PENERAPAN METODE PENEMUAN TERBIMBING DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA SEKOLAH DASAR :Studi Eksperimen pada Siswa Kelas V SD Negeri di Kecamatan Kuta Blang Kabupaten Bireuen Tahun Ajaran
vi DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
PERNYATAAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 11
C. Tujuan Penelitian... 12
D. Manfaat Penelitian... 12
E. Definisi Operasional ... 13
F. Hipotesis Penelitian ... 15
BAB II KAJIAN TEORI A. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar (SD) ... 16
B. Pembelajaran Metode Penemuan terbimbing ... 21
1. Metode Penemuan ... 21
2. Metode Penemuan Terbimbing ... 23
C. Pemahaman Konsep Matematika ... 28
D. Kemampuan Berpikir Kritis ... 31
E. Hubungan Pembelajaran Matematika Menggunakan Metode Penemuan Terbimbing dengan Pemahaman Konsep dan Kemampuan Berpikir Kritis ... 35
F. Penelitian yang relevan ... 38
G. Teori Belajar Pendukung ... 40
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 46
B. Subjek penelitian ... 48
C. Waktu dan Materi Pelajaran ... 49
D. Instrumen Penelitian ... 50
E. Teknik Pengumpulan Data ... 55
F. Teknik Pengolahan Data ... 56
G. Teknik Analisis Data ... 58
(2)
vii
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ... 60
1. Deskripsi Pemahaman Konsep ... 63
a. Peningkatan Pemahaman Konsep Berdasarkan Pembelajaran ... 65
b. Peningkatan Pemahaman Konsep Berdasarkan Pembelajaran dan Level Sekolah ... 68
2. Deskripsi Kemampuan Berpikir Kritis ... 73
a. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Berdasarkan Pembelajaran ... 75
b. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Berdasarkan Pembelajaran dan Level Sekolah ... 78
3. Aktivitas Guru dan Siswa Selama Proses Pembelajaran ... 83
4. Sikap Siswa Terhadap Pembelajaran ... 85
B. Pembahasan ... 91
1. Pembelajaran Penemuan Terbimbing... 91
2. Level Sekolah ... 95
3. Pemahaman Konsep ... 97
4. Kemampuan Berpikir Kritis ... 98
5. Aktivitas Guru dan Siswa Selama Proses Pembelajaran ... 99
6. Sikap Siswa Terhadap Pembelajaran dengan Penemuan Terbimbing ... 101
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan... 102
B. Saran-saran ... 103
DAFTAR PUSTAKA ... 106 LAMPIRAN-LAMPIRAN
A. Alat Pengumpul Data B. Data Penelitian C. Foto-foto Penelitian D. Surat-surat
(3)
viii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Tahapan Metode Penemuan Terbimbing ... 26
3.1 Desain Penelitian ... 46
3.2 Kriteria Skor Pemahaman Konsep ... 51
3.3 Kriteria Skor Kemampuan Berpikir Kritis ... 52
3.4 Analisis Validitas Tes Pemahaman Konsep dan Kemampuan Berpikir Kritis ... 53
3.5 Anlisis Daya Pembeda Untuk Tes Pemahaman Konsep dan Kemampuan Berpikir kritis ... 54
3.6 Analisis Tingkat Kesukaran Tes Pemahaman Konsep dan Kemampuan berpikir Kritis ... 55
3.7 Klasifikasi Gain ... 57
4.1 Hasil Uji Normalitas Pretes Pemahaman Konsep Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 61
4.2 Hasil Uji Homogenitas Pretes Pemahaman Konsep Siswa Kelas Eksprimen dan Kelas Kontrol ... 62
4.3 Hasil Uji Perbedaan Skor Pretes Pemahaman Konsep Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 62
4.4 Rata-rata Gain Pemahaman Konsep ... 63
4.5 Uji Normalitas Data Pemahaman Konsep ... 66
4.6 Uji Homogenitas Varian Data Pemahaman Konsep Pembelajaran Penemuan Terbimbing dan Konvensional ... 67
4.7 Uji-t Data Pemahaman Konsep ... 67
4.8 Uji Anova Dua Jalur Pembelajaran dan Level Sekolah ... 69
4.9 Rata-rata Gain Kemampuan Berpikir Kritis ... 74
4.10 Uji Normalitas Data Kemampuan berpikir Kritis ... 76
4.11 Uji Homogenitas Varian Data Berpikir Kritis ... 77
4.12 Uji-t Data Kemampuan Berpikir Kritis ... 77
(4)
ix
4.14 Hasil Perhitungan Data Observasi Tiap Pertemuan... 84 4.15 Sikap Siswa Terhadap Pelajaran Matematika... 85 4.16 Sikap Siswa Terhadap Pelajaran Matematika dengan
Metode Penemuan Terbimbing ... 87 4.17 Sikap Siswa Terhadap Soal-Soal Pemahaman Konsep dan
Kemampuan Berpikir Kritis ... 88 4.18 Perbedaan Karakteristik Pembelajaran dengan Metode
(5)
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
3.1 Prosedur Penelitian ... 59 4.1 Interaksi Antara Faktor Pembelajaran dan Level Sekolah
dalam Pemahaman Konsep ... 70 4.2 Hasil Pretes Postes Pemahaman Konsep Siswa yang mengikuti
Pembelajaran dengan Penemuan Terbimbing ... 71 4.3 Hasil Pretes Postes Pemahaman Konsep Siswa yang mengikuti
Pembelajaran Konvensional ... 72 4.4 Interaksi Antara Faktor Pembelajaran dan Level sekolah
dalam Kemampuan Berpikir Kritis ... 80 4.5 Hasil Pretes Postes Kemampuan Berpikir Kritis Siswa yang mengikuti
Pembelajaran dengan Penemuan Terbimbing ... 81 4.6 Hasil Pretes Postes Kemampuan Berpikir Kritis Siswa yang mengikuti
Pembelajaran Konvensional ... 82 4.7 Aktivitas Siswa Dengan Pembelajaran Penemuan Terbimbing ... 94 4.8 Aktivitas Siswa Dengan Pembelajaran Konvensional ... 95
(6)
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A Alat Pengumpul Data Halaman
A.1 Kisi-Kisi Soal Pemahaman Konsep dan Kemampuan
Berpikir Kritis ... 109
A.2 Tes Pemahaman Konsep dan Kemampuan Berpikir kritis... 111
A.3 Pretes Tes Pemahaman Konsep dan Kemampuan Berpikir kritis ... 116
A.4 Postes Tes Pemahaman Konsep dan Kemampuan Berpikir kritis ... 121
A.5 Hasil Uji Instrumen dengan Bantuan Program ANATES Versi 4.0.5 . 126 A.6 Lembaran Observasi Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran Matematika dengan Metode Penemuan Terbimbing ... 131
A.7 Lembaran Observasi Aktivitas Guru dalam Pembelajaran Matematika dengan Metode Penemuan Terbimbing ... 132
A.8 Kisi-Kisi Angket Siswa Terhadap Pembelajaran dengan Metode Penemuan Terbimbing ... 133
A.9 Angket Skala Sikap Siswa Terhadap Pembelajaran Matematika dengan Metode Penemuan Terbimbing ... 134
A.10 Pedoman Wawancara dengan Siswa ... 136
A.11 Pedoman Wawancara dengan Guru ... 137
A.12 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran... 138
A.13 Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 160
Lampiran B Data Penelitian B.1 Skor Pretes Pemahaman Konsep Kelas Eksperimen ... 186
B.1 Skor Pretes Pemahaman Konsep Kelas Kontrol ... 187
B.3 Uji Normalitas, Homogenitas,Uji-t Skor Pretes Pemahaman Konsep ... 188
B.4 Skor Postes Pemahaman Konsep Kelas Eksperimen ... 189
(7)
xii
B.6 Uji Normalitas, Homogenitas,Uji-t Skor Postes
Pemahaman Konsep ... 191 B.7 Gain Ternormalisasi Pemahaman Konsep Kelas Eksperimen ... 192 B.8 Gain Ternormalisasi Pemahaman Konsep Kelas Kontrol ... 193 B.9 Uji Normalitas, Homogenitas, Uji-t Beda Rerata dan Uji Anova
Dua Jalur Skor Peningkatan Pemahaman Konsep ... 194 B.10 Skor Pretes Kemampuan Berpikir Kritis Kelas Eksperimen ... 198 B.11 Skor Pretes Kemampuan Berpikir Kritis Kelas Kontrol ... 199 B.12 Uji Normalitas, Homogenitas, Uji-t Beda Rerata Skor Pretes
Kemampuan Berpikir Kritis ... 200 B.13 Skor Postes Kemampuan Berpikir Kritis Kelas Eksperimen ... 201 B.14 Skor Postes Kemampuan Berpikir Kritis Kelas Kontrol ... 202 B.15 Uji Normalitas, Homogenitas, dan Uji-t Beda Rerata Skor Postes
Kemampuan Berpikir Kritis ... 203 B.16 Gain Ternormalisasi Kemampuan Berpikir Kritis
Kelas Eksperimen ... 204 B.17 Gain Ternormalisasi Kemampuan Berpikir Kritis
Kelas Kontrol ... 205 B.18 Uji Normalitas, Homogenitas, Uji-T Beda Rerata dan Uji Anova
Dua Jalur Skor Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis ... 206 B.19 Perbandingan skor Pretes dan Postes Pemahaman Konsep
Kelas Eksperimen ... 210 B.20 Perbandingan skor Pretes dan Postes Pemahaman Konsep
Kelas Kontrol ... 211 B.21 Perbandingan skor Pretes dan Postes Kemampuan Berpikir Kritis
Kelas Eksperimen ... 212 B.21 Perbandingan skor Pretes dan Postes Kemampuan Berpikir Kritis
Kelas Kontrol ... 213 B.23 Hasil Observasi Kegiatan Siswa Kelas eksperimen Level Tinggi,
(8)
xiii
B.24 Hasil Observasi Kegiatan Guru Kelas eksperimen Level Tinggi,
Sedang, dan Rendah ... 216 B.25 Rekapitulasi Jawaban Angket Sikap Siswa Kelas Eksperimen ... 218 B.26 Frekeuensi dan Persentase Jawaban Angket Sikap Siswa
Kelas Ekseperimen ... 219 Lampiran C Foto-foto Penelitian
(9)
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kemajuan suatu bangsa berkaitan erat dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi bangsa tersebut. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut seseorang untuk dapat menguasai informasi dan pengetahuan. Dengan demikian diperlukan kemampuan untuk memperoleh informasi, memilih informasi kemudian mengolah informasi tersebut, dengan demikian diperlukan suatu program pendidikan yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis, sistematis, logis dan kreatif. Salah satu program pendidikan yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis, sistematis, logis, dan kreatif adalah matematika (Rochaminah, 2008:1).
