PERLINDUNGAN PERKEBUNAN (APBN P 2015) PENANGANAN OPT TANAMAN PERKEBUNAN
DUKUNGAN PERLINDUNGAN
PERKEBUNAN
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN
PEDOMAN TEKNIS
TAHUN 2015
PENANGANAN ORGANISME PENGGANGGU
TUMBUHAN (OPT) TANAMAN PERKEBUNAN
(2)
KATA PENGANTAR
Pedoman Teknis Kegiatan Penanganan
Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT)
Tanaman Perkebunan di Daerah tahun 2015 disusun dalam rangka memberikan rambu-rambu dan arahan pelaksanaan kegiatan kepada Dinas yang membidangi Perkebunan di Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Sistematika Pedoman Teknis terdiri dari 8 (delapan) bab, yaitu: bab I. Pendahuluan, bab II. Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan, bab III. Pelaksanaan Kegiatan, bab IV. Pengadaan Barang, bab V. Pembinaan, Pengendalian,
Pengawalan dan Pendampingan, bab VI.
Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan, bab VII. Pembiayaan, serta bab VIII. Penutup.
Pedoman Teknis harus menjadi acuan Dinas yang membidangi Perkebunan di Provinsi/Kabupaten/ Kota dalam menyusun Petunjuk Pelaksanaan, Petunjuk Teknis dan pelaksanaan kegiatan.
Jakarta, 9 Maret 2015 DirekturJenderalPerkebunan
Ir.GamalNasir, MS NIP.195607281986031001
(3)
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... ii
DAFTAR LAMPIRAN ... iv
I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Sasaran Kegiatan ... 3
C. Tujuan ... 4
D. Pengertian Umum... 4
II. PENDEKATAN PELAKSANAAN KEGIATAN 9 A. Prinsip Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan ... 9
B. Spesifikasi Teknis ... 17
III. PELAKSANAAN KEGIATAN ... 33
A. Ruang Lingkup ... 33
B. Pelaksana dan Penanggung Jawab Kegiatan ... 37
C. Lokasi, Jenis dan Volume ... 40
D. Simpul Kritis ... 40
IV. PENGADAAN BARANG ... 42 Halaman
(4)
V. PEMBINAAN, PENGENDALIAN,
PENGAWALAN DAN PENDAMPINGAN.. 43
A. Pembinaan, Pengendalian, Penga- walan dan Pendampingan ... 43
B. Pelaksanaan Pembinaan, Pengen-dalian, Pengawalan dan Pendam- pingan ... 44
VI. MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN ... 46
A. Monitoring ... 46
B. Evaluasi ... 46
C. Pelaporan ... 46
VII. PEMBIAYAAN ... 49
VIII. PENUTUP ... 50
(5)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1. Spesifikasi Teknis Sex Feromon ... 51
2. Cara dan Waktu Aplikasi Sex Feromon... 54
3. Spesifikasi Teknis Pengendalian Babi Hutan ...
70
4. Cara Pembuatan dan Aplikasi Bubur
Bordo ...
71
5. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT Kopi.. 72
6. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT
Cengkeh... 72
7. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT Lada 73
8. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT
Kakao... 73
9. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT
Tebu... 74
10. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT
Tembakau... 77
11. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT
Kapas... 77 12. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT
Kelapa... 78 13. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT
Karet... 80 14. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT
Jambu Mete... 81 15. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT
Kelapa Sawit... 81
16. Lokasi Kegiatan Demfarm Pengendalian
(6)
17. Lokasi Kegiatan Demfarm Pengendalian
OPT Karet(JAP)... 81
18. Lokasi Kegiatan Demfarm Pengendalian
OPT Jambu Mete (JAP)... 82
19. Lokasi Kegiatan Demfarm Pengendalian
OPT Kelapa (Aceria sp.)... 82
20. Lokasi Kegiatan Demfarm Pengendalian
OPT Tebu (Uret)... 82 21. Lokasi Kegiatan Demplot Pengendalian
Tikus dengan Burung Hantu Pada Tebu.. 82
22. Lokasi Kegiatan Demplot Pengendalian
OPT Nilam ... 82
23. Form Laporan Persiapan Pelaksanaan
Kegiatan Pengendalian/Demfarm/
Demplot OPT... 83 24. Form Laporan Pelaksanaan Kegiatan
Pengendalian/Demfarm/ Demplot OPT.. 84
25. Form Laporan Perkembangan Realisasi
Fisik dan Keuangan Kegiatan
Pengendalian/Demfarm/ Demplot OPT.. 85
(7)
(8)
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rata-rata serangan Organisme Pengganggu
Tumbuhan (OPT) pada komoditi utama tanaman perkebunan 3-5 tahun terakhir 1,25 juta Ha dari luas areal perkebunan Indonesia sampai dengan tahun 2013 sekitar 22,64 juta ha dan yang diusahakan oleh rakyat sekitar 70% dari total areal perkebunan. Produktivitas baru mencapai 58% dari potensi.
Rendahnya produktivitas dan mutu antara lain disebabkan oleh penggunaan benih unggul yang
baru mencapai 40%, rendahnya kualitas
penerapan Good Agricultural Practicies (GAP) di tingkat petani dan masih tingginya kehilangan hasil akibat serangan OPT. Kondisi tersebut diperburuk dengan terjadinya cekaman iklim seperti kekeringan, kebakaran lahan dan banjir. Kerugian akibat serangan OPT pada 16 komoditas perkebunan yaitu kelapa, kelapa sawit, karet, kopi, kakao, jambu mete, cengkeh, lada, tebu, teh, tembakau, nilam, sagu, kemiri sunan, pala dan kapas pada tahun 2013 berdasarkan data perhitungan taksasi kerugian hasil diperkirakan sekitar Rp.3,27 trilyun.
Jenis OPT utama yang masih menjadi ancaman
dalam upaya peningkatan produksi dan
(9)
(PBK), penyakit Vascular Streak Dieback (VSD), dan busuk buah pada kakao; Penggerek Buah pada Kopi (PBKo); penyakit busuk pangkal batang dan jamur pirang pada lada; penyakit Jamur Akar Putih (JAP) dan Kering Alur Sadap (KAS) pada karet; hama Sexava sp., Oryctes sp.,
Rhyncophorus sp., Brontispa sp., tungau (Aceria
guerreronis) dan penyakit busuk pucuk pada
kelapa; hama Helopeltis sp., penyakit Jamur Akar Putih (JAP) dan Jamur Akar Coklat (JAC) pada jambu mete; hama ulat api dan penyakit busuk pangkal batang (Ganoderma sp.) pada kelapa sawit; hama uret, tikus, babi hutan, penggerek batang (Chilo sp.) dan penggerek pucuk (Scirphophaga sp.) pada tebu; hama
Spodoptera sp. dan penyakit lanas Phytophthora
sp. pada tembakau; penyakit layu bakteri
(Ralstonia solanacearum.), budok (Synchytrium
sp.) dan nematoda pada nilam; hama penggerek buah Helicoverpa sp., wereng daun Sundapteryx sp. dan ulat daun Spodoptera sp. pada kapas; hama Helopeltis sp. dan penyakit cacar daun pada teh; hama penggerek batang Nothopeus
sp., Jamur Akar Putih/JAP (Rigidophorus
lignosus) dan penyakit Bakteri Pembuluh Kayu
Cengkeh/BPKC (Pseudomonas syzigii) pada
cengkeh; hama penggerek batang dan penyakit layu pembuluh pada pala.
Sesuai dengan UU No.12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, UU No 39 tahun 2014 tentang Perkebunan, Peraturan Pemerintah No.6
(10)
tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman dan
Keputusan Menteri Pertanian Nomor
887/Kpts/07.210/9/97 tentang Pedoman
Pengendalian OPT, bahwa Perlindungan
Tanaman dilaksanakan dengan pemantauan, pengamatan, dan pengendalian OPT.
Penanganan OPT masih belum optimal karena peran, kesadaran dan kemampuan masyarakat masih relatif rendah. Untuk meningkatkan efektifitas pengendalian, diperlukan bantuan pengendalian oleh pemerintah sebagai stimulan untuk mendorong peran serta dan kesadaran masyarakat dalam mengendalikan OPT tersebut. Karena terbatasnya anggaran yang dimiliki oleh
pemerintah, kegiatan pengendalian OPT
dilaksanakan pada pusat-pusat serangan atau areal yang memiliki potensi untuk menjadi sumber serangan.
Sehubungan dengan hal tersebut, pada tahun anggaran 2015 Direktorat Jenderal Perkebunan mengalokasikan dana APBN Tugas Pembantuan (TP) untuk kegiatan pengendalian OPT tanaman tahunan di 19 provinsi; pengendalian OPT
tanaman semusim di 14 provinsi; serta
pengendalian OPT tanaman rempah dan
penyegar di 16provinsi.
B. Sasaran Nasional
Sasaran kegiatan penanganan OPT tanaman perkebunan pada tahun 2015 berdasarkan
(11)
Perlindungan Perkebunan adalah terkendalinya serangan OPT sehingga dapat mendukung peningkatan produksi dan produktivitas tanaman perkebunan berkelanjutan.
C. Tujuan
Tujuan kegiatan penanganan OPT tanaman
perkebunan adalah memberikan bantuan
pengendalian OPT pada pusat-pusat serangan
dan mendorong petani untuk melakukan
pengendalian secara mandiri agar serangan OPT terkendali dan tidak meluas pada areal tanaman lainnya.
D. Pengertian Umum
Dalam rangka menyamakan persepsi untuk kegiatan Penanganan Organisme Pengganggu Tumbuhan Tanaman Perkebunan, maka perlu
disampaikan beberapa pengertian sebagai
berikut :
1. Kelompok Tani adalah kumpulan
petani/pekebun yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan, kondisi, lingkungan
(sosial, ekonomi, sumber daya) dan
keakraban untuk meningkatkan dan
mengembangkan usaha anggota yang
terdaftar di Badan Koordinasi Penyuluhan. 2. Calon Petani/Calon Lokasi (CP/CL) adalah
(12)
menjadi peserta kegiatan yang akan dilaksanakan.
3. Hamparan tanaman adalah luas pertanaman dengan tingkat homogenitas tanaman yang relatif homogen.
4. Sosialisasi adalah penyampaian/penjelasan lebih rinci tentang kegiatan penanganan OPT perkebunan yang akan dilaksanakan oleh pemerintah setempat dan petani.
5. Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT)
tanaman adalah jenis serangga, tumbuhan
(gulma), jamur/cendawan, bakteri,
nematoda, virus, vertebrata dan jasad renik lainnya yang dapat merusak, mengganggu
kehidupan tanaman budidaya sehingga
menyebabkan berkurang/hilangnya produksi dan kualitas hasil tanaman perkebunan. 6. Agens Pengendali Hayati (APH) adalah setiap
organisme yang meliputi spesies, sub spesies, varietas, semua jenis serangga, nematoda, protozoa, cendawan (fungi), bakteri, virus, mikroplasma serta organisme
lainnya dalam semua tahap
perkem-bangannya yang dapat digunakan untuk keperluan pengendalian hama dan penyakit
atau organisme pengganggu, proses
produksi, pengolahan hasil pertanian dan berbagai keperluan lainnya.
