Raja Ampat, peneliti hampir menghabiskan waktu dua sampai tiga
minggu di Kampung Sawinggrai. Hal ini yang kemudian
menyebabkan peneliti seringkali menyaksikan aktivitas-aktivitas
wisatawan (mancanegara dan domestik) berdatangan untuk
mengamati atau melihat burung cenderawasih bermain. Terkadang
ada beberapa pengalaman di mana peneliti bersama-sama dengan
bapak Yesaya secara langsung mengantar wisatawan ke hutan untuk
melihat lokasi / taman bermain burung cenderawasih. Peneliti juga
merasa senang karena bisa melihat bagaimana keindahan burung
cenderawasih saat menari secara langsung.
51

Gambar 3. Berkunjung di Makam Keramat

Pengalaman menarik lainnya yang tidak terlewatkan oleh
peneliti yaitu, melihat makam-makam keramat24. Selain itu, sebagai
peneliti dan sebagi orang luar masyarakat Raja Ampat khususnya
masyarakat kampung Sawinggrai, peneliti mendapat kesempatan
melihat makam leluhur dari nenek moyang masyarakat Raja Ampat
yang dikubur di goa-goa di pulau-pulau teluk Kabui. Peneliti merasa
tersanjung dan senang karena bisa diajak bersama ke sana. Menurut
bapak Yesaya Mayor, sebagai orang baru yang baru pertama kali
datang, peneliti juga harus diperkenalkan pada arwah nenek moyang
mereka, sehingga kegiatan peneliti selama melakukan penelitian di
kampung mereka dapat dilindungi dan memperoleh kesuksesan.

24

Makam (kuburan) yang dikunjungi oleh peneliti ini, terletak di lereng pulaupulau kars yang terdapat di teluk Kabui. Menurut bapak Yesaya, makan raja
tersebut, merupakan turunan bangsawan atau keturunan dari keluarga Sangaji,
yang merupakan turunan dari keluarga Dimara.

52



Lika liku selama proses penelitian

Ada banyak kendala yang peneliti rasakan dan alami selama
melakukan penelitian di kampung Sawinggrai. Kendala-kendala itu
antara lain: Pertama , kondisi cuaca. Kondisi cuaca menjadi salah
satu kendala berat yang dirasakan oleh peneliti25; Kedua , jarak
antara dua desa yang ditetapkan sebagai lokasi penelitian. Kondisi
dua desa yang berbentuk pulau dan dibatasi oleh laut, mejadi salah
satu kendala yang cukup dirasakan oleh peneliti. Sebagai contoh,
untuk sampai ke kampung Arborek, peneliti harus menumpang
speedboat milik bapak Yesaya Mayor. Kendala lain yang dihadapi
peneliti adalah menyangkut ketersediaan sarana transportasi. Hal itu
penulis cantumkan karena selama melakukan penelitian, peneliti
sangat dibantu oleh kebaikan hati bapak Yesaya, yang dengan
senang hati menemani serta mengantar penulis melakukan
penelitian. Namun suatu ketika, bapak Yesaya harus pergi ke
Sorong, dengan speedboadnya. Selama beberapa hari (kurang lebih
seminggu) penulis tidak mendapat akses transportasi untuk
memperoleh data ke beberapa kampung yang ada di distrik
Meosmansar. Untuk melakukan perjalanan, peneliti harus
menyediakan dana untuk membeli bahan bakar yang cukup mahal
dan harus menyewa perahu motor milik warga. Hal-hal ini yang
menurut peneliti menjadi kendala selama melakukan penelitian di
kedua kampung tersebut. Selain itu diperlukan dana dan kesiapan
fisik dan mental yang baik untuk melakukan penelitian ini.


Sebagai Orang Papua meneliti di Raja Ampat

Berikut ini, akan diceritakan, bagaimana pengalaman peneliti
melakukan penelitian sebagai orang Papua dan posisi peneliti
sebagai orang luar Raja Ampat: Pada prinsipnya, pengalaman
meneliti di Raja Ampat sangat menyenangkan. Hal itu peneliti
25

Kondisi cuaca ketika peneliti melakukan penelitian di Raja Ampat saat itu,
sedang dilanda angin selatan. Ketika angin selatan melanda, cuaca extrim
berupa angin kencang yang mengakibatkan gelombang laut menjadi sangat
tinggi. Akibatnya banyak pelayaran yang tertunda akibat kondisi ini.
Pengalaman peneliti misalnya, akibat cuaca extrim peneliti tidak bisa ke lokasi
penelitian (kampung Sawinggrai) akibat gelombang terlalu besar diikuti angin
kencang yang melanda. Waktu terbuang di kota Waisai kurang lebih seminggu
lamanya.