Mata pelajaran matematika merupakan mata pelajaran yang diajarkan mulai dari Sekolah Dasar (SD) sampai dengan Perguruan Tinggi (PT). Hal itu menunjukkan betapa pentingnya peranan matematika dalam dunia pendidikan dan perkembangan teknologi sekarang ini. Pembelajaran matematika di sekolah dasar merupakan dasar bagi penerapan konsep matematika pada jenjang berikutnya.
Tujuan pembelajaran matematika telah jelas ditunjukkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor. 22 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah (BNSP, 2006). Mata pelajaran matematika bertujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut; (1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau logaritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah,
(10)
(2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model
matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh, (4) mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk
memperjelaskan keadaan atau suatu masalah. (5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Pentingnya peranan matematika juga terlihat pada pengaruhnya terhadap mata pelajaran lain. Contohnya mata pelajaran geografi, fisika, dan kimia. Dalam mata pelajaran geografi, konsep-konsep matematika digunakan untuk skala atau perbandingan dalam membuat peta. Sedangkan dalam fisika dan kimia konsep-konsep matematika digunakan untuk mempermudah penurunan rumus-rumus yang dipelajari.
Gambaran di atas merupakan hal nyata bahwa betapa pentingnya matematika dalam kehidupan ini, sangat banyak aktivitas manusia yang memanfaatkan matematika, baik pemanfaatan ide-ide dasar, konsep-konsep ataupun aplikasinya. Di antara cabang matematika yang diajarkan di sekolah dasar adalah geometri. Konsep geometri sudah mulai diajarkan dari kelas satu SD, yaitu pengenalan bangun datar dan bangun ruang, dan mengalami peningkatan pembelajarannya di kelas-kelas berikutnya.
(11)
Bangun-bangun geometri sangat mudah dijumpai di sekitar siswa, misalnya papan tulis, kartu-kartu mainan yang berbentuk persegi ataupun persegi panjang, mainan rumah-rumahan yang disusun dari blok-blok kecil seperti balok dan kubus, dan sebagainya. Sehingga didapat beberapa kesimpulan bahwa geometri merupakan cabang matematika yang sangat akrab dengan anak usia SD, geometri adalah salah satu cabang matematika yang membantu kita dalam memahami dan menyelesaikan masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari, dan juga memberikan kontribusi kepada kita dalam banyak hal salah satunya adalah dalam menggambarkan berbagai fenomena dan benda-benda di sekitar kita (Suhendra dan Suwarma, 2006 : 153).
Kennedy (Pranata, 2007: 2) menyatakan bahwa pengalaman yang didapat dalam mempelajari geometri dapat mengembangkan kemampuan memecahkan masalah dan pemberian alasan serta dapat mendukung pemahaman banyak topik lainnya dalam matematika. Selanjutnya menurut Van De Walle (Sarjiman, 2006 : 75) menyatakan ada lima alasan mengapa geometri sangat penting untuk dipelajari. (1) geometri membantu manusia memiliki apresiasi yang utuh tentang dunia nyata, geometri dapat dijumpai dalam sistem tata surya, formasi geologi, kristal, tumbuhan dan tanaman, binatang sampai pada karya seni arsitektur dan hasil kerja mesin. (2) eksplorasi geometrik dapat membantu mengembangkan pemecahan masalah. (3) geometri memainkan peranan utama dalam bidang matematika lainnya. (4) geometri digunakan oleh banyak orang dalam kehidupan mereka sehari. (5) geometri penuh dengan tantangan dan menarik. Dari apa yang telah dikemukakan
di atas, tampak peran geometri dalam pelajaran matematika sangat kuat dan berdampak positif terhadap materi lain. Jadi sudah seharusnya siswa SD memahami
(12)
konsep-konsep geometri dengan baik dan benar, sehingga konsep-konsep yang telah dipelajari dapat dipergunakan pada jenjang pendidikan selanjutnya dan dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Namun apa yang diharapkan tidak sesuai dengan harapan. Berdasarkan hasil
wawancara dengan beberapa guru, dalam kelas terjadi hal-hal sebagai berikut: (1) kemampuan pemahaman siswa tentang sifat-sifat bangun datar dan bangun ruang
masih rendah, (2) siswa mampu menyelesaikan soal-soal geometri (bangun datar dan bangun ruang), jika soalnya sama dengan yang contoh yang diberikan guru, (3) rendahnya kemampuan siswa dalam mengaitkan rumus-rumus dan
konsep-konsep yang sudah diberikan, (4) dalam proses pembelajaran guru memberikan konsep-konsep dan rumus-rumus dalam bentuk jadi dan kurang melibatkan siswa dalam bagaimana cara mendapatkan konsep-konsep/rumus-rumus. Fakta lain juga menunjukkan bahwa di antara semua cabang matematika yang diajarkan di SD, geometri merupakan materi yang paling sulit dipahami siswa, selain materi pecahan dan operasinya (Pranata, 2007: 3). Hal yang senada juga dinyatakan Suwaji (2008: 1) bahwa kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal dimensi tiga masih rendah. Sebagai contoh, kadang-kadang siswa tidak dapat mengidentifikasi gambar limas persegi hanya karena penyajian dalam gambar mengharuskan bentuk persegi menjadi bentuk jajar genjang.
Kelemahan siswa terhadap geometri juga dipertegas oleh hasil survey
Programme for International Student Assessment (PISA) 2000/2001 menunjukkan
bahwa siswa lemah dalam geometri, khususnya dalam pemahaman ruang dan bentuk. Sebagai ilustrasi, siswa menghadapi kesukaran dalam membayangkan suatu balok
(13)
yang berongga di dalamnya (Suwaji, 2008: 1). Dari dua pernyataan dan contoh yang dikemukakan mengindikasikan bahwa kemampuan pemahaman konsep geometri dan kemampuan berpikir kritis siswa masih rendah. Sehingga sudah kewajiban guru untuk mengajarkan konsep-konsep geometri dengan baik dan benar mulai dari SD. Suwaji (2008: 1) menyatakan berdasar hasil Training Need Assessment (TNA) Calon Peserta Diklat Guru Matematika SMP yang dilaksanakan PPPPTK Matematika tahun 2007 dengan sampel sebanyak 268 guru SMP dari 15 propinsi menunjukkan bahwa untuk materi luas selimut, volume tabung, kerucut dan bola sangat diperlukan oleh guru, 48,1% guru menyatakan sangat memerlukan. Sementara itu untuk materi luas permukaan dan volume balok, kubus, prisma serta limas, 43,7 % guru menyatakan sangat memerlukan. Sedangkan untuk materi: (1) sifat-sifat kubus, balok, prisma, dan limas serta bagian-bagiannya, (2) pembuatan jaring-jaring kubus, balok, prisma, dan limas, (3) unsur-unsur tabung, kerucut, dan bola, guru menyatakan memerlukan, dengan prosentase berturut-turut 48,1%, 48,1%, dan 45,9%. Markaban, dkk.,(Suwaji, 2008:1)
Sulitnya geometri tidak hanya dialami oleh siswa SD tetapi juga dialami oleh mahasiswa PGSD Prajabatan dari hasil penelitian tentang penguasaan matematika SD dari mahasiswa PGSD prajabatan, menunjukkan bahwa geometri termasuk materi yang sulit untuk dikuasai setelah pecahan dan soal matematika bentuk cerita. Hal itu juga di dukung oleh penelitian yang dilakukan Rusgianto et al (Sarjiman, 2006: 75-76) terhadap kesalahan-kesalahan guru matematika SD memperoleh kesimpulan bahwa 51,58% guru yang diteliti melakukan kesalahan aljabar, 59,42%, pada kelompok geometri 49,7 % dan pada kelompok aritmatika.
(14)
Rendahnya pemahaman konsep dan rendahnya kemampuan berpikir kritis siswa, salah satunya disebabkan oleh proses belajar mengajar yang dipraktekkan. Berdasarkan penelitian Utari, Suryadi, Rukmana, Dasari, dan Suhendra yang dilakukan di kelas 3, 5, dan 6 sekolah dasar diperoleh gambaran umum bahwa pembelajaran matematika masih berlangsung secara tradisional yang antara lain memiliki karakteristik sebagai berikut: pembelajaran lebih berpusat pada guru; pendekatan yang digunakan lebih bersifat ekspositori, guru lebih mendominasi proses aktivitas kelas, latihan-latihan yang diberikan lebih banyak yang bersifat rutin, dan dalam proses belajar siswa lebih bersifat pasif seperti yang diungkapkan dalam situs http://j3sra3l.wordpress.com/2010/11/02/landasan-teoritik-pembelajaran berpikir matematika-vi/.