7. Feromon serangga adalah senyawa yang
(13)
betina atau sintentis yang digunakan untuk menarik/menangkap serangga hama jantan, sehingga perkawinan gagal terjadi.
8. Predator adalah suatu organisme yang
makan organisme lain sebagai mangsa, baik tubuhnya lebih kecil maupun lebih besar dari dirinya.
9. Parasitoid adalah suatu serangga parasitik yang hidup di dalam atau pada serangga inang yang tubuhnya lebih besar dan akhirnya membunuh inangnya.
10. Patogen adalah suatu mikroorganisme yang hidup dan makan (memarasit) pada atau di dalam suatu organisme inang yang lebih besar dan menyebabkan inangnya sakit atau mati.
11. Pestisida Nabati (Pesnab) adalah pestisida yang dibuat dari bagian tumbuhan yang bersifat racun (toxic) untuk menghambat/ membunuh OPT sasaran namun tidak membahayakan lingkungan.
12. Demonstrasi plot (Demplot) pengendalian OPT, yaitu model percontohan pengendalian OPT perkebunan dengan luas areal 1-5 hektar.
13. Demonstrasi farm (Demfarm) yaitu model percontohan pengendalian OPT pada lahan usahatani perkebunan dengan luas areal
(14)
lebih dari 5 hektar sampai dengan 25 hektar.
14. Tanaman perangkap adalah jenis tanaman
yang digunakan untuk mengalihkan
serangan/memerangkap OPT dari tanaman inangnya.
15. Lapon adalah sejenis perangkap babi hutan dalam bentuk jaring jerat yang dipasang
pada tempat-tempat yang berpotensi
dilewati babi hutan.
16. Pengamatan adalah kegiatan perhitungan dan pengumpulan informasi tentang keadaan populasi dan tingkat serangan OPT dan faktor-faktor iklim yang mempengaruhinya pada waktu dan tempat tertentu.
17. Pemantauan adalah kegiatan mengamati dan mengawasi populasi atau tingkat serangan
OPT dan faktor-faktor yang
mempe-ngaruhinya secara berkala pada tempat tertentu.
18. Pengendalian Hama Terpadu (PHT) adalah
pengendalian OPT dengan cara
menggabungkan berbagai tindakan
pengendalian yang kompatibel untuk
menjaga agar populasi OPT tetap berada dibawah ambang kerusakan ekonomi dengan memperhatikan hubungan antara dinamika populasi OPT dan lingkungannya.
(15)
19. Luas serangan adalah luas tanaman yang mengalami kerusakan akibat gangguan/ serangan OPT yang dinyatakan dalam hektar.
20. Luas pengendalian adalah luas tanaman terserang yang dapat dikendalikan dengan memadukan berbagai teknik pengendalian. 21. Sanitasi adalah tindakan membersihkan
tanaman atau bagian tanaman terserang OPT, sehingga tidak menjadi sumber serangan.
22. Eradikasi adalah tindakan memusnahkan tanaman atau bagian tanaman terserang OPT, sehingga tidak menjadi sumber serangan.
23. Eksplosi adalah tingkat populasi hama sangat tinggi yang terjadi secara mendadak dan singkat akibat hampir tidak adanya faktor penghambat.
(16)
II. PENDEKATAN PELAKSANAAN KEGIATAN
A. Prinsip Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan
1. Pendekatan umum
Prinsip pendekatan umummeliputi hal yang bersifat administratif dan manajemen kegiatan.
a. SK Tim Pelaksana Kegiatan
1) Penetapan SK Tim Pelaksana Kegiatan oleh Kepala Dinas/KPA paling lambat 1(satu) minggu setelah diterimanya penetapan Satker dari Menteri Pertanian.
2) Penanggung jawab dan pelaksana kegiatan pengendalian OPT tanaman perkebunan untuk TP provinsi ditetapkan oleh Kepala Dinas Provinsi.
3) Penanggung jawab dan pelaksana kegiatan pengendalian OPT tanaman perkebunan untuk TP kabupaten/kota ditetapkan oleh Kepala Dinas kabupaten/kota.
b. Rencana kerja
Rencana kerja pelaksanaan masing-masing
kegiatan disusun paling lambat 1(satu) minggu setelah ditetapkannya SK Tim pelaksana dan mengacu kepada Pedoman Teknis dari Ditjen Perkebunan.
(17)
c. Juklak, Juknis
Penanggungjawab kegiatan harus menyusun Juklak/Juknis yang mengacu kepada pedoman teknis yang dikeluarkan oleh Ditjen.Perkebunan. PenyusunanJuklak/Juknis untuk kegiatan TP Provinsi/Kabupaten/Kota paling lambat 2(dua) minggu setelah ditetapkannya SK Tim pelaksana.
d. Koordinasi dan Sosialisasi
Koordinasi dilakukan oleh satker pelaksana
kegiatan dengan Direktorat Jenderal
Perkebunan melalui Direktorat Perlindungan
Perkebunan, Balai Besar Perbenihan dan
Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Medan, Surabaya, Ambon dan Balai Proteksi Tanaman
Perkebunan(BPTP) Pontianak(sesuai dengan
wilayah kerja), dan Dinas Kabupaten/Kota dimana terdapat lokasi kegiatan dilaksanakan. Sosialisasi dilaksanakan oleh pelaksana kegiatan kepadapetani peserta kegiatan pengendalian dan pihak terkait lainnya.
e. Pelelangan/pengadaan
Pelelangan/pengadaan dilaksanakan sesuai
peraturan perundangan yang berlaku dan
kontrak diupayakan ditandatangani paling
lambat bulan Maret 2015. Pengadaan sarana
pendukung perlindungan tidak dapat
digabungkan dengan pengadaan sarana produksi lainnya.
(18)
f. Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dan evaluasi dilakukan oleh
satkerpelaksana kegiatan selama kegiatan
berlangsung.
g. Laporan
1) Laporan perkembangan pelaksanaan
kegiatan disampaikan oleh satker pelaksana kegiatan sesuai dengan jadual dan form Pedoman SIMONEV.
2) Laporan akhir kegiatan disampaikan oleh satker pelaksana kegiatan ke pusat paling lambat 2(dua) minggu setelah kegiatan selesai dan tidak melewati bulan Desember 2015.
2. Prinsip Pendekatan Teknis
a. Pengendalian OPT Tanaman Perkebunan
1) Calon Petani-Calon Lokasi
a) Calon petani peserta pengendalian
tergabung dalam kelompok tani yang aktif dan terdaftar di Badan Koordinasi Penyuluhan.Calon lokasi pengendalian
OPT merupakan hamparan tanaman
dengan tingkat serangan yang masih dapat dikendalikan/dipulihkan.
b) CP/CL untuk kegiatan TP Provinsi
ditetapkanoleh Kepala Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan.
(19)
c) CP/CL untuk kegiatan TP Kabupaten/Kota
ditetapkan oleh Kepala Dinas
Kabupaten/Kota yang membidangi
perkebunan.
d) Sosialisasikepada petani dan pihak terkait
lainnya dilakukan sebelum kegiatan
pelaksanaan pengendalian. e) Pengamatan
Pengamatan awal dilakukan sebelum pelaksanaan pengendalian untuk melihat kondisi atau rona awal (produktivitas tanaman, kondisi tanaman dan keadaan OPT, serta teknik pengendalian yang pernah dilakukan) dari kebun yang akan dikendalikan.
Pengamatan akhir dilakukan setelah pelaksanaan pengendalian untuk melihat efektivitas hasil pengendalian.
Pengamatan dilakukan oleh petugas
lapangan bersama dengan petani dari setiap kegiatan pengendalian OPT.
Khusus untuk pengendalian OPT dengan
menggunakan feromon dilakukan
pengamatan untuk mengetahui jumlah tangkapan OPT sasaran.
2) Bahan Pengendali
a) APH dan Pesnabyang digunakan untuk pengendalian OPT telah mendapatkan izin
(20)
dari Menteri Pertanian. Sedangkan penggunaan APH/Pesnab pada kegiatan demplot/demfarm dapat menggunakan
APH/Pesnab yang telah mendapat
rekomendasi dariPuslit/Balit/Perti/Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan
(Medan/Surabaya/Ambon)/Balai Proteksi Tanaman Perkebunan Pontianak.
b) Parasitoid,predator dan tanaman
antagonis yang digunakan telah mendapat rekomendasi dari Puslit/Balit/Perti/Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (Medan /Surabaya/Ambon)/
Balai Proteksi Tanaman Perkebunan
Pontianak.
c) Pestisidasintetisdan feromonyang
digunakan telah terdaftar dan mendapat ijin dari Menteri Pertanian.
3) Waktu pelaksanaan pengendalian
disesuaikan dengan karakter komoditas dan serangan OPT masing-masing.
b. DemfarmPengendalian OPT
1) Demfarm pengendalian OPT dilaksanakan
oleh kelompok, untuk 5 (lima) komoditi yaitukakao, karet, jambu mete, kelapa dan tebu.
2) Kegiatanbertujuan untuk memberikan
(21)
PBK pada tanaman kakao, JAP pada tanaman karet dan mete, A.guerreronispada tanaman kelapa dan uret pada tanaman tebu.
3) Demfarm dilaksanakan di kebun petani, yangmudah dijangkau dan dapat menjadi etalase/percontohan bagi petani lainnya.
Pelaksana kegiatan adalah UPTD
Perlindungan Perkebunan di bawah Dinas
yang membidangi perkebunan Provinsi
bersama Dinas Kabupaten/Kota.
c. Demplot Pengendalian OPT
Demplot pengendalian OPT dilaksanakan oleh Dinas yang membidangi perkebunan, di lahan petani pada 2 (dua) komoditi yaitu:tebu dan nilam.
1) Demplot OPT tebu
Menerapkan teknologi pengendalian hama tikus pada tebu dengan cara biologis, yaitu
dengan menggunakan predator burung
hantu.
2) Demplot OPT nilam
Menerapkan teknologi pengendalian OPT nilam, yaitu denganmemadukan cara biologis, mekanis dan kimiawi.
Demplot dilaksanakan di kebun petani, yang
mudah dijangkau dan dapat menjadi
etalase/percontohan bagi petani lainnya.
(22)
Perlindungan Perkebunan di bawah Dinas
yang membidangi perkebunan Provinsi
bersama Dinas Kabupaten/Kota.
3. Tindak Lanjut
Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi perlu dilakukan tindak lanjut sebagai berikut:
a. Tahap Pelaksanaan Kegiatan
Segera menindaklanjuti rekomendasi hasil
monitoring dan evaluasi bila ditemukan
penyimpangan atau ketidaksesuaian dalam pelaksanaan kegiatan.
b. Tahap Pasca Pengendalian OPT Tanaman
Perkebunan
1) Pengendalian OPT
a) Kelompok tani yang telah melaksanakan
pengendalian OPT diharapkan agar
melanjutkan pengendalian secara rutin, mandiri dan menyebarluaskan teknologi
pengendalian OPT kepada petani
disekitarnya.
b) Petani agar melakukan pengamatan
kebunnya secara rutin dalam rangka
membangun sistem peringatan dini.