53

ungkapkan karena ada beberapa hal, antara lain : pertama , dinamika
dalam proses pengambilan data berjalan dengan baik. Artinya,
semua data (primer dan sekunder) yang peneliti perlukan dapat
diperoleh dengan mudah. Kemudahan memperoleh akses ke sumber
informan dan informasi dari para informan, bisa juga disebabkan
karena peneliti dianggap sebagai orang Papua asli – walaupun bukan
putra daerah Raja Ampat. Kehadiran peneliti sebagai orang asli
Papua di lokasi penelitian (Sawinggrai dan beberapa kampung
wisata), dianggap sebagai sesuatu yang baik dan membanggakan
bagi mereka. Apalagi mereka mengetahui bahwa peneliti merupakan
salah satu pengajar (dosen) di PTN (perguruan tinggi negeri) di
Manokwari. Ada hubungan korelasi positif dari posisi peneliti di
institusi tempat peneliti bekerja. Hubungannya karena kebanyakan
dari anak-anak dan kerabat masyarakat di lokasi penelitian
bersekolah (kuliah) di tempat peneliti bekerja. Kehadiran peneliti
ketika melakukan wawancara dengan beberapa sumber informan
maupun warga masyarakat lain, sering kali peneliti mendapat
berbagai macam masukan dan keluhan yang disampaikan oleh
masyarakat kepada peneliti.
Kebanyakan keluhan-keluhan yang disampaikan sumber
informan bervariasi. Kebanyakan mereka menyampaikan
keluhannya terhadap pemerintah daerah yang kurang memberikan
perhatian terhadap pelayanan pembangunan di kampung mereka.
Ada juga yang menyampaikan keluh kesah mereka tentang perilaku
para operator wisata yang mem-PHK (pemutusan hubungan kerja)
mereka tanpa memberikan surat teguran terlebih dahulu. Bahkan ada
yang menyampaikan kekesalan mereka karena tidak mendapat uang
pesangon atau uang pemutusan kontrak kerja. Hal-hal tersebut
penulis catat dan dengarkan saja sebagai bagian dari potret realita
kehidupan masyarakat kampung yang membutuhkan perlakuan adil
dan kepedulian pemerintah dalam memberikan pelayanan yang
layak kepada mereka.

Penulisan Hasil
Proses penulisan hasil yang tertelah dalam bentuk tesis ini,
dapat terjadi, dimulai dengan proses yang tidak sekali jadi.
Dibutuhkan proses yang berulangkali dengan berbagai macam
54

perubahan isi maupun tataletak yang dengan teliti dan kejeniusan
dosen pembimbing dalam memberikan masukan guna
memperbaikan contex maupun content tulisan ini. Sebagai tahapan
akhir dari proses penelitian ini, disusunlah penulisan laporan
penelitian. Oleh Muhammad Idrus (2007), laporan penelitian
memiliki beberapa makna penting, yaitu : pertama , sebagai bukti
bahwa peneliti telah melakukan aktivitas penelitian; kedua , temuantemuan yang diperoleh di lapangan merupakan karya ilmiah peneliti;
ketiga , karya ilmiah tersebut merupakan hak peneliti; keempat,
menambah kajian keilmuan di bidang yang baru saja diteliti oleh
peneliti; kelima , sebagai rujukan untuk para peneliti berikutnya
(Rahayo 2010:56)26.
Berikut ini beberapa tahapan yang dilakukan peneliti dalam
menyelesaikan tahapan penulisan hasil (dalam bentuk tesis ini).
Setelah melakukan penelitian lapangan, pertama-tama, peneliti
menuliskan laporan empirisnya (bab empat dan lima). Setelah bab
empiris selesai pengerjaannya, kemudian dilanjutkan dengan
penulisan analisis dan kesimpulan. Tahap selanjutnya adalah
penulisan bab dua, yaitu terhadap telaah literatur. Bab ke enam
berisikan bab kesimpulan, dari serangkaian penelitian ini.
Selanjutnya penulisan bab metodologi dan proses penelitian serta
tahap paling akhir dari semua tahapan ini adalah penulisan bab satu
yang menjadi pendahuluan seluruh tulisan (tesis) ini.

Kesimpulan
Untuk sampai pada ke semua tahap ini, dibutuhkan sebuah
perjuangan dan ketekunan yang sungguh dan kedalaman ilmiah
untuk mencapai suatu karya akademik yang dapat dipertanggung
jawabkan. Karya llmiah ini, merupakan sebuah hasil karya minimal
yang dihasilkan dari sebuah perenungan dan ketertarikan awal
penelitian mengenai peran serta masyarakat lokal dalam
pengambangan pariwisata di Raja Ampat. Oleh sebab itu, menjadi
penting dalam sebuah tulisan ilmiah untuk mencantumkan proses
26

Rahoyo, Stefanus,2010. “Dilema Tionghoa Miskin” ; Yogyakarta : Penerbit
Tiara Wacana.

55

penelitian selama di lapangan, sebagai bagian dari pengalaman dan
referensi bagi siapa saja dalam melakukan research mengenai
pariwisata ataupun bidang kajian lain di wilayah kepulauan.
Disadari bahwa perkembangan kabupaten Raja Ampat
mengalami perkembangan yang cukup pesat, yang walaupun
kabupaten ini merupakan kabupaten baru di provinsi Papua Barat.
Itu bisa dijumpai dari berbagai kegiatan penelitian yang dilakukan
oleh lembaga-lembaga riset (pemerintah maupun non pemerintah).
Khususnya menyangkut penelitian pariwisata di Raja Ampat.
Penelitian pariwisata di Raja Ampat akhir-akhir ini banyak
dilakukan oleh banyak kalangan - pemerintah, ilmuwan (akademisi,
mahasiswa dan peneliti) dan LSM. Oleh sebab itu, dibutuhkan
sebuah metedologi ilmiah, yang komperhensif dalam rangka
dijadikan sebagai peta jalan (road map) untuk sampai ke sana
(lokasi penelitian di Raja Ampat). Metodologi dalam penelitian ini,
menjadi sebuah titik berangkat untuk memahami seluk beluk
(realita) dalam sebuah penelitian, khususnya pengembangan
pariwisata yang berorientasi pada community based tourismt di
kawasan kepulauan. Dengan demikian sebuah pengalaman proses
penelitian (tahapan metodologi) yang panjang ini, diharapkan dapat
menjadi gambaran (pedoman) minimal bagi para ilmuwan untuk
mengembangkan ilmu pengetahuannya demi kepentingan
kemanusiaan.

56