Dalam pelaksanaan pembelajaran matematika sekarang ini pada umumnya guru masih mendominasi kelas, guru langsung menyampaikan konsep-konsep sehingga siswa hanya menerima informasi yang disampaikan guru. Hal itu diperkuat oleh Heruman (2008: 109) bahwa dalam pengenalan geometri ruang, selama ini guru sering kali langsung memberi informasi pada siswa tentang ciri-ciri bangun geometri, selanjutnya Heruman menambahkan dalam banyak kasus, guru hanya menggambar geometri ruang tersebut di papan tulis, atau hanya menunjukkan gambar yang ada dalam buku sumber yang digunakan siswa, walaupun guru menggunakan alat peraga, siswa hanya melihat saja bangun ruang yang ditunjukkan guru tersebut. Sekilas pembelajaran yang demikian ini efektif, karena guru tidak membutuhkan waktu dan alat yang banyak, tapi keefektifannya pengalaman belajar siswa masih patut dipertanyakan: apakah siswa memahami konsep-konsep yang diajarkan dengan baik.
(15)
Karena siswa tidak dilibatkan langsung dalam mencari dan menemukan sendiri konsep geometri yang dipelajari. Hudojo (Herawati, 2009: 6) menyatakan mempelajari konsep B yang mendasarkan konsep A, seseorang lebih dulu memahami konsep A. Tanpa memahami konsep A, tidak mungkin orang itu memahami konsep B. Ini berarti, mempelajari matematika haruslah bertahap dan berurutan serta mendasarkan kepada pengalaman belajar yang lalu
Membangun pemahaman siswa sangat penting dilakukan, karena pemahaman pada setiap belajar matematika akan memperluas pengetahuan matematika yang dimiliki siswa, sehingga sangat mendukung pemahaman siswa terhadap belajar matematika berikutnya.
Pembelajaran yang terjadi selama ini seperti yang dikemukakan oleh Heruman dirasa kurang mampu untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa, karena siswa tidak dilibatkan langsung dalam mencari dan menemukan sendiri konsep yang dipelajari. Hal ini juga ditunjukkan bahwa sebagian besar waktu belajar, khususnya di sekolah dasar digunakan untuk mengembangkan kemampuan berpikir matematika tingkat rendah. Berdasar hasil penelitian Peterson dan Fennema (Suryadi, 2005) di sekolah dasar, bahwa hanya 15% dari waktu belajar yang digunakan untuk mengembangkan kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi, 62% waktu belajar digunakan untuk mengembangkan kemampuan berpikir matematika tingkat rendah, dan 13% sisanya untuk kegiatan yang tidak ada kaitan dengan pelajaran matematika.
Kemampuan berpikir kritis dapat dikembangkan melalui pembelajaran matematika di sekolah atau pun perguruan tinggi, yang menitik beratkan pada
(16)
sistem, struktur, konsep, prinsip, serta kaitan yang ketat antara suatu unsur dan unsur lainnya (Maulana, 2008: 39). Selanjutnya Ruggiero (Johnson, 2007) menyatakan berpikir kritis merupakan sebuah keterampilan hidup, bukan hobi di bidang akademik. Kemudian Johnson (2007) menambahkan bahwa berpikir kritis adalah hobi berpikir yang bisa dikembangkan oleh setiap orang, maka hobi ini harus diajarkan di Sekolah Dasar, SMP, dan SMA. Menyadari pentingnya mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa sejak SD, maka mutlak diperlukan adanya pembelajaran matematika yang lebih banyak melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran itu sendiri.
Setelah mengingat pentingnya matematika untuk pendidikan sejak siswa SD, maka perlu dicari jalan penyelesaian, yaitu suatu cara mengelola proses belajar mengajar matematika di SD sehingga matematika dapat dicerna dengan baik oleh pada umumnya siswa SD (Hudojo, 2005: 149). Fruner dan Robinson (Rochaminah, 2008: 4) menyatakan bahwa untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis pembelajaran harus difokuskan pada pemahaman konsep dengan berbagai pendekatan dari pada keterampilan prosedural. Sedangkan menurut Rochaminah, 2008: 8) untuk mencapai pemahaman konsep, identifikasi masalah dapat membantu menciptakan suasana berpikir bagi peserta didik. Keberhasilan dalam pembelajaran sangat ditentukan oleh keadaan proses pembelajaran yang diterapkan.
Salah satu model pengajaran yang diduga dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas proses dan hasil belajar adalah pembelajaran matematika melalui penerapan metode penemuan terbimbing. Menurut Ruseffendi (2006: 329) metode (mengajar) penemuan adalah metode mengajar yang mengatur pengajaran
(17)
sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri. Dengan kata lain pembelajaran dengan metode penemuan merupakan salah satu cara untuk menyampaikan ide/gagasan dengan proses menemukan, dalam proses ini siswa berusaha menemukan konsep dan rumus dan semacamnya dengan bimbingan guru. Rangkaian kegiatan dalam proses pembelajaran penemuan merupakan aktivitas dalam berpikir kritis (Rochaminah, 2008: 4).
Selanjutnya Hudojo (2005: 72) menyatakan belajar “menemukan” (discovery
learning ) merupakan proses belajar memungkinkan siswa menemukan untuk dirinya
melalui suatu rangkaian pengalaman-pengalaman yang konkret. Bahkan yang dipelajari tidak disajikan dalam bentuk final, siswa diwajibkan melaksanakan beberapa aktivitas mental sebelum itu diterima ke dalam struktur kognitifnya. Hal ini juga disimpulkan oleh matematikawan terkenal Perancis Rene Decartes dalam bukunya La Geometri, menyatakan bahwa “Saya berharap bahwa anak cucu akan menilaiku dengan baik, bukan hanya terhadap apa yang telah saya jelaskan, tetapi juga terhadap apa yang telah saya hilangkan secara sengaja dengan maksud agar menjadi bahan penemuan yang menyenangkan bagi yang lain”, Sobel dan Maletsky (2003). Berdasarkan pernyataan di atas dapat dipahami bahwa dalam memperoleh suatu pengetahuan, siswa harus dilibatkan langsung untuk mengonstruksi pengetahuannya.
Pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan menunjukkan beberapa kebaikan. Suwangsih dan Tiurlina (2006: 204) menyatakan belajar melalui penemuan penting, sebab: (1) pada kenyataan ilmu-ilmu itu diperoleh melalui
(18)
penemuan; (2) matematika adalah bahasa yang abstrak; konsep dan lain-lainnya itu akan melekat bila melalui penemuan dengan jalan memanipulasi dan berpengalaman dengan benda-benda konkret; (3) generalisasi itu penting; melalui penemuan generalisasi yang diperoleh akan mantap; (4) dapat meningkatkan kemampuan memecahkan masalah; (5) setiap anak adalah makhluk kreatif; (6) menemukan sesuatu oleh sendiri dapat menumbuhkan rasa percaya terhadap diri sendiri, dapat meningkatkan motivasi (termasuk motivasi intrinsik), melalui pengkajian lebih lanjut; pada umumnya bersikap positif terhadap matematika.
Selajutnya Marzano (Markaban, 2008: 18) menyatakan ada beberapa kelebihan dari model penemuan terbimbing sebagai berikut: (1) siswa dapat berpartisipasi aktif dalam pembelajaran yang disajikan, (2) menumbuhkan sekaligus menanamkan sikap inquiri (mencari-temukan), (2) mendukung kemampuan problem
solving siswa, (d) memberikan wahana interaksi antar siswa, maupun siswa dengan
guru, dengan demikian siswa juga terlatih untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. (e) materi yang dipelajari dapat mencapai tingkat kemampuan yang tinggi dan lebih lama membekas karena siswa dilibatkan dalam proses menemukannya.
Mengingat hal tersebut maka perlu pembelajaran penemuan dengan bimbingan guru yang kemudian disebut dengan pembelajaran penemuan terbimbing. Berangkat dari latar belakang di atas, studi ini akan meneliti tentang penerapan metode penemuan terbimbing dalam pembelajaran matematika untuk meningkatkan pemahaman konsep dan kemampuan berpikir kritis siswa sekolah dasar.
(19)
B. Rumusan masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka secara umum dirumuskan pokok permasalahan penelitian sebagai berikut: Apakah penerapan metode penemuan terbimbing dalam pembelajaran matematika dapat meningkatkan pemahaman konsep dan kemampuan berpikir kritis siswa sekolah dasar.
1. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman konsep antara siswa yang mengikuti pembelajaran metode penemuan terbimbing dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional?
2. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman konsep antara siswa dengan level sekolah tinggi, sedang, dan rendah yang mengikuti pembelajaran metode penemuan terbimbing?
3. Apakah terdapat interaksi antara faktor pembelajaran dengan level sekolah terhadap kemampuan pemahaman konsep?
4. Apakah terdapat pembedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis antara siswa yang mengikuti pembelajaran metode penemuan terbimbing dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional?
5. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis antara siswa dengan level sekolah tinggi, sedang, dan rendah yang mengikuti pembelajaran metode penemuan terbimbing?
6. Apakah terdapat interaksi antara faktor pembelajaran dengan level sekolah terhadap kemampuan berpikir kritis siswa?
7. Bagaimana sikap siswa terhadap penerapan pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing dalam pembelajaran matematika?