Pengendalian OPT agar dilakukan sejak dini berdasarkan pengamatan dan jangan menunggu sampai terjadi eksplosi.
c) Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota agar
(23)
secara berkelanjutan. Dinas yang
membidangi perkebunan
Provinsi/Kabupaten/Kota mengupayakan penyediaan anggaran untuk pengawalan dan pendampingan kepada petani.
2) DemfarmPengendalian OPT
Kelompok tani di sekitar lokasi demfarm
diharapkan mau mencontoh teknologi
pengendalian OPT yang telah dilaksanakan.
Provinsi pelaksana demfarmdiharapkan
melanjutkan dan mengembangkan hasil
demfarm di wilayah binaan. Petugas
melakukan pencatatan/evaluasi
perkembangan demfarm, dan petani
melakukan pemeliharaan demfarm.
3) DemplotPengendalian OPT
Demplot pengendalian OPT dilaksanakan secara berkelanjutan. Provinsi pelaksana demplotdiharapkan mengembangkan hasil
demplotdi wilayah binaan.Petugas
melakukan pencatatan atau evaluasi
perkembangan demplot,dan petani
(24)
B. Spesifikasi Teknis
1. Kriteria
a. Pengendalian OPT Tanaman Perkebunan
Kriteria pengendalian sebagai berikut:
1) Luas pengendalian OPT minimal 25
ha/kelompok tanidengan perhitungan
populasi tanaman sesuai standar baku.
2) Calon lokasi merupakan hamparan dengan kondisi tanaman terserang OPT ringan atau masih dapat dipulihkan.
3) Calon petani/kelompok tani peserta
pengendalian tergabung dalam kelompok tani yang aktif.
4) Teknologi pengendalian OPT yang digunakan
mengacu pada rekomendasi
Puslit/Balit/Perti/BBPPTP(Medan/Surabaya/
Ambon)/BPTP Pontianak atau pedoman
pengenalan dan pengendalian OPT yang diterbitkan Direktorat Jenderal Perkebunan.
b. DemfarmPengendalian OPT
1) Demfarm dilaksanakan oleh UPTD
Perlindungan Perkebunan di bawah
koordinasi Dinas provinsi yang membidangi perkebunan, bekerja sama dengan kelompok tani/petani.
2) Demfarm dilaksanakan pada hamparan
dengan luas areal lebih dari 5 (lima) hektar sampai dengan 25 hektar.
(25)
3) Lokasi demfarm mudah dijangkau dan dekat dengan sumber air. Untuk mendapatkan hasil yang signifikan lokasi untuk tahun ke 2 dan ke 3 tidak berubah.
4) Demfarm berada pada pusat serangan atau daerah penyebaran serangan OPT yaitu: PBK pada kakao, JAP pada karet dan jambu mete, A.guerreronis pada kelapa dan Uret pada tebu.
c. DemplotPengendalian OPT
1) Demplot dilaksanakan oleh UPTD
Perlindungan Perkebunan di bawah
koordinasi Dinas provinsi yang membidangi perkebunan, bekerja sama dengan kelompok tani/petani.
2) Demplot dilaksanakan pada hamparan
dengan luas areal 1 (satu) hektar sampai dengan 5 (lima) hektar.
3) Lokasi demplot mudah dijangkau dan dekat dengan sumber air.Untuk mendapatkan hasil yang signifikan lokasi untuk tahun ke 2 dan ke 3 tidak berubah.
4) Demplot berada pada pada pusat serangan atau daerah penyebaran serangan OPT yaitu: hama tikus pada tebu;penyakit budok, nematoda, ulat/kutu daun pada nilam.
(26)
2. Metode
a. Pengendalian OPT Tanaman Perkebunan
Pengendalian OPT tanaman perkebunan
dilaksanakan dalam kelompok tani yang sudah ditetapkan oleh Kepala Dinas provinsi yang
membidangi perkebunan. Pengendalian
dilaksakan secara serentak dan massal melalui penerapan PHT terhadap OPT :
1) Penggerek Buah kopiPBKo (Hypothenemus
hampei)
a) Pengaturan naungan.
b) Petik bubuk, lelesan, dan rampasan akhir panen/racutan.
c) Pemasangan atraktan/sex feromon
sebanyak25 set/hektar/aplikasi. Aplikasi feromon diulang dengan interval setiap 1 (satu) bulan.
2) PenggerekBatang Cengkeh (Nothopeus sp.
dan Hexamitodera sp.) adalah :
a) Sanitasi kebun.
b) Pemupukan dan pemelihara-an tanaman. c) Aplikasi insektisida sistemik berbahan
aktif asefat atau karbofurandengan
menggunakan bor mesin dan jarum infus pada batang cengkeh.
(27)
3) Bakteri Pembuluh Kayu Cengkeh/BPKC(Pseudomonas sizygii)adalah : a) Eradikasitanaman mati/terserang berat dengan cara ditebang dan dibakar untuk mengurangi sumber inokulum.
b) Sanitasi kebun.
c) Membersihkan alat-alat pertanian yang
telah digunakan di areal tanaman
terserang, sebelumdigunakan pada
tanaman sehat.
d) Pemupukan dengan pupuk organik (setara pupuk kandang).
e) Penyemprotan dengan menggunakan
insektisidauntuk mengendalikan vektor penyakit BPKC.
4) Jamur Akar Putih (Rigidophorus lignosus) pada cengkeh adalah :
a) Membersihkan sisa tanaman (tunggul). b) Membersihkan gulma di sekitar piringan
tanaman.
c) Perbaikan saluran drainase.
d) Membongkar dan memusnahkan tanaman mati/tumbang.
e) AplikasiTrichoderma sp. dilaksanakan bersamaan dengan pemupukan (pupuk kandang). Frekuensi aplikasi 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun.
(28)
5) BusukPangkalBatang/BPB(Phytophthoracapsi ci)pada tanaman lada
a) Membuat parit isolasi di sekeliling tanaman terserang.
b) Sanitasi kebun dan melakukan penyiangan terbatas disekeliling piringan tanaman lada.
c) Memangkas sulur tanaman dekat
permukaan tanah untuk menghindari penyebaran spora oleh percikan air hujan.
d) Mencabut tanaman yang terserang,
kemudian dimusnahkan.
e) Memangkas tajar hidup secara teratur pada awal dan menjelang akhir musim hujan.
f) Membuat saluran drainase.
g) Membersihkan alat-alat pertanian yang
telah digunakan di areal tanaman
terserang, sebelum digunakan pada
tanaman sehat.
h) Aplikasi fungisida berbahan aktif antara lain : asam fosfit, propineb.
(29)
6) Jamur Pirang(Septobasidium bogoriensis) pada tanaman lada
a) Sanitasi kebun.
b) Pembuatanparit isolasi di sekeliling tanaman terserang.
c) Eradikasi tanaman lada yang terserang berat kemudian dimusnahkan.
d) Membersihkan alat-alat pertanian yang
telah digunakan di areal tanaman
terserang, sebelum digunakan pada
tanaman sehat.
e) Aplikasi insektisidaberbahan aktif antara lainkarbamatdan fungisida berbahan aktif antara lain dinikonazole.
7) Penggerek Buah Kakao/PBK (Conopomorpha cramerella)
a) Pemangkasan. b) Sanitasi. c) Panen sering.
d) Pemupukan dengan menggunakan pupuk organik (setara pupuk kandang).
e) Pemasangan attraktan/sex feromon
sebanyak 6 set/hektar/aplikasi. Aplikasi feromon diulang dengan interval setiap 3 (tiga) bulan.
(30)
8) Uret Tebu (Lepidiota stigma)
a) Pengambilan, pengumpulan dan
pemusnahan uret pada saat pengolahan tanah.
b) Pemasangan perangkap imago dengan
lampu petromak/neon danatau
pemasangan jaring/barrier trapdi sekitar pertanaman tebu.
9) Tikus(Rattus sp.)
a) Penangkapan/pemburuan tikus secara
serentak (gropyokan).
b) Aplikasi umpan/racun tikus berbahan
aktif antara lainbromadiolon,
brodifakum,seng fosfida dan
couma-tetralyl.
10) Penggerek Batang/PucukTebu (Chilo
sacchariphagus/Schirpophaga sp.)
a) Pemasangan sex feromon berbahan aktif
octadekenil asetat : 100% untuk
penggerek batang dan Hexsadsenal
100%untuk penggerek pucuk.
b) Pemasanganferomon sebanyak10
set/ha/aplikasi.Penggantian feromon
dilakukan setiap3 bulan sekali. 11) Babi Hutan (Sus sp.) pada Tebu
a) Pemasangan lapon pada jalur jalan babi hutan.
(31)
b) Pemagaran di sekitar areal kebun.
12) Lanas(Phytophthora sp.) dan Ulat Daun
(Spodoptera sp., Heliothis sp.) pada
Tembakau
a) Aplikasi APHBeauveria bassiana,dan atau Sl-NPV (tergantung intensitas serangan). b) Aplikasi Pestisida nabati berbahan aktif
azadirachtin. Aplikasi pestisida nabati diulang bila perlu dengan memperhatikan populasi ulat daun yang dikendalikan. c) Aplikasi APH dilakukan 1 minggu setelah
aplikasi pestisida nabati.
13) PenggerekBuah Kapas(Heliothis sp.),Ulat Daun(Spodoptera sp.) dan Wereng Kapas (Amrasca sp.)
a) Penanaman jagung sebagai tanaman perangkap sebanyak 2 kg/hektar dengan cara menanam 1 baris jagung diantara 3 baris tanaman kapas.
b) Aplikasi agens pengendali hayati
Beauveria bassianasebanyak 2
kg/hektar/aplikasi diulang sebanyak 3 kali atau Ha-NPV (tergantung intensitas serangan).
c) Aplikasi APH Beauveria bassiana, dan atau Sl-NPV (tergantung intensitas serangan). d) Aplikasi Pestisida nabati berbahan aktif
(32)
diulang bila perlu dengan memperhatikan populasi ulat daun yang dikendalikan. e) Aplikasi APH dilakukan 1 minggu setelah
aplikasi pestisida nabati.
14) HamaKumbang Nyiur (Oryctes sp.)/
Kumbang Sagu (Rhyncophorus sp.) pada Kelapa
a) Membersihkan kebun/memusnahkan
semua tempat perkembangbiakan Oryctes sp. seperti sisa tanaman mati,
sampah-sampah, tumpukan kotoran ternak,
tumpukan serbuk gergaji, dan lainnya; memotong-motong tanaman kelapa yang tumbang/mati kemudian dimusnahkan. b) Aplikasi feromon untuk memerangkap
imago Oryctes sp./Rhyncophorus sp. sebanyak 1 set/ha. Penggantian feromon dilakukan setiap 3 (tiga) bulan.
15) Hama Sexava sp. pada Kelapa a) Sanitasi kebun.
b) Pelepasan parasitoid telur Leefmansia
bicolor sebanyak 25 butir telur
terparasit/ha.