(20)
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan:
1. Untuk menelaah perbedaan peningkatan pemahaman konsep antara siswa yang belajar menggunakan metode penemuan terbimbing dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.
2. Untuk menelaah peningkatan kemampuan pemahaman konsep yang signifikan antara siswa dengan level sekolah tinggi, sedang, rendah pada siswa yang menggunakan metode penemuan terbimbing.
3. Untuk menelaah interaksi antara faktor pembelajaran dengan level sekolah terhadap pemahaman konsep.
4. Untuk menelaah perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis antara siswa yang belajar menggunakan metode penemuan terbimbing dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.
5. Untuk menelaah peningkatan kemampuan berpikir kritis yang signifikan antara siswa dengan level sekolah tinggi, sedang, rendah pada siswa yang menggunakan metode penemuan terbimbing.
6. Untuk menelaah interaksi antara faktor pembelajaran dengan level sekolah terhadap kemampuan berpikir kritis.
7. Mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan metode penemuan terbimbing.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran berkaitan dengan dapat atau tidaknya penerapan penemuan terbimbing dalam pembelajaran
(21)
matematika dalam meningkatkan pemahaman konsep dan kemampuan berpikir kritis siswa Sekolah Dasar. Memberikan gambaran tingkat pemahaman konsep dan kemampuan berpikir kritis siswa, selain itu diharapkan dapat dijadikan acuan bagi guru dalam mengembangkan kemampuan/kompetensi lainnya yang erat kaitannya dengan pembelajaran matematika.
E. Definisi Operasional
Agar penelitian ini mencapai sasarannya secara tepat, perlulah disampaikan definisi operasional dari judul yang ada. Sedangkan yang dimaksud dengan definisi operasional di sini seperti yang ditulis: ... an operational definition is a specification
of activities of the researcher in measuring a variable or in manipualting. Kerlinger
(Purwadi, 1990).
Pada penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel tidak bebas. Variabel bebas yaitu pembelajaran matematika metode penemuan terbimbing, sedangkan variabel tidak bebas yaitu pemahaman konsep dan kemampuan berpikir kritis siswa. Selanjutnya akan diuraikan bagaimana variabel-variabel yang ada di dalam judul penelitian ini dapat diukur, dan dianalisis untuk menjawab masalah-masalah yang terdapat dalam judul tersebut.
Dari judul: Penerapan Metode Penemuan Terbimbing Dalam Pembelajaran Matematika Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Sekolah Dasar, dapat diuraikan sebagai berikut: Pengaruh metode penemuan terbimbing terhadap pemahaman konsep dan pengaruh metode penemuan terbimbing terhadap kemampuan berpikir kritis siswa.
(22)
Definisi operasionalnya menjadi:
Metode penemuan terbimbing adalah metode mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya dengan bimbingan guru. Bentuk bimbingan yang diberikan guru dapat berupa petunjuk, arahan, pertanyaan atau dialog, sehingga diharapkan siswa dapat menyimpulkan (menggeneralisasi) sesuai dengan rancangan guru. Generalisasi atau kesimpulan yang ditemukan oleh siswa harus dirancang secara jelas oleh guru.
Pemahaman konsep matematika dalam penelitian ini meliputi kemampuan menerapkan hitungan sederhana yaitu kemampuan mengaitkan suatu konsep atau prinsip dengan konsep atau prinsip, lainnya yang berkaitan dengan bangun ruang, membandingkan dan membedakan konsep-konsep dan mampu menyusun strategi penyelesaian dalam memecahkan masalah tentang bangun ruang. Tingkat pemahaman konsep siswa diukur dengan soal tes pemahaman konsep.
Sedangkan berpikir kritis dalam matematika adalah cara berpikir yang masuk akal (rasional) dan mendalam yang difokuskan untuk memutuskan apa yang dipercaya dan yang harus dilakukan serta keterkaitan antara matematika itu sendiri dengan kehidupan nyata. Kemampuan berpikir kritis yang difokuskan meliputi mengidentifikasi konsep, kemampuan generalisasi, menganalisis algoritma dan memecahkan masalah. Kemampuan berpikir kritis siswa diukur menggunakan tes kemampuan berpikir kritis. Peningkatan kemampuan yang terjadi sebelum dan sesudah pembelajaran dihitung dengan rumus g factor (N-Gains).
(23)
F. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dan kajian teoritis dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut. “Terdapat peningkatan pemahaman konsep dan kemampuan berpikir kritis siswa melalui penerapan penemuan terbimbing dalam pembelajaran matematika. ”
Secara lebih rincinya hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Terdapat perbedaan peningkatan pemahaman konsep matematika antara siswa yang mengikuti pembelajaran matematika dengan penemuan terbimbing dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.
2. Terdapat perbedaan peningkatan pemahaman konsep yang signifikan antara siswa dengan level sekolah tinggi, sedang, dan rendah pada siswa yang belajar menggunakan pembelajaran matematika dengan penemuan terbimbing.
3. Terdapat interaksi antara faktor pembelajaran dengan faktor level sekolah terhadap pemahaman konsep.
4. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis antara siswa yang mengikuti pembelajaran matematika dengan penemuan terbimbing dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.
5. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis yang signifikan antara siswa dengan level sekolah tinggi, sedang, dan rendah pada siswa yang belajar menggunakan pembelajaran matematika dengan penemuan terbimbing 6. Terdapat interaksi antara faktor pembelajaran dengan faktor level sekolah
(24)
46 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen. Dalam penelitian ini terdapat dua kelompok subjek penelitian yaitu kelompok eksperimen melakukan pembelajaran matematika dengan metode penemuan terbimbing dan kelompok kontrol melakukan pembelajaran konvensional. Kedua kelompok diberikan pretes dan postes, dengan menggunakan instrumen tes yang sama. Penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel tidak bebas. Variabel bebas yaitu pembelajaran matematika dengan penelitian dengan pembelajaran matematika dengan metode penemuan terbimbing, sedangkan variabel tidak bebas yaitu pemahaman konsep dan kemampuan berpikir kritis siswa.
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah disain Pretest-Posttes
Control Group Design dengan rancangan seperti di bawah ini:
Tabel 3.1 Desain Penelitian
Kelompok Pretes Perlakuan Postes
Eksperimen O X O
Kontrol O X O
Ket: O dan O = Pretes, O dan O = Postes (tes kemampuan pemahaman konsep dan kemampuan berpikir kritis)
X = Pembelajaran matematika dengan metode penemuan terbimbing. X = Pembelajaran matematika dengan pembelajaran konvensional
(25)
Langkah – langkah yang ditempuh dalam penelitian ini adalah:
1. Secara acak dipilih dua kelas dari subyek penelitian yang tersedia, yaitu dari masing-masing level sekolah dipilih 2 sekolah, dikarenakan SD di Kecamatan Kuta Blang untuk kelas V hanya terdapat satu ruang belajar dari masing-masing sekolah, selanjutnya subyek yang terpilih masing-masing sebagai kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
2. Memberikan pelatihan kepada guru tentang pembelajaran matematika dengan metode penemuan terbimbing dan membuat kesepakatan bahwa pembelajaran dilaksanakan guru yang bersangkutan, peneliti bertugas sebagai observer dan patner guru, dan pembelajaran dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang telah direncanakan.
3. Memberikan pretest/tes awal kepada tiap kelompok, kemudian menentukan nilai rata – rata (Mean) dan standar deviasi dari tiap–tiap kelompok tersebut untuk mengetahui kesamaan tingkat penguasaan kedua kelompok terhadap pemahaman konsep dan kemampuan berpikir kritis
4. Memberikan perlakuan kepada tiap–tiap kelompok, perlakuan yang diberikan kepada kelompok eksperimen yaitu pembelajaran matematika dengan penemuan terbimbing sedangkan kepada kelompok kontrol diberikan perlakuan dengan pembelajaran konvensional.
5. Memberikan postest/tes akhir kepada setiap kelompok untuk mengetahui kemampuan pemahaman konsep dan kemampuan berpikir kritis
6. Menggunakan uji anova dua jalur, untuk mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman konsep dan kemampuan berpikir kritis siswa antara
(26)
yang mengikuti pembelajaran metode terbimbing dengan yang pembelajaran konvensional ditinjau dari level sekolah.
B. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri Kecamatan Kuta Blang. Di Kecamatan Kuta Blang terdapat 11 SDN, di mana berdasarkan nilai UASBN dan konsultasikan dengan pengawas UPTD tingkat TK/SD Dinas setempat, Sekolah Dasar di Kecamatan Kuta Blang dapat dibagi menjadi 3 level yaitu level tinggi, level sedang, level rendah. Sekolah Dasar yang termasuk level tinggi adalah SDN 2 Kuta Blang, SDN 4 Kuta Blang, SDN 6 Kuta Blang, SD N 8 Kuta Blang. Sekolah Dasar yang termasuk level sekolah sedang adalah SD N 5 Kuta Blang, SD 3 Kuta Blang , SD 1 Kuta Blang, SD 10 Kuta Blang, sedangkan yang termasuk ke dalam level rendah adalah SD 11 N Kuta Blang, SD N 7 Kuta Blang, dan SD 9 Kuta Blang. Setiap sekolah hanya memiliki satu rombongan belajar. Dengan menggunakan
proposional stratified random sampling, dari tiap level sekolah dipilih secara acak 2
sekolah, sehingga menjadi 6 sekolah.
Sekolah level tinggi terpilih SDN 8 Kuta Blang sebagai kelas eksperimen dan sekolah SDN 6 Kuta Blang Sebagai kelas Kontrol. Sekolah dengan level sedang terpilih SDN 3 Kuta Blang sebagai kelas Eksperimen dan SDN 5 sebagai kelas kontrol. Sedangkan sekolah level rendah terpilih SDN 7 sebagai kelas eksperimen dan SDN 11 sebagai kelas Kontrol.
(27)
C. Waktu dan Tahapan Penelitian 1. Waktu penelitian
Penelitian mulai dari perencanaan (pembuatan proposal) hingga penyelesaian laporan penelitian (tesis) dilakukan mulai Januari 2011 sampai dengan Juni 2011. Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas eksperimen dengan metode penemuan terbimbing dan di kelas kontrol dengan pembelajaran konvensional dilakukan mulai tanggal 1 April hingga 4 Mei 2011.
2. Tahap penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap kegiatan yaitu: tahapan persiapan penelitian, tahapan penelitian, dan tahapan analisis data.
Tahapan Persiapan Penelitian
Pada tahap ini diawali dengan kegiatan studi kepustakaan mengenai pembelajaran penemuan terbimbing, pemahaman konsep dan kemampuan berpikir kritis. Kemudian dilanjutkan dengan pembuatan instrumen penelitian dan rancangan pembelajaran, baik kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol. Instrumen penelitian terdiri dari soal tes pemahaman konsep dan soal tes kemampuan berpikir kritis, lembar observasi, dan angket skala sikap.
Tahap Pelaksanaan Penelitian
Tahap ini diawali dengan penentuan sekolah-sekolah yang mempunyai kemampuan homogen dari siswanya, yang digunakan sebagai kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Dilanjutkan dengan pemberian pretes pemahaman konsep dan kemampuan berpikir kritis pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan tujuan untuk melihat kesetaraan kemampuan awal, pada kelas eksperimen tes awal dilakukan juga untuk pembentukan kelompok. Setelah pretes dilakukan dilanjutkan dengan pelaksanaan pembelajaran matematika dengan metode penemuan terbimbing
(28)
5 kali pertemuan pada kelompok eksperimen dan pembelajaran secara biasa/konvensional pada kelompok kontrol. Pada setiap pembelajaran dilakukan observasi terhadap aktivitas siswa dalam setiap kelompok.
Tahap Analisis Data
Data-data yang diperoleh selama penelitian dilaksanakan akan dianalisis, hingga sampai diperoleh suatu kesimpulan. Teknik analisis data statistik yang digunakan yaitu statistik deskriptif dan statistik inferensial. Statistik inferensial digunakan untuk menguji hipotesis.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini ada 4 jenis, yaitu: (1) tes-tes pemahaman konsep dan kemampuan berpikir kritis; (2) lembar observasi selama pembelajaran; (3) angket skala sikap; (4) pedoman wawancara untuk mengetahui respons siswa terhadap metode penemuan terbimbing.
1. Tes Pemahaman Konsep Dan Kemampuan Berpikir Kritis
Tes pemahaman dan kemampuan berpikir kritis dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh data kuantitatif berupa kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal, tes digunakan dalam bentuk uraian, dengan maksud untuk melihat proses pengerjaan yang dilakukan siswa, agar diketahui sejauh mana siswa memahami materi pelajaran yang diberikan.
Kriteria pemberian skor untuk tes pemahaman konsep mengacu pada teknik penskoran yang dilakukan Ansari (2004) yang kemudian diadaptasi. Kriteria skor untuk soal tes pemahaman konsep dapat dilihat pada Tabel 3.2
(29)
Tabel 3.2
Kriteria Skor Pemahaman Konsep
Nilai 4
Jawaban benar dan menunjukkan:
1. Pemahaman konsep dan prinsip terhadap soal matematika secara lengkap
2. Pemahaman penggunaan algoritma secara lengkap dan benar 3. Pemahaman melakukan perhitungan dengan lengkap dan benar. Nilai
3
Jawaban benar dan menunjukkan:
1. Pemahaman konsep dan prinsip terhadap soal matematika kurang lengkap
2. Pemahaman penggunaan algoritma secara lengkap namun mengandung sedikit kesalahan dalam perhitungan
Nilai 2
Jawaban salah dan menunjukkan:
1. Pemahaman konsep dan prinsip terhadap soal matematika kurang lengkap
2. Pemahaman menggunakan algoritma namun mengandung perhitungan yang salah.
Nilai 1
Jawaban salah dan menunjukkan;
1. Pemahaman konsep dan prinsip terhadap soal matematika sangat terbatas
2. Jawaban mengantung perhitungan yang salah. Nilai
0
Jawaban salah dan alasannya tidak menunjukkan pemahaman konsep dan prinsip terhadap soal matematika.
Pedoman penskoran untuk mengukur kemampuan berpikir kritis matematika mengacu pada teknik penskoran yang dilakukan Rochaminah (2008), seperti tercantum dalam Tabel 3.3
(30)
Tabel 3.3
Kriteria Skor Kemampuan Berpikir Kritis
Skor 4
Jawaban lengkap dan benar untuk pertanyaan yang diberikan Ilustrasi dari indikator yang diukur sempurna
Pekerjaan yang ditunjukkan dan atau di jelas (cleary) Memuat sedikit kesalahan
Skor 3
Jawaban benar untuk masalah yang diberikan Ilustrasi dari indikator yang diukur baik (good) Pekerjaannya ditunjukkan dan atau dijelaskan Memuat beberapa kesalahan
Skor 2
Beberapa jawaban yang ditunjukkan dari pertanyaan tidak lengkap
Ilustrasi dari indikator yang diukur cukup (fair) Kekurangan dalam berpikir kritis terlihat jelas Penyimpulan terlihat tidak akurat
Munculnya beberapa keterbatasan dalam pemahaman konsep matematika
Banyak kesalahan dalam penalaran matematika yang muncul Skor 1 Muncul masalah dalam meniru ide matematika tetapi tidak dapat
dikembangkan
Ilustrasi indikator yang diukur kurang (poor) Banyak salah perhitungan yang muncul
Terdapat sedikit pemahaman matematika yang telah diilustrasikan
Siswa jangan mencoba beberapa
Skor 0
Keseluruhan jawaban tidak nampak Tidak muncul indikator yang diukur
Sama sekali pemahaman matematikanya tidak muncul Terlihat jelas bluffing (mencoba-coba, menebak) Tidak menjawab semua kemungkinan yang diberikan
(31)
a. Validitas Butir Soal
Pengujian validitas bertujuan untuk melihat tingkat ketepatan suatu alat tes atau tingkat keabsahan. Pengujian validitas dilakukan dengan analisis faktor, yaitu dengan mengorelasikan antara butir soal dengan skor total dengan menggunakan rumus Pearson Product Moment.
Dengan bantuan program ANATES versi 4.0.5 dapat diperoleh secara langsung koefisien korelasi setiap butir soal. Selanjutnya adalah koefisien korelasi ) dibandingkan dengan dengan r Pearson Product Moment pada interval 95% dengan derajat kebebasan n-2. Hasil analisis validitas tes pemahaman konsep dan kemampuan berpikir kritis disajikan dalam Tabel 3.4 berikut:
Tabel 3.4
Analisis Validitas Tes Pemahaman Konsep dan Kemampuan Berpikir Kritis
Nomor Soal Keterangan
1 0,533 0,381 Valid
2 0,542 0,381 Valid
3 0,436 0,381 Valid
4 0,458 0,381 Valid
5 0,664 0,381 Valid
6 0,579 0,381 Valid
7 0,598 0,381 Valid
8 0,677 0,381 Valid
9 0,482 0,381 Valid
10 0,529 0,381 Valid
11 0,512 0,381 Valid
12 0,443 0,381 Valid
b. Reliabilitas Butir Soal
Pengujian reliabilitas dimaksudkan bertujuan untuk mengukur ketetapan alat evaluasi dalam mengukur atau ketetapan siswa dalam dalam menjawab alat evaluasi
(32)
tersebut. menurut Ruseffendi (1998: 142) “ suatu alat evaluasi (tes atau non tes) dikatakan baik, antara lain reliabilitasnya tinggi.”
Berdasarkan hasil uji coba reliabilitas butir soal secara keseluruhan diperoleh koefisien reliabilitas tes sebesar 0,83 yang berarti bahwa tes pemahaman konsep dan kemampuan berpikir kritis mempunyai reliabilitas baik.
c. Daya Pembeda
Perhitungan daya pembeda bertujuan untuk mengetahui kesanggupan soal dalam membedakan siswa yang tergolong tinggi prestasinya dengan siswa yang tergolong rendah prestasinya. Daya pembeda untuk tes pemahaman konsep dan kemampuan berpikir kritis dapat disajikan dalam Tabel 3.5 sebagai berikut:
Tabel 3.5
Analisis Daya Pembeda Tes Pemahaman Konsep dan Kemampuan Berpikir Kritis
Nomor Soal Daya Pembeda (%) Interpretasi Daya Pembeda
1 28,57 Cukup
2 46,43 Baik
3 35,71 Baik
4 32,14 Baik
5 67,86 Sangat baik
6 50,00 Sangat baik
7 50,00 Sangat baik
8 53,57 Sangat baik
9 42,86 Baik
10 64,29 Sangat baik
11 25,00 Cukup
12 28,57 Cukup
Dari Tabel 3.5 di atas dapat disimpulkan bahwa dari dua belas soal yang terdapat pada tes pemahaman konsep dan kemampuan berpikir kritis, tiga soal mempunyai daya pembeda cukup, lima soal mempunyai daya pembeda sangat baik, empat soal mempunyai daya pembeda baik.