16) Hama Brontispa sp. pada Kelapa
a) Memotong janur dan diturunkan dengan
tali, kemudian dikumpulkan dan
dimusnahkan untuk membunuh larva dan imago Brontispa sp.
(33)
b) Pelepasanparasitoid pupa Tetrastichus
brontispae, sebanyak25 ekor pupa
Brontispaterparasit per hektar.
17) HamaTungau (Aceria guerreronis) pada Kelapa
a) Menurunkan buah-buah terserang dari atas pohon dan mengumpulkan buah-buah
kelapa terserang yang berserakan
disekitar pohon.
b) Aplikasi pestisida sistemik berbahan aktif antara lain : dimehipo atau karbosulfan melalui injeksi batang/infus akar.
18) Penyakit Busuk Pucuk (Phytophthora
palmivora ) pada tanaman kelapa
a) Eradikasi tanaman kelapa yang terserang (membongkar dan memusnahkan tanaman yang terserang)
b) Aplikasi fungisida sistemik berbahan aktif antara lain asam fosfit melalui injeksi batang/infus akar.
19) Penyakit Jamur Akar Putih (JAP) pada Karet
a) Eradikasi tanaman terserang
(membongkar dan memusnahkan tanaman yang terserang).
b) Mengumpulkan dan memusnahkan
sisa-sisa tanaman serta melakukan
(34)
c) Aplikasi fungisida dengan bahan aktif antara lain triadimefon, triadimenol, hexaconazol, atau siproconazol dengan dosis 1 lt/hektar.
d) Aplikasi APH jamur Trichoderma
harzianum pada tanaman terserang
ringan dan sehat (pencegahan) dan pada bekas tanaman yang dieradikasi.
e) Aplikasi jamur T.harzianum dilakukan setelah aplikasi fungisida kimia, dengan jarak waktu sekitar 2 bulan. Aplikasi jamur T.harzianum dilakukan bersamaan dengan pemupukan (pupuk organik). 20) Penyakit JAP pada Jambu Mete
a) Eradikasi dengan cara menebang,
membongkar, dan memusnahkan tanaman yang terserang; sanitasi kebun dengan cara mengumpulkan dan memusnahkan
sisa-sisa tanaman serta melakukan
pengendalian gulma; pemupukan dengan menggunakan pupuk anorganik sesuai anjuran.Aplikasi pupuk organik dilakukan bersamaan dengan APH.
b) Aplikasi agens pengendali hayati
Trichoderma sp. pada tanaman yang
terserang ringan dan tanaman sehat (pencegahan) dan pada bekas tanaman yang dieradikasi.
(35)
c) Aplikasi fungisida dengan bahan aktif antara lain triadimefon, triadimenol, hexaconazol, atau siproconazol dengan dosis 1 lt/hektar.
d) Aplikasi jamur T.harzianum dilakukan setelah aplikasi fungisida kimia, dengan jarak waktu sekitar 2 bulan. Aplikasi jamur T.harzianum dilakukan bersamaan dengan pemupukan (pupuk organik).
21) Oryctes rhinoceros/Rhyncophorus sp. pada
Kelapa Sawit
a) Membersihkan kebun atau memusnahkan
semua tempat perkembangbiakan
Oryctes sp. seperti sisa tanaman mati,
sampah-sampah, tumpukan kotoran
ternak, tumpukan serbuk gergaji, dan
lainnya; memotong-motong tanaman
kelapa yang tumbang/mati kemudian dimusnahkan.
b) Aplikasi feromon berbahan aktif etil metil 4 oktanoat dan atau 4-5 metil -5-
nonanoluntuk memerangkap imago
Oryctessp./Rhyncophorus sp. sebanyak
1set/ha. Penggantian feromon
dilakukan setiap 3 (tiga) bulan.
Rincian spesifikasi teknis, cara dan waktu penggunaan APH (golongan jamur dan golongan
nematoda), parasitoiddan sex feromon
(36)
b. Demfarm Pengendalian OPT
1) Demfarm Pengendalian Hama PBK pada
Tanaman Kakao
a) Pemangkasan dan sanitasi.
b) Pemasangansex feromon dan
pemanfaatan musuh alami semut
rangrang atau semut hitam.
2) Demfarm JAP Karet
a) Eradikasi tanaman terserang
(membongkar dan memusnahkan tanaman yang terserang).
b) Mengumpulkan dan memusnahkan
sisa-sisa tanaman serta melakukan
pengendalian gulma.
c) Aplikasi fungisida berbahan aktif
triadimefon/triadimenol dengan dosis 1lt/hektar.
d) Aplikasi APH jamur
Trichodermaharzianum pada tanaman
terserang ringan dan sehat (pencegahan) dan pada bekas tanaman yang dieradikasi dengan dosis 15 kg/ha.
e) Aplikasi jamurT.harzianum dilakukan
setelah aplikasi fungisida kimia, dengan jarak waktu sekitar 2 bulan. Aplikasi jamur T.harzianum dilakukan bersamaan dengan pemupukan (pupuk organik).
(37)
3) Demfarm JAP pada Mete
a) Eradikasi dengan cara menebang,
membongkar, dan memusnahkan tanaman yang terserang; sanitasi kebun dengan cara mengumpulkan dan memusnahkan
sisa-sisa tanaman serta melakukan
pengen-dalian gulma; pemupukan dengan menggunakan pupuk anorganik sesuai anjuran. Aplikasi pupuk organik dilakukan bersamaan dengan APH.
b) Aplikasi agens pengendali hayati
Trichoderma sp. pada tanaman yang
terserang ringan dan tanaman sehat (pencegahan) dan pada bekas tanaman yang dieradikasi sebanyak 15 Kg/ha. c) Aplikasi fungisida sistemik dengan dosis 1
lt/ha.
d) Aplikasi jamurT.harzianum dilakukan
setelah aplikasi fungisida kimia, dengan jarak waktu sekitar 2 bulan. Aplikasi jamur T. harzianum dilakukan bersamaan dengan pemupukan (pupuk organik). 4) DemfarmAceriaguerreronis sp. pada Kelapa
a) Menurunkan buah-buah terserang dari atas pohon dan mengumpulkan buah-buah
kelapa terserang yang berserakan
(38)
b) Aplikasi pestisida sistemik melalui injeksi
batang/infusakar dengan dosis 1
lt/hektar.
5) Demfarm Pengendalian Hama Uret Pada
Tebu
a) Pengambilan, pengumpulan dan
pemusnahan uret bersamaan dengan pengolahan tanah.
b) Aplikasi pupuk organik dicampur dengan APH jamur Metarhizium sp./ nematoda enthomopatogen (NEP)sebelum tanam, atau pada saat pembuatan juringan.
c) Pemasangan perangkap (lampu
perangkap/trap barrier/jaring
perangkap) untuk imago.
Rincian spesifikasi teknis, cara dan waktu penggunaan APH (golongan jamur dan golongan nematoda), parasitoid dan sex feromon disajikan pada lampiran 1dan 2.
c. Demplot Pengendalian OPT
1) Demplot Pengendalian Hama Tikus Pada
Tebu Dengan Burung Hantu Sebagai Predator
a) Pembuatan dan pemasangan
pagupon/rumah burung hantu (rubuha) di pertanaman.
b) Adaptasi burung hantu didekat lahan
tebu untuk adaptasi lingkungan
(39)
c) Pelepasan burung hantu sebanyak 2 pasang untuk 5 ha lahan yang akan dikendalikan.
2) Demplot Pengendalian OPT Nilam (Budok, Nematoda, Ulat/Kutu Daun dll)
a) Penggunaan pestisida nabati bubuk biji nimba, dosis 5 kg/ha/aplikasi. Aplikasi dilakukan 3 kali dengan interval 2 minggu, di mulai dari tanaman umur 2 minggu.
b) Penggunaan APH Beauveria bassiana
dengan dosis 0.5 kg/ha/aplikasi. Aplikasi dilakukan 4 kali dengan interval 2 minggu sekali.
c) Penggunaan bubur bordo dengan dosis 1 kg/ha, diaplikasikan seminggu setelah tanam.
d) Aplikasi pupuk kandang
1500kg/ha/aplikasi atau bahan organik yang setara.
Rincian spesifikasi teknis, cara dan waktu penggunaan APH (golongan jamur dan golongan nematoda), parasitoid dan feromon sex serta bahan dan cara pembuatan bubur bordo disajikan pada Lampiran 1, 2 dan 4.
(40)
III. PELAKSANAAN KEGIATAN
A. Ruang Lingkup
1. Pengendalian OPT Tanaman Perkebunan
(Tanaman Rempah dan penyegar, Tanaman Semusim, dan Tanaman Tahunan)
a. Pengendalian OPT Tanaman Perkebunan
dilakukan di areal petani pekebun yang tergabung dalam kelompok tani aktif dan terdaftar di Badan Koordinasi Penyuluhan. Pengendalian OPT dilakukan pada komoditi kopi, lada, cengkeh, kakao, karet, kelapa, jambu mete, kelapa sawit, tebu, tembakau, dan kapas.
b. Tahapan kegiatan pengendalian OPT tanaman perkebunan meliputi koordinasi antara Dinas
yang membidangi Perkebunan Provinsi/
Kabupaten/Kota, penetapan CP/CL,
sosialisasi pengendalian OPT, pengadaan bahan dan alat pengendali, pengamatan dan
pengendalian, pendampingan serta
monitoring/evaluasi dan pelaporan. c. Indikator Kinerja
No Indikator Uraian
1 Input/Masukan - Dana - SDM
- Data dan informasi - Teknologi
2 Output/Keluaran Terlaksananya
(41)
tanaman kopi, lada, cengkeh, kakao, karet, kelapa, kelapa sawit, jambu mete, tebu, tembakau dan kapas.
3 Outcome/hasil Menurunnya luas serangan OPT pada tanaman kopi, lada, cengkeh, kakao, karet, kelapa, kelapa sawit, jambu mete, tebu, tembakau dan kapas.
2. Demfarm Pengendalian OPT
a. Demfarm pengendalian OPT pada tanaman kakao, karet, jambu mete, kelapa dan tebu dilakukan di kebun petani.
b. Tahapan kegiatan demfarm pengendalian
OPT tanaman perkebunan meliputi
koordinasi antara Dinas yang membidangi
Perkebunan Provinsi/Kabupaten/Kota,
penetapan lokasi demfarm pengendalian,
pengadaan pupuk, bahan pengendali
(Pesnab, APH, Feromon dan Parasitoid), pengamatan dan pemeliharaan tanaman, pendampingan serta monitoring/evaluasi dan pelaporan.
(42)
No Indikator Uraian
1 Input/Masukan - Dana - SDM - Data dan informasi - Teknologi
2 Output/Keluaran Terlaksananya demfarm pengendalian PBK pada kakao, JAP pada karet, JAP pada mete, Aceria sp. pada kelapa, uret pada tebu.
3 Outcome/hasil - Tersosialisasinya teknologi
pengendalian PBK pada kakao,JAP pada karet, JAP pada mete, Aceria sp. pada kelapa, uret pada tebu.