(33)
d. Tingkat Kesukaran
Tingkat kesukaran diperoleh dengan menghitung persentase siswa menjawab butir soal benar. Semakin kecil persentase menunjukkan bahwa butir soal semakin sukar dan semakin besar persentase menunjukkan bahwa soal semakin mudah.
Tingkat kesukaran butir soal dari tes pemahaman konsep dan berpikir kritis dapat disajikan dalam Tabel 3.6 berikut:
Tabel 3.6
Analisis Tingkat Kesukaran Tes Pemahaman Konsep dan Kemampuan Berpikir Kritis
Nomor Soal Tingkat Kesukaran (%) Interpretasi Tingkat Kesukaran
1 39,29 Sedang
2 41,07 Sedang
3 21,43 Sukar
4 23,21 Sukar
5 33,93 Sedang
6 35,71 Sedang
7 32,14 Sedang
8 37,50 Sedang
9 42,46 Sedang
10 46,43 Sedang
11 16,07 Sukar
12 35,71 sedang
Dari Tabel 3.6 dapat disimpulkan bahwa dari soal sebanyak dua belas soal tes pemahaman konsep dan kemampuan berpikir kritis terdapat terdapat tiga soal yang dikategorikan sukar dan selebihnya soal berkategori sedang.
E. Teknik Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini akan dikumpulkan menggunakan teknik sebagai berikut :
1. Data yang berkaitan dengan pemahaman konsep dan kemampuan kemampuan berpikir kritis siswa dikumpulkan dengan melalui tes (pretes dan postes).
(34)
2. Data yang berkaitan dengan sikap siswa dalam belajar matematika sebagai akibat pembelajaran metode penemuan terbimbing, dikumpulkan melalui angket skala sikap dan lembar observasi.
F. Teknik Pengolahan Data
1. Data Hasil Tes Pemahaman Konsep dan Kemampuan Berpikir Kritis
Data hasil tes yang diperoleh dari hasil pengumpulan data selanjutnya diolah melalui tahap sebagai berikut.
a. Memberikan skor jawaban siswa sesuai dengan kunci jawaban dan sistem penskoran yang digunakan.
b. Membuat tabel skor tes hasil belajar siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. c. Peningkatan kompetensi yang terjadi sebelum dan sesudah pembelajaran dihitung
dengan rumus g factor (N-Gains) dengan rumus:
g =
e Maks
e Post
S S
S S
Pr Pr − −
(Cheng et al dalam Pramono, dkk., 2008: 208)
Keterangan:
g = gain yang dinormalisaikan (N-gain) SPost = skor postes
SPre = skor pretes SMaks = skor maksimum (ideal)
Tinggi rendahnya gain yang dinormalisasi (N-gain) dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
(35)
Tabel 3.7 Klasifikasi N-Gain (g)
Besarnya g Kategori
g 0,7 Tinggi
0,3 g 0,7 Sedang
g < 0,3 Rendah
Untuk menentukan uji statistik yang digunakan, terlebih dahulu ditentukan normalitas data dan homogenitas varians dengan menggunakan SPSS versi 17. c. Menguji normalitas data skor tes kemampuan pemahaman konsep dan
kemampuan kemampuan berpikir kritis menggunakan uji statistik Kolmogorov
Smirnov Z.
d. Menguji homogenitas varians tes pemahaman dan tes kemampuan berpikir kritis menggunakan uji statistik Levene’s Test.
e. Jika sebaran data normal dan homogen, uji signifikansi dengan statistik uji t menggunakan uji statistis Compare Mean Independent Samples Test. Dilanjutkan dengan uji Anova dua jalur menggunakan General Linear Model Univariate
Analysis untuk mengetahui perbedaan peningkatan pemahaman konsep dan
kemampuan berpikir kritis antara yang menggunakan pembelajaran matematika dengan menggunakan metode penemuan terbimbing dengan pembelajaran konvensional ditinjau level sekolah.
2. Data Hasil Observasi dan Angket Skala Sikap
Data hasil observasi yang dianalisis adalah aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Mengenai yang dilaporkan dalam lembar observasi adalah sesuatu yang ada dalam keadaan wajar (Ruseffendi, 1994: 118). Namun
(36)
demikian tetap ada kelemahannya, yaitu subjektivitas observer, misalnya: observer dapat bertindak kurang objektif, kurang cekatan, lupa, tidak terawasi, dan lain-lain.
Tujuan dari lembar observasi tersebut adalah untuk membuat refleksi terhadap proses pembelajaran, agar pembelajaran berikutnya dapat menjadi lebih baik dari pada tindakan pembelajaran sebelumnya dan sesuai dengan skenario yang telah dibuat. Lebih jauh lagi, lembar observasi ini digunakan juga untuk mengetahui lebih jauh tentang temuan yang diperoleh secara kuantitatif dan kualitatif.
Dalam penelitian ini dilakukan observasi setiap tindakan, yang dicatat yaitu aktivitas belajar siswa pada kelas eksperimen. Lembar observasi ini hanya digunakan pada kelas eksperimen, karena indikator-indikator pengamatan yang dikembangkan dibuat hanya untuk memonitor pelaksanaan pembelajaran melalui metode penemuan terbimbing. Observasi tersebut dilakukan oleh peneliti.
Sedangkan hasil angket skala sikap siswa dianalisis untuk mengetahui sikap siswa terhadap metode pembelajaran yang diberikan dan soal-soal pemahaman konsep dan kemampuan berpikir kritis yang diberikan.
G. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data statistik yang digunakan yaitu statistik deskriptif dan statistik inferensial. Statistik inferensial digunakan untuk menguji hipotesis. Hipotesis dapat dirumuskan sebagai berikut:
H0: µ1 = µ2 H1: µ1≠ µ2
Uji hipotesis menggunakan anova dua jalur, setelah sebelumnya dilakukan uji normalitas, uji homogenitas varians dan uji t dengan SPSS versi 17.
(37)
H. Prosedur penelitian
Prosedur penelitian ini dikelompokkan dalam tiga tahap, yaitu: tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap analisis data. Prosedur penelitian ini dirancang untuk memudahkan dalam pelaksanaannya, disajikan pada bagan berikut.
Bagan 3.1 Prosedur Penelitian
Pelaksanaan pembelajaran dengan konvensional
Rancangan Pembelajaran Konvensional
Postes
Kesimpulan Studi Kepustakaan
Penyusunan Rancangan Pembelajaran dengan Metode Penemuan Terbimbing
Analisis Data
Observasi dan
angket sikap siswa
Pretes
Pengumpulan Data
Temuan
Penentuan subjek penelitian
Pelaksanaan pembelajaran dengan penemuan terbimbing
Penyusunan, uji coba, revisi, dan pengesahan instrumen
(38)
102 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Pemahaman konsep matematika siswa yang mengikuti pembelajaran matematika dengan penemuan terbimbing lebih baik dari pada siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.
2. Pemahaman konsep matematika siswa yang mengikuti pembelajaran matematika dengan penemuan terbimbing lebih baik dalam meningkatkan pemahaman konsep siswa sekolah level tinggi, sedang dan rendah.
3. Terdapat interaksi antara faktor pembelajaran dengan faktor level sekolah dengan pemahaman konsep.
4. Kemampuan berpikir kritis siswa yang mengikuti pembelajaran matematika dengan penemuan terbimbing lebih baik dari pada siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.
5. Kemampuan berpikir kritis siswa yang mengikuti pembelajaran matematika dengan penemuan terbimbing lebih baik dalam meningkatkan pemahaman konsep siswa level sekolah tinggi, sedang dan rendah.
6. Tidak terdapat interaksi antara faktor pembelajaran dengan faktor level sekolah dengan kemampuan berpikir kritis
(39)
7. Sebagian besar siswa menunjukkan sikap positif terhadap pembelajaran matematika dengan metode penemuan terbimbing.
B. Saran-saran
Berdasarkan hasil penelitian, dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut:
1. Pembelajaran matematika dengan metode penemuan terbimbing lebih baik dalam meningkatkan kemampuan pemahaman konsep dan kemampuan berpikir kritis siswa sekolah dasar. Dengan demikian, pembelajaran matematika dengan metode penemuan terbimbing sangat potensial diterapkan di lapangan dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan.
2. Berdasarkan hasil penelitian ini, Pembelajaran matematika dengan metode penemuan terbimbing dapat diimplementasikan pada sekolah level tinggi, level sekolah sedang, dan sekolah level rendah. Untuk sekolah level rendah disarankan, guru terlebih dahulu membiasakan siswa dalam kegiatan pemecahan masalah sebelum diganti dengan pembelajaran metode penemuan terbimbing. 3. Bagi guru yang ingin mencoba metode ini, antara lain perlu memperhatikan
hal-hal-hal berikut : (1) bahan ajar yang dirancang harus direncanakan dengan matang, sehingga pembelajaran dapat terjadi secara sistematis dan sesuai dengan alokasi waktu yang telah direncanakan. (2) tidak perlu cepat-cepat memberikan bimbingan kepada siswa, jika pembelajaran dirancang dalam bentuk kelompok, bimbingan yang diberikan juga harus bimbingan bersifat bimbingan kelompok. Bimbingan yang diberikan harus minimal, ketika benar-benar siswa membutuhkannya, serta harus memperhatikan tingkat kemampuan siswa agar
(40)
bimbingan yang diberikan efektif dan sesuai dengan tingkat kemampuan siswa. Dengan adanya penyesuaian kadar atau bimbingan terhadap siswa dalam penyelesaian masalah tidak menutup kemungkinan dari pembelajaran penemuan terbimbing dapat diganti(diterapkan) pembelajaran dengan metode penemuan. 4. Proses bimbingan yang diberikan dalam pembelajaran metode terbimbing sangat
berpengaruh terhadap hasil penemuan siswa. Atas dasar itu, guru yang menerapkan pembelajaran metode terbimbing supaya bentuk bimbingan yang diberikan, berupa pertanyaan-pertanyaan yang terjangkau oleh pikiran siswa sehingga dapat memungkinkan siswa untuk memahami masalah-masalah yang diberikan, hal ini dimaksud agar tidak mengakibatkan siswa kehilangan semangat belajar.