- Diperolehnya reko-mendasi teknologi pengendalian PBK pada kakao, JAP pada karet, JAP pada mete, Aceria sp. pada kelapa, uret pada tebu.
3. Demplot Pengendalian OPT
a. Demplot pengendalian OPT pada tanaman tebu dan nilam dilakukan di kebun petani.
(43)
b. Tahapan kegiatan demplot pengendalian OPT tanaman perkebunan meliputi koordinasi antara Dinas yang membidangi Perkebunan Provinsi/ Kabupaten/Kota, penetapan lokasi demfarm pengendalian, pengadaan pupuk, bahan pengendali (Pesnab, APH dan Predator), pengamatan dan pemeliharaan tanaman, pendampingan serta monitoring/ evaluasi dan pelaporan.
c. Indikator Kinerja
No Indikator Uraian
1 Input/Masukan - Dana - SDM - Data dan informasi - Teknologi
2 Output/Keluaran Terlaksananya demplot pengendalian OPT pada karet, OPT pada tebu dan OPT pada nilam. 3 Outcome/hasil -Tersosialisasinya
teknologi pengendalian hama OPT pada tebu dan OPT pada nilam. -Diperolehnya
rekomendasi teknologi pengendalian OPT pada tebu dan OPT pada nilam.
(44)
B. Pelaksana dan Penanggung Jawab Kegiatan
1. Pelaksana dan penanggung jawab kegiatan
pengendalian OPT untuk TP provinsi adalah dinas provinsi yang membidangi perkebunan dan untuk TP kabupaten adalah dinas kabupaten yang membidangi perkebunan dan
berkoordinasi dengan dinas provinsi.
Sedangkan pelaksana dan penanggung jawab kegiatan Demfarm/Demplot pengendalian OPT pada tanaman kakao, karet, jambu mete, kelapa dan tebu adalah Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan.
2. Dinas yang membidangi perkebunan
provinsi/kabupaten/kota dalam
melaksanakan kegiatan agar berkoordinasi dengan BBPPTP (Medan/Surabaya/Ambon)/ BPTP Pontianak (sesuai dengan wilayah kerja) dan pihak-pihak terkait lainnya.
3. Kewenangan dan tanggung jawab :
a. Direktorat Perlindungan Perkebunan
1) Menyiapkan Terms of Reference (TOR) dan Pedoman Teknis.
2) Melakukan bimbingan, pembinaan,
(45)
b. Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan
1) Menetapkan Tim Pelaksana kegiatan
pengendalian OPT/demfarm/demplot
pengendalian OPT perkebunan tingkat
provinsi.
2) Melakukan koordinasi dengan Direktorat
Jenderal Perkebunan, BBPPTP Medan/
Surabaya/Ambon/BPTP Pontianak (sesuai
dengan wilayah kerja) dan Dinas
Kabupaten/Kota yang membidangi
perkebunan, serta institusi terkait lainnya.
3) Membuat Petunjuk Pelaksanaan untuk
kegiatan pengendalian OPT/Demfarm/
Demplot pengendalian OPT perkebunan. 4) Melakukan verifikasi CP/CL bersama Dinas
Kabupaten.
5) Menetapkan CP/CL kegiatan pengendalian OPT/demfarm/demplot pengendalian OPT untuk TP Provinsi.
6) Melakukan pengawalan, pembinaan,
monitoring dan evaluasi, berkoordinasi
dengan Dinas Kabupaten yang membidangi perkebunan setempat.
7) Sosialisasi kegiatan pengendalian OPT/
demfarm/demplot pengendalian OPT
bersama-sama Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi perkebunan.
(46)
8) Menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan
pengendalian OPT/demfarm/demplot
pengendalian OPT ke Direktorat Jenderal Perkebunan cq. Direktorat Perlindungan Perkebunan.
c. Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi
perkebunan
1) Menetapkan Tim Pelaksana kegiatan
pengendalian OPT untuk TP kabupaten. 2) Melakukan koordinasi dengan Dinas Provinsi
yang membidangi perkebunan, BBPPTP
(Medan/Surabaya/Ambon), BPTP Pontianak (sesuai dengan wilayah kerja), Direktorat Jenderal Perkebunan, dan pihak terkait lainnya.
3) Membuat juknis kegiatan pengendalian OPT perkebunan.
4) Melakukan verifikasi dan penetapan CP/CL. 5) Melakukan sosialisasi, pembinaan dan monev
kegiatan pengendalian OPT perkebunan. 6) Menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan
pengendalian OPT ke Dinas Provinsi dan
Direktorat Jenderal Perkebunan cq.
Direktorat Perlindungan Perkebunan.
d. Kelompok Tani/Petani :
1) Mengikuti sosialisasi pengendalian OPT/ demfarm/demplot pengendalian OPT.
(47)
2) Melakukan seluruh tahapan kegiatan
pengendalian OPT/demfarm/demplot
pengendalian OPT.
C. Lokasi, Jenis dan Volume
1. Pengendalian OPT Perkebunan
Lokasi, jenis dan volume kegiatan
pengendalian OPT tanaman Perkebunan seperti pada lampiran 5 s.d 15.
2.Demfarm Pengendalian OPT Perkebunan
Lokasi, jenis dan volume kegiatan
demfarm pengendalian OPT tanaman Perkebunan seperti pada lampiran 6 s.d 20.
3.Demplot Pengendalian OPT Perkebunan
Lokasi, jenis dan volume kegiatan demplot pengendalian OPT tanaman Perkebunan seperti pada lampiran 21 s.d 22.
D. Simpul Kritis
Simpul Kritis Pengendalian OPT, Demfarm dan
Demplot Pengendalian OPT Tanaman
Perkebunan sebagai berikut :
1. Penetapan SK pelaksana kegiatan terlambat, sehingga pelaksanaan kegiatan tidak tepat waktu sesuai target. SK pelaksana kegiatan ditetapkan paling lambat seminggu setelah diterimanya Pedoman Teknis.
(48)
2. Terlambatnya pengusulan revisi, sehingga pelaksanaan kegiatan tidak tepat waktu sesuai target. Penelaahan dan usulan revisi
agar dilakukan sejak awal setelah
diterimanya Pedoman Teknis, paling lambat bulan Februari 2015.
3. Terlambatnya penyusunan juklak dan juknis, sehingga pelaksanaan kegiatan tidak sesuai dengan target yang telah ditetapkan. Dinas agar segera menyusun juknis/juklak paling lambat dua minggu setelah diterimanya Pedoman Teknis.
4. Terlambatnya penetapan CP/CL
mengakibatkan pelaksanaan pengendalian terlambat. Penetapan CP/CL dilakukan awal tahun anggaran berjalan, dan dilakukan bersama-sama antara dinas provinsi dengan
dinas kabupaten sebelum pengusulan
kegiatan.
5. Terlambatnya pengadaan bahan dan alat
pengendalian akibat proses lelang/
pengadaan sehingga aplikasi tidak tepat
waktu. Lelang/pengadaan bahan
pengendalian dilakukan awal tahun dan penyediaan bahan pengendalian disesuaikan
dengan spesifikasi teknis pelaksanaan
(49)
IV. PENGADAAN BARANG
Pengadaan barang dan jasa kegiatan
Perlindungan Perkebunan untuk dana Tugas
Perbantuan (TP) Direktorat Jenderal
Perkebunan mengacu kepada Perpres No 54 tahun 2010 dan Perpres No.70 tahun 2012. Semua kegiatan pengadaan barang dan jasa yang melalui proses tender, pelaksanaan dan penetapan pemenang harus sudah sesuai dengan usulan rencana yang disampaikan oleh Satker pada awal tahun kegiatan.
(50)
V. PEMBINAAN, PENGENDALIAN, PENGAWALAN DAN PENDAMPINGAN
A. Pembinaan, Pengendalian, Pengawalan dan
Pendampingan
Kegiatan pembinaan, pengendalian dan
pengawalan dana TP Provinsi/Kabupaten/Kota dilakukan secara terencana dan terkoordinasi dengan unsur penanggung jawab kegiatan di Pusat, BBPPTP (Ambon, Surabaya, Medan)/BPTP Pontianak, dan pihak terkait lainnya.
Pelaksanaan kegiatan pembinaan, pengendalian dan pengawalan diutamakan pada tahapan yang menjadi simpul-simpul kritis kegiatan yang telah ditetapkan.
Dalam melaksanakan kegiatan pembinaan,
pengendalian dan pengawalan dilakukan
koordinasi secara berjenjang sesuai dengan tugas fungsi dan kewenangan masing-masing unit pelaksana kegiatan.
Sasaran kegiatan pembinaan, pengendalian, dan pengawalan terhadap pelaksana kegiatan (Man), pembiayaan (Money), Metode, dan bahan-bahan
yang dipergunakan (Material). Kegiatan
pembinaan, pengendalian dan pengawalan harus mam-pu meningkatkan kualitas pelaksanaan kegiatan melalui pemberian rekomendasi dan pemecahan masalah terhadap pelaksanaan
(51)
kegiatan sesuai dengan tujuan dan sasaran kegiatan yang ditetapkan.
B. Pelaksanaan Pembinaan, Pengendalian,
Pengawalan dan Pendampingan
Waktu pelaksanaan kegiatan pembinaan,
pengendalian dan pengawalan minimal satu kali pada setiap jenis kegiatan yang dilaksanakan. Pelaksanaan kegiatan hendaknya selalu di koordinasikan dengan pusat, provinsi dan
kabupaten/kota sehingga pembinaan,
pengendalian dan pengawalan efektif dan efisien.
Pendampingan terhadap kelompok tani peserta pengendalian OPT/demfarm/demplot dilakukan oleh petugas di tingkat lapangan mencakup tahapan persiapan dan pelaksanaan kegiatan. Direktorat Perlindungan Perkebunan melakukan
pembinaan dan pengawalan kegiatan
pengendalian OPT/demfarm/demplot
pengendalian OPT tanaman perkebunan pada seluruh wilayah pelaksana kegiatan.
Dinas yang membidangi Perkebunan tingkat provinsi melakukan pembinaan, pengendalian,
pengawalan dan pendampingan kegiatan
Perlindungan Perkebunan tingkat provinsi. Dinas yang membidangi Perkebunan tingkat
kabupaten/kota melakukan pembinaan,
(52)
kegiatan Perlindungan Perkebunan tingkat kabupaten/ kota.
(53)
VI. MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN
A. Monitoring
Monitoring ditujukan untuk mengetahui
perkembangan pelaksanaan dan kemajuan yang telah dicapai pada setiap kegiatan.
Monitoring dilaksanakan oleh petugas Dinas yang membidangi perkebunan di tingkat provinsi dan
kabupaten/kota pada wilayah kerja
masing-masing. Pelaksanaan monitoring minimal satu kali selama kegiatan berlangsung.
B. Evaluasi
Evaluasi dilaksanakan untuk mengetahui
ketepatan/kesesuaian pelaksanaan kegiatan dan hasil yang dicapai dibandingkan dengan yang
direncanakan serta realisasi/penyerapan
anggaran. Hasil evaluasi sebagai umpan balik perbaikan pelaksanaan selanjutnya.