5. Tiga hal yang sangat berperan dalam pembelajaran matematika dengan metode penemuan terbimbing adalah sajian bahan ajar, peran guru, interaksi kelas. Untuk memadukan ketiga komponen ini sebagai suatu kesatuan yang utuh agar tidak terpisahkan, sangat dituntut persiapan dan perencanaan pembelajaran yang memadai serta memerlukan pengetahuan yang cukup terhadap teori belajar dan pandangan positif guru tentang pembelajaran matematika. Atas dasar itu, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan untuk memperkaya wawasan para calon guru dan guru di lapangan.
6. Melihat kondisi proses pembelajaran matematika saat ini di lapangan, menerapkan pembelajaran matematika metode penemuan terbimbing bukan hal mudah baik bagi guru maupun bagi siswa. Hal ini dikarenakan perubahan pusat pembelajaran dari guru ke siswa. Dalam pembelajaran di kelas diharapkan terjadi
(41)
penemuan kembali, oleh karena itu disarankan kepada guru untuk membiasakan menerapkan pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing dan berupaya meninggalkan pembelajaran yang berpusat pada guru.
(42)
106
DAFTAR PUSTAKA
Ansari, B. I. (2004). Menumbuhkembangkan Kemampuan Pemahaman Konsep dan
Komunikasi Matematik Siswa SMU Melalui Strategi Think-Talk-Write.
Disertasi SPs UPI. Bandung: tidak diterbitkan
BNSP. (2006). Standar Kompetensi Dan Kompetensi Dasar Tingkat SD, MI, dan
SLBSD. Jakarta: BNSP
Dahar, R. W. (1996). Teori Belajar Mengajar. Jakarta: Erlangga.
Hariyani, M. (2010). Pembelajaran Matematika Dengan Metode Penemuan
Terbimbing Untuk Meningkatkan Pemahaman konsep dan Kemampuan Penalaran Matematika. Tesis SPs UPI. Bandung: tidak diterbitkan
Hendrayana. (2008). Pengembangan Multimedia Interaktif Untuk Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Siswa SMP Dalam Matematika. Tesis
Sps UPI. Bandung: tidak diterbitkan.
Heruman. (2008). Model Pembelajaran Matematika Di Sekolah Dasar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Hudojo, H. (2005). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang: UM PRESS.
Jocobsen, dkk. (2009). Methods for Teaching Metode-metode Pengajaran
Meningkatkan belajar siswa TK-SMA. Edisi ke-8. Yokyakarta: Pustaka Pelajar.
Johnson, E. B. (2007). Contextual Taching And Learning: Menjadikan Kegaiatn
Belajar-Mengajar Mengasyikkan Dan Bermakna. Bandung: Mizan Learning
Center (MLC)
Kurniati, A. (2004). Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa SMU Melalaui
Pembelajaran Berdasarkan Masalah Dengan Metode Penemuan. Tesis SPs
UPI. Bandung: tidak diterbitkan
L a n d a s a n T e o r i t i k P e m b e l a j a r a n B e r p i k i r V I . [Online]
http://j3sra3l.wordpress.com/2010/11/02/landasan-teoritik-pembelajaran-berpikir-matematika-vi/. [25 Januari 2011]
Maesarah. (2007). Pembelajaran Penemuan Terbimbing dengan Menggunakan
Tugas Superitem untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Siswa Sekolah Menengah Pertama. Tesis Sps UPI. Bandung: tidak diterbitkan
(43)
Markaban. (2008). Model Penemuan Terbimbing pada Pembelajaran Matematika
SMK. Yokyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan
Tenaga Kependidikan Matematika.
Maulana. (2008). “Pendekatan Metakognitif Sebagai Alternatif Pembelajaran Matematika Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa PGSD”. Jurnal Pendidikan Dasar. (10). 39-46.
Pramono, T .et al. (2008). “Model Pembelajaran Kooperatif STAD Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Cahaya dan Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa SMP ”. Jurnal Penelitian Pendidikan IPA. II (2), 203-212. Pranata, O. H. (2007). Pembelajaran Berdasarkan Tahap Belajar Van Hiele untuk
Membantu Pemahaman Siswa Sekolah Dasar dalam Konsep Geometri Bangun Datar. Tesis UPI Bandung: tidak diterbitkan
Purwadi, Sarosa (1990). Pengaruh Pemahaman Materi-Materi Pelajaran IPA di
SPG Terhadap Pembentukan Pengetahuan Dan Sikap Siswa Terhadap Lingkungan Hidup. Disertasi SPs UPI. Bandung: tidak diterbitkan.
Ratumanan, T. G. (2004). Belajar dan Pembelajaran. Semarang. Unesa Universty Press.
Rochaminah, S. (2008). Penggunaan Metode Penemuan untuk Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Mahasiswa Keguruan. [Online]
http://www.puslitjaknov.org/data/file/2008/makalah_peserta/07_Sutji%20Roch aminah_Penggunaan%20Metode%20Penemuan%20untuk%20meningkatkan% 20kemampuan.pdf [25 januari 2011]
Rochaminah, S. (2008). Penggunaan Metode Penemuan untuk Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Mahasiswa Calon Guru. Disertasi SPs
UPI. Bandung: tidak diterbitkan.
Runisah. (2008). Penggunaan SQ3R Dalam Pembelajaran Matematika Untuk
Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMA. Tesis UPI Bandung:
tidak diterbitkan.
Ruseffendi, E. T. (1991). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan
Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA.
Bandung: Tarsito.
Ruseffendi, E. T. (1994). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang
Non-Eksakta lainnya. Semarang. IKIP Semarang.
Ruseffendi, E. T. (2006). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan
Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk meningkatkan CBSA. (Edisi revisi). Bandung: Tarsito.
(44)
Sarjiman, P. (2006). Peningkatan Pemahaman Rumus Geometri Melalui Pendekatan
Realistik di Sekolah Dasar. Cakrawala Pendidikan, Februari 2006, th.XXV,
No.I. [Online] tersedia di
http://journal.uny.ac.id/index.php/cp/articel/download/393/pdf. [25 januari 2011]
Sobel, M. A dan Maletsky, E. M. (2001). Mengajar Matematika Sebuah Buku
Sumber Alat Peraga, Aktivitas, Dan Strategi Edisi ke Tiga (Terjemahan).
Jakarta: Erlangga.
Suhendra dan Suwarma, D. M. (2006). Kapita Selekta Matematika. Bandung: UPI PRESS.
Sumarmo, U. (1987). Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa
SMA dikaitkan dengan Kemampuan Penalaran Logik Siswa dan Beberapa Unsur Proses Belajar-Mengajar. Disertasi SPs UPI. Bandung: tidak
diterbitkan.
Sumarmo, U. (2010). Berpikir dan Disposisi Matematik: Apa, Mengapa, Dan
Bagaimana Dikembangkan Pada Peserta Didik. [Online] tersedia di
http://math.sps.upi.edu/wp-content/uploads/2010/02/BERFIKIR-DAN-DISPOSISI-MATEMATIK-SPS-2010.pdf. [25 Januari 20011]
Suriadi. (2006). Pembelajaran Dengan Pendekatan Discovery Yang Menekankan
Aspek Analogi Untuk Meningkatkan Pemahaman Matematik Dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMA. Tesis SPs UPI. Bandung: tidak diterbitkan.
Suryadi, D. (2005). Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Tidak Langsung Serta
Pendekatan Gabungan Langsung dan Tidak Langsung dalam Meningkatkan Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa SLTP. Disertasi SPs UPI.
Bandung: tidak diterbitkan.
Suwaji, U. T. (2008) Permasalahan Pembelajaran Geometri Ruang SMP dan
Alternatif Pemecahannya. Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan
Pemberdayaan Pendidikan Tenaga Kependidikan
Suwangsih, E dan Tiurlina. (2006). Model Pembelajaran Matematika. Bandung. UPI PRESS.
Wassahua, S. (2009). Pembelajaran Matematika Melalui Pendekatan Open-Ended
Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Komunikasi Matematik Siswa. Tesis SPs UPI. Bandung: tidak diterbitkan.
(1)
103
7. Sebagian besar siswa menunjukkan sikap positif terhadap pembelajaran matematika dengan metode penemuan terbimbing.
B. Saran-saran
Berdasarkan hasil penelitian, dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut:
1. Pembelajaran matematika dengan metode penemuan terbimbing lebih baik dalam meningkatkan kemampuan pemahaman konsep dan kemampuan berpikir kritis siswa sekolah dasar. Dengan demikian, pembelajaran matematika dengan metode penemuan terbimbing sangat potensial diterapkan di lapangan dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan.