Evaluasi dilakukan oleh Direktorat Perlindungan Perkebunan, serta Dinas yang membidangi
perkebunan Provinsi pada wilayah kerja
masing-masing.
C. Pelaporan
Setiap kegiatan didokumentasikan dalam bentuk laporan tertulis sebagai pertanggungjawaban
pelaksanaan kegiatan. Laporan kegiatan
fasilitasi pengendalian OPT dibuat oleh
pelaksana kegiatan dan dilaporkan secara berjenjang kepada penanggung jawab/pembina
(54)
kegiatan mengacu kepada pedoman outline penyusunan laporan dan SIMONEV serta bentuk laporan lainnya sesuai dengan kebutuhan.
1.Jenis Laporan :
a.Laporan Perkembangan Pelaksanaan
Kegiatan
1) Persiapan Pelaksanaan Kegiatan
Persiapan meliputi : penetapan tim pelaksana
kegiatan; penyusunan juklak/juknis;
penetapan CP/CL; persiapan administrasi; pengadaan alat dan bahan; serta sosialisasi; dilaporkan setelah persiapan kegiatan selesai dilaksanakan.
2) Pelaksanaan Kegiatan
Pelaksanaan meliputi pengamatan awal,
aplikasi pengendalian, pemantauan,
pengamatan akhir. Dilaporkan sebanyak 3 kali selama pelaksanaan kegiatan.
b.Laporan Fisik dan Keuangan
1) Laporan Mingguan
Laporan Mingguan berisi laporan kemajuan (fisik dan keuangan) pelaksanaan kegiatan setiap minggu berjalan dan disampaikan kepada Direktorat Perlindungan Perkebunan setiap minggu hari Jumat.
(55)
2) Laporan Bulanan
Laporan Bulanan berisi laporan kemajuan (fisik dan keuangan) pelaksanaan kegiatan fasilitasi pengendalian OPT setiap bulan berjalan dan disampaikan kepada Direktorat Jenderal Perkebunan paling lambat tanggal 5 pada bulan berikutnya.
3) Laporan Triwulan
Laporan Triwulan berisi laporan kemajuan (fisik dan keuangan) pelaksanaan kegiatan fasilitasi pengendalian OPT setiap triwulan dan disampaikan setiap triwulan kepada Direktorat Jenderal Perkebunan, paling lambat tanggal 5 pada bulan pertama triwulan berikutnya.
c.Laporan Akhir
Laporan Akhir merupakan laporan
keseluruhan pelaksanaan kegiatan fasilitasi pengendalian OPT, setelah seluruh rangkaian kegiatan selesai dilaksanakan. Laporan akhir disampaikan kepada Direktorat Perlindungan Perkebunan, paling lambat 2 minggu setelah
kegiatan selesai. Laporan disampaikan
melalui surat dan e-mail.
2.Format Laporan
Format Laporan Perkembangan Persiapan Kegiatan, Fisik dan Keuangan, Pelaksanaan
(56)
Kegiatan dan Out Line Laporan Akhir seperti pada lampiran 23-26.
VII. PEMBIAYAAN
Kegiatan fasilitasi pengendalian OPT perkebunan di daerah didanai dari APBN tahun anggaran 2015 melalui anggaran Tugas Pembantuan (TP) Direktorat Jenderal Perkebunan.
(57)
VIII. PENUTUP
Pelaksanaan pengendalian OPT diharapkan
mampu menstimulasi untuk mendorong peran
serta dan kesadaran masyarakat dalam
mengendalikan OPT, sehingga dapat
menyelesaikan permasalahan gangguan OPT pada tingkat lahan usaha tani secara mandiri, gradual dan berkesinambungan sehingga pada akhirnya dapat berkontribusi dalam menurunkan
tingkat serangan OPT terutama pada
pusat-pusat serangan sehingga dapat terkendali dan tidak semakin meluas.
Untuk keberhasilan pelaksanaannya diperlukan koordinasi, komitmen dan kerjasama, serta upaya yang sungguh-sungguh dari semua pihak terkait sesuai dengan kewenangan, tugas dan fungsi masing-masing.
(58)
Lampiran 1. Spesifikasi Teknis Sex Feromon
No Jenis Feromon/
Bahan Aktif Dosis Waktu Simpan OPT Sasaran Keterangan
1. - Sex Feromon
khusus untuk hama PBK - Bahan aktif:
hexadecatrienyl, hexadecatrienol
6 perangkap/
ha/tahun 1 set perangkap terdiri dari 1 unit perangkap dan 3 sachet fero-mon
Satu tahun penyimpanan pada suhu kamar dan tidak terkena sinar matahari langsung. PBK (Conopomorpha cramerella) pada kakao Diprioritaskan pada daerah serangan penggerek buah kakao.
2. - Sex Feromon
khusus untuk hama PBKo - Bahan
aktif:Etanol
25 perangkap/
ha/tahun.
1 set perangkap terdiri dari 1 unit perangkap dan 4 sachet feromon
Satu tahun penyimpanan pada suhu kamar dan tidak terkena sinar matahari langsung.
PBKo
(Hypothenemus
hampei) pada
kopi Diprioritaskan pada daerah serangan penggerek buah kopi.
(59)
No Jenis Feromon/
Bahan Aktif Dosis Waktu Simpan OPT Sasaran Keterangan
3. - Sex Feromon
khusus hama Penggerek Batang Tebu - Bahan Aktif :
Oktadekenil asetat 100%
10-20 set/ha/
thn. 1 set
perangkap
terdiri dari 1 unit
perangkap dan 4 sachet feromon
Empat bulan pada suhu kamar dan tidak terkena sinar matahari langsung
Penggerek batang (Chilo sachariphagus)
pada tanaman
tebu Diprioritaskan pada daerah serangan penggerek batang tebu
4. - Sex Feromon
khusus hama Penggerek pucuk Tebu
- Bahan Aktif : Hexsadsenal 100%
10-20 set/ha/
th.1 set
perangkap
terdiri dari 1 unit perangkap dan 4 sachet feromon
Empat bulan pada suhu kamar dan tidak terkena sinar matahari langsung Penggerek pucuk (Scirpophaga
nivella) pada
tanaman tebu
Diprioritaskan pada daerah serangan penggerek pucuk tebu
5. - Sex Feromon
khusus hama
1 perangkap/
ha/tahun
Satu tahun penyimpanan
Kumbang Nyiur (Oryctes
Diprioritaskan
(60)
No Jenis Feromon/
Bahan Aktif Dosis Waktu Simpan OPT Sasaran Keterangan
Kumbang Nyiur
- Bahan Aktif:
etil-4metil oktanoat
pada suhu kamar dan tidak terkena sinar matahari langsung.
rhinoceros) pada kelapa
serangan Oryctes rhinoceros
6. - Sex Feromon
khusus hama Kumbang Sagu - Bahan aktif:
4–5 metil –5- nonanol
1-2 perangkap/ ha/tahun
Satu tahun penyimpanan pada suhu kamar dan tidak terkena sinar matahari langsung.
Kumbang sagu
(Rhynchophorus
ferrugineus) pada kelapa
Diprioritaskan
pada daerah
serangan Rhynchophorus ferrugineus
(61)
Lampiran 2. Cara dan Waktu Aplikasi Sex Feromon
No Jenis Feromon/
Bahan Aktif Cara Aplikasi
Waktu
Aplikasi/frekuensi Keterangan
1. - Sex Feromon
khusus untuk
hama PBK
- Bahan aktif : hexadecatrienyl, hexadecatrienol
- Perangkap dilipat berbentuk rumah;
- Tabung feromon
digantung pada
perangkap;
- Tutup tabung
feromon dilubangi dengan
menggunakan jarum dan jangan dibuka;
- Lem/perekat dibuka kemudian dimasukkan dalam
- Aplikasi feromon dilakukan 3 kali dalam satu tahun atau
menyesuaikan
dengan kondisi
lapangan.
- Aplikasi feromon dimulai pada saat
musim buah.
Buah berukuran
rata-rata 8 cm
dan mulai ada
serangan PBK.
- Pemasangan
feromon harus
memenuhi 5 T
(Tepat dosis,
waktu, cara,
lokasi dan
sasa-ran), sesuai
dengan pedoman penggunaan. - Sebelum aplikasi
perlu dilakukan
pengamatan untuk menentukan
(62)
No Jenis Feromon/
Bahan Aktif Cara Aplikasi
Waktu
Aplikasi/frekuensi Keterangan
perangkap; - Perangkap
digantung di atas
tajuk tanaman
dengan ketinggian 0,5 m diatas tajuk tertinggi;
- Jalur penempatan perangkap secara diagonal atau zig zag pada pusat-pusat serangan; - Pengamatan
dilakukan secara berkala maksimal 1 minggu sekali;
- Interval penggantian
feromon dan
perekat/lem paling lambat 3
bulan atau
disesuaikan
dengan kondisi
lapangan. - Pemasangan
feromon dilakukan pada sore hari.
pemasangan yang tepat.
- Feromon jangan di pasang di bawah
tajuk karena
kebiasaan
aktivitas kawin
imago PBK diatas
tajuk tanaman
pada malam hari.
- Tutup botol
senyawa dan
selaput penutup
botol feromon
tidak boleh dibuka selama
(63)
No Jenis Feromon/
Bahan Aktif Cara Aplikasi
Waktu
Aplikasi/frekuensi Keterangan
- Apabila lem atau
perekat sudah
tidak berfungsi
(misal terkena air hujan atau sudah penuh dengan PBK yang tertangkap)
segera diganti
dengan lem
perekat serangga
selama feromon
masih belum
habis.
pemasangan, karena tutup botol
sudah dilubangi
dengan jarum.
2. - Sex Feromon
khusus untuk
hama PBKo
- Kemasan
aluminium foil
terdiri dari 4
- Aplikasi feromon dilakukan 4 kali dalam satu tahun
- Pemasangan
feromon harus
(64)
No Jenis Feromon/
Bahan Aktif Cara Aplikasi
Waktu
Aplikasi/frekuensi Keterangan
- Bahan aktif:
Etanol
Sachet feromon
dan 1 buah jarum; - Perangkap bagian
atas berwarna
merah dan bagian
bawah berwarna
putih;
- Gunting kemasan almunium foil dan ambil satu sachet feromon, lubangi
dengan jarum,
gantungkan pada
gantungan yang
tersedia pada
perangkap bagian
atau
menyesuaikan
dengan kondisi
lapangan.
- Aplikasi feromon dimulai pada saat buah fase matang susu dan mulai
ada serangan
PBKo.
- Feromon diganti paling lambat 3
bulan atau
disesuaikan
dengan kondisi
lapangan.
(Tepat dosis,
waktu, cara,
lokasi dan
sasaran), sesuai dengan pedoman penggunaan. - Sebelum aplikasi
perlu dilakukan pengamatan untuk
menentukan waktu
pemasangan yang tepat.
- Feromon jangan
(65)
No Jenis Feromon/
Bahan Aktif Cara Aplikasi
Waktu
Aplikasi/frekuensi Keterangan
atas;
- Masukkan air yang telah di campur
dengan sedikit
detergen dengan tinggi + 2 cm dari dasar perangkap
bagian warna
putih; - Pasangkan
perangkap putih
ke perangkap
merah dengan
cara diputar; - Perangkap bagian
atas
- Pemasangan
feromon dilakukan pada sore hari.
tajuk
- Air detergen
dalam perangkap
bagian bawah
diganti bersamaan dengan penggantian sachet feromon.
- Sisa sachet
feromon yang
belum dipakai
agar disimpan di
dalam lemari
(66)
No Jenis Feromon/
Bahan Aktif Cara Aplikasi
Waktu
Aplikasi/frekuensi Keterangan
digantungkan
pada tiang
kayu/bambu diantara tanaman
kopi dengan
ketinggian 1,5 m
dari permukaan
tanah.
3. - Sex Feromon
khusus untuk
hama Penggerek Batang Tebu
- Bahan Aktif :
Oktadekenil asetat 100%
- Masukkan wadah
perangkap pada
tiang bambu atau kayu bulat yang telah ditancapkan ditanah setinggi 120 cm;
- Pasang tempat
- Umur tanaman +
2 bulan s/d
menjelang panen dan
- Pemasangan
feromon
dilakukan pada
sore hari dan
- Pemasangan
feromon harus
memenuhi 5 T
(tepat dosis,
waktu, cara,
lokasi dan
sasaran);
(67)
No Jenis Feromon/
Bahan Aktif Cara Aplikasi
Waktu
Aplikasi/frekuensi Keterangan
vial rubber pada sisi tengah;
- Masukkan vial
rubber yang berisi
feromon pada
wadah perangkap yang terpasang; - Isi air dan sedikit
deterjen pada
wadah perangkap se-tinggi + 0,5 cm,
upayakan selalu
tersedia air di wadah perangkap - Perangkap
dipasang diantara
perhatikan arah tiupan angin; - Vial rubber yang
berisi feromon
diganti setiap 3 bulan sekali
vial rubber
diganti atau
ditambah vial
rubber baru
dengan cara
ditempelkan pada vial rubber lama menggunakan jarum pentul.
(68)
No Jenis Feromon/
Bahan Aktif Cara Aplikasi
Waktu
Aplikasi/frekuensi Keterangan
juring, 1 unit
perangkap untuk 14 juring;
- Sex Feromon
khusus hama
Penggerek pucuk Tebu
- Bahan Aktif :
Hexsadsenal 100%
- Masukkan wadah
perangkap pada
tiang bambu atau kayu bulat yang telah ditancapkan ditanah setinggi 120 cm;
- Pasang tempat
vial rubber pada sisi tengah;
- Masukkan vial
rubber yang berisi
feromon pada
- Umur tanaman 1-4 bulan dan lakukan pengamatan untuk menentukan waktu pemasangan yang tepat; - Pemasangan feromon dilakukan pada sore hari dan perhatikan arah tiupan angin;
- Vial rubber
- Pemasangan
feromon harus
memenuhi 5 T
(tepat: dosis,
waktu, cara,
lokasi dan
sasaran);
- Setelah 3 bulan vial rubber diganti
atau ditambah
vial rubber baru
dengan cara
(69)
No Jenis Feromon/
Bahan Aktif Cara Aplikasi
Waktu
Aplikasi/frekuensi Keterangan
wadah perangkap yang terpasang; - Isi air dan sedikit
deterjen pada
wadah perangkap setinggi + 0,5 cm,
upayakan selalu
tersedia air di wadah perangkap; - Perangkap
dipasang diantara tanaman tebu
diganti setiap 3 bulan sekali
vial rubber lama
menggunakan jarum pentul.
4. - Sex Feromon
khusus untuk
hama kumbang
nyiur
- Siapkan ember
plastik
berkapasitas 12
liter yang akan
- Aplikasi feromon dilakukan minimal dua kali dalam satu tahun atau
- Pemasangan
feromon harus
memenuhi 5 T
(70)
No Jenis Feromon/
Bahan Aktif Cara Aplikasi
Waktu
Aplikasi/frekuensi Keterangan
- Bahan Aktif:
etil-4 metil
oktanoat
digunakan sebagai perangkap;
- Buat lubang pada
bagian dasar
ember sebanyak 5
buah dengan
diameter 2 mm untuk
pembuangan air
hujan;
- Tutup ember
dilubangi
sebanyak 5 buah
lubang dengan
diameter 55 mm; - Balik tutup ember
menyesuaikan
de-ngan kondisi
lapangan. - Interval waktu
aplikasi paling lambat 3 bulan. - Pemasangan
feromon dilakukan pada sore hari.
waktu, cara,
lokasi dan
sasaran), sesuai dengan pedoman penggunaan. - Sebelum aplikasi
perlu dilakukan pengamatan untuk menentukan waktu
pemasangan yang tepat, yaitu pada saat ditemukan ada-nya serangan kumbang pada tanaman kelapa
(71)
No Jenis Feromon/
Bahan Aktif Cara Aplikasi
Waktu
Aplikasi/frekuensi Keterangan
yang sudah di
lubangi, kemudian
gantungkan satu
kantong feromon
pada bagian
tengah tutup
ember dengan
menggunakan kawat;
- Tutup ember yang telah digantungi feromon dipasang kan pada ember perangkap;
- Ember perangkap
(72)
No Jenis Feromon/
Bahan Aktif Cara Aplikasi
Waktu
Aplikasi/frekuensi Keterangan
tiang
kayu/bambu
penyanggah yang berukuran 2-3 m
dari permukaan
tanah;
- Tiang penyanggah
ditancapkan di
pinggir kebun
pada tempat
terbuka;
- pengumpulan dan pemusnahan
kumbang yang
terperangkap dilakukan
(73)
No Jenis Feromon/
Bahan Aktif Cara Aplikasi
Waktu
Aplikasi/frekuensi Keterangan
maksimal setiap
satu minggu satu kali;
- Akan lebih efektif jika ember diisi
dengan serbuk
gergaji/tanah
yang dicampur
dengan insektisida
dengan tujuan
agar kumbang
yang terperangkap mati.
5. - Sex Feromon
khusus untuk
hama kumbang
- Siapkan ember
plastik
berkapasitas 18
- Aplikasi feromon dilakukan minimal dua kali dalam
- Pemasangan feromon harus memenuhi 5 T
(74)
No Jenis Feromon/
Bahan Aktif Cara Aplikasi
Waktu
Aplikasi/frekuensi Keterangan
sagu
- Bahan aktif 4–5
meti –5-
nonanol
liter yang akan digunakan sebagai perangkap;
- Pada bagian dasar
ember untuk
perangkap dibuat
lubang sebanyak
23 buah dengan diameter 2 mm;
- Seng Plat
sebanyak dua
buah disatukan
dengan bambu
yang ujungnya
telah dibelah
silang sehingga
satu tahun atau menyesuaikan
dengan kondisi
lapangan.
- Interval waktu
aplikasi feromon paling lambat 3 bulan.
- Pemasangan
feromon dilakukan pada sore hari.
(Tepat dosis, waktu, cara, lokasi dan sasaran), sesuai dengan pedoman penggunaan. - Sebelum aplikasi
perlu dilakukan
pengamatan untuk menentukan waktu
pemasangan yang tepat, yaitu pada
saat ditemukan
adanya gejala
(75)
No Jenis Feromon/
Bahan Aktif Cara Aplikasi
Waktu
Aplikasi/frekuensi Keterangan
berbentuk kipas
baling-baling; - Seng plat yang
telah disatukan
dengan bambu
dimasukkan ke
dalam ember
plastik;
- Buat gantungan
dari kawat dan pasang pada seng plat baling-baling; - Gantungkan
feromon pada
gantungan kawat tersebut;
sagu pada
(76)
No Jenis Feromon/
Bahan Aktif Cara Aplikasi
Waktu
Aplikasi/frekuensi Keterangan
- Ember perangkap
digantung pada
bambu/kayu penyanggah berukuran ± 1 m; - Kayu penyanggah
tersebut dipasang
pada pohon
kelapa dengan
ketinggian 2
meter dari
(77)
Lampiran 3. Spesifikasi Teknis Pengendalian Babi Hutan
No Jenis Alat
Pengendalian Bahan Keterangan
1 Pemasangan
lapon pada jalur jalan babi hutan
Lapon terbuat dari
kawat baja
berbentuk spiral
Lapon terbuat dari kawat baja berbentuk spiral, badan babi yang terjerat seluruhnya akan masuk jerat. Moncong dan kaki terkait kawat jerat sehingga tidak dapat lolos atau bergerak. Pemasangan lapon harus di jalur jalan babi yang telah diketahui berdasarkan pengintaian.