2. Berdasarkan hasil penelitian ini, Pembelajaran matematika dengan metode penemuan terbimbing dapat diimplementasikan pada sekolah level tinggi, level sekolah sedang, dan sekolah level rendah. Untuk sekolah level rendah disarankan, guru terlebih dahulu membiasakan siswa dalam kegiatan pemecahan masalah sebelum diganti dengan pembelajaran metode penemuan terbimbing. 3. Bagi guru yang ingin mencoba metode ini, antara lain perlu memperhatikan
hal-hal-hal berikut : (1) bahan ajar yang dirancang harus direncanakan dengan matang, sehingga pembelajaran dapat terjadi secara sistematis dan sesuai dengan alokasi waktu yang telah direncanakan. (2) tidak perlu cepat-cepat memberikan bimbingan kepada siswa, jika pembelajaran dirancang dalam bentuk kelompok, bimbingan yang diberikan juga harus bimbingan bersifat bimbingan kelompok. Bimbingan yang diberikan harus minimal, ketika benar-benar siswa membutuhkannya, serta harus memperhatikan tingkat kemampuan siswa agar
(2)
bimbingan yang diberikan efektif dan sesuai dengan tingkat kemampuan siswa. Dengan adanya penyesuaian kadar atau bimbingan terhadap siswa dalam penyelesaian masalah tidak menutup kemungkinan dari pembelajaran penemuan terbimbing dapat diganti(diterapkan) pembelajaran dengan metode penemuan. 4. Proses bimbingan yang diberikan dalam pembelajaran metode terbimbing sangat
berpengaruh terhadap hasil penemuan siswa. Atas dasar itu, guru yang menerapkan pembelajaran metode terbimbing supaya bentuk bimbingan yang diberikan, berupa pertanyaan-pertanyaan yang terjangkau oleh pikiran siswa sehingga dapat memungkinkan siswa untuk memahami masalah-masalah yang diberikan, hal ini dimaksud agar tidak mengakibatkan siswa kehilangan semangat belajar.
5. Tiga hal yang sangat berperan dalam pembelajaran matematika dengan metode penemuan terbimbing adalah sajian bahan ajar, peran guru, interaksi kelas. Untuk memadukan ketiga komponen ini sebagai suatu kesatuan yang utuh agar tidak terpisahkan, sangat dituntut persiapan dan perencanaan pembelajaran yang memadai serta memerlukan pengetahuan yang cukup terhadap teori belajar dan pandangan positif guru tentang pembelajaran matematika. Atas dasar itu, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan untuk memperkaya wawasan para calon guru dan guru di lapangan.
6. Melihat kondisi proses pembelajaran matematika saat ini di lapangan, menerapkan pembelajaran matematika metode penemuan terbimbing bukan hal mudah baik bagi guru maupun bagi siswa. Hal ini dikarenakan perubahan pusat pembelajaran dari guru ke siswa. Dalam pembelajaran di kelas diharapkan terjadi
(3)
105
penemuan kembali, oleh karena itu disarankan kepada guru untuk membiasakan menerapkan pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing dan berupaya meninggalkan pembelajaran yang berpusat pada guru.
(4)
106
DAFTAR PUSTAKA
Ansari, B. I. (2004). Menumbuhkembangkan Kemampuan Pemahaman Konsep dan Komunikasi Matematik Siswa SMU Melalui Strategi Think-Talk-Write. Disertasi SPs UPI. Bandung: tidak diterbitkan
BNSP. (2006). Standar Kompetensi Dan Kompetensi Dasar Tingkat SD, MI, dan SLBSD. Jakarta: BNSP
Dahar, R. W. (1996). Teori Belajar Mengajar. Jakarta: Erlangga.
Hariyani, M. (2010). Pembelajaran Matematika Dengan Metode Penemuan Terbimbing Untuk Meningkatkan Pemahaman konsep dan Kemampuan Penalaran Matematika. Tesis SPs UPI. Bandung: tidak diterbitkan
Hendrayana. (2008). Pengembangan Multimedia Interaktif Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Siswa SMP Dalam Matematika. Tesis Sps UPI. Bandung: tidak diterbitkan.
Heruman. (2008). Model Pembelajaran Matematika Di Sekolah Dasar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Hudojo, H. (2005). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang: UM PRESS.
Jocobsen, dkk. (2009). Methods for Teaching Metode-metode Pengajaran Meningkatkan belajar siswa TK-SMA. Edisi ke-8. Yokyakarta: Pustaka Pelajar. Johnson, E. B. (2007). Contextual Taching And Learning: Menjadikan Kegaiatn Belajar-Mengajar Mengasyikkan Dan Bermakna. Bandung: Mizan Learning Center (MLC)
Kurniati, A. (2004). Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa SMU Melalaui Pembelajaran Berdasarkan Masalah Dengan Metode Penemuan. Tesis SPs UPI. Bandung: tidak diterbitkan
L a n d a s a n T e o r i t i k P e m b e l a j a r a n B e r p i k i r V I . [Online]
http://j3sra3l.wordpress.com/2010/11/02/landasan-teoritik-pembelajaran-berpikir-matematika-vi/. [25 Januari 2011]
Maesarah. (2007). Pembelajaran Penemuan Terbimbing dengan Menggunakan Tugas Superitem untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Siswa Sekolah Menengah Pertama. Tesis Sps UPI. Bandung: tidak diterbitkan
(5)
107
Markaban. (2008). Model Penemuan Terbimbing pada Pembelajaran Matematika SMK. Yokyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika.
Maulana. (2008). “Pendekatan Metakognitif Sebagai Alternatif Pembelajaran Matematika Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa PGSD”. Jurnal Pendidikan Dasar. (10). 39-46.
Pramono, T .et al. (2008). “Model Pembelajaran Kooperatif STAD Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Cahaya dan Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa SMP ”. Jurnal Penelitian Pendidikan IPA. II (2), 203-212. Pranata, O. H. (2007). Pembelajaran Berdasarkan Tahap Belajar Van Hiele untuk
Membantu Pemahaman Siswa Sekolah Dasar dalam Konsep Geometri Bangun Datar. Tesis UPI Bandung: tidak diterbitkan
Purwadi, Sarosa (1990). Pengaruh Pemahaman Materi-Materi Pelajaran IPA di SPG Terhadap Pembentukan Pengetahuan Dan Sikap Siswa Terhadap Lingkungan Hidup. Disertasi SPs UPI. Bandung: tidak diterbitkan.
Ratumanan, T. G. (2004). Belajar dan Pembelajaran. Semarang. Unesa Universty Press.
Rochaminah, S. (2008). Penggunaan Metode Penemuan untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Mahasiswa Keguruan. [Online] http://www.puslitjaknov.org/data/file/2008/makalah_peserta/07_Sutji%20Roch aminah_Penggunaan%20Metode%20Penemuan%20untuk%20meningkatkan% 20kemampuan.pdf [25 januari 2011]
Rochaminah, S. (2008). Penggunaan Metode Penemuan untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Mahasiswa Calon Guru. Disertasi SPs UPI. Bandung: tidak diterbitkan.
Runisah. (2008). Penggunaan SQ3R Dalam Pembelajaran Matematika Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMA. Tesis UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Ruseffendi, E. T. (1991). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.
Ruseffendi, E. T. (1994). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta lainnya. Semarang. IKIP Semarang.
Ruseffendi, E. T. (2006). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk meningkatkan CBSA. (Edisi revisi). Bandung: Tarsito.
(6)
Sarjiman, P. (2006). Peningkatan Pemahaman Rumus Geometri Melalui Pendekatan Realistik di Sekolah Dasar. Cakrawala Pendidikan, Februari 2006, th.XXV, No.I. [Online] tersedia di
http://journal.uny.ac.id/index.php/cp/articel/download/393/pdf. [25 januari 2011]
Sobel, M. A dan Maletsky, E. M. (2001). Mengajar Matematika Sebuah Buku Sumber Alat Peraga, Aktivitas, Dan Strategi Edisi ke Tiga (Terjemahan). Jakarta: Erlangga.
Suhendra dan Suwarma, D. M. (2006). Kapita Selekta Matematika. Bandung: UPI PRESS.
Sumarmo, U. (1987). Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa SMA dikaitkan dengan Kemampuan Penalaran Logik Siswa dan Beberapa Unsur Proses Belajar-Mengajar. Disertasi SPs UPI. Bandung: tidak diterbitkan.
Sumarmo, U. (2010). Berpikir dan Disposisi Matematik: Apa, Mengapa, Dan Bagaimana Dikembangkan Pada Peserta Didik. [Online] tersedia di
http://math.sps.upi.edu/wp-content/uploads/2010/02/BERFIKIR-DAN-DISPOSISI-MATEMATIK-SPS-2010.pdf. [25 Januari 20011]
Suriadi. (2006). Pembelajaran Dengan Pendekatan Discovery Yang Menekankan Aspek Analogi Untuk Meningkatkan Pemahaman Matematik Dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMA. Tesis SPs UPI. Bandung: tidak diterbitkan.
Suryadi, D. (2005). Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Tidak Langsung Serta Pendekatan Gabungan Langsung dan Tidak Langsung dalam Meningkatkan Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa SLTP. Disertasi SPs UPI. Bandung: tidak diterbitkan.
Suwaji, U. T. (2008) Permasalahan Pembelajaran Geometri Ruang SMP dan
Alternatif Pemecahannya. Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan
Pemberdayaan Pendidikan Tenaga Kependidikan
Suwangsih, E dan Tiurlina. (2006). Model Pembelajaran Matematika. Bandung. UPI PRESS.
Wassahua, S. (2009). Pembelajaran Matematika Melalui Pendekatan Open-Ended Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Komunikasi Matematik Siswa. Tesis SPs UPI. Bandung: tidak diterbitkan.