2 Pemagaran pagar bisa
menggunakan bambu berduri dan
bambu haur
(Bambosa bambu)
Pemagaran di sekitar areal kebun sebagai pagar hidup yang ditanam rapat. Jenis pohon semak berduri secang (Caesalpinia sapan) dapat pula dimanfaatkan untuk pagar secara bertahap, selain kuat zat durinya bisa menginfeksi
(78)
Tabel 1. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT Kopi
No Provinsi Kabupaten Jenis OPT Volume
1 Jabar
Bandung Penggerek buah kopi/PBKo (Hypothenemus
hampei) 150 Ha Garut Penggerek buah kopi/PBKo (Hypothenemus
hampei) 225 Ha Bandung Barat Penggerek buah kopi/PBKo (Hypothenemus
hampei) 150 Ha 2 Sulsel Enrekang Penggerek buah kopi/PBKo (Hypothenemus
hampei) 125 Ha 3 Bali
Tabanan Penggerek buah kopi/PBKo (Hypothenemus
hampei) 225 Ha Bangli Penggerek buah kopi/PBKo (Hypothenemus
hampei) 225 Ha 4 NTB Lombok Timur Penggerek buah kopi/PBKo (Hypothenemus
hampei) 200 Ha 5 Aceh Bener Meriah Penggerek buah kopi/PBKo (Hypothenemus
hampei) 200 Ha
Tabel 2. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT Cengkeh
No Provinsi Kabupaten Jenis OPT Volume
1 Jateng Karanganyar Penyakit BPKC (Pseudomonas syzigii) 50 Ha 2 Malut Halmahera
Barat Penggerek Batang (Batocera sp.) 150 Ha 3 Maluku Seram Bagian
Timur Penggerek Batang (Batocera sp.) 100 Ha 4 Sulut Minahasa
Selatan Penggerek Batang (Batocera sp.) 200 Ha 5 Sultra Kolaka Utara Penggerek Batang (Batocera sp.) 150 Ha 6 Bali Buleleng Penyakit JAP (Rigidoporus lignosus) 100 Ha
Tabel 3. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT Lada
No Provinsi Kabupaten Jenis OPT Volume
1 Kalbar Pontianak Busuk Pangkal Batang (Phytophthora capsici)
100 Ha
Tabel 4. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT Kakao
No Provinsi Kabupaten Jenis OPT Volume
1 Jateng Wonogiri Penggerek Buah Kakao (Conopomorpha
cramerella) 50 Ha 2
Aceh Bireun
Penggerek Buah Kakao (Conopomorpha
cramerella) 125 Ha 3 Sulteng
Sigi Penggerek Buah Kakao (Conopomorpha
cramerella) 400 Ha Parigimoutong Penggerek Buah Kakao (Conopomorpha
cramerella) 300 Ha 4 Sulsel
Luwu Utara Penggerek Buah Kakao (Conopomorpha
cramerella) 150 Ha 7 Bali Tabanan Penggerek Buah Kakao (Conopomorpha 150 Ha
(79)
cramerella)
Badung Penggerek Buah Kakao (Conopomorpha
cramerella) 150 Ha
8 NTB
Lombok Utara Penggerek Buah Kakao (Conopomorpha
cramerella) 175 Ha Lombok Timur Penggerek Buah Kakao (Conopomorpha
cramerella) 175 Ha
Tabel 5. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT Tebu
No Provinsi Kabupaten Jenis OPT Volume
1 Jabar Kuningan Penggerek Batang/Pucuk 50 Ha 2 Jateng Pekalongan Penggerek Batang/Pucuk 50 Ha Sragen Penggerek Batang/Pucuk 25 Ha Pemalang Penggerek Batang/Pucuk 50 Ha Batang Penggerek Batang/Pucuk 50 Ha Blora Penggerek Batang/Pucuk 50 Ha Boyolali Penggerek Batang/Pucuk 50 Ha Jepara Penggerek Batang/Pucuk 50 Ha Karanganyar Penggerek Batang/Pucuk 50 Ha Purbalingga Penggerek Batang/Pucuk 25 Ha Rembang Penggerek Batang/Pucuk 50 Ha Tegal Penggerek Batang/Pucuk 25 Ha Brebes Penggerek Batang/Pucuk 50 Ha Grobogan Penggerek Batang/Pucuk 50 Ha 3 Jatim Sidoarjo Penggerek Batang/Pucuk 100 Ha
Mojokerto Penggerek Batang/Pucuk 100 Ha Ngawi Penggerek Batang/Pucuk 50 Ha Malang Penggerek Batang/Pucuk 50 Ha Sampang Penggerek Batang/Pucuk 50 Ha Tulungagung Penggerek Batang/Pucuk 100 Ha Kediri Penggerek Batang/Pucuk 100 Ha 4 Sumsel Ogan Ilir Penggerek Batang/Pucuk 25 Ha 5 Lampung Lampung
Utara Penggerek Batang/Pucuk 25 Ha 6 Sulsel Bone Penggerek Batang/Pucuk 50 Ha Takalar Penggerek Batang/Pucuk 50 Ha 7 DIY Sleman Hama Uret 25 Ha 8 Jateng Magelang Hama Uret 25 Ha Pemalang Hama Uret 25 Ha Kebumen Hama Uret 25 Ha Purworejo Hama Uret 25 Ha 9 Jatim Bondowoso Hama Uret 25 Ha Kediri Hama Uret 50 Ha Malang Hama Uret 50 Ha Tulungagung Hama Uret 100 Ha Situbondo Hama Uret 50 Ha
(80)
No Provinsi Kabupaten Jenis OPT Volume
Jombang Hama Uret 50 Ha 10 Jateng Purbalingga Hama Tikus 25 Ha Tegal Hama Tikus 25 Ha 11 Jatim Sidoarjo Hama Tikus 25 Ha Jombang Hama Tikus 25 Ha Kediri Hama Tikus 50 Ha 12 Jabar Majalengka Hama Tikus 25 Ha Subang Hama Tikus 50 Ha Indramayu Hama Tikus 50 Ha 13 Sulsel Bone Hama Tikus 25 Ha Takalar Hama Tikus 25 Ha Gowa Hama Tikus 25 Ha Wajo Hama Tikus 15 Ha 14 Sumsel OKU Timur Hama Babi Hutan 50 Ha
15 Sulsel
Wajo Hama Babi Hutan 50 Ha Takalar Hama Babi Hutan 25 Ha Bone Hama Babi Hutan 25 Ha
Tabel 6. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT Tembakau
No Provinsi Kabupaten Jenis OPT Volume
1 Jateng
Temanggung
Seluruh OPT Tembakau
25 Ha 2 Jabar Bandung Seluruh OPT Tembakau 25 Ha 3 Jatim Jember Seluruh OPT Tembakau 25 Ha
Pacitan Seluruh OPT Tembakau 25 Ha 4 NTB Lombok
Tengah
Seluruh OPT Tembakau
100 Ha
Tabel 7.Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT Kapas
No Provinsi Kabupaten Jenis OPT Volume
1 Jatim Lamongan Seluruh OPT Kapas 25 Ha Pacitan Seluruh OPT Kapas 25 Ha 2 Sulsel Bantaeng Seluruh OPT Kapas 25 Ha Bulukumba Seluruh OPT Kapas 25 Ha 3 NTB Lombok
Utara
Seluruh OPT Kapas
25 Ha 4 Bali Karangasem Seluruh OPT Kapas 25 Ha
(1)
4 Tabel 8. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT Kelapa
No Provinsi Kabupaten Jenis OPT Volume
1 Riau Indragiri Hilir Brontispa, sp. 100 Ha
2 Sulut Bolaang Mongondow
Brontispa, sp. 100 Ha
Minahasa Brontispa, sp. 100 Ha
Bolaang
Mongondow Utara
Brontispa, sp. 100 Ha
3 Sulteng Sigi Brontispa, sp. 200 Ha
Tojo Una-Una Brontispa, sp. 200 Ha
Banggai*) Tidak ada
penambahan areal, hanya penambahan biaya pengawalan
Brontispa, sp.
4 NTB Lombok Barat Brontispa, sp. 100 Ha
Sumbawa Brontispa, sp. 100 Ha
5 Jabar Pangandaran Oryctes/Rhynchophorus 150 Ha
6 Jateng Jepara Oryctes/Rhynchophorus 125 Ha
Rembang Oryctes/Rhynchophorus 100 Ha
Wonosobo Oryctes/Rhynchophorus 100 Ha
Blora Oryctes/Rhynchophorus 50 Ha
7 DIY Gunung Kidul Oryctes/Rhynchophorus 100 Ha
Kulon Progo Oryctes/Rhynchophorus 100 Ha
Bantul Oryctes/Rhynchophorus 50 Ha
Sleman Oryctes/Rhynchophorus 50 Ha
8 Kalbar Pontianak Oryctes/Rhynchophorus 100 Ha
Sambas Oryctes/Rhynchophorus 100 Ha
Kayong Utara Oryctes/Rhynchophorus 100 Ha 9 Sulteng Parigimoutong Oryctes/Rhynchophorus 175 Ha
10 Sulsel Sidrap Oryctes/Rhynchophorus 150 Ha
11 NTB Lombok Barat Oryctes/Rhynchophorus 100 Ha
Lombok Timur Oryctes/Rhynchophorus 100 Ha
12 NTT Sumba Timur Oryctes/Rhynchophorus 100 Ha
Timur Tengah Utara
Oryctes/Rhynchophorus 100 Ha
13 Bali Badung Oryctes/Rhynchophorus 50 Ha
Jembrana Oryctes/Rhynchophorus 100 Ha
(2)
Tabel 9. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT Karet (JAP/Rigidoporus lignosus)
No. Provinsi Kabupaten Volume
1. Jabar Cianjur 100 Ha
Sukabumi 100 Ha
Garut 150 Ha
2. Sumut Asahan 100 Ha
Batu Bara 150 Ha
Serdang Bedagai 150 Ha
3. Riau Kampar 200 Ha
Kuantansingigi 200 Ha
4. Sumsel OKU 100 Ha
Banyu Asin 100 Ha
Empat Lawang 100 Ha
Musi Banyuasin 100 Ha
5. Kalbar Sanggau 100 Ha
Pontianak 100 Ha
Sambas 100 Ha
Landak 100 Ha
Sintang 150 Ha
6. Kalteng Kapuas 100 Ha
Katingan 100 Ha
Sukamara 100 Ha
7. Banten Lebak 50 Ha
Tabel 10. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT Jambu Mete (JAP/Rigidoporus lignosus)
No. Provinsi Kabupaten Volume
1. Bali Karangasem 150 Ha
2 NTT Sumba Timur 75 Ha
Tabel 11. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT Kelapa Sawit (Oryctes rhinoceros)
No. Provinsi Kabupaten Volume
1. Riau Kampar 250 Ha
(3)
86
Lampiran 23. Form Laporan Persiapan Pelaksanaan
Kegiatan Pengendalian/Demfarm/Demplot OPT
PROVINSI
:
KABUPATEN :
POSISI
: (Tanggal/bulan/tahun)
NO URAIAN Ada Tidak PERMASALAHAN RTL KETERANGAN 1. Penetapan Tim
Teknis
SK Tim Teknis dilampirkan 2. Penyusunan
Juklak/Juknis
Juklak/Juknis dilampirkan
3. Penetapan CP/CL SK CP/CL dilampirkan
4. Pengadaan alat dan bahan
Waktu dan jadwal pengadaan
5. Sosialisasi Lokasi, tanggal pelaksanaan
(4)
Lampiran 24. Form Laporan Pelaksanaan Kegiatan Pengendalian/Demfarm/Demplot OPT
KEGIATAN : PROVINSI : KABUPATEN : LUAS :
POSISI : (Tanggal/bulan/tahun)
1. Pengamatan Awal - tanggal pengamatan - intensitas serangan OPT 2. Aplikasi Pengendalian
- tanggal aplikasi
- jumlah bahan dan alat pengendali - dosis bahan pengendali dll
3. Pemantauan
- Tanggal pemantauan
- Perkembangan intensitas serangan OPT 4. Pengamatan Akhir
- Tanggal pengamatan
(5)
88
Lampiran 25. Form Laporan Perkembangan Realisasi Fisik Dan Keuangan Kegiatan Pengendalian /Demfarm/Demplot OPT
KEGIATAN : PROVINSI : KABUPATEN : LUAS :
POSISI : (Tanggal/bulan/tahun)
NO URAIAN PAGU (Rp) REALISASI KEUANGAN REALISASI FISIK (%)
PERMASALAHAN RTL
(6)
Lampiran 26. Out Line Laporan Akhir
Laporan akhir dibuat sesuai out line sebagai berikut : KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL (jika ada) DAFTAR GAMBAR (jika ada) DAFTAR LAMPIRAN (jika ada) I. PENDAHULUAN
A.Latar belakang B.Tujuan dan Sasaran C.Ruang Lingkup Kegiatan D.Indikator Kinerja
II. TINJAUAN PUSTAKA III. PELAKSANAAN KEGIATAN
A.Waktu dan Lokasi B.Alat dan Bahan C.Metode
D.Tahap Aktivitas/Kegiatan/ Pelaksanaan E.Simpul Kritis Kegiatan
F.Pelaksana G.Pembiayaan
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN V. KESIMPULAN DAN SARAN
A.Kesimpulan
B.Saran/rekomendasi C.Rencana Tindak Lanjut VI. DAFTAR PUSTAKA